• Tidak ada hasil yang ditemukan

EKSISTENSI PURA AGUNG KENTEL GUMI DI DESA PAKRAMAN TUSAN KECAMATAN BANJARANGKAN KABUPATEN KLUNGKUNG. (PERSPEKTIF TEOLOGI HINDU)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "EKSISTENSI PURA AGUNG KENTEL GUMI DI DESA PAKRAMAN TUSAN KECAMATAN BANJARANGKAN KABUPATEN KLUNGKUNG. (PERSPEKTIF TEOLOGI HINDU)"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

1

Oleh : I KOMANG RAI SATRIA BUDIMAN Raisatria23@gmail.com

Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar Pembimbing I

Prof. Dr. I Made Titib, Ph.D Pembimbing II Dr. Drs. I Ketut Tanu, M.Si

ABSTRAK

Pada dasarnya, pura merupakan simbol gunung atau alam semesta, tempat suci untuk menghubungkan diri dan memuja kebesaran Hyang Maha Pencipta dengan berbagai prabhawa-Nya. Di sini, Pura Agung Kentel Gumi berfungsi sebagai tempat memuja Tuhan dalam manifestasi-Nya selaku Sang Hyang Reka Bhuwana (pencipta alam semesta).Berdasarkan lontar "Raja Purana Batur", Pura Agung Kentel Gumi merupakan salah satu dari Tri Guna Pura atau Kahyangan Tiga Bali, yakni sebagai Pura Puseh Bali, tempat mohon kedegdegan dan kerahayuan jagat. Sementara Pura Batur sebagai Pura Desa-nya, tempat mohon kesuburan, dan Pura Agung Besakih sebagai Pura Dalem-nya, tempat memohon kesucian sekala-niskala. Jadi, Pura Agung Kentel Gumi juga menjadi bagian amat penting sebagai Pura Kahyangan Jagat yang di-sungsung seluruh umat Hindu. Untuk mendapatkan pemahaman yang lebih jelas, maka diadakan penelitian yang lebih mendalam, agar nantinya masyarakat dapat mengetahui bentuk, fungsi serta makna teologi Hindu yang terkandung dalam Pura Agung Kentel Gumi di Desa. Adapun permasalahan yang dapat dirumuskan yaitu : bagaimanakah bentuk Pura Agung Kentel Gumi, bagaimanakah fungsi Pura Agung Kentel Gumi dan bagaimanakah makna Pura Agung Kentel Gumi di Desa Pakraman Tusan, Kecamatan Banjarangkan, Kabupaten Klungkung. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dan memahami bentuk, fungsi dan makna teologi Hindu

(2)

yang tersirat dalam Pura Agung Kentel Gumi di Desa Pakraman Tusan, Kecamatan Banjarangkan, Kabupaten Klungkung.

Penelitian yang dilaksanakan mempergunakan beberapa teori untuk membedah permasalahan yang dibahas. Teori yang dipergunakan adalah teori Fungsional Struktural untuk membedah permasalahan bentuk Pura Agung Kentel Gumi di Desa Pakraman Tusan, Kecamatan Banjarangkan, Kabupaten Klungkung, teori Simbol untuk membedah permasalahan makna Pura Agung Kentel Gumi, dan teori Religi untuk membedah permasalahan fungsi Pura Agung Kentel Gumi. Metode penelitian adalah penelitian kualitatif. Jenis data yang digunakan adalah kata kualitatif berupa keterangan yang bersumber dari informan dan literatur berupa karangan ilmiah tesis, disertasi serta buku-buku yang berkaitan dengan penelitian, sedangkan sumber data yang dipergunakan adalah data primer yang diperoleh dari wawancara, dan data sekunder yang didapatkan dari literatur yang relevan dengan masalah penelitian. Data dikumpulkan dengan dengan menggunakan teknik observasi, wawancara, serta studi kepustakaan.

Temuan penelitian yang didapatkan yaitu : (1) bentuk Pura Agung Kentel Gumi berupa sejarah Pura Agung Kentel Gumi, Struktur Pura Agung Kentel Gumi, Pangempon dan Panyiwi dan ritual upacara yajnya di Pura Agung Kentel Gumi. (2) fungsi Pura Agung Kentel Gumi dapat dijabarkan yaitu memiliki fungsi religius, fungsi sosial, fungsi pendidikan dan fungsi etika. (3) makna Pura Agung Kentel Gumi yaitu makna teologi bentuk Pura Agung Kentel Gumi, makna simbol yang terkandung pada Pura Agung Kentel Gumi, makna estetika pada bentuk Pura Agung Kentel Gumi dan Makna Istadewata puja pada Pura Agung Kentel Gumi. Kata kunci : Eksistensi Pura Agung Kentel Gumi, Teologi Hindu.

PENDAHULUAN

Gunung, danau, campuhan, sungai, pantai, laut adalah sebagian dari bentuk alam semesta itu yang nyata kita lihat dibumi, tempat yang dipilih oleh para Maha Rsi untuk mendirikan tempat suci (pura) dan menjadi kawasan suci, karena di tempat seperti inilah Beliau mendapatkan pikiran-pikiran suci (wahyu). Beliau

(3)

telah mendapatkan pura sebagai benteng kesucian jagat raya ini, khususnya pulau Bali. Penempatan pura ini berdasarkan konsepsi Padma Mandala.

Pura adalah simbolis gunung, Tuhan, para dewa, dan roh suci leluhur dianggap bersemayam di puncak gunung, sehingga gunung dipandang sebagai tempat suci. Konsepsi masyarakat Hindu di Bali tentang alam semesta didasarkan atas pandangan bahwa alam ini tersusun menjadi tiga bagian yang disebut Tri Loka, yaitu alam bawah (bhur loka), alam tengah (bhwah loka) dan alam atas (swah loka).

Demikian pula halnya dengan Pura Agung Kentel Gumi yang dibangun di suatu kawasan suci terpilih alas negik yang menebarkan bau harum. Karena menebarkan bau yang harum sehingga kawasan yang suci ini dikenal dengan nama Tegal Wangi. Mpu Kuturan sebagai seorang konseptor dan seorang agamawan menata pulau Bali ini agar Kentel kembali, dengan menancapkan sebuah tiang berbentuk segi empat kedasar bumi yang sekarang dikenal dengan sebutan Ratu Pancer Jagat. Sebutan Pancer Jagat, Pancer berarti pacek atau pasak, puser atau pusat sedangkan jagat berarti bumi. Jadi Pancer Jagat berarti pasak atau dasar bumi.

Menyimak struktur bangunan pura pada umumnya areal suatu pura akan terdiri dari Tri Mandala, Nista Mandala, Madya Mandala dan Utama Mandala. Namun di Pura Agung Kentel Gumi terdiri dari tujuh mandala yakni ; Nista Mandala, Madya Mandala, Utama Mandala, Mandala Maspahit, Mandala Mascesti, Mandala Sumanggen dan Mandala Suci yang masing-masing mandala akan dibangun palinggih yang patut dibangun sesuai dengan fungsi dan kedudukan palinggih yang bersangkutan.

Keberadaan Pura Agung Kentel Gumi sebagai salah satu Kahyangan Jagad/ sebagai Pura Pusehnya Bali memiliki beberapa perbedaan dengan keberadaan pura pada umumnya. Dari segi bentuk, Pura Agung Kentel Gumi memiliki struktur bangunan yang berbeda yang di dalamnya terdapat beberapa keunikan. Adanya palinggih Sumanggen yang pada masa pemerntahan kerajaan digunakan sebagai tempat untuk menyambut para tamu raja yang berkunjung ke Kerajaan Klungkung. Pada Utama Mandala terdapat sebuah palinggih Ratu Pancer Jagad

(4)

yang merupakan palinggih pokok dari Pura Agung Kentel Gumi. Di Utama Mandala Pura Agung Kentel Gumi juga terdapat palinggih bale murdha manik yang berfungsi sebagai tempat Ida Bhtara Manca yang hadir pada saat pujawali ngusabha kalima dan karya agung panyegjeg gumi. Pada kedua sisi Utama Mandala diapit oleh dua mandala yaitu mandala maspait dan mandala masceti yang digunakan sebagai tempat pemujaan untuk memohon kesejateraan, keharmonisan dan keseimbangan alam semesta. konsep palinggih ini memiliki titik temu yakni Gedong Mas Pahit menghadap ke selatan dan Gedong Mas Ceti menghadap ke utara (berhadap-hadapan) dan bertemu di tengah pada Sang Hyang Reka Bhuana. Secara Tattwa di Mas Pahit umat memohon kemakmuran, pada Mas Ceti memohon kesuburan jika kedua ini terwujud barulah Kedegdegan Jagat tercapai dan Kedegdegan Jagat tercapai apabila Pancer Jagat terpelihara dengan baik.

Pura Agung Kentel Gumi memiliki banyak memiliki keunikan dan ciri khas yang membedakan dengan pura secara umum yang ada di Bali. namun demikian, banyak dari masyarakat Hindu yang ada di Bali belum mengetahui secara jelas mengenai bentuk fungsi dan makna dari keberadaan Pura Kentel Gumi tersebut. Hal ini yang membuat penulis tertarik untuk meneliti lebih mendalam tentang bentuk, fungsi dan makna Teologi yang terkandung dalam Pura Agung Kentel Gumi di Desa Tusan, Kecamatan Banjarangkan, Kabupaten Klungkung. Adapun rumusan masalah yang diajukan dalam penelitian ini adalah 1) Bagaimanakah bentuk Pura Agung Kentel Gumi di Desa Pakraman Tusan Kecamatan Banjarangkan Kabupaten Klungkung? 2) Apakah fungsi Pura Agung Kentel Gumi di Desa Pakraman Tusan Kecamatan Banjarangkan Kabupaten Klungkung? 3) Makna apakah yang terdapat di Pura Agung Kentel Gumi di Desa Pakraman Tusan Kecamatan Banjarangkan Kabupaten Klungkung?

METODE

Jenis metode penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif kualitatif yang berlokasi di Pura Agung Kentel Gumi Desa Pakraman Tusan, Kecamatan Banjarangkan, Kabupaten Klungkung, dan menggunakan metode

(5)

pengumpulan data sebagai berikut observasi, wawancara dan studi kepustakaan. Sumber data diperoleh dari informan yang dipilih secara purposive sampling yaitu memilih orang-orang yang dianggap mengetahui secara detail tentang bentuk, fungsi dan makna Pura Agung Kentel Gumi di Desa Pakraman Tusan.

HASIL PENELITIAN

A) BENTUK PURA AGUNG KENTEL GUMI

1) Pembagian Mandala dan Palinggih Pura Agung Kentel Gumi

Pura Agung Kentel Gumi terbagi atas tujuh Mandala yaitu Nista Mandala, Madya Mandala, Utama Mandala, Mandala Maspahit, Mandala Masceti, Mandala Sumanggen, lan Mandala Suci. Adapun ke tujuh mandala itu adalah 1) Nista Mandala terdapat 3 jenis bangunan yaitu, Palinggih Manik Bingin, Wantilan dan Candi Bentar. 2) Madya Mandala terdapat 8 jenis bangunan yaitu, Bale Kulkul, Bale Gong, Bale Agung, Palinggih Pangulun Bale Agung, Palinggih Bala Tama, Panggunga, Apit Lawang dan Candi Kurung. 3) Mandala Sumanggen mempunyai 5 jenis bangunan yaitu Bale Gong, Bale Pesandekan, Bale Sumanggen, Bale Gegitaa dan Candi Bentar. 4) Utama Mandala mempunyai bangunan yang paling banyak yaitu 20 bangunan terdiri dari, Bale piasan, bale reringgitan, palinggih pertiwi, palinggih catur muka, palinggih ratu panji, meru tumpang solas, meru tumpang siya, meru tumpang tiga, padmasana, palinggih limas sari, palinggih limas catu, meru tumpang lima, menjangan seluang, meru tumpang dua, bale murdha manik, bale pangaruman agung, bale pangaruman alit, meru tumpang pitu, gedong tarib dan palinggih ratu puseh. 5) Mandala Maspahit terdapat 7 jenis bangunan yaitu, Gedong Simpen, Bale Piasan, Bale Pangaruma, Gedong Maspahit, Gedong Sari, Ngerurah dan Pangunggan. 6) Mandala masceti terdapat 10 jenis bangunan yaitu, Bale Piasan, Palinggih Ratu Manik Galih, Pangaruman, Palinggih Limas Sari, Palinggih Limas Catu, Meru Tumpang Telu, Palinggih Bala Samar, Gedong Masceti, Panggungan dan Panyawangan Ratu Gede Mas Mecaling. 6) Mandala penyucian terdapat 5 jenis

(6)

bangunan yaitu, Candi Bentar, Palinggih Lumbung, Bale Suci, Bale Petandingan dan Bale Paebatan.

B) FUNGSI PURA AGUNG KENTEL GUMI 1) Fungsi religius

Secara empiris Pura Agung Kentel Gumi mempunyai fungsi religius terbukti yang di puja di Pura Agung Kentel Gumi adalah Hyang Widhi dalam Prabawa-Nya Sang Hyang Reka Bhuwana. Keberadaan pura yang merupakan dari apa yang dipuja, kiranya Pura Agung Kentel Gumi dibangun sebagai simbol perwujudan potensi alam semesta (Bhuana Agung) yang ditunjukan oleh macam-macam bangunan suci dan fungsi didalamnya.

2) Fungsi sosial

Bagaimanapun sederhananya yang bernama tempat suci tentu melibatkan lebih dari satu orang dalam membangun, memeliharanya, membuatkan upakara maupun dalam mengadakan perenopasian yang dilakukan dengan cara ngaturang ayahan dengan perasaan tulus ikhlas yang melibatkan Pengempon, Panyiwi dan Panyungsung. Pura Agung Kentel Gumi memiliki fungsi sosial sebagai pemersatu umat antara Desa Pakraman Tusan, Desa Pakraman Griya Budha, Desa Pakraman Sema Agung, Desa Pakraman Banjarangkan dan Desa Pakraman Bakas karena pada waktu piodalan kelima Desa Pakraman itu saling bertemu dan sebagai Pangempon Pura Agung Kentel Gumi. Selain kelima Desa Pakraman tersebut Pura Agung Kentel Gumi juga memiliki fungsi sosial dan pemersatu antar Desa Pakraman seluruh Kecamatan Banjarangkan sebagai Panyiwi, baik yang menyankut yajnya.

3) Fungsi pendidikan

Fungsi pendidikan yang terdapat dalam Pura Agung Kentel Gumi cukup banyak di antaranya (1) berkaitan dengan piodalan yang dilaksanakan di Pura Agung Kentel Gumi, kaum muda-mudi banyak dapat belajar membuat upakara yajnya dari orang yang lebih dewasa seperti membuat Penjor, tetaring, sanggah

(7)

surya, sanggah cucuk, klakat, sengkui, katik sate dan ngulat kelabang ini bagi kaum truna. (2) dapat belajar memasak seperti meracik bumbu, mencingcang dan memanggang daging : ayam, babi, itik, ngilit sate, membuat ebet-ebetan untuk keperluan kawesan. Pura mengandung lima unsur pendidikan yaitu : (1) pendidikan watak/karakter, (2) pendidikan ke arah persaudaraan, (3) pendidikan ke arah jiw demokrasi, (4) pendidikan ke arah jiwa seni dan (5) pendidikan ke arah peri kemanusiaan.

4) Fungsi etika

Pura Agung Kentel Gumi memiliki fungsi etika yang dapat dipaparkan sebagai berikut : Etika dalam masuk pura hendaknya menuruti aturan yang ada baik yang terdapat dalam sastra maupun dresta setempat, seperti: (1) berpakaian adat Bali madya, bagi Pinandita : agelung sangka putih, baju putih, kampuh putih/kuning, kain/kamben putih, umpal/sabuk dan alas kaki. Bagi welaka destar agelung panji, baju kalau bisa putih, selempot putih/kuning, kain/kamben bebas, umpal/sabuk dan alas kaki, atau dapat berpakaian bersih dan rapi. (2) bertutur kata yang lemah lembut, ramah-tamah, disesuaikan sesusai dengan sor singgih basa Bali, bagaimana bertutur kata dengan Pinandita, orang yang lebih tua, dihindari untuk bertutur kata yang kotor, kasar, menuturkan kejelekan orang lain/fitnah dan berbohong.

5) Fungsi estetika

Estetika Hindu pada intinya merupakan cara pandang mengenai rasa keindahan (lango) yang diikat oleh nilai-nilai agama Hindu yang didasarkan atas ajaran-ajaran kitab suci Weda. Konsep Kesucian (Shiwan) pada intinya menyangkut nilai-nilai ketuhanan yang juga mencakup yadnya dan taksu. Umat Hindu pangempon Pura Agung Kentel Gumi, memiliki pandangan estetik yang diikat oleh nilai-nilai spiritual ketuhanan sesuai dengan ajaran agama Hindu. Kebenaran (satyam) mencakup nilai kejujuran, ketulusan, dan kesungguhan. Sesuai dengan ajaran agama Hindu, persembahan dan yadnya yang dilakukan

(8)

masyarakat, dilaksanakan dengan penuh kejujuran hati, rasa tulus, dan niat yang sungguh-sungguh.

C) MAKNA PURA AGUNG KENTEL GUMI

1) Konsepsi Ketuhanan Melandasi Pembangunan Pura

Pembangunan Pura Agung Kentel Gumi mengambil konsep Rwa Bineda yaitu adanya dua hal yang saling berbeda dan bertentangan namun satu sama lain saling membutuhkan dan akan menimbulkan kekuatan tertentu sesuai dengan harapan masyarakat Tusan. Jeroan Pura Agung Kentel Gumi diapit oleh dua areal pura, yaitu diantaranya Pura Mas Pahit dan Pura Mas Ceti. Keberadaan dua pura tersebut menunjang fungsi dari Pura Agung Kentel Gumi sebagai tempat memohon Kerahayuan Jagat mengingat yang bersthana pada kedua pura tersebut adalah Dewi Sri dan Dewi Laksmi (Sedhana) yang merupakan sakti dari Dewa Wisnu sebagai dewa utama yang dipuja pada Pura Puseh.

2) Makna Bentuk Simbol yang Terkandung pada Pura Agung Kentel Gumi

Pura Agung Kentel Gumi merupakan tempat suci bagi seluruh umat Hindu yang berada di wilayah Desa Pakraman Tusan merupakan simbol dari alam semesta (Bhuana Agung ) sebagai sthana Hyang Widhi dalam Prabhawa-Nya Sang Hyang Reka Bhuwana, yang diiringi oleh siddha, widyadara-widyadari yang diyakini memiliki wahana berupa binatang-binatang mitos seperti lembu, singga, anggsa, garuda dan stana-Nya yang abadi adalah kahyangan atau sorga yang tempatnya jauh di atas “vyomantara” yaitu luhuring akasa. Hati (nurani) sebagai pura (tempat suci) stana Tuhan Yang Maha Esa.

3) Makna Estetika pada Bentuk Pura Agung Kentel Gumi

Meru Tumpang Solas yang merupakan palinggih utama yang terdapat pada Pura Agung Kentel Gumi sebagai simbol gunung Mahameru yang merupakan

(9)

sthana Dewa-dewi, Bhatara-bhatari leluhur adalah relefan dengan kebudayaan Hindu yang sangat indah setelah melalui proses Prayascitta pembersihan dan pengenteng liggihan. Maka makna estetika Pura Agung Kentel Gumi bermakna untuk menumbuh kembangkan dan tetap terpeliharanya nilai-nilai seni budaya baik melalui seni arca berupa patung raksasa, Dewa-dewi, relief-relief : Kertimuka yang merupakan simbol dari bhoma, pepatran daun-daunan yang merupakan simbolik tumbuh-tumbuhan yang ada di alam diukir pada dinding candi Gelung pintu masuk, pepatran gajah, ular, dan binatang yang lainnya.

SIMPULAN

Berdasarkan analisis dan uraian pada bab-bab sebelumnya, dapat disimpulkan mengenai Eksistensi Pura Agung Kentel Gumi di Desa Pakraman Tusan Kecamatan Banjarangkan Kabupaten Klungkung (Perspektif Teologi Hindu), yaitu : Bentuk Pura Agung Kentel Gumi di Desa Pakraman Tusan adalah sebagai berikut : (1) Pura Agung Kentel Gumi di Desa Pakraman Tusan sesuai dengan Raja Purana Batur adalah salah satu Tri Guna pura yang merupakan Kahyangan Tiganya Bali dan (2) bentuk Pura Agung Kentel Gumi di Desa Pakraman Tusan terdiri dari tujuh Mandala atau disebut dengan Sapta Mandala yaitu Nista Mandala, Madya Mandala, Utama Mandala, Mandala Maspahit, Mandala Masceti, Mandala Sumanggen lan Mandala Suci.

SARAN

Untuk memberikan nilai budaya yang dimiliki umat Hindu yang jumlahnya sangat banyak khususnya di Bali, maka para tokoh umat Hindu hendaknya selalu memberikan penerangan kepada masyarakat umum untuk tetap

(10)

melestarikan budaya yang sudah diwariskan oleh leluhur, disamping itu perlu ditanamkan agar budaya tetap lestari, terutama di dalam melaksanakan kegiatan keagamaan maupun adat-istiadat.

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakann bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjaan disuatu perguruan tinggi,, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pandapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Sukarsimin. 1997. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta : Rhineka Cipta.

Azwar, Saifuddin. 2001. Metode Penelitian. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Badjerayasa, dkk, 1982. “Dharma”, Jakarta: Departemen Agama RI.

Bungin, Burhan, 2001. Metodelogi Penelitian Sosial Format-format Kuantitatif dan Kualitatif. Surabaya : Airlangga University Press.

Pudja,Gde.1999.Teologi Hindu (Brahma Widya). Surabaya : Paramita. Pudja, Gde, 1985. “ Veda”, Jakarta: Maya Sari.

Soma, Dewa. 2008. Kahyangan Jagat Pura Agung Kentel Gumi Linggih Sang Hyang Reka Bhuwana Nunas Kadegdegan Jagat. Plawa Mandiri.

Titib, I Made. 1994. Ketuhanan Dalam Weda. Denpasar: Pustaka Manik Gni. Titib, I Made. 1996. Veda Sabda Suci Pedoman Praktis Kehidupan. Surabaya:

Paramita.

Titib, I Made. 2000. Teologi dan Simbol-Simbol Dalam Agama Hindu. Surabaya: Paramita.

Referensi

Dokumen terkait

Dalam tekanan internasional yang kuat, semakin tidak selaras kepentingan elit dan massa, PLNRI semakin tidak populis, dan dalam tekanan internasional yang lemah, semakin

Kemudian Kota Prabumulih merupakan kota yang ada di Provinsi Sumatera Selatan yang mempunyai luas areal karet terluas sebesar 10.267 Ha karena Kota Prabumulih

Hal itu berarti bahwa di satu sisi ada agen yang melakukan praktik sosial dalam konteks tertentu, dan di sisi lainnya ada aturan dan sumber daya yang memediasi praktik sosial

Peranan guru dalam strategi pembelajaran ini tidak berkurang, meskipun aktivitas pembelajaran lebih banyak pada siswa. Disini guru tidak berperan sebagai

Kegiatan pembelajaran Bahasa Inggris dikembangkan untuk mencapai kompetensi komunikatif yang tidak hanya menguasai keterampilam berbicara, mendengarkan, membaca, dan

(Doc.Widi,30 Mei 2016) Tata rias juga memiliki bagian penting terkait pengungkapan isi dan memepertegas garis-garis wajah di atas panggung dengan jarak pandang

§ Bahwa Pasal 9 ayat (1) huruf g Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 yang isinya adalah sebagai "Untuk menentukan besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib

Uji statistik yang digunakan untuk mengeta- hui interaksi antara Indeks Massa Tubuh dan rasio lingkar pinggang pinggul terhadap kadar kolesterol LDL menunjukkan nilai