• Tidak ada hasil yang ditemukan

BIONOMIK SCHISTOSOMA TAPONICUM PADAMENCIT(Musmusculus)DILABORATORIUM

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BIONOMIK SCHISTOSOMA TAPONICUM PADAMENCIT(Musmusculus)DILABORATORIUM"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

BIONOMIK

SCHISTOSOMA

TAPONICUM

PADAMENCIT(Musmusculus)DILABORATORIUM

Anis Nurwidayatir, Phetisya PFSr,

htan Tr' Ristil

,Balai Litban gP\B?Donggala, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan' Kementerian Kesehatan R'l'

ABSTRACT

schist\somiasis is

still

a

public

health problem

in

endemic qreos' schistosomiasis

in

Indonesia was

distributed

in

Napu,

Lindu, and

Bado

Highlands'

schistosomiasis

control

was complex

because so many aspect were related with schistosoma life cycle' The aim of this experiment was

to

support

the

study about schistosoma

ltfe

cycle

and also

to

provide

antigen

collection

to develop

o

sero diagnostic kit

for

schistosomiasis'This experiment was conducted

in

laboratory using (Mus musculus). The animal were infected with serkaria of Siaponicum

for

3 months

and

their feces were exomined by microscop to detect the Siaponicum eggs.All

of

the experimental

animal which infected were positive Siaponicum' 27

pairs

of Siaponicum were

found

in one

of

the infected onimal

and

its size became decreased. The egg of Siaponicum were also

found

in

hepatic tissues

of

the

infected

animal

and

formed

granuloma

in

hepatic tissues'Schistosomo

japonicum can

developri

in

Mu,

musculus although it's size became smaller'

Keywords : serknria, Schistosomo japonicum' Mus musculus

PENDAHULUAN

Schistosomiasis

atau

disebut

juga demam keong merupakan penyakit parasitik

yang

disebabkan

oleh infeksi

cacing yang

tergolong dalam

genus Schistosoma' Ada

tiga

spesie

s

Schistosoma

yang

ditemukan

pada

manusia,

Yartu:

Schistosoma

japonicum,

S.

haematobium dan S' monsoni'

Menurut WHO

diperkirakan

lebih dari 200 juta orang di seluruh dunia terinfeksi dengan

cacing

yang

penularannya

melalui

keong

tersebut.

Schistosomiasis

endemis

di

74

negara

berkembang

terutama

di

daerah

pedesaan. Saat

ini

diperkirakan terdapat 650

juta orang tinggal di daerah endemisr'

Selama

siklus

Perkembang

biakan

yang

kompleks,

schistosoma

beralih

dari

hospes keong

ke

mamalia

melalui

medium

air.

Setelah menembus keluar tubuh hospes

keong,

serkaria

berenang

bebas

dan

menembus

kulit

hospes mamalia, kemudian bersama aliran darah menuju hepar melalui

paru

Paru

dan

berubah

menjadi

schistosomula.

Cacing menjadi

dewasa dalam vena porta hepatica, bereproduksi dan

migrasi

ke

tujuan

akhir, yaitu

plexus vena

15

l

(2)

mesenterika.

Cacing betina

dapat bertelur sampai dengan

ribuan

telur

per hari,

yang

akan dikeluarkan

bersama

feces

setelah

berhasil

merusak

dan

menembus dinding

usus. Apabila telur dapat mencapai air, telur

akan

menetas

menjadi miracidium

yang

bersilia dan berenang bebas, yang dipandu

oleh

stimuli

cahaya

dan kimia,

mencari

keong hospes

yaitu

Oncomelania hupensis.

Di

dalam hemocoel keong,

miracidium

berkembang

secara

aseksual

menjadi

sejumlah

sporocyst,

yang

selanjutnya

berkembang

memperbanyak

diri

memprodu ksi sejumlah serkaria2.

Schistosomiasis

di

Indonesia

sebelumnya

hanya ditemukan

di

Dataran

Tinggi Lindu

dan Dataran

Tinggi

Napu saat

ini

sudah berkembang ke daerah baru yaitu

Dataran

Tinggi

Bada akibat

terbukanya

akses

ke

daerah

tersebut.

Masalah

schistosomiasis

cukup

kompleks

karena

untuk

melakukan

pemberantasan harus melibatkan banyak faktor, dengan demikian

pengobatan

massal

tanpa

diikuti

oleh pemberantasan hospes perantara

tidak

akan

mungkin

menghilangkan

penyakit

tersebut

untuk waktu yang lama,

lebih

lagi

schistosomiasis

di

Indonesia

merupakan

penyakit zoonosis sehingga sumber penular

tidak

hanya pada

penderita manusia saja

Bionomik Schistosoma...(Anis, et a[)

tetapi

semua

hewan

mamalia

yang

terinfeksi.

Salah

satu

faktor

yang

mendukung

berhasilnya

penelitian

yang

berhubungan

dengan

siklus

schistosomiasis

adalah

tersedianya media cacing Schistosoma. OIeh

karena

itu

dikembangbiakkan Schistosoma pada hewan percobaan

di

laboratorium agar dapat dimanfaatkan sebagai bahan

uji

untuk

mendukung

eliminasi

schistosomiasis,

seperti

uji

efikasi

praziquantel,

obat

anti schistosoma

dai

bahan tanaman dan lain

-lain.

Kegiatan

ini

bertujuan

untuk

menyediakan

media

bagi

penelitian

atau

kegiatan

dalam mempelajari

siklus

hidup

Sjaponicum,

yaitu

dengan

melakukan

pembiakan

serkaria

pada

hewan

coba

(mencit)

dan

membuat

spesimen cacing

Sc hi st o so ma dat'. biakan.

BAIIAN

DAN

METODE

Bahan yang digunakan

meliputi

4

ekor

mencit, serkaria Sjaponicum, becker glass,

objek glass, pakan mencit, kandang mencit

dan dissecting set.

Kegiatan diawali dengan mencari keong Oncomelania hupensis lindoensis

di

daerah

endemis schistosomiasis

yaitu

fokus

keong Tomado

I,

II

dan Muara, Kecamatan Lindu.

(3)

Jumal Vektor Penyakit, Vol.V No. 2,

20ll

: 15 - 21

Keong yang

ditemukan

dari

lapangan

dipindahkan

ke

dalam

petridish.

Kemudian

keong

diukur

panjangnya

satu

per

satu,

berurut

mulai dari

nomor

sampel (nomor

petridish) yang

terkecil

dan seterusnya dan

dicatat

pada formulir.

Hal

ini

dilakukan

untuk

memperkirakan

umur

keong.

Selanjutnya

diperiksa

apakah

keong

mengandung

parasit

di

bawah

mikroskop dengan metode " crus h i ng" .

Metode Crushing:

-

Tiga keong diletakkan di atas slide yang bersih.

-

Kemudian keong dipecahkan secara

hati-hati dengan menggunakan pinset sedang.

-

Tambahkan

I

-

2 tetes air pada

setiap keong yang dipecahkan, lalu periksa di bawah mikroskoP dissecting.

Dengan menggunakan sepasang jarum

jara

atau

pinset

kecil, dicari

dengan

teliti

parasit-parasit yang ada dalam tubuh keong,

khususnya bentuk-bentuk serkaria

dari

S.

.iaponicum.

Serkaria

yang

ditemukan

lalu

diambil

kemudian dimasukkan

ke

dalam becker glass, yang telah

diisi air

selanjutnya

hewan

coba (mencit)

dimasukkan

dalam

becker glass yang

telah berisi

serkaria

selama

2

jam.

Hewan coba

tersebut lalu

disimpan

di

kandang

dan

setelah

28

-

30

hari

tinja

hewan coba tersebut

diperiksa untuk menemukan telur cacing Schistosoma. Pemhedahan

dilakukan pada hewan

coba tersebut setelah 60 hari infeksi2.

IIASIL

a.

Hasil

pengumpulan

keong

ke

fbkus Tomado

I, II

dan Muara

Tim dari

Laboratorium Parasitologi dan

Entomologi

Balai

Litbang

PZB2

Donggala

dibantu

tenaga

I

aboratorium

Schistosomiasis

Lindu

melakukan pengumpulan keong penular

schistosomiasis,

Oncomelania

hupensis

loindoensis.

Jumlah

keong

Yang

dikumpulkan dengan metode bebas dari

ketiga lokasi fokus adalah sebanyak 120

keong.

b-

Hasil pemeriksaan serkaria pada keong

Jumlah

keong yang

dikumpulkan

dari

fokus

Tomado adalah

sebanYak

60

keong. Jumlah keong yang

terinl-eksi adalah sebanyak

2

keong

yaitu

stadium sporokista dan serkaria yang masih muda

dari

Sjaponicum serta serkaria

dari cacing genus Fasciola.

Ciri

morfblogi

sporokista

:

bentuk

panjang,

gilig,

elastis, bentuk

seperti

(4)

I

huruf

L,

gerakan lambat,

memendek

(membulat) dan menra.iang, warna

jemih

dengan pemeriksaan langsung2.

Ciri

morfologi

serkaria

cacing S.japonicum

:

kepala bentuk elips, u.jung

meruncing, bagian dalam kepala terlihat

berisi kelenjar

-

kelenjar yang berfungsi

untuk

penetrasi

ke

kulit

hospes malaia,

ekor

sudah terlihat

panjang

dan

bercabang

dua, untuk

berenang menemukan

hospes

mamalia,

gerakan

sangat Iincah2.

Ciri

morfologi

serkaria

dari

Fosciola

:

bentuk kepala

bulat

memaniang (elips).

ujung

masih

tumpul, terlihat

kelenjar

_

kelenjar

dalam

kepala,

ekor

masih pendek, tidak terlihat bercabang, gerakan sangat lincah.

Jumlah keong yang ditemukan dari fokus Muara adalah sebanyak 60 keong. Keong yang ditemukan

positif

adalah sebanyak 3

keong,

yaitu

stadium

sporokista

dan

serkaria dewasa S.

japonicurn

yang siap menginfeksi hospes mamalia.

Bionomik Schistosoma...(Anis, et at)

c.

Hasil

infeksi

serkaria

pada mencit

di

laboratorium

Pembedahan yang dilakukan pada

4

ekor

mencit

yang

diinfeksi

menunjukkan

semuan),a

positif

terinfeksi

cacing

Schistosoma

japonicum,

yaitu

dengan

ditemukannya

telur

pada

tinja,

pada

jaringan

hepar

dan

cacing

Sjaponicum dewasa

jantan

dan

betina pada

vena

hepatica

mencit

yang terinfeksi.

pada

kegiatan

ini

cacing

hanya

dapat

ditemukan

pada

satu

ekor

mencit

yaitu sebanyak

27

pasang cacing dewasa. pada

mencit

lain

hanya

ditemukan

telur

Sjaponicum dan

tidak

dapat ditemukan

cacing karena kurang

hati

-

hati

dalam pencarian cacing pada vena hepatica yang sangat halus. Pada pemeriksaan .iaringan

hepar mencit yang telah digerus

dan

disentrifugasi,

ditemukan

telur

Sjaponicum dan

telur

cacing

lain

yang

kemungkinan adalah

dari

trematoda

(5)

:or lm na da )at itu da ur an tm nLr an an lur ng da an ng an da 18 19

Jumal Vektor Penyakit, Vol.V No. 2, 20i 1 : l5 - 21

Gambar

l.

Telur Sjaponicumperbesaran

l0x

(kiri)

dan perbesaran 40x (kanan) yang ditemukan

pada hepar

mencit

yang

terinfeksi,

dengan metode sentrifugasi, pewamaan lugol.

(foto: Anis, Balai LitbangP2B2 Donggala)

Gambar

2.

Telur

cacing

selain Schi.stosoma

joponicum

(kemungkinan

dari

genus Fasciola)

perbesaran

l0x

(kiri)

dan perbesaran 40x (kanan) yang ditemukan pada hepar mencit

yang terinfeksi,

dengan metode sentrifugasi, pewarnaan

lugol.

(foto: Anis,

Balai

Litbang P2B2DonggaIa)

(6)

il

Ilionomik Schistosoma...(Anis, er a/)

Gambar

3.

Cacing Sjaponicum dewasa jantan dan betina perbesaran

4x

yang ditemukan pada

vena hepatica mencit yang terinfeksi, dengan pewarnaan

lugol.

(foto: Anis,

Balai

Litbang P2B2 Donggala)

PEMBAHASAN

Mencit yang

diinfeksi

mulai

menunjukkan

hasil

positif

pada

tiga

bulan

setelah

infeksi.

Brown

et al

(1979) menyebutkan bahwa kira

-

kira tiga minggu sesudah infeksi melalui

kulit,

cacing dewasa

mulai

berpindah berlawanan dengan aliran darah portal, masuk ke dalam vena hepatika

dan

menjadi dewasa

di

vena hepatika.

Di

dalam vena

hepatika cacing

jantan

dan

betina

bereproduksi menghasilkan kurang

Iebih 3500

telur

per hari. Kemudian cacing

akan

menuju

vena

mesenterika usus unuk mengeluarkan

telur

yang

dapat menembus

dinding usus untuk

dikeluarkan

bersama

tinja.

Periode prepaten Sjaponicum berkisar

5-6

minggu

pada

manusia,

dan

dapat

bertahan

hidup

selama

30

tahun

pada manusia3. Manusia adalah hospes utama

I

definitif

Sjaponicum, akan tetapi

cacing Trematoda

ini juga

dapat menginfeksi dan

hidup

pada hewan

mamalia

lain,

seperti

babi,

anjing,

sapi,

kerbau,

kuda,

tikus. mencit. dan lain

-

lain.

Cacing Sjaponicum yang

ditemukan

berukuran

lebih kecil dari

ukuran

normal yang sering ditemukan pada pembuluh vena

hepatica

tikus

(Rattus spp)

di

lapanga.n.

Cacing

dewasa

yang

normal

berukuran

kurang

lebih

1,6-2

cml.

Perbedaan ukuran

hewan

yang

menjadi

hospes

reservoar

(7)

n II a t. n n IT n

Jumal Veklor Penyakit, Vol.V No. 2, 2011 : 15 - 21

tersebut.

Mencit

)ang

digunakan

dalar.n

kegiatan

di

laboratorium berukuran , kecil,

maka

pembuluh

vena

hePatica

Yang

merupakan habitat cacing

Sjaponicum

juga

berukuran kecil, sehin gga cacingberadaptasi dengan ukuran yang lebih kecil.

KESIMPULAN

Infeksi

serkaria Slaponicum

Pada

mencit (Mus

musculus) berhasil dilakukan

dan ditemukan cacing devvasa Siaponicum

pada bulan ketiga

setelah

infeksi,

dengan ukuran yang lebih kecil dari ukuran normal.

SARAN

Kegiatan

infeksi

serkaria

terus

dilaksanakan

untuk

menyediakan

cacing

Sjaponicum

yang dapat digunakan sebagai

bahan

pembelajaran

siklus

hidup schistosoma maupun bahan bagi penyediaan

antigen

Sjaponicum

untuk

pengembangan

alat

sero

diagnostik

schistosomiasis. Perlu

dihitung

jumlah

serkaria yang diinfeksikan

ke

setiap hewan

coba untuk

mengetahui persentase keberhasilan

infeksi.

Selain

itu

juga perlu dihitung

kepadatan

cacing

dan

telur yang

ditemukan,

serta

perlu

adanya konfirmasi

jenis

serkaria selain Sjaponicum

yang

ditemukan

pada keong

Oncomelania hupensis lindoensis.

UCAPAII TERIMA KASIH

Terima kasih penulis sampaikan kepada

Prof. Dr.

M.

Sudomo sebagai konsultan atas

masukan,

saran,

dan

bimbingan

dalam pelaksaan kegiatan laboratorium

ini.

Terima

kasih penulis sampaikan kepada Pak Amos

Intje, Pak

Pinus Maladjuna

dan

rekan

-rekan

di

Laboratorium

Schistosomiasis

Lindu

atas

dukungan

dan

kerjasamanya

dalam

pelaksanaan

infeksi

serkaria

di

lapangan.

DAFTAR PUSTAKA

l.

Anonim. 2009.

Schistosomiasis Fact

Sheet,

WHO,

http://www.who.int; disitasi I

I

Oktober 2009; 20.00

2.

Pinardi, Hadidjaja. r 985.

Schistosomiasis

di

Sulqwesi

Tengah,

Indonesia, Jakarta. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

hal:

12.

3.

Brown, Harold

'W,

1979.

Dasar

Parositologi

Klinis,

Jakarta,

PT. Gramedia. hal : 366-367.

Gambar

Gambar  2.  Telur  cacing  selain  Schi.stosoma  joponicum  (kemungkinan  dari  genus  Fasciola)
Gambar  3.  Cacing  Sjaponicum  dewasa  jantan  dan betina  perbesaran  4x  yang  ditemukan  pada

Referensi

Dokumen terkait

Kemudian dilanjutkan dengan melakukan simulasi model GR4J selama 5 tahun pada periode 2000 – 2005 seperti ditunjukkan pada Gambar 7, bahwa hasil simulasi menunjukkan pola

V LM35 = Tegangan yang dihasilkan sensor LM35 (Volt) Suhu = Keterangan intentitas panas (°C).. Secara prinsip sensor akan melakukan penginderaan pada saat perubahan suhu

Penelitian bertujuan mengkaji (1) Perbedaan hasil belajar siswa menggunakan media fotografi dengan siswa menggunakan media konvensional pada pelajaran geografi di

Berdasarkan hasil wawancara pembahasan mengenai faktor- faktor yang mempengaruhi pelaksanaan tugas dan fungsi KUA Kecamatan Mandau dalam Melaksanakan Pelayanan dan Bimbingan

Jika sifat amanah ini tidak dimiliki oleh rasul, maka tugasnya yang sangat berat sebagai rasul tidak mungkin dapat terlaksana..  Allah

a. Memberikan payung hukum bagi pihak yang terkait dalam skema KPS. Membuat peraturan yang mengatur pembagian risiko antara pemerintah pusat dan daerah. Meminimalkan risiko

Pada penelitian ini dapat disimpulkan bahwa pencelupan pada air mendidih dan perendaman pada air kapur tidak mampu menghambat penurunan kualitas telur yang

Pada Gambar 9, dapat dilihat bahwa perlakuan suhu dan lama pengeringan berpengaruh nyata terhadap penentuan kadar air bahan dimana semakin besar suhu dan lama pengeringan