• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menyebutnya sebagai Red Belly Pacu karena bagian perutnya yang berwarna

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menyebutnya sebagai Red Belly Pacu karena bagian perutnya yang berwarna"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

2.1 Biologi Ikan Bawal (Colossoma macropomum)

Ikan bawal (Colossoma macropomum) berasal dari negeri Samba, Brazil. Di Negara asalnya ikan ini disebut Tambaqui. Di Amerika dan Inggris orang menyebutnya sebagai Red Belly Pacu karena bagian perutnya yang berwarna kemerahan, sedangkan di Peru disebut Gamitama dan di Venezuela disebut Cachama (Arie, 2006). Ikan bawal air tawar diintroduksi ke Indonesia oleh PT. Cipta Mina Sentosa, Jakarta pada tahun 1986. Pada mulanya ikan ini diperdagangkan sebagai ikan hias, namun karena pertumbuhannya cepat, dagingnya enak dan dapat mencapai ukuran besar, maka masyarakat menjadikan ikan tersebut sebagai ikan konsumsi (Susanto, 2008).

Menurut Saanin (1968, 1984) klasifikasi ikan bawal air tawar sebagai berikut: Phylum : Chordata Classis : Actinopterygii Ordo : Characiformes Familia : Charasidae Genus : Colossoma

(2)

Gambar 2.1. Ikan bawal

Ikan bawal memiliki tubuh dari arah samping tampak membulat (oval) dengan perbandingan antara panjang dan tinggi 2 : 1. Bila dipotong secara vertikal, ikan bawal memiliki bentuk tubuh pipih (compressed) dengan perbandingan antara tinggi dan lebar tubuh 4 : 1. Sisik ikan bawal berbentuk ctenoid, bagian sisik belakang menutupi sisik bagian depan. Warna tubuh bagian atas abu-abu gelap, sedangkan bagian bawah berwarna putih. Tubuh bagian ventral dan sekitar sirip dada ikan bawal muda berwarna merah. Warna merah ini akan memudar seiring dengan pertambahan umur dan perkembangan fisik. Warna merah ini merupakan ciri khusus ikan bawal (Arie, 2006).

Ikan bawal memiliki lima sirip, yaitu sirip punggung, sirip dada, sirip perut, sirip anus, dan sirip ekor. Sirip punggung tinggi kecil dengan sebuah jari-jari agak keras, tetapi tidak tajam, sedangkan jari-jari-jari-jari lainnya lemah. Berbeda dengan sirip punggung bawal laut yang agak panjang, letak sirip ini pada bawal air tawar agak ke belakang. Sirip dada, sirip perut dan sirip anus kecil dengan jari-jari lemah. Demikian pula dengan sirip ekor, jari-jari-jari-jarinya lemah, tetapi berbentuk cagak (Arie, 2006).

(3)

Ikan bawal memiliki beberapa keistimewaan antara lain pertumbuhannya yang cukup cepat, nafsu makannya yang tinggi, dan memiliki ketahanan tubuh yang baik dalam lingkungan yang kurang baik. Selain itu, ikan ini memiliki rasa daging yang cukup enak dan gurih sehingga merupakan salah satu ikan konsumsi yang banyak diminati oleh masyarakat. Ikan bawal mempunyai toleransi yang besar terhadap lingkungan yang kurang baik dibandingkan dengan ikan air tawar lainnya. Menurut Husen (1985) dalam Sukmaningrum (2009), derajat kelangsungan hidup ikan dapat dibedakan menjadi 3 tingkatan, yaitu kelangsungan hidup di atas 50% tergolong baik, kelangsungan hidup antara 30-50% tergolong sedang, dan di bawah 30% tergolong kurang baik.

2.2 Pertumbuhan Ikan Bawal (Colossoma macropomum)

Pertumbuhan merupakan parameter penting dalam budidaya ikan terutama ikan yang bernilai ekonomis tinggi, karena pertumbuhan akan menentukan besarnya produksi. Menurut Effendi (2002), pertumbuhan didefinisikan sebagai suatu ukuran, dapat berupa panjang atau berat dalam kurun waktu tertentu. Pertumbuhan ikan adalah perubahan ukuran baik berat, panjang, maupun volume tubuh dalam interval waktu tertentu dan setiap spesies mempunyai ciri-ciri yang berlainan (Khairuman & Amri, 2008).

Faktor yang mengontrol pertumbuhan, yaitu kelimpahan pakan, ukuran pakan, tingkat kecernaan, kepadatan ikan, interaksi social, kompetisi, penyebaran patogen dan karakteristik kualitas air (Malis, 2004).

Pertumbuhan ikan juga dipengaruhi oleh kepadatan (padat penebaran) ikan dalam suatu wadah budidaya (Yulianti, 2008). Padat penebaran yang tinggi

(4)

menyebabkan terjadinya persaingan dalam mendapatkan makanan dan ruang gerak, sehingga pertumbuhan ikan menjadi menurun (Wulandari, 2006). Padat penebaran yang baik bagi benih bawal air tawar dalam kolam budidaya adalah 50-100/m2(Yulianti, 2008).

Pertumbuhan ikan bawal, terutama pada stadia benih tergolong cepat, karena nafsu makannya yang besar, tingkat kelangsungan hidupnya cukup tinggi (90%) dan dapat dipelihara dengan padat tebar yang tinggi (Wulandari, 2006). Ikan Bawal dapat mencapai bobot 400-500 g/ekor pada umur 6-7 bulan sejak telur menetas (Arie, 2006).

2.3 Pakan Alami

Pakan adalah nama umum yang digunakan untuk menyebut makanan yang dimanfaatkan atau dimakan hewan termasuk ikan untuk kelangsungan hidup dan pertumbuhan tubuhnya. Pakan yang dimakan ikan berasal dari alam (disebut pakan alami) dan dari buatan manusia (Khairuman dan Amri, 2008). Pakan merupakan sumber energi dan materi bagi pertumbuhan dan kehidupan makhluk hidup. Zat yang terpenting dalam pakan adalah protein. Pakan berkualitas adalah pakan yang kandungan protein, lemak, karbohidrat, mineral, dan vitaminnya seimbang (Mudjiman, 2004).

Pakan alami adalah pakan yang berasal dari alam. Namun dalam perkembangannya, sumber pakan alami tidak hanya berasal dari alam tetapi sumber makanan juga bisa berasal dari budidaya. Pakan alami rata-rata memiliki kandungan protein cukup tinggi (Akhmad, 2002). Pakan alami yang masih hidup bisa disimpan dalam lemari es pada bagian freezer. Kadar air pakan alami harus

(5)

tetap dijaga, jika tidak dibekukan, pakan alami bisa membusuk hingga menurunkan kualitas pakan. Pakan alami hidup untuk ikan bawal contohnya terdiri dari cacing darah (blood worm), cacing sutera (Tubifex), kutu air (Daphnia) dan udang (Ghufran & Kordik, 2010).

2.4 Daphnia sp.

Di alam, genus Daphnia sp. mencakup lebih dari 20 spesies dan hidup pada berbagai perairan tawar terutama di daerah subtropis. Daphnia sp. sebagai hewan air juga dikenal sebagai kutu air. Jenis-jenis kutu air ini mudah dikenali dengan adanya antena pada kedua sisi di kepalanya.

Klasifikasi Daphnia sp. Menurut Sachlan (1982) sebagai berikut: Phylum : Arthropoda Classis : Crustacea Ordo : Phylopoda Famili : Daphnidae Genus : Daphnia Species : Daphnia sp.

Daphnia sp. memiliki ukuran 1-5 mm, bentuk tubuh lonjong, pipih, terdapat ruas-ruas/segmen meskipun ruas ini tidak terlihat. Pada bagian kepala terdapat sebuah mata majemuk dan lima pasang alat tambahan (Mudjiman, 2004). Alat tambahan berupa antena yang pertama disebut antena pertama, yang kedua disebut antena kedua yang mempunyai fungsi utama sebagai alat gerak, tiga pasang yang terakhir adalah bagian-bagian dari mulut. Bagian tubuh Daphnia sp. tertutup oleh cangkang dari khitin yang transparan, mempunyai warna yang

(6)

berbeda-beda tergantung habitatnya. Pada umumnya cara berenang Daphnia sp. tersendat-sendat, tetapi ada beberapa spesies yang tidak bisa berenang dan bergerak dengan merayap karena telah beradaptasi untuk hidup di lumut dan sampah daun-daun yang berasal dari dalam hutan tropik.

Daphnia sp. dapat hidup dalam air yang kandungan oksigen terlarutnya sangat bervariasi yaitu dari hampir nol sampai jenuh. Ketahanan perairan yang miskin oksigen mungkin disebabkan oleh kemampuanya dalam mensintesis haemoglobin. Dalam kenyataannya, laju pembentukan haemoglobin berhubungan dengan kandungan oksigen lingkunganya. Naiknya kandungan haemoglobin dalam darah Daphnia sp., dapat juga diakibatkan oleh naiknya temperatur, atau tingginya kepadatan populasi. Untuk dapat hidup dengan baik Daphnia sp. memerlukan oksigen terlarut yang cukup besar yaitu di atas 3,5 ppm (Djarijah, 1995).

Gambar 2.2. Daphnia sp.

2.5 Cacing Tubifex

Cacing Tubifex sering juga disebut cacing rambut karena bentuk dan ukurannya seperti rambut. Ukuran cacing Tubifex kecil dan ramping, panjang 1-2 cm dan warna tubuh kemerah-merahan. Cacing Tubifex termasuk ke dalam

(7)

Phylum Annelida, tubuhnya beruas-ruas. Cacing ini memiliki saluran pencernaan, mulutnya berupa celah kecil, terletak di daerah terminal. Saluran pencernaannya berakhir pada anus yang terletak di sub-terminal (Djarijah, 1995).

Cacing Tubifex banyak hidup di perairan tawar yang airnya jernih dan sedikit mengalir. Dasar perairan yang disukai adalah berlumpur dan mengandung bahan organik. Makanan utamanya adalah bahan-bahan organik yang telah terurai dan mengendap di dasar perairan. Cacing Tubifex akan membenamkan kepalanya masuk ke dalam lumpur untuk mencari makan. Sementara ujung ekornya akan disemburkan di atas permukaan dasar untuk bernafas. Perairan yang banyak dihuni cacing ini sepintas tampak seperti koloni rumput merah yang melambai-lambai (Djarijah, 1995).

Cacing Tubifex adalah organisme hermaprodit. Pada satu individu organisme ini terdapat 2 alat kelamin. Hasil perkembangbiakannya berupa telur yang dihasilkan oleh cacing yang telah mengalami kematangan seks kelamin betinanya. Telur ini selanjutnya dibuahi oleh cacing lain yang kelamin jantannya telah matang (Djarijah, 1995).

Klasifikasi cacing Tubifex menurut Chumaidi et al. (1991) sebagai berikut:

Phylum : Annelida Classis : Oligochaeta Ordo : Haplotonida Familia : Tubificidae

(8)

Genus : Tubifex Species : Tubifex sp.

Gambar 2.3. Cacing Tubifex sp.

2.6 Artemia salina

Salah satu upaya untuk meningkatkan keberhasilan kelangsungan hidup larva ikan yaitu dengan pengadaan pakan yang tepat berdasarkan mutu, ukuran, jumlah, dan waktu pemberian pakan. Artemia salina memenuhi kriteria sebagai pakan alami untuk larva ikan. Artemia salina mempunyai kandungan protein kasar sekitar 60,63% dan beberapa asam lemak essensial yang penting bagi pertumbuhan dan sintasan spesies marikultur (Chumaidi et al., 1991).

Artemia salina merupakan plankton yang biasa hidup di air. Artemia salina dapat hidup di perairan yang bersalinitas tinggi 60 – 300 ppt dan mempunyai toleransi tinggi terhadap oksigen dalam air. Keistimewaan Artemia salina sebagai plankton adalah memiliki toleransi (kemampuan beradaptasi dan mempertahankan diri) pada kisaran kadar garam yang sangat luas (Djarijah, 1995).

(9)

Klasifikasi Artemia salina menurut Sachlan (1982) adalah : Phylum : Arthropoda

Classis : Crustacea Sub Classis : Branciopoda Ordo : Anostraca Famili : Artemiidae Genus : Artemia Species : Artemia salina

Gambar 2.4. Artemia salina

2.7 Konversi Pakan

Konversi pakan atau (Feed Convertion Ratio/FCR) adalah suatu ukuran yang menyatakan ratio jumlah pakan yang dibutuhkan untuk menghasilkan 1 kg ikan kultur (Mudjiman, 2004). Konversi pakan merupakan perbandingan antara jumlah bobot pakan yang diberikan selama kegiatan budidaya yang dilakukan dengan bobot total ikan pada akhir pemeliharaan ditambah dengan jumlah bobot ikan mati dan dikurangi dengan bobot awal ikan selama pemeliharaan (Fujaya, 2004).

(10)

Besar kecilnya nilai konversi pakan menunjukkan tinggi rendahnya kualitas pakan yang diberikan. Pakan ikan yang berkualitas baik mempunyai nilai konversi pakan yang rendah, sebaliknya pakan yang kurang baik kualitasnya memiliki nilai konversi pakan yang tinggi (Fujaya, 2004).

2.8 Efisiensi Pakan

Pada budidaya ikan, pakan yang diberikan harus mempunyai rasio energi protein tertentu dan dapat menyediakan energi non protein dalam jumlah yang cukup sehingga protein digunakan sebagian besar untuk pertumbuhan. Protein sangat diperlukan oleh tubuh ikan baik untuk menghasilkan tenaga maupun pertumbuhan (Mamora, 2009). Pemanfaatan protein dipengaruhi beberapa faktor antara lain ukuran ikan, umur ikan, kualitas protein, kandungan energi pakan, suhu air, dan pemberian pakan (Karya, 1994 dalam Sutrisno, 2008).

2.9 Laju Pertumbuhan Spesifik (Specifik Growth Rate/ SGR)

Laju pertumbuhan berhubungan dengan ketepatan antara jumlah pakan yang diberikan dengan kapasitas lambung dan kecepatan pengosongan lambung atau sesuai dengan waktu ikan membutuhkan pakan (Afrianto et al. 2005)

Ikan membutuhkan energi untuk pertumbuhan, aktifitas hidup dan perkembangbiakan (Mudjiman, 2004). Pakan berenergi adalah pakan yang mengandung energi yang tinggi. Energi yang tinggi dapat memperbaiki konversi pakan dan pertambahan berat badan ikan. Ikan menggunakan protein sebagai sumber energi yang utama, sedangkan sumber energi kedua yang digunakan adalah lemak kemudian karbohidrat menjadi sumber energi yang ketiga.

(11)

2.10 Sintasan

Ikan akan mengalami kematian apabila dalam waktu yang singkat tidak berhasil mendapatkan makanan. Oleh karena itu, pakan sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan kelangsungan hidup ikan. Kelangsungan hidup secara matematis dapat disebutkan sebagai perbandingan antara jumlah individu yang hidup pada akhir percobaan dengan jumlah individu pada awal percobaan dalam populasi yang sama (Effendi, 2002).

Menurut Husen (1985) dalam Sukmaningrum (2009), Derajat kelangsungan hidup dapat dibedakan menjadi tiga tingkat yaitu kelangsungan hidup di atas 50% diklasifikasikan baik, antara 30-50% diklasifikasikan sedang dan kelangsungan hidup di bawah 30 % diklasifikasikan jelek.

2.11. Kualitas Air

Kualitas air merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam pertumbuhan ikan. Kualitas air yang baik adalah yang dapat diterima ikan dan tidak berpengaruh negatif terhadap sasaran, antara lain pertumbuhan ikan, penetasan telur, dan kelulushidupan ikan (Zonneveld et al., 1991).

2.11.1. Suhu

Suhu sangat berpengaruh dalam sistem metabolisme tubuh ikan (Arie, 2006). Suhu air yang dapat ditolerir oleh ikan bawal air tawar berkisar antar 25-300C (Wulandari, 2006).

Suhu dapat diukur pada skala definitif seperti derajat celcius (OC) atau derajat Fahrenheit (OF). Kehidupan ikan bawal air tawar akan terganggu apabila

(12)

suhu menurun hingga 140-150C ataupun meningkat di atas 350C (Wulandari, 2006).

2.11.2. pH

Selain suhu, derajat keasaman (pH) juga mempunyai pengaruh yang besar terhadap kehidupan tumbuh-tumbuhan dan binatang air serta toksisitas suatu senyawa kimia (Effendi, 2002). Menurut Boyd (1982) dalam Wulandari (2006), pH yaitu suatu ion hidrogen dan menunjukkan suasana air yang berupa asam atau basa. Alat yang digunakan untuk mengukur pH yaitu pH meter. pH yang optimal untuk ikan bawal berkisar antara 6,5–8,5 (Arie, 2006).

2.11.3. Oksigen Terlarut

Oksigen merupakan salah satu gas yang terlarut di perairan. Kadar oksigen yang terlarut di perairan alami tergantung pada suhu, salinitas, turbulensi air dan tekanan atmosfir (Wulandari, 2006). Nilai oksigen terlarut merupakan faktor penting dalam pengelolaan kesehatan ikan. Kondisi yang kurang optimal untuk pertumbuhan dan perkembangan dapat mengakibatkan ikan stres, sehingga ikan mudah terserang penyakit. Sebenarnya kandungan oksigen terlarut yang ideal untuk pertumbuhan dan perkembangbiakan ikan bawal air tawar sekitar 2,4-6 ppm (Mamora, 2009).

Gambar

Gambar 2.1. Ikan bawal
Gambar 2.2. Daphnia sp.
Gambar 2.3. Cacing Tubifex sp.
Gambar 2.4. Artemia salina

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian ini menunjukkan (1) faktor-faktor yang melatarbelakangi pura Beji dijadikan Cagar Budaya adalah faktor politik yaitu adanya usulan dari tetua desa

•Fokus perhatian pengguna pada bagian yang paling penting dari sebuah layar atau halaman.. –

Terapi okupasi adalah suatu ilmu dan seni pengarahan pasrtisipasi seseorang untuk melaksanakan tugas tertentu yang telah di tetapkan. Terapi ini berfokus pada

Limbah tulang ikan nila merah dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan gelatin karena kandungan kolagen yang dapat dihidrolisis oleh air pada suhu dan

1) Dalam hal disuatu daerah tidak terdapat pemborong pekerjaan berbadan hukum, atau terdapat pemborong pekerjaan berbadan hukum tetapi tidak memenuhi kualifikasi yang

dapat membuat permisalan yang sesuai dengan permintaan soal. Faktor penyebab terjadinya kesalahan transformasi adalah karena siswa tidak dapat mengubah kalimat ke dalam

Dalam percobaan ini diselidiki gelombang yang merambat pada tali / kawat yang digetarkan pada satu ujung dan diberi tegangan oleh beban lewat katrol diujung lain (pada

Hal-hal yang belum tercantum dalam persyaratan dan ketentuan/tata tertib ini akan diatur, kemudian akan disesuaikan dengan kebutuhan pada saat