• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III. Putusan Pengadilan Agama Batang Atas Perkara Cerai Gugat dengan. Alasan Impoten. A. Prosedur Cerai Gugat dengan alasan Impoten

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB III. Putusan Pengadilan Agama Batang Atas Perkara Cerai Gugat dengan. Alasan Impoten. A. Prosedur Cerai Gugat dengan alasan Impoten"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

BAB III

Putusan Pengadilan Agama Batang Atas Perkara Cerai Gugat dengan Alasan Impoten

A. Prosedur Cerai Gugat dengan alasan Impoten

Sebagaimana diketahui bahwa peradilan agama adalah peradilan yang menggunakan hukum perdata, disini mengatur tentang hak dan kewajiban antara seseorang dengan orang lain. Sedangkan hukum acara perdata adalah mengatur tentang cara mewujudkan atau mempertahankan hukum perdata itu, apakah seseorang itu akan menggugat atau tidak, sekalipun ada hukumnya yang dirampas oleh orang lain dan ini sepenuhnya terserah kepada orang itu sendiri, sehingga tidak ada sangkut pautnya dengan siapapun, sebab yang demikian itu adalah hak prive (pribadi) nya sendiri. Itu berarti sekalipun seseorang dirampas haknya oleh orang lain, kalau ia diam saja tidak mau menggugat maka tidak bisa dipaksakan supaya ia menggugat. Berdasarkan asas diatas, maka seseorang yang akan menggugat melalui Pengadilan Agama tidak perlu dan tidak memerlukan untuk mendapat izin atau legalisasi atau surat pengantar terlebih dahulu dari siapapun dan instansi manapun. 1 Jadi gugatan diajukan secara langsung oleh orang yang bersangkutan, sebagai mana perkara cerai gugat dengan alasan impoten di Pengadilan Agama Batang.

1

Roihan A. Rosyid, SH, MA, Hukum Acara Peradilan Agama, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2000), h. 55

(3)

Namun dalam hal pemgajuan gugatan ini harus melalui prosedur atau tatacara perkara cerai gugat dengan alasan impoten yang terjadi di Pengadilan Agama Batang dari pengajuan sampai putusan.

1. Pembuatan Gugatan

Perceraian karena gugatan atau disebut Cerai Gugat adalah perceraian yang diajukan kepada Pengadilan Agama yang dilakukan oleh istri terhadap suaminya karena adanya alasan-alasan perceraian. Pihak-pihak yang berperkara dalam cerai gugat adalah Penggugat atau Istri dan pihak Suami disebut Tergugat.

Penggugat yang akan mengajukan gugatan cerai ke Pengadilan Agama harus membawa surat gugatan. Surat gugatan ditujukan kepada ketua Pengadilan Agama yang penyampaiannya dimasukkan kepada panitera pengadilan (Pasal 2 ayat 1 HIR atau pasal 145 ayat 1 RBG).

Permohonan atau gugatan dibuat sendiri dan ditandatangani oleh kuasanya. Permohonan atau gugatan pada prinsipnya secara tertulis jika para pihak tidak bisa baca tulis gugatan bisa diajukan secara lisan kepada ketua Pengadilan Agama atau dilimpahkan kepada hakim untuk disusun gugatan kemudian dibacakan dan diterangkan maksud dan isinya kepada pihak dan ditandatangani oleh ketua Pengadilan Agama atau hakim yang ditunjuk. 2

2

Cik Hasan Bisri, Peradilan Agama di Indonesia, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2000), h. 161

(4)

Formulasi isi Cerai Gugat, dari ketentuan pasal 66 ayat (1) dan (2) Jo ayat(5) Jo pasal 57 Undang-Undang Peradilan Agama memuat hal-hal sebagai berikut:3

a. Identitas para pihak (Penggugat dan Tergugat)

Nama : TUKIYEM binti WARMAD (Nama Samr

Umur : 24 Tahun

Agama : Islam Pekerjaan : Tani

Alamat : Desa Jlamprang, Kecamatan Batang Selanjutnya disebut Penggugat

Melawan

Nama : WARSONO bin KARSOTONO(Nama Samr

Umur : 30 Tahun

Agama : Islam

Pekerjaan : Tani

Alamat : Desa Candirejo, Kecamatan Bawang Selanjutnya disebut Tergugat

3

Cik Hasan Bisri, Peradilan Agama di Indonesia, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2000), h.132

(5)

b. Uraian Kejadian (Posita)

Posita berisi tentang kejadian atau fakta-fakta yang menjadi dasar adanya sengketa yang terjadi (rect feitum) dan hubungan hgukum yang menjadi dasar gugatan (rect gronden). Posita disebut juga Fundamentum petendi.

Adapun Posita yang terdapat dalam perkara cerai gugat dengan alasan impoten di Pengadilan Agama Batang adalah:

1. Bahwa penggugat telah menikah dengan Tergugat pada tanggal 11 Mei 2006, sesuai dengan Kutipan Akta Nikah dari Kepala Kantor Urusan Agama Kecamatan Bawang Kabupaten Batang sebagai mana tercatat dalam Buku Kutipan Akta Nikah Nomor: 203/V/2006 tanggal 11 Mei 2006

2. Bahwa setelah menikah, Penggugat dan Tergugat hidup bersama selama ± 2 Tahun, kadang dirumah orang tua Penggugat kadang dirumah orang tua Tergugat, Penggugat dan Tergugat belum berhubungan layaknya suami istri (qobla dukhul)

3. Bahwa sejak nikah Penggugat dan Tergugat dalam rumah tangga tidak harmonis disebabkan Tergugat tidak bisa memenuhi kebutuhan batin, hal tersebut dikarenakan Tergugat impoten

4. Bahwa penggugat telah berusaha dengan sungguh-sungguh untuk memenuhi kewajiban sebagai seorang istri, namun ternyata Tergugat tidak mempunyai gairah sama sekali terhadap Penggugat

(6)

5. Bahwa Penggugat dan Tergugat juga sudah berusaha membantu Tergugat untuk berobat ke dokter maupun pengobatan alternatif namun sama sekali tidak menampakkan hasil

6. Bahwa akibat dari peristiwa itu, rumah tangga Penggugat dan Tergugat seakan terasa hambar, walaupun saling mencintai tapi tidak ada sama sekali kehangatan seorang suami

7. Bahwa atas dasar hal-hal tersebut di atas, maka dengan ini Penggugat mengajukan gugatan terhadap Tergugat dengan alasan : Tergugat mempunyai cacat badan sehingga tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai seorang suami, dan tidak ada komunikasi lagi antara Penggugat dan Tergugat hingga sekarang.

c. Tuntutan (Pettitum)

Pettitum atau tuntutan berisi rincian apa saja yang diminta dan diharapkan penggugat untuk dinyatakan dalam putusan atau penetapan kepada para pihak tergugat dalam putusan perkara.

Tuntutan terdiri dari dua hal yaitu tuntutan primair dan tuntutan subsider.Tuntutan primair adalah tuntutan yang merupakan tuntutan terhadap gugatan pokok. Sedangkan tuntutan subsidair adalah tuntutan yang merupakan tuntutan alternative atau pengganti yang biasanya dirumuskan dengan “mohon putusan yang seadil-adilnya”.

Adapun tuntutan primair dalam perkara cerai gugat dengan alasan impoten adalah:

(7)

2. Menceraikan penggugat dari tergugat dengan menyatakan jatuh talak satu ba’in sughro Tergugat (warsono bin kartono) nama samaran. kepada penggugat (tukiyem binti warmad)

3. Menetapkan biaya perkara ini menurut peraturan

perundang-undangan yang berlaku.

2. Pendaftaran perkara Gugatan di Pengadilan Agama Batang

Adapun pendaftaran cerai gugat di Pengadilan Agama Batang harus melalui berbagai tahapan-tahapan atau proses diantaranya :

a. Mengajukan perkara di kepaniteraan

Surat gugatan cerai yang telah dimuat dan ditanda tangani oleh penggugat di ajukan ke paniteraanPengadilan Agama. Surat gugatan di Pengadilan Agama Batang diajukan pada sub kepaniteraan gugatan, penggugat menghadap pada meja pertama yang akan menaksir besarnya panjar biaya perkara dan menukisnya pada Surat Kuasa untuk Membayar (SKUM).

Perincian biaya perkara Cerai Gugat dengan alasan Impoten di Pengadilan Agama Batang adalah:

1. Biaya pendaftaran : Rp. 30.000,- 2. APP : Rp. 30.000,- 3. Biaya Panggilan : Rp. 155.000,- 4. Redaksi : Rp. 5000,- 5. Materai : Rp. 5000,- + Jumlah : Rp. 266.000,-

(8)

b. Membayar panjar biaya perkara

Setelah mendapat Surat Kuasa untuk Membayar (SKUM) calon penggugat menghadap kasir dengan menyerahkan surat gugatan cerai dan SKUM untuk membayar panjar biaya perkara sesuai dengan yang tertera pada SKUM tersebut.

Bagi yang tidak mampu dapat diijinkan secara prodeo (Cuma-Cuma), ketidak mampuan tersebut di buktikan dengan melampirkan surat keterangan dari lurah/kepala desa setempat yang dilegalisir oleh camat.Bagi yang tidak mampu panjar biaya perkara ditaksir Rp. 0, 00 dan ditulis dalam SKUM. 4

c. Mendaftarkan perkara

Surat gugatan cerai dan SKUM yang telah dibayar diserahkan oleh calon penggugat kepada meja II, selanjutnya meja II akan melakukan:

1) Memberi nomor pada surat gugatan cerai sesuai dengan nomor yang diberikan oleh kasir dan dengan membubuhkan tanda tangan 2) Menyerahkan satu lembar surat gugatan cerai yang telah terdaftar

bersama satu helai SKUM kepada penggugat

3) Mencatat surat gugatan tersebut pada buku Register Induk perkara gugatan sesuai dengan jenis perkaranya

4

Mukti Arto, Praktik Perkara Perdata pada Pengadilan Agama, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2000), h. 59

(9)

4) Memasukkan surat gugatan cerai tersebut dalam map berkas perkara dan menyerahkan kepada wakil panitera untuk disampaikan kepada ketua pengadilan melalui panitera.5

5) Penetapan Majelis Hakim (PMH)

Perkara yang telah terdaftar di Pengadilan Agama oleh Panitera disampaikan kepada ketua Pengadilan Agama untuk menunjuk majelis hakim yang memeriksa, memutus dan mengadili perkara dengan suatu penetapan yang disebut Penetapan Majelis Hakim (PMH) yang terdiri satu orang hakim sebagai ketua majelis, dan dua orang hakim sebagai hakim anggota serta panitera sidang.

PMH dibuat dalam bentuk “Penetapan” dan ditanda tangani oleh ketua Pengadilan Agama dan dicatat dalam Register induk perkara yang bersangkutan.

d. Penunjukan Panitera Sidang (PPS)

Dilakukan oleh Panitera. (Pasal 96 Undang-Undang Pengadilan Agama). Untuk menjadi panitera sidang dapat ditunjuk dari panitera, wakil panitera, panitera muda, panitera pengganti/pegawai yang ditugaskan sebagai panitera sidang untuk membantu hakim supaya menghadiri dan mencatat jalannya sidang, membuat BAP(Berita Acara Persidangan), penetapan, putusan dan melaksanakan semua

(10)

perintah hakim untuk menyelesaikan perkara tersebut. (Pasal 97 Undang-Undang Pengadilan Agama).

e. Penetapan Hari Sidang (PHS)

Ketua Majelis bersama dengan hakim anggota yang telah ditunjuk oleh ketua Pengadilan dalam penetapan Majelis Hakim, mempelajari berkas perkara yang diserahkan untuk membuat penetapan Hari Sidang (PHS) dan tanggal serta jam kapan perkara itu akan disidangkan serta memerintahkan para pihak untuk menghadap pada hari sidang, tanggal dan jam yang telah ditentukan.

f. Pemanggilan Para pihak

Berdasarkan perintah hakim atau ketua majelis dalam penetapan hari sidang (PHS), juru sita atau juru sita pengganti atau pejabat lain yang ditunjukkan oleh ketua pengadilan untuk melaksanakan pemanggilan kepada para pihak supaya hadir di persidangan.

Pemanggilan para pihak dilakukan secara langsung kepada pribadi para pihak di tempat tinggalnya, sebagaimana diatur dalam pasal 390 HIR/718 RBg. Apa bila pihak menggunakan kuasa hukum maka panggilan di berikan kepada kuasa hukumnya itu.

Dalam melakukan pemanggilan, pengadilan harus

memperhatikan asas-asas pemanggilan yaitu:

- Pemanggilan harus dilakukan secara resmi dan sah, yaitu

dilakukan sesuai dengan peraturan perUndang-Undangan yang berlaku yang dilakukan oleh petugas Pengadilan Agama yang

(11)

disebut jurusita/jurusita pengganti dengan menggunakan surat yang disebut dengan relas (akta otentik yang dibuat oleh pejabat yang berwenang, jurusita/jurusita pengganti Pengadilan Agama). - Pemanggilan di lakukan dengan patut, misalnya pemanggilan

dilakukan selambat-lambatnya 3 hari sebelum hari sidang dibuka sebagaimana di tetapkan oleh ketua majelis, tidak termasuk hari libur. (Psl 122 HIR/146 RBg, Psl 36 PP No. 9/1975).

Pemanggilan dapat dilakukan dengan 3 cara:

1. Para pihak yang dipanggil di tempat tinggalnya, panggilan

disampaikan melalui kepala desa atau kepala kelurahan

2. Apabila tempat kediaman para pihak, terutama pihak tergugat tidak diketahui/tidak tetap, panggilan disampaikan melalui Bupati/wali kota yang mewilayahi tempat kediaman tergugat yang terakhir.

Khusus perkara perceraian, pemanggilan dilakukan dengan cara:

- Mengumumkam melalui mass media yang ditetapkan oleh ketua

Pengadilan Agama, misalnya mass media surat kabar maupun mass media radio.

Panggilan ini dilakukan dua kali dengan tenggang waktu satu bulan dengan panggilan terakhir, sedangkan tenggang waktu antara panggilan sidang dengan hari sidang adalah 4 bulan sesuai dengan ketentuan (Pasal 27 PP No. 9 Tahun 1975).

- Menempelkan surat gugatan pada papan pengumuman

(12)

3. Untuk para tergugat yang berada diluar negeri, panggilan disampaikan melalui kedutaan besar RI dinegara mana tergugat berada melalui Departemen luar negeri.

Selanjutnya proses pemeriksaan suatu perkara dimuka persidangan.

3. Proses Pemeriksaan dalam Persidangan

Setelah hakim berusaha dan tidak berhasil mendamaikan para pihak yang bersengketa, maka dilanjutkan pada tahap pemeriksaan. Proses pemeriksaan perkara perdata di depan sidang pengadilan melalui tahap-tahap dalam hukum acara perdata.

Tahap-tahap pemeriksaan tersebut dalam persidangan perkara cerai gugat dengan alasan impoten adalah sebagai berikut:

a) Sidang pertama

Setelah persidangan dibuka dan dinyatakan terbuka untuk umum oleh ketua majelis, lalu pihak yang berperkara dipanggil masuk keruang sidang. penggugat datang menghadap sendiri dalam persidangan dan tergugat datang menghadap sendiri dipersidangan.

Kemudian ketua mencocokkan identitas para pihak, selanjutnya ketua menanyakan kepada para pihak tentang usaha damai yang dilakukan oleh ketua majelis tidak berhasil, masing-masing pihak tetap pada pendiriannya, penggugat tetap ingin bercerai dan tergugat tidak keberatan, maka para pihak dipersilahkan untuk mengikuti mediasi dengan didampingi seorang mediator dan selanjutnya persidangan ditunda.

(13)

b) Sidang kedua

Setelah persidangan dibuka dan dinyatakan terbuka untuk umum oleh ketua majelis, maka para pihak yang berperkara dipanggil masuk persidangan.

Penggugat menghadap sendiri dipersidangan dan tergugat menghadap sendiri dipersidangan. Ketua menasehati penggugat dan tergugat agar rukun kembali membina rumah tangga, tetapi tidak berhasil dan berdasarkan hasil mediasi yang dilaksanakan tidak tercapai kesepakatan dimana antara pihak penggugat dan tergugat tetap berkeinginan bercerai.

Selanjutnya oleh ketua majelis, sidang dinyatakan tertutup untuk umum, lalu dibacakanlah surat gugatan penggugat yang pada pokoknya menyatakan rumah tangga yang dibina dengan tergugat sudah tidak harmonis, telah berpisah selama 2 tahun yang disebabkan tergugat tidak bisa memenuhi kebutuhan batin hal tersebut dikarenakan tergugat impoten, ereksinya hanya sebentar sudah tidak berfungsi lagi layaknya laki-laki sehat, sehingga penggugat minta diceraikan. Tergugat memberikan jawabannya secara lisan yang pada pokoknya mengakui, membenarkan dan tidak membantah dalil-dalil serta alasan penggugat. Sidang merupakan alat bukti yang sempurna dan mengikat, Jadi pihak lawan atau hakim

(14)

tidak perlu membuktikan lagi melainkan telah cukup untuk memutus dalam bidang persengketaan yang telah diakui tersebut.6

Kemudian sidang dilanjutkan dengan pemeriksaan alat-alat bukti. Penggugat mengajukan alat bukti berupa: Foto copy kutipan Akta Nikah yang dikeluarkan oleh Kantor Urusan Agama kecamatan Bawang Kabupaten Batang No: 203/30/V/2006 dan cocok dengan aslinya serta bermaterai cukup, selanjutnya oleh ketua majelis diberi tanda P. 1

Kemudian dipanggil masuk saksi penggugat. Saksi adalah orang yang melihat, mendengar, mengetahui dan mengalami sendiri suatu peristiwa.7

Sebelum memberikan keterangan kesaksiannya, saksi

diwajibkan untuk bersumpah. Sumpah adalah pernyataan yang diucapkan dengan resmi dan dengan bersaksi kepada Tuhan oleh salah satu pihak yang berperkara bahwa apa yang dikatakan itu benar. 8

Kemudian saksi bersumpah menurut tatacara agama islam bahwa ia akan menerangkan yang sebenarnya tidak lain dari pada yang sebenarnya.

6 Roihan A. Rasyid, Hukum Acara Peradilan Agama, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1995), h. 178

7

Soebekti, Pokok-pokok hukum perdata, (Jakarta: Intermasa, 1982), h. 180 8 Kusnuryatun, Hukum Acara Perdata, (Surakarta: UNS Prees, 1995), h. 68

(15)

Selanjutnya ketua menyatakan sidang di skors untuk musyawarah majelis hakim. Penggugat dan tergugat diperintahkan keluar persidangan, setelah musyawarah selesai, skors dicabut penggugat dan tergugat dipanggil kembali masuk ruang sidang, kemudian ketua menyatakan bahwa pemeriksaan pada hari ini cukup dan akan dilanjutkan pada sidang berikutnya. Lalu ketua majelis menyatakan sidang terbuka untuk umum dan menunda persidangan.

c) Sidang ketiga

Setelah persidangan dibuka dan dinyatakan terbuka untuk umum oleh ketua majelis, para pihak yang berperkara dipanggil masuk persidangan. Penggugat datang menghadap sendiri persidangan dan tergugat datang menghadap sendiri di persidangan.

Ketua majelis berusaha mendamaikan penggugat dan tergugat tetapi tidak berhasil.Selanjutnya ketua menyatakan sidang di skors untuk musyawarah Majelis Hakim. Penggugat dan tergugat diprintahkan keluar persidangan, setelah musyawarah selesai, skors dicabut, penggugat dan tergugat di panggil kembali masuk ruang sidang, kemudian ketua menyatakan bahwa pemeriksaan perkara ini dinyatakan cukup dan persidangan dinyatakan terbuka untuk umum lalu kenjatuhkan putusan.

(16)

4. Putusan Hakim

Setelah Pengadilan Agama memeriksa perkara, maka pengadilan harus mengadili atau memberikan putusan dan mengeluarkan produknya. Putusan adalah pernyataan hakim yang dituangkan dalam bentuk tertulis dan diucapkan oleh hakim dalam sidang terbuka untuk umum, sebagai suatu produk Pengadilan Agama, hasil dari suatu pemeriksaan perkara gugatan berdasarkan adanya suatu sengketa. 9 hakim setelah mengetahui duduk perkara yang sebenarnya, maka pemeriksaan terhadap perkara dinyatakan selesai. Kemudian di jatuhkan putusan, sebagai hasil dari pemeriksaan perkara gugatan (kontentius). 10

Bentuk dan isi putusannya sbb:

a. Bagian kepala putusan

b. Nama Pengadilan Agama yang memutus dan jenis perkara

c. Identitas pihak-pihak

d. Duduk perkaranya

e. Tentang pertimbangan Hukum

f. Dasar hukum

g. Diktum atau amar putusan h. Bagian kaki putusan

9 Gemala Dewi, Hukum Acara Perdata Peradilan Agama di Indonesia, (Jakarta: Prenada Media, 2005), h. 148-149

10 Mukti Arto, Praktik Perkara Perdata pada Pengadilan Agama, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2000), h. 251

(17)

i. Tanda tangan hakim dan panitera serta perincian biaya. 11

B. Dasar Pertimbangan dalam Putusan Nomor: 1467/Pdt. G/2010/PA. Btg

Dasar hukum pertimbangan hakim atau sering disebut consideran merupakan dasar putusan. Dasar hukum pertimbangan hakim dalam putusan perdata terbagi menjadi 2 yaitu:

1. Pertimbangan tentang duduk perkaranya atau peristiwa 2. Peristiwa tentang hukumnya

Adapun dasar pertimbangan hakim dalam putusan No: 1467/Pdt. G/2010/PA. Btg.

1) Bahwa Penggugat telah menikah dengan Tergugat pada tanggal 11 Mei 2006, sesuai dengan Kutipan Akta Nikah dari Kepala Kantor Urusan Agama Kecamatan Bawang Kabupaten Batang sebagaimana tercatat dalam buku Kutipan Akta Nikah Nomor: 203/30/V/2006 tanggal 11 Mei 2006

2) Bahwa setelah menikah, Penggugat dan Tergugat hidup bersama selama ± 2 tahun, kadang di rumah orang tua penggugat kadang di rumah tergugat, penggugat dan tergugat belum berhubungan layaknya suami isteri (qobla dukhul)

3) Bahwa sejak awal nikah penggugat dan tergugat dalam rumah tangga

tidak harmonis disebabkan tergugat tidak bisa memenuhi kebutuhan batin, hal tersebut dikarenakan tergugat impoten

11 Roihan A. Rasyid, Hukum Acara Peradilan Agama, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1995), h. 194

(18)

4) Bahwa penggugat telah berusaha dengan sungguh-sungguh untuk memenuhi kewajiban sebagai seorang istri, namun ternyata tergugat tidak mempunyai gairah sama sekali terhadap penggugat

5) Bahwa penggugat dan tergugat juga sudah berusaha membantu

tergugat untuk berobat ke dokter maupun pengobatan alternative namun sama sekali tidak menampakkan hasil

6) Bahwa akibat dari peristiwa itu, rumah tangga penggugat dan tergugat seakan terasa hambar, walaupun saling mencintai tapi tidak ada sama sekali kehangatan seorang suami

7) Bahwa atas dasar hal-hal tersebut di atas, maka dengan ini penggugat mengajukan gugatan terhadap tergugat dengan alasan: Tergugat mempunyai cacat badan sehingga tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai seorang suami, dan tidak ada komunikasi lagi antara penggugat dan tergugat hingga sekarang.

Berdasarkan segala uraian diatas, penggugat mohon agar Bapak ketua Pengadilan Agama Batang berkenan untuk menerima, memeriksa dan memutus dengan putusan.

a. Menimbang, bahwa pada hari sidang yang telah ditentukan para pihak telah hadir dan menghadap sendiri di persidangan

b. Menimbang, bahwa setelah Majelis Hakim berusaha sungguh-sungguh

mendamaikan penggugat dan tergugat dan telah menunjuk mediator untuk memediasi penggugat dan tergugat namun tidak berhasil, kemudian

(19)

pemeriksaan dimulai dengan membacakan surat gugatan dimaksud yang isinya tetap dipertahankan oleh penggugat

c. Menimbang, bahwa terhadap gugatan tersebut, tergugat memberikan

jawaban secara lisan di persidangan yang pada pokoknya mengakui, membenarkan dan tidak membantah dalil-dalil serta alasan penggugat d. Menimbang, bahwa penggugat telah menyerahkan bukti surat berupa

fotokopi Kutipan Akta Nikah Nomor: 203/30/V/2006 tanggal 11 Mei 2006 dari Kantor Urusan Agama Kecamatan Bawang Kabupaten Batang, bermaterai cukup yang setelah dicocokkan dengan aslinya dan dibenarkan oleh kedua belah pihak, kemudian oleh Majelis Hakim diberi tanda (P).

e. Menimbang, bahwa penggugat telah mengajukan saksi-saksi dimuka

persidangan, masing-masing keterangan saksi tersebut saling bersesuaian dan saling mendukung sehingga dapat diyakini kebenarannya.

f. Menimbang, bahwa berdasarkan fakta tersebut di atas, Majelis

berkesimpulan bahwa rumah tangga penggugat dan tergugat telah pecah, antara penggugat dan tergugat telah terjadi perselisihan dan pertengkaran, yang keduanya sulit diharapkan untuk rukun kembali sebnagai suami istri; Sehingga keduanya tidak lagi dapat mewujudkan tujuan perkawinan sebagaimana dikehendaki Undang-Undang

g. Menimbang, Bahwa sesuai dengan pertimbangan-pertimbangan tersebut diatas, dan ternyata penggugat menyatakan tidak rela meskipun telah diupayakan pula perdamaian baik oleh Majelis Hakim maupun oleh pihak keluarga serta oleh mediator ternyata tidak berhasil, maka telah terbukti

(20)

menurut hukum bahwa harapan akan hidup rukun kembali penggugat dengan tergugat dalam satu rumah tangga sebagai suami isteri sudah tidak ada. Oleh karena itu, dalil-dalil penggugat telah memenuhi alasan perceraian sesuai pasal 39 ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974, jo. Pasal 19 huruf (f) Peraturan Pemrintah RI Nomor 9 Tahun 1975 jo. Pasal 116 huruf (f) Kompilasi Hukum Islam, maka patut kiranya Majelis Hakim mengabulkan gugatan penggugat dengan talak satu bain sughro

h. Menimbang, bahwa berdasarkan pasal 89 ayat (1) Undang-Undang Nomor

7 Tahun 1989 yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 dan Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009, maka seluruh biaya yang timbul dalam perkara ini dibebankan kepada penggugat.

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil pengukuran beban kerja dengan KEP/75/M.PAN/2004 dan work sampling , perlu dilakukan pengurangan satu orang pegawai pada jabatan Pengadministrasi Umum

Gambar 30 menunjukkan tegangan pada material ASTM A299 saat rotasi setengah lingkaran Tabel 4.13 dan Gambar 4.31 menunjukkan perbandingan tegangan yang terjadi saat

kognitivistik. Padahal lingkup penilaian hasil belajar oleh pendidik juga mencakup kompetensi sikap spiritual, kompetensi sikap sosial, dan kompetensi

Penelitian yang dilakukan oleh Mounts, Valentiner, Anderson, & Boswell (2006) juga menemukan bahwa dukungan sosial orangtua berupa pemberian nasehat dan

Data yang dikumpulkan diperoleh dari citra landsat tahun 1981, 1994, 1999, 2004, 2009, dan 2014 dengan menggunakan landsat 1-3 Multispectral Scanner (MSS), landsat

Untuk itu, berikut adalah hal yang sangat penting untuk direalisasikan: (1) Perumusan strategi nasional dan integrasi sistem promosi pemerintah; (2) Pengembangan

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa pembiayaan murabahah mikro express yang dilakukan BPRS Mandiri Mitra Sukses telah berhasil memberikan dampak

Bagaimanapun, perakaunan zakat terhadap semua kekayaan baharu perlulah diqiyaskan kepada salah satu daripada lima jenis harta yang telah ditentukan oleh para fuqaha, iaitu emas