• Tidak ada hasil yang ditemukan

didalamnya. Sementara menurut Kottler & Heskett (2006) setiap anggota organisasi harus memiliki komitmen terhadap budaya organisasi, hal ini memiliki

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "didalamnya. Sementara menurut Kottler & Heskett (2006) setiap anggota organisasi harus memiliki komitmen terhadap budaya organisasi, hal ini memiliki"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

1

Budaya organisasi menurut Robbins et al. (2007) merupakan sistem nilai yang dianut bersama oleh anggota organisasi yang membedakan organisasi tersebut dengan organisasi lainnya. Budaya organisasi ada di setiap institusi atau lembaga termasuk rumah sakit. Dalam tatanan layanan kesehatan seperti pada rumah sakit, budaya organisasi diartikan sebagai pedoman atau acuan berupa sistem nilai untuk mengendalikan perilaku anggota organisasi yang ada di rumah sakit dalam berinteraksi antar mereka dan dengan rumah sakit lainnya (Kreitner & Kinicki, 2007). Menurut Robbins et al. (2007) setiap organisasi atau institusi pelayanan termasuk rumah sakit memiliki budaya organisasi yang spesifik dan unik yang menjadi pembeda dengan rumah sakit lainnya. Untuk dapat mencapai hal tersebut, maka budaya organisasi perlu diatur dan dikomunikasikan dan setiap anggota organisasi yang ada di rumah sakit diwajibkan memahami budaya organisasi sebagai pedoman perilaku dalam bekerja (Kreitner & Kinicki, 2007; Matin et al., 2010).

Menurut Murale et al. (2005) dalam penelitiannya di pusat pelayanan kesehatan di Kota Bengaluru, India, budaya organisasi pada sebuah rumah sakit sangat penting karena berhubungan dengan kepuasan yang dirasakan pasien dan kualitas layanan yang diberikan oleh tenaga kesehatan. Kepuasan akan pelayanan tenaga kesehatan akan membuat pasien berkunjung kembali pada pusat pelayanan tersebut, sehingga budaya organisasi perlu diciptakan dan dipertahankan sesuai dengan tujuan rumah sakit (Ekwutosi & Moses, 2013). Salah satu budaya di rumah sakit seperti budaya Ramah, Senyum, Sopan dan Antusias pada RSU Santo Antonius di Kota Pontianak.

Menurut Loke (2001) dalam penelitiannya di RSU di Singapura, budaya organisasi tidak bisa tercipta bila atasan atau direktur saja yang menjalankannya, budaya organisasi harus diteruskan hingga ke level bawah, visi dan misi organisasi harus jelas disampaikan dan seluruh anggota organisasi harus terlibat

(2)

didalamnya. Sementara menurut Kottler & Heskett (2006) setiap anggota organisasi harus memiliki komitmen terhadap budaya organisasi, hal ini memiliki peranan penting pada kinerja seseorang ketika bekerja. Komitmen akan dijadikan acuan serta dorongan yang membuat mereka lebih bertanggungjawab terhadap kewajibannya.

Kesesuaian individu dengan budaya organisasi tempat ia bekerja akan menimbulkan kepuasan kerja, komitmen dan loyalitas kerja yang pada akhirnya akan mendorong individu untuk bertahan pada suatu organisasi dan menunjukkan karir dalam jangka panjang (Memari et al., 2013; Siew et al., 2011). Review penelitian lain juga menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara kepuasan kerja tenaga kesehatan dengan komitmen mereka dalam bekerja. Hal ini kemudian berhubungan dengan persepsi pasien terhadap layanan rumah sakit, maknanya adalah ketidakpuasan kerja tenaga kesehatan berpengaruh pada layanan yang mereka berikan kepada pasien sehinggga berdampak pada persepsi dan kepuasan pasien terhadap layanan rumah sakit (Mosadeghrad et al., 2008; Tanner, 2007). Budaya organisasi yang mampu bertahan dan menyesuaikan diri dengan perubahan lingkungan mampu membuat rumah sakit bersaing dengan rumah sakit lainnya. Budaya organisasi yang kuat dan baik mempunyai pengaruh pengendali yang besar pada sikap dan perilaku anggotanya (Robbins et al., 2007; Tahere et al., 2012).

Menurut Kónya et al. (2015) terlaksananya budaya organisasi dalam rumah sakit membutuhkan komitmen dari semua pihak internal rumah sakit. Hasil penelitian Lauture et al. (2012) pada pusat pelayanan kesehatan di Haiti, menjelaskan bahwa para jajaran manajer yang memiliki komitmen tinggi akan melakukan pengembangan, pelatihan keterampilan dan pengembangan staf dalam menjalankan budaya organisasinya

Hasil review pada penelitian juga menunjukkan bahwa, apabila seorang karyawan mempunyai keyakinan dan penerimaan terhadap nilai dan tujuan organisasi, mempunyai kemauan secara sadar untuk tetap ada di dalam organisasi dan mencurahkan usaha demi kepentingan organisasi, maka tanggung jawab pekerja terhadap pekerjaan yang dilakukan akan meningkat, sehingga pekerja

(3)

yang memiliki komitmen akan lebih memilih untuk tetap di dalam organisasi daripada pekerja yang tidak memiliki komitmen (Naghi & Para, 2012; Tahere et al., 2012).

Rumah Sakit Umum Santo Antonius merupakan rumah sakit swasta terbesar type B di Kota Pontianak. Sejak tanggal 19 Juni 2015 rumah sakit ini telah memperoleh akreditasi tingkat paripurna dengan No. KARS-SERT/114/VI/2015. Akreditasi ini diperoleh salah satunya karena rumah sakit menggunakan budaya RSSA dalam pelayanannya, dan hal ini masuk sebagai nilai akreditasi rumah sakit. Budaya pelayanan RSSA ini juga tertuang dalam moto RSU Santo Antonius yaitu “Serviam In Caritate” yang artinya “Melayani dengan Kasih”. RSU Santo Antonius menerapkan budaya Ramah, Senyum, Sopan, dan Antusias (RSSA) berdasarkan pedoman pernyataan cinta kasih sejak tahun 2012. Penetapan pelaksanaan budaya RSSA merupakan suatu bentuk sikap yang diwujudnyatakan dari moto rumah sakit.

Tujuan dibuatnya kebijakan ini, secara langsung untuk lebih meningkatkan kualitas pelayanan dan secara tidak langsung meningkatkan jumlah kunjungan pasien. Indikator yang dijadikan standar berhasilnya budaya ini diterapkan adalah tidak adanya keluhan pasien terhadap budaya Ramah, Senyum, Sopan dan antusias (RSSA). Defenisi budaya yang diharapkan disini sesuai dengan pernyataan sikap cinta kasih yang diambil dari singkatan nama RSU Santo Antonius yang dijabarkan menjadi: R (Ramah) yaitu selalu mengucapkan salam terlebih dahulu kepada pasien dan keluarga serta selalu mengakhiri kata dengan terima kasih, S (Senyum) yaitu selalu tersenyum ketika melayani, S (Sopan) yaitu berpenampilan bersih dan rapi, saling menghormati dan menjaga privasi, ada kontak mata dan mendengarkan dengan baik ketika berkomunikasi, penuh perhatian dalam hal ini tidak berlaku kasar dan acuh tak acuh, serta permisi kepada pasien dan atau keluarganya ketika akan melakukan aktivitas di lingkungan rumah sakit, A (Antusias) yaitu bekerja dan melayani dengan penuh semangat, bersikap peduli dan bekerja sama dengan baik serta cepat tanggap dan penuh tanggung jawab. Budaya kerja yang dikembangkan di RSU Santo Antonius

(4)

diharapkan dapat menjadi panduan bagi semua pegawai rumah sakit, berupa standar pelayanan yaitu ramah, senyum, sopan dan antusias (RSSA).

Dengan adanya kebijakan terkait budaya RSSA maka rumah sakit telah mempunyai standar pelayanan yang menjadi jaminan bagi pasien untuk mendapatkan pelayanan yang baik dari pihak RSU Santo Antonius.

Sebagai rumah sakit umum terbesar di Kota Pontianak maka RSU Santo Antonius memiliki peran besar sebagai pilihan sekunder bagi masyarakat Kota Pontianak untuk mendapatkan layanan kesehatan dan memiliki peran besar sebagai pilihan utama bagi masyarakat yang menginginkan layanan kesehatan dari pihak swasta di Kota Pontianak. Dua peran besar ini harapannya dapat dijadikan dasar bagi RSU Santo Antonius untuk berkomitmen dalam menerapkan perubahan budaya organisasi sehingga tujuan yang diinginkan dapat tercapai.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka perumusan masalah untuk penelitian ini adalah bagaimanakah pelaksanaan budaya Ramah, Senyum, Sopan, dan Antusias di RSU Santo Antonius? dan bagaimanakah komitmen pegawai rumah sakit dalam melaksanakan budaya tersebut ?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan umum penelitian ini adalah mengeksplorasi pelaksanaan budaya RSSA dan komitmen pegawai rumah sakit dalam melaksanakan budaya Ramah, Senyum, Sopan, dan Antusias di RSU Santo Antonius Kota Pontianak. Selain itu, untuk mendapatkan tujuan khusus sebagai berikut:

1. Mengeksplorasi kebijakan budaya Ramah, Senyum, Sopan, dan Antusias di RSU Santo Antonius

2. Mengeksplorasi komitmen direktur dan karyawan rumah sakit terhadap pelaksanaan budaya Ramah, Senyum, Sopan, dan Antusias di RSU Santo Antonius

3. Mengeksplorasi upaya yang dilakukan oleh manajemen rumah sakit demi terlaksananya budaya RSSA

(5)

4. Mendeskripsikan perilaku karyawan dalam pelaksanaan budaya Ramah, Senyum, Sopan, dan Antusias di RSU Santo Antonius.

D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat teoritis

a. Penelitian ini memberikan informasi mengenai budaya organisasi dan pentingnya komitmen dalam pelaksanaan budaya organisasi

b. Penelitian ini memberikan gambaran kepada peneliti dan peneliti berikutnya sehubungan dengan masalah yang akan diteliti.

2. Manfaat praktis

Sebagai bahan masukan bagi rumah sakit, khususnya RSU Santo Antonius Pontianak berupa hasil pelaksanaan budaya organisasi dan komitmen pegawai terhadap budaya organisasinya.

E. Keaslian Penelitian

Penelitian mengenai budaya organisasi pernah diteliti sebelumnya, antara lain: 1. Loke (2001) meneliti mengenai hubungan perilaku kepemimpinan terhadap

kepuasan kerja, produktivitas, dan komitmen pekerja kepada organisasi di rumah sakit umum Singapura. Hasil penelitian menunjukkan bahwa semuanya berhubungan. Kaitan penelitian Chiok dengan penelitian ini adalah sama-sama ingin membuktikan bahwa komitmen pekerja terhadap budaya organisasi harus dilakukan bersama-sama dari atas hingga ke tingkat bawah pelaksana di rumah sakit. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif untuk mencari hubungan berbagai variabel dalam penelitian ini. Survei dilakuan pada lebih dari 100 perawat dan kepada lebih dari 20 manajer yang memimpin organisasi atau rumah sakit. Perbedaan kedua penelitian ini terletak pada metodologi penelitian, tempat, dan waktu penelitian

2. Kónya et al. (2015) meneliti mengenai hubungan komunikasi pemimpin dan pekerja terhadap komitmen organisasi di rumah sakit. Penelitian ini menunjukan hubungan yang positif dari dua variabel penelitian tersebut. Penelitian ini mencoba membuktikan bahwa budaya organisasi, salah satunya

(6)

dapat berjalan ketika ada komunikasi yang baik antara pemimpin dan pekerja dan hal ini dapat menimbulkan komitmen seluruh sumber daya yang ada di rumah sakit untuk berkomitmen pada budaya organisasi. Persamaan penelitian ini pada subyek penelitian, sedangkan perbedaannya terletak pada tujuan, metodologi penelitian, variabel yang diteliti dan tempat penelitian.

3. Alharbi (2012) meneliti mengenai hubungan gaya kepemimpinan dan kualitas manajemen terhadap budaya organisasi di rumah sakit umum di Saudi Arabia. Metodologi yang digunakan adalah metode kuantitatif dengan pendekatan survei kepada lebih dari 182 rumah sakit umum di Saudi Arabia. Hasilnya menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara gaya kepemimpinan dan manajemen kualitas dan kaitannya terhadap penerapan budaya organisasi. Penelitian ini merekomendasikan untuk memilih pemimpin yang transformational karena memiliki kemampuan untuk menjaga komitmen budaya organisasi atau jika ingin menerapkan budaya organisasi yang baru. Perbedaan penelitian Alhabri dengan penelitian ini adalah pada metode yang digunakan dan variabel penelitian yakni gaya kepemimpinan, sedangkan kesamaan kedua penelitian ini terletak pada penelitian budaya organisasi di rumah sakit dan hubungannya dengan komitmen menjaga budaya organisasi oleh pemimpin dengan berbagai gaya kepemimpinan tersebut.

4. Nafei (2014) meneliti mengenai hubungan sikap pekerja terhadap perubahan dan komitmen penerapan budaya organisasi di rumah sakit King Faisal di Al Thaif, Saudi Arabia. Penelitian dilakukan dengan metode kuantitatif dengan pendekatan survei kepada tiga kelompok karyawan di rumah sakit yakni, dokter, perawat, dan staff administratif. Hasil penelitian ini menunjukkan perbedaan hasil komitmen dari ketiga jenis pekerja yang diteliti terhadap budaya organisasi. Namun komitmen terhadap budaya organisasi memungkinkan segala perubahan ke arah yang lebih baik. Penelitian ini menunjukkan bahwa komitmen organisasi adalah elemen yang penting untuk melakukan perubahan budaya organisasi. Persamaan penelitian ini adalah pada variabel komitmen pekerja terhadap budaya organisasi di rumah sakit,

(7)

sedangkan perbedaanya terletak pada metode penelitian, waktu, dan tempat penelitian.

Letak kebaruan penelitian ini pada pelaksanaan budaya organisasi berdasarkan komitmen organisasi. Jenis rancangan penelitian ini menggunakan metode kualitatif, dengan tehnik wawancara dan observasi yang berlokasi di sebuah rumah sakit swasta di Kota Pontianak.

Referensi

Dokumen terkait

Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Negeri Sebelas Maret Surakarta yang. telah memberikan ilmu yang sangat bermanfaat

Berbicara mengenai aplikasi smartphone dengan OS tertentu, pada tugas akhir ini dirancang sebuah sistem dan aplikasi messenger berbasis Windows Phone

Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2004 tentang Kedudukan Protokoler dan Keuangan Pimpinan dan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (Lembaran Negara Republik

Nilai tersebut lebih besar dari taraf α = 1 persen yang menunjukan bahwa frekuensi pembelian tidak berpengaruh nyata pada permintaan rumah tangga terhadap cabai

OEPARTEMEN PENOIDI{Anl D,dIII KESUDAYAAN D PE(IONAI JEIJOERAL PENEIOI(AII/

Apa faktor-faktor yang mendukung dalam membangun budaya religius. di MTs Roudlotush

merupakan kekuatan dalam kegiatan siswa mempelajari sikap belajar didasarkan pada motif atau alasan siswa mempelajari. Motif siswa mempelajari baha n mata pelajaran sangat

Ketika saya sedang konsentrasi rnendengarkan pe1ajaran, seke1ornpok ternan yang duduk dibelakang saya rnengobrol dengan suara keras sehingga saya rnerasa terganggu,