• Tidak ada hasil yang ditemukan

POTENSI ARUS LAUT UNTUK PEMBANGKIT ENERGI BARU TERBARUKAN DI SELAT PANTAR, NUSA TENGGARA TIMUR. Ai Yuningsih

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "POTENSI ARUS LAUT UNTUK PEMBANGKIT ENERGI BARU TERBARUKAN DI SELAT PANTAR, NUSA TENGGARA TIMUR. Ai Yuningsih"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

Topik Utama

Topik Utama

Topik Utama

Topik Utama

Topik Utama

POTENSI ARUS LAUT UNTUK PEMBANGKIT ENERGI BARU

TERBARUKAN DI SELAT PANTAR, NUSA TENGGARA TIMUR

Ai Yuningsih

Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Kelautan

yuningsih_ai@yahoo.com

1. KONDISI KETERSEDIAAN ENERGI LISTRIK INDONESIA

Permintaan (demand) energi di Indonesia cenderung meningkat pesat sejalan dengan pertumbuhan ekonomi dan pertambahan penduduk. Berdasarkan data PT Perusahaan

S A R I

Energi listrik merupakan salah satu kebutuhan penting bagi masyarakat pesisir, terutama di wilayah sekitar pulau-pulau kecil yang tidak terjangkau jaringan listrik nasional. Salah satu langkah kebijakan pemerintah untuk memenuhi kebutuhan tersebut adalah dengan melakukan berbagai upaya diversifikasi energi, yaitu penganekaragaman penyediaan dan pemanfaatan berbagai sumber energi baru, salah satu yang cukup potensial adalah sumber energi kelautan.

Penelitian dan pemetaan potensi energi arus laut merupakan salah satu upaya penting dalam mengeksplorasi sumber energi non konvesional dari laut. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui morfologi dasar laut dan sifat-sifat hidro-oseanografi sebagai referensi dalam pemanfaatan energi arus laut.

Pada tahun 2010 penelitian potensi dan kelayakan lokasi sumber energi arus laut menjadi salah satu kegiatan yang pelaksanaannya di monitor oleh Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4) dalam rangka pelaksanaan Inpres Nomor 01 Tahun 2010. Pada tahun tersebut penelitian dilaksanakan oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Kelautan (P3GL) dengan lokasi penelitian adalah Selat Pantar yang terletak diantara Pulau Alor dan Pulau Pantar, Propinsi Nusa Tenggara Timur. Lokasi tersebut dipilih berdasarkan data sekunder arus pasang surut dan hasil analisa perbedaan waktu pasang surut, batimetri regional, dan pola arus lintas Indonesia regional (ARLINDO).

Hasil analisis data-data penelitian memperlihatkan bahwa arus laut di Selat Pantar mempunyai potensi untuk dikembangkan sebagai pembangkit listrik tenaga arus laut (PLTAL).

Kata kunci : potensi energi arus laut, pembangkit tenaga listrik, diversifikasi energi, Selat Pantar.

Listrik Negara (PLN), permintaan akan energi listrik terus meningkat dari tahun ke tahun. Pada tahun 2001, terjadi kenaikan permintaan listrik sebesar 6,4%, disusul tahun 2002 menjadi 12,8%. Diprediksikan sepuluh tahun ke depan, kenaikan permintaan menjadi 9% setiap tahunnya. Ironisnya, sumber energi

(2)

Topik Utama

Topik Utama

Topik Utama

Topik Utama

Topik Utama

konvensional utama di Indonesia, yang berupa

energi fosil, merupakan sumber yang semakin terbatas cadangannya. Pada tahun 2005, dilaporkan bahwa telah terjadi krisis energi, yaitu defisit listrik di Sumatera dan Jawa lebih dari 75 MW, Sulawesi sekitar 24 MW, wilayah lainnya di bawah 10 MW (DESDM, 2005).

Sampai tahun 2009, sebagian besar kebutuhan tenaga listrik di Indonesia masih dipasok dari pembangkit listrik berbahan bakar fosil. Minyak Bumi masih menduduki peringkat tertinggi, yaitu 51,66%; gas alam menduduki tingkat kedua, yakni 28,57%; sisanya dipasok dari energi minyak sebesar 15,34% dan energi terbarukan 4,43%. Ketergantungan terhadap konsumsi energi berbahan bakar fosil dan belum termanfaatkannya sumber energi baru terbarukan merupakan salah satu kelemahan dalam menerapkan pemerataan kebijakan energi.

2. PENGGUNAAN ENERGI FOSIL DAN DAMPAKNYA

Sebagian besar ahli geologi percaya bahwa produksi minyak dan gas bumi akan mencapai puncaknya pada dua dekade mendatang. Setelah harga minyak dan gas bumi meningkat, maka akan mudah memperkenalkan sumber-sumber energi baru lainnya (Sorensen, 2004). Selain itu, sumber energi fosil bumi telah lama ditengarai sebagai penyebab utama semakin meningkatnya efek gas rumah kaca di atmosfer. Mengacu hasil analisa yang dilakukan oleh

Intergovernmental Panel on Climate Change

(IPCC), dapat diketahui bahwa temperatur bumi yang naik (rata-rata 5%) dalam seratus tahun terakhir ini, lebih banyak disebabkan oleh semakin bertambahnya karbon dioksida pada lapisan ozon. Menurut hasil penelitian yang dilansir safeclimate.net karbon dioksida mempunyai proporsi terbanyak dalam gas rumah kaca, yaitu sekitar 70%; sisanya adalah gas metan sebanyak 23%, dan nitrous oksida 7%. Untuk karbon dioksida sendiri, sebanyak 75% dihasilkan dari proses pembakaran minyak

fosil bumi, sedangkan 25% lainnya dihasilkan dari proses alih fungsi dari lahan bumi.

Hal yang paling dikhawatirkan dari pemanasan global ini adalah dampak ikutannya, seperti perubahan musim yang ekstrim, keadaan cuaca buruk yang meningkat jumlah dan frekuensinya, meningkatnya bencana alam, melelehnya es di daerah kutub yang menyebabkan naiknya permukaan air laut sehingga menenggelamkan daratan pulau-pulau kecil khususnya di daerah tropis.

3. KEBIJAKAN ENERGI NASIONAL

Langkah yang dilakukan pemerintah untuk mengantisipasi kelangkaan/krisis energi di Indonesia adalah dengan mengeluarkan berbagai peraturan dan kebijakan, antara lain melalui Peraturan Pemerintah No. 3/2005, dan Peraturan Presiden No. 5/2006 tentang Kebijakan Energi Nasional, Cetak Biru Pengelolaan Energi Nasional 2005 - 2025, Kebijakan Strategis Nasional sustainabilitas energi melalui penciptaan dan pemanfaatan sumber energi terbarukan. Pada Blue Print Energy Management 2020, antara lain menjelaskan bahwa pada tahun 2020, diharapkan sekitar 90% dari seluruh rumah tangga telah memperoleh pelayanan listrik, setiap tahun dilakukan penambahan 450 MW/ tahun, serta 5% listrik akan terpenuhi oleh listrik dari sumber energi terbarukan. Berdasarkan

Blue Print tersebut, target bauran energi akan dioptimalkan, sehingga pada tahun 2025 komposisi energi diharapkan menjadi 33% batubara, 30% gas, 20% minyak bumi, dan 17% energi baru terbarukan.

Salah satu langkah kebijakan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (KESDM) dalam menjawab isu nasional mengenai energi dengan diversifikasi energi adalah penganekaragaman penyediaan dan pemanfaatan berbagai sumber energi baru, salah satunya adalah sumber energi kelautan. Sumber energi nonkonvensional terbarukan

(3)

Topik Utama

Topik Utama

Topik Utama

Topik Utama

Topik Utama

yang dapat dimanfaatkan dar laut adalah bayu

(angin), arus laut, pasang surut, gradien temperatur laut (ocean thermal energy conversion/OTEC), dan gelombang laut.

3. POTENSI TENAGA ARUS LAUT DI INDONESIA

Secara fisik, wilayah Indonesia terdiri atas sepertiga wilayah darat dan dua per tiga wilayah laut dengan total luas lautan hampir 8 juta km2.

Sebagai negara kepulauan yang besar, laut Indonesia menyediakan sumber energi yang melimpah. Sumber energi itu meliputi sumber energi yang terbarukan dan tidak terbarukan. Karena lingkungan tektoniknya yang spesifik, Indonesia memerlukan perhatian khusus dalam mengkaji kapasitas data kelautannya. Oleh karena itu penelitian geosaintifik kelautan di Indonesia boleh dikatakan masih merupakan hal yang baru. Dalam beberapa tahun terakhir ini, Pemerintah mencanangkan strategi pembangunan yang lebih terfokus di Indonesia bagian timur. Strategi ini bertujuan memperluas

Gambar 1. Skema ARLINDO proyek INSTANT (Sumber : Gordon 2003)

ragam aspek yang meliputi ekonomi, industri, dan sumber daya alam.

Untuk wilayah laut Indonesia, salah satu potensi energi yang cukup prospek adalah energi kinetik dari arus laut. Hal ini dikarenakan Indonesia merupakan negara kepulauan yang mempunyai banyak pulau dan selat sehingga arus laut akibat interaksi Bumi-Bulan-Matahari mengalami percepatan saat melewati selat-selat tersebut. Posisi Indonesia yang strategis dipengaruhi oleh Arus Lintas Indonesia (ARLINDO) yang terjadi karena adanya perbedaan elevasi muka air laut rerata di Samudera Pasifik sebelah barat dengan Samudera Hindia (Gambar 1). Ketinggian permukaan laut di bagian barat Samudera Pasifik ke Samudera Hindia (Wyrtki, 1961). Perbedaan tersebut membangkitkan arus laut dari Samudera Pasifik ke Samudera Hindia dengan debit lebih dari 15 juta meter kubik per detik melewati alur sempit pada selat-selat yang dibatasi belasan ribu pulau dengan variasi kedalaman hingga 7000 meter di wilayah Kepulauan Indonesia. Perairan Indonesia secara tetap diisi oleh massa air Samudra Pasifik.

(4)

Topik Utama

Topik Utama

Topik Utama

Topik Utama

Topik Utama

Hubungan dari dua samudra ini memberikan

efek signifikan bagi kecepatan arus yang terjadi di wilayah perairan Indonesia dengan kombinasi morfologi dasar laut yang bervariasi kedalaman. Kecepatan arus yang terjadi di selat-selat diantara pulau-pulau Bali, Lombok dan Nusa Tenggara bisa mencapai 2,5 sampai lebih dari 3 m/det.

Energi arus laut bila dibandingkan dengan sumber energi terbarukan lainnya, selain ramah lingkungan juga potensinya dapat diprediksi dengan tepat, tersedia secara melimpah. Densitas air laut 800 kali lebih besar dari densitas udara sehingga untuk memperoleh energi yang sama maka ukuran diameter turbin energi arus laut akan jauh lebih kecil dibanding turbin angin. Sedangkan kekurangan dari energi arus laut adalah dibutuhkannya biaya yang besar dalam pengembangannya, seperti diperlihatkan pada Tabel 1a dan 1b.

Tabel 1a dan Tabel 1b

Perbandingan energi dari arus laut dengan beberapa sumber energi lainnya

(sumber : Emily Rudkin, 2001)

Energy Resource Marine Currents Wind Solar Velocity (m/sec) 1 1,5 2 2,5 3 13 Peak at

noon Velocity (knots) 1,3 2,9 3,9 4,9 5,8 25,3 Power density (kW/m²) 0,52 1,74 4,12 8,05 13,91 1,37 ~10 Types of Energy Renewable resource Low capital cost Low running cost Minimal environmental impact Predictable Minimal visual impact

Fossil No Yes No No Yes No

Nuclear No Yes No No Yes No

Wind Yes No Yes Yes No No

Solar Yes No Yes Yes No No

Hydro Yes Yes Yes No Yes No

Wave Yes No Yes Yes No Yes

Marine

Current Yes No Yes Yes Yes Yes

4. PEMETAAN POTENSI DAN PENELITIAN TAPAK PLTAL

Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Kelautan (P3GL) sebagai instansi yang berkompeten berkompeten dalam mengidentifikasi sumber energi baru kelautan telah melaksanakan penelitian di Selat Pantar yang terletak antara Pulau Pantar dengan Pulau Alor, Kabupaten Alor, Propinsi Nusatenggara Timur (Gambar 2).

Selat tersebut dianggap berpotensi berdasarkan data sekunder data arus pasang surut, hasil analisa perbedaan waktu pasang surut, batimetri regional dan pola Arus Lintas Indonesia (ARLINDO). Tujuan dari penelitian adalah untuk mengetahui morfologi dan substrat dasar laut dan sifat-sifat hidro-oseanografi sehingga dapat diketahui nilai energi kinetik arus laut yang dapat dikonversikan ke dalam energi listrik dan

(5)

Topik Utama

Topik Utama

Topik Utama

Topik Utama

Topik Utama

Gambar 2. Lokasi penelitian

referensi lokasi yang memenuhi syarat yang dibutuhkan bagi sebuah PLTAL.

Penelitian diawali dengan studi data sekunder yang diperlukan untuk memahami kondisi daerah penelitian sebagai acuan dalam kegiatan survey lapangan. Data sekunder yang dipelajari berupa data batimetri regional, geologi regional, arus regional dan data prediksi pasang surut dari stasiun terdekat dengan lokasi penelitian.

Pengukuran arus dilakukan dengan dua metode: bergerak (mobile) dan tidak bergerak (stasioner). Pengukuran arus bergerak menggunakan ADCP (Acoutic Doppler Current Profiler) mobile dimaksudkan memetakan lokasi potensial arus secara spasial. Data pemetaan ini kemudian dimanfaatkan untuk mendapatkan lokasi pengukuran arus secara stasioner sehingga didapatkan data arah dan kecepatan arus absolut, baik saat kondisi air tunggang kecil maupun saat kondisi air tunggang besar pada berbagai kedalaman. Area yang paling potensial untuk pengembangan pembangkit listrik tenaga arus laut yang disarankan Marine Current Turbine Ltd. adalah yang mempunyai nilai kecepatan minimum 2m/detik - 2,5 m/detik (Fraenkel, P., 1999).

Pengukuran pasang surut dilakukan selama 15 hari sebagai koreksi harian serta penentuan konstanta harmonis pasang surut. Sedangkan pengukuran kecepatan angin dilakukan untuk mengetahui kecepatan angin pada saat pengambilan data arus dan pasang surut. Data ini juga dapat digunakan untuk mendapatkan pola angin beserta besaran gelombang yang berpotensi di daerah penelitian.

Pengamatan kondisi geologi berupa pengamatan karakteristik pantai untuk mengetahui kelayakan daerah sebagai tempat pemasangan turbin arus. Berdasarkan penelitian turbin arus sebaiknya ditempatkan pada daerah dengan kondisi dasar laut dengan batuan dasar kompak. Dalam hal ini dihindari dasar laut yang memiliki sedimen lepas agar dapat menjadi tumpuan dan penyangga yang cukup kuat menahan jangkar atau spud (kaki platform).

4. HASIL PENELITIAN 4.1. Pasang Surut

Berdasarkan pengukuran pasang surut pola arus pasang surut di perairan Selat Pantar terdapat dua arah aliran berbeda dua kali dalam

(6)

Topik Utama

Topik Utama

Topik Utama

Topik Utama

Topik Utama

waktu 24 jam, yaitu pada saat surut pola aliran

arus relatif ke arah selatan sedangkan pada saat pasang pola aliran relatif ke arah utara. Saat pasang purnama (spring tide) terlihat adanya gradien kemiringan elevasi muka air baik saat pasang maupun surut. Gradien tersebut cukup besar terutama 2 - 5 jam setelah air mulai pasang dari keadaan surut minimum dan saat 2 - 5 jam setelah air mulai surut dari keadaan pasang maksimum. Kondisi ini akan dikuti oleh meningkatnya kecepatan arus, pada kondisi ini kecepatan arus akan mencapai kondisi maksimum. Sedangkan pada saat kondisi pasang maksimum dan surut minimum kecepatan arus relatif kecil atau mendekati nol (slack water). Pada pasang purnama lama waktu slack water di perairan Selat Pantar sekitar 1 - 2 jam. Saat pasang perbani (bulan mati) memperlihatkan hal yang sebaliknya, dimana gradien muka air saat pasang maupun surut relatif kecil. Hal ini menyebabkan kecepatan arus saat pasang perbani baik pada saat pasang maupun surut relatif kecil dengan lama waktu

slack water berkisar antara 2 - 3 jam. (Gambar 3).

4.2. Morfologi Dasar Laut

Peta batimetri menunjukan beberapa struktur

Gambar 3. Kurva hasil pengamatan pasang surut

kelurusan berarah hampir timurlaut-baratdaya. Bila ditelaah lebih seksama, kelurusan struktur ini merupakan sepasang sesar mengiri (sinistral) yang melalui sisi timur pulau Pantar dan sisi timur pulau Alor yang menerus hingga Timor barat (Tjokrosapoetro, 1993). Zona sesar di sisi timur pulau Pantar selanjutnya membentuk Selat Pantar dimana di tengah-tengah selat tersebut muncul deretan vulkanik tua pulau Buaya yang menghadap ke Laut Flores, pulau Ternate di tengah-tengah dan pulau Pura yang menghadap ke Laut Sawu (Koesoemadinata dan Noya, 1989). Sisi barat dan sisi timur Selat Pantar dicirikan oleh adanya kelurusan kontur batimetri yang terjal hingga mencapai kedalaman 500 meter. Pola kontur batimetri menutup terdapat di sebelah timur pulau Buaya dan pulau Ternate serta di antara pulau Ternate dan pulau Pura. Sepasang pola kontur batimetri menutup bedimensi kecil juga dijumpai di sebelah baratlaut pula Kepa di sisi barat pulau Alor. Tebing bagian barat Selat Pantar yang dibatasi oleh kontur batimetri hingga kedalaman 500 meter paralel dengan tebing bagian timur di sisi barat pulau Alor merupakan celah sempit terhadap masing-masing sisi pulau Buaya, pulau Ternate dan pulau Pura. Pola batimetri seperti ini diduga akan merupakan alur cepat

(7)

Topik Utama

Topik Utama

Topik Utama

Topik Utama

Topik Utama

bagi aliran massa air laut dari Laut Flores

menuju Laut Sawu, terutama arus laut permukaan. Sebaliknya beberapa pola kontur batimetri menutup dengan kedalaman 700 meter yang terdapat di Selat Pantar berpotensi bagi terjadinya berbagai pusaran arus laut dari Laut Flores menuju Laut Sawu.

Berdasarkan karakteristik pola kontur batimetri di Selat Pantar, maka dapat diperkirakan ada beberapa titik potensi energi arus laut dengan kecepatan besar terdapat di selat antara pulau Pantar dan pulau Ternate serta antara pulau Ternate dan pulau Alor. Kecepatan arus paling tinggi umumnya terjadi pada selat yang menyempit dan mendangkal yaitu selat antara pulau Pantar dan pulau Pura. Akan tetapi berdasarkan pertimbangan kondisi morfologi dasar laut di lokasi tersebut yang sangat terjal dengan kedalaman mencapai 500 meter, maka untuk potensi pengembangan dicari lokasi dengan morfologi landai dengan kedalaman laut ± 20 meter.

4.3. Klimatologi

Berdasarkan data temperatur udara, kelembaban udara dan tekanan udara di daerah penelitian menunjukkan bahwa ketiga parameter meteorologi tersebut berada dalam kisaran

Gambar 4. Visualisasi morfologi 3D daerah Selat Pantar

normal, oleh karena itu untuk kepentingan teknis pada rencana pemasangan pembangkit listrik tenaga arus pengaruh temperatur, kelembaban dan tekanan udara tidak akan berdampak secara signifikan.

4.4. Arus Laut

Pada kondisi pasang perbani (neap tide) yang diwakili pada pengukuran di lokasi Nuha Kepa, kecepatan arus berkisar antara 0,13 m/detik sampai 1,81 m/detik (Gambar 5). Sedangkan kecepatan arus pada kondisi pasang purnama(spring tide) di lokasi Pulau Pura (Gambar 6), kecepatan arus berkisar antara 0,01 m/detik sampai 2,91 m/detik. Hal ini menunjukkan bahwa kecepatan arus pada kondisi pasang purnama lebih besar daripada kecepatan arus kondisi pasang perbani. 4.5. Konversi Energi Arus Laut Menjadi

Listrik

Pengembangan teknologi konversi energi arus laut ini dilakukan dengan mengadaptasi prinsip teknologi ekstraksi energi angin yang telah lebih dulu berkembang, yaitu dengan mengubah energi kinetik dari arus laut menjadi energi rotasi dan energi listrik.

(8)

Topik Utama

Topik Utama

Topik Utama

Topik Utama

Topik Utama

Daya yang dihasilkan dari suatu aliran fluida

yang menembus suatu permukaan A dalam arah yang tegak lurus permukaan tersebut bisa dirumuskan sebagai berikut (Fraenkel, 1999) :

di mana :

P = Daya Listrik yang dihasilkan (kW) = Berat Jenis Air laut (1.025) V = Kecepatan Arus (m/sec) A = Luas permukaan turbin (m2)

Luas permukaan turbin yang dimaksud adalah luas penampang turbin = tinggi turbin x diameter turbin, sehingga besarnya daya yang dihasilkan selain tergantung besarnya kecepatan arus juga akan sangat tergantung pada ukuran dan jenis turbin yang digunakan.

Untuk mengetahui energi yang diperoleh dari hasil konversi kecepatan arus di daerah penelitian akan dicoba untuk diterapkan pada dua macam prototipe turbin arus laut yang masing-masing mempunyai spesifikasi bahan, ukuran dan persyaratan kecepatan arus minimum, serta

Gambar 5. Distribusi kecepatan arus di Nuha Kepa

(9)

Topik Utama

Topik Utama

Topik Utama

Topik Utama

Topik Utama

persyaratan lokasi yang berbeda yaitu Turbin

Kobold (Italy) dan Turbin Marine Current yang dibuat oleh CV Pelopor Energi Alternatif Indonesia (Team T-Files, ITB).

Kecepatan arus yang lebih besar dari 1,5 meter/ detik terjadi selama kurang lebih 8 jam, yaitu pada kondisi surut terendah (low water) pertama dan surut terendah kedua. Konverter Kobold (Gambar 7) dapat menghasilkan daya listrik 34,6

kW pada kecepatan arus minimum 1,5 m/detik dapat menghasilkan daya sebesar 34,6 kW. Sedangkan untuk kecepatan arus diatas 3m/ detik daya yang dihasilkan mencapai lebih dari 280 kW (Gambar 8).

Kecepatan arus yang lebih besar dari 1,5 meter/ detik terjadi selama kurang lebih 8 jam, yaitu pada kondisi surut terendah (low water) pertama dan surut terendah kedua.

Gambar 7. Konverter Kobold

(10)

Topik Utama

Topik Utama

Topik Utama

Topik Utama

Topik Utama

Estimasi kapasitas daya untuk konverter T-Files

(Gambar 9) pada kecepatan arus 1,5 m/detik, turbin dapat menghasilkan sebesar ± 500 watt dan pada kecepatan arus 3 m/detik dapat menghasilkan output daya sebesar ± 3839,4 watt atau 3,8 kW (Gambar 10).

Gambar 10. Estimasi daya konverter T-Files

Gambar 9. Konverter T-Files 5. KESIMPULAN

Karakteristik dan pola arus laut di perairan Indonesia dipengaruhi oleh gerak massa air global dari Samudera Pasifik menuju Samudera Hindia yang dikenal dengan nama Arus Lintas

(11)

Topik Utama

Topik Utama

Topik Utama

Topik Utama

Topik Utama

Indonesia (Arlindo/ Indonesian Through Flow)

mengalir melalui Selat Makasar dan beberapa selat sempit di perairan Indonesia. Selain itu, arus dominan yang terjadi di wilayah perairan Indonesia ini juga merupakan konsekuensi dari pengaruh gaya tarik bulan dan matahari yang menimbulkan arus pasang surut. Gabungan kedua pengaruh besar ini mengakibatkan beberapa wilayah perairan mengalami pergerakan arus yang cukup signifikan. Kecepatan arus pasang-surut di perairan Indonesia umumnya lebih kecil dari 1,5 m/det. Kecuali di selat-selat diantara pulau-pulau Bali, Lombok, dan Nusa Tenggara Timur, dimana kecepatannya bisa mencapai 2,5 - 3,0 m/det. Dengan demikian, beberapa perairan selat terutama di kawasan timur Indonesia merupakan wilayah yang cukup prospek sebagai lokasi pemanfaatan energi arus laut, salah satu di antaranya daerah penelitian di Selat Pantar -Nusa Tenggara Timur.

Kecepatan arus di atas 1,5 m/det dengan durasi antara 8 - 10 jam/hari berpotensi untuk dimanfatkan sebagai pembangkit listrik tenaga arus laut (PLTAL). Keunggulan sumber daya energi ini adalah tidak memerlukan bahan bakar, sumber dayanya selalu terbarukan dan termasuk jenis energi yang ramah lingkungan. Air laut memiliki densitas sekitar 800 kali lebih besar daripada densitas udara sehingga untuk hasil daya listrik putaran turbin akan jauh lebih tinggi dibandingkan turbin angin.

Di Selat Pantar kecepatan arus minimum terjadi pada saat elevasi muka air menuju pasang sampai mencapai kedudukan tertinggi (pasang maksimum), sedangkan kecepatan arus mencapai nilai maksimum pada saat kondisi air menuju surut terendah dengan kecepatan terukur 2.91 m/detik.

Dari hasil konversi energi potensial arus laut menjadi energi listrik untuk satu konverter dengan konverter Kobold dan T-Files dapat diketahui estimasi daya listrik yang dihasilkan dalam waktu 24 jam. :

Estimasi kapasitas daya yang dihasilkan Turbin Kobold dalam sehari mencapai rata-rata 3200 kW pada kondisi pasang purnama

Estimasi kapasitas daya yang dihasilkan Turbin T-Files dalam sehari mencapai rata-rata 68 kW pada kondisi pasang punama.

DAFTAR PUSTAKA

DESDM. 2005. Diversifikasi Energi. "Energi Kelautan sebagai Alternatif Baru". DESDM (disampaikan pada Seminar Pembangunan Ekonomi Kemaritiman 15 Maret 2005), Jakarta.

Fraenkel, P.,1999, Power from Marine Currents, Marine Currents Turbines Ltd.

Fraenkel. 2002. Marine currents. Journal Power and Energy, vol. 216 A.

Gordon, A.L., 2003, INSTANT: Objectives and components, Lamont-Doherty Earth Observatory Division of Ocean and Climate

Physics, P.O.Box 1000 61 Route 9W,

Palisades, NY 10964-8000.

Hadi, S; Ningsih, N.S.; Latief, H.; Radjawane, IM; Fitriyanto, M.S., 2001, "Pelaksanaan Penelitian Pemetaan Sumberdaya Energi Non-konvensional", Laporan Akhir LAPI-ITB. Hadi, S., 2006, Studi dan Pemetaan Potensi Energi Bayu dan Arus Laut untuk Pembangkit Listrik Ramah Lingkungan di Indonesia, Laporan Akhir Riset Unggulan, LP3M ITB, Bandung.

Hidro-oseanografi TNI AL, 2010. Daftar Arus pasang surut (tidal stream tables)

Kepulauan Indonesia, Jawatan

Hidro-Oseanografi TNI AL.

Helder, W., 1989. Early Diagenesis and Sediment-water Exchange in the Savu Basin (Eastern Indonesia). Proc. Snellius II Symp., Neth. Journ. of Sea Res., vol. 24, pp. 555-572.

Koesoemadinata,S dan N. Noya, 1989. Peta Geologi Lembar Lomblen, Nusa Tenggara

(12)

Topik Utama

Topik Utama

Topik Utama

Topik Utama

Topik Utama

Timur, Skala 1:250.000. Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi

Rudkin, E.J., and Loughman, G.L., 2001. Vortec

- the marine energy solution. Marine

Renewable Energi Conference 2000. Newcastle, United Kingdom.

Tjokrosapoetro, S, 1993. Indication of Initial Stage of Volcanic Activity on Timor, Bulletin of the Marine Geological Institute of Indonesia, vol. 8, no. 2. pp. 23-44.

Wyrtki, K., 1961. Physical oceanography of the Southeast Asian water. In NAGA Report Vol. 2, Scientific Result of Marine Investigation of the South China Sea and Gulf of Thailand 1959-1961, Scripps Institution of Oceanography, La Jolla, California, 195 pp. Yuningsih, A. drr., 2010, Penelitian Potensi Energi Arus Laut sebagai Pembangkit Energi baru Terbarukan di Selat Pantar - Nusatenggara Timur, Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Kelautan (laporan internal).

Gambar

Gambar 1. Skema ARLINDO proyek INSTANT
Tabel 1a dan Tabel 1b
Gambar 2. Lokasi penelitian
Gambar 3. Kurva hasil pengamatan pasang surut
+5

Referensi

Dokumen terkait

Sistem saraf terdiri atas 2 bagian besar yaitu sistem saraf pusat dan sistem saraf tepi, sistem syaraf pusat terdiri dari otak (enchepalon) dan sumsum

[r]

Penelitian ini bertujuan untuk mengkonservasi pengetahuan lokal (indigenous knowledge) dan pemanfaatan tumbuhan sebagai obat oleh Masyarakat Suku Using di Kecamatan

Dalam kajian ini, RM dan SDEM dilihat terbaik secara keseluruhannya kerana mempunyai jumlah yang sama bagi keputusan taksiran jika tidak melihat pada jurang namun SDEM mengambil

Dalam meningkatkan daya guna lebih pada ubi jalar ungu ( Ipomoea batatas L.) agar tidak digunakan sebagai bahan pangan saja, sebagai pewarna alami maka

Perubahan tingkat kehalusan pada kulit sukarelawan yang signifikan terlihat pada peningkatan grafik formula 4 dengan konsentrasi 11% yakni pada saat sebelum pemakaian

Tingginya bobot segar rimpang panen yang dihasilkan dikarenakan panjang tunas yang digunakan sebagai bahan tanam (perlakuan) berpengaruh nyata terhadap jumlah anakan,