BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Klasifikasi Ikan Cupang
Ikan cupang (Ctenops vittatus) merupakan anggota dari famili Anabantidae yang mempunyai labirin. Labirin merupakan alat pernafasan tambahan pada ikan.
Klasifikasi ikan cupang menurut Saanin (1968, 1984): Phylum : Chordata
Classis : Pisces Ordo : Labyrinthici Familia : Anabantidae Genus : Ctenops
Species : Ctenops vittatus 2.2. Morfologi Ikan Cupang
Ikan cupang jantan berwarna lebih cerah, siripnya terlihat mengembang dengan indah dan bentuk tubuh lebih panjang dan ramping, sedangkan cupang betina warna tubuh cenderung pucat, sirip tidak selebar cupang jantan, dan bentuk tubuh pendek dan gemuk (Atmadjaja, 2009).
Ciri-ciri khusus ikan cupang jika dilihat dari beberapa bagian tubuhnya antara lain, bentuk badan memanjang dan agak gepeng dengan warna beraneka ragam, sirip punggung lebar dan terentang hingga ke belakang dengan warna coklat kemerah-merahan dan dihiasi garis berwarna-warni, sirip ekor berbentuk agak bulat dan berwarna dasar seperti badannya, sirip perut panjang mengumbai dan sirip anal berwarna hijau kebiru-biruan. Ikan cupang memiliki panjang tubuh dapat mencapai 5-9 cm, sedangkan ikan cupang betina ukurannya lebih pendek (Sudradjat, 2003). Ikan cupang memiliki sirip perut berukuran kecil yang terletak di bawah sirip dada, memiliki 1 jari keras dan 5 jari lunak, dan dari 5 jari-jari lunak tersebut, salah satunya berukuran lebih panjang dari yang lainnya. Ikan cupang juga memiliki sirip punggung berjari-jari keras 2-4. Bagian yang lemah dari sirip punggung, sirip dubur, dan sirip ekor memanjang. Hidung lebih pendek daripada matanya (Saanin, 1984).
cupang dapat mengambil dan menyimpan oksigen lebih banyak. Oleh sebab itu, ikan cupang mampu hidup di perairan yang relatif tenang dan sedikit oksigen. Perairan yang tenang cenderung memiliki kadar oksigen terlarut yang sedikit karena airnya tidak mengalir. Air yang mengalir cenderung mudah terpecah bagian permukaannya sehingga oksigen udara dapat dengan mudah masuk ke badan air (Atmadjaja, 2009).
Gambar 2.1. Ikan Cupang 2.3. Habitat Ikan Cupang
oksigen terlarut dalam air untuk media pemeliharaan ikan cupang yaitu di atas 5 mg/L (Arman, 2001).
2.4. Pakan Alami
Sejumlah besar organisme membutuhkan penyediaan materi dan energi yang berasal dari molekul organik yang dimakannya. Ikan dapat tumbuh jika memperoleh makanan dalam jumlah yang cukup dan gizi yang seimbang (Mudjiman, 2004). Dalam kenyataan sehari-hari terdapat 2 golongan pakan ikan, yaitu pakan alami dan pakan buatan. Pakan buatan merupakan makanan ikan yang dibuat dari campuran bahan-bahan alami atau bahan olahan yang selanjutnya dilakukan proses pengolahan serta dibuat dalam bentuk tertentu, sedangkan pakan alami adalah pakan makanan ikan yang tumbuh di alam tanpa campur tangan manusia secara langsung (Djarijah, 1995). Makanan alami ikan terdiri dari organisme renik berukuran mikro dan organisme makro yang sangat jelas bila dilihat secara kasat mata (Mudjiman, 2004).
setelah dibiarkan beberapa hari muncul jentik-jentik nyamuk yang siap diberikan untuk ikan cupang. Penggunaan jentik nyamuk sebagai pakan ikan cupang dapat mengurangi populasi nyamuk sehingga bisa dikatakan sebagai upaya pencegahan penyakit demam berdarah maupun malaria yang dapat menjangkit siapa saja dan kapan saja. Kutu air biasanya mudah diperoleh di selokan atau di got. Untuk menjaga kualitas kutu air agar tidak mudah bau dan membusuk dapat dilakukan dengan cara menyimpannya di dalam freezer. Sebelum diberikan untuk ikan cupang, kutu air yang telah beku dibiarkan dahulu diruang terbuka agar pada saat akan diberikan sudah dalam keadaan tidak beku dan tidak terlalu dingin.
2.5. Cacing Tubifex sp.
Dalam ilmu taksonomi hewan, cacing Tubifex sp. digolongkan dalam kelompok Nematoda. Cacing Tubifex sp. dijuluki sebagai cacing sutra karena memiliki tubuh yang lunak dan sangat lembut seperti halnya sutra (Khairuman et al., 2008).
Klasifikasi cacing Tubifex sp. menurut Chumaidi et al. (1991) yaitu: Phylum : Annelida
Classis : Oligochaeta
Ordo : Haplotanida Familia : Tubificidae
Genus : Tubifex Species : Tubifex sp.
memiliki warna tubuh yang dominan kemerah-merahan. Ukuran tubuhnya kecil dan ramping dan memiliki panjang sekitar 1-2 cm, dan sangat senang hidup berkelompok atau bergerombol. Habitat dan penyebaran cacing Tubifex sp. umumnya berada di daerah tropis dan hidup di dasar perairan yang banyak mengandung bahan-bahan organik terlarut yang merupakan suplai makanan terbesar bagi cacing Tubifex sp. itu sendiri. Selain itu, cacing Tubifex sp. juga senang membenamkan kepalanya untuk mencari makanan, serta ekornya yang mengarah ke permukaan air berfungsi untuk bernafas (Khairuman et al., 2008). Cacing Tubifex sp. memiliki saluran pencernaan yang berakhir pada anus yang terletak di sub-terminal, sedangkan mulutnya berupa celah kecil yang terletak di daerah terminal (Djarijah, 1995).
2.6. Jentik Nyamuk
Nyamuk merupakan sejenis serangga yang termasuk dalam filum Arthropoda. Ada beberapa jenis nyamuk antara lain jenis Anopheles, Aedes, dan Theobaldia (Mudjiman, 1999).
Klasifikasi nyamuk menurut Sri, S.S (1991) adalah: Phylum : Arthropoda
Classis : Insekta Sub classis : Pterygota Ordo : Diptera Familia : Culicidae
Gambar 2.3. Jentik Nyamuk 2.7. Kutu Air
Kutu air merupakan udang-udangan yang paling primitif dan banyak digunakan sebagai pakan alami untuk ikan hias. Kutu air yang terkenal adalah Daphnia sp. dan Moina sp. Dalam penelitian ini, kutu air yang digunakan sebagai pakan ikan cupang adalah jenis Daphnia sp.
Klasifikasi Daphnia sp. menurut Sachlan (1982) adalah: Phylum : Arthropoda
Classis : Crustacea Sub Classis : Entomostraca Ordo : Phylopoda Sub Ordo : Cladocera Familia : Daphnidae Genus : Daphnia Species : Daphnia sp.
samping. Dinding tubuh bagian punggung membentuk suatu lipatan sehingga menutupi bagian tubuh beserta anggota-anggota tubuh pada kedua sisinya. Bentuk tubuhnya tampak seperti cangkang kerang-kerangan. Cangkang pada bagian belakang membentuk sebuah kantong yang berguna sebagai tempat penampungan dan perkembangan telur. Telur-telur yang dihasilkan induk betina ditampung di dalam kantong telur yang terletak di atas punggung. Moina sp. akan menjadi dewasa dalam waktu 5 hari dari total umurnya yaitu 30 hari, sedangkan Daphnia sp. menjadi dewasa dalam waktu 4 hari dan umur yang dapat dicapai hanya 12 hari (Mudjiman, 2004).
Gambar 2.4. Daphnia sp. 2.8. Pertumbuhan
dibutuhkan oleh ikan. Untuk menghasilkan pertumbuhan, makanan akan diproses terlebih dahulu di dalam tubuh sehingga diperoleh sejumlah energi. Jumlah energi yang digunakan untuk pertumbuhan tergantung pada jenis ikan, umur, kondisi lingkungan, dan komposisi makanan (Mudjiman, 2004). Pertumbuhan dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain faktor genetik, hormon, dan lingkungan. Sebagian besar energi dari makanan digunakan oleh ikan untuk metabolisme basal, dan sisanya digunakan untuk aktivitas, pertumbuhan dan reproduksi (Fujaya, 2004).
2.9. Konversi Pakan
Konversi pakan (Feed Convertion Ratio/FCR) adalah suatu ukuran yang menyatakan rasio jumlah pakan yang dibutuhkan untuk menghasilkan penambahan 1 kg daging ikan (Mudjiman, 2004). Konversi pakan seringkali dijadikan sebagai indikator kinerja teknis dalam mengevaluasi suatu usaha akuakultur.
2.10. Efisiensi Pakan
Efisiensi pakan merupakan jumlah pakan yang masuk dalam sistem pencernaan ikan untuk melangsungkan metabolisme dalam tubuh dan dimanfaatkan untuk pertumbuhan (Listyawati et al., 2005). Pakan yang diberikan pada ikan harus mempunyai rasio energi protein tertentu yang dapat menyediakan energi non protein dalam jumlah yang cukup tinggi sehingga protein digunakan sebagian besar untuk pertumbuhan. Protein sangat diperlukan oleh tubuh ikan baik untuk menghasilkan energi maupun pertumbuhan. Rendahnya efisiensi pakan menyebabkan ikan merombak beberapa jaringan tubuh, untuk mencukupi kebutuhan energi, untuk memelihara kondisi tubuh dan mempertahankan fungsi jaringan tubuh lain yang lebih vital, akibatnya pertumbuhan ikan menjadi terhambat dan dalam kondisi parah dapat menyebabkan kematian (Karya, 1994 dalam Sutrisno, 2008).
2.11. Laju Pertumbuhan Spesifik (Specifik Growth Rate / SGR)
Laju pertumbuhan berhubungan dengan ketepatan antara jumlah pakan yang diberikan dengan kapasitas lambung dan kecepatan pengosongan lambung atau sesuai dengan waktu ikan membutuhkan pakan perlu diperhatikan karena pada saat itu ikan sudah dalam kondisi lapar (Sunarno, 1991 dalam Sari et al., 2009).
sangat perlu diperhatikan (Yurisman et al., 2010). Terjadinya pertumbuhan ikan disebabkan oleh terjadinya perubahan jaringan akibat pembelahan sel sehingga menjadi daging dan tulang yang merupakan bagian terbesar dari tubuh. Banyak faktor yang dapat mempengaruhi kebutuhan energi pada ikan, faktor-faktor tersebut adalah faktor yang dapat menyebabkan stres, meningkatkan aktivitas fisik, atau menurunkan laju pertumbuhan. Faktor-faktor tersebut antara lain tingkat kepadatan ikan, kandungan oksigen, penumpukan feses dan sisa pakan, penanganan yang kurang baik, dan penggunaan pakan yang berkualitas rendah (Afrianto dan Liviawaty, 2005).
2.12. Sintasan
2.13. Kualitas Air
Kualitas air merupakan salah satu faktor penting dalam pertumbuhan ikan. Seperti pemeliharaan ikan hias pada umumnya, kualitas air yang digunakan dalam pemeliharaan ikan cupang harus disesuaikan dengan syarat hidupnya sehingga pertumbuhan dan perkembangannya akan berjalan secara optimal.
2.13.1. Suhu
Proses metabolisme di perairan, salah satunya dipengaruhi oleh suhu. Setiap jenis ikan membutuhkan suhu yang optimal untuk pertumbuhannya. Kisaran suhu air yang ideal untuk pemeliharaan ikan cupang agar mendapatkan pertumbuhan dan perkembangan yang optimal berkisar antara 24-30 ºC (Sunari, 2008).
2.13.2. pH
diantaranya yaitu tidak memiliki nafsu makan, cara berenangnya tidak stabil, dan pertumbuhannya menjadi terhambat.
2.13.3. Kadar Oksigen Terlarut