GERUSAN KAKI PADA STRUKTUR IMPERMEABLE SLOPING
WALL AKIBAT GELOMBANG PECAH
Dalrino
1) 1)Jurusan Teknik Sipil, Politeknik Negeri Padang, Padang
Kampus Limau Manis
–
Padang
email : dalrino350@gmail.com
Abstrak
Toe scour is one of phenomenon that frequently experienced by coastal structures and was realized as the causative factor to structure failure. When a structure is placed in coastal environment, the flow pattern at area will affected, so resulting in one or more phenomena, one of them was the local scour around the toe. The research was conducted for the wave breaking condition occurred near the toe structure. Physical model was conducted at wave flume with 40 m length, 0.6 m width and 1.1 m height. Impermeable sloping wall structure and rubble mound breakwater was used as the model for the test. The wave breaking condition was generated by modification of beach slope variation near the structure.
Surf Similarity parameter as the ratio of beach slope and wave steepness was used to represent the effect of beach slope variation to scour depth. The increasing of beach slope from 0,05 to 0,1 and 0,05 to 0,2 will increasing scour depth rate about 22% and 62% respectively. The model test was showing the improvement of scour depth was affected by the variation of structure slope. The increasing slope from 0,67 to 1, the model show scour depth increased about 25,8%
Keywords : Toe scour, sloping structure, breaking wave
1. Pendahuluan
Gerusan lokal yang terjadi di kaki struktur merupakan salah satu fenomena yang banyak dialami oleh struktur bangunan pantai yang terkena oleh serangan gelombang, arus ataupun kombinasi antara keduanya. Pengamatan dan analisa yang dilakukan memperlihatkan bahwa gerusan lokal yang terjadi di kaki struktur merupakan salah satu kasus yang paling sering terjadi dan paling banyak menyebabkan terjadinya kegagalan pada struktur (Allsop, N. W. H. and McConnell, K.J., 2000). Proses terjadinya gerusan lokal disebabkan oleh adanya peningkatan kapasitas transpor massa material dasar yang meninggalkan lokasi awalnya disekitar kaki struktur akibat pengaruh peningkatan intensitas aliran disekitar kaki struktur tersebut. Dengan mempertimbangkan aksi gelombang sebagai faktor penyebab, mekanisme dan proses gerusan dapat dibedakan atas gerusan yang diakibatkan oleh gelombang tidak pecah (non-breaking wave) dan gerusan yang diakibatkan oleh gelombang pecah (breaking wave).
Permasalahan gerusan kaki pada struktur berdinding miring (sloping wall structure) oleh kondisi gelombang pecah belum mendapatkan perhatian yang sama seperti halnya kasus vertical wall structure. Dalam konteks ini belum terdapat metode yang diterima secara umum untuk memprediksi besar gerusan yang terjadi. Dengan asumsi logis bahwa kondisi gerusan ekstrim terjadi pada struktur yang vertikal dan impermeable, metode yang biasa digunakan untuk memprediksi gerusan pada kasus sloping wall structure adalah dengan menggunakan persamaan prediksi yang diberikan untuk kasus – kasus vertical wall. (Shore Protection Manual, 1984, Sumer and Fredsoe 2002).
Disipasi energi akibat proses pecah yang terkompensasi dalam bentuk peningkatan intensitas aliran dan interaksinya terhadap struktur akan mempengaruhi pola transpor dan gerusan yang terjadi. Pada kasus sloping
wall structure, posisi pecah gelombang yang terjadi bisa menjadi lebih dekat terhadap kaki struktur
dibandingkan dengan kondisi yang terjadi pada vertical wall structure yang akan memberikan perbedaan pola dan kedalaman gerusan yang terjadi di kaki struktur.
aliran akibat gelombang pecah di kaki struktur impermeable sloping wall pada dasar yang rigid dan mendapatkan terjadinya peningkatan tekanan pada dasar di daerah kaki struktur akibat kecepatan aliran
downrush flow yang diindikasikan berpotensi terhadap gerusan kaki. Muller, G. (2007) mendapatkan
terjadinya impact breaker di kaki struktur impermeable sloping wall pada kasus gelombang tidak pecah (
non-breaking wave)akibat interaksi aliran downrush saat menuruni lereng struktur dan massa aliran di kaki
struktur. Pengamatan visual memperlihatkan posisi impact breaker terhadap dasar di kaki struktur berpotensi menciptakan gerusan kaki.
Penelitian ini difokuskan pada kondisi dimana gelombang pecah terjadi di sekitar kaki sloping wall structure
pada saat simulasi. Untuk mendapatkan kondisi tersebut diperlukan pengujian awal berupa proses trial -
error pada kemiringan dasar yang rigid dan kedalaman air yang ditentukan. Dengan kondisi gelombang pecah
yang didapatkan kemudian dilakukan pengujian gerusan dengan mengamati kondisi lokal yang terjadi di kaki struktur tersebut. Variabel pengujian terdiri atas tinggi dan periode gelombang (H dan T), kedalaman air di kaki struktur (ds), kemiringan dasar pantai (tan ) dan sudut kemiringan dinding struktur ().
Tujuan dari penelitian ini adalah melakukan identifikasi terhadap proses yang mempengaruhi terjadinya gerusan di kaki struktur berdinding miring (sloping wall ) akibat gelombang pecah serta merumuskan formulasi empiris gerusan lokal menggunakan variabel pengujian. Batasan yang digunakan dalam penelitian ini adalah simulasi fisik dengan menggunakan gelombang reguler pada stuktur impermeablesloping seawall
denganmaterial dasar berupa pasir yang bersifat non-cohesive. Kontribusi yang diberikan dalam penulisan makalah ini diantaranya :
(a). Studi yang dilakukan terhadap struktur berdinding miring dengan mengkondisikan gelombang pecah di kaki struktur dengan variasi kedalaman air di kaki, kemiringan dasar pantai dan kemiringan struktur saat simulasi merupakan hal baru yang memberikan suatu gambaran tentang mekanisme gerusan kaki yang terjadi akibat gelombang pecah ; (b). Persamaan yang dibentuk untuk kasus impermeable sloping wall dengan menggabungkan variabel kedalaman air di kaki, kemiringan pantai dan kemiringan struktur melengkapi persamaan – persamaan gerusan kaki yang ada sebelumnya untuk memprediksi besaran gerusan kaki pada struktur bangunan pantai, khususnya yang diakibatkan oleh gelombang pecah.
2. Tinjauan Pustaka
Gerusan yang diakibatkan oleh gelombang tidak pecah (non breaking wave) telah diteliti oleh beberapa peneliti, diantaranya Xie(1981), Irie and Nadaoka (1984), dan Hughes and Fowler (1991) untuk kasus
vertical wall breakwater dan Sumer, B.M and Fredsoe, J. (2000) untuk kasus rubble-mound breakwater.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pola pergerakan partikel aliran akibat gelombang pantul didapatkan sebagai mekanisme utama penyebab terjadinya gerusan. Gerusan akibat gelombang tidak pecah pada lokasi
head breakwater juga telah diteliti oleh Fredsoe, J and Sumer, B.M (1997) untuk struktur vertical wall dan
Fredsoe, J. and Sumer, B.M. (1997) untuk kasus submerged breakwater. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa penyebab utama terjadinya gerusan adalah dikarenakan terjadinya separation flow dekat struktur dalam bentuk vortex pada kasus breakwater tidak tenggelam (emerged breakwater) dan dengan tambahan adanya massa air dalam bentuk plunging breaker untuk kasus breakwater tenggelam (submerged breakwater). Metode yang lazim digunakan dalam mempelajari gerusan kaki di daerah gelombang pecah pada struktur
vertical wall adalah dengan melakukan pengujian tanpa adanya struktur untuk mendapatkan posisi gelombang
pecah, dan kemudian meletakkan struktur dengan posisi relatif terhadap posisi gelombang pecah tersebut untuk mendapatkan kondisi gerusan yang terjadi. (Shore Protection Manual, 1984 ; Horikawa, K., 1988). Dengan cara ini sesungguhnya belum secara tepat menggambarkan hasil gerusan yang diakibatkan oleh gelombang pecah saat simulasi. Saat struktur bangunan ditempatkan pada lingkungan pantai, keberadaan struktur tersebut segera akan mengubah pola aliran yang terjadi disekitarnya, salah satunya adalah terjadinya pergeseren posisi pecah gelombang dari posisi aslinya saat tanpa keberadaan struktur. Dengan demikian posisi gelombang pecah terhadap struktur saat simulasi merupakan faktor yang dapat mempengaruhi kondisi gerusan kaki yang terjadi, namun tidak terdapat data mengenai hal ini. (Sumer, B., M., et al., 2002).
3. Metode Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk melihat kondisi gerusan kaki yang terjadi akibat gelombang pecah disekitar kaki struktur. Simulasi model dilakukan pada saluran gelombang dengan panjang 40 meter, lebar 60 cm dan tinggi 1,1 meter. Model struktur sloping wall dibuat dari rangka baja dengan dilapisi multipleks setebal 1,8 cm dan dapat diposisikan pada kemiringan tertentu sesuai dengan skenario simulasi. Untuk mencegah terjadinya kondisi dimana gelombang tidak pecah (non-breaking) ataupun lokasi pecah yang terlalu jauh dari
69
struktur (broken wave), maka pengujian awal dilakukan pada kondisi dasar yang rigid untuk mendapatkan kondisi gelombang pecah yang diinginkan didekat kaki struktur. Dari hasil pengujian awal ini akan didapatkan posisi setting alat yang digunakan pada kemiringan dasar dan kedalaman air yang telah ditetapkan untuk mendapatkan kondisi gelombang pecah. Karakter gelombang pengujian kemudian diukur berdasarkan posisi setting alat tersebut.
Kajian literatur mengenai gerusan kaki mendapatkan suatu kesimpulan awal bahwa refleksi yang terjadi akibat struktur bangunan akan memberikan pengaruh pada kasus dimana kondisi gelombang adalah
non-breaking (Xie, 1981, Sumer , B.M., Fredsoe, J., 2000). Hasil pengujian pada struktur berdinding miring untuk
kasus non-breaking wave juga memperlihatkan pengaruh refleksi memberikan kejadian gerusan yang tidak selalu terjadi tepat di kaki struktur, namun pada jarak tertentu yang dipengaruhi oleh posisi node dan antinode
gelombang pantul akibat proses refleksi. Pada kasus breaking wave, turbulensi aliran di kaki struktur serta efek interaksi proses pecah gelombang terhadap struktur dalam bentuk downrush flow dan impact breaker
yang terjadi secara lokal di kaki struktur memberikan potensi gangguan terhadap kondisi dasar di kaki struktur (Shibayama, T., 1986, Tsai, C. –P., 1998, Muller, G., 2007). Refleksi yang terjadi pada kondisi gelombang pecah di kaki struktur sangat berkemungkinan dipengaruhi oleh kondisi – kondisi lokal oleh proses interaksi aliran dan struktur yang terjadi pada lokasi kaki tersebut yaitu vortex saat gelombang pecah serta impact breaker akibat interaksi aliran dowrush flow dan massa aliran di kaki struktur.
Pemisahan gelombang datang dan gelombang pantul dilakukan dengan teknik slowly moving carriage dan analisis refleksi gelombang regular untuk mendapatkan tinggi gelombang datang sesungguhnya yang terjadi dilokasi struktur (Sumer, B.M., et al., 2000). Berbagai variasi pengujian telah dilakukan, yaitu kedalaman air di kaki, kemiringan dasar pantai dan kemiringan struktur. Skema pengujian dan posisi penempatan model pada saluran gelombang seperti dilustrasikan pada Gambar 1 dan Gambar 2.
4. Hasil dan Pembahasan
Pengujian awal dilakukan untuk mendapatkan nilai tinggi dan periode gelombang (H dan T) terhadap kedalaman air di kaki (ds) yang ditetapkan untuk mendapatkan kondisi gelombang pecah di sekitar lokasi kaki struktur. Pengujian dilakukan dengan menempatkan model struktur pada dasar yang rigid dan mencoba – coba setting posisi lengan paddle dan jarum frekuensi pada wave generator sehingga didapatkan gelombang pecah yang diinginkan. Nilai H dan T yang selanjutnya digunakan dalam pengujian gerusan kaki adalah nilai
H dan T yang didapatkan dengan menggunakan setting tersebut. Hal ini dilakukan untuk menghindari terjadinya kondisi gelombang tidak pecah ataupun posisi pecah yang terlalu jauh dari struktur (broken wave) di saat pengujian gerusan. Gambar 3 memperlihatkan hubungan ketinggian gelombang terhadap kedalaman air di kaki struktur dalam menghasilkan kondisi gelombang pecah pengujian. Dari hasil pengamatan terhadap proses yang menyebabkan gerusan kaki oleh gelombang pecah, dapat di kategorikan bahwa terjadinya gerusan kaki disebabkan oleh dua hal, yaitu proses pecah gelombang itu sendiri dan proses interaksi yang terjadi antara gelombang pecah dan struktur. Pengaruh gelombang pecah menghasilkan gerak partikel aliran yang sangat fluktuatif akibat intensitas turbulensi aliran didaerah kaki struktur. Pengamatan menunjukkan terangkatnya material dasar saat gelombang pecah, serta aliran down rush saat massa aliran bergerak menuruni lereng struktur menuju offshore dan mengendapkan material pasir hasil gerusan sejarak tertentu di sisi offshore kaki struktur. Pembentukan ripple terjadi di awal simulasi yang terus berlanjut dan bersuperposisi terhadap transpor material massa gerusan dari kaki struktur hingga membentuk profil yang
equilibrium. Secara umum profil dasar yang terjadi di akhir simulasi menunjukkan terbentuknya lubang
gerusan di kaki struktur dengan adanya deposisisi di arah offshore dari lubang gerusan seperti terlihat pada ds
250 cm
Gambar 4. Kondisi pengujian pada dasar rigid untuk menentukan posisi gelombang pecah dan profil dasar saat simulasi pengujian gerusan diperlihatkan pada Gambar 5 dan Gambar 6.
0.0000 0.0010 0.0020 0.0030 0.0040 0.0050 0.0060
0.0000 0.0010 0.0020 0.0030 0.0040 0.0050 0.0060 0.0070 0.0080
ds/gT2
H
/gT
2
Kemiringan Pantai 1 : 5 Kemiringan Pantai 1 : 10 Kemiringan Pantai 1 : 20
Gambar 3. Hubungan tinggi dan periode gelombang pengujian
terhadap kedalaman air di kaki struktur. Gambar 4. Profil dasar akhir simulasi
Gambar 5. Kondisi pengujian pada dasar rigid untuk menentukan posisi gelombang pecah
Gambar 6. Profil dasar akibat gerusan kaki saat simulasi
Hasil pengujian mendapatkan terjadinya peningkatan gerusan terhadap peningkatan kemiringan pantai (tan ) serta penurunan kedalaman air relatif di kaki struktur (ds/L). (Gambar 7). Hasil pengamatan visual saat simulasi memperlihatkan proses pecah gelombang dan transpor sedimen kearah offshore yang lebih kuat terjadi pada kemiringan pantai yang semakin curam. Hal ini dapat dihubungkan dengan nilai surf similarity
sebagai representasi karakter pecah gelombang yang semakin meningkat pada kemiringan pantai yang semakin curam. Hasil pengujian juga memperlihatkan terjadinya peningkatan gerusan kaki relatif terhadap peningkatan sudut kemiringan struktur, dan berlaku untuk semua kemiringan pantai pengujian. Gambar 8 memperlihatkan peningkatan kedalaman gerusan relatif akibat peningkatan sudut kemiringan struktur pada kemiringan dasar pantai 1 : 20.
Batasan yang menyatakan terjadinya gelombang pecah secara teoritis dapat didekati dengan mengaplikasikan konsep kekekalan flux energi (Izumiya and Horikawa, dalam Horikawa, K., 1988). Hal ini diartikan bahwa sebuah gelombang akan mengalami proses pecah jika energi yang dimiliki oleh gelombang tersebut telah melampaui sebuah batasan nilai energi untuk membuat gelombang tersebut pecah (E > EB).
Dengan mengaplikasikan persamaan teoritis dari Izumiya and Horikawa terhadap kondisi pengujian didapatkan batasan yang secara teoritis menyatakan kondisi gelombang pengujian (Gambar 9). Persamaan yang diusulkan oleh Izumiya and Horikawa merupakan persamaan yang berlaku pada kondisi alami tanpa adanya struktur. Dengan keberadaan struktur yang dapat mempengaruhi pola aliran yang terjadi, sangat dimungkinkan terjadinya pergeseran dari besaran yang dihasilkan oleh persamaan tersebut. Domain yang terletak di sisi bagian bawah dari kurva dengan garis terputus merupakan kondisi dimana energi gelombang belum mencapai batasan energi untuk pecah, atau dengan kata lain gelombang tidak pecah. Namun dari hasil pengujian mendapatkan adanya gelombang pecah yang berada pada domain wilayah tersebut, yang secara visual terlihat sebagai gelombang pecah tipe spilling. Terjadinya gelombang pecah tipe spilling didapatkan sebagai akibat pengaruh keberadaan struktur dimana terjadi interaksi saat aliran downrush dan massa air di kaki struktur.
0 5 10 15 20 25 30 35 40 45
-40 10 60 110 160 210
x (cm)
y(
cm
)
Initial profile Final profile
71
0.00
0.03 0.04 0.05 0.06 0.07 0.08 0.09 0.10
ds/L
Gambar 7. Pengaruh Variasi Kemiringan Pantai dan Kedalaman Air di Kaki Relatif Terhadap Gerusan Kaki (Kemiringan Dasar
Pantai 1 : 20)
0.00 0.01 0.02 0.03 0.04 0.05 0.06 0.07 0.08 0.09 0.10
ds/L
Gambar 8. Peningkatan Kedalaman Gerusan Relatif Akibat Peningkatan Sudut Kemiringan Struktur (Kemiringan dasar
pantai 1 : 20)
Karakter pecah gelombang direpresentasikan dengan parameter Surf Similarity () yang merupakan rasio kemiringan pantai dan kecuraman gelombang. Hubungan antara Surf Similarity () terhadap kedalaman gerusan kaki relatif memperlihatkan kecenderungan terjadinya peningkatan kedalaman gerusan kaki relative dengan peningkatan nilai Surf Similarity. (Gambar 10). Berdasarkan kriteria pecah gelombang teoritis Galvin, peningkatan nilai surf similarty mengindikasikan terjadinya perubahan pola pecah gelombang. Hasil pengujian mendapatkan jenis pecah gelombang tipe plunging memberikan kedalaman gerusan yang lebih besar dibandingkan jenis pecah tipe spilling. Pada gelombang pecah tipe plunging, bentuk pecah gelombang adalah berupa adanya lidah massa air yang menerkam tubuh aliran disisi depan arah penjalarannya. Kondisi ini akan menyebabkan terjadinya efek turbulensi yang sangat tinggi dan mengakibatkan terganggunya material dasar di sekitar lokasi pecah sehingga akan menyebabkan peningkatan gerusan (Gambar 11).
0.000
0.000 0.001 0.002 0.003 0.004 0.005 0.006 0.007 0.008
ds/gT2
Gambar 9. Gelombang Pecah Kondisi Pengujian Terhadap Batasan Terjadinya Gelombang Pecah Teoritis Izumiya and
Horikawa
Gambar 10. Kedalaman Gerusan Relatif Sebagai Fungsi Surf Similarity Untuk Setiap Variasi Kemiringan Pantai Pengujian
Dengan mengaplikasikan persamaan teoritis tinggi gelombang pecah terhadap hasil pengujian dan menggunakan pendekatan posisi gelombang pecah dekat kaki struktur, hB≈ ds maka didapatkan hubungan antara tinggi gelombang pecah relatif terhadap kedalaman gerusan. Beberapa persamaan teoritis diterapkan pada hasil pengujian dan mendapatkan terjadinya peningkatan kedalaman gerusan kaki akibat peningkatan tinggi relatif gelombang pecah, seperti dicontohkan pada aplikasi persamaan Miche and Hamada (Horikawa, K., 1988) seperti terlihat di Gambar 12. Hal ini disebabkan sebagai semakin besarnya energi yang diberikan oleh gelombang pecah terhadap peningkatan efek turbulensi aliran sehingga berdampak pada peningkatan gerusan. Data hasil pengujian kedaaman gerusan relatif terhadap kedalaman air di kaki relatif memberikan sebuah bentuk pola sebaran, yaitu bentuk kurva melengkung dengan arah negatif. Fungsi yang dapat mendekati sifat kurva tersebut merupakan sebuah fungsi eksponensial yang dapat digunakan untuk mendapatkan persamaan terdekat terhadap hasil pengujian.
Berdasarkan sifat kurva hasil pengujian, maka diambil bentuk persamaan sebagai berikut:
P merupakan koefisien yang menentukan posisi grafik terhadap data hasil pengujian akibat pengaruh kemiringan pantai (tan ), dan q merupakan koefisien yang memberikan fungsi untuk menaikkan posisi kurva sebagai pengaruh peningkatan kemiringan struktur () dari posisi kemiringan pantai yang .
0.00
0.40 0.42 0.44 0.46 0.48 0.50 0.52 0.54 0.56
Gambar 11. Tipe Pecah Gelombang Terhadap Kedalaman Gerusan dan Parameter Surf Similarity (Kemiringan Pantai 1 :
10)
0.80 0.81 0.82 0.83 0.84 0.85 0.86 0.87 0.88 0.89 0.90
Hb/ds
Gambar 12. Pengaruh Tinggi Gelombang Pecah Relatif Terhadap Kedalaman Gerusan dengan Persamaan Miche and
Hamada
Data hasil pengujian dikelompokan sesuai dengan tinjauan pengujian, yaitu kelompok data yang meninjau kedalaman gerusan kaki akibat variasi kemiringan pantai dan kelompok data yang meninjau kedalaman gerusan kaki sebagai akibat variasi kemiringan struktur. Proses fitting dilakukan dengan mencoba – coba harga koefisien P1, P2, P3 dan q , kemudian mengontrol hasilnya dengan evaluasi goodnesss of fit berdasarkan harga statistik MSE (mean of squares due to error) dan adjusted R2 serta grafik dan sebaran residu yang dihasilkan. Dengan demikian fitting akan menghasilkan P1, P2 dan P3 sebagai fungsi dari tan , dan koefisien
q yang akan memberikan kecocokkan terhadap sebaran data sebagai pengaruh dari . Hasil fitting mendapatkan nilai C sebagai fungsi P dan q seperti diperlihatkan pada Tabel 1.
Tabel 1. Nilai – Nilai koefisien hasil fitting
No. tan P q C MSE R2
Dengan memasukkan koefisien yang didapatkan dari hasil fitting, didapatkan persamaan gerusan kaki sebagai berikut : kemiringan struktur ; k= angka gelombang =
L
.
2
dan ds = Kedalaman air di kaki struktur
Nilai koefisien P sebagai fungsi kemiringan pantai (tan ) dapat dibentuk menjadi sebuah persamaan regresi sebagai berikut :
P = 0,21. (tan ) + 0,04 (V.9)
Dengan menggunakan bentuk persamaan yang diusulkan, perbandingan antara data hasil pengukuran di laboratorium dan hasil perhitungan dengan menggunakan persamaan dapat dilihat pada Gambar 12 dan Gambar 13.
5. Kesimpulan dan Saran
Kesimpulan
1. Terdapat perbedaan yang mendasar mengenai gerusan kaki yang diakibatkan oleh gelombang tidak pecah
(non-breaking wave) dan gelombang pecah (breaking wave). Pada kasus gelombang tidak pecah (
non-breaking wave) proses gerusan dipengaruhi oleh gerak partikel aliran akibat gelombang pantul dalam
73
gelombang dan proses yang terjadi akibat interaksi struktur dan gelombang pecah tersebut.
0.03 0.04 0.05 0.06 0.07 0.08 0.09 0.10
ds/L
S
c
/H
Data Lab Kemiringan Pantai 1 : 20
Data Lab Kemiringan Pantai 1 : 10 Data Lab Kemiringan Pantai 1 : 5
Pers
Gambar III.10. Kedalaman Gerusan Kaki dengan Variasi Kemiringan Pantai
0.00 0.01 0.02 0.03 0.04 0.05 0.06 0.07 0.08 0.09 0.10
ds/L
Gambar III.11. Kedalaman Gerusan Kaki dengan Variasi Sudut Kemiringan Struktur = 33,69o (1 : 1,5) dan = 45o (1 : 1)
pada Kemiringan Pantai, tan = 1/20
2. Pada struktur impermeable sloping wall, mekanisme gerusan kaki yang terjadi akibat gelombang pecah diawali oleh terangkatnya material dasar akibat turbulensi aliran yang diciptakan oleh proses pecah gelombang. Proses selanjutnya adalah terjadinya uprush dan downrush gelombang pecah di lereng struktur. Massa material gerusan kemudian mengalami transpor oleh aliran balik menuju offshore dan mengendapkannya sejarak tertentu dari kaki struktur.
3. Dengan peningkatan kemiringan pantai dari 1 : 20 ke 1 : 10 didapatkan peningkatan gerusan rata – rata sebesar 22 %, dan dengan peningkatan kemiringan pantai dari 1 : 20 ke 1 : 5 didapatkan peningkatan gerusan rata rata sebesar 62 %. Dengan peningkatan sudut struktur dari 1 : 1,5 ke 1 : 1 didapatkan peningkatan gerusan rata – rata sebesar 25,8 %.
4. Dengan kondisi pengujian dimana gelombang pecah terjadi di kaki struktur berdinding miring telah didapatkan prediksi kedalaman gerusan kaki akibat gelombang pecah. Prediksi yang direkomendasikan sebelumnya adalah dengan menggunakan persamaan yang dihasilkan pada kondisi dinding vertikal dan dengan kondisi pecah gelombang yang berbeda sehingga tidak sepenuhnya dapat menggambarkan situasi real yang terjadi pada kasus struktur berdinding miring.
Saran
1. Penelitian ini dilakukan terhadap beberapa batasan variasi pengujian. Kemiringan dasar pantai yang diuji terbatas pada kemiringan 1 : m, dengan m = 20, 10 dan 5. Dengan demikian hasil – hasil pengujian serta
formulasi yang didapatkan memiliki keterbatasan pada kisaran kemiringan dasar pantai tersebut. Disarankan untuk melihat pengaruh gerusan lebih lanjut pada kisaran kemiringan dasar pantai yang lebih luas.
2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan menambahkan beberapa parameter lain yang belum tercakup dalam penelitian ini, seperti variasi diameter butiran dasar (d50), pengaruh run up pada struktur, kondisi overtopping, tekanan pada dasar akibat downrush flow, refleksi dan tingkat peredaman energi oleh karakter struktur.
Daftar Pustaka
Allsop, N. W. H. and McConnell, K.J., 2000, Revetment Protection for Coastal and Shoreline Structures Exposed to Wave Attack : in Herbich, J. B. (ed), Handbook of Coastal Engineering, Chapter 2, McGraw Hill, New York Horikawa, K. (ed), 1988, Nearshore Dynamics and Coastal Processes, Theory, Measuremnt, and Predictive Models,
Univ. of Tokyo Press, Tokyo.
Hughes, S. A. and Fowler, J. E., 1991, Midscale Physical Model Validation for Scour at Coastal Structures, Technical Report CERC-90-8, Coastal Engineering Research Centre, Department of The Army, Waterways Experiment Station, Corps of Engineers, 3909 Halls Ferry Road, Vicksburg, Mississippi
Irie, I., Nadaoka, K., 1984, Laboratory reproduction of seabed scour in front of breakwaters, in : Proc. 19th International Conference on Coastal Engineering, Houston, TX Vol. 2, pp. 1715-1731, Chap. 116
Muller, G., 2007., Flow fields in reflected waves at a sloped sea wall., Ocean Engineering 34 ., pp. 1786–1789
Shibayama, T., Higuchi, A. and Horikawa, K., 1986, Sediment Transport due to breaking waves, Proc. 20th Coastal Engineering Conf., pp. 1509-1522
Shore Protection Manual, 1984, Department Of The Army, US. Army Corps of Engineers, Washington DC 20314. Sumer, B.M. and Fredsøe, J., 2000, Experimental study of two-dimensional scour and its protection at a rubble-mound
Sumer, B. M. and Fredsoe, J., 2002, The Mechanics of Scour in the Marine Environment, Advanced Series on Ocean Engineering, Vol. 17, World Scientific, Singapore.
Sumer, B.M., Fredsøe, J., 1997, Wave scour around group of vertical piles. ASCE J. Waterw., Port, Coastal Ocean Eng. 124 (5), pp. 248–256
Tsai, C –P., Jiann-Shyang, Lin, C., 1998., Downrush Flow From Waves on Sloping Seawalls., Journal Ocean Engineering 25, No.4-5 ., pp: 295-308
Xie, S.L., 1981. Scouring patterns in front of vertical breakwaters and their influence on the stability of the foundations of the breakwaters. Report, Department of Civil Engineering, Delft University of Technology, Delft, The Netherlands, September, 61 pp.
Biodata Penulis
Dalrino, memperoleh gelar Sarjana Teknik (ST) dari jurusan Teknik Sipil Universitas Gadjah Mada, lulus tahun 1998.
Tahun 2003 memperoleh gelar Magister Teknik (M.T) dari Program Pasca Sarjana Universitas Gadjah Mada pada Jurusan Teknik Sipil. Program Doktor pada Teknik Sipil ITB, lulus tahun 2011. Saat ini sebagai staf pengajar pada Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Padang.