• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang"

Copied!
26
0
0

Teks penuh

(1)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Daerah aliran sungai (DAS) merupakan daerah yang dibatasi oleh pemisah topografis (igir) yang memiliki fungsi sebagai penerima, penampung, dan penyalur air hujan yang jatuh diatas daerah tersebut, yang akhirnya air tersebut sampai ke laut atau danau. DAS memiliki ekosistem yang terdiri dari faktor abiotik dan biotik yang saling berpengaruh, faktor abiotik terdiri dari tanah, air, dan udara, sedangkan faktor biotik terdiri dari manusia, tumbuhan, dan hewan. Menurut Asdak (2007), ekosistem DAS dapat dibagi menjadi tiga bagian yaitu hulu, tengah, hilir. Bagian hulu merupakan daerah konservasi, sedangkan bagian hilir merupakan daerah pemanfaatan, antara ketiga ekosistem tersebut saling berpengaruh dan tidak bisa lepas antara satu dengan yang lainnya.

Faktor-faktor dalam ekosistem DAS seperti air, tanah, vegetasi merupakan sasaran dari sumberdaya alam, sedangkan manusia sebagai pengguna sumberdaya tersebut. Sumberdaya alam yang tersedia tersebut memiliki kualitas dan kuantitas sehingga perlu dijaga kelestariannya. Salah satu sumberdaya yang paling berpengaruh dalam kehidupan manusia adalah sumberdaya air, salah satunya adalah air sungai. Air sungai yang baik adalah yang memiliki kualitas air sesuai baku mutu lingkungan hidup yang ada. Air sungai yang telah tercemar karena suatu limbah dan melebihi daya tampungnya, maka diperlukan monitoring dan tindakan yang lebih lanjut, semakin banyak air sungai yang tercemar, maka akan semakin banyak pula tindakan yang perlu dilakukan dan akan memakan waktu dan biaya yang tidak sedikit.

(2)

2

Sungai memiliki karakteristik yang berbeda-beda, terutama pada kualitas airnya. Kualitas air sungai tergantung pada batuan yang ada di badan sungai, jenis dinding sungai apakah alami yang ditumbuhi tanaman atau ditutup dengan bahan keras seperti semen, cor-coran, dan lain-lain. Kondisi pengunaan lahan yang ada disekitar sungai juga turut mempengaruhi kualitas air sungai. Kualitas air adalah sifat air dan kandungan makhluk hidup, zat, energi atau komponen lain di dalam air. Kualitas air dinyatakan dengan beberapa parameter, yaitu parameter fisika (suhu, kekeruhan, padatan terlarut, dan sebagainya), kimia (pH, oksigen terlarut, BOD, kadar logam, dan sebagainya), dan biologi (keberadaan plankton, bakteri, dan sebagainya) (Effendi, 2003). Kuantitas air sungai tergantung dari kondisi fisik sungai itu sendiri, seperti kemiringan dasar sungai, jenis batuan, lebar sungai, panjang sungai, dan lain-lain.

Kebutuhan akan air bersih semakin meningkat akibat pertumbuhan penduduk yang meningkat pula, kebutuhan tersebut digunakan untuk kebutuhan rumah tangga, pertanian, industri, dan lain-lain. Kebutuhan tersebut tidak menjadi masalah selama kualitas dan kuantitasnya terpenuhi. Tidak terpenuhinya akan air bersih disebabkan oleh adanya pencemaran air sungai sehingga air sungai tidak dapat dimanfaatkan secara maksimal. Pencemaran tersebut dapat berasal dari limbah domestik, industri, pertanian, dan lain-lain. Permasalahan ini akan menjadi kompleks apabila dibagian hulu sudah menghasilkan limbah yang melebihi daya tampung beban pencemaran air sungainya, sedangkan pada bagian tengah dan hilir sungai masih memanfaatkan air sungai dalam kehidupan sehari-hari. Kondisi air sungai yang tercemar tersebut dapat menimbulkan berbagai dampak, seperti pendangkalan dasar sungai, tumbuhnya tanaman pengganggu, rusaknya ekosistem air sungai, penyakit, dan lain-lain

Pencemaran air sungai berasal dari limbah yang dihasilkan dari kegiatan manusia yang kemudian masuk ke sungai, sehingga menyebabkan air sungai tidak berfungsi lagi sesuai peruntukannya. Limbah yang masuk kedalam sungai tersebut harus diketahui seberapa besar beban pencemarannya agar dapat dikontrol dan tidak melebihi daya tampung beban pencemarannya. Effendi (2003) mengungkapkan

(3)

3

bahwa beban pencemaran adalah jumlah suatu parameter pencemaran yang terkandung dalam sejumlah air atau limbah, sedangkan daya tampung beban pencemaran adalah kemampuan air dalam sumber air untuk menerima beban pencemaran limbah tanpa mengakibatkan penurunan kualitas air sehingga tidak melewati baku mutu air yang ditetapkan sesuai dengan peruntukannya.

Kantor Penanaman Modal Kabupaten Kulon Progo (Kedaulatan Rakyat 15/10/2012) mengatakan bahwa kondisi DAS Serang kini telah kritis yang diakibatkan oleh banyaknya kegiatan yang mempengaruhi kualitas air Sungai Serang. Kegiatan-kegiatan tersebut meliputi kegiatan pertanian irigasi dibagian hulu, adanya perumahan di sempadan sungai yang tidak sesuai dengan Rencana Tata Ruang dan Tata Wilayah yang seharusnya dipatuhi, adanya limbah merkuri dari hasil pertambangan emas baik skala kecil maupun besar, terdapat pelabuhan perikanan Tanjung Adikarto, adanya penambangan pasir besi dan industri baja, adanya kawasan industri Sentolo, serta adanya penggelontoran limbah dibagian kota. Sedangkan dalam Peraturan Daerah Kabupaten Kulon Progo No 16 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah Tahun 2005-2025, menyebutkan bahwa aksesbilitas, kualitas, serta cakupan pelayanan sarana dan prasarana sumberdaya air Kulon Progo masih rendah untuk memenuhi kebutuhan air sehari-hari.

Mayoritas penduduk menggunakan air sungai untuk irigasi pertanian, sedangkan sumber-sumber air sungai yang dipakai tidak selamanya dapat memenuhi kebutuhan akan air untuk irigasi sepanjang tahun. Dalam peraturan daerah juga menyebutkan bahwa wilayah ini merupakan wilayah strategis penunjang kegiatan sektor strategis, pengembangannya diarahkan untuk menampung dan atau mewadahi perkembangan kegiatan industri, perdagangan dan permukiman. Akibat dari peraturan tata ruang yang tidak memerhatikan aspek kelestarian fungsi lingkungan, maka tidak terhindari adanya pencemaran, salah satunya adalah pencemaran air akibat aktivitas pertanian. Kegiatan industri yang kurang tepat dalam hal pengelolaan limbahnya, juga berkontribusi dalam pencemaran air sehingga tantangan mengenai

(4)

4

penanganan kualitas dan kuantitas air sungai masih banyak, seperti mempertahankan kondisi kualitas air yang ada serta memulihkan kualitas air yang tercemar, meningkatkan penanganan kasus pencemaran akibat perkembangan pembangunan, serta masalah kekeringan dan kekurangan air untuk irigasi, konsumsi, dan sanitasi.

Fungsi dari DAS Serang tidak akan berjalan baik apabila tidak mendapat dukungan dari manusia dan lingkungannya sendiri dan ekosistem sungai yang seharusnya bekerja dari hulu, tengah, hingga hilir tidak akan berjalan baik.Untuk mengantiipasi terjadinya kekritisan sumber air bersih dimasa mendatang, maka dilakukan penelitian “Studi Daya Tampung Beban Pencemaran Air Sungai Serang”.

1.2. Perumusan masalah

Sungai Serang merupakan sungai utama di DAS Serang. Banyak kegiatan manusia serta penggunaan lahan yang menggunakan air Sungai Serang dan banyak pula dari kegiatan manusia dan penggunaan lahan yang limbah airnya masuk ke dalam Sungai Serang. Pemanfaatan air sungai tersebut adalah untuk keperluan air baku serta air irigasi.

Limbah yang masuk ke badan sungai tersebut ada yang dilakukan pengolahan terlebih dahulu seperti kegiatan industri dan ada yang tidak dilakukan kegiatan pengolahan seperti limbah domestik dan pertanian, hal ini yang dapat menyebabkan air sungai menjadi tercemar. Apabila besarnya pencemaran melebihi daya tampung beban pencemaran air sungainya, maka air sungai tidak akan dapat berfungsi lagi sebagai sumber air, baik dalam segi kualitas maupun kuantitasnya. Berdasarkan latar belakang permasalahan tersebut, maka rumusan masalah pada penelitian ini antara lain sebagai berikut.

1. Bagaimana kualitas air Sungai Serang? 2. Bagaimana status mutu air Sungai Serang?

(5)

5

3. Bagaimana daya tampung beban pencemaran air Sungai Serang?

1.3. Tujuan Penelitian

1. Mengetahui kualitas air Sungai Serang.

2. Mengetahui status mutu kualitas air Sungai Serang

3. Mengetahui daya tampung beban pencemaran air Sungai Serang.

1.4. Manfaat penelitian

1. Membantu Pemerintah dalam mengambil keputusan serta mengelola permasalahan pencemaran yang terjadi di Sungai Serang.

2. Dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan bagi masyarakat dan Pemerintah setempat dalam hal pengelolaan limbah domestik, pertanian, industri untuk mengantisipasi terjadinya kerugian yang ditimbulkan.

3. Menambah wawasan penelitian terkait dengan studi pencemaran air sungai.

1.5. Telaah Pustaka dan Penelitian Sebelumnya 1.5.1. Daerah Aliran Sungai

Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah daerah yang dibatasi punggung-punggung gunung dimana air hujan yang jatuh pada daerah tersebut akan ditampung oleh punggung gunung tersebut dan dialirkan melalui sungai-sungai kecil ke sungai utama (Asdak, 1995). DAS berfungsi sebagai pemasok utama kebutuhan air bagi makhluk hidup yang ada didalamnya, sehingga kualitas dan kuantitas air dalam DAS tersebut harus dijaga.

DAS terbagi atas tiga satuan ekosistem, yaitu hulu, tengah, dan hilir dan disetiap satuan ekosistem tersebut terdapat berbagai aktivitas makhluk hidup, terutama oleh manusia. Aktivitas-aktivitas tersebut dilakukan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, meliputi kegiatan domestik, pertanian, industri,

(6)

6

pelayanan jasa, dan lain-lain. Dari beragam kegiatan tersebut menghasilkan limbah, terutama limbah domestik yang dibuang ke badan sungai, sedangkan sungai sendiri memiliki daya tampung dalam menerima limbah-limbah tersebut.

Aktivitas pada ekosistem DAS hulu seharusnya memperhitungkan dampak yang akan dihasilkan, hal ini perlu dilakukan agar kondisi ekosistem DAS tengah dan hilir tidak terganggu. Begitu pula aktivitas pada ekosistem DAS tengah untuk mempertimbangkan dampak yang akan terjadi di hilir. Aktivitas-aktivitas yang terjadi dalam ekosistem hulu, tengah, hilir tidak dapat dipisahkan satu sama lain, karena DAS tidak dapat dibatasi dari segi administrasi, tetapi kewilayahan. DAS dapat terdiri dari beberapa wilayah administrasi, sehingga kerja sama antar wilayah administrasi tersebut sangat diperlukan agar ekosistem DAS terjaga fungsinya. Terdapat lima indikator untuk mengetahui apakah suatu DAS mengalami degradasi atau tidak, yaitu adanya deforestasi, peningkatan luas lahan kritis, tingginya erosi dan sedimentasi, masalah limbah dan sampah, serta banjir dan kekeringan (Yogaswara, 2007).

Klasifikasi DAS menurut hamparan wilayah dan fungsi strategisnya sesuai dengan Undang-undang Nomor 7 Tahun 2004, sebagai berikut :

a. DAS Lokal: terletak secara utuh di suatu daerah kabupaten/kota dan/atau DAS yang secara potensial hanya dimanfaatkan oleh satu daerah kabupaten/kota;

b. DAS Regional: letak geografisnya melewati lebih dari satu daerah kabupaten/kota; dan/atau DAS lokal yang atas usulan pemerintah kabupaten/kota yang bersangkutan dan hasil penilaian ditetapkan untuk didayagunakan maupun dikembangkan dan dikelola oleh pemerintah propinsi; dan/atau DAS yang secara potensial bersifat strategis bagi pembangunan nasional;

(7)

7

c. DAS Nasional: letak geografisnya melewati lebih dari satu daerah provinsi; dan/atau DAS yang secara potensial dimanfaatkan oleh lebih dari satu daerah provinsi; dan/atau DAS regional yang atas usulan pemerintah provinsi yang bersangkutan dan hasil penilaian ditetapkan untuk didayagunakan maupun dikembangkan dan dikelola oleh pemerintah pusat; dan/atau DAS yang secara potensial bersifat strategis bagi pembangunan nasional.

1.5.2. Kualitas Air

Kualitas air yaitu sifat air dan kandungan makhluk hidup, zat, energi atau komponen lain di dalam air. Kualitas air dinyatakan dengan beberapa parameter, yaitu parameter fisika antara lain suhu, kekeruhan, padatan terlarut, dan sebagainya. Untuk kualitas air parameter kimia antara lain pH, oksigen terlarut, kadar logam, dan sebagainya. Sedangkan kualitas air parameter biologi antara lain keberadaan plankton, bakteri, dan sebagainya (Effendi, 2003).

a) Suhu

Suhu pada badan air dipengaruhi oleh musim, lintang, ketinggian dari permukaan laut, waktu malam hari, sirkulasi udara, penutupan awan, dan aliran serta kedalaman badan air. Suhu berperan dalam mengendalikan kondisi ekosistem perairan. Peningkatan suhu mengakibatkan peningkatan viskositas, reaksi kimia, evaporasi, dan volatilisasi. Peningkatan suhu juga menyebabkan penurunan kelarutan gas dalam air, misalnya gas O2, CO2, N2, CH4, dsb (Haslam, 1995 dalam Effendi 2003). Peningkatan suhu juga menyebabkan peningkatan kecepatan metabolisme dan respirasi organisme air, selanjutnya mengakibatkan peningkatan konsumsi oksigen. Peningkatan suhu perairan sebesar 10˚C menyebabkan terjadinya peningkatan konsumsi oksigen oleh organisme akuatik sebesar 2-3 kali lipat.

(8)

8 b) Padatan

Padatan dapat dibagi menjadi padatan terendap dan padatan tersuspensi. Padatan terendap, mengakibatkan penyumbatan saluran air, bak penampung, sehingga mengurangi volume air yang dapat tertampung. Padatan terendap juga mengurangi populasi ikan dan hewan air lainnya karena telur serta sumber makanan mereka terendam sedimen. Padatan tersuspensi, menyebabkan kekeruhan karena tidak dapat larut dan tidak dapat langsung mengendap (Kristanto, 2004).

c) pH

Nilai pH air normal adalah sekitar 6 - 8, sedangkan pH air terpolusi, misalnya air buangan, berbeda-beda tergantung dari jenis buangannya. Sebagai contoh, air buangan pabrik pengalegan mempunyai pH 6,2 - 7,6, air buangan pabrik produk-produk susu biasanya mempunyai pH 5,5 - 7,4, sedangkan air buangan pabrik pulp dan kertas biasanya mempunyai pH 7,6 - 9,9 (Fadiaz, 1992).

d) Oksigen Terlarut

Oksigen terlarut dibutuhkan oleh tumbuhan dan hewan yang hidup didalam air untuk hidup. Kehidupan makhluk hidup tersebut di air dapat bertahan jika terdapat oksigen terlarut minimal sebanyak 5ppm. Oksigen terlarut berasal dari proses fotosintesis tanaman air dan dari atmosfer/udara yang masuk ke dalam air dengan kecepatan tertentu (Kristanto, 2004). Kadar oksigen dipengaruhi juga oleh faktor suhu, salinitas, turbulensi air, dan tekanan atmosfer. Semakin besar suhu dan ketinggian (altitude), serta semakin kecil tekanan atmosfer, kadar oksigen terlarut semakin kecil (Jeffries dan Milis, 1996 dalam Effendi, 2003).

Peningkatan suhu 1˚C akan meningkatkan konsumsi oksigen sekitar 10% (Brown, 1987 dalam Effendi, 2003). Dekomposisi bahan organik dan oksidasi bahan anorganik dapat mengurangi kadar oksigen terlarut hingga mencapai nol (anaerob). Hubungan antara kadar oksigen terlarut jenuh dan suhu adalah

(9)

9

semakin tinggi suhu, kelarutan oksigen semakin berkurang. Kelarutan oksigen dan gas-gas lain juga berkurang dengan meningkatnya salinitas, sehingga kadar oksigen di laut cenderung lebih rendah daripada kadar oksigen di air tawar (Effendi, 2003).

e) Chemical Oxygen Demand/Kebutuhan Oksigen Kimiawi

Pencemaran yang terjadi dalam badan air dapat dilihat dengan pengujian COD dan BOD (Wardhana, 2001). COD atau kebutuhan oksigen kimia adalah jumlah oksigen yang diperlukan agar bahan buangan yang ada di dalam air dapat teroksidasi melalui reaksi kimia. Bahan buangan organik tersebut akan dioksidasi oleh kalium bikromat yang digunakan sebagai sumber oksigen (oxidizing agent) menjadi gas CO2 dan gas H2O serta sejumlah ion krom

f) Biochemical Oxygen Demand/Kebutuhan Oksigen Biologis

Biochemical Oxygen Demand (BOD) adalah jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh mikroorganisme di dalam air lingkungan untuk memecah bahan buangan organik yang ada di dalam air lingkungan tersebut (Wardhana, 2001). BOD menunjukkan jumlah oksigen yang dikonsumsi oleh proses respirasi mikroba aerob yang terdapat dalam botol BOD yang dinkubasi pada suhu 20°C selama lima hari, dalam keadaan tanpa cahaya (Effendi, 2003). Menurut Sawyer dan McCarty, 1978 (Effendi, 2003) proses penguraian bahan buangan organik melalui proses oksidasi oleh mikroorganisme atau oleh bakteri aerobik adalah :

CnHaObNc + (n + a/4 – b/2 – 3c/4) O2 → n CO2 + (a/2 – 3c/2) H2O + c NH3

Bahan organik oksigen bakteri aerob

Jumlah mikroorganisme yang bertugas mendegradasi bahan buangan organik yang ada di dalam air tegantung dari tingkat kebersihan air. Mikroorganisme yang memerlukan oksigen dalam mengedradasi bahan buangan organik disebut bakteri aerob, dan yang tidak memerlukan oksigen disebut bakteri anaerob. Perbedaan kondisi tersebut akan berakibat pada perbedaan hasil

(10)

10

pemecahan bahan buangan organiknya. Pemecahan bahan buangan organik yang dilakukan oleh bakteri anaerob biasanya menghasilkan bau yang tidak enak, sehingga sedapat mungkin bakteri aerob yang melakukan pemecahan bahan buangan organik dalam air.

g) Amonia (NH3+)

Amonia digunakan dalam proses prodeksi urea, industri, bahan kimia (asam nitrat, amonium, fosfat, amonium nitrat, amonium sulfat), serta industri bubur kertas dan kertas (pulp dan paper). Sumber amonia di perairan adalah pemecahan nitrogen organik (protein dan urea) dan nitrogen anorganik yang terdapat di dalam tanah dan air, yang berasal dari dekomposisi bahan organik (tumbuhan dan biota akuatik yang telah mati) oleh mikroba dan jamur. Kadar amonia pada perairan alami biasanya kurang dari 0,1 mg/liter (McNeely et al., 1979 dalam Effendi 2003).

Kadar ammonia bebas yang tidak terionisasi (NH3+) pada perairan tawar sebaiknya tidak lebih dari 0,02 mg/liter. Jika kadar amonia bebas lebih dari 0,2 mg/liter, perairan akan bersifat toksik bagi beberapa jenis ikan (Sawyer dan McCarty, 1979 dalam Effendi, 2003). Kadar amonia yang tinggi dapat merupakan indikasi adanya pencemaran bahan organik yang berasal dari limbah domestik, industri, dan limpasan pupuk pertanian (Effendi, 2003).

h) Bakteri coli

Mikroorganisme yang paling umum digunakan sebagai petunjuk atau indikator adanya pencemaran feaces dalam air adalah Eschericha coli (E coli). Bakteri jenis tersebut selalu terdapat di dalam kotoran manusia. Mikroorganisme dari kelompok koliform secara keseluruhan tidak umum hidup atau terdapat di dalam air, sehingga keberadaannya dalam air dapat dianggap sebagai petunjuk terjadinya pencemaran kotoran dalam arti luas, baik dari kotoran hewan maupun manusia (Purnawijayanti, 2001).

(11)

11 1.5.3. Baku Mutu Air

Baku mutu air ditetapkan dengan tujuan untuk melestarikan fungsi air dengan cara pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air. Baku mutu air limbah adalah ukuran batas atau kadar unsur pencemar dan atau jumlah unsur pencemar yang ditenggang keberadaannya dalam air limbah yang akan dibuang atau dilepas ke dalam sumber air dari suatu usaha dan atau kegiatan (PP No 82 Tahun 2001). Baku mutu ini ditetapkan untuk air pada badan air dengan mengingat peruntukan badan air dan kemampuan penjernihan pada air itu sendiri.

Berdasarkan PP No. 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air Dan Pengendalian Pencemaran Air, air dapat diklasifikasikan menjadi:

1. Kelas Satu, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk air baku air minum, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut;

2. Kelas Dua, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk prasarana/ sarana rekreasi air, pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertamanan, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut;

3. Kelas Tiga, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertamanan, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut;

4. Kelas Empat, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk mengairi pertamanan dan peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut.

1.5.4. Pencemaran Air Sungai

Pencemaran air sungai yaitu masuk atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan atau komponen lain ke dalam air oleh kegiatan manusia sehingga kualitas

(12)

12

air menurun sampai ketingkat tertentu yang menyebabkan tidak lagi berfungsi sesuai dengan peruntukannya (Effendi, 2003). Sumber pencemaran air terbagi dalam dua kategori sumber pencemaran, yaitu point source/sumber tertentu, dan non point source/sumber tersebar. Sumper pencemar point source misanya knalpot mobil, cerobong asap pabrik, dan saluran limbah industri. Sumber pencemar point source ini bersifat lokal dan volumenya relatif tetap. Sumber pencemar non point source dapat berupa point source dengan jumah yang sangat banyak, misalnya limpasan dari dari daerah pertanian, limpasan dari daerah permukiman, dan dari daerah perkotaan.

Sumber pencemar dapat pula dibedakan menjadi sumber domestik dan sumber non domestik. Sumber domestik dapat berasal dari perkampungan, kota, pasar, jalan, terminal, rumah sakit, dan sebagainya. Sedangkan non domestik dapat berasal dari pabrik, industri, pertanian, peternakan, perikanan, transportasi, dan sumber-sumber lainnya. Limbah domestik adalah semua buangan yang berasal dari kamar mandi, kakus, dapur, tempat cuci pakaian, cuci peralatan rumah tangga, apotek, rumah sakit, rumah makan, dan sebagainya yang secara kuantitatif limbah tadi terdiri atas zat organik berupa padat atau cair, bahan berbahaya, dan beracun (B3), garam terlarut, lemak, dan bakteri terutama golongan fekal coli, jasad patogen, dan parasit.

Sumber pencemar lainnya adalah limbah non domestik yang sangat bervariasi, terlebih untuk limbah industri. Limbah pertanian terdiri atas bahan padat bekas tanaman yang bersifat organis, bahan pemberantas hama dan penyakit (pestisida), bahan pupuk yang mengandung nitrogen, fosfor, sulfur, mineral, dan sebagainya (Sastrawijaya, 2009).

Indikator pencemaran yang terjadi di badan sungai dapat dibedakan berdasarkan segi kualitatif dan kuantitasnya. Berdasarkan kualitatif, indikator pencemaran dapat dilihat berdasarkan (Wardhana, 2001):

(13)

13 1. Adanya perubahan suhu air.

Perubahan suhu air disebabkan dari limbah industri yang menggunakan air dalam proses pendinginan dan kemudian air tersebut dibuang ke badan sungai. Akibat dri kegiatan industri tersebut, suhu air sungai akan meningkat dan dapat mengganggu kehidupan hewan air dan organisme lainnya karena kadar oksigen terlarut dalam air akan menurun bersamaan dengan kenaikan suhu.

2. Perubahan pH.

Kehidupan dalam air akan berjalan normal ketika pH air berkisar antara 6,5 – 7,5. Air yang mempunyai pH lebih kecil dari pH normal akan bersifat asam, dan apabila diatas pH normal maka air akan bersifat basa. pH air tersebut dapat berubah akibat dari limbah-limbah yang masuk kebadan air.

3. Perubahan warna, bau, rasa air.

Air akan berubah warna apabila mendapat bahan tambahan yang berasal dari limbah. Air normal biasanya tidak berwarna dan bersih sehingga tampak bening dan jernih. Bau yang keluar dari air disebabkan limbah yang masuk ke badan air atau disebabkan oleh degradasi bahan buangan oleh mikroba yang hidup di dalam air.

4. Timbulnya endapan, koloidal, bahan terlarut.

Endapan dan koloidal serta bahan terlarut biasanya disebabkan oleh bahan buangan industri yang berbentuk padat. Bahan buangan itu tidak dapat larut sempurna dan kemudian mengendap di dasar sungai, dan yang dapat larut sebagian akan menjad koloidal. Endapan sebelum sampai ke dasar sungai akan melayang di dalam air bersama-sama koloidal. Endapan dan koloidal yang melayang di dalam air akan menghalangi masuknya inar matahari ke dalam lapisan air, sehingga proses fotosistesis tidak berlangsung sempurna, maka kehidupan mikroorganisme yang membutuhkan oksigen akan terganggu.

5. Adanya mikroorganisme.

Mikroorganisme berperan penting dalam mendegradasi bahan buangan dari limbah, apabila bahan buangan yang didegradasi cukup banyak, maka

(14)

14

mikroorganisme akan ikut berkembangbiak dan mikroba patogen juga ikut berkembangbiak. Mikroba patogen adalah penyebab timbulnya berbagai penyakit.

6. Meningkatnya radioaktivitas air lingkungan

Radioaktivitas air lingkungan berasal dari limbah yang menggunakan tenaga nuklir. Radioaktivitas dapat menyebabkan berbagai macam kerusakan biologis apabila tidak ditangani dengan benar.

Secara kuantitatif, pencemaran badan air dapat diketahui dari penelitian langsung dilapangan dan diuji secara laboratorium. Hasil dari lapangan tersebut kemudian dicocokkan dengan baku mutu air di daerah tersebut.

1.5.5. Status Mutu Air

Status mutu air adalah tingkat kondisi mutu air yang menunjukkan kondisi cemar atau kondisi baik pada suatu sumber air dalam waktu tertentu dengan membandingkan dengan baku utu air yang ditetapkan (KEPMEN LH No. 115 Tahun 2003).

Penentuan status mutu air dapat dilakukan dengan dua metode, yakni Metode STORET dan Metode Indeks Pencemaran. Metode STORET adalah membandingkan antara data kualitas air dengan baku mutu air yang disesuaikan dengan peruntukannya guna menentukan status mutu air. Prosedur penggunaan metode ini adalah:

1. Mengumpulkan data kualitas air dan debit air secara periodik sehingga membentuk data time series.

2. Membandingkan data hasil pengukuran dari masing-masing parameter air dengan nilai baku mutu yang sesuai.

3. Jika hasil memenuhi nilai baku mutu air, maka diberi skor 0.

(15)

15

Tabel 1.1. Penentuan sistem nilai untuk menentukan status mutu air

Jumlah Contoh Nilai Parameter

Fisika Kimia Biologi

< 10 Maksimum -1 -2 -3 Minimum -1 -2 -3 Rata-rata -3 -6 -9 < 10 Maksimum -2 -4 -6 Minimum -2 -4 -6 Rata-rata -6 -12 -18

5. Jumlah negatif dari seluruh parameter dihitung dan ditentukan status mutunya dari jumlah skor yang didapat dengan menggunakan sistem nilai.

6. Hasil tersebut kemudian dimasukkan kedalammklasifikasi yang telah ditentukan.

Kelas A : baik sekali, skor = 0 memenuhi baku mutu Kelas B : baik, skor = -1 s/d -10 cemar ringan

Kelas C : sedang, skor = -11 s/d -30 cemar sedang Kelas D : buruk, skor ≥ -31 cemar berat

Metode Indeks Pencemaran digunakan untuk menentukan tingkat pencemaran relatif terhadap parameter kualitas air yang diizinkan. Indeks Pencemaran ditentukan untuk suatu peruntukan, kemudian dapat dikembangkan untuk beberapa peruntukan bagi seluruh bagian badan air atau sebagian dari suatu sungai.

1. Pilih parameter-parameter yang jika harga parameter rendah maka kualitas air akan membaik.

2. Pilih konsentrasi parameter baku mutu yang tidak memiliki rentang.

3. Hitung harga Ci/Lij untuk tiap parameter pada setiap lokasi pengambilan cuplikan

(16)

16

4. a.) Jika nilai konsentrasi parameter yang menurun menyatakan tingkat pencemaran meningkat, misal DO. Tentukan nilai teoritik atau nilai maksimum Cim (misal untuk DO, maka Cim merupakan nilai DO jenuh). Dalam kasus ini nilai Ci/Lij hasil pengukuran digantikan oleh nilai Ci/Lij hasil perhitungan, yaitu :

(Ci/Lij)baru =Cim − Ci (hasil pengukuran) Cim − Lij

b.) Jika nilai baku Lij memiliki rentang - untuk Ci < Lij rata-rata

(Ci/Lij)baru = [Ci − Lij rata − rata] { Lij minumum − Lij rata − rata}

- untuk Ci > Lij rata-rata

(Ci/Lij)baru = [Ci − Lij rata − rata]

{ Lij maksimum − Lij rata − rata}

c.) Keraguan timbul jika dua nilai (Ci/Lij) berdekatan dengan nilai acuan 1,0, misal C1/L1j = 0,9 dan C2/L2j = 1,1 atau perbedaan yang sangat besar, misal C3/L3j = 5,0 dan C4/L4j = 10,0. Dalam contoh ini tingkat kerusakan badan air sulit ditentukan. Cara untuk mengatasi kesulitan ini adalah :

(1) Penggunaan nilai (Ci/Lij)hasil pengukuran kalau nilai ini lebih kecil dari 1,0.

(2) Penggunaan nilai (Ci/Lij)baru jika nilai (Ci/Lij)hasil pengukuran lebih besar dari 1,0.

(Ci/Lij)baru = 1,0 + P.log(Ci/Lij)hasil pengukuran

P adalah konstanta dan nilainya ditentukan dengan bebas dan disesuaikan dengan hasil pengamatan lingkungan dan atau

(17)

17

persyaratan yang dikehendaki untuk suatu peruntukan (biasanya digunakan nilai 5).

5. Tentukan nilai rata-rata dan nilai maksimum dari keseluruhan Ci/Lij ((Ci/Lij)R dan (Ci/Lij)M).

6. Tentukan harga Pij

PIj =[ ((Ci/Lij)2+(Ci/Lij)2R) / 2] 0,5

1.5.6. Daya Tampung Beban Pencemaran

Daya tampung beban pencemaran adalah kemampuan air pada suatu sumber air, untuk menerima masukan beban pencemaran tanpa mengakibatkan air tersebut menjadi cemar (KEPMENLH No. 110 Tahun 2003). Limbah yang masuk ke badan sungai dapat menyebabkan pencemaran sehingga konsentrasi oksigen berkurang. Berkurangnya konsentrasi oksigen menyebabkan makhluk hidup yang terdapat di perairan tersebut mati dan tidak dapat mengurai zat-zat yang menyebabkan pencemaran tersebut.

Metode dalam perhitungan daya tampung beban pencemaran dalam kepmen tersebut ada tiga, yakni Metode Neraca Massa, Metode Streeter-Phelps, dan Metoda QUAL2E. Metode pertama, ykni Metode Neraca Massa adalah model matematika yang menggunakan perhitungan neraca massa dapat digunakan untuk menentukan konsentrasi rata-rata aliran hilir (down stream) yang berasal dari sumber pencemar point sources dan non point sources, perhitungan ini dapat pula dipakai untuk menentukan persentase perubahan laju alir atau beban polutan. Jika beberapa aliran bertemu menghasilkan aliran akhir, atau jika kuantitas air dan massa konstituen dihitung secara terpisah, maka perlu dilakukan analisis neraca massa untuk menentukan kualitas aliran akhir dengan perhitungan

𝐶𝑅 =Σ Ci Qi

Σ Qi =

Σ Mi

(18)

18

dimana CR : konsentrasi rata-rata konstituen untuk aliran gabungan Ci : konsentrasi konstituen pada aliran ke-i

Qi : laju alir aliran ke-i

Mi : massa konstituen pada aliran ke-i

Metode kedua adalah Metode Steeter-Phelps dimana metode ini mempertimbangkan BOD pada air untuk mengukur terjadinya pencemaran pada badan air. Pemodelan Streeter dan Phelps hanya terbatas pada dua fenomena yaitu proses pengurangan oksigen terlarut (deoksigenasi) akibat aktivitas bakteri dalam mendegradasikan bahan organik yang ada dalam air dan proses peningkatan oksigen terlarut (reaerasi) yang disebabkan turbulensi yang terjadi pada aliran sungai.

Metode ketiga adalah Metode QUAL2E dimana metode ini merupakan program pemodelan kualitas air sungai yang sangat komprehensif dan yang paling banyak digunakan saat ini. QUAL2E dikembangkan oleh US Environmental Protecion Agency. Tujuan penggunaan suatu pemodelan adalah menyederhanakan suatu kejadian agar dapat diketahui kelakuan kejadian tersebut. Pada QUAL2E ini dapat diketahui kondisi sepanjang sungai (DO dan BOD), dengan begitu dapat dilakukan tindakan selanjutnya seperti industri yang ada disepanjang sungai hanya diperbolehkan membuang limbahnya pada beban tertentu. Manfaat yang dapat diambil dari pemodelan QUAL2E adalah :

1. Mengetahui karakteristik sungai yang akan dimodelkan dengan membandingkan data yang telah diambil langsung dari sungai tersebut. 2. Mengetahui kelakuan aliran sepanjang sungai bila terdapat penambahan

beban dari sumber-sumber pencemar baik yang tidak terdeteksi maupun yang terdeteksi,

3. Dapat memperkirakan pada beban berapa limbah suatu industri dapat dibuang ke sungai tersebut agar tidak membahayakan makhluk lainnya sesuai baku mutu minimum.

(19)

19 1.5.7. Penelitian Sebelumnya

Beberapa penelitian terkait dengan daya tampung beban pencemaran air sungai yang pernah dilakukan sebelumnya disajikan dalam Tabel 1.1. Tabel tersebut menjelaskan beberapa penelitian mengenai daya tampung beban pencemaran air sungai. Penelitian yang dilakukan oleh Widyastuti dan Marfai (2004) yang berjudul “Kajian Daya Tampung Sungai Gajahwong Terhadap Beban Pencemaran” memiliki tujuan penelitian untuk mengetahui kualitas air Sungai Gajah Wong; mengidentifikasi sumber pencemaran potensial yang mencemari Sungai Gajahwong; serta mengevaluasi daya tampung air sungai terhadap beban pencemaran. Penelitian tersebut menggunakan data primer dan sekunder meliputi data debit sungai, sampel air sungai, dan lain-lain. Metode yang digunakan untuk mengolah data adalah Metode Neraca Massa. Penelitian tersebut menyimpulkan bahwa daya tampung beban pencemaran di hulu masih baik hingga tengah, dan buruk pada bagian hilir; pemanfaatan penggunaan lahan sebagai representasi dan aktivitas manusia merupakan penghasil limbah yang selanjutnya berpengaruh terhadap kualitas air Sungai Gajahwong; sumber pencemar Sungai Gajahwong bagian hulu berasal dari rumah tangga, pertanian, dan jasa. Sedangkan bagian berasal dari pertanian dan pemukiman, dan bagian hilir berasal dari peukiman, jasa, dan industri

(20)

20

Tabel 1.2. Penelitian Sebelumnya

Penulis Judul Tujuan Metode Hasil Penelitian

M. Widyastuti dan Muh. Aris Marfai Tahun 2004 (Penelitian) Kajian Daya Tampung Sungai Gajahwong Terhadap Beban Pencemaran

1.Mengetahui kualitas air Sungai Gajahwong. 2.Mengidentifikasi sumber

pencemaran potensial yang mencemari Sungai

Gajahwong. 3.Mengevaluasi daya

tampung air sungai terhadap beban pencemaran.

Menggunakan data primer seperti debit aliran sungai, sampel air sungai, dan identifikasi sumber pencemar. Data sekunder yang digunakan seperti peta RBI, peta

Geologi, data penggunaan lahan, dll. Teknis analisis yang digunakan adalah Metode Neraca Massa

1.Sesuai baku mutu lingkungan daerah, daya tampung beban pencemaran di bagian hulu masih sangat baik, pada daerah tengah masih baik, dan semakin ke bagian hilir semakin buruk.

2.Pemanfaatan penggunaan lahan sebagai representasi dari aktivitas manusia, merupakan penghasil limbah yang selanjutnya berpengaruh terhadap kualitas air Sungai Gajahwong.

3.Sumber pencemar Sungai Gajahwong bagian hulu berasal dari rumah tangga, pertanian, dan jasa. Pada bagian tengah berasal dari pertanian dan pemukiman. Sedangkan bagian hilir berasal dari permukiman, jasa, dan industri.

Evi Maria Kusuma Tahun 2005 (Skripsi) Kajian Perubahan Kualitas Air Sungai Code Setelah Melewati Kawasan Perkotaan Tahun 2005 Untuk mengetahui karakteristik kualitas air Sungai Code sebelum melewati kawasan perkotaan, di daerah perbatasan, di kawasan perkotaan dan setelah melewati kawasan perkotaan

Metode yang digunakan adalah Purposive Sampling

dengan memperhatikan batasan kawasan perkotaan yang ditandai dengan lahan terbangun dan lahan terbuka. Analisis data dengan cara membandingkan dengan baku mutu air. Data ditampilkan dalam bentuk grafik, dan peta.

1.Kualitas air sebelum memasuki kawasan perkotaan memiliki nilai yang sama dengan baku mutu kecuali parameter padatan tersuspensi dan kekeruhan.

2.Parameter yang tidak sesuai dengan baku mutu pada kawasan perbatasan sebelum kasawan perkotaan adalah padatan tersuspensi, kekeruhan, Fe total, Mangan, dan DO. 3.Hampir semua parameter pada kawasan perkotaan tidak

sesuai dengan baku mutu serta bau yang menyengat.

4.Parameter yang tidak sesuai dengan baku mutu pada kawasan perbatasan setelah kawasan perotaan adalah padatan

tersuspensi dan kekeruhan. Govinda Arundhati Tahun 2005 (Skripsi) Pengaruh Limbah Domestik Kota Palangkaraya Terhadap Kualitas Air Sungai Kahayan Guna Peruntukan Air Minum

1.Mengkaji kualitas fisik, kimia, dan biologi air sungai.

2.Menganalisis kualitas air di bagian hulu (sebelum pemukiman), tengah (pemukiman), dan hilir (sesudah pemukiman).

Metode pengambilan sampel menggunakan Purposive Sampling, dengan

mempertimbangkan perbedaan penggunaan lahan yang diperkirakan dapat memberikan pengaruh terhadap perbedaan kualitas air. Pengambilan sampel

1.Parameter yang menunjukkan perbedaan yang signifikan adalah BOD dan COD sedangkan untuk suhu, TDS, DO, pH, NH3+, dan E coli tidak menunjukkan perbedaan yang

signifikan.

2.Limbah domestik yang dibuang ke perairan Sungai Kahayan memberikan kontribusi sebesar 43,29% terhadap penurunan kualitas air dan mengalami penurunan sebesar 22,52% kearah hilir.

(21)

21

Lanjutan Tabel 1.2. Penelitian Sebelumnya

Penulis Judul Tujuan Metode Hasil Penelitian

3. Mengevaluasi kualitas air sebagai bahan baku air minum.

dilakukan pada daerah sebelum pemukiman (hulu), pemukiman (tengah), setelah pemukiman (hilir).

Pengambilan sampel dilakukan sebanyak 3 kali dalam seminggu.

3. Secara spasial kualitas air Sungai Kahayan di daerah hulu (sebelum permukiman) dan daerah hilir (setelah permukiman) mempunyai kualitas yang lebih baik dibandingkan daerah tengah (permukiman) dan menunjukkan kualitas yang cenderung membaik kearah hilir (3300m dari sumber pencemar) meskipun sebagian besar konsentrasi parameter kualitas air yang digunakan dalam analisa melebihi baku mutu air golongan B. Endro Waluyo Tahun 2007 (Thesis) Daya Tampung Beban Pencemaran Sungai Gajahwong

1.Untuk mengetahui dan menghitung daya tampung beban pencemaran Sungai Gajahwong pada bagian hulu, tengah, dan hilir. 2.Untuk mengetahui

faktor-faktor penyebab atau yang mempengaruhi tingkat beban pencemaran di Sungai Gajahwong.

Menggunakan data sekunder dari Bapedalda. Teknis analisis yang digunakan menggunakan Neraca Massa dan Streeter Phelps dan Qual2e

1.Wilayah Kota Yogyakarta merupakan wilayah yang paling berat dibanding Sleman dan Bantul.

2.Faktor yang harus dikendalikan pada hulu dan tengah adalah kegiatan pelayanan kesehatan.

Fatimah 2013 (Skripsi) Studi Daya Tampung Beban Pencemaran Air Sungai Serang, Kulon Progo

1. Mengetahui kualitas air Sungai Serang

2. Mengetahui status mutu air Sungai Serang 3. Mengetahui daya

tampung beban pencemaran air Sungai Serang

Menggunakan data primer dari hasil uji kualitas air. Anaisis status mutu air dihitung menggunakan Metode Indeks Pencemaran. Analisis daya tampung beban pencemaran dihitung

menggunakan Metode Neraca Massa

1. Parameter kualitas air yang telah melebihi baku mutu air kelas II adalah TDS, TSS, DO, Phospat, dan Coli Total. 2. Hasil perhitungan status mutu air Sungai Serang

menunjukkan bahwa air Sungai Serang telah tercemar ringan hingga sedang.

3. Daya tampung beban pencemaran air Sungai Serang berbeda-beda pada tiap parameternya. Parameter yang telah melebihi daya tampung beban pencemarannya adalah TDS, TSS, pH, DO, COD, phospat, dan coli total.

(22)

22

Kusuma (2005) dalam skripsinya yang berjudul “Kajian Perubahan Kualitas Air Sungai Code Setelah Melewati Kawasan Perkotaan Tahun 2005” memiliki tujuan penelitian untuk mengatahui karakteristik kualitas air Sungai Code sebelum melewati kawasan perkotaan, di daerah perbatasan sebelum masuk perkotaan, kawasan perkotaan, perbatasan setelah melewati perkotaan, dan setelah melewati kawasan perkotaan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah Purposive Sampling dengan memperhatikan batasan kawasan perkotaan yang ditandai dengan lahan terbangun dan lahan terbuka. Analisis data dalam penelitian ini dengan cara membandingkan dengan baku mutu airnya, dan data ditampilkan dalam bentuk grafik dan peta. Hasil yang didapat dalam penelitian ini adalah kualitas air sebelum memasuki kawasan perkotaan memiliki nilai yang sama dengan baku mutu kecuali parameter padatan tersuspensi dan kekeruhan; parameter yang tidak sesuai dengan baku mutu pada kawasan perbatasan sebelum kasawan perkotaan adalah padatan tersuspensi, kekeruhan, Fe total, Mangan, dan DO; hampir semua parameter pada kawasan perkotaan tidak sesuai dengan baku mutu serta bau yang menyengat; parameter yang tidak sesuai dengan baku mutu pada kawasan perbatasan setelah kawasan perotaan adalah padatan tersuspensi dan kekeruhan.

Arundhati (2005) dalam skripsinya yang berjudul “Pengaruh Limbah Domestik Kota Palangkaraya Terhadap Kualitas Air Sungai Kahayan Guna Peruntukan Air Minum” memiliki tujuan penelitian untuk mengkaji kualitas fisik, kimia, dan biologi air sungai; menganalisis kualitas air di bagian hulu (sebelum permukiman), tengah (permukiman) dan hilir (setelah permukiman); serta mengevaluasi kualitas air sebagai air baku air minum. Penelitian ini menggunakan Metode Purposive Sampling, dengan mempertimbangkan perbedaan penggunaan lahan yang diperkirakan dapat memberikan pengaruh terhadap perbedaan kualitas air. Pengambilan sampel dilakukan pada daerah sebelum pemukiman (hulu),

(23)

23

pemukiman (tengah), setelah pemukiman (hilir). Pengambilan sampel dilakukan sebanyak 3 kali dalam seminggu. Hasil yang didapatkan dari penelitian ini adalah parameter yang menunjukkan perbedaan yang signifikan adalah BOD dan COD sedangkan untuk suhu, TDS, DO, pH, NH3+, dan E coli tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan; limbah domestik yang dibuang ke perairan Sungai Kahayan memberikan kontribusi sebesar 43,29% terhadap penurunan kualitas air dan mengalami penurunan sebesar 22,52% kearah hilir; secara spasial kualitas air Sungai Kahayan di daerah hulu (sebelum permukiman) dan daerah hilir (setelah permukiman) mempunyai kualitas yang lebih baik dibandingkan daerah tengah (permukiman) dan menunjukkan kualitas yang cenderung membaik kearah hilir (3300m dari sumber pencemar) meskipun sebagian besar konsentrasi parameter kualitas air yang digunakan dalam analisa melebihi baku mutu air golongan B.

Waluyo (2007) dalam thesisnya yang berjudul “Daya Tampung Beban Pencemaran Sungai Gajahwong” memiliki tujuan penelitian untuk mengetahui dan menghitung daya tampung beban pencemaran Sungai Gajahwong bagian hulu, tengah, dan hilir, dan untuk mengetahui faktor penyebab tingkat beban pencemaran di Sungai Gajahwong. Penelitian tersebut menggunakan data-data sekunder untuk dianalisis, sedangkan teknik analisis yang digunakan adalah menggunakan Metode Neraca Massa, Streeter Phelps, dan Qual2e. Hasil dari penelitian tersebut diketahui bahwa wilayah Kota Yogyakarta merupakan wilayah yang paling berat pencemarannya dibanding Bantul dan Sleman, dan faktor yang harus dikendalikan pada hulu dan tengah adalah kegiatan pelayanan kesehatan.

(24)

24 1.6. Kerangka Pemikiran

Kegiatan manusia baik kegiatan domestik, pertanian, industri, serta pelayanan dan jasa pasti menghasilkan limbah (Gambar 1.1.). Limbah tersebut ada yang diproses terlebih dahulu, dan adapula yang dibuang langsung ke sungai. Limbah yang masuk ke dalam sungai tersebut dapat mempengaruhi kualitas airnya dan dapat menyebabkan status mutu air sungai menjadi tercemar apabila kualitas air sungai melebihi baku mutu airnya. Limbah yang dibuang tersebut dapat pula melebihi daya tampung beban pencemaran airnya apabila tidak diatasi oleh pihak-pihak yang berwenang.

Gambar 1. 1. Kerangka Pemikiran Aktivitas Manusia

Perumahan Pertanian Industri Pelayanan dan Jasa

Limbah

Kualitas Air Sungai

Daya Tampung Beban Pencemaran Air Sungai

Debit Air Sungai

Status Mutu Air Sungai

Baku Mutu Air

(25)

25

Daya tampung beban pencemaran air sungai dipengaruhi oleh debit air dan parameter-parameter yang terkandung dalam air sungai tersebut. Daya tampung beban pencemaran akan baik apabila limbah yang masuk ke sungai dari hulu hingga hilir masih berada dibawah baku mutu, apabila daya tampung beban pencemaran air dari hulu telah melebihi batas, maka limbah yang masuk di bagian tengah dan hilir DAS tidak boleh masuk ke badan sungai lagi, dan air sungai tidak dapat digunakan sebagaimana mestinya.

1.7. Hipotesis

Berdasarkan latar belakang penelitian, diketahui bahwa permaslahan DAS Serang yang diakibatkan oleh banyaknya kegiatan seperti pertanian irigasi dibagian hulu, adanya perumahan di sempadan sungai yang tidak sesuai dengan Rencana Tata Ruang dan Tata Wilayah yang seharusnya dipatuhi, adanya limbah merkuri dari hasil pertambangan emas baik skala kecil maupun besar, terdapat pelabuhan perikanan Tanjung Adikarto, adanya penambangan pasir besi dan industri baja, adanya kawasan industri Sentolo, serta adanya penggelontoran limbah dibagian kota.

Peraturan Daerah Kabupaten Kulon Progo No 16 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah Tahun 2005-2025, menyebutkan bahwa aksesbilitas, kualitas, serta cakupan pelayanan sarana dan prasarana sumberdaya air Kulon Progo masih rendah untuk memenuhi kebutuhan air sehari-hari tersebut menyebabkan kondisi DAS Serang menjadi kritis. Permasalahan-permasalahan yang terjadi tersebut dapat disimpulkan bahwa:

1. Kualitas air Sungai Serang buruk

2. Beban pencemaran air Sungai Serang telah melampaui daya tampungnya. 3. Terjadi pencemaran air sungai pada Sungai Serang.

(26)

26 1.8. Batasan Operasional

Sungai adalah torehan di permukaan bumi yang merupakan penampung dan penyalur alamiah aliran air dan material yan dibawanya dari bagian hulu kebagian hilir suatu daerah pengaliran ke tempat yang lebih rendah dan akhirnya bermuara ke laut (Soewarno, 1991).

Kualitas air adalah sifat air dan kandungan makhluk hidup, zat, energi atau komponen lain dalam air (Effendi, 2003).

Baku mutu air adalah ukuran batas atau kadar makhluk hidup, zat energi, atau komponen yang ada atau harus ada atau unsur pencemar yang ditenggang keberadaannya di dalam air (PP No 82 Tahun 2001).

Pencemaran adalah masuk atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan atau komponen lain ke dalam air oleh kegiatan manusia sehingga kualitas air menurun sampai ketingkat tertentu yang menyebabkan tidak lagi berfungsi sesuai dengan peruntukannya (Effendi, 2003).

Daya tampung beban pencemaran adalah kemampuan air pada suatu sumber air, untuk menerima masukan beban pencemaran tanpa mengakibatkan air tersebut menjadi cemar (PP No 82 Tahun 2001).

Status mutu air adalah tingkat kondisi mutu air yang menunjukkan kondisi cemar atau kondisi baik pada suatu sumber air dalam waktu tertentu dengan membandingkan dengan baku mutu air yang ditetapkan (KEPMENLH No. 115 Tahun 2003)

Gambar

Tabel 1.1. Penentuan sistem nilai untuk menentukan status mutu air
Tabel 1.2.  Penelitian Sebelumnya
Gambar 1. 1. Kerangka Pemikiran Aktivitas Manusia

Referensi

Dokumen terkait

merupakan hal yang penting dan oleh karena itu segala kegiatannya akan ditopang, dibimbing dan dibangkitkan oleh kesadaran itu sendiri. Guru adalah seorang fasilitator

Teknik pembiusan dengan penyuntikkan obat yang dapat menyebabkan pasien mengantuk, tetapi masih memiliki respon normal terhadap rangsangan verbal dan tetap dapat mempertahankan

 neoplasma menyebabkan nyeri karena ter!adinya tekanan atau kerusakan !aringan  neoplasma menyebabkan nyeri karena ter!adinya tekanan atau kerusakan !aringan yang mengandung

disampaikan guru, dan diskusi, siswa dapat mempraktikkan gerak spesifik menahan (menggunakan kaki bagian dalam, dan kaki bagian luar) pada permainan sepak bola

Untuk mengetahui perbandingan efektifitas kombinasi antara meniran dan jombang lebih baik dalam mengurangi reaksi peradangan secara makroskopis dan menekan

Parameter yang  diamati  meliputi logam  berat (Hg, Pb,  Cd, dan  Cu), kualitas air  (suhu, kecerahan, pH,  DO, BOD,  dan  COD),  serta  unsur  hara 

Penelitian ini dapat ditarik kesimpulan yaitu ada beberapa faktor yang mempengaruhi kemampuan berbicara dan sikap moral yang dimiliki siswa,yaitu lingkungan

Pengaruh biaya kualitas terhadap laba bersih di PT PINDAD (Persero ) di Divisi Tempa dan Cor dalam kurun waktu tahun 2002 sampai dengan 2009 adalah sebesar 78%, artinya