• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGEMBANGAN INSTRUMEN ASESMEN LITERASI MEMBACA DENGAN ACUAN PISA (PROGRAMME FOR INTERNATIONAL STUDENT ASSESSMENT)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGEMBANGAN INSTRUMEN ASESMEN LITERASI MEMBACA DENGAN ACUAN PISA (PROGRAMME FOR INTERNATIONAL STUDENT ASSESSMENT)"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

¹ Etty Umamy adalah mahasiswa Sastra Indonesia Program Studi Pendidikan Bahasa,

Sastra Indonesia, dan Daerah, Fakultas Sastra, Universitas Negeri Malang 2012. ² Suyono dan Imam Agus Basuki adalah dosen Sastra Indonesia, Fakultas Sastra,

Universitas Negeri Malang

PENGEMBANGAN INSTRUMEN ASESMEN LITERASI MEMBACA DENGAN ACUAN PISA

(PROGRAMME FOR INTERNATIONAL STUDENT ASSESSMENT)

Etty Umamy¹

Suyono²

Imam Agus Basuki²

Universitas Negeri Malang Jl. Semarang 5 Malang E-mail: de.etty@yahoo.com

ABSTRACT: The purpose of this research is to produce an assessment instrument by

reference to the PISA reading literacy. Specific objectives that describe the construct validity, reliability, readability, and practicality of the assessment instrument. This study uses the method development. The results of this study is an assessment instrument by reference to the PISA reading literacy. Construct validity lies in the aspects of reading, the content, text selection, reading the situation, and the form of matter. Reliability lies in the use of instruction and assessment rubrics. Readability lies in the use of language. Practicality lies in the appearance and layout and application.

Key words: assessment instruments, reading literacy, PISA

ABSTRAK: Tujuan penelitian ini adalah menghasilkan instrumen asesmen literasi

membaca dengan acuan PISA. Tujuan khusus yakni mendeskripsikan validitas konstruk, reliabilitas, keterbacaan, dan kepraktisan instrumen asesmen. Penelitian ini menggunakan metode pengembangan. Hasil penelitian ini adalah instrumen asesmen literasi membaca dengan acuan PISA. Validitas konstruk terletak pada aspek-aspek membaca, isi, pemilihan teks, situasi bacaan, dan bentuk soal. Reliabilitas terletak pada penggunaan petunjuk dan rubrik penilaian. Keterbacaan terletak pada penggunaan bahasa. Kepraktisan terletak pada tampilan dan tata letak dan keterterapan.

Kata kunci: instrumen asesmen, literasi membaca, PISA

Pada dasarnya pembelajaran adalah suatu sistem yang saling berkait antar komponennya dan tidak dapat terlepas dari penilaian. Konsep penilaian pendidik-an ypendidik-ang ada saat ini tidak hpendidik-anya diarahkpendidik-an kepada tujupendidik-an-tujupendidik-an pendidikpendidik-an ypendidik-ang telah ditetapkan, tetapi juga terhadap tujuan-tujuan lain yang meliputi tujuan di luar pembelajaran yakni pada upaya pembentukan kemampuan siswa secara mandiri dan menyiapkan siswa agar sukses di masa datang.

Dalam Standar Kompetensi Lulusan Satuan Pendidikan (SKL-SP) SMP/ MTs/SMPLB aspek ilmu pengetahuan dan teknologi disebutkan bahwa pada tingkat satuan pendidikan ini siswa diharapkan mampu (1) mencari dan menerap-kan informasi secara logis, kritis, dan kreatif, (2) menunjukmenerap-kan kemampuan berpikir logis, kritis, dan inovatif, (3) menunjukkan kemampuan belajar secara mandiri sesuai dengan potensi yang dimiliki, dan (4) menunjukkan kemampuan menganalisis dan memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari. Hal tersebut membuktikan bahwa potensi umum siswa berupa kemampuan berpikir tingkat tinggi merupakan hal yang penting dikuasai pada tingkat SMP/MTs/SMPLB, sehingga pada tahap pendidikan dasar saja siswa telah dituntut untuk mampu

(2)

2 mencari, menerapkan, dan menunjukkan kemampuan tersebut. SKL-SP SMP/MTs/SMPLB telah dirancang sedemikian rupa guna meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia. Namun, dalam realitas di lapangan praktik penilaian yang selama ini dilakukan sebagian besar belum mengacu pada kemampuan berpikir tingkat tinggi seperti yang dijabarkan dalam SKL-SP SMP/MTs/SMPLB.

Dalam dunia internasional, kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa telah menjadi perhatian yang sangat serius. Hal ini terbukti dengan adanya organisasi internasional yang bergerak dalam bidang penilaian kemampuan berpikir siswa seperti OECD (Organisation for Economic Cooperation and Development). OECD mengkoordinasikan studi internasional tentang prestasi literasi membaca, matematika, dan sains dengan nama PISA (Programme for International Student

Assessment). PISA merupakan studi internasional OECD yang diperuntukkan bagi

siswa sekolah berusia 15 tahun atau siswa setingkat SMP/MTs (Padepokan Guru Indonesia).

Kemampuan berpikir tingkat tinggi mulai berkembang dengan baik pada siswa tingkat SMP. Piaget (dalam Kurnia, 2008:3.6) menyatakan bahwa anak usia 11 tahun–dewasa sudah mampu meninjau masalah dari berbagai sudut pandang dan mempertimbangkan alternatif/kemungkinan dalam memecahkan masalah, bernalar berdasarkan hipotesis, menggabungkan sejumlah informasi secara sistematis, menggunakan rasio dan logika dalam abstraki, memahami arti simbolik, dan membuat perkiraan di masa depan. Hal tersebut tentunya harus mendapat perhatian dan pengarahan yang tepat agar kemampuan yang mereka miliki dapat berkembang dengan baik.

Kemampuan berpikir tingkat tinggi dapat dinilai dari pembelajaran membaca. Membaca merupakan suatu kegiatan yang dilakukan dalam rangka memperoleh pengetahuan, hal itulah yang mendorong berkembangnya kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa. Tanpa adanya pengetahuan yang cukup, maka siswa tidak dapat memaksimalkan kemampuan yang dimilikinya. Untuk dapat mengetahui kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa, maka diperlukan suatu instrumen asesmen yang sesuai agar dapat mengukur kemampuan tersebut dengan tepat.

Secara umum yang dimaksud dengan instrumen adalah suatu alat yang memenuhi persyaratan akademis, sehingga dapat dipergunakan sebagai alat untuk mengukur suatu objek ukur atau mengumpulkan data mengenai suatu variabel. Dalam bidang pendidikan instrumen digunakan untuk mengukur prestasi belajar siswa, faktor-faktor yang diduga mempunyai hubungan atau berpengaruh terhadap hasil belajar, perkembangan hasil belajar siswa, keberhasilan proses belajar mengajar guru, dan keberhasilan pencapaian suatu program tertentu (Djaali, 2004:7). Pengertian asesmen sendiri adalah kegiatan yang terencana untuk mengetahui keadaan suatu objek dengan menggunakan instrumen tertentu dan hasilnya dianalisis untuk memperoleh suatu kesimpulan karakteristik belajar siswa (Harsiati, 2012:5).

Berpijak pada uraian di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan produk instrumen asesmen literasi membaca dengan acuan PISA. Adapun tujuan khususnya yaitu mendeskripsikan (1) validitas konstruk, (2) reliabilitas, (4) keterbacaan, dan (4) kepraktisan instrumen asesmen literasi membaca dengan acuan PISA.

(3)

3

METODE

Penelitian pengembangan ini menggunakan model pengembangan prosedural yang diungkap oleh Djaali (2004:81-85). Adapun tahapan dalam model Djaali meliputi: (1) menetapkan tujuan dan merumuskan konsep, (2) mengembangkan konsep yang sudah dirumuskan menjadi indikator-indikator yang hendak diukur, (3) membuat kisi-kisi instrumen dalam bentuk spesifikasi, (4) menetapkan besaran, (5) menulis butir-butir instrumen yang dapat berbentuk pernyataan dan pertanyaan, (6) butir-butir yang telah ditulis merupakan konsep instrumen yang harus melalui proses validasi, (7) tahap validasi pertama yang ditempuh yaitu melalui pemeriksaan pakar, (8) revisi atau perbaikan berdasarkan saran dari pakar, (9) penggandaan instrumen secara terbatas untuk keperluan uji coba, (10) melakukan uji coba, (11) pengujian validitas instrumen dengan menggunakan kriteria internal dan eksternal, (12) perolehan kesimpulan mengenai valid atau tidaknya sebuah perangkat instrumen, (13) untuk butir-butir yang tidak valid dikeluarkan atau diperbaiki untuk diuji coba ulang dan butir-butir yang valid dirakit kembali berdasarkan kisi-kisi, (14) menghitung koefisien reliabilitas, dan (15) Perakitan butir-butir instrumen yang valid untuk dijadikan instrumen final. Kelima belas langkah tersebut tidak semua dilaksanakan, tetapi diadaptasi sesuai dengan kebutuhan penelitian.

Langkah-langkah pengembangan yang dilaksanakan dalam penelitian ini yakni (1) tahap prapengembangan produk, (2) tahap pengembangan produk, (3) tahap uji coba produk, dan (4) tahap revisi atau penyempurnaan produk. Pertama, tahap prapengembangan dilakukan dengan cara (1) menetapkan tujuan mengem-bangkan instrumen asesmen, (2) menetapkan sumber acuan, (3) mengkaji sumber acuan, (4) memberikan tanda pada sumber acuan, (5) mengutip beberapa teori, prinsip, dan pandangan ahli untuk dijadikan landasan spesifikasi produk, (6) melakukan wawancara bebas, dan (7) menyimpulkan dasar-dasar pengembangan dan spesifikasi produk instrumen asesmen. Kedua, tahap pengembangan produk merupakan proses mewujudkan produk berdasarkan spesifikasi produk yang dihasilkan pada tahap prapengembangan.

Ketiga, tahap uji coba produk dilakukan dengan uji ahli, uji praktisi, dan

uji lapangan dengan tujuan untuk mengetahui, validitas konstruk, reliabilitas, keterbacaan, dan kepraktisan produk. Uji ahli dilakukan di Universitas Negeri Malang dengan dosen Sastra Indonesia pada bulan Mei–Juni 2012. Uji praktisi dilakukan di SMP Negeri 1 Turi Lamongan terhadap praktisi Bahasa Indonesia. Sementara itu, uji lapangan kelompok terbatas dilakukan terhadap 36 siswa kelas VIII-B SMP Negeri 1 Turi Lamongan. Uji Praktisi dan uji lapangan dilakukan pada minggu pertama bulan Juni 2012. Keempat, tahap revisi atau penyempurnaan produk merupakan tindak lanjut dari berbagai rekomendasi perbaikan dari validator pada tahap uji coba produk. Tahap ini menghasilkan produk yang siap diimplementasikan dan diseminasi.

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah instrumen utama dan instrumen bantu. Instrumen utama penelitian ini adalah peneliti sendiri, yakni peneliti sebagai human instrumen akan selalu hadir dalam penelitian dan akan menggunakan instrumen bantu untuk memperoleh data. Instrumen bantu penelitian ini yakni pedoman angket untuk ahli, praktisi, dan siswa. Instrumen penelitian divalidasi dengan cara dibaca secara mendalam oleh pakar.

(4)

4 Dari instrumen-instrumen di atas, diperoleh data penelitian berupa data numerik dan data verbal. Data numerik meliputi skor penilaian validitas konstruk, reliabilitas, keterbacaan, dan kepraktisan instrumen asesmen yang dikembangkan. Sementara itu, data verbal meliputi catatan, komentar, kritik, dan saran perbaikan yang ditulis oleh subjek uji coba pada lembar penilaian. Data-data tersebut dapat dibedakan menjadi tiga jenis data, yakni (1) jenis data prapengembangan, (2) jenis data pengembangan. dan (3) jenis data uji coba produk. Jenis data prapengembangan berupa data verbal dari hasil analisis soal literasi membaca PISA, pengkajian keilmuan, pengkajian teori, dan pandangan ahli, serta analisis kebutuhan yang dihimpun selama studi pendahuluan. Jenis data pengembangan berupa data verbal yang merupakan informasi tulis dari hasil soal literasi membaca PISA, teori membaca, dan pedoman evaluasi atau penilaian yang meliputi tes dan penyekoran. Jenis uji coba berupa data verbal dan data numerik dari ahli, praktisi, dan siswa.

Oleh karena data yang diperoleh berupa data numerik dan data verbal, maka analisis yang dilakukan berupa analisis kuantitatif dan analisis kualitatif. Analisis kuantitatif digunakan untuk menganalisis data numerik yang berupa skor penilaian dari penyebaran angket ahli, angket guru, dan angket siswa. Data tersebut sebelumnya sudah divalidasi oleh para ahli dan dianalisis dengan menggunakan rumus Arikunto (1996:224). Sementara itu, analisis kualitatif digunakan untuk menganalisis data verbal dengan cara (1) mengumpulkan data verbal berupa catatan, komentar, kritik, dan saran dari ahli dan praktisi yang diperoleh dari angket penilaian, (2) menghimpun, menyeleksi, dan mengklasifikasi data verbal berdasarkan kelompok uji, dan (3) menganalisis data dan merumuskan simpulan analisis, yakni mempertimbangkan catatan, komentar, kritik, dan saran dari ahli dan praktisi sebagai dasar untuk melakukan tindakan terhadap produk yang dikembangkan, apakah harus direvisi atau diimplementasikan.

HASIL PENGEMBANGAN Deskripsi Produk

Hasil penelitian ini mencakup (1) validitas konstruk, (2) reliabilitas, (3) keterbacaan, dan (4) kepraktisan instrumen asesmen literasi membaca dengan acuan PISA. Instrumen asesmen yang dikembangkan dalam penelitian ini dilengkapi dengan sampul, kata pengantar, dan sajian perangkat instrumen asesmen. Bagian dalam instrumen asesmen meliputi (1) kisi-kisi instrumen asesmen, (2) pengantar soal, (3) petunjuk soal, (4) butir-butir soal, dan (5) rubrik penilaian.

Dalam instrumen asesmen literasi membaca dengan acuan PISA, yang menjadi dasar atau tolak ukur pengelompokan butir soal adalah kemampuan berpikir yang diungkap dalam instrumen asesmen tersebut. Kemampuan berpikir tersebut mencakup (1) kemampuan mengungkapkan kembali informasi, (2) kemampuan mengembangkan interpretasi yang luas dan mengintegrasikan beberapa informasi, dan (3) kemampuan merefleksikan dan mengevaluasi teks.

Dalam instrumen asesmen terdapat 31 butir soal. bentuk soal yang digunakan meliputi (1) tes pilihan ganda sebanyak 8 butir soal, (2) tes pilihan ganda kompleks sebanyak 3 butir soal, (3) tes jawaban singkat sebanyak 5 butir soal, (4) tes esai tertutup sebanyak 4 butir soal, dan (5) tes esai terbuka sebanyak

(5)

5 11 butir soal. Setiap bentuk tes disajikan secara bervariasi bertolak dari sebuah teks yang digunakan dalam instrumen asesmen. Teks yang dimanfaatkan dalam instrumen asesmen teks utuh/lengkap dan teks penggalan/grafik/tabel berjudul. Teks tersebut meliputi 6 teks yang terdiri dari 1 teks narasi, 1 teks deskripsi, 2 teks eksposisi, dan 2 teks argumentasi.

Data Uji Coba

Data uji coba terdiri dari (1) data validitas konstruk, (2) data reliabilitas, (3) data keterbacaan, dan (4) data kepraktisan produk. Data validitas konstruk berkaitan dengan aspek-aspek membaca, isi, pemilihan teks, situasi bacaan, dan bentuk soal. Data reliabilitas berkaitan dengan penggunaan petunjuk dan rubrik penilaian. Data keterbacaan berkaitan dengan penggunaan bahasa. Data kepraktisan berkaitan dengan tampilan dan tata letak dan keterterapan.

Pertama, pada data validitas konstruk dapat diketahui bahwa menurut ahli

instrumen asesmen, validitas konstruk instrumen asesmen tergolong layak dengan presentase 75%. Namun demikian, menurut ahli membaca dan praktisi, validitas konstruk instrumen asesmen tergolong sangat layak dengan presentase 90% dan 83%. Perbedaan presentase yang agak jauh antara ahli instrumen asesmen dengan ahli membaca dan praktisi karena produk yang diujicobakan kepada ahli instrumen asesmen adalah produk pertama. Setelah mendapatkan catatan perbaikan, produk kemudian direvisi dan diujicobakan kepada ahli membaca dan praktisi.

Kedua, data reliabilitas produk dapat diketahui bahwa menurut ahli

instrumen asesmen, reliabilitas instrumen asesmen tergolong layak dengan presentase 75%. Namun demikian, menurut ahli membaca dan praktisi, reliabilitas instrumen asesmen tergolong sangat layak dengan presentase 86% dan 96%. Nilai presentase di atas diperoleh berdasarkan penilaian pada dimensi (1) penggunaan petunjuk dan (2) rubrik penilaian.

Ketiga, data keterbacaan produk dapat diketahui bahwa menurut ahli

instrumen asesmen, keterbacaan instrumen asesmen tergolong layak dengan presentase 75%. Menurut ahli membaca dan praktisi, instrumen asesmen tergolong sangat layak dengan presentase 100%. Namun demikian, menurut siswa keterbacaan instrumen asesmen tergolong layak dengan presentase 67.4%. Perbedaan presentase yang sangat jauh antara siswa dengan ahli dan praktisi karena siswa kurang begitu memahami bahasa baku dan istilah ilmiah yang digunakan dalam instrumen asesmen.

Keempat, data kepraktisan produk dapat diketahui bahwa menurut ahli

instrumen asesmen, keterbacaan instrumen asesmen tergolong layak dengan presentase 75%. Menurut ahli membaca dan praktisi, instrumen asesmen tergolong sangat layak dengan presentase 100%. Namun demikian, menurut siswa keterbacaan instrumen asesmen tergolong layak dengan presentase 67.4%. Perbedaan presentase yang sangat jauh antara siswa dengan ahli dan praktisi karena siswa kurang begitu memahami bahasa baku dan istilah ilmiah yang digunakan dalam instrumen asesmen.

Dari hasil uji coba, diketahui pula beberapa kelebihan instrumen asesmen yang dikembangkan. Dari aspek isi, instrumen asesmen benar-benar memperhati-kan jenis teks untuk dimanfaatmemperhati-kan dalam butir-butir soal, teks yang digunamemperhati-kan juga menarik. Selain itu, bentuk tes yang digunakan sangat bervariasi. Dari aspek

(6)

6 penggunaan bahasa, instrumen asesmen sudah menggunakan bahasa yang sesuai dan tepat untuk siswa tingkat SMP. Dari aspek kemenarikan, instrumen asesmen sudah menggunakan tampilan yang rapi dan bidang cetak didesain dengan proposional,

Walaupun demikian, instrumen asesmen juga memiliki beberapa kelemah-an. Pada aspek isi terdapat istilah yang kurang tepat. Selain itu, pada bagian pemilihan teks kurang memperhatikan variasi wacana dan mencantumkan sumber secara kurang lengkap dan jelas. Porsi soal evaluatif dalam instrumen asesmen dinilai terlalu kecil. Dalam kisi-kisi, terdapat indikator butir soal yang kurang spesifik. Pada aspek keterbacaan, jenis huruf yang digunakan kurang sesuai dan terkesan kaku. Pada aspek kemenarikan, sampul dan tampilan kurang begitu menarik.

Revisi Produk

Revisi produk didasarkan pada pencapaikan skor kelayakan instrumen asesmen dan catatan subjek uji coba. Berdasarkan pencapaian skor serta kelebihan dan kekurangan masing-masing aspek instrumen asesmen seperti yang telah dipaparkan sebelumnya, maka dilakukan perbaikan demi penyempurnaan produk. Pada tindakan ini memperbaiki istilah yang kurang tepat. Beberapa teks yang digunakan dalam instrumen asesmen diganti dengan memperhatikan variasi wacana, serta mencantumkan sumber secara lengkap dan jelas. Porsi soal evaluatif tidak ditambah, karena dalam aspek kompetensi membaca PISA yang menjadi acuan produk, batasan untuk soal evaluatif adalah 15% dari keseluruhan soal. Dalam kisi-kisi, memperbaiki indikator butir soal menjadi lebih spesifik. Pada aspek keterbacaan, jenis huruf diganti lebih sesuai dan tidak kaku. Pada aspek kemenarikan, sampul dan tampilan dibuat lebih menarik. Perbaikan-perbaikan tersebut betujuan agar instrumen asesmen yang dikembangkan benar-benar layak dan berkualitas sehingga dapat bermanfaat bagi guru maupun siswa.

PEMBAHASAN

Penelitian pengembangan ini menghasilkan produk berupa instrumen asesmen literasi membaca PISA. Produk yang dikembangkan berdasarkan pada (1) validitas konstruk, (2) reliabilitas, (4) keterbacaan, dan (4) kepraktisan instrumen asesmen literasi membaca dengan acuan PISA. sebagai subjek uji coba. Validitas konstruk merupakan validitas yang mempermasalahkan seberapa jauh item-item tes mampu mengukur apa yang benar-benar dimaksudkan hendak diukur sesuai dengan konstruk atau konsep khusus atau definisi konseptual yang telah ditetapkan (Djaali, 2004:67). Instrumen asesmen yang dikembangkan dalam penelitian ini berdasarkan pada soal literasi membaca PISA. Dimensi instrumen asesmen meliputi (1) aspek kompetensi membaca, (2) format teks, (3) situasi bacaan, dan (4) bentuk soal yang digunakan.

Untuk mengembangkan instrumen asesmen literasi membaca PISA, tentu dibutuhkan pijakan yang kuat sebagai dasarnya. Penentuan indikator-indikator berpikirnya harus jelas, tepat, dan terukur. Oleh karena itu, peneliti memilih aspek kompetensi membaca dalam soal literasi membaca PISA sebagai pijakan berpikir. Aspek kemampuan berpikir dalam soal literasi membaca PISA (2002:4) meliputi kemampuan (1) membentuk pemahaman umum yang luas, (2) mengambil

(7)

7 informasi, (3) mengembangkan interpretasi, (4) merefleksikan isi teks, dan (5) merefleksikan bentuk teks.

Aspek kompetensi membaca pada soal literasi membaca PISA dapat dikatakan sebagai aspek kemampuan berpikir tingkat tinggi. Hal tersebut sesuai dengan teori yang diungkapkan Harsiati (2011) bahwa kemampuan berpikir tingkat tinggi mencakup kemampuan mengembangkan interpretasi, kemampuan mengintegrasikan berbagai unsur, kemampuan merefleksi, dan kemampuan mengevaluasi teks. Walaupun demikian, kemampuan mengungkapkan kembali tetap harus diungkap, namun dengan porsi yang lebih sedikit.

Berdasarkan pemaparan di atas, peneliti menetapkan tiga aspek kemampu-an berpikir ykemampu-ang diungkap oleh instrumen asesmen ykemampu-ang dikembkemampu-angkkemampu-an. Kemam-puan tersebut mencakup (1) kemamKemam-puan mengungkapkan kembali informasi, (2) kemampuan mengembangkan interpretasi yang luas dan mengintegrasikan beberapa informasi, dan (3) kemampuan merefleksikan dan mengevaluasi teks.

Pada soal literasi membaca PISA, format teks meliputi teks utuh/lengkap (continuous text) dengan presentase sebanyak 66% dan teks penggalan/grafik/ tabel (non-continuous text) dengan presentase sebanyak 33%. Teks utuh/lengkap (continuous text) termasuk prosa narasi, eksposisi, deskripsi, persuasi, atau injungtif/instruktif, sedangkan teks penggalan/grafik/tabel (non-continuous text) termasuk diagram, grafik, tabel, peta, dan iklan.

Dalam instrumen asesmen yang dikembangkan, terdapat empat teks utuh/lengkap yang meliputi teks narasi, deskripsi, eksposisi, dan argumentasi. Selain itu, juga terdapat dua teks penggalan/grafik/tabel yang meliputi satu tabel dan satu teks penggalan. Untuk jenis teks, dalam instrumen asesmen yang dikembangkan tidak terdapat teks persuasi, injungtif/instruktif, diagram, grafik, peta, dan iklan. Hal ini dikarenakan dalam pemilihan teks yang digunakan juga disesuaikan dengan jumlah butir soal yang dibuat. Selain itu, pemilihan teks juga didasari oleh saran ahli (ahli instrumen asesmen) untuk menggunakan variasi teks dari yang mudah ke yang sulit. Tingkat kesulitan teks menurut ahli yakni dari teks narasi, deskripsi, eksposisi, dan argumentasi.

Situasi bacaan dalam teks yang digunakan pada instrumen asesmen yang dikembangkan berdasarkan pada soal literasi membaca PISA. Situasi bacaan tersebut meliputi situasi pribadi, masyarakat, pekerjaan, dan pendidikan. Teks dengan situasi pribadi mencakup surat pribadi, karangan fiksi, bacaan untuk kesenangan. Teks dengan situasi masyarakat mencakup dokumen resmi dan infor-masi yang berkaitan dengan masyarakat. Teks dengan situasi pekerjaan mencakup bacaan yang berkaitan dengan dunia kerja. Teks dengan situasi pendidikan mencakup tugas-tugas sekolah dan bacaan untuk belajar (PISA, 2002:4).

Teks dengan situasi pribadi, masyarakat, dan pendidikan mempunyai presentase sebanyak 28%. Sedangkan teks dengan situasi pekerjaan mempunyai presentase yang lebih sedikit, yakni 16% (PISA, 2002:4). Dalam hal ini instrumen asesmen yang dikembangkan menggunakan 1 teks dengan situasi pribadi, 2 teks dengan situasi masyarakat, 1 teks dengan situasi pekerjaan, dan 2 teks dengan situasi pendidikan. Teks dengan situasi pribadi dalam instrumen asesmen diwujudkan dengan karangan fiksi berupa cerpen. Teks dengan situasi masyarakat dalam instrumen asesmen diwujudkan dengan bacaan yang memaparkan fakta-fakta di masyarakat. Teks dengan situasi pekerjaan dalam instrumen asesmen diwujudkan dengan bacaan tentang golongan usia dalam lapangan usaha. Teks

(8)

8 dengan situasi pendidikan dalam instrumen asesmen diwujudkan dengan bacaan tentang pahlawan nasional dan pembelajaran di sekolah.

Bentuk Soal dalam instrumen asesmen yang dikembangkan berdasarkan pada soal literasi membaca PISA. Harsiati (2011) mengemukakan bahwa bentuk tes yang digunakan pada soal literasi membaca PISA adalah (1) pilihan ganda, (2) pilihan ganda kompleks, (3) jawaban singkat, (4) esai tertutup, dan (5) esai terbuka. Hal tersebut sesuai dengan yang diungkapkan oleh Arifin (2009:125) bahwa secara umum bentuk tes dalam instrumen asesmen kognitif dapat digolongkan menjadi dua, yakni tes objektif dan tes subjektif. Bentuk tes objektif meliputi (1) tes pilihan ganda, (2) tes benar-salah, dan (3) tes menjodohkan. Tes subjektif meliputi bentuk uraian terbatas dan uraian bebas.

Bentuk tes dalam soal literasi membaca PISA sangat berbeda dengan bentuk tes yang selama ini ada di lapangan. Bentuk tes yang ada di lapangan sebagian besar menggunakan bentuk tes pilihan ganda dan esai yang disusun dan dikelompokkan sendiri-sendiri. Dalam soal literasi membaca PISA, bentuk-bentuk teks yang digunakan disajikan bervariasi berdasarkan sebuah teks yang mendahuluinya. Soal objektif dan subjektif tidak dikelompokkan sendiri, tetapi berselang-seling digunakan pada semua teks (Harsiati, 2011).

Reliabilitas dalam instrumen asesmen meliputi (1) penggunaan petunjuk dan (2) rubrik penilaian. Reliabilitas adalah derajat ketepatan dan ketelitian yang ditunjukkan oleh instrumen pengukuran. Pada prinsipnya reliabilitas menunjukkan sejauhmana pengukuran dapat memberikan hasil yang relatif tidak berbeda bila dilakukan pengukuran kembali terhadap subjek yang sama (Harsiati, 2012:105). Aspek reliabilitas instrumen asesmen mendapat respon positif dari para validator. Hal tersebut ditunjukan dari rata-rata perolehan presentase ≥ 61%, sehingga produk memenuhi uji kelayakan reliabilitas dan siap untuk diaplikasikan. Selain itu, respon positif juga didapat dari siswa. Hal itu dapat dilihat ketika siswa mengerjakan butir-butir soal pada tahap uji coba. Siswa merasa terbantu dengan penggunaan petunjuk dalam instrumen asesmen sehingga siswa cukup jelas untuk mengerti maksud soal tanpa harus bertanya terkait hal tersebut kepada peneliti.

Keterbacaan dalam instrumen asesmen meliputi penggunaan bahasa. Penggunaan bahasa dalam instrumen asesmen yang dikembangkan telah sesuai dengan aspek kelayakan penggunaan bahasa yang dipaparkan oleh Basuki (2010:186) yakni meliputi (1) rumusan kalimat soal harus komunikatif, yakni menggunakan bahasa yang sederhana dan kata-kata yang sudah dikenal siswa; (2) butir soal menggunakan bahasa yang baik dan benar, (3) rumusan soal tidak mengandung kata-kata/kalimat yang dapat menimbulkan penafsiran ganda atau salah penafsiran, (4) butir soal tidak menggunakan bahasa yang berlaku setempat, jika soal akan digunakan untuk daerah lain atau nasional, dan (5) rumusan soal tidak mengandung kata-kata yang menyinggung perasaan.

Muslich (2010:303) mengemukakan bahwa dalam hal kelayakan bahasa, ada tiga indikator yang harus diperhatikan, yakni (1) kesesuaian pemakaian bahasa dengan tingkat perkembangan siswa, (2) pemakaian bahasa yang komunikatif, dan (3) pemakaian bahasa memenuhi syarat keruntutan dan keterpaduan alur berpikir. Indikator kesesuaian pemakaian bahasa dengan tingkat perkembangan siswa diarahkan pada kesesuaian dengan tingkat perkembangan intelektual dan kesesuaian dengan tingkat perkembangan sosial emosional. Indikator pemakaian bahasa yang komunikatif diarahkan pada keterbacaan pesan

(9)

9 dan ketepatan kaidah bahasa. Indikator pemakaian bahasa memenuhi syarat keruntutan dan keterpaduan alur berpikir diarahkan pada penyampaian pesan antarparagraf dan antarkalimat yang mencerminkan hubungan logis.

Kepraktisan dalam alat penilaian berarti soal dapat digunakan dengan kondisi dan situasi yang ada. Arikunto (1993, dalam Harsiati 2012:116) menegaskan bahwa sebuah tes dikatakan memiliki nilai tingkat kepraktisan yang tinggi apabila tes tersebut bersifat praktis dan mudah pengadministrasiannya. Kepraktisan dalam instrumen asesmen ini meliputi (1) tampilan dan tata letak dan (2) keterterapan.

Tampilan dan tata letak dalam instrumen asesmen berkaitan dengan aspek kegrafikaan. Aspek kegrafikaan dalam instrumen asesmen yang dikembangkan meliputi (1) ukuran instrumen asesmen, (2) ilustrasi atau gambar, (3) desain instrumen asesmen, (4) tata letak, dan (5) tipografi. Aspek tersebut meliputi (1) ukuran instrumen asesmen, (2) ilustrasi atau gambar, (3) desain instrumen asesmen, (4) tata letak, dan (5) tipografi. Ukuran instrumen asesmen disesuaikan dengan standar ISO, yakni menggunakan kertas A4 210x297 mm (Muslich, 2010:306). Tebal kertas yang digunakan yaitu 80 gsm. Pertimbangannya adalah kertas tersebut tidak mudah robek. Selain itu, dengan ketebalan tersebut tinta tidak akan tembus walaupun dicetak dari dua sisi (bolak-balik).

Ilustrasi atau gambar digunakan pada sampul dan teks yang ada dalam instrumen asesmen. Pada sampul digunakan gambar kereta api ekspres, penggunaan gambar tersebut dimaksudkan bahwa dalam berpikir diharapkan tidak ada kendala yang berarti sehingga akan semakin menambah kemampuan berpikir tersebut. Hal itu dianalogikan seperti kereta yang berjalan bebas ham-batan. Gambar-gambar yang digunakan dalam teks disesuaikan dengan isi teks.

Konsep utama desain instrumen asesmen adalah simple and colourfull

design. Simple design artinya desain yang digunakan merupakan desain yang

sangat sederhana dan minimalis. Penggunaan huruf tidak bervariasi untuk menghindari kesan berlebihan. Penyisipan gambar juga benar-benar memper-timbangkan efisiensi tempat dan kebermaknaan/fungsi gambar. Sementara itu,

colourfull design artinya desain bahan ajar menggunakan warna-warna cerah yang

berbeda-beda. Hal itu disesuaikan dengan subjek yang akan menggunakan instrumen asesmen, yakni siswa tingkat SMP yang dapat dikategorikan sebagai anak-anak dengan kecenderungan menyukai warna-warna cerah.

Unsur tata letak meliputi (a) kesesuaian penempatan judul, (b) bidang cetak atau margin, dan (c) kesesuaian penempatan petunjuk khusus, teks, dan butir soal. Judul pada masing-masing bagian instrumen asesmen diletakkan secara sesuai pada bagian atas dengan tata letak center atau align right. Bidang cetak yang digunakan pada margin atas, bawah, dan kanan 2.5 cm, sedangkan margin kiri 3.5 cm. Kesesuaian penempatan petunjuk khusus didasari oleh soal yang diacunya. kesesuaian penempatan teks didasari pada variasi wacana, yakni dari yang mudah ke yang sulit. Kesesuaian penempatan butir soal didasari pada kemampuan yang menjadi landasan instrumen asesmen, yakni dari kemampuan yang rendah ke yang tinggi.

Tipografi berkaitan dengan jenis dan ukuran huruf. Instrumen asesmen ini menggunakan dua jenis huruf. Hal tersebut sesuai dengan Muslich (2010:308) yang menyarankan untuk menggunakan dua jenis huruf agar lebih komunikatif dalam menyampaikan informasi yang disampaikan. Dua jenis huruf yang

(10)

10 digunakan dalam instrumen asesmen yakni jenis huruf Arial dengan ukuran 11 pada butir-butir soal dan jenis huruf Candara dengan ukuran 12 pada teks. Jenis-jenis huruf ini merupakan Jenis-jenis huruf yang dianggap proporsional. Variasi huruf (bold, italic, small capital, all capital) juga digunakan secara proporsional.

Keterterapan dalam instrumen asesmen mempunyai peran yang cukup penting, karena tujuan utama dalam pengembangan instrumen asesmen yakni untuk diaplikasikan kepada siswa. Dari segi (1) tingkat kemungkinan teraplikasinya butir-butir soal di lapangan, (2) butir soal yang dibuat mudah digunakan, dan (3) rubrik penilaian yang dibuat mudah digunakan, produk instrumen asesmen mendapatkan respon positif dari para validator dan praktisi. Respon positif tersebut ditunjukan dari rata-rata perolehan presentase ≥ 61%, sehingga produk tergolong layak untuk diaplikasikan. Selain itu, respon positif juga didapat dari siswa berupa hasil jawaban siswa dalam mengerjakan butir-butir soal. Dari 36 siswa yang mengerjakan soal, tidak ada siswa yang mengosongi lembar jawaban-nya. Semua siswa dapat menjawab butir-butir soal yang disajikan, walaupun ada beberapa siswa yang kurang mampu menjawab butir soal secara maksimal. Selain itu, dari hasil pengamatan langsung ketika proses uji coba di lapangan, tidak ditemukan keluhan atau protes dari siswa tentang adanya butir-butir soal yang dirasa sangat sulit. Dari hasil angket siswa juga dapat diketahui adanya sambutan baik terhadap instrumen asesmen yang diujicobakan.

Berdasarkan pemaparan tersebut, maka dapat diketahui bahwa aspek keterterapan pada (1) tingkat kemungkinan teraplikasinya butir-butir soal di lapangan, (2) butir soal yang dibuat mudah digunakan, dan (3) rubrik penilaian yang dibuat mudah digunakan memenuhi target keterterapan. Hal ini dapat dilihat dari rata-rata perolehan presentase pada seluruh aspek yang mencapai ≥ 61%.

PENUTUP Simpulan

Dari pemaparan yang telah disampaikan, dapat diambil kesimpulan tentang penelitian pengembangan ini. Instrumen asesmen yang dikembangkan telah memenuhi kriteria validasi yang baik dari ahli, praktisi, dan siswa. Demikian pula pada aspek validitas konstruk, reliabilitas, dan kepraktisan instrumen asesmen, aspek-aspek tersebut memenuhi kriteria validasi yang baik. Oleh karena itu, instrumen asesmen literasi membaca PISA telah siap bila digunakan di lapangan untuk mengukur kemampuan berpikir tingkat tinggi pada anak usia 15 tahun atau setingkat siswa SMP. Dalam penggunaan instrumen asesmen yang dikembangkan ini, dibutuhkan waktu yang relatif lama, sehingga perlu adanya persiapan yang matang ketika akan menggunakan instrumen asesmen literasi membaca dengan acuan PISA.

Saran

Berdasarkan hasil pengembangan dan kajian produk yang telah direvisi di atas, maka dikemukakan saran sebagai berikut ini. Pertama, bagi guru disarankan dapat menggunakan produk sebagai instrumen asesmen yang dapat diterapkan di lapangan. Melalui pengenalan produk pengembangan instrumen asesmen literasi membaca PISA, siswa diharapkan tidak hanya sekedar belajar untuk menghapal, tetapi belajar secara lebih bermakna.

(11)

11

Kedua, bagi peneliti lain disarankan untuk mengembangkan kriteria

instrumen asesmen yang lebih detail dan lengkap karena kriteria penilaian adalah aspek yang penting dalam instrumen asesmen. Selain itu, dengan sempurnanya kriteria penilaian akan menjadikan instrumen asesmen lebih mudah digunakan dan mampu mengukur potensi umum siswa berupa kemampuan berpikir tingkat tinggi yang lebih baik.

Demikian saran bagi guru dan peneliti lain. Diharapkan produk ini dapat bermanfaat sekaligus dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya. Selain itu, diharapkan ada penelitian lanjutan sebagai penyempurna dari penelitian ini.

DAFTAR RUJUKAN

Arifin, Zainal. 2009. Evaluasi Pembelajaran: Prinsip Teknik Prosedur. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Arikunto, Suharsimi. 1996. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik Edisi

Revisi III. Jakarta: Rineka Cipta.

Basuki, Imam Agus. (Ed.). 2010. Dasar-dasar Evaluasi Pembelajaran Bahasa

Indonesia. Malang: Universitas Negeri Malang.

Djaali, dan Mulyono, Pudji. 2004. Pengukuran dalam Bidang Pendidikan. Malang: Program Pasca Sarjana Universitas Negeri Malang.

Harsiati, Titik. 2011. Telaah Soal Literasi Membaca PISA (Programme for

International Student Asessment) Periode 2000-2009. Jakarta: Puspendik

Balitbang Kemendiknas.

Harsiati, Titik. 2012. Penilaian dalam Pembelajaran: (Aplikasi pada

Pembelajaran Membaca dan Menulis). Malang: UM Press.

Kurnia, Inggridwati. Dkk. 2008. Perkembangan Belajar Peserta Didik. Departemen Pendidikan Nasional.

Muslich, Masnur. 2010. Text Book Writing. Jogjakarta: Ar-Ruz Zmedia. Padepokan Guru Indonesia. 2011. Survei Internasional PISA, (Online),

(http://padepokanguru.org/2011/12/11/survei-internasional-pisa/), diakses 1 Agustus 2012.

PISA. 2002. Preparing Student for PISA: Reading Literasi-Teacher’s Handbook. OECD.

Referensi

Dokumen terkait

PENGEMBANGAN SOAL MODEL PISA (PROGRAMME FOR INTERNATIONAL STUDENT ASSESSMENT) PADA KONTEN QUANTITY UNTUK MENGUKUR KEMAMPUAN PENALARAN MATEMATIS SISWA KELAS IX SMP

berdasarkan proses penelitian dan pengembangan dihasilkan nilai rata-rata 63,11, sehingga soal tersebut dapat dikatakan memmiliki efek potensial terhadap kemampuan penalaran

Judul Skripsi : Pengembangan Soal Serupa PISA ( Programme for International Student Assessment ) Pada Konten Space and Shape Untuk Mengukur Kemampuan Penalaran Matematis

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk. Menghasilkan soal serupa PISA pada konten Space and Shape yang valid dan praktis untuk

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, modul berbasis soal PISA untuk melatih kemampuan berpikir tingkat tinggi peserta didik yang telah dikembangkan sudah

Tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui tentang:.. Kemampuan matematika peserta didik di SMA Negeri 1 Tayu dalam menyelesaikan soal matematika bertipe PISA ditinjau dari