• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. A. Kajian Teori

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA. A. Kajian Teori"

Copied!
27
0
0

Teks penuh

(1)

5

KAJIAN PUSTAKA

A. Kajian Teori

1. Belajar dan Pembelajaran a. Pengertian Belajar

Belajar merupakan kegiatan paling pokok dalam proses belajar mengajar manusia. Terutama dalam pencapaian tujuan institusional suatu lembaga pendidikan atau sekolah. Hal ini menunjukkan bahwa berhasil tidaknya suatu pencapaian tujuan pendidikan tergantung kepada bagaimana proses belajar mengajar yang dialami oleh individu.

Pengertian belajar dapat kita temukan dalam beberapa sumber atau literatur. Meskipun kita dapat menemukan perbedaan di dalam rumusan pengertian belajar tersebut dari masing-masing ahli, namun secara prinsip akan kita temukan persamaanya. Berikut ini pengertian belajar menurut para ahli dalam buku Aunurrahman (2012: 35) antara lain:

(1) Menurut Borton, pengertian belajar sebagai perubahan tingkah laku pada diri individu berkat adanya interaksi antara individu dengan individu dan individu dengan lingkunganya.

(2) Menurut James O. Whittaker mengemukakan bahwa bejar adalah proses dimana tingkah laku ditimbulkan atau diubah melalui latihan atau pengalaman.

(3) Menurut Abdillah (2002), belajar adalah suatu usaha sadar yang dilakukan oleh individu dalam perubahan tingkah laku baik melelui latihan dan pengalaman yang menyangkut aspek-aspek kognitif, afektif dan psikomotorik untuk memperoleh tujuan tertentu.

Pengertian belajar menurut beberapa pakar dalam buku Dimyati dan Mudjiono (2006: 9) yaitu:

(1) Menurut Skinner berpandangan bahwa, belajar adalah suatu perilaku. Pada saat orang belajar, maka responnya menjadi lebih baik. Sebaliknya, bila ia tidak belajar maka responnya menurun. (2) Menurut Gagne belajar merupakan kegiatan yang kompleks. Hasil

belajar berupa kapabilitas. Setelah belajar orang memiliki keterampilan, pengetahuan, sikap dan nilai.

(2)

(3) Belajar menurut pandangan Piaget, bahwa pengetahuan dibentuk oleh individu sebab individu melakukan interaksi terus-menerus dengan lingkungan tersebut mengalami perubahan.

(4) Belajar menurut Rogers berpendapat praktek pendidikan menitikberatkan pada segi pengajaran, bukan pada siswa yang belajar. Praktek tersebut ditandai oleh peran guru yang dominan dan siswa hanya menghafal pelajaran.

Dari pendapat beberapa ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa belajar adalah perubahan tingkah laku pada individu-individu yang belajar. Seseorang dikatakan telah belajar sesuatu, apabila terdapat perubahan-perubahan yang bersifat lebih baik daripada sebelumnya. Perubahan yang terjadi pada diri seseorang disebabkan karena adanya usaha belajar untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Perubahan itu tidak hanya berkaitan dengan penambahan ilmu pengetahuan, tetapi juga berbentuk kecakapan, keterampilan, sikap, pengertian, harga diri, minat, watak, penyesuaian diri. Jadi, dapat dikatakan bahwa belajar itu sebagai rangkaian kegiatan jiwa raga yang menuju perkembangan pribadi manusia seutuhnya.

b. Pengertian Pembelajaran

Pembelajaran menurut makna berarti proses, cara, perbuatan mempelajari. Pembelajaran berpusat pada peserta didik dan pembelajaran adalah dialog interaktif. Proses pembelajaran mempunyai tujuan agar siswa dapat mencapai kompetensi seperti yang diharapkan, dan untuk mencapai tujuan tersebut proses pembelajaran perlu dirancang secara sistematik. Daryanto dan Muljo Rahardjo (2012: 30) mengemukakan bahwa,

pembelajaran adalah proses mencari kebenaran, menggunakan kebenaran dan mengembangkannya untuk kepentingan pemenuhan kebutuhan hidup manusia, khususnya yang berhubungan dengan upaya merubah perilaku, sikap, pengetahuan, dan pemaknaan terhadap tugas-tugas selama hidupnya.

(3)

Aunurrahman (2012: 34) mengemukakan bahwa :

Pembelajaran berupaya mengubah masukan berupa siswa yang belum terdidik, menjadi siswa yang terdidik, siswa yang belum memiliki pengetahuan tentang sesuatu, menjadi siswa yang memiliki pengetahuan. Demikian pula siswa yang memiliki sikap , kebiasaan atau tingkah laku yang belum mencerminkan eksistensi dirinya sebagai pribadi yang baik dan positif menjadi siswa yang memiliki sikap, kebiasaan dan tingkah laku yang baik.

Berdasarkan pernyataan diatas maka dapat diambil kesimpulan bahwa pembelajaran adalah proses yang sengaja direncanakan dan dilakukan untuk memungkinkan terjadinya aktivitas belajar individu untuk mencapai tujuan belajar, yang dari semula tidak memiliki pengetahuan menjadi memiliki pengetahuan, yang semula belum terdidik menjadi terdidik.

c. Ciri – Ciri dan Tujuan Belajar

Dalam kehiduapan manusia sehari-hari tidak akan lepas dari kegiatan belajar, baik dalam melaksanakan kegiatan individu maupun saat melaksanakan aktivitas kelompok. Aunurrahman (2012: 35) menyatakan,

Beberapa ciri umum kegiatan belajar sebagai berikut:

(1) Belajar menunjukkan suatu aktivitas pada diri seseorang yang disadari atau disengaja.

(2) Belajar merupakan interaksi individu dengan lingkungannya. (3) Hasil belajar ditandai denagn perubahan tingkah laku.

Berdasarkan pendapat tersebut menunjukkan bahwa, seseorang dikatakan belajar apabila kegiatan belajar tersebut disadari atau disengaja, berinteraksi dengan lingkungannya dan terjadi perubahan tingkah laku yang lebih baik dalam dirinya. Perubahan dari hasil belajar inilah yang merupakan tujuan dari kegiatan belajar.

Menurut pendapat Gagne (1985) yang dikutip M. Sobry Sutikno (2009: 7) bahwa ada lima macam tujuan atau hasil belajar yaitu:

(1) Keterampilan intelektual atau keterampilan prosedural yang mencakup belajar diskriminasi, konsep, prinsip dan pemecahan masalah yang kesemuanya diperoleh melalui materi yang disajikan oleh guru di sekolah.

(4)

(2) Startegi kognitif, yaitu kemampuan untuk memecahkan masalah-masalah baru dengan jalan mengatur proses internal masing-masing individu dalam memperhatikan, mengingat dan berpikir.

(3) Informasi verbal, yaitu kemampuan untuk mendeskripsikan sesuatu dengan kata-kata dengan jalan mengatur informasi-informasi yang relevan.

(4) Keterampilan motorik, yait kemampuan untuk melaksanakan dan mengkoordinasikan gerakan-gerakan yang berhubungan dengan otot.

(5) Sikap, yaitu suatu kemampuan internal yang mempengaruhi tingkah laku seseorang didasari oleh emosi, kepercayaan-kepercayaan serta faktor intelektual.

Lima perilaku hasil belajar diatas oleh Bloom, Krathwol & Simpson yang dikutip Aunurrahman (2012: 48-49) digolongkan menjadi tiga, bahwa :

Tingkatan jenis perilaku belajar terdiri dari tiga ranah atau kawasan yaitu:

(1) Kognitif terdiri enam jenis perilaku yaitu: pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis dan evaluasi.

(2) Ranah afektif terdiri lima perilaku yaitu: penerimaan, partisipasi, penilaian, organisasi dan pembentukan.

(3) Ranah psikomotor, terdiri tujuh perilaku yaitu: persepsi, kesiapan, gerakan terbimbing, gerakan terbiasa, gerakan kompleks, penyesuaian pola gerakan dan kreativitas.

Berdasarkan dua pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa, tujuan kegiatan belajar meliputi aspek kognitif, afektif dan psikomotorik yang lebih baik dari sebelumnya. Ketiga aspek tersebut merupakan satu kesatuan yang saling berkaitan dan tidak dapat dipisahkan. Seseorang diakatakan telah belajar apabila terjadi perubahan yang lebih baik dari sebelumnya baik aspek kognitif, afektif dan psikomotorik.

d. Faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar

Hasil belajar dicapai apabila terjadi perubahan yang lebih baik, baik ranah afektif, kognitif dan psikomotorik. Namun untuk mencapai hasil belajar yang optimal banyak faktor yang mempengaruhinya. Nana Sudjana (2005: 39) menyatakan, “Hasil belajar yang dicapai siswa

(5)

dipengaruhi oleh dua faktor utama yaknik, faktor dari dalam diri siswa dan faktor yang datang dari luar diri siswa atau faktor lingkungan”.

Hal senada dikemukakan M. Sobry Sutikno (2009: 14) bahwa, faktor-faktor yang mempengaruhi proses belajar yaitu:

(1) Faktor dari dalam diri individu (internal)

(a) Faktor jasmaniah, yaitu faktor kesehatan, faktor cacat tubuh.

(b) Faktor psikologis, yaitu intelegensi, motif (daya penggerak/pendorong), minat, emosi dan bakat.

(c) Faktor kelelahan, baik kelelahan jasmani dan kelelahan rohani.

(2) Faktor ekternal:

(a) Faktor keluarga: cara orang tua mendidik, hubungan antar keluarga, suasana rumah, keadaan ekonomi keluarga.

(b) Faktor sekolah: kurikulum, keadaan gedung, waktu sekolah, alat pelajaran, metode pembelajaran, hubungan antara guru dengan siswa, hubungan antara siswa dengan siswa.

(c) Faktor masyarakat.

Berdasarkan dua pendapat tersebut menunjukkan bahwa, keberhasilan belajar siswa sangat dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor eksternal. Hasil belajar akan menjadi lebih baik apabila faktor internal dan eksternal dapat terpenuhi dengan baik pula. Lebih lanjut M. Sobry Sutikno (2009: 25) menyatakan,

Sebagai tolok ukur keberhasilan proses belajar indikator-indikatornya sebagai berikut:

(1) Penguasaan materi pelajaran yang telah diajarkan mencapai prestasi tinggi, baik secara individu maupun secara kelompok. (2) Perilaku yang disebutkan dalam tujuan pembelajaran khusus

dapat dicapai oleh siswa, baik secara individu maupun secara kelompok.

Berdasarkan pendapat tersebut menunjukkan bahwa, indikator dari hasil belajar yaitu, siswa menguasai materi pelajaran yang diterimanya dan mencapai prestasi yang tinggi, baik secara idnividu maupun kelompok. Selain itu, perilaku yang ditampilkan siswa baik secara individu maupun kelompok menjadi lebih baik sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan dalam kegiatan pembelajaran.

(6)

2. Mengajar

a. Hakikat Mengajar

Mengajar pada dasarnya merupakan suatu aktivitas atau perbuatan yang dilakukan oleh seorang guru. Dari kegiatan mengajar tersebut tentu ada siswa yang belajar. Mengajar merupakan suatu proses yang kompleks. Guru berperan tidak hanya sekedar menyampaikan informasi kepada siswa, tetapi juga berusaha agar siswa mau belajar. Karena mengajar sebagai upaya yang disengaja, maka guru terlebih dahulu harus mempersiapakan bahan yang akan disajikan kepada siswa. Upaya yang dilakukan guru tersebut agar tujuan yang telah dirumuskan dapat dicapai. Berkaitan dengan mengajar Husdarta & Yudha M. Saputra (2000: 3) menyatakan,“Mengajar adalah upaya guru dalam memberikan rangsangan, bimbingan, pengarahan, dan dorongan kepada siswa agar terjadi proses belajar. Arah yang akan dituju dalam proses belajar adalah tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan guru dan diketahui oleh siswa”. Hal senada dikemukakan Rusli Lutan (1988: 376) bahwa:

Mengajar merupakan seperangkat kegiatan sengaja dan berencana dari seseorang atau person (P) yang memiliki kelebihan pengetahuan atau keterampilan untuk disampaikan kepada orang lain sebagai sasaran atau obyek (O), yang belum berkembang pengetahuan, keterampilan atau bahkan sifat-sifat biologis tertentu, dan informasi atau keterampilan itu disampaikan melalui saluran atau metode tertentu, yang kemudian mendapat respon dari obyek sekaligus berperan sebagai subyek.

Berdasarkan pengertian mengajar yang dikemukakan dua ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa, mengajar merupakan suatu kegiatan yang kompleks yang di dalamnya terdapat beberapa komponen yang saling berkaitan yang bertujuan untuk mempengaruhi atau meningkatkan pengetahuan atau keterampilan siswa menjadi lebih baik.

(7)

b. Kompetensi yang Harus Dimiliki Seorang Guru Penjasorkes

Tanggung jawab dalam mengembangkan profesi guru pada dasarnya merupakan tuntutan dan panggilan untuk selalu mencintai, menghargai, menjaga dan meningkatkan tugas dan tanggung jawab profesinya. Seorang guru dituntut agar selalu meningkatkan pengetahuannya, kemampuan dalam rangka pelaksanaan tugas profesinya. Seorang guru harus peka terhadap perubahan-perubahan yang terjadi, khususnya dalam bidang pendidikan dan pengajaran, dan pada masyarakat pada umumnya. Meningkatkan kemampuan dan pengetahuan diberbagai bidang merupakan keharus bagi seorang guru. Untuk itu seorang guru harus memiliki beberapa kompetensi. Rusli Lutan, Rusli Ibrahim, Adang Suherman & Yudha M. Saputra, (2002: 68-69) menyatakan:

Sekurang-kurangnya terdapat 5 kompetensi guru pendidikan jasmani yaitu:

(1) Pemahaman dan pengahayatan etika dan tindakan moral yang melandasi profesi dalam pendidikan jasmani, utamanya dalam pemberian perlakuan (misalnya, memberikan instruksi, mengoreksi dan lain-lain) yang dapat dipertanggungjawabkan secara etik, termasuk nilai-nilai agama.

(2) Penguasaan keterampilan gerak dan atau dasar-dasar keterampilan beberapa cabang olahraga, termasuk pengetahuan yang berkaitan dengan cabang atau aktivitas jasmani yang bersangkutan (misalnya, peraturan dan ketentuan khusus dalam cabang olahraga).

(3) Penguasaan konsep dan teori dalam beberapa subdisiplin ilmu keolahragaan yang bersifat integrative, sebagai landasan ilmiah pendidikan jasmani dan olahraga guna memfasilitasi proses pembelajaran, terutama disesuaikan dengan asas pentahapan pertumbuhan dan perkembangan peserta didik.

(4) Kompetensi dalam menerapkan kurikulum dalam konteks metode dan strategi umum atau khusus dalam pembelajaran, termasuk kompetensi dalam melaksanakan asesmen hasil belajar.

(5) Komptensi sosial yang melibatkan keterampilan sosial, seperti kepemimpinan, kemampuan berkomunikasi, kemampuan kerjasama dalam tim.

Berdasarkan pendapat tersebut menunjukkan bahwa, kompetensi yang harus dimiliki seorang guru Penjasorkes cukup kompleks, baik secara

(8)

umum maupun secara spesifik sebagai guru pendidikan jasmani. Seorang guru yang memiliki kompetensi sesuai dengan bidang studinya, maka akan mampu bekerja secara maksimal. Kinerjanya menjadi lebih baik, karena mengetahui dan menguasainya tugas dan tanggungjawab yang harus dilakukan sesuai dengan bidangnya. Menurut Nana Sudjana (2005: 19) bahwa,

Kompetensi yang banyak berhubungan dengan usaha meningkatkan proses dan hasil belajar dikelompokkan ke dalam empat kemampuan yaitu: (1) Merencanakan program belajar mengajar, (2) melaksanakan dan memimpin, (3) menilai kemajuan proses belajar mengajar, (4) menguasai bahan pelajaran dalam pengertian menguasai bidang studi atau mata pelajaran yang dipegangnya/dibinannya.

Pendapat tersebut menunjukkan bahwa, untuk meningkatkan proses dan hasil belajar maka seorang guru Penjasorkes harus memiliki kemampuan merencanakan program pembelajaran, melaksanakan dan memimpin, menilai kemajuan proses belajar mengajar dan menguasai bahan pelajaran yang diajarkan. Seorang guru yang memiliki keempat kompetensi tersebut, maka akan mampu mengajar dengan baik dan akan dicapai hasil belajar yang optimal.

c. Pengajaran yang Sukses

Mencapai hasil belajar yang maksimal yaitu terjadinya peningkatan kemampuan atau keterampilan pada diri siwa sangat didambakan baik dari pihak guru maupun siswa. Namun untuk menentukan indikator bagaimanakah pembelajaran dapat dikatakan sukses atau berhasil tidaklah mudah. Benny A. Pribadi (2009: 19-21) menyatakan,

Perspektif pembelajaran sukses yang terdiri atas beberapa kriteria, yaitu:

(1) Peran aktif siswa (active participation)

Proses belajar akan berlangsung efektif, jika siswa terlibat secara aktif dalam tugas-tugas yang bermakna, dan berinteraksi dengan materi pelajaran secara intensif. Keterlibatan mental siswa dalam melakukan proses belajar akan memperbesar kemungkinan terjadinya proses belajar dalam diri seseorang. (2) Latihan (practice)

(9)

Latihan yang dilakukan dalam berbagai konteks dapat memperbaiki tingkat daya ingat atau retensi. Latihan juga dapat memperbaiki kemampuan siswa untuk mengaplikasikan pengetahuan dan keterampilan yang baru dipelajari. Tugas-tugas belajar berupa pemberian latihan akan dapat meningkatkan penguasaan siswa terhadap pengetahuan dan keterampilan yang dipelajari.

(3) Perbedaan individual (individual differences)

Setiap individu memiliki karakteristik unik yang membedakannya dari individu yang lain. Setiap individu memiliki potensi yang perlu dikembangkan secara optimal. Dalam hal ini, tugas guru atau instruktur adalah mengembangkan potensi yang dimiliki oleh individu seoptimal mungkin melalui proses pembelajaran yang berkualitas.

(4) Umpan balik (feedback)

Umpan balik sangat diperlukan oleh siswa untuk mengetahui kemampuan dalam mempelajari materi pelajaran yang benar. Umpan balik dapat diberikan dalam bentuk pengetahuan tentang hasil belajar (learning outcomes) yang telah dicapai siswa setelah menempuh program dan aktivitas pembelajaran. Informasi dan pengetahuan tentang hasil belajar akan memacu seseorang untuk berprestasi lebih baik lagi.

(5) Konteks nyata (realitic context)

Siswa perlu mempelajari materi pelajaran yang berisi pengetahuan dan keterampilan yang dapat diterapkan dalam sebuah situasi yang nyata. Siswa yang mengetahui kegunaan pengetahuan dan keterampilan yang dipelajari akan memiliki motivasi tinggi untuk mencapai tujuan pembelajaran.

(6) Interaksi sosial (social interaction)

Interaksi sosial sangat diperlukan oleh siswa agar dapat memperoleh dukungan sosial dalam belajar. Interaksi yang berkesinambungan dengan sejawat atau sesama siswa memungkinkan siswa untuk melakukan konfirmasi terhadap pengetahuan dan keterampilan yang sedang dipelajari.

Berdasarkan pendapat tersebut menunjukkan, pembelajaran yang sukses apabila siswa berperan aktif, diberikan latihan, memahami perbedaan individu, adanya umpan balik, ada konteks yang nyata dan adanya interaksi sosial antar siswa. Untuk mencapai pembelajaran yang sukses, maka hal-hal seperti di atas harus diperhatikan dalam kegiatan pembelajaran.

(10)

3. Gaya Mengajar

a. Hakikat Gaya Mengajar

Gaya mengajar merupakan salah satu bagian yang memegang peran penting dalam kegaiatan belajar mengajar. Gaya mengajar muncul dari gagasan Muska Mosston pada tahun 1966. Menurut Muska Mosston yang dikutip Adang Suherman & Agus Mahendra (2001: 149) bahwa, “Guru dan siswa dapat saling tawar menawar dalam memperoleh kesempatan. Dalam memperoleh kesempatan dalam perihal perencanaan, pelaksanaannya. Dalam istilah lain disebutkan setting pre impact, impact set dan post impact”.

Pendapat tersebut menunjukkan bahwa, dalam gaya mengajar ada tiga hal yang menjadi pokok dalam pengajaran, yaitu setting pre impact, impact set dan post impact. Lebih Lanjut Adang Suherman & Agus Mahendra (2001: 150) menjelaskan ketiga hal pokok dalam mengajar sebagai berikut:

(1) Pre impact set, mencakup semua keputusan yang harus dibuat sebelum terjadinya tatap muka antara guru dengan siswa. Keputusan dalam setting ini mencakup tugas gerak yang harus dipelajari, waktu, pengorganisasian, alat, tempat berlangsungnya gerak, kriteria keberhasilan serta prosedur dan materi penilaian. Keputusan ini menegaskan tentang maksud.

(2) Impact set, meliputi keputusan-keputusan yang berhubungan dengan pelaksanaan maksud di atas, atau hal-hal yang diputuskan pada tahap pra impact set. Keputusan dalam tahap ini menentukan aksi.

(3) Post impact set, memasukkan keputusan-keputusan yang berhubungan dengan penilaian penampilan atau pelaksanaan tugas pada masa impact set serta kesesuaian antara maksud dan aksi. Pemberian koreksi dan umpan balik serta penilaian, termasuk pada setting ini.

Berdasarkan pendapat tersebut menunjukkan bahwa, dalam gaya mengajar, baik guru maupun siswa memiliki membuat keputusan dalam setiap setting pembelajaran. Srijono Brotosuryo, Sunardi dan M. Furqon (1994: 250) menyatakan, “Gaya mengajar didefinisikan dengan keputusan-keputusan yang dibuat oleh guru dan dibuat oleh siswa di dalam episode

(11)

atau peristiwa belajar yang diberikan”. Menurut Husdarta & Yudah M. Saputra (2000: 21) bahwa, “Gaya mengajar merupakan interaksi yang dilakukan oleh guru dengan siswa dalam proses belajar mengajar agar materi yang disajikan dapat diserap oleh siswa”.

Berdasarkan dua pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa, gaya mengajar pada dasarnya merupakan seperangkat keputusan yang diambil dalam pelaksanaan proses pengajaran. Baik guru maupun siswa memiliki kemungkinan untuk membuat keputusan dalam proses pengajaran. Perbedaan antara satu gaya dengan gaya lainnya ditentukan oleh besarnya pengalihan keputusan dari guru kepada siswanya. Pada sisi lain dapat dilihat gaya mengajar yang semua keputusannya dibuat oleh guru, tetapi ada juga gaya mengajar siswa juga dapat mengambil keputusan.

b. Macam-Macam Gaya Mengajar

Gaya mengajar pada dasarnya bersifat kontinum terdiri dari 11 gaya, yang masing-masing gaya memiliki kelebihan sekaligus memiliki kelemahan. Rusli Lutan (2000: 30) menyatakan,

Tidak ada satu gaya mengajar yang dianggap paling berhasil, sebab bergantung pada situasi. Gaya mengajar itu, sekali waktu lebih ditekankan pada guru sebagai pusat pengajaran dan sekali waktu berpusat pada anak. Jadi pembuatan keputusan itu bergerak dalam sebuah garis berkesinambungan.

Pendapat tersebut menunjukkan bahwa, dalam kegiatan pembelajaran dapat menerapkan lebih dari satu gaya menurut kebutuhan dalam pembelajaran. Untuk memanfaatkan kelebihan dari setiap gaya mengajar guru harus mampu menggunakan gaya yang bervariasi dalam pembelajarannya. Artinya, ketika guru mengajar harus mengkombinasikan gaya mengajar yang berbeda-beda, untuk mencari kemungkinan terbaik serta mencari kesesuaian dengan gaya belajar siswa.. Oleh karena itu, setiap guru harus memahami dan menguasai macam-macam gaya mengajar. Menurut Mosston yang dikutip Adang Suherman & Agus Mahendra (2001: 150) gaya mengajar pendidikan jasmani sebagai berikut:

(12)

(1) Gaya mengajar komando (commando style) yaitu, semua keputusan dikontrol guru. Murid hanya melakukan apa yang diperintahkan guru.

(2) Gaya latihan (practice style) yaitu, guru memberikan beberapa tugas, siswa menentukan dimana, kapan, bagaimana dan tugas mana yang akan dilakukan pertama kali. Guru memberi umpan balik.

(3) Gaya berbalasan (reciprocal style) yaitu, satu siswa menjadi perilaku, satu siswa lain menjadi pengamat dan memberikan umpan balik. Setelah itu bergantian.

(4) Gaya menilai diri sendiri (self check style) yaitu, siswa diberi petunjuk untuk bisa menilai penampilan dirinya sendiri. Pada saat latihan siswa berusaha menentukan kekurangan dirinya dan mencoba memperbaikinya.

(5) Gaya partisipatif atau inklusi (inclusion style) yaitu, guru menentukan tugas pembelajaran yang memiliki target atau kriteria yang berbeda tingkat kesulitannya dan siswa diberi keleluasan untuk menentukan tingkat tugas mana yang sesuai dengan kemampuannya. Dengan begitu setiap anak akan merasa berhasil dan tidak ada yang merasa tidak mampu.

(6) Gaya penemuan terbimbing (guided discovery) yaitu, guru membimbing siswa ke arah jawaban yang benar melalui serangkaian tugas atau permasalahan yang dirancang guru. Guru setiap kali meluruskan atau memberikan petunjuk untuk mengarahkan anak pada penemuan itu.

(7) Gaya pemecahan masalah (problem solving) yaitu, guru menyediakan satu tugas atau permasalahan yang akan mengarahkan siswa pada jawaban yang bisa diterima untuk memecahkan masalah tersebut. Oleh karena itu, jawaban atau pemecahan masalah yang diajukan siswa bersifat jamak.

(8) Gaya yang dirancang siswa/inisiatif siswa (learner designed program/learner initeated/self teaching yaitu, siswa mulai mengambil tanggungjawab untuk apa pun yang akan dipelajari serta bagaimana hal itu akan dipelajari.

Seorang guru dapat mengkombinasikan antara gaya yang satu dengan gaya lainnya menurut kebutuhannya. Karena tidak ada satu gaya mengajar yang dianggap paling berhasil karena bergantung pada situasi. Rusli Lutan (2000: 30) menyatakan, “Alasan digunakannya beberapa macam gaya mengajar dalam proses pembelajaran yaitu, (1) untuk mendorong terciptanya suasana belajar yang mengajarkan siswa untuk belajar, (2) agar guru dan siswa sama-sama termotivasi dan giat melaksanakan tugas masing-masing”.

(13)

Mengkombinasikan antara gaya mengajar satu dengan gaya mengajar lainnya pada dasarnya bertujuan untuk mendorong terciptanya suasana belajar yang kondusif. Selain itu, antara guru dan siswa termotivasi untuk melaksanakan tugasnya masing-masing. Proses belajar mengajar yang kondusif dan masing-masing mampu melaksanakan tugasnya dengan baik, akan diperoleh hasil belajar yang optimal. Tetapi tidak menutup kemungkinan dalam kegiatan pembelajaran hanya dengan menggunakan satu macam gaya mengajar saja.

c. Anatomi Gaya Mengajar

Anatomi gaya mengajar ini menyajikan konsep universal, karena keputusan-keputusan dalam tiga perangkat biasanya dibuat di dalam berbagai kegiatan mengajar. Struktur gaya mengajar individual dan kedudukan spektrum ini ditentukan dengan mengidentifikasi yang membuat keputusan tertentu di dalam setiap perangkat. Dengan demikian, setiap gaya diidentifikasi dengan pembagian keputusan-keputusan tertentu yang dibuat oleh guru dan siswa di dalam episode yang diberikan. Menurut Srijono Brotosuryo, Sunardi dan M. Furqon (1994: 253) anatomi gaya mengajar digambarkan sebagai berikut:

Tabel 1. Anatomi Gaya Mengajar Perangkat

Keputusan

Keputusan-Keputusan yang Harus Dibuat Tentang: Pra-pertemuan

(berisi persiapan)

1. Tujuan/saran pelajaran (pokok bahasan) 2. Pemilihan gaya mengajar

3. Gaya belajar yang diharapkan 4. Siapa yang akan diajar

5. Pokok bahasan 6. Dimana mengajar 7. Kapan mengajar:

a. Waktu mulai

b. Kecepatan dan irama pelajaran c. Lama pelajaran

d. Waktu berhenti e. Interval

f. Waktu pengakhiran 8. Sikap tubuh

(14)

10.Komunikasi

11.Cara menjawab pertanyaan 12.Rencana organisasi

13.Parameter

14.Suasana kelas/pelajaran 15.Metari dan prosedur evaluasi 16.Lain-lain

Selama

pertemuan (berisi pelaksanaan dan penampilan

1. Pelaksanaan dan mengikuti pada keputusan-keputusan pra-pertemuan.

2. Menyesuaikan keputusan-keputusan. 3. Lain-lain

Pasca pertemuan (berisi evaluasi)

1. Pengumpulan informasi tentang pelaksanaan dalam perangkat, selama pertemuan (dengan mengamati, mendengarkan sentuhan dan sebagainya)

2. Menilai informasi dengan kriteria (peralatan, prosedur, materi, norma, nilai dan sebagainya). 3. Feedback (umpan balik)

4. Menilai gaya mengajar yang dipilih 5. Menilai gaya belajar yang diharapkan 6. Lain-lain

Anatomi gaya mengajar ini mengidentifikasi rangkaian atau urutan perangkat keputusan-keputusan yang harus dibuat berbagai episode belajar mengajar. Perangkat keputusan-keputusan pra pertemuan selalu mendahului berbagai transaksi di antara guru dan siswa. Keputusan-keputusan pelaksanaan yakni selama pertemuan selalu mengikuti

(15)

keputusan-keputusan yang ditentukan dalam pra-pertemuan. Penampilan atau pelaksanaan yang telah dilakukan, kemudian dievaluasi dan keputusan-keputusan feedback yakni pada pasca pertemuan. Rangkaian keputusan ini selalu berlangsung tanpa mengabaikan lamanya episode atau pelaksanaan pelajaran. Rangkaian ini terjadi jika satu latihan dilakukan, jika satu seri latihan terdiri dari episode.

4. Gaya Mengajar Inklusi

a. Pengertian Gaya Mengajar Inklusi

Gaya mengajar inklusi merupakan gaya mengajar dengan rancangan kegiatan pembelajaran yang dibuat oleh guru dari tingkatan mudah atau sederhana hingga pada tingkatan yang sulit dan siswa diberi kebebasan untuk menentukan pilihannya. Adang Suherman & Agus Mahendra (2001: 151) menyatakan, Gaya inklusi (inclusion style) yaitu, “Guru menentukan tugas pembelajaran yang memiliki target atau kriteria yang berbeda tingkat kesulitannya dan siswa diberi keleluasan untuk menentukan tingkat tugas mana yang sesuai dengan kemampuannya. Dengan begitu setiap anak akan merasa berhasil dan tidak ada yang merasa tidak mampu”. Menurut Srijono Brotosuryo, Sunardi dan M. Furqon (1994: 278) bahwa, “Gaya mengajar inklusi yaitu memperkenalkan berbagai tingkat tugas. Gaya inklusi memberikan tugas yang berbeda-beda dan dalam gaya ini siswa didorong untuk menentukan tingkat penampilannya”. Menurut Agus Kristiyanto, Hanik Liskustyawati & Budhi Satyawan (2011: 11) karakteristik gaya mengajar inklusi (cakupan) yaitu:

(1) Tugas yang diberikan kepada siswa berbeda-beda, karena pada hakikatnya setiap individu memiliki perbedaan kemampuan dalam melaksanakan tugas. Gaya ini memberikan kesempatan individu untuk memulai dari tingkat kemampuannya sendiri. (2) Guru diharuskan merancang tugas dalam berbagai tingkat

kesulitan yang disesuaikan dengan perbedaan individu. Rancangan tugas juga harus memungkinkan siswa bergerak dari tugas yang mudah ke tugas yang sulit.

(16)

Berdasarkan pengertian gaya mengajar inklusi yang dikemukakan tiga ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa, gaya mengajar inklusi merupakan bentuk pengajaran dengan merancang kegiatan-kegiatan pembelajaran dari tingkat yang paling mudah hingga pada tingkat yang lebih sulit. Dari rancangan pengajaran yang telah dibuat oleh guru siswa diberi tugas untuk melaksanakan kegiatan pembelajaran sesuai dengan kemampuannya masing-masing. Seperti dikemukakan Husdarta & Yudha M. Saputra (2000: 30) bahwa, “Tujuan gaya mengajar inklusi adalah untuk membelajarkan siswa pada level kemampuan masing-masing”.

b. Tujuan Gaya Mengajar Inklusi

Suatu gaya mengajar pasti memiliki tujuan dimana tujuan tersebut yang akan dijadikan patokan dalam penerapannya. Adapun tujuan gaya mengajar inklusi yang diungkapkan oleh Agus Mahendra (1999: 113), yaitu:

(1) Menampung semua siswa dan partisipasi yang berlanjut. (2) Menampung perbedaan – perbedaan individual.

(3) Memberikan kesempatan untuk memasuki aktivitas pada tingkat kemampuannya sendiri.

(4) Memberikan kesempatan untuk mundur selangkah agar bisa berhasil dalam pelaksanaan tugas.

(5) Belajar untuk melihat hubungan antara aspirasi seseorang dengan penampilan nyatanya.

c. Peranan Guru dalam Gaya Mengajar Inklusi

Dalam pelaksanaan proses belajar mengajar menggunakan gaya mengajar inklusi guru memiliki peran yang harus dilaksanakan. Adapun peran guru dalam gaya mengajar inklusi adalah sebagai berikut:

(1) Membuat keputusan-keputusan pada pra pertemuan

(2) Harus merencanakan seperangkat tugas-tugas dalam berbagai tingkat kesulitan yang disesuaikan dengan perbedaan individu dan yang memungkinkan siswa untuk beranjak dari tugas yang mudah ke tugas yang sulit.

(17)

5. Permainan Bola Basket

a. Pengertian Permainan Bola Basket

Bola basket adalah salah satu olahraga paling populer di dunia. Penggemarnya yang berasal dari segala usia merasakan bahwa bola basket adalah olahraga menyenangkan, kompetitif, mendidik, menghibur, dan menyehatkan. Menurut Aip Syarifuddin dan Muhadi (1991: 167) pengertian permainan bola basket yaitu:

Permainan yang dimainkan oleh dua regu yang masing – masing regu terdiri atas 5 orang pemain. Setiap regu berusaha memasukan bola sebanyak – banyaknya ke dalam keranjang lawan dan mencegah lawan memasukan bola ke dalam keranjangnya serta mendapatkan bola. Bola boleh dilemparkan, digelindingkan, dipantul – pantulkan, dan didorong sesuai dengan peraturan.

Menurut Agus Margono (2010: 7) prinsip yang mendasar dalam permainan bola basket adalah bahwa “permainan bola basket merupakan suatu permainan yang dilakukan tanpa unsur kekerasan atau tidak begitu kasar, dengan tidak ada unsur menendang, menjegal dan menarik, serta tidak begitu susah untuk dipelajari”.

Permainan ini dimulai dengan jum ball dan dipimpin oleh 2 orang wasit yaitu refree dan umpire. Dalam satu pertandingan bola basket terdapat empat babak atau yang biasanya disebut dengan kuarter dan masing – masing kuarter berdurasi kurang lebih 10 menit. Pergantian pemainnya bebas namun harus melapor kepada wasit terlebih dahulu. Kemenangan dalam permainan ini adalah apabila diantara kedua tim yang paling banyak mengumpulkan point selama empat kuarter.

b. Teknik Dasar Permainan Bola Basket

Pada permainan bola basket terdapat beberapa teknik dasar yang harus dikuasai oleh seorang pemain, agar tercipta suatu tim basket yang handal dan permainan yang berkualitas. Nuril Ahmadi (2007: 13) menyatakan bahwa teknik dasar permainan bola basket adalah sebagai berikut:

(18)

(1) Teknik Dasar Mengoper Bola (Passing)

Passing berarti mengoper bola. Operan merupakan teknik dasar pertama. Dengan operan pemain dapat melakukan gerakan mendekati ring basket untuk kemudian melakukan tembakan. Operan dapat dilakukan dengan cepat keras ataupun lunak. Yang penting bola dapat dikuasai oleh teman yang menerimanya. Jenis operan tersebut bergantung pada situasi keseluruhan, yaitu kedudukan teman, situasi teman, waktu, dan taktik yang digunakan.

(2) Teknik Dasar Menerima Bola

Pemain yang memiliki kualitas menerima bola yang baik dengan mudah akan dapat melakukan teknik dasar lainnya setelah menerima bola tersebut serta dapat meningkatkan percaya diri teman dalam tim. (3) Teknik Dasar Menggiring Bola (Dribbling)

Menggiring bola adalah membara lari bola ke segala arah sesuai dengan peraturan yang ada. Seorang pemain boleh membawa bola lebih dari sati langkah asal bola dipantulkan ke lantai, baik dengan berjalan maupun berlari.menggiring bola harus menggunakan tangan. Kegunaan menggiring bola adalah mencari peluang serangan, menerobos pertahanan lawan, ataupun memperlambat tempo permainan.

(4) Teknik Dasar Menembak (Shooting)

Usaha memasukan bola ke keranjang diistilahkan dengan menembak, dapat dilakukan dengan satu tangan, dua tangan, dan lay-up Menembak atau shooting merupakan hal yang sangat penting dalam permainan bola basket. Kemenangan suatu tim dalam bolabasket ditentukan oleh banyaknya bola yang masuk ke dalam keranjang. c. Jenis – Jenis Shooting

Shooting dalam permainan bola basket dapat dilakukan baik dari dalam area lawan maupun dari luar area, baik dengan melompat atau tanpa melompat. Berikut merupakan jenis-jenis shooting:

1) Free Throw Shot

Free throw shot merupakan tembakan bebas yang terjadi apabila pemain bertahan melakukan kesalahan saat pemain ofense sudah step, saat sudah akan melakukan tembakan, dan saat tim yang menjaga atau defense sudah melakukan foul sebanyak 5 kali dalam tiap quarter (tim foul).

2) Lay Up shot

Tembakan lay up adalah tembakan yang efektif, sebab dilakukan pada jarak yang sedekat-dekatnya dengan basket/ ring. Set dan Jump Shoot

Set shoot adalah melakukan shooting tanpa melompat. Sedangkan jump shot adalah jenis tembakan dengan

(19)

menambahkan lompatan saat melakukan shooting, dimana bola dilepaskan pada saat titik tertinggi lompatan

3) Three Point Shot

Three point shot adalah tembakan dari luar zona daerah pertahanan lawan atau three point line. Three point shot merupakan salah satu senjata untuk memenangkan pertandingan, juga membalikkan keadaan di saat tim kita mengalami kekalahan.

4) Hook Shot

Hook Shot adalah teknik yang sangat efektif bila pemain dijaga oleh orang yang lebih tinggi dari pemain. Yaitu cara menembak dari samping dengan satu tangan. Shooting ini digunakan oleh pemain yang menerima bola pada low post dengan membelakangi ring. Untuk menguasai hook shot perlu tekun berlatih karena tipe shooting ini termasuk kategori Advanced skill (skill tingkat lanjut). (Danny Kosasih, 2008: 50)

d. Teknik Gerakan Shooting

Teknik gerakan shooting mempunyai mekanisme gerak tubuh yang mendukung hasil dari tembakan yang dilakukan. Seperti yang dikemukakan Keven A. Prusak (2007: 61) bahwa “Dalam mempelajari cara menembak dengan benar, memasukan bola ke dalam keranjang hanyalah salah satu tolok ukur keberhasilan. Bentuk dan pelaksanaan menembak yang benar adalah lebih penting bagi para pemain pemula”. Berikut ini disajikan ilustrasi teknik menembak yang benar:

1) Mata melihat target atau ring. 2) Kaki dibuka selebar bahu. 3) Jari kaki lurus ke depan. 4) Lutut dilenturkan. 5) Bahu dirilekskan.

6) Tangan yang tidak menembak berada disamping bola.

7) Tangan yang menembak berada dibelakang bola.

8) Jari-jari rileks.

9) Siku masuk ke dalam.

10)Bola diantara telinga dan bahu Gambar 1. Teknik Shooting (Danny Kosasih, 2008: 47)

(20)

Dalam shooting juga ada mekanika shooting yang harus diperhatikan. Menurut Danny Kosasih (2008: 49), menyatakan mekanik shooting diantaranya:

(1) Balance yaitu shooting yang baik bermula dari posisi kaki yang siap (triple threat position).

(2) Target yaitu ring adalah target shooting, maka fokus pandangan kita adalah ring.

(3) Shooting hand yaitu cengkram bola dengan mantap dan lebarkan jari-jari dengan nyaman, kecuali bagian tangan tidak menyentuh bola. Tekukkan pergelangan tangan tidak melebihi 700 . kunci siku pada huruf L. Kesalahan shooting sering terjadi karena siku sebagai penopang terbuka kesamping.

Gambar 2. Teknik Shooting Cengkraman dan Posisi Siku (Danny Kosasih, 2008: 49)

(4) Balance hand yaitu tangan pendukung ini hanya digunakan untuk menjaga keseimbangan memegang bola sebelum bola meninggalkan tangan. Kesalahan sering terjadi saat mencengkram bola, dimana ibu jaru ikut mendorong bola saat shooting.

Gambar 3. Teknik Shooting Balance Hand (Danny Kosasih, 2008: 49)

(5) Release yaitu teori ini mengajarkan bagaimana melepas bola dengan back spin. Hindari kebiasaan tidak melihat target

(21)

tetapi melihat bola. Agar bola dapat back spin gunakan jari-jari untuk menekan bola ke atas, sesaat sebelum bola dilepaskan.

Gambar 4. Teknik Shooting Release (Danny Kosasih, 2008: 49)

(6) Follow through yaitu langkah shooting yang baik adalah pergerakan lengan dengan mengikuti ke arah ring. Siku tetap dikunci dan gunakan tenaga dorongan terakhir dari pergelangan tangan (hlm. 48-49).

Gambar 5. Follow Through (Danny Kosasih, 2008:49)

Apabila digambarkan dari fase awal hingga gerakan follow through shooting dalam bolabasket digambarkan sebagai berikut;

(22)

6. Free Throw Bola Basket

Free throw sangat sering terjadi dalam permainan bola basket, terjadi apabila pemain bertahan melakukan kesalahan saat pemain ofense sudah step, saat sudah akan melakukan tembakan, dan saat tim yang menjaga atau defense sudah melakukan foul sebanyak 5 kali dalam tiap quarter (tim foul). Menurut Danny Kosasih (2008: 51), berpendapat Free throw sangat sering menentukan kemenangan atau kekalahan di dalam pertandingan, maka latihlah free throw disetiap latihan.

Gambar 7. Teknik Free Throw Shot (Danny Kosasih, 2008: 51) Cara melakukan free throw, menurut John Oliver (2007: 29) menyatakan, gunakanlah otot-otot untuk meluruskan lutut, sehingga memberikan kekuatan yang diperlukan untuk melakukan tembakan. Saat lutut benar-benar lurus, lecutkan pergelangan tangan yang dilakukan untuk melakukan tembakan ke arah ring basket. Lecutan pergelangan akan mengakibatkan bola melintir saat terlepas dari ujung jari ke arah sasaran. Pastikan untuk selalu melakukan gerak lanjut dengan mempertahankan posisi terakhir pergelangan tangan, dan lengan yang melakukan tembakan sampai bola menuju ring basket.

7. Pelaksanaan Pembelajaran Free Throw Bola Basket dengan Gaya Mengajar Inklusi

“Dalam mempelajari cara menembak dengan benar, memasukan bola ke dalam keranjang hanyalah salah satu tolok ukur keberhasilan. Bentuk dan

(23)

pelaksanaan menembak yang benar adalah lebih penting bagi para pemain pemula” (Keven A. Prusak, 2007: 61). Pembelajaran free throw sangat tepat dilakukan dengan menggunakan gaya mengajar inklusi dimana siswa dapat memilih sendiri tugas yang diberikan oleh guru sesuai dengan kemampuannya sendiri sehingga siswa merasa berhasil dalam melakukan free throw.

Berdasarkan karakeristik gaya mengajar inklusi, sebelum memulai pembelajaran guru harus merencanakan pembelajaran yang akan diberikan kepada siswa dilanjutkan dengan menyiapkan prasarana dan sarana yang dibutuhkan. Pembelajaran diawali dengan free throw diawali dengan gaya mengajar komando terlebih dahulu. Setelah guru menjelaskan dan mendemonstrasikan dengan gaya mengajar komando, selanjutnya selama pertemuan ada pergeseran peran guru kepada siswa sesuai dengan karakteristik gaya mengajar inklusi.

Rancangan pembelajaran free throw bola basket dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Rancangan pertama : siswa saling berhadapan melakukan lempar tangkap bola dengan temannya tanpa teknik shooting terlebih dahulu. Tingkat kesulitan pada rancangan pertama yaitu didasarkan pada jarak antara si pelempar dengan teman dihadapannya. Level mudah (A) yaitu dengan jarak 4 meter, sedang (B) 4,5 meter dan sulit (C) 5 meter. Setelah dirasa cukup kemudian dilanjutkan dengan menggunakan teknik melakukan free throw dengan benar pada level yang diinginkan.

2. Rancangan kedua : siswa melakukan free throw pada ring baket. Pada tahap ini terdapat dua jenis tingkat kesulitan, yaitu didasarkan pada jarak lemparan dan jenis bola. Jarak yang digunakan yaitu level A berjarak 3,5 meter, level B 4 meter, dan level C disesuaikan dengan jarak standar melakukan free throw, yaitu 4,6 meter. Bola yang digunakan pada level A yaitu dengan menggunakan bola tangan yang ukurannya lebih kecil dari bola basket. Pada level B menggunakan bola ukuran standar putri dan pada level C menggunakan bola ukuran standar putra. Pada rancangan kedua ini siswa langsung dihadapkan pada dua tingkat kesulitan yaitu berdasarkan

(24)

pada jarak dan bola yang digunakan. Siswa memilih sendiri pada level jarak berapa dan menggunakan bola mana.

Untuk lebih jelasnya akan disajikan gambar sebagai berikut:

C B A A B C

Gambar 8. Rancangan pembelajaran 1

C B A

Gambar 9. Rancangan pembelajaran 2

8. Kelebihan dan Kekurangan Pembelajaran Free Throw Bola Basket dengan Gaya Inklusi

Gaya mengajar inklusi merupakan bentuk pembelajaran yang sama-sama selama pertemuan berlangsung ada pergeseran peran dari guru ke siswa

(25)

dan memungkinkan kembali pada peran guru. Gaya mengajar ini memberi peranan dan perangkat tanggung jawab baru kepada siswa.

Berdasarkan karakteristik gaya mengajar inklusi dapat diidentifikasi beberapa kelebihan. Kelebihan inilah yang dijadikan patokan dalam pemilihan gaya mengajar yang sesuai dalam pembelajaran free throw bolabasket. Kelebihan pembelajaran free throw bolabasket dengan gaya mengajar inklusi antara lain:

a) Siswa dapat menentukan dan memilih tugas pembelajaran sesuai dengan kemampuannya sendiri-sendiri.

b) Siswa dapat melaksanakan tugas pembelajaran dengan baik, karena sesuai kemampuannya.

c) Belajar tahap demi tahap mempunyai dampak yang lebih baik, sehingga akan memberi kemudahan untuk mempelajari tugas gerak yang lebih sulit.

d) Dapat meningkatkan motivasi belajar siswa, karena merasa tertantang dengan tugas ajar yang semakin sukar atau rumit.

e) Dapat meningkatkan persaingan yang sehat antar siswa, sehingga proses belajar lebih kondusif.

Dalam pelaksanaanya, ternyata pembelajaran free throw bolabasket dengan gaya mengajar inklusi memiliki beberapa kekurangan. Adapun kekurangan pembelajaran free throw bolabasket dengan gaya mengajar inklusi yaitu:

a) Dimungkinkan siswa masuk pada kelompok yang tidak sesuai dengan tingkat kemampuannya

b) Siswa yang berada di level atas merasa hebat daripada teman-temannya yang berada pada level dibawahnya

c) Perkembangan siswa dengan kemampuan sedang dan kurang lebih lambat karena siswa hanya melakukan pada tingkat kesulitan dimana siswa tersebut dapat melakukan, tidak pada level yang lebih sulit.

(26)

B. Kerangka Berpikir

Berdasarkan tinjauan pustaka yang telah dikemukakan di atas dapat dibuat skema kerangka pemikiran sebagai berikut:

Gambar 10. Kerangka Berpikir

Berdasarkan kerangka berpikir yang digambarkan di atas menunjukkan bahwa, dalam pembelajaran free throw bola basket banyak kesulitan atau permasalahan yang dihadapi siswa. Dari kesulitan yang dihadapi dalam pembelajaran free throw bola basket, mengakibatkan hasil free throw bola basket tidak optimal.

Kesulitan yang dihadapi siswa dalam pembelajaran free throw bola basket antara lain: lemparan yang tidak tepat dan tidak bisa sampai sasaran (ring). Kesulitan dalam pembelajaran free throw bola basket harus ditelusuri faktor penyebabnya dan dicarikan solusi yang tepat. Karena permasalahan pembelajaran free throw bola basket berbeda-beda, maka dalam merancang pembelajaran free throw bola basket disesuaikan dengan permasalahan yang dihadapi siswa. Untuk merancang pembelajaran free throw bola basket yang berbeda-beda dari tingkatan paling mudah, sedang dan sulit dapat diterapkan gaya mengajar inklusi.

Masalah dalam

pembelajaran free throw

bola basket Kondisi Awal

Penerapan gaya mengajar inklusi dalam pembelajaran

free throw

Tindakan

Kondisi Akhir

Akibatnya ke Siswa

Melalui penerapan gaya mengajar inklusi dapat meningkatkan hasil belajar

free throw bola basket

Siklus pembelajaran

(27)

Gaya mengajar inklusi merupakan bentuk pembelajaran dengan merancang kegiatan pembelajaran dari yang paling mudah hingga pada tingkatan yang sulit. Rancangan pembelajaran free throw bola basket dengan gaya mengajar inklusi antara lain: pembelajaran free throw dengan memodifikasi jarak dan bola yang digunakan. Dari rancangan pembelajaran yang dibuat oleh guru siswa diberi kebebasan untuk melaksanakan tugas pembelajaran sesuai dengan kemampuannya masing-masing.

Berdasarkan karakteristik gaya mengajar inklusi tersebut, gaya mengajar ini memberikan kemudahan bagi siswa. Karena siswa melaksanakan tugas pembelajaran sesuai kemampuannya, sehingga tidak merasa kesulitan. Selain itu, belajar keterampilan (free throw bola basket) yang dilakukan secara bertahap akan memberi kontribusi terhadap peningkatan hasil belajar free throw bola basket.

Gambar

Tabel 1. Anatomi Gaya Mengajar   Perangkat
Gambar 5.  Follow Through (Danny Kosasih, 2008:49)
Gambar 7. Teknik Free Throw Shot (Danny Kosasih, 2008: 51)  Cara  melakukan  free  throw,  menurut  John  Oliver  (2007:  29)  menyatakan,  gunakanlah  otot-otot  untuk  meluruskan  lutut,  sehingga  memberikan kekuatan  yang diperlukan untuk  melakukan te
Gambar 8. Rancangan pembelajaran 1
+2

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bermanfaat untuk menjadi masukan terhadap kelompok tani “ Wanita Berkarya ” dalam pemberdayaan ekonomi keluarga melalui program USAID IFACS kepada masyarakat

Penerapan media poster untuk meningkatkan partisipasi belajar siswa dalam pembelajaran pendidikan kewarganegaraan.. Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |

Hasil pengujian adaptifitas yang dilakukan pada game dengan genre Turn-Based Role Playing Game berdasarkan tiga parameter pengujian yakni efektifitas, efisiensi,

Pendekatan kuantitatif adalah pendekatan penelitian yang dalam pengumpulan data penelitian hingga penafsirannya banyak menggunakan angka, Pengumpulan data dalam

[r]

Smart card dengan chip, dan dengan pengaman smart card (sensor) digunakan pada saat sepeda motor akan dinyalakan, dan apabila smart card benar, maka sepeda motor sudah siap

Berdasarkan pengertian-pengertian diatas, maka dapat disimpulkan kepuasan kerja sebagai sikap karyawan terhadap pekerjaannya mengenai seberapa baik pekerjaan mereka

Layanan Dial-Up merupakan jasa akses internet yang memanfaatkan jaringan telepon biasa dan modem dial up, pelanggan diharuskan berlangganan ke Internet Service Provider