• Tidak ada hasil yang ditemukan

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA TENTANG IZIN LOKASI DAN IZIN PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA TENTANG IZIN LOKASI DAN IZIN PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL"

Copied!
29
0
0

Teks penuh

(1)

RANCANGAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN

TENTANG

IZIN LOKASI DAN IZIN PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 22CUndang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas 22C Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Izin Lokasi dan Izin Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil;

Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

2. Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 2, Tambahan Lembaran Negara Nomor 5490);

MEMUTUSKAN:

Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG IZIN LOKASI DAN IZIN PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL.

BAB I

KETENTUAN UMUM Pasal 1

Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:

1. Izin Lokasi adalah izin yang diberikan untuk memanfaatkan ruang dari sebagian perairan pesisir yang mencakup permukaan laut dan kolom air sampai dengan permukaan dasar laut pada batas keluasan tertentu dan/atau untuk memanfaatkan sebagian pulau-pulau kecil.

2. Izin Pengelolaan adalah izin yang diberikan untuk melakukan kegiatan pemanfaatan sumber daya perairan pesisir dan perairan pulau-pulau kecil. 3. Izin Lokasi Pemanfaatan Perairan Pesisir adalah…

4. Izin Lokasi Pemanfaatan Pulau-Pulau Kecil yang selanjutnya disingkat ILP2K adalah izin yang diberikan kepada pemohon yang setara dengan izin prinsip.

(2)

5. Benda Muatan Kapal Tenggelam yang selanjutnya disingkat BMKT adalah benda asal muatan kapal yang tenggelam yang tidak diketahui pemiliknya dan mempunyai nilai ekonomi/intrinsik tinggi yang berada di dasar laut wilayah Indonesia.

6. Pengangkatan benda muatan kapal tenggelam adalah kegiatan yang meliputi survei, pengambilan, dan pemanfaatan benda muatan kapal tenggelam.

7. Pulau kecil adalah pulau dengan luas lebih kecil atau sama dengan 2.000 km2 (dua ribu kilo meter persegi) beserta kesatuan ekosistemnya.

8. Perairan pesisir adalah laut yang berbatasan dengan daratan meliputi perairan sejauh 12 (dua belas) mil laut diukur dari garis pantai, perairan yang menghubungkan pantai dan pulau-pulau, estuari, teluk, perairan dangkal, rawa payau, dan laguna.

9. Perairan pulau-pulau kecil adalah laut yang berbatasan dengan daratan meliputi perairan sejauh 12 (dua belas) mil laut diukur dari garis pantai, perairan yang menghubungkan pantai dan pulau-pulau, estuari, teluk, perairan dangkal, rawa payau, dan laguna.

10. Sumber daya pesisir dan pulau-pulau kecil adalah sumber daya hayati, sumber daya nonhayati; sumber daya buatan, dan jasa-jasa lingkungan; sumber daya hayati meliputi ikan, terumbu karang, padang lamun, mangrove dan biota laut lain; sumber daya nonhayati meliputi pasir, air laut, mineral dasar laut; sumber daya buatan meliputi infrastruktur laut yang terkait dengan kelautan dan perikanan, dan jasa-jasa lingkungan berupa keindahan alam, permukaan dasar laut tempat instalasi bawah air yang terkait dengan kelautan dan perikanan serta energi gelombang laut yang terdapat di wilayah pesisir.

11. Kawasan strategis nasional tertentu adalah kawasan yang terkait dengan kedaulatan negara, pengendalian lingkungan hidup, dan/atau situs warisan dunia, yang pengembangannya diprioritaskan bagi kepentingan nasional. 12. Rencana zonasi adalah rencana yang menentukan arah penggunaan sumber

daya tiap-tiap satuan perencanaan disertai dengan penetapan struktur dan pola ruang pada Kawasan perencanaan yang memuat kegiatan yang boleh dilakukan dan tidak boleh dilakukan serta kegiatan yang hanya dapat dilakukan setelah memperoleh izin.

13. Konservasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil adalah upaya pelindungan, pelestarian, dan pemanfaatan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil serta ekosistemnya untuk menjamin keberadaan, ketersediaan, dan kesinambungan Sumber Daya Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas nilai dan keanekaragamannya. 14. Kawasan konservasi di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil adalah

kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil dengan ciri khas tertentu yang dilindungi untuk mewujudkan Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil secara berkelanjutan.

15. Masyarakat adalah masyarakat yang terdiri atas masyarakat hukum adat, masyarakat lokal, dan masyarakat tradisional yang bermukim di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil.

(3)

16. Masyarakat hukum adat adalah sekelompok orang yang secara turun-temurun bermukim di wilayah geografis tertentu di Negara Kesatuan Republik Indonesia karena adanya ikatan pada asal usul leluhur, hubungan yang kuat dengan tanah, wilayah, sumber daya alam, memiliki pranata pemerintahan adat, dan tatanan hukum adat di wilayah adatnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

17. Masyarakat lokal adalah kelompok masyarakat yang menjalankan tata kehidupan sehari-hari berdasarkan kebiasaan yang sudah diterima sebagai nilai-nilai yang berlaku umum, tetapi tidak sepenuhnya bergantung pada sumber daya pesisir dan pulau-pulau kecil tertentu.

18. Masyarakat tradisional adalah masyarakat perikanan tradisional yang masih diakui hak tradisionalnya dalam melakukan kegiatan penangkapan ikan atau kegiatan lainnya yang sah di daerah tertentu yang berada dalam perairan kepulauan sesuai dengan kaidah hukum laut internasional.

19. Setiap orang adalah orang perseorangan atau korporasi, baik yang berbadan hukum maupun yang tidak berbadan hukum.

20. Korporasi adalah kumpulan orang dan/atau kekayaan yang terorganisasi baik merupakan badan hukum maupun bukan badan hukum.

21. Koperasi adalah badan usaha yang dimiliki dan beranggotakan orang-orang atau badan hukum yang melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip gerakan ekonomirakyat yang berdasarkan asas kekeluargaan.

22. Pemerintah pusat, selanjutnya disebut Pemerintah, adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

23. Pemerintah daerah adalah gubernur, bupati, atau wali kota, dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah.

24. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kelautan dan perikanan.

25. Bioteknologi laut adalah kegiatan pemanfaatan sumberdaya hayati laut menggunakan prinsip-prinsip bioteknologi untuk menghasilkan suatu produk.

26. Biofarmakologi laut adalah kegiatan pemanfaatan sumberdaya hayati laut untuk menghasilkan suatu produk yang berhubungan dengan obat-obatan (farmasi).

27. Produksi garam adalah kegiatan pemanfaatan air laut menjadi garam industri, garam konsumsi maupun garam mineral.

28. Pemanfaatan air laut selain energi adalah pemanfaatan air laut menjadi suatu produk tertentu selain untuk keperluan energi.

29. Wisata bahari adalah kegiatan pemanfaatan ruang perairan pesisir dan perairan pulau-pulau kecil untuk tujuan wisata.

30. Pemasangan pipa dan kabel laut adalah kegiatan pemanfaatan ruang perairan pesisir dan perairan pulau-pulau kecil untuk tujuan keperluan penempatan dan penggelaran pipa dan kabel baik di kolom, di permukaan dasar laut, maupun di dasar laut.

Pasal 2

Ruang lingkup Peraturan Pemerintah ini, meliputitata cara pemberian, persyaratan, pencabutan, jangka waktu, luasan, berakhirnya izin dan sanksi.

(4)

BAB II

IZIN LOKASI PEMANFAATAN PERAIRAN PESISIR Bagian Kesatu

Umum Pasal 3

(1) Setiap orang yang melakukan pemanfaatan ruang dari sebagian perairan pesisir secara menetap wajib memiliki izin lokasi.

(2) Izin lokasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi dasar pemberian Izin Pengelolaan.

Pasal 4

Izin lokasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1), diberikan kepada: a. Orang perseorangan warga negara Indonesia;

b. Korporasi yang didirikan berdasarkan hukum Indonesia; atau c. Koperasi yang dibentuk oleh masyarakat.

Pasal 5

Untuk memperoleh izin lokasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, setiap orang wajib terlebih dahulu mengajukan permohonan kepada Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai kewenangannya.

Pasal 6

(1) Menteri memberikan izin lokasi di wilayah perairan pesisir dan pulau-pulau kecil lintas provinsi, kawasan strategis nasional, kawasan strategis nasional tertentu, dan kawasan konservasi nasional.

(2) Pemberian izin lokasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan setelah mendapat rekomendasi dari bupati/walikota dan gubernur.

(3) Gubernur dan bupati/wali kota memberikan izin lokasi di wilayah perairan pesisir dan pulau-pulau kecil sesuai dengan kewenangannya.

(4) Pemberian izin lokasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diberikan setelah mendapat rekomendasi dari Menteri.

Bagian Kedua

Rekomendasi Izin Lokasi Pemanfaatan Perairan Pesisir Pasal 7

(1) Rekomendasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) dan ayat (4), diberikan oleh Menteri, gubernur, dan bupati/wali kota berdasarkan kelayakan proposal usaha.

(2) Proposal usahasebagaimana dimaksud pada ayat (1), diajukan oleh pemohon berisi:

a. jenis kegiatan;

b. uraian rencana kegiatan;

c. pertimbangan aspek teknis, aspek lingkungan hidup, dan aspek sosial ekonomi;

d. luasan lokasi; dan

(5)

(3) Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak lengkap, Menteri, gubernur dan bupati/wali kotamengembalikan berkas permohonan untuk dilengkapi.

(4) Rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), harus diterbitkan paling lama 14 (empat belas) hari kerja setelah diterimanya permohonan rekomendasi secara lengkap.

Pasal 8

Rekomendasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 diterbitkan oleh Menteri, gubernur, dan bupati/wali kota dengan mempertimbangkan:

a. kelestarian ekosistem pesisir dan pulau-pulau kecil; b. masyarakat;

c. nelayan tradisional;

d. kepentingan nasional; dan

e. hak lintas damai bagi kapal asing.

Bagian Ketiga

Persyaratan dan Tata Cara Izin Lokasi Pemanfaatan Perairan Pesisir Pasal 9

(1) Orang perseorangan, korporasi, atau koperasi untuk memiliki Izin Lokasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 harus mengajukan permohonan kepada Menteri, gubernur, atau bupati/wali kota sesuai kewenangannya disertai dengan persyaratan administratif dan persyaratan teknis.

(2) Persyaratan administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk: a. orang perseorangan, berupa:

1. fotokopi kartu identitas diri;

2. fotokopi Nomor Pokok Wajib Pajak; dan 3. rekomendasi bupati/wali kota dan gubernur. b. korporasi, berupa:

1. profil perusahan, akte pendirian usaha dan perubahannya, surat keterangan domisili usaha;

2. fotokopi Nomor Pokok Wajib Pajak; dan 3. rekomendasi bupati/wali kota dan gubernur. c. koperasi, berupa:

1. profil koperasi, akte pendirian koperasi, surat keterangan domisili koperasi;

2. fotokopi Nomor Pokok Wajib Pajak; dan 3. rekomendasi bupati/wali kota dan gubernur.

(3) Persyaratan teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa proposal usaha yang berisi:

a. jenis kegiatan;

b. uraian rencana kegiatan;

c. pertimbangan aspek teknis, aspek lingkungan hidup, dan aspek sosial ekonomi;

d. luasan lokasi;

e. peta lokasi dengan titik koordinat; dan

f. kesesuaian lokasi pemanfaatan dengan Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP-3-K).

(6)

(4) Menteri, gubernur, dan bupati/walikota sesuai kewenangannya memberikan atau menolak permohonan izin lokasi dalam waktu paling lambat 20 (dua puluh) hari kerja sejak permohonan diterima secara lengkap.

(5) Penolakan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diberikan secara tertulis disertai alasan penolakan.

(6) Apabila dalam jangka waktu 20 (dua puluh) hari kerja Menteri, gubernur, dan bupati/walikota tidak memberikan atau menolak permohonan, maka permohonan dianggap disetujui dan wajib mengeluarkan izin.

Pasal 10

Ketentuan lebih lanjut mengenai perizinan pemanfaatan perairan pesisir diatur oleh Menteri, gubernur, dan bupati/wali kota sesuai dengan kewenangannya.

Bagian Keempat

Masa Berlaku dan Berakhirnya Izin Lokasi Pemanfaatan Perairan Pesisir Pasal 11

(1) Izin lokasi pemanfaatan perairan pesisirberlaku untuk jangka waktu 2 (dua) tahun dan dapat diperpanjang paling lama 2 (dua) tahun.

(2) Dalam hal pemegang izin lokasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak merealisasikan kegiatannya dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) tahun sejak izin diterbitkan, dikenai sanksi administratif berupa pencabutan Izin Lokasi.

Pasal 12

(1) Izin lokasi pemanfaatan perairan pesisir berakhir apabila: a. habis masa berlakunya; atau

b. dicabut oleh pemberi izin.

(2) Izin lokasi pemanfaatan perairan pesisir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dicabut apabila:

a. tidak sesuai dengan rencana yang diusulkan;

b. ditelantarkan dalam jangka waktu 2 (dua) tahun; atau c. izin lingkungan dicabut.

(3) PencabutanIzin lokasi pemanfaatan perairan pesisir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilakukan dengan tahapan:

a. memberikan peringatan tertulis sebanyak 3 (tiga) kali berturut-turut, masing-masing dalam tenggang waktu 1 (satu) bulan oleh Menteri, gubernur, dan bupati/wali kota;

b. dalam hal peringatan tertulis sebagaimana dimaksudpada huruf a tidak dipatuhi, selanjutnya dilakukanpembekuan selama 1 (satu) bulan; dan c. apabila pembekuan sebagaimana dimaksud pada huruf b tidak dipatuhi,

selanjutnya dilakukan pencabutan.

Bagian Kelima

Luasan Izin Lokasi Pemanfaatan Perairan Pesisir Pasal 13

(1) Luasan izin lokasi pemanfaatan perairan pesisirdiberikan sesuai: a. Jenis kegiatan; dan

(7)

(2) Izin lokasi pemanfaatan perairan pesisir diberikan dalam batas keluasan dan kedalaman tertentu yang dinyatakan dalam titik koordinat pada setiap sudutnya.

(3) Sistem koordinat pemetaan luas bidang permukaan perairan pesisir dalam izin lokasi pemanfaatan perairan pesisir diintegrasikan antar instansi terkait. (4) Ketentuan teknis tentang tata cara perhitungan luasan lokasi sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Menteri.

BAB III

IZIN LOKASI PEMANFAATAN PULAU-PULAU KECIL Bagian Kesatu

Umum Pasal 14

(1) Setiap orang yang melakukan pemanfaatan sebagian pulau-pulau kecil wajib memiliki izin lokasi.

(2) Izin lokasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi dasar pemberian Izin Pengelolaan.

Pasal 15

(1) Izin lokasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1), diberikan kepada:

a. orang perseorangan warga negara Indonesia;

b. korporasi yang didirikan berdasarkan hukum Indonesia; atau c. koperasi yang dibentuk oleh masyarakat.

(2) Pemanfaatan pulau-pulau kecil dalam rangka penanaman modal asing harus mendapat izin Menteri.

Pasal 16

Untuk memperoleh izin lokasi di pulau-pulau kecil, setiap orang wajib terlebih dahulu mengajukan permohonan kepada Menteri, gubernur, atau bupati/wali kota sesuai kewenangannya.

Pasal 17

(1) Menteri memberikan izin lokasi pemanfaatan pulau kecil di pulau-pulau kecil terluar.

(2) Pemberian izin lokasi di pulau-pulau kecil terluar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan setelah mendapat rekomendasi dari gubernur dan/atau bupati/wali kota sesuai dengan kewenangannya.

Pasal 18

(1) Gubernur dan bupati/wali kota memberikan izin lokasi di pulau-pulau kecil sesuai dengan kewenangannya.

(2) Pemberian izin lokasi di pulau-pulau kecilsebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan setelah mendapat rekomendasi dari Menteri.

Bagian Kedua

Rekomendasi Izin Lokasi Pemanfaatan Pulau-Pulau Kecil Pasal 19

(8)

(1) Rekomendasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (2) dan Pasal 17 ayat (2), diberikan olehMenteri, gubernur, dan bupati/wali kota berdasarkan kelayakan proposal usaha.

(2) Proposal usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diajukan oleh pemohon berisi:

a. jenis kegiatan;

b. uraian rencana kegiatan;

c. pertimbangan aspek teknis, aspek lingkungan hidup, dan aspek sosial ekonomi;

d. luasan lokasi; dan

e. peta lokasi dengan titik koordinat.

(3) Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak lengkap, Menteri, gubernur, dan bupati/wali kota mengembalikan berkas permohonan untuk dilengkapi.

(4) Rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), harus diterbitkan paling lama 14 (empat belas) hari kerja setelah diterimanya permohonan rekomendasi secara lengkap.

Pasal 20

Rekomendasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 diterbitkan oleh Menteri, gubernur, dan bupati/wali kota wajibmempertimbangkan:

a. kelestarian ekosistem pesisir dan pulau-pulau kecil; b. masyarakat;

c. nelayan tradisional;

d. kepentingan nasional; dan

e. hak lintas damai bagi kapal asing.

Bagian Ketiga

Persyaratan dan Tata Cara Izin Lokasi Pemanfaatan Pulau-Pulau Kecil Pasal 21

(1) Orang perseorangan, korporasi, atau koperasi untuk memiliki Izin Lokasi di pulau-pulau kecil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 harus mengajukan permohonan kepada Menteri, gubernur, bupati/wali kota disertai dengan persyaratan administratif dan persyaratan teknis.

(2) Persyaratan administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk: a. orang perseorangan, berupa:

1. fotokopi kartu identitas diri;

2. fotokopi Nomor Pokok Wajib Pajak; dan 3. rekomendasi bupati/wali kota dan gubernur. b. korporasi, berupa:

1. profil perusahan, akte pendirian usaha dan perubahannya, surat keterangan domisili usaha;

2. fotokopi Nomor Pokok Wajib Pajak; dan 3. rekomendasi bupati/wali kota dan gubernur. c. koperasi, berupa:

1. profil koperasi, akte pendirian koperasi, surat keterangan domisili koperasi;

2. fotokopi Nomor Pokok Wajib Pajak; dan 3. rekomendasi bupati/wali kota dan gubernur.

(3) Persyaratan teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa proposal usaha yang berisi:

(9)

a. jenis kegiatan;

b. uraian rencana kegiatan;

c. pertimbangan aspek teknis, aspek lingkungan hidup, dan aspek sosial ekonomi;

d. luasan lokasi;

e. peta lokasi dengan titik koordinat geografis; dan

f. kesesuaian lokasi pemanfaatan dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) dan/atau Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP-3-K).

(4) Menteri, gubernur, dan bupati/walikota sesuai kewenangannya memberikan atau menolak permohonan izin lokasi di pulau-pulau kecil dalam waktu paling lambat 20 (dua puluh) hari kerja sejak permohonan diterima secara lengkap.

(5) Penolakan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diberikan secara tertulis disertai alasan penolakan.

(6) Apabila dalam jangka waktu 20 (dua puluh) hari kerja Menteri, gubernur, dan bupati/wali kota tidak memberikan atau menolak permohonan, maka permohonan dianggap disetujui dan wajib mengeluarkan izin.

Pasal 22

Ketentuan lebih lanjut mengenai perizinan pemanfaatan pulau-pulau kecildiatur oleh Menteri, gubernur, dan bupati/wali kota sesuai dengan kewenangannya.

Bagian Keempat

Masa Berlaku dan Berakhirnya Izin Lokasi Pemanfaatan Pulau-Pulau Kecil Pasal 23

(1) Izin lokasi di pulau-pulau kecil berlaku untuk jangka waktu 2 (dua) tahun dan dapat diperpanjang paling lama 2 (dua) tahun.

(2) Dalam hal pemegang izin lokasi di pulau-pulau kecil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak merealisasikan kegiatannya dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) tahun sejak izin diterbitkan, dikenai sanksi administratif berupa pencabutan Izin Lokasi.

Pasal 24

(1) Izin lokasi di pulau-pulau kecil berakhir apabila: a. habis masa berlakunya; atau

b. dicabut oleh pemberi izin.

(2) Izin lokasi di pulau-pulau kecil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dicabut apabila:

a. tidak sesuai dengan rencana yang diusulkan;

b. ditelantarkan dalam jangka waktu 2 (dua) tahun; atau c. izin lingkungan dicabut.

(3) PencabutanIzin lokasi di pulau-pulau kecil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilakukan dengan tahapan:

a. memberikan peringatan tertulis sebanyak 3 (tiga) kali berturut-turut, masing-masing dalam tenggang waktu 1 (satu) bulan oleh Menteri, gubernur, dan bupati/walikota;

(10)

b. dalam hal peringatan tertulis sebagaimana dimaksudpada huruf a tidak dipatuhi, selanjutnya dilakukanpembekuan selama 1 (satu) bulan; dan c. apabila pembekuan sebagaimana dimaksud pada huruf b tidak dipatuhi,

selanjutnya dilakukan pencabutan. Bagian Kelima

Luasan Izin Lokasi Pemanfaatan Pulau-Pulau Kecil Pasal 25

(1) Luasan izin lokasi pemanfaatan pulau-pulau kecil diberikan sesuai: a. Jenis kegiatan; dan

b. Luas zona secara keseluruhan.

(2) Izin lokasi pemanfaatan pulau-pulau kecil diberikan dalam batas keluasan yang dinyatakan dalam titik koordinat geografis pada setiap sudutnya.

(3) Sistem koordinat geografis pemetaan luas bidang permukaan perairan pesisir dalam izin lokasi pemanfaatan pulau-pulau kecil diintegrasikan antar instansi terkait.

(4) Ketentuan teknis tentang tata cara perhitungan luasan lokasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Menteri.

BAB IV

IZIN PENGELOLAAN SUMBER DAYA PERAIRAN PESISIR Bagian Kesatu

Umum Pasal 26

(1) Setiap orang yang melakukan pemanfaatan sumber daya pesisir dan perairan pulau-pulau kecil untuk kegiatan:

a. produksi garam; b. biofarmakologi laut; c. bioteknologi laut; d. wisata bahari;

e. pemanfaatan air laut selain energi;

f. pemasangan pipa dan kabel bawah laut; dan/atau g. pengangkatan benda muatan kapal tenggelam, wajib memiliki izin pengelolaan.

(2) Izin pengelolaan sebagaimana maksud pada ayat (1) diterbitkan oleh Menteri, gubernur, bupati atau walikota sesuai dengan kewenangannya.

Pasal 27

(1) Menteri memberikan izin pengelolaan sumberdaya perairan pesisir dan perairan pulau-pulau kecil lintas provinsi, kawasan strategis nasional, kawasan strategis nasional tertentu, dan kawasan konservasi nasional.

(2) Gubernur memberikan izin pengelolaan sumberdaya perairan pesisir dan perairan pulau-pulau kecil sesuai dengan kewenangannya.

(11)

(3) Bupati/wali kota memberikan izin pengelolaan sumberdaya perairan pesisir dan perairan pulau-pulau kecil sesuai dengan kewenangannya.

Pasal 28

Izin Pengelolaan sebagaimana dimaksud dalamPasal 26 ayat (1) diberikan kepada:

a. orang perseorangan warga negara Indonesia;

b. korporasi yang didirikan berdasarkan hukum Indonesia; atau c. koperasi yang dibentuk oleh masyarakat.

Bagian Kedua

Persyaratan dan Tata Cara Izin Pengelolaan Sumber Daya Perairan Pesisirdan Perairan Pulau-Pulau Kecil

Pasal 29

(1) Orang perseorangan, korporasi, atau koperasi untuk memiliki Izin Pengelolaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1) harus mengajukan permohonan kepada Menteri disertai dengan persyaratan teknis, administratif, dan operasional.

(2) Persyaratan teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. tersedianya sarana dan prasarana;

b. memiliki tenaga kerja dengan kualifikasi sesuai dengan jenis kegiatan; c. menggunakan teknologi yang sesuai dengan jenis kegiatan;

Pasal 30

Sarana dan prasarana teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (2) huruf a untuk:

a. produksi garam dapat berupa:

1) memiliki atau menguasai lahan darat; 2) ketersediaan akses air laut;

3) memiliki jaringan/instalasi air;

4) memiliki mesin penyedot air; dan/atau 5) konstruksi kanal.

b. bioteknologi laut dapat berupa: 1) alat selam;

2) keramba, rumpon; 3) kapal; dan/atau 4) alat pemotong.

c. biofarmakologilaut dapat berupa: 1) laboratorium; dan/atau

2) alat dan bahan laboratorium. d. Wisata Bahari dapat berupa:

1) kapal; 2) alat selam;

(12)

3) alat keselamatan; 4) tanda lokasi wisata;

5) peta wilayah wisata; dan/atau 6) papan informasi wisata.

e. Pemanfaatan air laut selain energi dapat berupa: 1) kapal;

2) instalasi/jaringan; 3) mesin pompa;

4) fasilitas penampungan air; dan/atau 5) alat pengolah air.

f. Pemasangan pipa dan kabel bawah laut berupa: 1) kapal;

2) peralatan survei bawah laut;

3) peralatan kerja, paling sedikit berupa peralatan scuba, peralatan potong, dan peralatan penyelaman;

4) peta rencana pemasangan pipa/kabel laut; dan 5) peralatan keselamatan laut.

g. Pengangkatan BMKT dapat berupa: 1) kapal;

2) peralatan survei bawah laut;

3) peralatan kerja, paling sedikit berupa peralatan scuba, peralatan potong, dan peralatan penyelaman;

4) peta rencana pemasangan pipa/kabel laut; dan 5) peralatan keselamatan laut.

Pasal 31

Tenaga kerja dengan kualifikasisebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (2) huruf b untuk:

a. produksi garam memiliki pengalaman dibidang produksi garam b. bioteknologi laut memiliki keahlian di bidang biologi laut;

c. biofarmakologilaut memiliki keahlian di bidang biologi laut dan farmasi; d. wisata bahari memiliki pengalaman di bidang wisata;

e. pemanfaatan air laut selain energi memiliki keahlian di bidang kelautan dan teknik industri;

f. pemasangan pipa dan kabel bawah laut memiliki keahlian di bidang penyelaman, teknik pengelasan, pelayaran, operator mesin/alat bantu kapal, dan kelautan;

g. pengangkatan BMKT memiliki keahlian di bidang arkeologi, kelautan, penyelaman, dan fotografi bawah air;

Pasal 32

Teknologi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (1) harus memenuhi persyaratan lingkungan.

(13)

Persyaratan administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (1) meliputi:

a. orang perseorangan, berupa: 1) fotokopi kartu identitas diri;

2) fotokopi Nomor Pokok Wajib Pajak; dan 3) rekomendasi bupati/wali kota dan gubernur. b. korporasi, berupa:

1) profil perusahan, akte pendirian usaha dan perubahannya, surat keterangan domisili usaha;

2) fotokopi Nomor Pokok Wajib Pajak; dan 3) rekomendasi bupati/wali kota dan gubernur. c. koperasi, berupa:

1) profil koperasi, akte pendirian koperasi, surat keterangan domisili koperasi;

2) fotokopi Nomor Pokok Wajib Pajak; dan 3) rekomendasi bupati/wali kota dan gubernur.

Pasal 34

Persyaratan operasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (1) meliputi:

a. produksi Garam berupa:

1) pengambilan air laut mempertimbangkan keberadaan biota laut dan ekosistemnya;

2) menerapkan standar operasional prosedur pengambilan air; b. biofarmakologi laut berupa:

1) pengambilan biota laut mempertimbangkan keberadaan biota laut dan ekosistemnya;

2) menerapkan standar operasional prosedur pengambilan biota laut; c. Bioteknologi laut berupa:

1) pengambilan biota laut mempertimbangkan keberadaan biota laut dan ekosistemnya;

2) menerapkan standar operasional prosedur pengambilan biota laut; d. Pemanfaatan air laut selain energi berupa:

1) pengambilan air laut mempertimbangkan keberadaan biota laut dan ekosistemnya;

2) menerapkan standar operasional prosedur pengambilan air laut; e. Wisata Bahari berupa:

1) pelaksanaan wisata bahari mempertimbangkan keberadaan biota laut dan ekosistemnya;

2) menerapkan standar operasional prosedur wisata bahari; f. Pemasangan pipa dan kabel bawah laut berupa:

1) pelaksanaan pemasangan pipa dan kabel bawah lautmempertimbangkan keberadaan biota laut dan ekosistemnya; dan

2) menerapkan standar operasional prosedur pemasangan pipa dan kabel bawah laut;

g. Pengangkatan benda muatan kapal tenggelam berupa:

1) pelaksanaan pengangkatan benda muatan kapal tenggelam mempertimbangkan keberadaan biota laut dan ekosistemnya; dan

2) menerapkan standar operasional prosedur pengangkatan benda muatan kapal tenggelam.

(14)

(1) Menteri, gubernur, dan bupati/wali kota sesuai kewenangannya memberikan atau menolak permohonan izin pengelolaan sumberdaya perairan pesisir dan perairan pulau-pulau kecil dalam waktu paling lambat 20 (dua puluh) hari kerja sejak permohonan diterima secara lengkap.

(2) Penolakan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diberikan secara tertulis disertai alasan penolakan.

(3) Apabila dalam jangka waktu 20 (dua puluh) hari kerja Menteri, gubernur, dan bupati/wali kota tidak memberikan atau menolak permohonan, maka permohonan dianggap disetujui dan wajib mengeluarkan izin.

Pasal 36

Ketentuan lebih lanjut mengenai perizinan pemanfaatan pulau-pulau kecil diatur oleh Menteri, gubernur, dan bupati/wali kota sesuai dengan kewenangannya.

Bagian Ketiga

Masa Berlaku dan Berakhirnya Izin Pengelolaan Sumber Daya Perairan Pesisirdan Perairan Pulau-Pulau Kecil

Pasal 37

(1) Izin Pengelolaan Sumber Daya Perairan Pesisir dan Perairan Pulau-Pulau Kecil berlaku untuk jangka waktu 2 (dua) tahun dan dapat diperpanjang paling lama 2 (dua) tahun.

(2) Dalam hal pemegang izin Pengelolaan Sumber Daya Perairan Pesisir dan Perairan Pulau-Pulau Kecil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak merealisasikan kegiatannya dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) tahun sejak izin diterbitkan, dikenai sanksi administratif berupa pencabutan Izin Lokasi.

Pasal 38

(1) Izin Pengelolaan Sumber Daya Perairan Pesisir dan Perairan Pulau-Pulau Kecil berakhir apabila:

a. habis masa berlakunya; atau b. dicabut oleh pemberi izin.

(2) Izin Pengelolaan Sumber Daya Perairan Pesisir dan Perairan Pulau-Pulau Kecil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dicabut apabila:

a. tidak sesuai dengan rencana yang diusulkan;

b. ditelantarkan dalam jangka waktu 2 (dua) tahun; atau c. izin lingkungan dicabut.

(3) PencabutanPengelolaan Sumber Daya Perairan Pesisir dan Perairan Pulau-Pulau Kecil sebagaimana dimaksudpada ayat (1) huruf b dilakukan dengan tahapan:

a. memberikan peringatan tertulis sebanyak 3 (tiga) kali berturut-turut, masing-masing dalam tenggang waktu 1 (satu) bulan oleh Menteri, gubernur, dan bupati/walikota;

b. dalam hal peringatan tertulis sebagaimana dimaksudpada huruf a tidak dipatuhi, selanjutnya dilakukanpembekuan selama 1 (satu) bulan; dan c. apabila pembekuan sebagaimana dimaksud pada huruf btidak dipatuhi,

(15)

Bagian Kelima

Luasan Izin Pengelolaan Sumber Daya Perairan Pesisirdan Perairan Pulau-Pulau Kecil

Pasal 39

Luasan Izin Pengelolaan Sumber Daya Perairan Pesisirdan Perairan Pulau-Pulau Kecilpaling banyak diberikan sesuai dengan Izin Lokasi.

BAB V

IZIN LOKASI DAN IZIN PENGELOLAAN BAGI MASYARAKAT LOKAL DAN TRADISIONAL

Pasal 40

(1) Masyarakat lokal dan masyarakat tradisional yang melakukan kegiatan pemanfaatan ruang dan sumber daya perairan pesisir dan perairan pulau-pulau kecil yang menetap, antara lain:

a. produksi garam; b. wisata bahari;dan c. pembudidayaan ikan,

Wajib memiliki Izin Lokasi dan Izin Pengelolaan.

(2) Izin Lokasi dan Izin Pengelolaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan dalam bentuk surat keterangan pemanfaatan sumber daya perairan pesisir dan perairan pulau-pulau kecil.

Pasal 41

(1) Surat keterangan pemanfaatan sumber daya perairan pesisir dan perairan pulau-pulau kecilsebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ayat (2), diberikan kepada kelompok masyarakat lokal dan masyarakat tradisional, yang melakukan pemanfaatan ruang dan sumber daya perairan pesisir dan perairan pulau-pulau kecil, untuk pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari. (2) Untuk memperoleh surat keterangan pemanfaatan sumber daya perairan

pesisir dan perairan pulau-pulau kecilsebagaimana dimaksud pada ayat (1), kelompok masyarakat wajib terlebih dahulu mengajukan permohonan kepada bupati/wali kota dengan dilengkapi persyaratansurat pendirian kelompok yang diketahui oleh lurah/kepala desa setempat.

(3) Bupati/Wali kota menerbitkan surat keterangan pemanfaatan sumber daya perairan pesisir dan perairan pulau-pulau kecil dalam waktu paling lambat 3 (tiga) hari kerja sejak permohonan diterima secara lengkap

Pasal 42

Masa berlaku surat keterangan pemanfaatan sumber daya perairan pesisir dan perairan pulau-pulau kecil bagi masyarakat lokal dan masyarakat tradisional berlaku selama 2 (dua) tahun dan dapat diperpanjang 2 (dua) kali.

(16)

Pasal 43

Surat keterangan pemanfaatan sumber daya perairan pesisir dan perairan pulau-pulau kecil bagi masyarakat lokal dan masyarakat tradisional dapat dicabut apabila:

a. tidak sesuai dengan surat keterangan; dan/atau b. ditelantarkan dalam jangka waktu 2 (dua) tahun.

Pasal 44

(1) Surat keterangan pemanfaatan sumber daya perairan pesisir dan perairan pulau-pulau kecilbagi masyarakat lokal dan masyarakat tradisional berakhir apabila:

a. dicabut;

b. masa berlakunya berakhir.

(2) Pencabutansurat keterangan pemanfaatan sumber daya perairan pesisir dan perairan pulau-pulau kecil dilakukan dengan tahapan:

a. memberikan peringatan tertulis sebanyak 3 (tiga) kali berturut-turut, masing-masing dalam tenggang waktu 1 (satu) bulan oleh bupati/wali kota;

b. dalam hal peringatan tertulis sebagaimana dimaksud pada huruf a tidak dipatuhi, selanjutnya dilakukan pembekuan selama 1 (satu) bulan; dan c. apabila pembekuan sebagaimana dimaksud pada huruf b tidak dipatuhi,

selanjutnya dilakukan pencabutan. Pasal 45

Luasan surat keterangan pemanfaatan sumber daya perairan pesisir dan perairan pulau-pulau kecil bagi masyarakat lokal dan masyarakat tradisional untuk kegiatan

a. produksi garam paling luas 1 (satu) hektar;dan b. pembudidayaan ikan paling luas 1 (satu) hektar.

BAB VI

SANKSI ADMINISTRATIF

Pasal 46

(1) Pemanfaatan ruang dari sebagian perairan pesisir dan pemanfaatan sebagian pulau-pulau kecil yang tidak sesuai dengan izin lokasi yang diberikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dan Pasal 14 dikenai sanksi administratif, berupa:

a. peringatan tertulis;

b. pembekuan sementara; dan/atau c. pencabutan izinlokasi.

(2) Peringatan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a diberikan sebanyak 3 (tiga) kali berturut-turut, masing-masing dalam tenggang waktu 1 (satu) bulan oleh Menteri, gubernur, dan bupati/walikota.

(3) Dalam hal peringatan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak dipatuhi, selanjutnya dilakukan pembekuan selama 1 (satu) bulan.

(17)

(4) Apabila pembekuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dipatuhi, selanjutnya dilakukan pencabutan izin lokasi.

Pasal 47

(1) Pemanfaatansumber daya perairan pesisir dan perairan pulau-pulau kecil yang tidak sesuai dengan izin pengelolaan yang diberikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 dikenai sanksi administratif, berupa:

a. peringatan tertulis;

b. pengehentian sementara kegiatan; c. penutupan lokasi;

d. pencabutan izin;

e. pembatalan izin; dan/atau f. denda administratif.

(2) Peringatan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a diberikan sebanyak 3 (tiga) kali berturut-turut, masing-masing dalam tenggang waktu 1 (satu) bulan oleh Menteri, gubernur, dan bupati/walikota.

(3) Dalam hal peringatan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak dipatuhi, selanjutnya dilakukan pengehentian sementara kegiatan selama 1 (satu) bulan.

(4) Apabila pengehentian sementara kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak dipatuhi, selanjutnya dilakukan penutupan lokasi selama 3 (tiga) bulan.

(5) Apabila penutupan lokasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) tidak dipatuhi, selanjutnya dilakukan pencabutan izin.

(6) Pembatalan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e dilakukan apabila persyaratan yang diajukan dalam permohonan mengandung:

a. cacat hukum; b. kekeliruan;

c. penyalahgunaandata, dokumen, dan/atau informasi;dan/atau

d. ketidakbenaran dan/atau pemalsuan data, dokumen, dan/atau informasi.

(7) Denda administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f diberikan apabila pemegang izin pengelolaan terlambat untuk melakukan perpanjangan.

(8) Denda administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f merupakan penerimaan negara bukan pajak yang disetorkan kepada negara atau pendapatan asli daerah.

BAB VII PELAPORAN

Pasal 48

(1) Pemegang izin lokasi dan izin pengelolaan wajib menyampaikan laporan secara berkala setiap 4 (empat) bulan sekali kepada instansi pemberi izin. (2) Gubernur, bupati/walikota menyampaikan laporan penerbitan izin lokasi

(18)

(3) Gubernur, bupati/walikota menyampaikan laporan pelaksanaan kepada Menteri setiap 6 (enam) bulan.

(4) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) digunakan sebagai bahan analisis terhadap pelaksanaan kegiatan pemanfaatan perairan pesisir dan sebagian pulau-pulau kecil.

(5) Berdasarkan hasil analisis sebagaimana dimaksud pada ayat (4), apabila terdapat ketidaksesuaian dalam pelaksanaan, Menteri dapat memberikan rekomendasi kepada gubernur, bupati atau walikota untuk dilakukan peninjauan terhadap izin pengelolaan.

BAB VIII

KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 49

Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku, izin untuk memanfaatkan sumber daya perairan pesisir dan perairan pulau-pulau kecil yang telah ada tetap berlaku dan wajib menyesuaikan dengan Undang-Undang ini dalam jangka waktu paling lambat 3 (tiga) tahun.

BAB IX

KETENTUAN PENUTUP

Pasal50

Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia

Ditetapkan di Jakarta pada tanggal

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

JOKO WIDODO Diundangkan di Jakarta

pada tanggal

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,

YASONNA H. LAOLY

(19)

RANCANGAN PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR ... TAHUN ... TENTANG

IZIN LOKASI DAN IZIN PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL

I. UMUM

Undang-undangtentang pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil disusun dengan tujuan untuk (1) melindungi, mengonservasi, merehabilitasi, memanfaatkan, dan memperkaya Sumber Daya Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil serta sistem ekologisnya secara berkelanjutan; (2) menciptakan keharmonisan dan sinergi antara Pemerintah dan Pemerintah Daerah dalam pengelolaan Sumber Daya Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil; (3) memperkuat peran serta masyarakat dan lembaga Pemerintah serta mendorong inisiatif masyarakat dalam pengelolaan Sumber Daya Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil agar tercapai keadilan, keseimbangan, dan keberlanjutan; (4) meningkatkan nilai sosial, ekonomi, dan budaya masyarakat melalui peran serta masyarakat dalam pemanfaatan Sumber Daya Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Amar putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 3/PUU – VIII/2010 Tanggal 16 Juni 2011 membatalkan pasal-pasal terkait HP-3 karena dikhawatirkan a) berpotensi bertentangan dengan UUD Negara RI tahun 1945, b) berpotensi menimbulkan konflik antar sektor dalam pengaturan dan implementasinya kelak, c) secara internal mengandung inkonsistensi antara berbagai pasal dan dengan tujuannya, dan d) menafikan hak masyarakat, terutama masyarakat pesisir. Izin lokasi dan izin pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil merupakan suatu „terobosan‟ untuk menjawab amar putusan MK tersebut. Pemberian izin lokasi dan izin pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil memberikan kepastian hukum bagi masuknya investasi di wilayah perairan pesisir dan perairan pulau-pulau kecil, sehingga potensi sumberdaya pesisir nasional yang demikian besar dapat digali bagi kepentingan pembangunan.

Untuk itu, pengaturan tentang izin lokasi dan izin pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil harus disusun, meskipun referensi hukumnya di Indonesia sangat terbatas. Konsep-konsep hukum tanah, meskipun tidak otomatis sepenuhnya dapat diadopsi untuk mengkonstruksikan izin lokasi dan izin pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil, namun setidaknya dapat ditelaah dalam kaitannya untuk maksud memahami konsep hak penggunaan pada kolom perairan laut. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria dengan berbagai peraturan pelaksanaannya, peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan pembebanan hak, prosedur dan tatacara, serta sistem praktek hak dan ijin pemanfaatan laut yang sudah berlangsung di lapangan merupakan bangunan dari sistem hukum yang ada dan perlu menjadi sumber kajian.

(20)

Pentingnya Izin lokasi dan izin pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil terkait dengan beberapa isu pokok, seperti kenyataan di lapangan bahwa berbagai kepentingan kegiatan di perairan laut sangat berpotensi memicu konflik dan terjadinya tumpang tindih antar penggunaan(misalnya kepentingan alur pelayaran, nelayan, wisata bahari, konservasi, pertahanan-keamanan/militer, pertambangan, penempatan infrastruktur dasar laut, dan lain-lain). Sementara stakeholders dalam rangka penyelenggaraan investasi/kegiatan usahanya memerlukan keabsahan/kepastian hukum yang akan melindunginya dari potensi konflik tersebut. Dengan izin lokasi dan izin pengelolaan WP3K, dimaksudkan investor dapat memperoleh jaminan kepastian hukum dan kepastian haknya dalam menyelenggarakan kegiatan usaha.

Perairan laut memiliki karakteristik yang berbeda dengan darat. Pengelolaan laut menganut rejim open access, memiliki sifat „fluida‟, mengemban fungsi publik, dan tunduk pada ketentuan hukum laut internasional. Klaim/penguasaan/pemberian „hak‟ kepada satu pihak tertentu dikhawatirkan akan menghilangkan kesempatan pihak lain untuk dapat menggunakannya; serta mengurangi akses pihak lain dalam menikmati nilai materiil atas laut.

Agar pemberian izin lokasi dan izin pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil dapat dilaksanakan dan dioperasionalisasikan, diperlukan konsep dan konstruksi hukum yang mengatur syarat, tata cara pemberian, pencabutan, jangka waktu, luasan, pemberian sanksi dan berakhirnya izin lokasi dan izin pengelolaan WP3K sesuai amanat pasal 22C dan 71 ayat (5) Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.

II. PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Cukup jelas. Pasal 2 Cukup jelas. Pasal 3 Cukup jelas. Pasal 4 Cukup jelas. Pasal 5 Cukup jelas. Pasal 6 Cukup jelas. Pasal 7 Ayat (1)

Yang dimaksud dengan “proposal usaha” adalah usulan rencana kegiatan usaha pemanfaatan perairan pesisir yang akan dilaksanakan oleh pemohon dalam rangka untuk memperoleh izin lokasinya.

(21)

Ayat (2)

Huruf a

Cukup jelas. Huruf b

Yang dimaksud dengan “rencana kegiatan” adalah rancangan tahap-tahap aktivitas usaha yang akan dilaksanakan meliputi rencana produksi, kebutuhan fasilitas, tahapan proses produksi, rencana pengembangan, dan jangka waktu pelaksanaannya

Huruf c

Yang dimaksud dengan aspek teknis meliputi parameter-parameter yang akan berhubungan dengan kegiatan usaha seperti hidro-oceanografi, hidrologi, batimetri topografi, dan atau bioekologi.

Yang dimaksud dengan aspek lingkungan hidup berupa kondisi lingkungan hidup meliputi kualitas air laut, kualitas air tanah, kualitas udara, kondisi ekosistem pesisir (mangrove, lamun, terumbu karang,) flora dan fauna wilayah pesisir, serta biota perairan

Yang dimaksud dengan aspek sosial ekonomi meliputi kondisi komposisi penduduk akses publik, dan potensi pelibatan masyarakat

Huruf d

Yang dimaksud “luasan lokasi” adalah batasan ruang secara 2 (dua) dimensi dari kegiatan usaha yang akan dilaksanakan yang dibatasi oleh titik-titik koordinat setiap sudut ruangnya.

Huruf e Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Pasal 8 Huruf a Cukup jelas. Huruf b Cukup jelas. Huruf c

Yang dimaksud dengan “nelayan tradisional” adalah nelayan yang menggunakan kapal tanpa mesin, dilakukan secara turun temurun, memiliki daerah penangkapan ikan yang tetap, dan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.

Huruf d

(22)

Huruf e Cukup jelas. Pasal 9 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Huruf a Cukup jelas. Huruf b

Yang dimaksud dengan “rencana kegiatan” adalah rancangan tahap-tahap aktivitas usaha yang akan dilaksanakan meliputi rencana produksi, kebutuhan fasilitas, tahapan proses produksi, rencana pengembangan, dan jangka waktu pelaksanaannya

Huruf c

Yang dimaksud dengan aspek teknis meliputi parameter-parameter yang akan berhubungan dengan kegiatan usaha seperti hidro-oceanografi, hidrologi, batimetri topografi, dan atau bioekologi.

Yang dimaksud dengan aspek lingkungan hidup berupa kondisi lingkungan hidup meliputi kualitas air laut, kualitas air tanah, kualitas udara, kondisi ekosistem pesisir (mangrove, lamun, terumbu karang,) flora dan fauna wilayah pesisir, serta biota perairan

Yang dimaksud dengan aspek sosial ekonomi meliputi kondisi komposisi penduduk akses publik, dan potensi pelibatan masyarakat

Huruf d

Yang dimaksud “luasan lokasi” adalah batasan ruang secara 2 (dua) dimensi dari kegiatan usaha yang akan dilaksanakan yang dibatasi oleh titik-titik koordinat setiap sudut ruangnya.

Huruf e Cukup jelas. Huruf f Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (5) Cukup jelas. Ayat (6) Cukup jelas.

(23)

Pasal10 Cukup jelas. Pasal 11 Cukup jelas. Pasal 12 Cukup jelas. Pasal 13 Cukup jelas. Pasal 14 Cukup jelas. Pasal 15 Cukup jelas. Pasal 16 Cukup jelas. Pasal 17 Cukup jelas. Pasal 18 Cukup jelas. Pasal 19 Ayat (1)

Yang dimaksud dengan “proposal usaha” adalah usulan rencana kegiatan usaha pemanfaatan perairan pesisir yang akan dilaksanakan oleh pemohon dalam rangka untuk memperoleh izin lokasinya.

Ayat (2)

Huruf a

Cukup jelas. Huruf b

Yang dimaksud dengan “rencana kegiatan” adalah rancangan tahap-tahap aktivitas usaha yang akan dilaksanakan meliputi rencana produksi, kebutuhan fasilitas, tahapan proses produksi, rencana pengembangan, dan jangka waktu pelaksanaannya

Huruf c

Yang dimaksud dengan aspek teknis meliputi parameter-parameter yang akan berhubungan dengan kegiatan usaha seperti hidro-oceanografi, hidrologi, batimetri topografi, dan atau bioekologi.

Yang dimaksud dengan aspek lingkungan hidup berupa kondisi lingkungan hidup meliputi kualitas air laut, kualitas air tanah, kualitas udara, kondisi ekosistem pesisir (mangrove, lamun, terumbu karang,) flora dan fauna wilayah pesisir, serta biota perairan

(24)

Yang dimaksud dengan aspek sosial ekonomi meliputi kondisi komposisi penduduk akses publik, dan potensi pelibatan masyarakat

Huruf d

Yang dimaksud “luasan lokasi” adalah batasan ruang secara 2 (dua) dimensi dari kegiatan usaha yang akan dilaksanakan yang dibatasi oleh titik-titik koordinat setiap sudut ruangnya.

Huruf e Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Pasal 20 Huruf a Cukup jelas. Huruf b Cukup jelas. Huruf c

Yang dimaksud dengan “nelayan tradisional” adalah nelayan yang menggunakan kapal tanpa mesin, dilakukan secara turun temurun, memiliki daerah penangkapan ikan yang tetap, dan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.

Huruf d Cukup jelas. Huruf e Cukup jelas. Pasal 21 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Huruf a Cukup jelas. Huruf b

Yang dimaksud dengan “rencana kegiatan” adalah rancangan tahap-tahap aktivitas usaha yang akan dilaksanakan meliputi rencana produksi, kebutuhan fasilitas, tahapan proses produksi, rencana pengembangan, dan jangka waktu pelaksanaannya

(25)

Yang dimaksud dengan aspek teknis meliputi parameter-parameter yang akan berhubungan dengan kegiatan usaha seperti hidro-oceanografi, hidrologi, batimetri topografi, dan atau bioekologi.

Yang dimaksud dengan aspek lingkungan hidup berupa kondisi lingkungan hidup meliputi kualitas air laut, kualitas air tanah, kualitas udara, kondisi ekosistem pesisir (mangrove, lamun, terumbu karang,) flora dan fauna wilayah pesisir, serta biota perairan

Yang dimaksud dengan aspek sosial ekonomi meliputi kondisi komposisi penduduk akses publik, dan potensi pelibatan masyarakat

Huruf d

Yang dimaksud “luasan lokasi” adalah batasan ruang secara 2 (dua) dimensi dari kegiatan usaha yang akan dilaksanakan yang dibatasi oleh titik-titik koordinat setiap sudut ruangnya.

Huruf e Cukup jelas. Huruf f Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (5) Cukup jelas. Ayat (6) Cukup jelas. Pasal 22 Cukup jelas. Pasal 23 Cukup jelas. Pasal 24 Cukup jelas. Pasal 25 Cukup jelas. Pasal 26 Cukup jelas. Pasal 27 Cukup jelas. Pasal 28 Cukup jelas. Pasal 29 Cukup jelas.

(26)

Pasal 30 Huruf a Angka1 Cukup jelas. Angka2 Cukup jelas. Angka3 Cukup jelas. Angka4

Yang dimaksud dengan “mesin penyedot air” adalah sarana untuk mengambil sumber air laut sebagai bahan baku dalam pembuatan garam.

Angka5

Yang dimaksud dengan “konstruksi kanal” adalah adalah sistem saluran untuk menyalurkan bahan baku air laut ke kolam-kolam produksi garam.

Huruf b Angka1 Cukup jelas. Angka2 Cukup jelas. Angka3 Cukup jelas. Angka4 Cukup jelas. Huruf c Angka1 Cukup jelas. Angka2 Cukup jelas. Huruf d Angka1 Cukup jelas. Angka2 Cukup jelas. Angka3

Yang dimaksud dengan “alat keselamatan” adalah sarana yang dimiliki untuk penyelamatan dalam keadaan darurat di wilayah lokasi wisata bahari.

Angka4

Cukup jelas. Angka5

(27)

Angka6 Cukup jelas. Huruf e Angka1 Cukup jelas. Angka2 Cukup jelas. Angka3 Cukup jelas. Angka4 Cukup jelas. Angka5

Yang dimaksud dengan “alat pengolah air” adalah sarana utama yang digunakan untuk mengolah air laut menjadi air konsumsi dengan segala jenis peruntukkannya.

Huruf f Angka1 Cukup jelas. Angka2 Cukup jelas. Angka3 Cukup jelas. Angka4 Cukup jelas. Angka5 Cukup jelas. Huruf g Angka1 Cukup jelas. Angka2 Cukup jelas. Angka3 Cukup jelas. Angka4 Cukup jelas. Angka5 Cukup jelas. Pasal 31 Cukup jelas. Pasal 32

(28)

Cukup jelas. Pasal 33 Cukup jelas. Pasal34 Cukup jelas. Pasal 35 Cukup jelas. Pasal 36 Cukup jelas. Pasal 37 Cukup jelas. Pasal 38 Cukup jelas. Pasal 39 Cukup jelas. Pasal 40 Cukup jelas. Pasal 41 Cukup jelas. Pasal 42 Cukup jelas. Pasal 43 Cukup jelas. Pasal 44 Cukup jelas. Pasal 45 Cukup jelas. Pasal 46 Cukup jelas. Pasal 47 Cukup jelas. Pasal 48 Cukup jelas. Pasal 49 Cukup jelas. Pasal 50 Cukup jelas.

(29)

Referensi

Dokumen terkait

Jika salah satu pemain mengatakan suatu angka, pemain lain harus mengatakan angka yang lebih besar 1 hingga 10 angka dari angka tersebut. Dan begitu seterusnya hingga

Kelompok kontrol (-) yakni mencit betina normal dengan induksi prostaglandin, kelompok kontrol (+) mencit dengan induksi VCD dengan pemberian aquadest, sedangkan

[r]

Berdasarkan penelitian yang dilakukan mengenai keanekaragaman plankton dan kualitas air di Kali Surabaya dapat disimpulkan, bahwa keanekaragaman plankton di Kali

Metafora sebagai salah satu wujud daya kreatif bahasa di dalam penerapan makna, artinya berdasarkan kata-kata tertentu yang telah dikenalnya dan berdasarkan keserupaan atau

PT Greenspan Packaging System sudah baik, hal ini dapat dilihat dari pembagian tanggung jawab fung- sional diantaranya fungsi penjualan terpisah dengan fungsi gudang untuk

"Saya bersumpah,he4anji, bahwa saya akan melakukan pekeq'aan Ilmu Kedokteran, Ilmu Bedah dan Ilmu Kebidanan dengan pengetahuan dan tenaga saya yang

Berdasarkan Rencana Jangka Menengah Tahun 2010-2012 Kampung Totokaton Kecamatan Punggur pelaksanna pembangunan berdasarkan hasil identifikasi, pemetaan swadaya dan