• Tidak ada hasil yang ditemukan

Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Riau pada Maret 2016 adalah 515,40 ribu atau 7,98 persen dari total penduduk.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Riau pada Maret 2016 adalah 515,40 ribu atau 7,98 persen dari total penduduk."

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

No. 35/07/14 Th. XVII, 18 Juli 2016

TINGKAT KEMISKINAN RIAU MARET 2016

1.

PERKEMBANGAN TINGKAT KEMISKINAN DI RIAU, 2011-2016

Jumlah dan persentase penduduk miskin di Riau pada periode 2011-2016 menunjukkan kecenderungan meningkat, dimana jumlah penduduk miskin mengalami peningkatan sebanyak 33,35 ribu jiwa yaitu dari 482,05 ribu jiwa pada tahun 2011 menjadi 515,40 ribu jiwa pada tahun

Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Riau pada Maret 2016 adalah 515,40 ribu atau

7,98 persen dari total penduduk.

 Jumlah penduduk miskin (penduduk yang berada di bawah Garis Kemiskinan) di Riau Maret 2016 sebesar 515,40 ribu jiwa (7,98 persen). Jika dibandingkan dengan penduduk miskin pada Maret 2015 yang berjumlah 531,39 ribu jiwa (8,42 persen), penduduk miskin di Riau mengalami penurunan sebanyak 15,98 ribu jiwa.

 Selama periode Maret 2015 - Maret 2016, penduduk miskin di daerah perdesaan berkurang sebanyak 11,98 ribu jiwa, dan di daerah perkotaan juga mengalami penurunan sebesar 4,00 ribu jiwa.

 Jumlah penduduk miskin meningkat dari 282,48 ribu jiwa pada bulan Maret 2011 menjadi 515,40 ribu jiwa pada bulan Maret 2016. Namun secara relatif terjadi penurunan persentase penduduk miskin dari 8,47 persen pada tahun 2011 menjadi 7,98 persen pada bulan Maret 2016.

 Distribusi persentase penduduk miskin di Riau pada Bulan Maret 2015 di perdesaan sebesar 68,68 persen, sedangkan di perkotaan sebesar 31,32 persen. Distribusi ini sedikit mengalami pergeseran pada tahun 2016, dimana persentase penduduk miskin di daerah perdesaan mengalami sedikit penurunan menjadi 68,48 persen sedangkan perkotaan mengalami kenaikan menjadi 31,52 persen.

 Selama periode Maret 2015 - Maret 2016, Garis Kemiskinan (GK) naik sebesar 6,71 persen yaitu dari Rp399.211,- per kapita per bulan pada Maret 2015 menjadi Rp426.001,- per kapita per bulan pada Maret 2016. Peran komoditas makanan terhadap GK jauh lebih besar dibandingkan peranan komoditas bukan makanan (perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan). Sumbangan Garis Kemiskinan Makanan (GKM) terhadap GK pada Maret 2016 mencapai 73,32 persen. GKM Riau tahun 2016 adalah sebesar Rp312352.851,- dan Garis Kemiskinan Non Makanan (GKNM) sebesar Rp113.648,-.

 Pada periode Maret 2015 - Maret 2016, Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) mengalami penurunan. Pada periode Maret 2015, P1 sebesar 1,382 turun menjadi 1,359 pada Maret 2016, dan P2 nya pada Maret 2015 sebesar 0,358 turun menjadi 0,337 pada Maret 2015. Ini mengindikasikan bahwa rata-rata pengeluaran penduduk miskin cenderung mendekati garis kemiskinan dan ketimpangan pengeluaran penduduk miskin relatif menurun.

(2)

Berita Resmi Statistik Provinsi Riau No.35/07/14 Th. XVII, 18 Juli 2016

2

2016. Namun pada periode yang sama persentase penduduk miskin menurun dari 8,47 persen menjadi 7,98 persen.

Jika dilihat dari trend dua tahunan yaitu periode 2015-2016, menunjukkan bahwa jumlah penduduk miskin mengalami penurunan sebesar 15,98 ribu jiwa yaitu dari 531,39 ribu jiwa pada tahun 2015 menjadi 515,40 ribu jiwa pada tahun 2016. Begitu juga jika dilihat secara persentase, penduduk miskin mengalami penurunan dari 8,42 persen menjadi 7,98 persen.

Tabel 1

Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin di Provinsi Riau menurut Daerah, 2011-2016

Tahun

Jumlah Penduduk Miskin

(ribu) Persentase Penduduk Miskin

Kota Desa Kota+Desa Kota Desa Kota+Desa

Maret 2011 141,84 339,96 481,81 6,37 9,83 8,47 Maret 2012 147,17 332,66 479,83 6,43 9,36 8,22 Maret 2013 144,24 318,43 462,67 6,15 8,73 7,72 Maret 2014 166,36 333,52 499,89 6,90 8,92 8,12 Maret 2015 166,45 364,94 531,39 6,79 9,46 8,42 Maret 2016 162,45 352,95 515,40 6,40 9,00 7,98

Sumber: BPS, Diolah dari data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas)

2. PERKEMBANGAN TINGKAT KEMISKINAN RIAU MARET 2015 - MARET 2016

Jumlah penduduk miskin di Riau pada bulan Maret 2016 sebesar 515,40 ribu atau 7,98 persen dari jumlah penduduk Riau. Jumlah ini mengalami penurunan sebanyak 15,98 ribu jiwa jika dibandingkan dengan penduduk miskin pada Maret 2015 yang berjumlah 531,39 ribu atau 8,42 persen dari jumlah penduduk Riau.

Tabel 2

Garis Kemiskinan, Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Provinsi Riau

Daerah/Tahun Garis Kemiskinan (Rp/Kapita/Bln) penduduk miskin Jumlah

(ribuan)

Persentase penduduk

miskin

Makanan Bukan Makanan Total

Perkotaan Maret 2015 280.361 124.441 404.802 166,45 6,79 Maret 2016 292.026 134.320 426.346 162,45 6,40 Perdesaan Maret 2015 302.422 93.237 395.659 364,94 9,46 Maret 2016 326.262 99.515 425.777 352,95 9,00 Kota+Desa Maret 2015 293.851 105.361 399.211 531,39 8,42 Maret 2016 312.352 113.648 426.001 515,40 7,98

(3)

Jumlah penduduk miskin di Riau baik yang tinggal di daerah perdesaan maupun perkotaan pada Maret 2016 mengalami penurunan, dimana pada daerah perdesaan jumlah penduduk miskinnya mencapai 352,95 ribu penduduk, turun sebesar 11,98 ribu penduduk atau sekitar 3,28 persen jika dibandingkan dengan Maret 2015 yaitu 364,94 ribu penduduk. Sedangkan Jumlah penduduk miskin di Riau yang tinggal di daerah perkotaan Maret 2016 sebesar 162,45 ribu jiwa, juga turun sebesar 4 ribu jiwa atau sebesar 2,40 persen jika dibandingkan dengan Maret 2015 yaitu 166,45 ribu jiwa.

2.

PERUBAHAN GARIS KEMISKINAN (GK) MARET 2015 - MARET 2016

Besar kecilnya jumlah penduduk miskin sangat dipengaruhi oleh GK, karena penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di bawah GK. Semakin tinggi GK, semakin banyak penduduk yang tergolong sebagai penduduk miskin.

Selama Maret 2015 - Maret 2016, GK naik sebesar 6,71 persen, yaitu dari Rp 399.211,- per kapita per bulan pada Maret 2015 menjadi Rp 426.001,- per kapita per bulan pada Maret 2016. Dengan memperhatikan komponen GK, yang terdiri dari Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Non-Makanan (GKNM), terlihat bahwa peranan komoditas makanan jauh lebih besar dibandingkan peranan komoditas bukan makanan (perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan). Peranan GKM terhadap GK pada Maret 2016 mencapai 73,32 persen sedangkan peranan GKNM terhadap GK adalah 26,68 persen.

(4)

Berita Resmi Statistik Provinsi Riau No.35/07/14 Th. XVII, 18 Juli 2016

4

3.

INDEKS

KEDALAMAN

KEMISKINAN

DAN

INDEKS

KEPARAHAN

KEMISKINAN

Persoalan kemiskinan bukan hanya sekadar berapa jumlah dan persentase penduduk miskin. Dimensi lain yang perlu diperhatikan adalah tingkat kedalaman dan keparahan dari kemiskinan. Selain harus mampu memperkecil jumlah penduduk miskin, kebijakan kemiskinan juga sekaligus harus bisa mengurangi tingkat kedalaman dan keparahan dari kemiskinan.

Pada periode Maret 2015 - Maret 2016, Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) menunjukkan kecenderungan menurun. Indeks Kedalaman Kemiskinan turun dari 1,382 pada keadaan Maret 2015 menjadi 1,359 pada keadaaan Maret 2016. Demikian pula Indeks Keparahan Kemiskinan naik dari 0,358 menjadi 0,337 pada periode yang sama (Tabel 3). Penurunan nilai kedua indeks ini mengindikasikan bahwa rata-rata pengeluaran penduduk miskin cenderung mendekati garis kemiskinan dan ketimpangan pengeluaran penduduk miskin mengalami penurunan.

Jika dibandingkan antara daerah perdesaan dengan perkotaan, Nilai Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) di perdesaan mengalami peningkatan dari 1,569 pada Maret 2015 menjadi 1,633 pada Maret 2016, namun di perkotaan mengalami penurunan yaitu dari 1,088 pada Maret 2015 menjadi 0,934 pada Maret 2016. Hal ini berarti bahwa rata-rata pengeluaran penduduk miskin di daerah perdesaan semakin menjauhi ke garis kemiskinan. Sebaliknya di perkotaan, rata-rata pengeluaran penduduk miskinnya semakin mendekati ke garis kemiskinan.

Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) di daerah perdesaan mengalami peningkatan dari 0,410 pada Maret 2015 menjadi 0,424 pada Maret 2016, sedangkan di daerah perkotaan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) mengalami penurunan dari 0,275 pada Maret 2015 menjadi 0,203 pada Maret 2016. Hal ini berarti terjadi peningkatan ketimpangan pengeluaran penduduk miskin di daerah perdesaan dan perkotaan.

Tabel 3

Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2)

di Provinsi Riau Menurut Daerah, Maret 2015- Maret 2016

Tahun Kota Desa Kota + Desa

Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1)

Maret 2015 1,088 1,569 1,382

Maret 2016 0,934 1,633 1,359

Indeks Keparahan Kemiskinan (P2)

Maret 2015 0,275 0,410 0,358

Maret 2016 0,203 0,424 0,337

Sumber: Diolah dari data Susenas Panel Maret 2015 dan Maret 2016

PENJELASAN TEKNIS DAN SUMBER DATA

a. Untuk mengukur kemiskinan, BPS menggunakan konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar (basic needs approach). Dengan pendekatan ini, kemiskinan dipandang sebagai

(5)

ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran. Dengan pendekatan ini, dapat dihitung Head

Count Index (HCI), yaitu persentase penduduk yang berada di bawah Garis Kemiskinan.

b. Metode yang digunakan adalah menghitung Garis Kemiskinan (GK), yang terdiri dari dua komponen yaitu Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Bukan-Makanan (GKBM). Penghitungan Garis Kemiskinan dilakukan secara terpisah untuk daerah perkotaan dan perdesaan. Penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di bawah Garis Kemiskinan.

c. Indikator Kemiskinan yang digunakan antara lain : Headcount Index (P0) yaitu Persentase penduduk miskin terhadap total penduduk, Poverty Gap Index (P1)/Indeks Kedalaman Kemiskinan, yaitu Ukuran rata-rata kesenjangan pengeluaran masing-masing penduduk miskin terhadap garis kemiskinan. Semakin tinggi nilai indeks, semakin jauh rata-rata pengeluaran dari garis kemiskinan, dan Poverty Severity (P2)/Indeks Keparahan Kemiskinan. Semakin tinggi nilai indeks, semakin tinggi ketimpangan pengeluaran diantara penduduk miskin. Formula: Foster-Greer-Thorbecke (FGT) formula.

d. Sumber data utama yang dipakai untuk menghitung kemiskinan adalah data SUSENAS (Survei Sosial Ekonomi Nasional) Maret 2015 dan Maret 2016. Sebagai informasi tambahan, juga digunakan hasil survei SPKKD (Survei Paket Komoditi Kebutuhan Dasar), yang dipakai untuk memperkirakan proporsi dari pengeluaran masing-masing komoditas pokok bukan makanan.

Referensi

Dokumen terkait

 Dari tiga indikator kemiskinan diatas, yaitu Persentase Penduduk Miskin (P0), Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) di Kabupaten Blitar

indikator, jika merah langsung titrasi dengan HCL 0,02 N sampai tidak berwarna, catat ml titran = (A ml), kemudian tambahkan 3-4 tetes BCG+MR, lanjutkan titrasi dengan HCl 0,02

Misal: Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), usaha sepi. b) Nasabah memindahtangankan atau jual beli bawah tangan tanpa sepengetahuan pihak bank. Hal ini sering terjadi saat

Dengan menggunakan analisis regresi multilinier, sebanyak 20 senyawa xanton yang sudah diketahui nilai IC50-nya digunakan sebagai senyawa fitting untuk mendapatkan

Oleh sebab itu, atas inisiatif Koperasi Unit Desa dan usulan Pemerintahan Desa Ambapa pada tahun 2015 dibangunlah PLTMH dengan kpasitas terpasang 100 kW, dengan

Analisis komponensial adalah penguraian unsur-unsur yang membentuk makna kosakata tertentu.. dalam analisis komponensional adalah penemuan kandungan makna kata atau

Pada data penelitian diketahui ibu dengan pola asuh baik dan memiliki balita dengan status gizi normal sebanyak 33 orang dari 52 sampel yang memiliki anggota

Untuk mendapatkan minimum attractive rate of return (MARR), yang digunakan sebagai acuan untuk menetapkan apakah suatu investasi jalan tol layak atau tidak layak