Jurnal
Teknik Mesin
Studi Korosi Temperatur Tinggi Baja ASSAB 760 Dilingkungan Udara Yang
Mengandung Sulfur
Mayzer Favorit Panjaitan a
, Edi Septe
a, Iqbal
a aFaculty of Industrial Technology, Universitas Bung Hatta
*Corresponding author: mayzer_panjaitan@ymail.com
ABSTRACT
Steel of ASSAB 760 can be used as component materials for the system of hot power
station pipe network of earth ( geothermal). In high temperature the air usually sulphur it is
able to cause corrosion. On that account needed examination of high temperature corrosion
to know the level of rate corossion that happened at Steel of ASSAB 760. Examination
conducted with time variation of 3 - 6 hour where at surface of Steel of ASSAB 760 in
arranging in layers by mixture of Na
2SO
4comparison 40 by sprayed flattened. Result of
which is obtained when 3 hour 0,001043 mm / year, 5 hour 0,000694 mm / year, 6 hour
0,001058 mm / year. Its conclusion is longer examination time hence fast ever greater of
oxidation that happened and coat of Na
2SO
4very having an effect on to oxidation rate.
Keywords :
Steel of ASSAB 760, Na
2SO
4deposit, High Temperature, oxidation rate
1. PENDAHULUAN
Korosi temperatur tinggi didefinisikan sebagai proses degradasi atau penurunan mutu material, termasuk degradasi sifat-sifat mekanisnya yang disebabkan oleh adanya pengaruh atmosfer pada temperatur tinggi. Temperatur dimana terjadi difusi atom yang memberikan pengaruh yang besar dan temperaturnya diestimasi dengan 0,5 Tm (Tm = temperatur melting, Kelvin). Temperatur terjadinya oksidasi besi/baja dengan cepat, yaitu di atas 570 celcius.
Temperatur tinggi memberikan pengaruh ganda terhadap degradasi logam yang ditimbulkanya. Pertama, kenaikan temperatur akan mempengaruhi aspek termodinamika dan kinetika reaksi, artinya degradasi akan semakin cepat pada temperatur yang lebih tinggi. Yang kedua, kenaikan temperatur akan mempengaruhi dan
merubah struktur dan perilaku logam. Jika struktur berubah, maka secara umum kekuatan dan perilaku logam juga berubah. Jadi selain terjadi degradasi yang berupa kerusakan fisik pada permukaan atau kerusakan eksternal, juga terjadi degradasi, penurunan sifat mekanik, logam menjadi rapuh.
Korosi merupakan masalah yang serius dalam dunia industri dan sangat merugikan, karena korosi dapat mengurangi kemampuan suatu konstruksi dalam memikul beban, usia bangunan kontruksi menjadi berkurang dari waktu yang sudah direncanakan. Tidak hanya itu apabila tidak diantisipasi lebih awal maka akan mengakibatkan kerugian-kerugian yang lebih besar antara lain bisa menimbulkan kerusakan, mengakibatkan berkurangnya ketangguhan, robohnya suatu konstruksi, meledaknya suatu pipa / bejana bertekanan dan mungkin juga dapat membuat pencemaran pada suatu produk.
Kondisi alam Indonesia yang beriklim tropis,
dengan tingkat humiditas dan dekat dengan
laut adalah faktor yang dapat mempercepat
proses korosi. Sekitar 20 Triliun rupiah
diperkirakan hilang percuma setiap tahunnya
karena proses korosi. Angka ini setara 2-5 %
dari total gross domestic product (GDP) dari
sejumlah industri yang ada. Besarnya angka
kerugian yang dialami industri akibat korosi
yang seringkali disamakan dengan perkaratan
logam berdasar perhitungan data statistik dari
sejumlah perbandingan di beberapa negara.
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Korosi
Korosi berasal dari bahasa latin “Corrodere” yang artinya perusakan logam atau berkarat. Definisi korosi adalah proses degradasi/deteorisasi/perusakan material yang terjadi disebabkan oleh lingkungan sekelilingnya. Beberapa pakar bersikeras definisi hanya berlaku pada logam saja, tetapi para insinyur korosi juga ada yang mendefinisikan istilah korosi berlaku juga untuk material non logam, seperti keramik, plastik, karet.
Adapun definisi korosi dari pakar lain : a. Perusakan material tanpa perusakan mekanis.
b. Kebalikan dari metalurgi ekstraktif. c. Proses elektrokimia dalam mencapai
kesetimbangan termodinamika suatu sistem.
Jadi korosi adalah merupakan sistem termodinamika logam dengan lingkungan (air, udara, tanah) yang berusaha mencapai keseimbangan. Sistem ini dikategorikan setimbang bila logam telah membentuk oksida atau senyawa kimia lain yang lebih stabil.
2.2 Klasifikasi Korosi
Korosi dapat diklasifikasikan dalam berbagai cara. Salah satu metode dalam pembagian korosi adalah korosi oksidasi dan korosi elektro kimia. Pembagian lain dari klasifikasi korosi adalah korosi temperatur rendah dan korosi temperatur tinggi.
1. Korosi Oksidasi dan Korosi Elektrokimia Pada umumnya proses pengkaratan terdiri dari proses elektrokimia, yang mekanismenya sama dengan yang terjadi di dalam baterai lampu senter. Baterai terdiri dari elektroda yang terbuat dari
mangkuk yang terbuat dari seng dan elektroda karbon. Kedua elektroda tersebut dipisahkan oleh elektrolit yang terdiri dari larutan amonium klorida (NH4Cl).
2. Korosi Temperatur Tinggi
Pada umumnya logam-logam pada suhu tinggi sangat mudah rusak, karena adanya reaksi yang yang cepat dengan oksigen dari udara. Kecuali logam mulia yang mempunyai daya affiniteit yang sangat rendah terhadap oksigen, sehingga terbentuk lapisan oksida yang sangat tipis. Apabila dipanaskan maka oksida tersebut akan terurai kembali. Sebagai contoh perak, diatas 180˚C tidak akan terbentuk oksida lagi, juga paladium pada 450˚C terjadi hal yang sama. Wolfram yang dipanaskan di udara maka tidak menunjukan perubahan warna yang nyata, hanya beratnya bisa berkurang karena terjadinya penguapan dari oksida yang terjadi.
Korosi merupakan reaksi kimia antara logam dan lingkungannya yang berakibat mengalirnya arus listrik. Lingkungan yang dimaksud adalah lingungan yang berair, tetapi ini tidak berarti bahwa korosi tidak terjadi bila air tidak ada. Banyak reaksi korosi dapat berlangsung di lingkungan yang dikatakan kering. Selain itu ingat bahwa korosi dapat terjadi di udara karena kandungan uap air, serta bahan-bahan ionik cukup untuk menyebabkan korosi seperti bila logam direndam dalam air. Keberadaan air dan bahan ionik saling menunjang: arus hanya dapat diangkut melalui air oleh ion-ion bebas, sementara air menyebabkan terurainya padatan ionik menjadi ion-ion bebas yang dibutuhkan.
2.3 Pengertian Korosi Temperatur Tinggi
Korosi temperatur tinggi didefinisikan sebagai proses degradasi atau penurunan mutu material, termasuk degradasi sifat – sifat mekanisnya yang disebabkan oleh adanya pengaruh atmosfir pada temperatur tinggi. Temperatur tinggi memiliki pengertian bahwa air dalam fasa gas, atmosfir tidak mengandung air. Temperatur dimana terjadi difusi atom yang memberikan pengaruh yang besar dan temperaturnya diestimasi dengan 0,5 Tm ( Tm = Temperatur melting, Kelvin). Temperatur terjadinya oksidasi baja dengan cepat, yaitu di atas 500 °C .
Temperatur tinggi memberikan pengaruh ganda terhadap degradasi logam yang ditimbulkannya. Pertama, kenaikan temperatur akan mempengaruhi aspek termodinamika dan kinetika reaksi, artinya degradasi akan semakin cepat pada temperatur yang lebih tinggi. Kedua, kenaikan temperatur akan mempengaruhi dan mengubah struktur dan prilaku logam. Jika struktur berubah, maka secara umum kekuatan dan prilaku logan juga berubah. Jadi selain terjadi degradasi yang berupa kerusakan fisik pada permukaan atau kerusakan eksternal, juga terjadi degradasi, penurunan sifat mekanik, logam menjadi rapuh.
Pada temperatur tinggi, atmosfir bersifat oksidatif, atmosfir yang berpotensi untuk mengoksidasi logam. Atmosfir ini merupakan lingkungan penyebab utama terjadinya korosi pada temperatur tinggi. Korosi pada temperatur tinggi mencakup reaksi langsung antara logam dan gas. Untuk lingkungan tertentu kerusakan dapat terjadi akibat reaksi dengan lelehan garam atau fused salt yang terbentuk pada temperatur tinggi, korosi ini biasa disebut Hot corrosion atau korosi panas.
2.4 Faktor – Faktor Penyebab Korosi Temperatur Tinggi
Adapun penyebab korosi temperatur tinggi yaitu:
1. Konsentrasi Oksigen
Pengaruh oksigen pada laju korosi. Untuk daerah karakteristik pada logam normal dan juga pada logam aktif - pasif di mana logam tersebut berada pada daerah aktif. Untuk logam yang ditunjukan pada daerah transisi aktif pasif, sifat pasif dicapai bila kuantitas oksigen tercukupi. Bertambah cepatnya laju korosi seiring dengan bertambahnya konsentrasi oksigen yang ditambahkan hal ini digambarkan pada daerah 1 dimana karakteristik daerah ini dimiliki oleh logam monel dan tembaga pada lingkungan acid solution yang mengandung oksigen.
2. Kecepatan Aliran udara
Pengaruh kecepatan aliran udara terhadap laju korosi adalah seperti pengaruh penambahan oksigen terhadap laju korosi. Ciri khas pengaruh kecepatan terhadap laju reaksi. Untuk proses korosi yang dikendalikan oleh aktifasi polarisasi maka kecepatan tidak memiliki pengaruh terhadap laju reaksi, Pengaruh ini umumnya terjadi ketika adanya zat pengoksidasi dalam jumlah yang
sedikit, seperti halnya oksigen yang terlarut dalam larutan asam atau air.
3. Temperatur
Temperatur dapat meningkatkan laju reaksi kimia. bahwa laju reaksi tidak terlalu dipengaruhi oleh kenaikan temperatur, yaitu pengaruh temperatur diabaikan terhadap laju reaksi meskipun terjadi dalam temperatur yang sangat tinggi. Sebagai contoh kasus yang terjadi pada baja karbon, monel dan nikel dalam lingkungan yang asam.
2.5
Akibat Korosi Temperatur tinggi
1. Oksidasi
Oksidasi merupakan reaksi yang paling penting pada korosi temperatur tinggi, membentuk lapisan oksida yang dapat menahan serangan dari peristiwa korosi yang lain bila jumlah oksigen di lingkungannya cukup (jumlah oksigen dalam lingkungan disebut oksigen potensial). Tetapi harus terkontrol dan oksidasinya terbentuk dari senyawa dari unsur - unsur yang menguntungkan.
2. Karburasi dan metal dusting
Terjadi dalam lingkungan yang mengandung CO, CH4 dan gas hidrokarbon lainnya. Penguraian C ke
permukaan logam mengakibatkan penggetasan dan degradasi sifat mekanik lainnya.
3. Nitridasi
Terjadi pada lingkungan yang mengandung ammonia, terutama pada potensial oksigen yang rendah. Penyerapan nitrogen yang berlebihan akan membentuk presipitat nitride di batas butir dan menyebabkan penggetasan.
4. Korosi oleh halogen
Senyawa halide akibat penyerapan halogen oleh logam, dapat bersifat mudah menguap atau mencair pada temperatur rendah. Kenyataan ini menyebabkan perusakan yang sangat parah.
5. Sulfidasi
Terjadi dalam lingkungan yang mengandung bahan bakar atau hasil pembakaran yang mengandung sulfur. Dengan oksigen membentuk SO2 dan SO3 yang bersifat pengoksidasi yang
kurang agresif dibandingkan H2S yang bersifat
pereduksi, tetapi dapat terjadi efek penguatan dengan adanya Na dan K yang akan membentuk uap yang kemudian akan mengendap ke permukaan logam pada temperatur yang lebih rendah dan merusak permukaan.
2.6
Oksidasi Pada Temperatur Tinggi
1. Hukum laju parabolik
Logam yang bereaksi dengan oksigen atau gas lainnya pada suhu tinggi akan mengalami reaksi kimia. Pada tingkat oksidasi, hukum kinetika parabola, linier, dan logaritma menggambarkan tingkat oksidasi untuk logam umum dan paduan.
Dalam hal ini oksigen bereaksi untuk membentuk oksida pada permukaan logam, diukur dengan penambahan berat. Penambahan berat pada setiap waktu (t) selama oksidasi sebanding dengan ketebalan oksida (x). Logam tertentu, seperti baja, harus dilapisi untuk pencegahan korosi, karena memiliki tingkat oksidasi yang tinggi.
2. Pengaruh tekanan oksigen pada oksidasi parabolic
Tingkat laju yang berbentuk parabola constan, kp, biasanya dipengaruh oleh tegangan sebagian oksigen yaitu: Kp = C po21/n Dimana : C = Proportional konstan n = 3.1
Pada temperatur tinggi, lapisan bertambah sesuai hukum laju parabolik (x2 ∞ t). cacat titik berdifusi melalui oksida karena terdapat gradient konsentrasi yang konstan. Cacat ditiadakan pada salah satu antar muka dan terjadi pembentukan lokasi kisi yang baru. Khususnya seng oksida bertambah tebal karena difusi Intertisi seng yang terbentuk di antar muka logam oksida melalui oksida menuju antar muka oksida logam dan disini menghilang karena reaksi:
2Zni++ + 4e + O2 2ZnO
Konsentrasi intertisi seng pada antar muka logam/oksida dipertahankan oleh reaksi:
Zn(logam) Znj++ + 2e
Dengan pembentukan kekosongan dalam kisi seng migrasi cacat intertisi bermuatan terjadi bersamaan dengan imigrasi elektron, dan untuk lapisan oksida yang tebal, wajar untuk mengasumsi bahwa konsentrasi kedua spesies yang bermigrasi adalah konstan pada kedua permukaan oksida, yaitu permukaan oksida / gas dan oksida logam, konsentrasi dikendalikan oleh kesetimbangan termodinamika setempat, jadi melintasi oksida terdapat perbedaan konsentrasi konstan ∆c dan laju transportasi melalui satuan luas.
3. Hukum laju linier dan breakaway Suatu hukum linier seperti ditunjukkan pada gambar 2.4 menghasilkan suatu reaksi pada kendali fase. Seperti itu, manapun permukaan yang mungkin bukan bersifat melindungi, betul-betul mengoksidasi kondisi yang biasanya membentuk tebal pada permukaan yang mengakibatkan kinetika berbentuk parabola.
Bagaimanapun, linear kinetika oksidasi telah diamati, ketika mengoksidasi lingkungan secara relatif rendah, seperti untuk oksigen yang rendah memaksa suatu tekanan hampa, tegangan sebagian oksigen yang rendah melemahkan dengan gas mulia, dan campuran CO dan CO2.
2.7 Kinetika Oksidasi
Perubahan energi bebas menunjukkan kemungkinan produk reaksi stabil, tetapi tidak meramalkan laju pembentukan produk. Selama oksidasi, molekul oksigen pertama yang diabsorpsi permukaan logam berdisosiasi menjadi komponen atom sebelum membentuk ikatan kimia dengan atom permukaan logam, proses ini disebut kemisorpsi. Setelah terbentuk beberapa lapisan adsorpsi, oksida bernukleasi secara epitaksial pada butir logam induk di lokasi yang diutamakan, seperti dislokasi dan atom pengotor. Setiap daerah nukleasi tumbuh, merasuk satu dengan lainnya sehingga terbentuk lapisan tipis oksida di seluruh permukaan. Oleh karena itu oksida biasanya terdiri dari agregat butir individu atau kristal dan menampakkan gejala seperti rekristalisasi, pertumbuhan butir, creep mencakup cacat kisi, mirip dengan yang terjadi pada logam.
Apabila lapisan oksida yang mula-mula terbentuk bersifat berpori, oksigen dapat tembus dan terjadi reaksi antar muka oksida - logam. Namun, lapisan tipis tidak berpori dan oksida
selanjutnya mencakup difusi melalui lapisan oksida. Apabila terjadi oksida di permukaan oksida oksigen, maka ion logam dan elektron harus berdifusi dalam logam yang berada di bawahnya. Apabila reaksi oksidasi terjadi antar muka logam - oksida, ion oksigen harus berdifusi melalui oksida dan electron berpindah denagan arah berlawanan untuk menuntaaskan reaksi.
Pertumbuhan lapisan oksida dapat diikuti dengan keseimbangan termal memiliki kepekaan hingga 10-7 gr, dan pengurangan dilakukan di lingkungan pada temperatur yang dikendalikan dengan teliti. Teknik metalografi yang paling sering diterapkan adalah elipsometri, yang bergantung pada perubahan di bidang polarisasi berkas cahaya terpolarisasi yang terpantulkan oleh permukaan oksida, sudut rotasi bergantung tebal oksida. Selain itu juga digunakan interferometri, tetapi kini lebih sering dipakai replika dan lapisan tipis di mikroskop transmisi elektron dan mikroskopik scanning elektron. Laju penebalan oksidasi bergantung pada temperatur dan material.
Selama tahap awal pertumbuhan pada temperatur rendah, karena atom oksigen mendapatkan elektron dari atom permukaan logam, terbentuk medan listrik yang kuat pada lapisan tipis oksida, medan ini menarik atom logam melalui oksida. Pada rentang temperatur yang rendah ini ( untuk Fe dibawah 200oC ) ketebalan bertambah secara logaritmik dengan waktu (x ∞ ln t) dan laju oksidasi turun dengan berkurangnya kekuatan medan.
Pada temperature intermediat (antara 50oC - 1000˚C untuk Fe) oksidasi berkembang terhadap waktu mengikuti hukum parabola (x2 ∞ t) untuk hampir semua logam. Di daerah ini pertumbuhan merupakan proses aktivasi termal dan ion-ion melalui lapisan oksida dengan gerakan termal, dan kecepatannya bermigrasi bergantung pada jenis cacat struktur dalam kisi oksida. Tegangan yang besar, baik tekan maupun tarik, sering sekali dialami lapisan oksida pelindung retak dan lepas. Pengelupasan berulang yang terjadi pada skala kecil menghalangi pertumbuhan parabolik yang lebih luas dan oksidasi memiliki laju linier bahkan lebih cepat. Tegangan dalam lapisan oksida berkaitan dengan rasio pilling-bedworth (P-B), yaitu rasio volume molekuler oksida terhadap volume atomik logam yang membentuk oksida. Apabila rasio lebih kecil dari satu seperti untuk Mg, Na, K oksida yang terentuk mungkin tidak memberikan perlindungan yang memadai
terhadap oksidasi selanjutnya, sejak tahap awal dan dengan kondisi seperti ini yang lazim dijumpai pada logam - logam alkali, diikuti hubungan oksidasi linear (x ∞ t). Namun, apabila rasio P-S jauh lebih besar dari satu, seperti pada logam transisi, oksida terlalu tebal dan pengelupasan cenderung terjadi.
2.8 Baja
Baja adalah logam paduan dengan besi sebagai unsur dasar dan karbon sebagai unsur paduan utamanya. Kandungan karbon dalam baja berkisar antara 0.2% hingga 2.1% berat sesuai grade-nya. Fungsi karbon dalam baja adalah sebagai unsur pengeras. Unsur paduan lain yang biasa ditambahkan selain karbon adalah mangan (manganese), krom (chromium), vanadium, dan nikel. Dengan memvariasikan kandungan karbon dan unsur paduan lainnya, berbagai jenis kualitas baja bisa didapatkan.
Penambahan kandungan karbon pada baja dapat meningkatkan kekerasan (hardness) dan kekuatan tariknya (tensile strength), namun di sisi lain membuatnya menjadi getas (brittle) serta menurunkan keuletannya (ductility). Pengaruh utama dari kandungan karbon dalam baja adalah pada kekuatan, kekerasan, dan sifat mudah dibentuk. Kandungan karbon yang besar dalam baja mengakibatkan meningkatnya kekerasan tetapi baja tersebut akan rapuh dan tidak mudah dibentuk [Davis, 1982].
2.9 Klasifikasi Baja
Menurut ASM handbook vol.1:329 (1993), baja dapat diklasifikasikan berdasarkan komposisi kimianya seperti kadar karbon dan paduan yang digunakan. Adapun klasifikasi baja berdasarkan komposisi kimianya adalah sebagai berikut: 2.9.1 Baja karbon
Baja karbon adalah paduan antara besi dan karbon dengan sedikit Si, Mn, P, S, dan Cu. Sifat baja karbon sangat tergantung pada kadar karbon, bila kadar karbon naik maka kekuatan dan kekerasan juga akan bertambah tinggi. Karena itu baja karbon dikelompokkan berdasarkan kadar karbonnya [Wiryosumarto, 2004].
Baja karbon rendah memiliki kandungan karbon dibawah 0,3%. Baja karbon rendah sering disebut dengan baja ringan (mild steel) atau baja perkakas. Jenis baja yang umum dan banyak digunakan adalah jenis cold roll steel dengan kandungan karbon 0,08% – 0,30% yang biasa digunakan untuk body kendaraan [Sack, 1997].
b. Baja Karbon Sedang
Baja karbon sedang merupakan baja yang memiliki kandungan karbon 0,30% - 0,60%. Baja karbon sedang mempunyai kekuatan yang lebih dari baja karbon rendah dan mempunyai kualitas perlakuan panas yang tinggi, tidak mudah dibentuk oleh mesin, lebih sulit dilakukan untuk pengelasan, dan dapat dikeraskan (diquenching) dengan baik. Baja karbon sedang banyak digunakan untuk poros, rel kereta api, roda gigi, pegas, baut, komponen mesin yang membutuhkan kekuatan tinggi, dan lain-lain.
c. Baja Karbon Tinggi
Baja karbon tinggi memiliki kandungan karbon paling tinggi jika dibandingkan dengan baja karbon yang lain yakni 0,60% - 1,7% C dan memiliki tahan panas yang tinggi, kekerasan tinggi, namun keuletannya lebih rendah. Baja karbon tinggi mempunyai kuat tarik paling tinggi dan banyak digunakan untuk material tools. Salah satu aplikasi dari baja ini adalah dalam pembuatan kawat baja dan kabel baja.
2.9.2 Baja paduan
Menurut [Amanto, 1999], baja paduan didefinisikan sebagai suatu baja yang dicampur dengan satu atau lebih unsur campuran seperti nikel, mangan, molybdenum, kromium, vanadium dan wolfram yang berguna untuk memperoleh sifat-sifat baja yang dikehendaki seperti sifat kekuatan, kekerasan dan keuletannya. Paduan dari beberapa unsur yang berbeda memberikan sifat khas dari baja. Misalnya baja yang dipadu dengan Ni dan Cr akan menghasilkan baja yang mempunyai sifat keras dan ulet. Berdasarkan kadar paduannya baja paduan dibagi menjadi tiga macam yaitu:
a. Baja Paduan Rendah (Low Alloy Steel) Baja paduan rendah merupakan baja paduan yang elemen paduannya kurang dari
2,5% wt misalnya unsur Cr, Mn, Ni, S, Si, P, dan lain-lain. Memiliki kadar karbon sama seperti baja karbon, tetapi ada sedikit unsur paduan. Dengan penambahan unsur paduan, kekuatan dapat dinaikkan tanpa mengurangi keuletannya, kekuatan fatik, daya tahan terhadap korosi, aus dan panas. Aplikasinya banyak digunakan pada kapal, jembatan, roda kereta api, ketel uap, tangki gas, pipa gas dan sebagainya.
b. Baja Paduan Menengah (Medium Alloy Steel)
Baja paduan menengah merupakan baja paduan yang elemen paduannya 2,5%-10%wt misalnya unsur Cr, Mn, Ni, S, Si, P, dan lain-lain.
c. Baja Paduan Tinggi (High Alloy Steel) Baja paduan tinggi merupakan baja paduan yang elemen paduannya lebih dari 10%wt misalnya unsur Cr, Mn, Ni, S, Si, P, dan lain-lain. Contohnya baja tahan karat, baja perkakas dan baja mangan. Aplikasinya digunakan pada bearing, bejana tekan, baja pegas, cutting tools, frog rel kereta api dan lain sebagainya.
Pada umumnya, baja paduan mempunyai sifat yang unggul dibandingkan dengan baja karbon biasa diantaranya [Amstead, 1993]:
1. Keuletan yang tinggi tanpa pengurangan kekuatan tarik
2. Tahan terhadap korosi dan keausan yang tergantung pada jenis paduannya
3. Tahan terhadap perubahan suhu, ini berarti bahwa sifat fisisnya tidak banyak berubah. 4. Memiliki butiran yang halus dan homogeny
2.10 Sifat Baja
1. Baja tahan garam (acid – resisting steel)
2. Baja tahan panas (heat resistant steel) 3. Baja tahan sisik (non scaling steel) 4. Electric steel
5. Magnetic steel 6. Non magnetic steel
7. Baja tahan pakai (wear resisting steel) 8. Baja tahan karat/korosi.
2.11 Membaca Sistem Penomoran Pada Baja
Pada produk baja terdapat banyak spesifikasinya. Spesifikasinya ini terbagi menjadi dua kategori, penunjukkan berdasarkan komposisi
dan spesifikasi produk. Penunjukan komposisi dikembangkan oleh AISI ( American Iron and Steel Institute ) dan SAE ( Society of Automotive
Engineers ). Sistem penomoran ini mengacu
kepada UNS ( Unifed Numbering System ) untuk logam paduan. Spesifikasi yang banyak digunakan adalah ASTM ( American Sociaty for Testing Material).
Secara umum baja diklasifikasikan dengan baja karbon dan baja paduan. Baja juga secara terpisah diklasifikasikan dengan komposisi kimianya. Amerika serikat, AISI dan SAE membuat system penomoran didasarkan pada empat angka sedangkan UNS membuat penomoran dengan lima angka. Berikut ini penjelasan system penomoran AISI dan SAE.
Angka pertama menunjukkan
kelompok baja, 1 = baja karbon, 2 = baja paduan, 3 = baja paduan nikel- krom, dan sebagainya.
Angka kedua menunjukkan
presentase unsure paduan utama
Angka ketiga dan keempat
menunjukkan presentase kandungan karbon dibagi seratus.
Contoh :
AISI – SAE 2340 = Baja paduan nikel, dengan kandungan nikel 3% dan kandungan karbon 0.4%
AISI- SAE 1045 = Baja karbon dengan kandungan karbon 0.45%
3 PROSEDUR PENGUJIAN 3.1 Pembuatan Spesimen
Pembuatan spesimen dengan ukuran 20 x 20 mm, pemotongan dengan menggunakan gergaji besi sehingga berbentuk persegi kemudian spesimen diberi lubang pada bagian tengah dengan diameter 3 mm menggunakan mesin freis. Setelah selesai, spesimen kemudian digerinda pada bagian permukaan spesimen hingga rata. Setelah itu permukaan spesimen di haluskan menggunakan ampals 500 dan 2000 hingga permukaan spesimen licin dan halus. Kemudian dibersihkan menggunakan alkohol agar permukaan spesimen bersih dari zat – zat pengotor.
3.2 Penimbangan spesimen berat awal
Penimbangan ini bertujuan agar kita mengetahui berapa berat awal spesimen sebelum pengujian dan dicatat hasilnya.
3.3 Pembuatan campuran Na2SO4
Dimana dalam proses ini bahan ditimbang dengan berat 40 mg kemudian dilarutkan pada cairan aquades 400 ml hingga merata. Setelah itu dimasukkan kedalam wadah penyemprot.
3.4 Pelapisan permukaan spesimen menggunakan larutan Na2SO4
Dalam proses ini spesimen diletakkan pada hot
plate dengan temperatur rata – rata 200°C
kemudian pada permukaan spesimen disemprotkan campuran Na2SO4 yang dilarutkan pada aquades
400 ml hingga merata. Proses ini dilakukan selama 30 menit hingga permukaan spesimen terselimuti dengan lapisan Na2SO4 secara merata.
3.5
Pengujian pada temperatur tinggi
Pertama kita masukkan kawat baja melalui lubang pada bagian tengah spesimen kemudian di kaitkan/ digulung. Setelah itu kita gantung pada penutup alat uji yang sudah di sediakan. Setelah ruang bakar mencapai temperatur > 500°C, maka kita masukkan ke 9 buah spesimen yang telah digantung dan tutup hingga rapat, kemudian hidupkan stopwatch dan tunggu sampai waktu 4 jam pertama. Setelah tercapai waktu 4 jam keluarkan 3 spesimen dari ruang bakar kemudian didinginkan.
3.6 Pembersihan spesimen setelah pengujian temperatur tinggi
Pada proses ini permukaan spesimen dibersihkan menggunakan alkohol untuk menghilangkan hasil oksidasi yang menempel pada permukaan spesimen. Untuk permukaan yang cukup keras pembersihan menggunakan mata gergaji dan amplas hingga tidak ada sisa lapisan oksidasi yang menempel. Setelah bersih kemudian spesimen dikeringkan dan dilap menggunakan tisu.
3.7 Penimbangan akhir setelah spesimen dibersihkan
Setelah pembersihan selesai dan dikeringkan, spesimen kemudian ditimbang kembali untuk mengetahui pengurangan berat yang terjadi setelah pengujian temperatur tinggi, setelah ditimbang hasil penimbangannya pun lalu dicatat sebagai hasil pengujian akhir.
4 DATA HASIL PENGUJIAN
4.1 Grafik Selisih Berat Rata – Rata Terhadap Waktu Oksidasi
Keterangan grafik :
Dalam pengujian temperature tinggi untuk campuran Na2SO4 sangat berpengaruh laju
oksidasinya sehingga terjadi pengurangan berat specimen yang cukup tinggi. Untuk waktu 3 sampai 5 jam terjadi pengurangan material tetapi tidak terlalu signifikan, sedangkan untuk waktu 5 sampai 6 jam terjadi pengurangan berat yang signifikan untuk baja ASSAB 760 dengan deposit Na2SO4 berbanding 40, pemahaman berat
oksidasinya cukup signifikan pada waktu 5 sampai 6 jam hal ini dapat dilihat pada table diatas.
4.2 Grafik Perubahan Laju Korosi Vs Waktu Oksidasi
Keterangan Grafik :
Dari grafik diatas bahwa semakin lama waktu pemaparan (expo) Maka semakin besar jumlah oksida yang terbentuk, akan tetapi pada
awal proses (5 jam) terjadi penurunan jumlah oksida yang terbentuk dibandingkan waktu sebelumnya (3 jam). Penurunan ini disebabkan oleh terbentuknya lapisan oksida dipermukaan logam yang menghambat terjadinya reaksi antara logam dan linkungannya.
4.3
Pembahasan
Dalam pengujian temperatur tinggi ini laju oksidasi pada waktu 3 jam tidak terlalu segnifikan dikarenakan kurangnya pasokan udara (O2) yang
masuk kedalam permukaan spesimen hal itu disebabkan oleh penumpukan oksidasi di daerah permukaan yang menyebabkan sulitnya udara masuk dan bereaksi terhadap unsur kimia yang terkandung dalam spesimen. Adapun unsur reaksi kimia yang terjadi pada bagian luar permukaan spesimen adalah :
Sedangkan untuk laju oksidasi pada waktu 5 jam terjadi kenaikan laju oksidasi dikarenakan mulai terjadinya pori – pori pada permukaan oksidasi sehingga membuat udara (O2) bisa menembus
dinding permukaan oksidasi dan berikatan kembali dengan unsur kimia spesimen yaitu:
3Fe + 2O2 = Fe3O4
setelah terjadinya ikatan unsur kimia tersebut maka akan terjadi lempengan pada bagian luar spesimen yang dapat terkelupas/ terkikis.
Untuk waktu 5 dan 6 jam maka semakin cepat laju oksidasi dikarenakan semakin lemahnya proteksi yang diakibatkan adanya unsure Na2SO4
yang bereaksi pada permukaan spesimen menyebabkan cepatnya laju oksidasi.
1. Semakin lama pengujian yang dilakukan dalam temperatur tinggi maka baja
ASSAB 760 akan mengalami
pengurangan berat spesimen. Hal ini dapat dilihat dari hasil akhir pada permukaan spesimen yang terdapat lubang atau celah pada yang menyebabkan berkurangnya berat spesimen.
2. Keberadaan deposit Na2SO4 pada lapisan
baja ASSAB 760 sangat besar mempengaruhi laju oksidasi baja, hal ini dapat dilihat dari hasil grafik dan perhitungan.
3. Hasil pengujian pada waktu 3 jam belum terlalu terlihat pengaruh dari kandungan Na2SO4. Hal ini diakibatkan kurangnya
pasokan udara yang menembus dinding lapisan oksidasi sehingga mengurangi reaksi yang terjadi pada baja ASSAB 760. 4. Setelah melewati waktu 5 & 6 jam terlihat
jelas laju oksidasi cukup meningkat hal ini disebabkan mulai bereaksi Na2SO4 yang
terjadi pada permukaan baja ASSAB 760 akibat mulai terbentuknya pori – pori pada lapisan oksidasi sehingga udara dapat masuk dan bereaksi membentuk oksidasi lagi.
6. DAFTAR PUSTAKA
M. I. yusuf. Jurnal fema, volume 2, Perilaku korosi panas baja AISI 4130 padatemperatut 750°C dalam lingkungan atmosfer yang mengandung klor dan sulfur. April 2014
Yudhistryra S. 2014, Terhadap korosi temperatur tinggi baja AISI 4130 yang dilapisi Aluminium.Jurnal FEMA, Universitas Lampung.
Badaruddin M. Suharno and Hanif A.W.1996, Isothermal oxidation behavior of aluminized AISI 1020 steel at the temperature of 700 °C, Proc. Natl. Sem. Mech. Eng. XI.
Birks, N. and G.H.Meier. 1983. Introduction to High Temperature Oxidation of Metals. London.
Trethewey, K.R. and J. Chamberlin. 1991. Korosi. Terj.Alex Tri Kantjono Widodo. Jakarta: PT Gramedia.
Sedricks, A.J. 1979. Corrosion of Stainless Steels. New York: John Willey and Sons Inc.