• Tidak ada hasil yang ditemukan

NONI WULANDARI LUBIS ABSTRACT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "NONI WULANDARI LUBIS ABSTRACT"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

1

PEMBATALAN SERTIPIKAT HAK MILIK ATAS PERINTAH PUTUSAN PENGADILAN TATA USAHA NEGARA

DIKARENAKAN CACAT ADMINISTRASI

(STUDI KASUS PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG No. 457 K/TUN/2013) NONI WULANDARI LUBIS

ABSTRACT

Land registration is intended to compile and provide complete information about a plot of land and give legal certainty to the holders of land rights. The system of land registration in Indonesia is a negative system which has the positive tendency in placing land rights certificate as strong evidence although it is not absolute one since there will be the possibility for its holder to be claimed by other people who feel harmed by that certificate. The objective of this thesis is to analyze the dispute between Norma Tampubolon against the Land Office of Medan and Datuk Syahrial as the certificate holder that caused the Ownership Certificate No. 327/Sukaraja, registered in the name of Datuk Syahrial to be revoked due to its administrative defect through the Supreme Court’s Ruling No. 457 K/TUN/2013. This Ruling has encouraged the writer to find out the reason(s) of the State Administrative Court to pronounce the revocation of the certificate, the legal consequence on the revoked certificate, and the legal protection for its holder.

The research used descriptive analytic and juridical normative method by analyzing the prevailing and competent legal provisions to be used as the basis for solving the research problems by using information from the source persons in supporting it.

The result of the research showed that administrative defect became one of the reasons why the State Administrative Court pronounced an order to revoke the certificate. Since the Supreme Court’s Ruling No. 457 K/TUN/2013 was final and conclusive, the Ownership Certificate No. 327/Sukaraja was declared revoked and withdrawn from the circulation, and its status became the state land. Besides that, in reality, the Ruling did not give any legal certainty and legal protection to the certificate holder; on the other hand, it provided legal protection for the party that was won by the Court.

Keywords: Land Registration, Revocation of Land Rights Certificate

I. Pendahuluan

Pasal 1 PP No. 24 Tahun 1997 merumuskan “pendaftaran tanah adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh Pemerintah secara terus menerus,

(2)

2

berkesinambungan dan teratur, meliputi pengumpulan, pengolahan, pembukuan dan penyajian serta pemeliharaan data fisik dan data yuridis, dalam bentuk peta dan daftar, mengenai bidang-bidang tanah dan satuan-satuan rumah susun, termasuk pemberian sertipikat sebagai surat tanda bukti haknya bagi bidang-bidang tanah”.

Tujuan pendaftaran tanah dalam PP No. 24 Tahun 1997 adalah memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum, menyediakan informasi kepada pihak-pihak yang berkepentingan dan terselenggaranya tertib administrasi pertanahan. Pendaftaran tanah yang bertujuan memberikan jaminan kepastian hukum dikenal

dengan sebutan rechts cadaster/legal cadaster. Jaminan kepastian hukum yang

hendak diwujudkan dalam pendaftaran tanah ini meliputi kepastian status hak yang

didaftar, kepastian subjek hak, dan kepastian objek hak. 1

Bagi pemegang hak atas tanah, memiliki sertipikat mempunyai nilai lebih. Sebab dibandingkan dengan alat bukti tertulis, sertipikat merupakan tanda bukti hak yang kuat, artinya harus dianggap benar sampai dibuktikan sebaliknya di pengadilan

dengan alat bukti yang lain. 2

Definisi pembatalan hak atas tanah dapat dilihat dalam Pasal 1 angka 14 Peraturan Menteri Negara Agraria/Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 9 Tahun 1999 tentang Pemberian dan Pembatalan Hak Milik atas Tanah Negara dan Hak Pengelolaan, menyebutkan bahwa “Pembatalan hak atas tanah adalah pembatalan surat keputusan pemberian hak atas tanah atau sertifikat hak atas tanah

1 Urip Santoso, Hukum Agraria Kajian Komprehensif, Kencana, Jakarta, 2012 , hal. 278 2

Maria S.W.Sumardjono, Kebijakan Pertanahan antara Regulasi & Implementasi, Kompas, Jakarta, 2001, hal. 182

(3)

3

karena keputusan tersebut mengandung cacat hukum administrasi dalam penerbitannya atau untuk melaksanakan putusan pengadilan yang telah memperoleh ketetapan hukum tetap”.

Dengan terungkapnya kasus-kasus atau permasalahan berkenaan dengan gugatan terhadap pemegang sertifikat hak atas tanah oleh pihak lain yang merasa berkepentingan, telah memunculkan rasa tidak aman bagi para pemegang sertipikat. Asal mula timbulnya permasalahan tersebut dapat diuraikan mulai dari pendaftaran tanah sampai diterbitkannya sertipikat hak atas tanah. Administrasi pertanahan yang kurang tertib juga menjadi salah satu faktor pemicu terjadi sengketa pertanahan. Sehingga dapat dikatakan walaupun sertipikat atas tanah merupakan tanda bukti hak atas tanah, namun hal tersebut belum dapat memberikan kepastian hukum bagi pemegang haknya. Perorangan atau badan hukum yang merasa kepentingannya dirugikan terhadap hak atas tanah yang terdaftar dan diterbitkan sertipikatnya, berhak mengajukan gugatan ke Pengadilan.

Badan Pertanahan Nasional (BPN) merupakan Jabatan Tata Usaha Negara yang berhak mengeluarkan sertipikat hak atas tanah. Sertipikat juga merupakan salah

satu Keputusan Tata Usaha Negara yang bersifat keputusan (beschiking). Oleh karena

itu maka sertipikat hak atas tanah juga merupakan suatu keputusan pemerintahan yang bersifat konkret dan individual, yang merupakan pengakuan hak atas tanah bagi pemegang hak tersebut, sehingga jika ada sengketa terhadap sertifikat hak atas tanah yang berhak memeriksa dan mengadili adalah Pengadilan Tata Usaha Negara. Karena yang menjadi objek Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) adalah

(4)

4

Keputusan Tata Usaha Negara (Pasal 53 Undang-undang No 5 tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara).

Gugatan terhadap terbitnya sertipikat hak atas tanah tersebut dimungkinkan karena sistem pendaftaran tanah yang dianut di Indonesia adalah yaitu sistem negatif bertendensi positif yang berarti pemegang hak yang sebenarnya dilindungi dari tindakan orang lain yang mengalihkan haknya tanpa diketahui oleh pemegang hak yang sebenarnya. Ciri pokok dari sistem negatif bertendensi positif ini adalah pendaftaran tanah tidak menjamin bahwa nama-nama yang terdaftar adalah pemilik yang sebenarnya. Nama dari pemegang hak sebelumnya dari mana pemohon hak memperoleh tanah tersebut untuk kemudian didaftarkan merupakan mata rantai dari

perbuatan hukum dalam pendaftaran hak atas tanah.3

Batalnya sertifikat hak atas tanah atas perintah putusan Pengadilan Tata Usaha Negara karena adanya cacat administrasi dapat dilihat dari kasus dibatalkannya Sertifikat Hak Milik No. 327/Sukaraja terdaftar atas nama Datuk Syahrial. Penggugat atas nama Norma Tampubolon menggugat Kepala Kantor Pertanahan Kota Medan sebagai Tergugat dan Datuk Syahrial sebagai Tergugat II Intervensi ke Pengadilan Tata Usaha Negara untuk dapat kiranya Sertifikat Hak Milik No. 327/Sukaraja tersebut dibatalkan.

Penggugat merasa telah memiliki tanah dan bangunan berupa rumah tersebut berdasarkan Surat Perjanjian Pelepasan Hak dan Ganti Rugi. Lalu tanpa

3 A.P. Parlindungan, Pendaftaran Tanah dan Konversi Hak-Hak Atas Tanah Menurut UUPA,

(5)

5

sepengetahuan Penggugat, tanah tersebut dimohonkan haknya oleh Datuk Kamal selaku ayah kandung dari Tergugat II Intervensi.

Dengan diterbitkannya Sertifikat Hak Milik oleh Badan Pertanahan Nasional Kota Medan tersebut, Penggugat merasa dirugikan dan mengajukan pembatalan atas Sertifikat Hak Milik tersebut di Pengadilan Tata Usaha Negara dengan indikasi adanya cacat administrasi dalam penerbitannya. Cacat administrasi yang dimaksud dalam gugatan adalah bahwa dalam proses penerbitan Sertifikat Hak Milik No. 327/Sukaraja, Penggugat tidak pernah melihat ataupun membaca Pengumunan Pendaftaran Tanah yang telah ditempelkan di Kelurahan ataupun ditempat lain yang dianggap perlu untuk memberi kesempatan kepada pihak yang berkepentingan mengajukan gugatan.

Selain itu pada saat proses pengukuran objek terperkara, pihak tergugat tidak pernah memanggil tetangga sebagai saksi yang berbatasan langsung dengan objek perkara. Berdasarkan hal tersebut, Penggugat menyatakan bahwa penerbitan Sertifikat Hak Milik No. 327/Sukaraja tidaklah memenuhi syarat-syarat dan ketentuan-ketentuan yang berkenaan dengan pendaftaran tanah maupun penerbitan sertifikat sebagaimana diatur dan ditetapkan dalam UUPA No. 5 Tahun 1960 dan Peraturan Pemerintah No. 24 tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.

Atas dasar tersebut, maka diputuskan oleh Mahkamah Agung melalui putusan No. 457 K/TUN/2013 tanggal 13 Februari 2014, yang amar putusannya mengabulkan permohonan kasasi dari pemohon kasasi Norma Tampubolon dan menyatakan batal

(6)

6

Sertifikat Hak Milik No. 327/Sukaraja serta mewajibkan Tergugat untuk mencabut Sertifikat Hak Milik No. 327/Sukaraja terdaftar atas nama Datuk Syahrial tersebut.

Perumusan masalah penelitian ini adalah :

1. Apa yang menjadi alasan Pengadilan Tata Usaha Negara mengeluarkan

putusan berupa perintah untuk membatalkan sertipikat hak milik atas tanah?

2. Bagaimana akibat hukum pembatalan sertipikat hak atas tanah setelah

dikeluarkannya surat keputusan pembatalan dari Badan Pertanahan Nasional?

3. Bagaimana perlindungan hukum atas hak milik yang melekat pada

sertipikat hak atas tanah jika dilihat dari Putusan Mahkamah Agung No. 457 K/TUN/2013?

Sesuai dengan perumusan masalah tersebut diatas, maka tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui dan menganalisis apa yang menjadi alasan Pengadilan

Tata Usaha Negara mengeluarkan putusan berupa perintah untuk membatalkan sertipikat hak milik atas tanah.

2. Untuk mengetahui dan menganalisis akibat hukum pembatalan sertipikat

hak atas tanah setelah dikeluarkannya surat keputusan pembatalan dari Badan Pertanahan Nasional.

(7)

7

3. Untuk mengetahui dan menganalisis bagaimana perlindungan hukum atas

hak milik yang melekat pada sertipikat hak atas tanah jika dilihat dari Putusan Mahkamah Agung No. 457 K/TUN/2013.

II. Metode Penelitian

Penelitian ini bersifat deskriptif analitis. Jenis penelitian yang digunakan adalah hukum normative (yuridis normatif). Sumber data yang dipergunakan pada penelitian ini adalah data sekunder yang terdiri dari :

1. Bahan hukum primer.4

Yaitu bahan hukum yang mempunyai kekuatan mengikat sebagai landasan utama yang dipakai dalam rangka penelitian diantaranya adalah Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Ketentuan Pokok-Pokok Agraria, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara, Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, Peraturan Menteri Negara Agraria/Keputusan Badan Pertanahan Nasional No. 9 Tahun 1999 tentang Pemberian dan PembatalanHak Milik atas Tanah Negara dan Hak Pengelolaan, Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 3 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Pengkajian dan Penanganan Kasus Pertanahan.

2. Bahan hukum sekunder.5

4 Ronny Hanitjo Soemitro, Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri, Ghalia Indonesia,

(8)

8

Yaitu bahan-bahan yang erat hubungannya dengan bahan hukum primer dan dapat membantu menganalisis dan memahami bahan hukum primer, seperti hasil-hasil penelitian, hasil seminar, hasil karya dari kalangan hukum, serta dokumen-dokumen lain yang berkaitan dengan pendaftaran tanah.

3. Bahan hukum tertier.6

Yaitu bahan-bahan yang memberikan informasi tentang bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder seperti kamus hukum, ensiklopedia dan lain-lain.

Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penulisan ini adalah

menggunakan metode penelitian kepustakaan (library research). Untuk lebih

mengembangkan data penelitian ini, dilakukan analisis secara langsung kepada informan dengan melakukan wawancara.

III. Hasil Penelitian dan Pembahasan

A. Alasan Pengadilan Tata Usaha Negara mengeluarkan putusan berupa perintah untuk membatalkan sertipikat hak atas tanah

Dari sekian banyak permasalahan dalam pertanahan lebih didominasi sengketa yang berorientasi pada sertipikat. Berkaitan dengan Negara hukum berdasarkan kepada UUD 1945, hukum administrasi negara berorientasi kepada kesejahteraan umum, berhubungan dengan azas kepastian hukum. Kepastian hukum tersebut

5Ibid 6

(9)

9

bertujuan untuk menghindari sengketa terhadap pihak lain dan kepastian hukum dapat memberikan perlindungan kepada orang yang namanya tercantum didalam sertipikat

terhadap gangguan pihak lain yang merasa lebih berhak.7

Sengketa pertanahan yang sering mengakibatkan Pengadilan Tata Usaha Negara menjatuhkan putusan berupa perintah untuk melakukan pembatalan atas sertipikat adalah sengketa kepemilikan atas tanah. Penerbitan sertipikat yang dilakukan dengan itikad buruk atau secara melawan hukum. Asal mula terjadinya permasalahan tersebut dapat diuraikan mulai dari pendaftaran sampai diterbitkannya sertipikat. Administrasi pertanahan yang kurang tertib juga menjadi salah satu faktor pemicu terjadi sengketa pertanahan. Bukti penguasaan tanah yang tidak jelas dan tidak ada dokumentasinya akan mengakibatkan pertikaian antar warga dalam memperebutkan hak atas tanah. Sengketa sertipikat yang terjadi akibat kesalahan atau kelalaian Badan Pertanahan Nasional juga sering terjadi. Untuk itu pembatalan sertipikat atas perintah putusan Pengadilan Tata Usaha Negara dilakukan terhadap sertipikat yang memiliki sengketa, misalnya kasus-kasus seperti sengketa Sertipikat Palsu, Sertipikat Ganda maupun Sertipikat Asli Tapi Palsu, yang jika ditelaah lebih jauh, salah satu penyebabnya adalah berkaitan dengan proses dalam pendaftaran tanah yang mengandung cacat hukum administrasi.

Seperti telah disebutkan diatas, penyebab terjadinya sengketa-sengketa pertanahan sebagian besar penyebabnya terjadi di dalam proses pendaftaran tanah.

7 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Edisi Pertama, Cetakan Ke-2, Kencana Prenada

(10)

10

Adanya kesalahan prosedur yang dilakukan oleh pejabat tata usaha negara dalam hal ini Kantor Pertanahan menyebabkan sertipikat yang terbit mengandung cacat hukum administrasi. Sehingga hal ini dapat menjadi alasan juga bagi Pengadilan Tata Usaha Negara mengeluarkan suatu putusan yang berupa perintah untuk membatalkan suatu sertipikat hak atas tanah.

Dan terhadap pembatalan sertipikat tersebut lebih ditegaskan dan dinyatakan dalam Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 9 Tahun 1999 tentang Tata Cara Pemberian dan Pembatalan Hak Atas Tanah Negara dan Hak Pengelolaan, Pasal 1 angka 14 menyebutkan “Pembatalan hak atas tanah adalah pembatalan keputusan pemberian hak atas tanah atau sertifikat hak atas tanah karena keputusan tersebut mengandung cacat hukum administrasi dalam penerbitannya atau untuk melaksanakan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap”.

Sedangkan yang dimaksud dengan cacat hukum administrasi menurut Pasal 107 Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 9 Tahun 1999 yang berbunyi :

“Cacat hukum administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 (1) adalah :

a. kesalahan prosedur;

b. kesalahan penerapan peraturan perundang-undangan;

c. kesalahan subjek hak;

d. kesalahan objek hak;

e. kesalahan jenis hak;

f. kesalahan perhitungan luas;

g. terdapat tumpang tindih hak atas tanah;

h. data yuridis atau data fisik tidak benar; atau

(11)

11

Terkait dengan adanya cacat hukum administrasi dalam penerbitan Sertipikat Hak Milik atas tanah dapat dilihat juga dalam Pasal 62 ayat (1) Peraturan Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2011 yang menentukan bahwa “Sertipikat hak atas tanah yang mengandung cacat hukum administrasi dilakukan pembatalan atau pemerintah pencatatan perubahan pemeliharaan data pendaftaran tanah menurut peraturan Perundang-Undangan”. Selanjutnya Pasal 62 ayat (2) menetapkan bahwa yang termasuk cacat hukum administrasi antara lain :

a. kesalahan prosedur dalam proses penetapan dan/atau pendaftaran hak

tanah;

b. kesalahan prosedur dalam proses pendaftaran peralihan hak dan/atau

sertipikat pengganti;

c. kesalahan prosedur dalam proses pendaftaran penegasan dan/atau

pengakuan hak atas tanah bekas milik adat;

d. kesalahan prosedur dalam proses pengukuran, pemetaan dan/atau

perhitungan luas;

e. tumpang tindih hak atau sertipikat hak atas tanah;

f. kesalahan subyek dan/atau obyek hak; dan

g. kesalahan lain dalam penerapan peraturan Perundang-Undangan.

Dengan demikian, apabila penerbitan sertipikat hak atas tanah mengandung salah satu atau lebih unsur yang terdapat dalam hal-hal yang termasuk sebagai cacat administrasi seperti yang telah disebutkan diatas, maka sudah cukup menjadi alasan bagi Pengadilan Tata Usaha Negara mengeluarkan putusan berupa perintah untuk membatalkan sertipikat hak atas tanah tersebut.

(12)

12

B. Akibat hukum pembatalan sertipikat hak atas tanah setelah dikeluarkannya surat keputusan pembatalan dari Badan Pertanahan Nasional

Sertipikat Hak Milik Atas Tanah merupakan salah satu Keputusan Tata Usaha Negara sebagai tanda bukti yang kuat kepemilikan hak atas tanah. Namun apabila terhadap Sertipikat tersebut terdapat cacat hukum administrasi dalam penerbitannya dan terdapat putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap yang menyatakan sertipikat tersebut tidak sah, maka bagi pihak yang berkepentingan dapat mengajukan permohonan pembatalan Sertipikat Hak Milik Atas Tanah yang dimaksud.

Apabila terdapat putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, dimana sebagai tindak lanjut dari Putusan Pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap yaitu diterbitkannya keputusan pembatalan, karena hakim tidak dapat secara langsung membatalkan suatu keputusan, sehingga akibat dari penerbitan Keputusan pembatalan adalah dilihat dari amar putusan pengadilan yang telah

memperoleh kekuatan hukum tetap (inkracht) tersebut.

Apabila Putusan Pengadilan menyatakan batal suatu Sertipikat Hak Milik Atas Tanah, maka hal ini menyebabkan tanah yang telah terbit Sertipikat Hak Milik diatasnya kembali kepada status semula yaitu tanah Negara.

Dalam UUPA, pembatalan hak atas tanah merupakan salah satu sebab hapusnya hak atas tanah tersebut. Apabila telah diterbitkan keputusan pembatalan hak atas tanah, baik karena adanya cacat hukum administrasi, maupun untuk

(13)

13

melaksanakan putusan pengadilan, maka haknya demi hukum hapus dan status

tanahnya menjadi tanah yang dikuasai oleh Negara. 8

Selain itu, akibat hukum yang timbul terhadap sertipikat hak atas tanah setelah diterbitkannya Surat Keputusan Pembatalan oleh Badan Pertanahan Nasional, adalah bahwa sertipikat tersebut tidak berlaku lagi sebagai tanda bukti hak atas tanah yang sah. Selanjutnya Badan Pertanahan Nasional mencatat batalnya sertipikat hak atas tanah tersebut dalam daftar umum dan daftar isian lainnya yang ada dalam administrasi pendaftaran tanah serta mencoret buku tanahnya. Selain itu sertipikat hak atas tanah yang telah dibatalkan tersebut harus dimusnahkan atau ditarik dari peredaran.

Apabila penarikan sertipikat yang dimaksud tidak dapat dilaksanakan, maka dapat diumumkan dalam surat kabar harian yang terbit dan beredar secara umum di

wilayah Sumatera Utara atas biaya pemohon pembatalan.9

C. Perlindungan hukum atas hak milik yang melekat pada sertipikat hak atas tanah jika dilihat dari Putusan Mahkamah Agung No. 457 K/TUN/2013

Jadi apabila dilihat dari tujuan pendaftaran tanah, maka status kepemilikan hak atas tanah bagi Warga Negara Indonesia akan terjamin dan akan tercipta suatu kepastian baik mengenai subjeknya, objeknya maupun hak yang melekat

8

Mhd Yamin Lubis dan Rahim Lubis, Hukum Pendaftaran Tanah Edisi Revisi, Mandar Maju, Bandung, 2012, hal. 321

9 Wawancara dengan Bpk. Aswin Tampubolon, SH, M.Hum, Kepala Seksi Penanganan Sengketa

(14)

14

diatasnya. Hanya saja Kantor Pertanahan haarus lebih aktif lagi mensosialisasikan kegiatan pendaftaran tanah baik mengenai tata cara, prosedur maupun biayanya serta pentingnya pendaftaran tanah ini bagi pemegang hak.

Namun apabila dilihat dari kepastian hukum terhadap pemegaang sertipikat, menunjukkan bahwa kepastian dan perlindungan hukum terhadap pemilik sertipikat belum terwujud. Apalagi sebenarnya sertipikat itu kurang memberikan jaminan kepada pemegangnya sebab dia lebih sebagai tanda telah dilakukan administrasi saja, sehingga karena rendahnya jaminan pemerintah akan pemberian hak seseorang, membuat orang juga tidak merasa berkepentingan untuk

mengadministrasikan tanahnya.10

Sifat pembuktian sertipikat sebagai tanda bukti hak dimuat dalam Pasal 32 PP No. 24 Tahun 1997, yaitu :

1. Sertifikat merupakan surat tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat

pembuktian yang kuat mengenai data fisik dan data yuridis yang termuat didalamnya, sepanjang data fisik dan data yuridis tersebut sesuai dengan data yang ada dalam surat ukur dan buku tanah yang bersangkutan.

2. Dalam atas hal suatu bidang tanah sudah diterbitkan sertipikat secara sah

atas nama orang atau badan hukum yang memperoleh tanah tersebut dengan itikad baik dan secara nyata menguasainya, maka pihak lain yang merasa mempunyai hak atas tanah itu tidak dapat lagi menuntut pelaksanaan hak tersebut apabila dalam waktu 5 tahun sejak diterbitkannya sertipikat itu tidak mengajukan keberatan secara tertulis kepada pemegang sertifikat dan kepala kantor pertanahan yang bersangkutan ataupun tidak mengajukan gugatan kepengadilan mengenai penguasaan tanah atau penerbitan sertipikat.

Ketentuan Pasal 32 ayat (1) tersebut diatas mempunyai kelemahan, yaitu Negara tidak menjamin kebenaran data fisik dan data yuridis yang disajikan dan

10

(15)

15

tidak adanya jaminan bagi pemilik sertipikat dikarenakan sewaktu-waktu akan mendapatkan gugatan dari pihak lain yang merasa dirugikan atas diterbitkannya sertipikat tersebut.

Meski sudah mendapat pengakuan dalam UUPA, sertipikat belum menjamin kepastian hukum pemiliknya karena dalam peraturannya sendiri memberi peluang dimana sepanjang ada pihak lain yang merasa memiliki tanah dapat menggugat pihak yang namanya tercantum dalam sertipikat secara keperdataan ke Peradilan Umum, atau menggugat Kepala BPN/Kepala Kantor Pertanahan yang bersangkutan ke Pengadilan Tata Usaha Negara, atau gugatan

yang menyangkut teknis administrasi penerbitannya.11

Mhd. Yamin Lubis dan Abd. Rahim Lubis menyatakan :

Apabila suatu bidang tanah sudah diterbitkan sertipikatnya secara sah atas nama orang atau bidang hukum yang memperoleh tanah tersebut dengan itikad baik dan secara nyata menguasai tanah tersebut, maka pihak lain yang merasa mempunyai hak atas tanah tersebut tidak dapat lagi menuntut haknya, apabila dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sejak diterbitkannya sertipikat tersebut, tidak mengajukan keberatan secara tertulis kepada pemegang sertifikat dan Kepada Kantor Pertanahan atau tidak mengajukan gugatan ke pengadilan mengenai penguasaan tanah atau penerbitan sertipikat. Inilah yang

disebut rechtsverwerking.12

Apabila dilihat dari kasus yang dibahas dalam penulisan ini yaitu sengketa antara Penggugat Norma Tampubolon dan Tergugat Kepala Kantor Badan Pertanahan Nasional serta Tergugat II Intervensi yaitu Datuk Syahrial yang

11 Rusmadi Murad, Administrasi Pertanahan Pelaksanaannya dalam Praktik, Cetakan I,

Mandar Maju, Jakarta, 1997, hal. 46

12

(16)

16

namanya terdaftar di dalam Sertipikat Hak Milik No. 327/Sukaraja , dapat dilihat bahwa tanah yang disengketakan tidak dikuasai secara nyata oleh pemegang hak bersangkutan dalam hal ini Datuk Syahrial atau kuasanya.

Tanah tersebut terakhir dikuasai oleh Penggugat Norma Tampubolon dengan itikad baik. Hal ini menyebabkan lemahnya posisi dari Datuk Syahrial dan semakin mempermudah Penggugat dalam mengajukan gugatan ke Pengadilan.

Dilihat dari Putusan Mahkamah Agung No. 457 K/TUN/2013 yang telah dijabarkan dengan jelas diatas, batalnya suatu Sertipikat Hak Milik dikarenakan cacat administrasi sepertinya belum memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum kepada si pemegang sertipikat. Pemegang sertipikat dalam hal ini Datuk Syahrial, dengan adanya putusan pembatalan tersebut, sertipikat hak atas tanah yang terdaftar atas namanya, dengan demikian menjadi berakhir dan kemudian oleh Kantor Pertanahan Kota Medan, sertipikat hak atas tanah yang dibatalkan kemudian dimusnahkan atau ditarik dari peredaran seperti yang telah diuraikan sebelumnya.

Dengan demikian pembatalan atas sertipikat tersebut merupakan output dari upaya hukum penggugat mengajukan gugatan sebagai suatu tuntutan hak yang bertujuan memperoleh perlindungan hukum yang diberikan pengadilan setelah dalam proses persidangan terbukti tidak lengkapnya baik data yuridis maupun data fisik dalam penerbitan sertipikat tersebut. Maka dapat dikatakan putusan Mahkamah Agung tersebut memberikan perlindungan hukum bagi pihak yang dimenangkan oleh Pengadilan Tata Usaha Negara yaitu Penggugat yang artinya

(17)

17

dengan putusan tersebut hak atas tanah yang disengketakan kembali berada dibawah penguasaan dan hak si penggugat dan oleh karenanya mempunyai hak untuk memohon peningkatan hak berdasarkan hak-hak atas tanah yang diatur dalam Pasal 16 UUPA sekaligus memohonkan pendaftaran hak atas tanah dimaksud.

IV. Kesimpulan dan Saran Kesimpulan

1. Pembatalan sertipikat hak atas tanah atas perintah putusan Pengadilan Tata

Usaha Negara disebabkan karena adanya cacat hukum administrasi dalam penerbitannya. Cacat hukum administrasi tersebut seperti tercantum dalam Pasal 107 Peraturan Menteri Negara Agraria/Keputusan Badan Pertanahan Nasional Nomor 9 Tahun 1999 tentang Pemberian dan Pembatalan Hak Milik atas Tanah Negara dan Hak Pengelolaan yaitu kesalahan prosedur, kesalahan penerapan peraturan perundang-undangan, kesalahan subjek hak, kesalahan objek hak, kesalahan jenis hak, kesalahan perhitungan luas, terdapat tumpang tindih hak atas tanah, data yuridis atau data fisik tidak benar atau kesalahan lainnya yang bersifat administrative dan juga dalam Pasal 62 ayat (2) Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Pengkajian dan Penanganan Kasus Pertanahan antara lain adanya kesalahan prosedur dalam proses penetapan dan/atau pendaftaran hak tanah, kesalahan prosedur dalam proses

(18)

18

pendaftaran peralihan hak dan/atau sertipikat pengganti, kesalahan prosedur dalam proses pendaftaran penegasan dan/atau pengakuan hak atas tanah bekas milik adat, kesalahan prosedur dalam proses pengukuran, pemetaan dan/atau perhitungan luas, tumpang tindih hak atau sertipikat hak atas tanah, kesalahan subyek dan/atau obyek hak, dan kesalahan lain dalam penerapan peraturan Perundang-Undangan.

2. Akibat hukum pembatalan sertipikat hak atas tanah setelah dikeluarkannya

surat keputusan pembatalan dari Badan Pertanahan Nasional adalah dilihat dari amar putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap (inkracht). Apabila Putusan Pengadilan menyatakan batal suatu Sertipikat Hak Milik Atas Tanah, maka hal ini menyebabkan tanah yang telah terbit Sertipikat Hak Milik diatasnya, kembali kepada status semula yaitu tanah Negara dan Sertipikat Hak Milik tersebut tidak berlaku lagi sebagai tanda bukti hak atas tanah yang sah. Selanjutnya Badan Pertanahan Nasional mencatat batalnya sertipikat hak atas tanah tersebut dalam daftar umum dan daftar isian lainnya yang ada dalam administrasi pendaftaran tanah serta mencoret buku tanahnya. Selain itu sertipikat hak atas tanah yang telah dibatalkan tersebut harus dimusnahkan atau ditarik dari peredaran.

3. Dengan putusan Mahkamah Agung No. 457 K/TUN/2013 yang menyatakan

batal Sertipikat Hak Milik no. 327/Sukaraja dahulu atas nama Datuk Kamal beralih kepada atas nama Datuk Syahrial, dapat dilihat bahwa kepastian hukum dan perlindungan hukum terhadap pemegang sertipikat hak atas

(19)

19

tanah belum sepenuhnya terwujud. Namun sebaliknya, putusan tersebut memberikan perlindungan hukum kepada pihak yang dimenangkan oleh Pengadilan Tata Usaha Negara dalam hal ini Penggugat dan oleh karenanya mempunyai hak untuk memohon peningkatan hak berdasarkan hak-hak atas tanah yang diatur dalam Pasal 16 UUPA sekaligus memohonkan pendaftaran hak atas tanah dimaksud.

Saran

1. Hendaknya asas publisitas yang diterapkan dalam pendaftaran tanah dalam

perkara ini, pelaksanaan pengumumannya tidak hanya terbatas di Kantor Kelurahan saja, namun juga dilakukan di tingkat RT, RW maupun melalui media massa, sehingga dapat menjangkau kepentingan pihak ketiga yang terkait dengan akibat diadakannya pendaftaran tanah tersebut, sehingga apabila terjadi keberatan dapat diajukan sedini mungkin sebelum terlanjur diterbitkannya sertifikat.

2. Permohonan pembatalan hak atas tanah yang telah diajukan kepada Kantor

Badan Pertanahan Nasional harus segera ditindaklanjuti dan diselesaikan oleh pejabat yang berwenang dalam mengambil keputusan pembatalan hak atas tanah demi menjamin kepastian hukum di bidang pertanahan.

3. Sudah harus ada pembentukan suatu lembaga dana pertanggungan dalam

pendaftaran tanah dan hak atas tanah sebagai upaya memperkuat jaminan

(20)

20

dibatalkan atas perintah putusan pengadilan, Negara wajib menjamin dan mengganti kerugian yang timbul sehubungan dengan pembatalan tersebut.

DAFTAR PUSTAKA A. Buku

Lubis, Mhd. Yamin dan Abd. Rahim Lubis, Hukum Pendaftaran Tanah Edisi Revisi,

Mandar Maju, Bandung, 2012

Marzuki, Peter Mahmud, Penelitian Hukum, Edisi Pertama, Cetakan Ke-2, Kencana

Prenada Media Group, Jakarta, 2005

Murad, Rusmadi, Administrasi Pertanahan Pelaksanaannya dalam Praktik, Cetakan

I, Mandar Maju, Jakarta, 1997

Parlindungan, AP, Pendaftaran Tanah dan Konversi Hak-Hak Atas Tanah Menurut

UUPA,Alumni, Bandung, 1985

Santoso, Urip, Hukum Agraria Kajian Komprehensif, Kencana, Jakarta, 2012

Soemitro, Ronny Hanitjo, Metodologi PenelitianHukum dan Jurimetri, Ghalia

Indonesia, Jakarta, 1990

Sumardjono, Maria S.W, Kebijakan Pertanahan Antara Regulasi & Implementasi,

Kompas, Jakarta, 2001

B. Peraturan Perundang-undangan

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Undang-undang Pokok Agraria Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah

Peraturan Menteri Negara Agraria/Keputusan Badan Pertanahan Nasional Nomor 9 Tahun 1999 tentang Pemberian dan Pembatalan Hak Milik atas Tanah Negara dan Hak Pengelolaan

(21)

21

Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 3 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Pengkajian dan Penanganan Kasus Pertanahan.

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil analisis data, pengujian hipotesis dan pembahasan dalam penelitian ini, maka dapat disimpulkan bahwa rata-rata n -Gain keterampilan berpikir orisinil siswa

Kesimpulan: Dari perspektif gender, wanita lebih takut mengoperasikan komputer jka dibandingkan dengan pria; Kegelisahan atau ketakutan menggunakan komputer dapat menyebabkan

Data dan informasi dari aspek-aspek tersebut sangat diperlukan untuk mengetahui cara pengelolaan mangrove yang lebih baik pada ekosistem tersebut.Tujuan dari penelitian ini

Adapun secara tujuan khusus penelitian ini ialah untuk (1) mengetahui bagaimana strategi perjuangan yang digunakan petani dalam mendapatkan akses dan penguasaan atas lahan, (2)

Untuk interaksi dari kedua matriks tersebut yaitu Karbopol 940 dan HPMC K4M memberikan pengaruh dapat meningkatkan lama perekatan tablet bukoadhesif serta dapat menurunkan

Gunakan panel depan penerima atau Wireless Workbench untuk men- gendalikan keadaan pemancar setelah Anda mlepaskannya dari stasiun pengisian daya berjaringan. • Active: Menyala

Besaran adalah segala sesuatu yang dapat diukur atau dihitung, dinyatakan dengan Angka atau nilai dan setiap Besaran pasti memiliki satuan... THE SI UNIT SYSTEM (Sistem Satuan /

Teaching Speaking at MA Terpadu Al-Anwar Durenan Trenggalek Academic Year 2013/2014. Skripsi Jurusan Tadris Bahasa Inggris, IAIN Tulungagung. Pembimbing: Nanik Sri Rahayu,