MODEL PEMBELAJARAN TEACHING FACTORY UNTUK PENINGKATAN JIWA KEWIRAUSAHAAN PADA PENDIDIKAN
VOKASI Sunaryo
Mahasiswa Pascasarjana Magister Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta
Abstraksi
Masalah tenaga kerja saat ini masih belum terpecahkan, dimana kebutuhan tenaga kerja dunia industri masih belum bisa dipenuhi oleh instansi pendidikan kejuruan selaku pencetak tenaga terampil dan ahli dibidangnya. Kesenjangan ini tentunya harus menjadi alasan untuk mencari pendekatan pembelajaran baru, agar lulusan pendidikan kejuruan dapat mengisi kebutuhan tenaga kerja di dunia industri atau berwirausaha. Pendekatan pembelajaran yang saat ini sedang digalakkan adalah didirikannya teaching factory pada sekolah-sekolah kejuruan yang harapannya sekolah dapat menghasilkan lulusan yang kompeten dibidangnya yang sesuai dengan kebutuhan dunia kerja dan dapat berjiwa mandiri dengan menciptakan lapangan kerja yang baru.
Kata Kunci: Model Pembelajaran Teaching Factory, Jiwa Kewirausahaan, Pendidikan Vokasi
LATAR BELAKANG
Peningkatan kualitas sumber daya manusia di Indonesia terus diupayakan dan dikembangkan seiring dengan perkembangan jaman yang semakin global. Peningkatan sumber daya manusia ini juga berpengaruh terhadap dunia pendidikan. Pendidikan yang merupakan ujung tombak dalam pengembangan sumber daya manusia harus bisa berperan aktif dalam meningkatkan kualitas dan juga kuantitas. Upaya pengembangan tersebut harus terprogram dan melalui
jalur yang tepat agar yang dihasilkan benar – benar bermutu dan kompeten serta bisa bersaing dalam dunia global.
Sekolah Menengah Kejuruan yang berfungsi sebagai lembaga pencetak tenaga terampil dan kompeten dibidangnya harus bisa selaras dengan kebutuhan dunia industri untuk bisa bersaing. Oleh karena itu peningkatkan sumber daya manusia harus menjadi prioritas utama dalam rangka meningkatkan kualitas lulusannya. Rendahnya kualitas lulusan sekolah kejuruan berakibat produktivitas tenaga
kerja terampil di dunia industri semakin terpuruk. Kepercayaan dunia industri semakin berkurang sehingga lulusan yang terserap juga sedikit.
Salah satu faktor penyebab adalah kurikulum yang terus berubah menyebabkan kondisi di lembaga pengelola pendidikan kejuruan semakin terbebani. Kondisi tersebut secara tidak langsung berakibat lembaga pendidikan kejuruan tidak siap dalam menghasilkan lulusan yang berkualitas. Seharusnya Sebagai lembaga pendidikan yang mendidik calon tenaga kerja, keunggulan yang dikembangkan oleh sekolah menengah kejuruan diutamakan pada keunggulan Sumber Daya Manusia (SDM). Untuk mencapai hal tersebut SMK harus memprioritaskan pengembangan sistem pendidikan yang berorientasi pada peningkatan tamatan yang benar-benar profesional, memiliki etos kerja, disiplin dan tetap menjunjung tinggi serta berakar pada budaya bangsa.
Pendidikan yang paling sesuai untuk meningkatkan hal tersebut adalah pendidikan yang berorentasi pada dunia industri dengan penekanan pada pendekatan pembelajaran dan didukung oleh kurikulum yang sesuai. Dunia
industri yang merupakan sasaran dari proses dan hasil pembelajaran sekolah menengah kejuruan mempunyai karakter dan nuansa tersendiri. Oleh karena itu lembaga pendidikan kejuruan dalam proses pembelajaran harus bisa membuat pendekatan pembelajaraan yang tepat dan sesuai dengan keinginan dunia industri. Hal ini juga sesuai dengan misi direktorat pembinaan SMK dalam rangka memberdayakan SMK dalam menciptakan lulusan yang berjiwa wirausaha dan memiliki kompetensi keahlian melalui pengembangan kerjasama dengan industri dan berbagai entitas bisnis yang relevan dalam bentuk ”teaching factory”.
Program Teaching Factory
(TEFA) merupakan perpaduan pembelajaran yang sudah ada yaitu
Competency Based Training (CBT) dan Production Based Training (PBT).
Pengertiannya bahwa suatu proses keahlian atau keterampilan (life skill) dirancang dan dilaksanakan berdasarkan prosedur dan standar bekerja yang sesungguhnya untuk menghasilkan produk yang sesuai dengan tuntutan pasar/ konsumen. Dalam penjelasan singkatnya teaching
factory adalah pembelajaran berorientasi bisnis dan produksi. Proses penerapan program teaching factory adalah dengan memadukan konsep bisnis dan pendidikan kejuruan sesuai dengan kompetensi keahlian yang relevan, misalnya : pada program studi keahlian teknik otomotif melalui kegiatan perakitan, pemeliharaan, dan penjualan sepeda motor yang dikerjakan oleh peserta didik.
1. Kondisi nyatanya bahwa lembaga pendidikan kejuruan senantiasa berusaha dan bekerja secara optimal dalam memotivasi dan merespon penyaluran alumninya, baik sebagai tenaga kerja yang mengisi lingkup pekerjaan maupun yang membuka lapangan kerja sendiri. Namun karena minimnya informasi akan peluang kerja merupakan kendala dan kenyataan pahit yang harus diterima bagi jajaran sekolah yang berada di daerah jauh dari kegiatan bursa kerja/ bisnis. Dengan adanya program teaching factory
merupakan langkah positip yang ditawarkan melalui kebijakan pemerintah guna mengembangkan jiwa enterpreneur, dengan harapan
tamatan sekolah menengah kejuruan (SMK) mampu menjadi aset daerah dan bukan menjadi beban daerah. Lebih jauh diharapkan melalui program
teaching factory, nantinya banyak
bermunculan calon-calon wirausahawan yang berasal dari lulusan SMK.
TEACHING FACTORY (TEFA)
Teaching factory adalah suatu
metoda pelatihan/pengajaran dimana institusi sekolah melaksanakan produksi atau layanan jasa yang merupakan bagian dari proses belajar mengajar. Teaching Factory
mengkonversikan wahana pendidikan menjadi tempat yang menantang bagi siswa untuk meraih pengalaman, mengembangkan rasa tanggung jawab, akuntabilitas, sikap tingkah laku, pengetahuan dan keterampilan bagi kontribusi mereka kepada masyarakat di masa depan.
Teaching Factory bisa menjadi
suatu konsep pembelajaran dalam suasana sesungguhnya, sehingga dapat menjembatani kesenjangan kompetensi antara kebutuhan industri dan pengetahuan sekolah. Teknologi
pembelajaran yang inovatif dan praktek produktif merupakan konsep metode pendidikan yang berorientasi pada manajemen pengelolaan siswa dalam pembelajaran agar selaras dengan kebutuhan dunia industri. Sangatlah penting, institusi pendidikan/pelatihan ini memiliki hubungan kemitraan yang erat dengan beberapa perusahaan yang bergerak di bidang yang sesuai dengan kajian pendidikan profesi.
Teaching factory merupakan
implementasi model pembelajaran
Production Based Training. Dalam
pengertian lain bahwa pembelajaran berbasis produksi adalah suatu proses pembelajaran keahlian atau ketrampilan yang dirancang dan dilaksanakan berdasarkan prosedur dan standar bekerja yang sesungguhnya (real job) untuk menghasilkan barang atau jasa yang sesuai dengan tuntutan pasar atau konsumen. Dengan kata lain barang yang diproduksi dapat berupa hasil produksi yang dapat dijual atau yang dapat digunakan oleh masyarakat, sekolah atau konsumen. Hal ini kebalikan dengan pembelajaran berbasis produksi dalam paradigma lama hanya mengutamakan kuantitas produk barang atau jasa tetapi hasil dari
produksi tersebut tidak ada yang dipakai atau di pasarkan, tetapi hanya semata – mata untuk menghasilkan nilai dalam proses belajar mengajar.
Penyelenggaraan model ini memadukan sepenuhnya antara belajar dan bekerja, tidak lagi memisahkan antara tempat penyampaian materi teori dan tempat materi produksi (praktik). Bentuk organisasi teaching factory menunjukkan sifat perusahaan. Tenaga pengajar merupakan sinergi dari kelompok professional dan pendidik,
yang diharapkan dapat
mengembangkan unit usaha yang mampu memenuhi kebutuhan masyarakat atas produk atau jasa sesuai dengan kelompok bidang keahlian pendidikan kejuruan.
Dari uraian diatas maka metode pembelajaran TEFA lebih mengarah kepada proses pengelolaan manajemen di ruang kelas dan ruang praktek berdasar prosedur dan standar bekerja di dunia industri yang sesungguhnya. Pengertian lain adalah proses pembelajaran keahlian atau ketrampilan yang dirancang dan dilaksanakan berdasarkan prosedur dan standar bekerja yang sesungguhnya (real job) untuk menghasilkan barang
atau jasa sesuai dengan tuntutan pasar atau konsumen.
TUJUAN TEACHING FACTORY
Teaching factory sebagai salah
satu model pendidikan dan pelatihan yang diterapkan di SMK memiliki beberapa tujuan. Dalam roadmap pengembangan SMK 2010-2014 Direktorat PSMK (2009), teaching
factory digunakan sebagai salah satu
model untuk memberdayakan SMK dalam menciptakan lulusan yang berjiwa wirausaha dan memiliki kompetensi keahlian melalui pengembangan kerjasama dengan industri dan entitas bisnis yang relevan.
Pembelajaran melalui teaching
factory bertujuan untuk meningkatkan
kualitas pembelajaran melalui wahana belajar sambil berbuat (learning by
doing). Pembelajaran dengan
pendekatan seperti ini, akan menumbuhkan jiwa entrepreneurship bagi siswa (ditjen mandikdasmen, 2009). Selain itu teaching factory memiliki tujuan untuk 1) meningkatkan ketrampilan dan pengetahuan dari lulusan, 2) memberikan kontribusi untuk meningkatkan daya saing industri manufaktur, dan 3) untuk
memfasilitasi dan mempromosikan hasil dari kegiatan penelitian dan pengembangan oleh dunia pendidikan.
Selain bertujuan untuk meningkatkan kompetensi lulusan siswa SMK, barang atau jasa yang dihasilkan dari kegiatan teaching factory juga harus dapat diterima oleh
masyarakat atau konsumen. Produk maupun jasa yang dihasilkan harus memenuhi kriteria yang layak jual sehingga dapat menghasilkan nilai tambah untuk sekolah (Direktorat PSMK, 2008:55). Keuntungan yang didapatkan dipergunakan untuk menambah sumber pendapatan untuk membiayai kegiatan pembelajaran di SMK
Dari beberapa kajian teori di atas, dapat disimpulkan bahwa
teaching factory memiliki beberapa
tujuan, yaitu :
a. Meningkatkan kompetensi lulusan SMK
b. Meningkatkan jiwa
entepreneurship lulusan SMK
c. Menghasilkan produk berupa barang atau jasa yang memiliki nilai tambah
d. Meningkatkan sumber pendapatan sekolah
e. Meningkatkan kerja sama dengan industri atau entitas bisnis yang relevan.
PROSES PENERAPAN TEACHING FACTORY
Pembentukan teaching factory di pendidikan Kejuruan diperlukan beberapa komponen pendukung agar tujuan dapat dicapai. Menurut Direktorat PSMK (2008), komponen-komponen teaching factory terdiri atas: a. Pembentukan manajemen TEFA
Pada proses ini hal yang dilaksanakan adalah membentuk struktur organisasi manajemen produksi skala kecil di kelas sesuai bentuk organisasi yang ada pada perusahaan. Dalam pembagiannya ada siswa yang bertugas di bagian manajemen, pemasaran, administrasi, dan bagian produksi (produksi perencanaan dan maintenance and
repair (MR)). Setiap bagian
mempunyai kepala regu yang bertugas mengkoordinir pekerjaan stafnya. Masing-masing mempunyai tanggung jawab di bagiannya dan tidak boleh terjadi kesenjangan antar bagian. Guru bertindak sebagai konsultan, asesor dan fasilitator.
b. Proses produksi
Order dari konsumen atau barang yang akan diproduksi masuk ke bagian manajemen untuk dikonsultasikan kepada guru sebagai konsultan dan fasilitator, jika sudah fix sesuai dengan perimtaan/standar mutu kemudian order masuk ke bagian administrasi untuk mengetahui biaya produksi dan keuntungan. Order kemudian masuk ke bagian produksi untuk dilakukan proses pengerjaan. Selama proses pengerjaan setiap bagian melakukan pengawasan (quality control) terhadap pekerjaan yang dilakukan agar tidak terjadi kesalahan. Setelah pengerjaan selesai kemudian barang diperiksa oleh setiap bagian, untuk kemudian dilakukan pengerjaan tahap akhir (finishing) dan diperiksa oleh guru sebagai asesor. Jika barang sudah sesuai dengan order dan tidak ada permasalahan maka produksi dianggap selesai.
c. Proses Pemasaran atau Hasil Produksi
Produk barang yang sudah jadi di cek ulang oleh setiap bagian untuk kemudian disesuaikan dengan permintaan/standar mutu dan
persetujuan konsultan. Bagian pemasaran menjual produk sesuai kesepakatan yang telah disetujui bersama. Produk pesanan disesuaikan antara mutu yang diinginkan konsumen dengan kondisi barang saat itu, produk bukan pesanan dipasarkan secara umum melalui bagian pemasaran. Setiap produk yang terjual harus dilaporkan kepada manajer melalui bagian administrasi.
d. Proses Evaluasi
Tahap selanjutnya adalah melakukan evaluasi terhadap kinerja setiap bagian. Guru yang berperan sebagai konsultan memberikan penilaian tersendiri kepada setiap bagian sebelum mengevaluasinya bersama untuk kemudian dijadikan sebagai tolak ukur keberhasilan job/progress siswa. Dari penilaian ini dapat diketahui kemampuan siswa dalam melaksanakan pekerjaannya.
Beberapa tahap diatas adalah gambaran sederhana tentang penerapan
teaching factory yang dilaksanakan
disekolah. Teaching factory menuntut setiap orang yang terlibat untuk bersikap professional dan bertanggungjawab terhadap pekerjaan
yang dilakukannya walaupun masih dalam lingkup yang kecil. Dengan demikian diharapkan ada proses pelatihan dan pembelajaran kepada setiap siswa untuk bekerja dalam situasi yang sebenarnya.
Dari segi pendidikan teaching
factory mendidik siswa untuk belajar
menerapkan apa yang mereka ketahui
(learning to knowing), belajar menerapkan apa yang mereka lakukan
(learning to do), dan belajar untuk
mengaplikasikan apa yang mereka ketahui dan mereka lakukan secara bersamaan untuk kemudian menjadi suatu skill bagi mereka yang bisa membawa mereka untuk dapat hidup bermasyarakat (learning to live together).
FAKTOR PENDUKUNG TEACHING FACTORY
Secara garis besar faktor penting yang menentukan berjalan atau tidaknya program teaching factory di sekolah adalah faktor sekolah dan guru. Untuk meningkatkan kompetensi siswa SMK, pemerintah menargetkan 70 persen SMK di Indonesia memenuhi standar nasional pendidikan (SNP) serta berakreditasi minimal B.
faktor-faktor pendukung teaching factory tersebut diantaranya:
a. Faktor Sekolah
Sekolah merupakan lembaga formal yang diizinkan untuk mengadakan proses kegiatan belajar mengajar (KBM). Sekolah bersama dengan dinas pendidikan mengembangkan kurikulum sesuai dengan perkembangan pengetahuan dan kebutuhan dunia kerja. Sejalan dengan hal tersebut muncul strategi-strategi baru untuk meningkatkan kualitas sekolah, diantaranya dengan
teaching factory. Direktorat pembinaan
Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) melalui dinas pendidikan terkait memberikan bantuan kepada SMK berupa kemudahan izin untuk menyelenggarakan pendidikan berbasis produksi dan pengakuan standar mutu atas produk-produk yang dihasilkan SMK, selain itu dinas pendidikan juga membantu pengembangan keahlian yang diterapkan di SMK. Dengan keaktifan dari pihak sekolah memungkinkan teaching factory
berjalan dengan baik tidak hanya dari segi pendidikan, tetapi juga dari dunia usaha.
b. Faktor Guru
Guru adalah nahkoda dikelas saat proses belajar, karena guru adalah orang yang paling tahu tentang kondisi saat itu dan bagaimana tindakan yang harus dilakukan. Teaching factory memerlukan perhatian yang serius dari semua pihak yang terlibat agar tujuan yang ditetapkan dapat terlaksana. Guru memiliki tanggung jawab yang besar dalam hal ini, selain sebagai konsultan, asesor dan fasilitator guru juga memiliki tanggung jawab moral kepada siswanya untuk memberikan yang terbaik kepada mereka baik dari segi pengetahuan maupun ketrampilan yang diajarkan.
Kualitas seorang guru dapat diukur bagaimana tingkat keberhasilan siswanya mengaplikasikan apa yang diajarkan gurunya. Guru yang baik adalah guru yang mampu memaksimalkan potensi siswanya, memfasilitasi siswanya untuk berkembang, dan mampu menciptakan kondisi yang kondusif agar siswa nyaman, senang dan tertarik untuk belajar. Teaching factory
membutuhkan sosok guru yang seperti itu, tidak hanya dari gelar yang diperolehnya. Dengan demikian
diharapkan teaching factory dapat terlaksana dengan baik dan menciptakan kualitas lulusan SMK yang kompeten dan siap kerja.
ELEMEN TEACHING FACTORY
Teaching factory merupakan
suatu konsep pembelajaran pada tingkat yang sesungguhnya, untuk itu ada beberapa elemen penting dalam
teaching factory yang perlu
dikembangkan yaitu: a. Standar Kompetensi
Standar kompetensi yang dikembangkan dalam teaching factory adalah kompetensi- kompetensi yang dibutuhkan dalam dunia industri. Dengan pengajaran yang berbasis kompetensi pada industri diharapkan siswa siap menghadapi tuntutan kebutuhan kompetensi dunia industri. Kompetensi tersebut ditimbulkan dari interaksi dalam menyelesaikan masalah industri.
b. Siswa
Penggolongan siswa teaching
factory adalah berdasarkan kualitas
akademis dan bakat/minat. Siswa dengan kualitas yang seimbang antara akademis dan ketrampilan bakat/minat
memperoleh prosentase yang besar untuk masuk dalam program ini. Siswa yang kurang dalam dua hal tersebut direkomendasikan untuk mengambil bagian yang termudah.
c. Media belajar
Teaching factory menggunakan
pekerjaan produksi sebagai media untuk proses pembelajaran Pekerjaan Produksi dapat berupa industrial order atau standard products. Produk ini harus dipahami terlebih dahulu oleh instruktur sebagai media untuk pengembangan kompetensi melalui fungsi produk, dimensi, toleransi, dan waktu penyelesaian.
d. Perlengkapan dan peralatan
Beberapa hal yang perlu diperhatikan adalah:
1) Pemeliharaan perlengkapan dan peralatan yang optimal.
2) Investasi
3) Manfaatkan untuk memfasilitasi pengembangan kompetensi siswa bersamaan dengan penyelesaian pekerjan produksi pada tingkat kualitas terbaik.
4) Ganti saat peralatan dan perlengapan tersebut sudah tidak efektif untuk kecepatan dan ketelitian proses produksi.
e. Pengajar
Pengajar adalah mereka yang memiliki kualifikasi akademis dan juga memiliki pengalaman industri. Dengan
demikian mereka mampu
mentransformasikan pengetahuan dan
“know how” sekaligus men”supervisi”
proses untuk dapat menyajikan
“finished products on time”.
f. Penilaian prestasi belajar
Dalam penilaian prestasi belajar, Teaching Factory menilai siswa yang berkompeten melalui penyelesaian produk.
g. Pengakuan kompetensi
Teaching Factory menilai
kompetensi siswa menggunakan Standar KOmpetensi National.
Kemampuan siswa dalam
menyelesaikan tugas pekerjaan di bawah badan standar kompetensi nasional. Pemberian sertifikat kompetensi dari lembaga profesi
menjadi jaminan kompetensi siswa secara nasional dan internasional.
SIMPULAN
Pemerintah terus mendorong sekolah menengah kejuruan (SMK) untuk bekerjasama dengan dunia industry meningkatkan kapasitas produknya. Upaya ini selain untuk meningkatkan kompetensi siswanya dalam bidangnya, tapi juga mendorong kompetensi gurunya. Sebab, baik siswa maupun gurunya sama-sama mendapatkan peningkatan kompetensi dari hasil kerjasama dengan dunia industri. Kebijakan pengembangan Unit Teaching Factory sebagai salah satu usaha meningkatkan profesionalisme dan menumbuhkan jiwa kewirausahaan guru, siswa, dan staf. Dengan adanya program Teaching
Factory merupakan langkah positip
yang ditawarkan melalui kebijakan pemerintah guna mengembangkan jiwa
enterpreneur, dengan harapan tamatan
sekolah menengah kejuruan (SMK) mampu menjadi aset daerah dan bukan menjadi beban daerah, yang akan mendukung peningkatan pembangunan daerah masing-masing.
Kesimpulan yang dapat diambil dari manfaat adanya Program
Teaching Factory di pendidikan kejuruan dapat dilihat dari beberapa aspek, antara lain:
1. Aspek pedagogik :
a) Menciptakan attitude serta etos kerja yang positip bagi anak didik , membangun karakter yang meliputi kreatifitas, motivasi positif dalam keja, disiplin dan ketahanan mental dalam menghadapi tantangan . b) Memberikan solusi yang
menyeluruh tentang arti sebuah produk , misalnya asfek desain, pengolahan bahan,pemakaian peralatan, strategi pemasaran, konsep pelayanan dan keuntungan.
c) Menjamin perkembangan yang seimbang bagi siswa yang berkaitan dengan phisik, emosi, mental, attitude, nilai moral, estetika untuk kepentingan dirinya dan untuk masyarakat. d) Mencari bentuk integrasi yang
kuat antara teori dan praktek e) Guru dapat lebih terbuka bebas
mengajarkan arti produktivitas. 2. Aspek Ekonomi :
a) Sebagai upaya baru untuk menemukan sumber finansial baru.
b) Dapat mengikuti perkembangan aktivitas produksi di industri c) Memperkenalkan sejak dini
aspek dan muatan ekonomi kepada siswa.
d) Menumbuhkan jiwa wirausaha pemula sehingga setelah lulus , bukan hanya berperan sebagai pencari kerja tetapi juga berperan sebangai penyedia kerja.
3. Aspek Sosial:
a) Pelaksanaan pendidikan didasari semangat kebersamaan antara sekolah dan industri . b) Industri dapat membantu secara
langsung proses pendidikan disekolah.
Semakin pendeknya masa transisi bagi siswa dalam mengurangi masa antara tahap pendidikan dengan tahap kerja produktif.
DAFTAR PUSTAKA
Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan. (2006).
Peneyelenggaraan SMK
Berstandar Nasional dan
Departemen Pendidikan Nasional.
Direktorat PSMK. (10 Mei 2008).
Kewirausahaan dalam
kurikulam SMK. Makalah
disajikan dalam Seminar Nasional Wirausaha Kuliner, di Jurusan Teknologi Industri , Fakultas Teknik , Universitas Negeri Malang.
Raelin, J.A. (2008). Work-based learning. San Francisco: Jossey
Bass.
Sisjono (2002), Modul Penerapan CBT
Secara Konsisten Di SMK, Dirjen Dikdasmen, PPGT Bandung. http://www.scribd.com/doc/32828406/ Penerapan-Teaching-Factory- Menggunakan-Teori-Belajar-Konstruktivisme http://www.scribd.com/doc/21814056/ Teaching-Factory-Sebagai- Pendekatan-Pebelajaran-Di-SMK
Swasta, Basu. 2000. Azas-Azas Marketing. Edisi ketiga. Liberty, Yogyakarta
Umar, Husein. 2000. Metode Penelitian: Aplikasi Dalam Pemasaran, Gramedia pustaka
utama, Jakarta.
Umar, Husein. 2002. Riset Pemasaran
dan Perilaku Konsumen.
Gramedia pustaka utama, Jakarta.
Zamit, Zulian. 2001. Manajemen Kualitas Produk dan Jasa. Ekonisia, Yogyakarta.