• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penelitian mengenai belanja daerah, belanja modal dan pertumbuhan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penelitian mengenai belanja daerah, belanja modal dan pertumbuhan"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

2.1. Landasan Teori

Penelitian mengenai belanja daerah, belanja modal dan pertumbuhan ekonomi telah banyak dilakukan di Indonesia. Walaupun demikian sampai saat ini peneliti belum ada menemukan penelitian menjadikan variabel independennya sekaligus belanja pegawai, belanja barang, belanja modal dan jumlah penduduk serta menguji pengaruhnya terhadap pertumbuhan ekonomi. Berikut disampaikan penjelasan secara teori variabel-variabel yang terkait dengan judul penelitian ini.

2.1.1 Pertumbuhan Ekonomi Daerah

Menurut Todaro (2003), pembangunan ekonomi adalah suatu proses yang bersifat multidimensial yang melibatkan kepada perubahan besar baik terhadap perubahan struktur ekonomi, perubahan sosial, mengurangi atau menghapuskan kemiskinan, mengurangi ketimpangan, dan pengangguran dalam konteks pertumbuhan ekonomi. Menurut Subandi (2005) bahwa dalam pembangunan ekonomi daerah yang menjadi pokok permasalahan adalah terletak pada kebijakan-kebijakan pembangunan yang didasarkan pada kekhasan daerah yang bersangkutan dengan menggunakan potensi sumber daya manusia, kelembagaan dan sumber daya fisik secara lokal (daerah). Orientasi ini mengarah pada pengambilan inisiatif-inisiatif yang berasal dari daerah tersebut dalam proses

(2)

pembangunan untuk menciptakan kesempatan kerja baru dan merangsang peningkatan kegiatan ekonomi.

Tingkat pertumbuhan ekonomi nasional dapat dilihat dengan Produk Domestik Bruto (PDB) atau Gross Domestic Product (GDP). PDB atau GDP adalah total produksi barang dan jasa yang dihasilkan di dalam suatu negara pada periode tertentu, misalnya satu tahun. Untuk tingkat regional atau provinsi/ kabupaten/kota di Indonesia disebut Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). PDRB kabupaten/kota jika dibagi dengan jumlah penduduk suatu kabupaten/kota maka menjadi PDRB per kapita. Ukuran ini lebih spesifik karena memperhitungkan jumlah penduduk serta mencerminkan kesejahteraan penduduk di suatu kabupaten/kota.

Ada banyak pendapat mengenai penyebab naik turunnya total produksi barang dan jasa, namun banyak ahli ekonomi yang setuju terhadap dua penyebab berikut ini :

1. Sumber pertumbuhan

Ahli-ahli ekonomi sering merujuk kepada tiga sumber pertumbuhan, yaitu : peningkatan tenaga kerja, peningkatan modal, dan peningkatan efisiensi terhadap penggunaan tenaga kerja dan modal.

Jumlah tenaga kerja dapat meningkat jika pekerja yang telah tersedia bekerja lebih lama, atau jika ada tambahan tenaga kerja baru. Sedangkan persediaan modal dapat meningkat jika perusahaan mendorong kapasitas produksinya dengan menambah pabrik dan peralatan (investasi). Efisiensi bertambah ketika output yang lebih dapat diperoleh dari jumlah tenaga kerja dan/atau

(3)

modal yang sama. Ini sering disebut sebagai Total Factor Productivity (TFP). Pendorongan ketiga sumber ini disebut juga supply-side economy, atau ekonomi dari sisi penawaran.

2. Terjadinya penurunan (downturns) pada ekonomi (resesi dan depresi)

Ini menjawab pertanyaan mengapa output dapat turun atau naik lebih lambat. Secara logika, apapun yang menyebabkan penurunan pada tenaga kerja, modal, atau TFP akan menyebabkan penurunan pada output atau setidaknya pada tingkat pertumbuhan output. Seperti terjadinya keadaan yang luar biasa seperti perang, bencana alam, penyebaran penyakit menular dan kerusuhan. Cara mengukur PDB yaitu total nilai berbagai macam barang dan jasa diagregasikan. Di Indonesia PDB diukur setiap tiga bulanan dan tahunan oleh Biro Pusat Statistik (BPS). Nilai total pendapatan nasional dalam satuan harga sekarang disebut dengan PDB nominal (PDB atas dasar harga berlaku). Nilainya tentu berubah dari waktu ke waktu seiring dengan perubahan kuantitas produksi barang/jasa atau dalam harga dasarnya.

Jika nilai nominal ini dihitung dalam harga yang tetap, didapatlah nilai PDB riil (PDB atas dasar harga konstan). Untuk menghitung nilai riil tersebut dipilihlah satu tahun dasar, misalnya tahun 2000. Kemudian, nilai semua barang dan jasa dihitung berdasarkan harga masing-masing yang berlaku pada tahun tersebut. Karena harga barang sudah tetap, PDB riil dianggap hanya berubah sesuai dengan adanya perubahan kuantitas barang/jasa.

Perubahan PDB ini mencerminkan perubahan kuantitas output produksi secara riil, inilah yang disebut dengan pertumbuhan ekonomi. Jadi pertumbuhan

(4)

ekonomi mengacu pada peningkatan nilai total barang dan jasa yang diproduksi dalam sebuah perekonomian pada waktu tertentu.

Rumus menghitung pertumbuhan ekonomi adalah sebagai berikut : g = {(PDBs - PDBl)/PDBl} x 100%

dimana: g = tingkat pertumbuhan ekonomi

PDBs = Produk Domestik Bruto riil tahun sekarang PDBl = Produk Domestik Bruto riil tahun lalu

Sebagai contoh, diketahui data PDB Indonesia tahun 2008 = Rp 467 triliun, sedangkan PDB pada tahun 2007 adalah = Rp 420 triliun. Maka tingkat pertumbuhan ekonomi pada tahun 2008 jika diasumsikan harga tahun dasarnya berada pada tahun 2007 adalah g = {(467-420)/420} x 100% = 11,19%.

Dari sisi pengeluaran untuk mengetahui tingkat pertumbuhan ekonomi adalah dengan menghitung secara agregat PDB = C + I + G + ( X - M ). Atau Produk domestik bruto = Pengeluaran rumah tangga + Pengeluaran investasi + Pengeluaran pemerintah + ( ekspor - impor ). Dengan rumus ini berarti produk dan pendapatan nasional dirinci menurut kegunaan atau sektor pelaku kegiatan ekonomi. Menurut Subandi (2005), Peranan pemerintah dalam perekonomian tidak cukup hanya dilihat melalui variabel G, mengingat dalam variabel I (pembentukan modal domestik bruto) sesungguhnya terdapat pula unsur investasi pemerintah. Demikian halnya dengan variabel (X-M) yang merupakan selisih ekspor dan impor.

Keberhasilan suatu daerah dapat dilihat dari tingkat pertumbuhan ekonomi yang dicapai. Banyak faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi daerah,

(5)

antara lain: tanah, tenaga kerja, modal, teknologi, barang dan jasa yang dihasilkan daerah tersebut dan sarana prasarana yang ada di daerah tersebut. Menurut Sirojuzilam (2010), faktor yang mendapat perhatian utama pertumbuhan ekonomi regional adalah keuntungan lokasi, aglomerasi, migrasi, dan arus lalu lintas modal antar wilayah.

Belum meratanya hasil-hasil pembangunan di daerah-daerah membuat Pemerintah daerah harus menyusun rencana strategis yang tepat sasaran dalam mengalokasikan anggarannya demi peningkatan kesejahteraan masyarakat dan pertumbuhan ekonomi. Menurut Sirojuzilam dan Mahalli (2010), peningkatkan pertumbuhan ekonomi regional dapat dilakukan melalui kebijaksanaan alokasi anggaran secara sektoral dan regional. Secara sektoral yaitu berdasarkan prioritas dari sektor pertanian kemudian ketahap industry. Secara regional yaitu berdasarkan skala prioritas, memperhitungkan potensi daerah setempat dan perencanaan wilayah yang bersifat komprehensif.

Menurut BPS bahwa Metode Penghitungan Pendapatan Regional yang dipakai mengikuti buku petunjuk United Nations yang disesuaikan dengan kondisi Indonesia. Penghitungan pendapatan regional dapat dilakukan melalui pendekatan produksi, pendapatan dan pengeluaran. Dalam penghitungan pendapatan regional Sumatera Utara umumnya dipakai pendekatan dari sisi produksi, kecuali sektor pemerintahan (jasa-jasa) dipakai pendekatan pendapatan.

Menurut BPS bahwa ekspor barang dan jasa merupakan suatu komponen dari permintaan akhir, tetapi impor merupakan sumber penyediaan barang dan jasa, oleh karena impor bukan merupakan produksi domestik jadi harus

(6)

dikurang-kan dari total penggunaan dalam PDRB. Ekspor dan impor barang dan jasa meliputi angkutan dan komunikasi, jasa asuransi serta barang dan jasa lain seperti jasa perdagangan yang diterima pedagang suatu daerah karena mengadakan transaksi penjualan di luar daerah dan pembayaran biaya kantor pusat perusahaan induk oleh cabang dan anak perusahaan di luar daerah.

Pembelian langsung di pasar suatu daerah oleh bukan penduduk termasuk ekspor barang dan jasa, serta pembelian di luar daerah oleh penduduk daerah tersebut dikatagorikan sebagai impor bagi Pemerintah Daerah tersebut. Pengeluaran untuk biaya perjalanan yang dibayar oleh majikan diperlakukan sebagai ekspor dan impor barang dagangan dan bukan sebagai pembelian langsung.

Barang milik penduduk atau bukan penduduk suatu daerah yang melintasi batas geografis suatu daerah karena merupakan tempat persinggahan, barang untuk peragaan, barang contoh dan barang untuk keperluan sehari-hari wisatawan mancanegara/domestik adalah tidak termasuk ekspor dan impor barang.

Ekspor barang antar negara dinilai dengan harga f.o.b. (free on board), sedangkan impor barang dinilai dengan harga c.i.f. (cost, insurance and freight). Ekspor jasa dinilai pada saat jasa tersebut diberikan ke bukan penduduk, sedangkan impor jasa dinilai pada saat jasa diterima oleh penduduk. Penduduk yang dimaksud di sini adalah lembaga pemerintah, perorangan, perusahaan swasta, perusahaan negara serta lembaga swasta non profit yang berada di daerah tersebut.

(7)

2.1.2. Belanja Pegawai

Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan daerah yang dibahas dan disetujui bersama oleh pemerintah daerah dan DPRD yang ditetapkan dengan Peraturan Daerah. APBD merupakan dasar pengelolaan keuangan daerah dalam masa satu tahun anggaran yaitu dari 1 Januari sampai dengan 31 Desember. Di dalam APBD, salah satu jenis belanja daerah adalah jenis belanja pegawai.

Menurut Lestyowati (2004) belanja pegawai adalah semua pengeluaran Negara yang digunakan untuk membiayai kompensasi dalam bentuk uang atau barang yang diberikan kepada pegawai pemerintah pusat, pensiunan, anggota Tentara Nasional Indonesia/Kepolisian Negara Republik Indonesia dan pejabat Negara baik yang bertugas di dalam negeri maupun di luar negeri, sebagai imbalan atas pekerjaan yang telah dilaksanakan kecuali pekerjaan yang berkaitan dengan pembentukan modal.

Seiring dengan pemberlakuan Undang-Undang No. 22 tentang Otonomi Daerah, maka pengaturan rumah tangga daerah telah berada pada kewenangan pemerintah Kabupaten/Kota. Jumlah PNS daerah (otonomi) di Sumatera Utara pada keadaan Januari 2010 ada sebanyak 219.537 orang. Jumlah PNS ini jika dirinci menurut golongan, sebagian besar merupakan golongan III yaitu terdiri dari 45,45 persen dan Golongan II sebesar 27,57 persen. Sedangkan Golongan IV hanya sekitar 25,44 persen dan Golongan I masih ada sekitar 1,54 persen.

Idealnya komposisi jumlah belanja pegawai di kisaran 33% dari total belanja daerah agar pengeluaran untuk pembangunan lebih maksimal dalam

(8)

penyelenggaraan Negara. Belanja pegawai tersebut bersumber dari kelompok belanja langsung dan belanja tidak langsung. Belanja pegawai yang bersumber dari belanja tidak langsung sesuai dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 dan Perubahannya Nomor 59 Tahun 2007 terdiri atas belanja gaji dan tunjangan-tunjangan.

Belanja Langsung adalah belanja pemerintah daerah yang berkaitan dan memberikan manfaat secara langsung kepada masyarakat. Kelompok belanja langsung merupakan belanja yang dianggarkan terkait secara langsung dengan pelaksanaan program dan kegiatan. Kelompok belanja langsung yang termasuk dalam belanja pegawai sesuai dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 dan Perubahannya Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 59 Tahun 2007 antara lain honorarium PNS, Honorarium non PNS dan uang lembur.

2.1.3. Belanja Barang

Belanja barang adalah pengeluran untuk menampung pembelian barang dan jasa yang habis pakai untuk memproduksi barang dan jasa yang dipasarkan maupun yang tidak dipasarkan serta pengadaan barang yang dimaksudkan untuk diserahkan atau dijual kepada masyarakat dan belanja perjalanan. Belanja ini terdiri belanja barang dan jasa, belanja pemeliharaan dan belanja perjalanan.

Belanja Barang antara lain dapat dikelompokkan ke dalam 3 kategori belanja yaitu:

1. Belanja pengadaan barang dan jasa

Belanja pengadaan barang yang tidak memenuhi nilai kapitalisasi dalam laporan keuangan dikategorikan ke dalam belanja barang operasional dan

(9)

belanja barang non operasional. Belanja pengadaan jasa konsultan tidak termasuk dalam kategori kelompok belanja jasa. Belanja hewan/ternak dan tumbuhan atau berupa barang dengan tujuan untuk dihibahkan atau sebagai bantuan sosial kepada pihak ketiga atau masyarakat termasuk dalam jenis belanja barang dan dicatat di neraca sebagai persediaan.

2. Belanja pemeliharaan

Belanja Pemeliharaan yang dikeluarkan dan tidak menambah dan memperpanjang masa manfaat dan atau kemungkinan besar tidak memberi manfaat ekonomi di masa yang akan datang dalam bentuk kapasitas, mutu produksi, atau peningkatan standar kinerja tetap dikategorikan sebagai belanja pemeliharaan dalam laporan keuangan Pemerintah.

3. Belanja perjalanan

Belanja Perjalanan yang dikeluarkan tidak untuk tujuan perolehan aset tetap dikategorikan sebagai belanja perjalanan dalam laporan keuangan Pemerintah.

Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 dan Perubahannya Nomor 59 Tahun 2007, belanja barang dan jasa digunakan untuk pengeluaran pembelian/pengadaan barang yang nilai manfaatnya kurang dari 12 (dua belas) bulan dan/atau pemakaian jasa dalam melaksanakan program dan kegiatan pemerintahan daerah. Beberapa rincian belanja yang termasuk jenis belanja barang dan jasa sesuai dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 dan Perubahannya Nomor 59 Tahun 2007 antara lain belanja bahan pakai habis, belanja bahan/material,

(10)

belanja jasa kantor, belanja premi asuransi, belanja cetak dan penggandaan, belanja sewa rumah/gedung/kantor, belanja makanan dan minuman, belanja perjalanan dinas, belanja beasiswa pendidikan PNS, dan belanja pemeliharaan.

2.1.4. Belanja Modal

Menurut Peraturan Dirjen Perbendaharaan Nomor PER-33/PB/2008 suatu belanja dikategorikan sebagai belanja modal apabila :

a) pengeluaran tersebut mengakibatkan adanya perolehan aset tetap atau aset lainnya yang menambah masa manfaat, umur dan kapasitas;

b) pengeluaran tersebut melebihi batasan minimum kapitalisasi aset tetap atau aset lainnya yang telah ditetapkan pemerintah;

c) perolehan aset tetap tersebut diniatkan bukan untuk dijual.

Dalam petunjuk penyusunan dan penelahaan RKA-KL nilai kapitalisasi aset tetap adalah diatas Rp. 300.000 per unit. Sedangkan batasan minimal kapitalisasi untuk gedung dan bangunan, jalan, irigasi dan jaringan sebesar Rp. 10.000.000. Sementara karakteristik aset lainnya adalah tidak berwujud, akan menambah aset pemerintah, mempunyai masa manfaat lebih dari satu tahun, dan nilainya relatif material. Belanja modal juga mensyaratkan kewajiban untuk menyediakan biaya pemeliharaan yang masuk dalam jenis belanja barang.

Namun demikian perlu diperhatikan, karena ada beberapa belanja pemeliharaan yang memenuhi persyaratan sebagai belanja modal yaitu apabila pengeluaran tersebut mengakibatkan bertambahnya masa manfaat, kapasitas,

(11)

kualitas, dan volume aset yang telah dimiliki dan pengeluaran tersebut memenuhi batasan minimum nilai kapitalisasi aset tetap/aset lainnya.

Belanja Modal dapat dikategorikan dalam 5 (lima) kategori utama yaitu: 1. Belanja Modal Tanah

Belanja Modal Tanah adalah pengeluaran/biaya yang digunakan untuk pengadaan/pembeliaan/pembebasan penyelesaian, balik nama dan sewa tanah, pengosongan, pengurugan, perataan, pematangan tanah, pembuatan sertipikat, dan pengeluaran lainnya sehubungan dengan perolehan hak atas tanah dan sampai tanah dimaksud dalam kondisi siap pakai.

2. Belanja Modal Peralatan dan Mesin

Belanja Modal Peralatan dan Mesin adalah pengeluaran/biaya yang digunakan untuk pengadaan/penambahan/penggantian, dan peningkatan kapasitas peralatan dan mesin serta inventaris kantor yang memberikan manfaat lebih dari 12 (dua belas) bulan dan sampai peralatan dan mesin dimaksud dalam kondisi siap pakai.

3. Belanja Modal Gedung dan Bangunan

Belanja Modal Gedung dan Bangunan adalah pengeluaran/ biaya yang digunakan untuk pengadaan/penambahan/penggantian, dan termasuk pengeluaran untuk perencanaan, pengawasan dan pengelolaan pembangunan gedung dan bangunan yang menambah kapasitas sampai gedung dan bangunan dimaksud dalam kondisi siap pakai.

(12)

Belanja Modal Jalan, Irigasi dan Jaringan adalah pengeluaran/biaya yang digunakan untuk pengadaan/penambahan/penggantian/peningkatan pemba-ngunan/pembuatan serta perawatan, dan termasuk pengeluaran untuk perencanaan, pengawasan dan pengelolaan jalan irigasi dan jaringan yang menambah kapasitas sampai jalan irigasi dan jaringan dimaksud dalam kondisi siap pakai.

5. Belanja Modal Fisik Lainnya

Belanja Modal Fisik Lainnya adalah pengeluaran/biaya yang digunakan untuk pengadaan/penambahan/penggantian/peningkatanpembangunan/pembuatan serta perawatan terhadap Fisik lainnya yang tidak dapat dikategorikan kedalam kriteria belanja modal tanah, peralatan dan mesin, gedung dan bangunan, dan jalan irigasi dan jaringan, termasuk dalam belanja ini adalah belanja modal kontrak sewa beli, pembelian barang-barang kesenian, barang purbakala dan barang untuk museum, hewan ternak dan tanaman, buku-buku, dan jurnal ilmiah. Belanja Hewan/ternak dan tanaman di sini dimaksudkan bukan untuk dihibahkan atau mejadi bantuan sosial kepada masyarakat atau pihak ketiga.

2.1.5. Jumlah Penduduk

Jumlah Penduduk Indonesia adalah jumlah semua orang yang berdomisili di wilayah geografis Indonesia selama enam bulan atau lebih dan atau mereka yang berdomisili kurang dari enam bulan tetapi bertujuan menetap. Untuk Jumlah penduduk Sumatera Utara berarti yang berdomisili di wilayah Sumatera Utara.

(13)

Perubahan jumlah penduduk diakibatkan oleh tiga komponen yaitu: fertilitas, mortalitas dan migrasi.

Provinsi Sumatera Utara merupakan Provinsi keempat yang terbesar jumlah penduduknya di Indonesia setelah Jawa Barat, Jawa Timur, dan Jawa Tengah. Menurut hasil pencacahan lengkap Sensus Penduduk (SP) 1990 penduduk Sumatera Utara keadaan tanggal 31 Oktober 1990 (hari sensus) berjumlah 10,26 juta jiwa, dan dari hasil SP 2000, jumlah penduduk Sumatera Utara sebesar 11,51 juta jiwa. Pada bulan April tahun 2003 dilakukan Pendaftaran Pemilih dan Pendataan Penduduk Berkelanjutan (P4B).

Dari hasil pendaftaran tersebut diperoleh jumlah penduduk sebesar 11.890.399 jiwa. Selanjutnya dari hasil Sensus Penduduk pada bulan Mei 2010 jumlah penduduk Sumatera Utara 12.982.204 jiwa. Kepadatan penduduk Sumatera Utara tahun 1990 adalah 143 jiwa per km2 dan tahun 2000 meningkat menjadi 161 jiwa per km2 dan selanjutnya pada tahun 2010 menjadi 188 jiwa per km2. Laju pertumbuhan penduduk Sumatera Utara selama kurun waktu tahun 1990-2000 adalah 1,20 persen per tahun, dan pada tahun 2000-2010 menjadi 1,22 persen per tahun. Penduduk laki-laki di Sumatera Utara sedikit lebih banyak dari perempuan. Pada tahun 2010 penduduk Sumatera Utara yang berjenis kelamin laki-laki berjumlah sekitar 6.483.354 jiwa dan penduduk perempuan sebesar 6.498.850 jiwa. Dengan demikian sex ratio penduduk Sumatera Utara sebesar 99,76. Pada tahun 2010 penduduk Sumatera Utara masih lebih banyak yang tinggal di daerah perdesaan dari pada daerah perkotaan. Data jumlah penduduk

(14)

Sumatera Utara menurut Kabupaten/Kota untuk tahun 2008 sampai dengan 2011 dapat dilihat di lampiran 1 dan 2.

Dari jumlah penduduk Sumatera Utara tersebut yang paling dominan menggerakkan pertumbuhan ekonomi adalah tenaga kerja. Menurut Purba (2006), tenaga kerja dalam pembangunan nasional merupakan faktor dinamika penting yang menentukan laju pertumbuhan perekonomian baik dalam kedudukannya sebagai tenaga kerja produktif maupun sebagai konsumen. Tenaga kerja merupakan salah satu faktor produksi yang terpenting dalam proses produksi disamping sumber daya alam, teknologi dan keahlian kewirausahaan.

2.2. Hubungan antara Pertumbuhan Ekonomi dengan Belanja Pegawai, Belanja Barang, Belanja Modal dan Jumlah Penduduk

Belanja daerah diklasifikasikan menurut klasifikasi ekonomi (jenis belanja), organisasi, dan fungsi. Klasifikasi ekonomi adalah pengelompokan belanja yang didasarkan pada jenis belanja untuk melaksanakan suatu aktivitas. Belanja pegawai, belanja barang dan belanja modal sama-sama merupakan belanja untuk aktivitas ekonomi yang tentunya sangat berkaitan dengan pertumbuhan ekonomi. Belanja pegawai, belanja barang dan terutama belanja modal dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi untuk jangka panjang.

Semakin tinggi jumlah belanja pegawai seharusnya berbanding lurus dengan tingkat kinerja pegawai. Pelayanan publik semakin baik dan korupsi semakin berkurang akan menciptakan iklim investasi yang baik sehingga meningkatkan kegiatan perekonomian dan pada akhirnya akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan juga pegawai tersebut. Dengan meningkatnya

(15)

kesejahteraan masyarakat dan pegawai tentu akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi.

Demikian juga dengan jumlah penduduk yang merupakan subjek dan sekaligus sebagai objek dari kegiatan ekonomi juga sangat berkaitan dengan percepatan pertumbuhan ekonomi. Jumlah penduduk yang besar dapat menjadi modal yang cukup besar untuk menggerakkan pertumbuhan ekonomi dan juga sebaliknya jika tidak diimbangi dengan kualitas penduduknya. Peningkatan jumlah penduduk harus diimbangi dengan ketersediaan barang dan jasa serta kemampuan untuk membeli barang dan jasa yang dibutuhkan penduduk tersebut sehingga peningkatan pertumbuhan ekonomi tercapai.

2.3. Review Peneliti Terdahulu

Beberapa penelitian terdahulu yang ada kaitannya dengan penelitian ini antara lain adalah Anasmen (2009), Pengaruh Belanja Modal Pemerintah Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Di Provinsi Sumatera Barat, variabel-variabel yang digunakan adalah Pertumbuhan ekonomi (Y), Belanja Modal Pemerintah (X1), Investasi swasta (X2) dan Jumlah penduduk (X3). Metode analisis yang digunakan dalam mengolah data adalah metode regresi data panel. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa belanja modal pemerintah, investasi swasta, jumlah penduduk dan dummy secara bersama-sama berpengaruh terhadap perubahan PDRB riil Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Barat tahun 2000-2006. Secara parsial Belanja Modal Pemerintah tidak signifikan berpengaruh positif terhadap pertumbuhan Ekonomi di Provinsi Sumatera Barat, sedangkan investasi swasta dan jumlah penduduk berpengaruh signifikan dan positif

(16)

Bati (2009), Pengaruh Belanja Modal dan PAD Terhadap Pertumbuhan Ekonomi (Studi Pada Kabupaten dan Kota di Sumatera Utara). Variabel-variabel yang digunakan adalah pertumbuhan ekonomi (Y), belanja modal (X1) dan PAD (X2), metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode regresi linier berganda, hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa belanja modal dan PAD berpengaruh secara simultan terhadap pertumbuhan ekonomi daerah di Kabupaten/Kota di Sumatera Utara dan secara parsial PAD berpengaruh secara signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi di Kabupaten/Kota di Sumatera Utara.

Chrisanty (2009), Analisis determinan pertumbuhan ekonomi Kota Medan dari tahun 1984 –2006 dengan variabel yang digunakan adalah Jumlah penduduk (X1), infrastruktur (X2), regional government expenditure (RGE) (X3), pendapatan lain yang sah (PLS) (X4) sedangkan variabel PAD tidak disertakan lagi karena terjadi multikolinieritas. Metode Penelitian yang dipergunakan adalah Ordinary Least Square (OLS) dengan menggunakan model logaritma-linier (Log-Lin) dengan system pengolahan data program eviews. Hasil penelitian ini adalah secara simultan jumlah penduduk, infrastruktur, RGE dan PLS berpengaruh positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi. Secara parsial jumlah penduduk, RGE dan PLS berpengaruh positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi, sedangkan infrastruktur tidak.

Hidayah (2011), Pengaruh pendapatan asli daerah, belanja modal dan belanja pegawai terhadap pertumbuhan ekonomi daerah pada Pemerintah Kabupaten/Kota di Provinsi Kalimantan Timur. Variabel yang digunakan adalah PAD (X1), Belanja Modal (X2), dan Belanja Pegawai (X3). Penelitian ini bertujuan

(17)

untuk menguji dan menganalisis pengaruh secara simultan dan parsial pendapatan asli daerah, belanja modal dan belanja pegawai terhadap pertumbuhan ekonomi daerah pada Pemerintah Kabupaten/Kota di Provinsi Kalimantan Timur. Populasi dan sampel penelitian ini adalah 13 (tiga belas) pemerintah kabupaten/kota di Provinsi Kalimantan Timur. Alat analisis data menggunakan pendekatan Regresi Linear Berganda. Untuk pengolahan data dalam penelitian ini dengan menggunakan software SPSS Statistics 17.0. Hasil kesimpulan Penelitian ini adalah secara simultan pendapatan asli daerah, belanja modal dan belanja pegawai berpengaruh positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi pada pemerintah kabupaten/kota di Provinsi Kalimantan Timur. Secara parsial variabel belanja modal berpengaruh positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi Sedangkan pendapatan asli daerah dan belanja pegawai secara parsial tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi.

Review atas peneliti-peneliti terdahulu di atas dapat dilihat pada tabel berikut:

(18)

Tabel 2.5. Review Peneliti Terdahulu

Nama/Tahun Judul Nama Variabel Hasil yang Diperoleh

Anasmen (2009) Pengaruh Belanja Modal Pemerintah Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Di Provinsi Sumatera Barat : 2000-2006 - Pertumbuhan ekonomi (Y) - Belanja Modal Pemerintah (X1) - Investasi swasta (X2) - Jumlah Penduduk (X3)

Secara simultan belanja modal pemerintah, investasi swasta, jumlah penduduk berpengaruh terhadap Pertum-buhan Ekonomi Kab/Kota di Provinsi Sumatera Barat tahun 2000-2006.

Secara parsial Belanja Modal Pemerintah tidak signifikan berpengaruh positif terhadap

pertumbuhan Ekonomi di

Provinsi Sumatera Barat, sedangkan investasi swasta dan jumlah penduduk berpe-ngaruh signifikan dan positif Bati (2009) Pengaruh Belanja

Modal Dan

Pendapatan Asli Daerah Terhadap Pertumbuhan

Ekonomi (Studi

pada kabupaten dan Kota di Sumatera Utara) - Pertumbuhan Ekonomi (Y) - Belanja Modal (X1) - Pendapatan Asli Daerah (X2)

Secara simultan belanja modal dan PAD berpengaruh terhadap pertumbuhan eko-nomi daerah di kab/kota di Sumut. Secara partial PAD berpengaruh terhadap pertum-buhan ekonomi sedangkan belanja modal tidak berpeng-aruh secara signifikan ter-hadap pertumbuhan ekonomi Chrisanty (2009) Analisis Determinan Pertumbuhan Ekonomi Kota Medan - Pertumbuhan ekonomi (Y) - Jumlah penduduk (X1) - Infrastruktur (X2) - Regional Govern-ment Expenditure (RGE) (X3) - Penerimaan Lain yang Sah (PLS) (X4)

Secara simultan jumlah penduduk, infrastruktur, RGE dan PLS berpengaruh positif dan signifikan. Secara partsial jumlah penduduk, RGE dan PLS berpengaruh positif dan signifikan, sedangkan infra-struktur tidak berpengaruh positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi Maruf Hidayah (2011) Analisis Pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Belanja Modal dan Belanja Pegawai Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Pada Pemerintah Kabupaten/Kota Di Provinsi Kalimantan Timur - Pertumbuhan ekonomi (Y) - Pendapatan asli daerah (X1) - Belanja modal (X2) - Belanja pegawai (X3)

Secara simultan PAD, belanja modal dan belanja pegawai berpengaruh positif dan signifikan terhadap pertum-buhan ekonomi pada peme-rintah kab/kota di Provinsi Kalimantan Timur. Secara parsial belanja modal berpe-ngaruh positif dan signifikan terhadap pertumbuhan

ekono-mi, Sedangkan PAD dan

belanja pegawai secara parsial tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi

Gambar

Tabel 2.5. Review Peneliti Terdahulu

Referensi

Dokumen terkait

Simultaneously, the characteristics of companies that consists of company size, leverage, management ownership, public ownership, profitability, liquidity and type

Hasil kajian unjuk kerja sistem intermediate heat exchanger dalam sistem kogenerasi reaktor VHTR menunjukkan bahwa efisiensi tertinggi terjadi pada konfigurasi pertama

• Bea impor = pajak yang dikenakan terhadap produk yang masuk dalam suatu negara dengan ketentuan negara tersebut adalah merupakan tujuan akhir dari pengiriman produk.. • Uang

Kemampuan mahasiswa dalam merestorasi dan menerjemahkan Sinrilik ( Kelong Makassar) secara harfiah dan secara bebas ke dalam bahasa Indonesia melalui pembelajaran

yaitu antara usia 11-30 tahun dengan persentase sebesar 27% dan usia dan jenis kelamin tidak terlalu berpengaruh terhadap penyebaran dan proses infeksi demam

Pada sinkronisasi thread, jika menggunakan kata kunci ini, maka program akan berjalan dengan benar, dalam satu waktu hanya satu thread yang dieksekusi, dan pada saat sebuah

akan menggunakan tiga metode dalam pengumpulan data yaitu: observasi,.. wawancara,

mushaf Indonesia dilakukanlah pembenahan untuk meminimalisir juga menghindari kesalahan-kesalahan yang terjadi. Konsistensi antara Waqaf dengan Harakat atau Tanda Baca. Perbedaan