• Tidak ada hasil yang ditemukan

RESUME PERMOHONAN PERKARA Nomor 012/PUU-I/2003

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "RESUME PERMOHONAN PERKARA Nomor 012/PUU-I/2003"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

RESUME PERMOHONAN PERKARA

Nomor 012/PUU-I/2003

I. PARA PEMOHON Saepul Tavip, dkk KUASA HUKUM Surya Tjandra, SH., LL.M. dkk II. PENGUJIAN UNDANG-UNDANG

Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan

Pasal 64, Pasal 65, Pasal 66, Pasal 106 ayat (3), Pasal 119, Pasal 120, Pasal 121, Pasal 151, Pasal 158, Pasal 159, Pasal 170, Pasal 140, Pasal 141, Pasal 1 angka 3, Pasal 1 angka 15, Pasal 1 angka 50, Pasal 1 angka 26, Pasal 68, Pasal 69, Pasal 1 angka 23, Pasal 137, Pasal 74 ayat (2) a, b dan c, Pasal 52 ayat (1) d, Pasal 1 angka 26, Pasal 68, Pasal 69 ayat (2) huruf d, Pasal 76 ayat (1), Pasal 1 angka 18, Pasal 102 ayat (2), Pasal 69.

Bertentangan dengan Pasal 27 ayat (1) dan (2), Pasal 28, Pasal 33 UUD 1945:

III. ALASAN-ALASAN

Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan bertentangan dengan pasal-pasal dalam UUD 1945 karena:

a. Bahwa UU Ketenagakerjaan telah disusun dengan melanggar prinsip-prinsip dan prosedur penyusunan dan pembuatan sebuah undang-undang yang patut. 1. tidak adanya “naskah akademis” yang memberi dasar pertimbangan ilmiah

perlunya UU a quo.

2. penyusunan UU Ketenagakerjaan diwarnai kebohongan publik oleh DPR. b. Bahwa UU Ketenagakerjaan, sebagai satu dari “Paket 3 UU Perburuhan”,

dibuat semata-mata karena tekanan kepentingan modal asing daripada kebutuhan nyata buruh/pekerja Indonesia.

c. Bahwa UU Ketenagakerjaan bertentangan dengan UUD 1945, khususnya Pasal 27 ayat (1) dan (2), Pasal 28, dan Pasal 33, dan secara substansial lebih

(2)

1. Bertentangan Pasal 27 ayat (2), sebagaimana materi UU Nomor 13 Tahun 2003 yang inti pokok dari UU Ketenagakerjaan adalah bagaimana membuat mekanisme pasar bekerja secara bebas-sebebasnya terlaksana khususnya dalam konteks perburuhan. Disini buruh/pekerja dilihat semata-mata sebagai komoditas atau barang dagang di sebuah pasar tenaga kerja, yang bisa dipakai ketika perlu dan bisa dibuang begitu tidak menguntungkan lagi. Inilah hakekat utama dari yang dikenal dengan flexible labour market (pasar buruh yang fleksibel).

2. Bertentangan dengan Pasal 28 UUD 1945, Pasal 119 UU Ketenagakerjaan mensyaratkan bahwa untuk melakukan perundingan pembuatan PKB, serikat buruh/serikat pekerja harus membuktikan bahwa serikat buruh/serikat pekerja tersebut memiliki jumlah anggota lebih dari 50% dari jumlah seluruh buruh/pekerja di perusahaan yang bersangkutan. Hal ini dapatlah diartikan bahwa Pasal 119 UU Ketenagakerjaan memberi peluang kepada pengusaha untuk mengabaikan kewajibannya menghormati hak asasi serikat buruh/pekerja.

3. Pasal 120 UU Ketenagakerjaan mensyaratkan bahwa apabila dalam satu perusahaan terdapat lebih dari satu serikat pekerja/serikat buruh, maka yang berhak mewakili buruh/pekerja dalam melakukan perundingan PKB adalah yang memiliki anggota lebih dari 50% dari jumlah seluruh buruh/pekerja di perusahaan. Selanjutnya Pasal 121 UU Ketenagakerjaan menentukan bahwa keanggotaan serikat buruh/pekerja harus dibuktikan dengan Kartu Tanda Anggota. Hal itu Sangat membatasi hak serikat buruh/pekerja unutk membuktikan keberadaan anggotanya dengan kewajiban adanya kartu tanda anggota.

Dalam prakteknya, pelaksanaan aturan Pasal 119-121 UU Ketenagakerjaan tersebut telah terbukti melanggar hak asasi serikat pekerja/buruh untuk melakukan perundingan PKB.

d. Pasal 106 UU Ketenagakerjaan mewajibkan setiap perusahaan yang mempekerjakan 50 orang buruh/pekerja atau lebih untuk membentuk “Lembaga kerja Sama Bipartit”. Lembaga ini diwajibkan untuk terdiri dari

(3)

wakil pengusaha dan wakil buruh/pekerja, dan difungsikan sebagai “forum komunikasi dan konsultasi hal-hal ketenagakerjaan di lingkungan perusahaan. Dengan demikian ketentuan Pasal 106 UU ketenagakerjaan tersebut jelas-jelas bertentangan dengan Pasal 28 UUD1945 karena pembentukan pembentukan lembaga kerja yang keberadaannya ditentukan oleh sebuah kewajiban (compulsory action) tentu saja akan melanggar hak asasi buruh, ini terjadi di Korea Selatan yang berakibat turunnya keanggotaan serikat buruh

e. Bertentangan dengan Pasal 33 UUD 1945

Pasal 33 ayat 1 mengatakan “perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasarkan atas asas kekeluargaan, dimana produksi dikerjakan oleh semua,untuk semua, UU ketenagakerjaan menempatkan buruh sebagai faktor produksi semata , hingga begitu buruh hanya sebagai sapi perahan semata sebagaimana diatur dalam Pasal 64-66, dan pada prakteknya buruh di Indonesia telah mengalami penindasan upah, hasil penelitian internasional menunjukan perkembangan ekonomi Asia dan Indonesia khususnya meningkat rata-rata 6-7% pertahun, tapi tidak serta merta memberikan kesejahteraan bagi buruh malah represi dan kontrol yang ketat dari negara, disinilah perbudakan modern dan degradasi nilai manusia “buruh sebagai komoditas dan barang dagangan” akan terjadi secara resmi dan diresmikan melalui sebuah Undang-undang “kemakmuran masyarakat” yang diamanatkan konstitusi pun hanya akan menjadi kosakata kosong belaka.

f. Bertentangan dengan Pasal 27 ayat (1) UUD 1945;

UU Ketenagakerjaan yang bersifat diskriminatif secara hukum, sebagaimana terlihat dalam ketentuan Pasal 158 jo Pasal 170 UU a quo Sangat bertentangan dengan Pasal 27 ayat (1) UUD 1945.

g. UU Ketenagakerjaan secara substansial juga bertentangan dengan Standar Perburuhan Internasional (Konvensi dan Rekomendasi ILO), antara lain Pasal 137-145, Pasal 138 ayat (1), Pasal 76, Pasal 186, dan Pasal 140-141 UU Ketenagakerjaan.

h. UU Ketenagakerjaan dari segi sistematika penyusunannya cenderung dibuat dengan banyak INKONSISTENSI dan saling bertolak belakang di antara

(4)

IV. PETITUM

1. Mengabulkan Permohonan Pemohon untuk seluruhnya;

2. Menyatakan UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan sebagai bertentangan dengan UUD 1945;

3. Menyatakan UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat dan tidak berlaku umum;

4. Memerintahkan Pemerintah RI dan DPR RI unutk mencabut dan menyatakan tidak berlaku UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

(5)

RESUME PERMOHONAN PERKARA

Nomor 012/PUU-I/2003

Perbaikan Tgl, 21 November 2003

I. PARA PEMOHON Saepul Tavip, dkk KUASA HUKUM Surya Tjandra, SH., LL.M. dkk II. PENGUJIAN UNDANG-UNDANG

Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan

Pasal 64, Pasal 65, Pasal 66, Pasal 106 ayat (3), Pasal 119, Pasal 120, Pasal 121, Pasal 151, Pasal 158, Pasal 159, Pasal 170, Pasal 140, Pasal 141, Pasal 1 angka 3, Pasal 1 angka 15, Pasal 1 angka 50, Pasal 1 angka 26, Pasal 68, Pasal 69, Pasal 1 angka 23, Pasal 137, Pasal 74 ayat (2) a, b dan c, Pasal 52 ayat (1) d, Pasal 1 angka 26, Pasal 68, Pasal 69 ayat (2) huruf d, Pasal 76 ayat (1), Pasal 1 angka 18, Pasal 102 ayat (2), Pasal 69.

Bertentangan dengan Pasal 27 ayat (1) dan (2), Pasal 28, Pasal 33 UUD 1945:

III. ALASAN-ALASAN

Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan bertentangan dengan pasal-pasal dalam UUD 1945 karena:

A. Bahwa UU Ketenagakerjaan telah disusun dengan melanggar prinsip-prinsip dan prosedur penyusunan dan pembuatan sebuah undang-undang yang patut. 1. Tidak adanya “naskah akademis” yang memberi dasar pertimbangan

ilmiah perlunya UU a quo.

2. Penyusunan UU Ketenagakerjaan diwarnai kebohongan public oleh DPR. B. Bahwa UU Ketenagakerjaan, sebagai satu dari “Paket 3 UU Perburuhan”,

dibuat semata-mata karena tekanan kepentingan modal asing daripada kebutuhan nyata buruh/pekerja Indonesia.

C. Bahwa UU Ketenagakerjaan bertentangan dengan UUD 1945, khususnya Pasal 27 ayat (1) dan (2), Pasal 28, dan Pasal 33, dan secara substansial lebih

(6)

1. Bertentangan Pasal 27 ayat (2), sebagaimana materi UU Nomor 13 Tahun 2003 yang inti pokok dari UU Ketenagakerjaan adalah bagaimana membuat mekanisme pasar bekerja secara bebas sebebasnya terlaksana khususnya dalam konteks perburuhan. Disini buruh/pekerja dilihat semata-mata sebagai komoditas atau barang dagang di sebuah pasar tenaga kerja, yang bisa dipakai ketika perlu dan bisa dibuang begitu tidak menguntungkan lagi. Inilah hakekat utama dari yang dikenal dengan flexible labour market (pasar buruh yang fleksibel).

2. Bertentangan dengan Pasal 28 UUD 1945, Pasal 119 UU Ketenagakerjaan mensyaratkan bahwa untuk melakukan perundingan pembuatan PKB, serikat buruh/serikat pekerja harus membuktikan bahwa serikat buruh/serikat pekerja tersebut memiliki jumlah anggota lebih dari 50% dari jumlah seluruh buruh/pekerja di perusahaan yang bersangkutan. Hal ini dapatlah diartikan bahwa Pasal 119 UU Ketenagakerjaan memberi peluang kepada pengusaha untuk mengabaikan kewajibannya menghormati hak asasi serikat buruh/pekerja.

3. Pasal 120 UU Ketenagakerjaan mensyaratkan bahwa apabila dalam satu perusahaan terdapat lebih dari satu serikat pekerja/serikat buruh, maka yang berhak mewakili buruh/pekerja dalam melakukan perundingan PKB adalah yang memiliki anggota lebih dari 50% dari jumlah seluruh buruh/pekerja di perusahaan. Selanjutnya Pasal 121 UU Ketenagakerjaan menentukan bahwa keanggotaan serikat buruh/pekerja harus dibuktikan dengan Kartu Tanda Anggota. Hal itu Sangat membatasi hak serikat buruh/pekerja unutk membuktikan keberadaan anggotanya dengan kewajiban adanya kartu tanda anggota.

Dalam prakteknya, pelaksanaan aturan Pasal 119-121 UU Ketenagakerjaan tersebut telah terbukti melanggar hak asasi serikat pekerja/buruh untuk melakukan perundingan PKB.

D. Pasal 106 UU Ketenagakerjaan mewajibkan setiap perusahaan yang mempekerjakan 50 orang buruh/pekerja atau lebih untuk membentuk “Lembaga kerja Sama Bipartit”. Lembaga ini diwajibkan untuk terdiri dari

(7)

wakil pengusaha dan wakil buruh/pekerja, dan difungsikan sebagai “forum komunikasi dan konsultasi hal-hal ketenagakerjaan di lingkungan perusahaan. Dengan demikian ketentuan Pasal 106 UU ketenagakerjaan tersebut jelas-jelas bertentangan dengan Pasal 28 UUD1945 karena pembentukan pembentukan lembaga kerja yang keberadaanya ditentukan oleh sebuah kewajiban (compulsory action) tentu saja akan melanggar hak asasi buruh, ini terjadi di Korea Selatan yang berakibat turunnya keanggotaan serikat buruh

E. Bertentangan dengan Pasal 33 UUD 1945

Pasal 33 ayat 1 mengatakan “perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasarkan atas asas kekeluargaan, dimana produksi dikerjakan oleh semua,untuk semua, UU ketenagakerjaan menempatkan buruh sebagai faktor produksi semata , hingga begitu buruh hanya sebagai sapi perahan semata sebagaimana diatur dalam Pasal 64-66, dan pada prakteknya buruh di Indonesia telah mengalami penindasan upah, hasil penelitian internasional menunjukan perkembangan ekonomi Asia dan Indonesia khususnya meningkat rata-rata 6-7% pertahun, tapi tidak serta merta memberikan kesejahteraan bagi buruh malah represi dan kontrol yang ketat dari negara, disinilah perbudakan modern dan degradasi nilai manusia “buruh sebagai komoditas dan barang dagangan” akan terjadi secara resmi dan diresmikan melalui sebuah Undang-undang “kemakmuran masyarakat” yang diamanatkan konstitusi pun hanya akan menjadi kosakata kosong belaka.

F. Bertentangan dengan Pasal 27 ayat (1) UUD 1945;

UU Ketenagakerjaan yang bersifat diskriminatif secara hukum, sebagaimana terlihat dalam ketentuan Pasal 158 jo Pasal 170 UU a quo sangat bertentangan dengan Pasal 27 ayat (1) UUD 1945.

G. UU Ketenagakerjaan secara substansial juga bertentangan dengan Standar Perburuhan Internasional (Konvensi dan Rekomendasi ILO), antara lain Pasal 137-145, Pasal 138 ayat (1), Pasal 76, Pasal 186, dan Pasal 140-141 UU Ketenagakerjaan.

H. UU Ketenagakerjaan dari segi sistematika penyusunannya cenderung dibuat dengan banyak INKONSISTENSI dan saling bertolak belakang di antara

(8)

IV. PETITUM

1. Mengabulkan Permohonan Pemohon untuk seluruhnya;

2. Menyatakan UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan sebagai bertentangan dengan UUD 1945;

3. Menyatakan UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat dan tidak berlaku umum;

4. Memerintahkan Pemerintah RI dan DPR RI unutk mencabut dan menyatakan tidak berlaku UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

Referensi

Dokumen terkait

Manfaat dari penelitian ini adalah dapat mengetahui titik kesetimbangan penyebaran penyakit DBD serta dinamika penyebaran penyakit DBD di Kabupaten Jember dan mengetahui

(2) Pelaksanaan manajemen hubungan sekolah dan masyarakat (humas) meliputi kegiatan pemberdayaan komite sekolah, mewajibkan orang tua mengambil rapor anak sendiri,

Hasil analisis terhadap data penilaian media pembelajaran oleh ahli materi dan ahli media, pendidik, dan teman sejawat serta respon peserta didik menunjukkan bahwa

Hasil dari penelitian yaitu sebagian besar ibu dalam proses persalinan kala I mendapatkan pendampingan keluarga yang baik selama proses persalinan kala 1 sebanyak 24

Pencapaian hasil akhir, dalam proses pembuatan film animasi “Gadis Berkerudung Merah” yang diproduksi dengan teknik animasi rotoscope akan menghasilkan film dengan

Curry, Grothaus, dan McBride (1997) pun menemukan bahwa perokok yang berniat dengan alasan kesehatan dan telah mengalami masalah kesehatan yang berhubungan dengan rokok

Pengumuman peserta yang lolos didanai dalam Program Bantuan Rektor untuk Kegiatan Kewirausahaan Mahasiswa Tahun 2020 akan dipublikasi melalui laman unud.ac.ac.id tanggal 2

Dalam pelaksanaan otonomi daerah, sumber keuangan yang berasal dari pendapatan asli daerah lebih penting dibandingkan dengan sumber-sumber diluar pendapatan asli daerah,