PELAYANAN
DASAR PUBLIK
DAERAH TERTINGGAL
buku data dan informasi
PUSAT DATA DAN INFORMASI
BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN, DAN INFORMASI KEMENTERIAN DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL DAN TRANSMIGRASI
iii
DAFTAR ISI
KATA SAMBUTAN ... i
KATA PENGANTAR ... ii
DAFTAR ISI ... ii
DAFTAR TABEL ... iii
DAFTAR LAMPIRAN ... iv
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1. Latar Belakang ... 1
1.2. Tujuan ... 3
1.3. Ruang Lingkup Pembahasan ... 3
1.4. Metodologi ... 4
1.5. Tim Penyusun ... 4
BAB II GAMBARAN UMUM DAERAH TERTINGGAL DAN PELAYANAN DASAR ... 6
2.1. Gambaran Umum Daerah Tertinggal ... 6
2.1.1. Definisi dan Kriteria Daerah Tertinggal ... 8
2.1.2. Daftar 122 Daerah Tertinggal ... 11
2.2. Gambaran Umum Pelayanan Dasar Publik ... 15
BAB III PELAYANAN DASAR PUBLIK DI DAERAH TERTINGGAL ... 18
3.1. Pelayanan Administrasi ... 18
3.2. Pelayanan Barang ... 20
3.2.1. Pelayanan Listrik ... 20
3.2.2. Pelayanan Air Bersih ... 21
3.2.3. Pelayanan Ekonomi (Barang) ... 23
3.2.4. Pelayanan Sanitasi ... 24
3.2.5. Pelayanan Komunikasi ... 26
3.3. Pelayanan Jasa... 27
3.3.1. Pelayanan Pendidikan ... 28
3.3.2. Pelayanan Kesehatan ... 29
3.3.3. Pelayanan Ekonomi (Jasa) ... 31
3.3.4. Pelayanan Transportasi ... 32
3.3.5. Pelayanan Keamanan ... 35
BAB IV KESIMPULAN ... 37
DAFTAR PUSTAKA ... 40
iv
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1. Kriteria dan Sub Kriteria Penetapan Daerah Tertinggal ... 10
Tabel 2.2. Daftar 122 Kabupaten Tertinggal ... 12
Tabel 3.1. Jumlah Desa Ada Kantor Pemerintahan di Daerah Tertinggal... 19
Tabel 3.2. Jumlah Keluarga Pengguna Listrik di Daerah Tertinggal ... 21
Tabel 3.3. Jumlah Desa Dengan Pelayanan Air Bersih di Daerah Tertinggal ... 22
Tabel 3.4. Jumlah Pasar di Daerah Tertinggal ... 24
Tabel 3.5. Jumlah Desa Dengan Jamban di Daerah Tertinggal ... 25
Tabel 3.6. Jumlah Keluarga Pengguna Telepon Kabel di Daerah Tertinggal ... 27
Tabel 3.7. Jumlah Fasilitas Pendidikan di Daerah Tertinggal ... 28
Tabel 3.8. Jumlah Fasilitas Kesehatan di Daerah Tertinggal ... 30
Tabel 3.9. Jumlah Fasilitas Ekonomi di Daerah Tertinggal ... 32
Tabel 3.10. Jumlah Desa Dengan Layanan Angkutan di Daerah Tertinggal ... 34
v
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Jumlah Desa Ada Kantor Pemerintahan di Daerah Tertinggal ... 43
Lampiran 2. Jumlah Keluarga Pengguna Listrik di Daerah Tertinggal ... 47
Lampiran 3. Desa Dengan Pelayanan Air Bersih di Daerah Tertinggal ... 51
Lampiran 4. Jumlah Pasar di Daerah Tertinggal ... 55
Lampiran 5. Jumlah Desa Ada Jamban di Daerah Tertinggal ... 59
Lampiran 6. Keluarga Pengguna Telepon Kabel di Daerah Tertinggal ... 63
Lampiran 7. Jumlah SD di Daerah Tertinggal ... 67
Lampiran 8. Jumlah SMP di Daerah Tertingal... 71
Lampiran 9. Jumlah SMA di Daerah Tertinggal ... 75
Lampiran 10. Jumlah Rumah Sakit di Daerah Tertinggal... 79
Lampiran 11. Jumlah Puskesmas di Daerah Tertinggal ... 83
Lampiran 12. Jumlah Bank di Daerah Tertinggal ... 87
Lampiran 13. Jumlah Koperasi di Daerah Tertinggal ... 91
Lampiran 14. Jumlah Desa Ada Angkutan Umum di Daerah Tertinggal ... 95
Buku Data dan Informasi Pelayanan Dasar Publik Daerah Tertinggal
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Pembangunan daerah tertinggal merupakan upaya terencana
untuk mengubah suatu daerah yang dihuni oleh komunitas dengan
berbagai permasalahan sosial ekonomi dan keterbatasan fisik,
menjadi daerah yang maju dengan komunitas yang kualitas hidupnya
sama atau lebih baik dibandingkan dengan masyarakat Indonesia
lainnya. Pembangunan daerah tertinggal ini berbeda dengan
penanggulangan kemiskinan dalam hal cakupan pembangunannya.
Pembangunan daerah tertinggal tidak hanya meliputi aspek ekonomi,
tetapi juga aspek sosial, budaya, dan keamanan (bahkan
menyangkut hubungan antara daerah tertinggal dengan daerah
maju). Di samping itu kesejahteraan kelompok masyarakat yang
hidup di daerah tertinggal memerlukan perhatian dan keberpihakan
yang besar dari pemerintah.
Suatu daerah dapat dikategorikan sebagai daerah tertinggal,
karena beberapa faktor penyebab, berdasarkan Keputusan Menteri
Pembangunan Daerah Tertinggal Nomor 001/KEP/M-PDT/I/2005,
faktor-faktor yang menyebabkan suatu daerah bisa dikatakan sebagai
daerah tertinggal yaitu, perekonomian masyarakat, sumber daya
manusia, sarana dan prasarana (infrastruktur), kemampuan
keuangan, aksesibilitas dan karakteristik daerah.
Pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional
(RPJMN) 2015-2019 yang diatur pada Peraturan Presiden Republik
Buku Data dan Informasi Pelayanan Dasar Publik Daerah Tertinggal
2
Indonesia Nomor 2 Tahun 2015, ditetapkan untuk saat ini terdapat
122 kabupaten tertinggal yang harus ditangani. Penetapan ini
merupakan hasil perhitungan bahwa pada periode RPJMN
2010-2014 ditangani sebanyak 183 kabupaten tertinggal, melalui upaya
percepatan dapat terentaskan sebanyak 70 kabupaten tertinggal,
namun pada tahun 2013 terdapat 9 Daerah Otonom Baru (DOB)
pemekaran yang masuk dalam daftar daerah tertinggal, sehingga
secara keseluruhan menjadi 122 kabupaten tertinggal. Jumlah
kabupaten tertinggal di Kawasan Timur Indonesia (KTI) mencapai
103 kabupaten atau 84,42 persen dari total 122 kabupaten tertinggal,
sedangkan sisanya sebanyak 19 kabupaten tertinggal atau 15,57
persen berada di Kawasan Barat Indonesia (KBI).
Hal tersebut diperkuat oleh Peraturan Presiden Nomer 131
Tahun 2015 Tentang Penetapan Daerah Tertinggal Tahun 2015 -
2019 yang menyebutkan daerah tertinggal adalah daerah kabupaten
yang wilayah serta masyarakatnya kurang berkembang dibandingkan
dengan daerah lain dalam skala nasional. Menurut Perpres ini,
Pemerintah menetapkan Daerah Tertinggal setiap 5 (lima) tahun
sekali secara nasional berdasarkan kriteria, indikator, dan sub
indikator ketertinggalan daerah. Penetapan Daerah Tertinggal
sebagaimana dimaksud, dilakukan berdasarkan usulan Menteri
dengan melibatkan kementerian/lembaga terkait dan Pemerintah
Daerah.
Jika dibandingkan antara jumlah kabupaten tertinggal periode
2010 - 2014 dengan periode 2015 - 2019 terdapat pengurangan
kabupaten tertinggal yang cukup signifikan. Pengurangan jumlah
kabupaten tertinggal ini mengindikasikan adanya pembangunan yang
cukup signifikan di daerah tertinggal baik dari aspek fisik maupun non
Buku Data dan Informasi Pelayanan Dasar Publik Daerah Tertinggal
3
fisik. Identifikasi awal kebutuhan pembangunan daerah tertinggal
mencakup reformasi pelayanan dasar publik yang mendukung
percepatan pembangunan daerah tertinggal.
Sesuai dengan pengertian pelayanan dasar publik dari sisi
administrasi
negara
yaitu
“
segala
kegiatan
layanan
yang
dilaksanakan oleh instansi pemerintah sebagai upaya pemenuhan
kebutuhan orang, masyarakat, instansi pemerintah dan badan hukum
sebagai pelaksanan ketentuan peraturan perundang-undangan”,
maka jika kebutuhan dasar dari masyarakat sudah terpenuhi paling
tidak salah satu faktor terkuat penyebab daerah tertinggal sudah
teratasi sehingga akan lebih mudah untuk mengembangkan daerah
tertinggal.
1.2.
Tujuan
Tujuan dari kegiatan Penyusunan Data dan Informasi
Pelayanan Dasar Publik di Daerah Tertinggal adalah untuk
memberikan gambaran umum mengenai data dan informasi
pelayanan dasar publik di daerah tertinggal.
1.3.
Ruang Lingkup Pembahasan
Dalam Penyusunan Data dan Informasi Pelayanan Dasar
Publik di Daerah Tertinggal memiliki beberapa aspek dan kajian.
Aspek dan kajian tersebut didapat berdasarkan Keputusan Menteri
Pendayagunaan Aparatur Negara No. 63 Tahun 2003 yang
menguraikan pedoman umum penyelenggaraan pelayanan publik
yang menyebutkan bahwa layanan publik dibagi menjadi 3 kelompok,
ruang lingkup kegiatan Penyusunan Data dan Informasi Pelayanan
Dasar Publik di Daerah Tertinggal meliputi:
Buku Data dan Informasi Pelayanan Dasar Publik Daerah Tertinggal
4
1. Kelompok layanan administrasi:
Keberadaan kantor kepala desa/lurah
2. Kelompok layanan barang:
Pelayanan listrik
Pelayanan air bersih
Pelayanan ekonomi (barang)
Pelayanan sanitasi
Pelayanan komunikasi
3. Kelompok layanan jasa:
Pelayanan pendidikan
Pelayanan kesehatan
Pelayanan ekonomi (jasa)
Pelayanan transportasi
Pelayanan keamanan
1.4.
Metodologi
Dalam melaksanakan seluruh kegiatan penyusunan data dan
infomasi Pelayanan Dasar Publik di Daerah Tertinggal pada
Kementerian
Desa,
Pembangunan
Daerah
Tertinggal
dan
Transmigrasi diperlukan adanya metode terstruktur dan tepat sasaran
melalui beberapa tahapan kegiatan sehingga hasil yang diperoleh
menjadi lebih maksimal, yaitu sebagai berikut:
a. Melakukan penyusunan jadwal dan rencana pelaksanaan
kegiatan baik secara administrasi maupun teknis;
b. Melakukan pengumpulan data sekunder pada unit teknis
terkait
(di
lingkungan
Kementerian
Desa,
PDT
dan
Buku Data dan Informasi Pelayanan Dasar Publik Daerah Tertinggal
5
Transmigrasi serta BPS) untuk mendapatkan data dan
informasi mengenai pelayanan dasar publik di daerah
tertinggal;
c. Pengolahan data dan informasi;
d. Analisis deskriptif;
e. Pembuatan peta;
f. Penyusunan laporan, melakukan penyusunan buku data dan
informasi pelayanan dasar publik di daerah tertinggal;
g. Melakukan penggandaan buku dan peta hasil penyusunan.
1.5.
Tim Penyusun
Tim penyusun Buku Data dan Informasi Pelayanan Dasar
Publik di Daerah Tertinggal terdiri dari:
1. Pengarah:
Ir. Anto Pribadi, MM, MMSI
2. Penanggung Jawab:
Ir. Elly Sarikit, MM
3. Penyusun:
Anton Tri Susilo, BE, SE;
Esti Afriyani, S.Sos;
Septian Rahmadi, S.Si.
Buku Data dan Informasi Pelayanan Dasar Publik Daerah Tertinggal
6
BAB II
GAMBARAN UMUM DAERAH TERTINGGAL
DAN PELAYANAN DASAR PUBLIK
2.1.
Gambaran Umum Daerah Tertinggal
Daerah tertinggal sebenarnya memiliki banyak pengertian dan
sangat luas. Namun daerah tertinggal dapat dilihat dari ciri umumnya
yang antara lain adalah tingkat kemiskinan tinggi, kegiatan ekonomi
sangatlah terbatas dan terfokus pada sumber daya alam, minimnya
sarana dan prasarana, dan kualitas SDM rendah selain itu daerah
tertinggal seringkali memiliki lokasi yang sangat terisolasi.
Ketertinggalan
(
underdevelopment
)
sebenarnya
bukan
merupakan sebuah kondisi dimana tidak terdapat perkembangan
sama sekali (
absence of development
), karena pada hakikatnya,
setiap manusia atau kelompok manusia akan melakukan sebuah
usaha untuk meningkatkan kualitas hidupnya walaupun hanya sedikit.
Ketertinggalan
merupakan
sebuah
kondisi
ketika
kita
membandingkan tingkat perkembangan suatu wilayah dengan
wilayah lainnya. Kondisi ini muncul akibat dari perkembangan sosial
yang tidak sama antara satu manusia dengan manusia lainnya dan
bila dilihat dari sudut pandang ekonomi, sekelompok orang telah lebih
maju dibandingkan kelompok orang lainnya (Rodney, 1973).
Untuk membandingkan perkembangan suatu wilayah dengan
wilayah lainnya, dapat digunakan beberapa indikator.
Indikator-indikator tersebut antara lain adalah Indikator-indikator ekonomi, yang dicirikan
dengan pendapatan perkapita penduduknya. Indikator selanjutnya
adalah jumlah produksi dan konsumsi barang, jumlah dan kualitas
Buku Data dan Informasi Pelayanan Dasar Publik Daerah Tertinggal
7
pelayanan sosial yang dapat dilihat pula dari kondisi sosial penduduk
di dalamnya, seperti, jumlah kematian bayi, jumlah buta huruf, dan
sebagainya. Indikator lain yang dapat menjadi perbandingan
perkembangan suatu wilayah adalah jumlah atau ketersediaan dari
sarana dan prasarana umum (pelayanan dasar publik) di wilayah
tersebut seperti jumlah sarana pendidikan, kesehatan, ekonomi dan
sarana pendukung lainnya.
Pada umumnya di daerah tertinggal, tidak memiliki sektor
ekonomi yang bisa membawa pertumbuhan secara besar, atau yang
memiliki
multiplier effect
yang tinggi sehingga dapat memacu
pertumbuhan
ekonomi
di
wilayah
tersebut.
Dalam
rangka
meningkatkan ekonomi di daerah tertinggal peran pemerintah
sangatlah penting, pemerintah tidak cukup hanya menyediakan
barang dan jasa sebanyak-banyaknya saja, tetapi juga harus yang
dapat memberikan stimulan untuk meningkatkan perekonomian
daerah tersebut.
Menurut R. Bandyopahyay dan S. Datta (1989), daerah
tertinggal secara umum memiliki karakteristik sebagai berikut: (1)
biasanya berada di kawasan perdesaan, dengan memiliki
keterbatasan fungsi dan fasilitas, serta produktifitas hasil pertanian
yang sangat rendah; (2) rendahnya sumber daya yang dimiliki baik itu
manusianya maupun sumber daya alamnya; (3) memiliki struktur
pasar yang kecil dan tidak efektif; (4) rendahnya standar hidup
masyarakatnya; dan (5) sangat jauh dari pusat pembangunan
wilayah/negara. Dari beberapa hasil penelitian yang dilakukan di
beberapa negara tentang pembangunan daerah tertinggal, dikatakan
bahwa daerah tertinggal merupakan daerah yang tidak homogenous
dan bervariasi dalam sumber daya, curah hujan, topografi dan kondisi
Buku Data dan Informasi Pelayanan Dasar Publik Daerah Tertinggal
8
sumber daya alamnya namun memiliki keterbatasan, sehingga
diperlukan pendekatan yang berbeda dalam pengembangan daerah
untuk setiap daerahnya. Yang dimaksud dengan keterbatasan adalah
keterbatasan ekonomi, infrastruktur dan sumber daya manusianya.
Biasanya kondisi keterbatasan tersebut terlihat dari
inaccesbility
yang
dimiliki oleh daerah tersebut, seperti terbatasnya fasilitas-fasilitas
umum (fasilitas jalan, fasilitas komunikasi, fasilitas listrik dan
penerangan, dll). Oleh karena itu, setiap daerah tersebut perlu
dikembangkan
atau
dibangun
dengan
memanfaatkan
dan
mengoptimalkan sumber daya yang dimiliki dari setiap daerah
tersebut.
Sedangkan menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
Nomer 78 Tahun 2014, definisi dari daerah tertinggal adalah daerah
kabupaten yang wilayah serta masyarakatnya kurang berkembang
dibandingkan dengan daerah lain dalam skala nasional. Definisi
daerah tertinggal menurut Peraturan Pemerintah RI Nomer 78 Tahun
2014 memiliki kesamaan dengan definisi dari daerah tertinggal yang
sudah dibahas di paragraf sebelumnya, yaitu daerah yang
masyarakatnya
kurang
berkembang.
Berdasarkan
Peraturan
Pemerintah RI Nomer 78 Tahun 2014, daerah tertinggal memiliki
lingkup administrasi berupa kabupaten sehingga jika membicarakan
daerah tertinggal maka yang dimaksud adalah kabupaten tertinggal.
2.1.1. Definisi dan Kriteria Daerah Tertinggal
Penentuan kriteria daerah tertinggal pada prinsipnya haruslah
berorientasi pada kondisi sosial ekonomi dari masyarakat yang
berada di daerah tersebut. Hal ini merupakan indikasi dari dampak
suatu proses pembangunan. Namun, dalam praktiknya penentuan
Buku Data dan Informasi Pelayanan Dasar Publik Daerah Tertinggal
9
kriteria daerah tertinggal di Indonesia sangat dibatasi oleh
ketersediaan data sekunder yang ada. Saat ini data yang digunakan
adalah data Potensi Desa (PODES), data Survei Sosial Ekonomi
Nasional (Susenas) dan data Keuangan Daerah.
Dalam menentukan kriteria utama daerah tertinggal, digunakan
indikator ketertinggalan masyarakat baik ekonomi maupun sosial.
Kriteria ketertinggalan dalam bidang ekonomi diindikasikan dari
persentase penduduk miskin dan kedalaman kemiskinan pada
daerah tersebut. Sedangkan kriteria ketertinggalan dalam bidang
sosial diindikasikan dari kondisi kesehatan, pendidikan, dan
ketenagakerjaan.
Gambaran tersebut di atas tentunya belum sepenuhnya
menunjukkan penyebab ketertinggalan dari suatu daerah, sehingga
diperlukan indikator lain yang bisa membantu menggambarkan
kondisi fisik penyebab ketertinggalan yaitu kondisi infrastruktur seperti
jalan, penggunaan listrik, telepon, perbankan, maupun pasar.
Kurangnya infrastruktur yang merupakan faktor yang sangat penting
dalam masalah pembangunan tentu saja sangat berpengaruh
terhadap pembangunan daerah tersebut, sehingga faktor ini dapat
dikatakan sebagai kriteria dasar suatu ketertinggalan.
Kriteria lainnya yang juga dapat memberi gambaran terhadap
ketertinggalan suatu daerah adalah proses pembangunan itu sendiri
yang digambarkan dari jumlah dana yang dapat digunakan untuk
pembangunan, efisiensi pengunaannya, serta faktor-faktor lain yang
dapat menghambat proses pembangunan seperti seringnya terjadi
bencana alam atau konflik sosial. indikasi proses pembangunan ini
sangat sulit digambarkan dari data sekunder yang tersedia karena
banyak yang bersifat kualitatif. Namun, indikator yang dapat
Buku Data dan Informasi Pelayanan Dasar Publik Daerah Tertinggal
10
menggambarkan proses tersebut tetap diperlukan, dan data yang ada
berupa kemampuan keuangan daerah, aksesibilitas pelayanan
pemerintahan serta karakteristik daerah yang dapat menggambarkan
hambatan yang mungkin terjadi.
Dengan demikian, penetapan kriteria daerah tertinggal
selanjutnya
dilakukan
dengan
menggunakan
pendekatan
berdasarkan pada perhitungan enam kriteria dasar dalam Keputusan
Menteri Pembangunan Daerah Tertinggal Nomer 1 Tahun 2005, yaitu
perekonomian masyarakat, sumber daya manusia, sarana dan
prasarana (infrastruktur), kapasitas daerah, aksesibilitas, dan
karakteristik daerah. Secara rinci kriteria dan sub kriteria yang
digunakan dalam penetapan daerah tertinggal dapat dilihat pada
tabel 1 berikut.
Tabel 2.1.
Kriteria dan Sub Kriteria Penetapan Daerah Tertinggal
No Kriteria Utama Sub Kriteria
1 Perekonomian Persentase Penduduk Miskin
Pengeluaran Konsumsi Perkapita Penduduk
2 Sumber Daya Manusia Angka Harapan Hidup
Rata-Rata Lama Sekolah Angka Melek Huruf
3 Infrastruktur Persentase Jenis Permukaan Jalan Utama Aspal/Beton
Persentase Jenis Permukaan Jalan Utama Diperkeras Persentase Jenis Permukaan Jalan Utama Tanah Persentase Jenis Permukaan Jalan Utama Lainnya Persentase Rumah Tangga Pengguna Telepon Persentase Rumah Tangga Pengguna Listrik Persentase Rumah Tangga Pengguna Air Bersih Persentase Desa yang Mempunyai Pasar Jumlah Sarana Kesehatan
Jumlah Dokter
Jumlah Sarana Pendidikan
Buku Data dan Informasi Pelayanan Dasar Publik Daerah Tertinggal
11
No Kriteria Utama Sub Kriteria5 Aksesibilitas Rata-Rata Jarak Dari Kantor Desa ke Kantor Kabupaten
Rata-Rata Jarak Menuju Pelayanan Kesehatan Rata-Rata Jarak Menuju Pelayanan Pendidikan
6 Karakteristik Daerah Persentase Desa Rawan Gempa Bumi
Persentase Desa Rawan Longsor Persentase Desa Rawan Banjir
Persentase Desa Rawan Bencana Lainnya Persentase Desa di Kawasan Hutan Lindung Persentase Desa Berlahan Kritis
Persentase Desa Rawan Konflik
Sumber : KEPMEN PDT No. 1 Tahun 2005
2.1.2. Daftar 122 Daerah Tertinggal
Pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional
(RPJMN) 2015-2019 yang diatur pada Peraturan Presiden Republik
Indonesia Nomor 2 Tahun 2015, ditetapkan terhadap 122 kabupaten
tertinggal yang harus ditangani. Penetapan ini merupakan hasil
perhitungan bahwa pada periode RPJMN 2010-2014 ditangani
sebanyak 183 kabupaten tertinggal, melalui upaya percepatan dapat
terentaskan sebanyak 70 kabupaten tertinggal, namun pada tahun
2013 terdapat 9 Daerah Otonom Baru (DOB) pemekaran yang masuk
dalam daftar daerah tertinggal, sehingga secara keseluruhan menjadi
122 kabupaten tertinggal. Jumlah kabupaten tertinggal di Kawasan
Timur Indonesia (KTI) mencapai 103 kabupaten atau 84,42 persen
dari total 122 kabupaten tertinggal, sedangkan sisanya sebanyak 19
kabupaten tertinggal atau 15,57 persen berada di Kawasan Barat
Indonesia (KBI). Penetapan kabupaten tertinggal ini diperkuat dengan
Peraturan Presiden No. 131 Tahun 2015 tentang Penetapan Daerah
Tertinggal Tahun 2015 - 2019. Secara rinci sebaran daerah tertinggal
di Indonesia dapat dilihat pada tabel 2 berikut.
Buku Data dan Informasi Pelayanan Dasar Publik Daerah Tertinggal
12
Tabel 2.2.
Daftar 122 Kabupaten Tertinggal
No Kabupaten Provinsi
1 Aceh Singkil Aceh
2 Nias Sumatera Utara
3 Nias Barat Sumatera Utara
4 Nias Utara Sumatera Utara
5 Nias Selatan Sumatera Utara
6 Solok Selatan Sumatera Barat
7 Pasaman Barat Sumatera Barat
8 Kepulauan Mentawai Sumatera Barat
9 Seluma Bengkulu
10 Musi Rawas Sumatera Selatan
11 Musi Rawas Utara Sumatera Selatan
12 Lampung Barat Lampung
13 Pesisir Barat Lampung
14 Pandeglang Banten
15 Lebak Banten
16 Bondowoso Jawa Timur
17 Bangkalan Jawa Timur
18 Situbondo Jawa Timur
19 Sampang Jawa Timur
20 Bengkayang Kalimantan Barat
21 Kapuas Hulu Kalimantan Barat
22 Melawi Kalimantan Barat
23 Sambas Kalimantan Barat
24 Kayong Utara Kalimantan Barat
25 Sintang Kalimantan Barat
26 Landak Kalimantan Barat
27 Ketapang Kalimantan Barat
28 Hulu Sungai Utara Kalimantan Selatan
29 Seruyan Kalimantan Tengah
30 Mahakam Ulu Kalimantan Timur
31 Nunukan Kalimantan Utara
32 Polewali Mandar Sulawesi Barat
33 Mamuju Tengah Sulawesi Barat
34 Jeneponto Sulawesi Selatan
35 Buol Sulawesi Tengah
Buku Data dan Informasi Pelayanan Dasar Publik Daerah Tertinggal
13
No Kabupaten Provinsi
37 Toli-Toli Sulawesi Tengah
38 Banggai Kepulauan Sulawesi Tengah
39 Tojo Una-Una Sulawesi Tengah
40 Parigi Moutong Sulawesi Tengah
41 Banggai Laut Sulawesi Tengah
42 Sigi Sulawesi Tengah
43 Morowali Utara Sulawesi Tengah
44 Bombana Sulawesi Tenggara
45 Konawe Sulawesi Tenggara
46 Konawe Kepulauan Sulawesi Tenggara
47 Pohuwato Gorontalo
48 Boalemo Gorontalo
49 Gorontalo Utara Gorontalo
50 Kepulauan Aru Maluku
51 Buru Selatan Maluku
52 Buru Maluku
53 Seram Bagian Barat Maluku
54 Maluku Tenggara Barat Maluku
55 Seram Bagian Timur Maluku
56 Maluku Barat Daya Maluku
57 Maluku Tengah Maluku
58 Halmahera Barat Maluku Utara
59 Halmahera Timur Maluku Utara
60 Halmahera Selatan Maluku Utara
61 Pulau Morotai Maluku Utara
62 Kepulauan Sula Maluku Utara
63 Pulau Taliabu Maluku Utara
64 Sumbawa Barat Nusa Tenggara Barat
65 Sumbawa Nusa Tenggara Barat
66 Dompu Nusa Tenggara Barat
67 Lombok Tengah Nusa Tenggara Barat
68 Lombok Timur Nusa Tenggara Barat
69 Bima Nusa Tenggara Barat
70 Lombok Barat Nusa Tenggara Barat
71 Lombok Utara Nusa Tenggara Barat
72 Timor Tengah Utara Nusa Tenggara Timur
Buku Data dan Informasi Pelayanan Dasar Publik Daerah Tertinggal
14
No Kabupaten Provinsi
74 Ende Nusa Tenggara Timur
75 Nagekeo Nusa Tenggara Timur
76 Kupang Nusa Tenggara Timur
77 Manggarai Nusa Tenggara Timur
78 Alor Nusa Tenggara Timur
79 Rote Ndao Nusa Tenggara Timur
80 Belu Nusa Tenggara Timur
81 Sumba Barat Nusa Tenggara Timur
82 Manggarai Barat Nusa Tenggara Timur
83 Manggarai Timur Nusa Tenggara Timur
84 Timor Tengah Selatan Nusa Tenggara Timur
85 Sumba Tengah Nusa Tenggara Timur
86 Sumba Barat Daya Nusa Tenggara Timur
87 Sumba Timur Nusa Tenggara Timur
88 Sabu Raijua Nusa Tenggara Timur
89 Malaka Nusa Tenggara Timur
90 Keerom Papua
91 Merauke Papua
92 Biak Numfor Papua
93 Kepulauan Yapen Papua
94 Sarmi Papua
95 Supiori Papua
96 Sorong Papua
97 Nabire Papua
98 Boven Digoel Papua
99 Mamberamo Raya Papua
100 Waropen Papua
101 Paniai Papua
102 Jayawijaya Papua
103 Puncak Jaya Papua
104 Dogiyai Papua
105 Mamberamo Tengah Papua
106 Yalimo Papua
107 Asmat Papua
108 Puncak Papua
109 Intan Jaya Papua
Buku Data dan Informasi Pelayanan Dasar Publik Daerah Tertinggal
15
No Kabupaten Provinsi 111 Mappi Papua 112 Nduga Papua 113 Deiyai Papua 114 Yahukimo Papua115 Pegunungan Bintang Papua
116 Tolikara Papua
117 Teluk Wondama Papua Barat
118 Sorong Selatan Papua Barat
119 Raja Ampat Papua Barat
120 Maybrat Papua Barat
121 Teluk Bintuni Papua Barat
122 Tambrauw Papua Barat
Sumber : Peraturan Presiden Nomor 131 Tahun 2015
2.2.
Gambaran Umum Pelayanan Dasar Publik
Negara sebagai organisasi publik, pada dasarnya dibentuk
untuk penyelenggaraan layanan masyarakat dan bukan dimaksudkan
untuk berkembang menjadi besar dan mematikan organisasi publik
lainnya. Meskipun organisasi publik memiliki ciri-ciri yang berbeda
dengan organisasi bisnis, tidak ada salahnya dalam opersionalnya
menganut paradigma yang dianut dalam organisasi bisnis, yaitu,
efisien, efektif, dan tetap menempatkan masyarakat sebagai
stakeholder
yang harus dilayani dengan sebaik-baiknya.
Pelayanan merupakan tugas utama yang hakiki dari sosok
aparatur, sebagai abdi negara dan abdi masyarakat. Tugas ini telah
jelas digariskan dalam pembukaan UUD 1945 alinea keempat, yang
meliputi 4 (empat) aspek pelayanan pokok aparatur terhadap
masyarakat, yaitu melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh
tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum,
mencerdaskan kehidupan bangsa dan melaksanakan ketertiban
dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan
Buku Data dan Informasi Pelayanan Dasar Publik Daerah Tertinggal
16
keadilan sosial, hal tersebut diperjelas lagi dalam Keputusan Menteri
Pendayagunaan Aparatur Negara No. 63 Tahun 2003 yang
menguraikan pedoman umum penyelenggaraan pelayanan publik.
Dalam
lampiran
3
Keputusan
Menpan
No.
63/Kep/M.PAN/7/2003, paragraf I, butir c tentang Pedoman Umum
Penyelenggaraan Layanan Publik, layanan publik oleh pemerintah
dibedakan menjadi tiga sebagai berikut:
1. Kelompok
Layanan
Administratif,
yaitu
layanan
yang
menghasilkan bentuk dokumen resmi yang dibutuhkan oleh
publik,
misalnya
status
kewarganegaraan,
sertifikat
kompetensi, kepemilikan dan penguasaan terhadap suatu
barang, dan sebagainya. Dokumen-dokumen ini antara lain:
Kartu Tanda Penduduk (KTP), akte pernikahan, akte kelahiran,
keterangan kematian, Buku Pemillikan Kendaraan Bermotor
(BPKB), Surat Ijin Mengemudi (SIM), Surat Tanda Nomor
Kendaraan Bermotor (STNK), Ijin Mendirikan Bangunan (IMB),
paspor, sertifikat kepemilikan / penguasaan tanah, dan
sebagainya;
2. Kelompok Layanan Barang yaitu layanan yang menghasilkan
berbagai bentuk/jenis barang yang digunakan oleh publik,
misalnya jaringan telepon, penyediaan tenaga listrik, air bersih,
dan sebagainya;
3. Kelompok Layanan Jasa yaitu layanan yang menghasilkan
berbagai jasa yang dibutuhkan oleh publik, misalnya
pendidikan,
pemeliharaan
kesehatan,
penyelenggaraan
transportasi dan sebagainya.
Buku Data dan Informasi Pelayanan Dasar Publik Daerah Tertinggal
17
Dewasa ini kehidupan masyarakat mengalami banyak
perubahan sebagai akibat dari kemajuan yang telah dicapai dalam
proses pembangunan sebelumnya dan kemajuan yang pesat dalam
ilmu pengetahuan dan teknologi. Perubahan yang dapat dirasakan
sekarang ini adalah terjadinya perubahan pola pikir masyarakat ke
arah yang semakin kritis. Hal itu dimungkinkan, karena semakin hari
warga masyarakat semakin cerdas dan semakin memahami hak dan
kewajibannya sebagai warga. Kondisi masyarakat yang demikian
menuntut hadirnya pemerintah yang mampu memenuhi berbagai
tuntutan kebutuhan dalam segala aspek kehidupan mereka, terutama
dalam mendapatkan pelayanan yang sebaik-baiknya dari pemerintah.
Dalam kaitannya dengan hal tersebut, pemerintah modern, dengan
kata lain, pada hakekatnya adalah melayani masyarakat. Pemerintah
tidaklah diadakan untuk melayani dirinya sendiri, tetapi untuk
melayani masyarakat sehingga memungkinkan setiap anggota
masyarakat mengembangkan kemampuan dan kreativitasnya demi
mencapai kemajuan bersama.
Buku Data dan Informasi Pelayanan Dasar Publik Daerah Tertinggal
18
BAB III
PELAYANAN DASAR PUBLIK DI DAERAH TERTINGGAL
3.1.
Pelayanan Administrasi
Pembahasan pertama mengenai pelayanan dasar publik di
daerah
tertinggal
adalah
mengenai
pelayanan
administrasi.
Pelayanan
administrasi
adalah
pelayanan
oleh
aparatur
pemerintahan yang menyangkut masalah administrasi terhadap
masyarakat. Pelayanan administrasi yang dibahas di buku ini adalah
ketersediaan kantor pemerintahan dari tiap-tiap kabupaten tertinggal
di Indonesia.
Kantor pemerintahan adalah salah satu unsur penting yang
harus ada di tiap-tiap daerah. Dengan adanya kantor pemerintahan,
pemerintah dapat melakukan kontrol terhadap masyarakat di suatu
daerah. Oleh karena itu sebaiknya kantor pemerintahan berada di
dalam suatu daerah yang menjadi wilayah administrasinya. Dengan
adanya kantor pemerintahan di dalam tiap-tiap daerah akan
memudahkan pemerintah dalam melaksanakan kegiatannya.
Dalam pembahasan mengenai kantor pemerintahan di buku
data dan informasi pelayanan dasar publik di daerah tertinggal ini,
yang akan dibahas hanyalah mengenai ketersediaan kantor
desa/lurah di tiap-tiap desa dari masing-masing kabupaten tertinggal.
Data yang dipakai adalah data PODES tahun 2014 sebagai data
teraktual yang bisa diakses saat ini. Berikut ini adalah penjelasan
mengenai data pelayanan kantor pemerintahan di daerah tertinggal di
Indonesia.
Buku Data dan Informasi Pelayanan Dasar Publik Daerah Tertinggal
19
Tabel 3.1.
Jumlah Desa Ada Kantor Pemerintahan di Daerah Tertinggal
No Pulau Desa Ada Kantor
Pemerintahan Total Desa Persentase
1 Sumatera 1.016 1.814 56,01 2 Jawa 1.069 1.506 70,98 3 Kalimantan 1.918 2.223 86,28 4 Sulawesi 2.290 2.533 90,41 5 Maluku 1.190 1.688 70,50 6 Nusa Tenggara 3.707 3.800 97,55 7 Papua 3.190 5.498 58,02 Total 14.380 19.062 75,44
Sumber : Data PODES Tahun 2014
Berdasarkan tabel 3 di atas dapat diketahui bahwa dari
sejumlah 19.062 desa di kabupaten tertinggal terdapat 14.380 desa
yang sudah memiliki kantor pemerintahan dengan persentase
mencapai 75,44%. Lebih lanjut dengan melihat tabel di atas, dapat
diketahui persentase desa di kabupaten tertinggal yang memiliki
kantor pemerintahan terbesar ada di daerah tertinggal wilayah Nusa
Tenggara yaitu sebesar 97,55% dengan 3.707 desa yang sudah
memiliki kantor pemerintahan, kondisi ini menunjukkan bahwa hampir
seluruh desa tertinggal di wilayah Nusa Tenggara sudah memiliki
kantor pemerintahan. Sedangkan untuk persentase desa di
kabupaten tertinggal yang memiliki kantor pemerintahan terendah
terdapat di daerah tertinggal wilayah Sumatera yaitu sebesar 56,01%
dengan jumlah desa yang sudah memiliki kantor pemerintahan
sebesar 1.016 desa, kondisi ini menunjukkan bahwa desa di
kabupaten tertinggal yang sudah memiliki kantor pemerintahan di
daerah tertinggal wilayah Sumatera hanya sekitar separuh dari total
desa di daerah tertinggal wilayah Sumatera. Selanjutnya untuk data
jumlah desa yang memiliki kantor pemerintahan di tiap-tiap
kabupaten tertinggal di Indonesia dapat dilihat pada lampiran 1.
Buku Data dan Informasi Pelayanan Dasar Publik Daerah Tertinggal
20
3.2.
Pelayanan Barang
Pelayanan
barang
adalah
pelayanan
oleh
aparatur
Pemerintahan yang menghasilkan pelayanan berupa barang kepada
masyarakat, yang meliputi pelayanan listrik, air bersih, ekonomi,
sanitasi dan komunikasi.
3.2.1. Pelayanan Listrik
Di jaman serba digital seperti sekarang ini ketersediaan listrik
menjadi sangatlah vital sebagai sumber energi sehingga pelayanan
terhadap kebutuhan listrik menjadi salah satu pelayanan paling dasar
yang harus diterima oleh semua masyarakat. Saat ini hampir
keseluruhan informasi yang ada di dunia tersedia secara digital dan
untuk mengakses informasi tersebut dibutuhkan ketersediaan listrik
yang stabil. Dengan melihat fenomena tersebut, sangat masuk akal
jika suatu daerah yang memiliki ketersediaan listrik yang minim akan
sangat sulit untuk bisa mendapatkan informasi dan hal tersebut
mengakibatkan masyarakatnya menjadi kurang/tidak memperoleh
informasi terkini, hal ini sangat mempengaruhi kemampuan suatu
daerah untuk dapat berkembang.
Pelayanan dasar listrik dalam upaya pelayanan dasar publik di
daerah tertinggal digambarkan melalui jumlah keluarga pengguna
listrik di daerah tertinggal seperti yang tertera di tabel 4.
Buku Data dan Informasi Pelayanan Dasar Publik Daerah Tertinggal
21
Tabel 3.2.
Jumlah Keluarga Pengguna Listrik di Daerah Tertinggal
No Pulau Jumlah Keluarga Pengguna Listrik Jumlah Kabupaten Tertinggal Rata-Rata 1 Sumatera 555.852 13 42.758 2 Jawa 1.760.867 6 293.478 3 Kalimantan 722.593 12 60.216 4 Sulawesi 783.657 18 43.536 5 Maluku 327.740 14 23.410 6 Nusa Tenggara 2.014.492 26 77.480 7 Papua 384.665 33 11.657 Total 6.549.866 122 53.687
Sumber : Data PODES Tahun 2014
Berdasarkan tabel 4 di atas dapat diketahui bahwa jumlah
keluarga yang sudah menggunakan listrik di daerah tertinggal adalah
sebesar 6.549.866 keluarga dengan rata-rata mencapai 53.687
keluarga per kabupaten. Lebih lanjut dengan melihat tabel di atas
dapat diketahui rata-rata jumlah keluarga pengguna listrik terbesar
ada di daerah tertinggal wilayah Jawa yaitu sebesar 293.478 keluarga
per kabupaten. Sedangkan untuk rata-rata jumlah keluarga pengguna
listrik terendah terdapat di daerah tertinggal wilayah Papua yaitu
sebesar 11.657 keluarga per kabupaten. Selanjutnya untuk data
jumlah keluarga pengguna listrik di tiap-tiap kabupaten tertinggal di
Indonesia dapat dilihat pada lampiran 2.
3.2.2. Pelayanan Air Bersih
Air bersih adalah kebutuhan dasar untuk kehidupan manusia,
terutama untuk digunakan sebagai air minum, memasak makanan,
mencuci, mandi dan kakus. Ketersediaan sistem penyediaan air
bersih merupakan bagian yang selayaknya diprioritaskan untuk
memenuhi kebutuhan masyarakat baik di perkotaan maupun
Buku Data dan Informasi Pelayanan Dasar Publik Daerah Tertinggal
22
pedesaan, dimana hingga saat ini penyediaan air bersih oleh
pemerintah mengalami keterbatasan.
Pelayanan air bersih di perkotaan di Indonesia sampai tahun
2000 baru mencapai 39% atau 33 juta penduduk, dan di pedesaan
baru menjangkau 8% atau 9 juta penduduk, sehingga keseluruhan
baru mencapai 47% atau 42 juta penduduk Indonesia. Keadaan ini
berarti menggambarkan bahwa pelayanan air bersih belum dirasakan
merata dan dinikmati oleh sebagian besar masyarakat. Sebagian
besar masyarakat masih menggunakan air sungai, danau,
sumber-sumber air, atau hanya mengandalkan air hujan.
Pembahasan pelayanan air bersih di daerah tertinggal adalah
mengenai sumber air yang lumrah digunakan oleh penduduk kota
pada umumnya seperti PDAM dan sumur atau pompa air.
Tabel 3.3.
Jumlah Desa Dengan Pelayanan Air Bersih di Daerah Tertinggal
No Pulau Desa Dengan Pelayanan Air Bersih Total Desa Persentase
1 Sumatera 398 1.814 21,94 2 Jawa 416 1.506 27,62 3 Kalimantan 1.522 2.223 68,47 4 Sulawesi 796 2.533 31,43 5 Maluku 309 1.688 18,31 6 Nusa Tenggara 882 3.800 23,21 7 Papua 2.601 5.498 47,31 Total 6.924 19.062 36,32
Sumber : Data PODES Tahun 2014
Berdasarkan tabel 5 di atas dapat diketahui bahwa dari total
19.062 desa di kabupaten tertinggal yang ada di Indonesia, desa
yang sudah memiliki pelayanan air bersih adalah sejumlah 6.924
desa dengan persentase mencapai 36,32%. Kondisi ini menunjukkan
kalau pelayanan air bersih di daerah tertinggal di Indonesia masih
sangatlah kurang terlihat dari persentase desa yang sudah memiliki
Buku Data dan Informasi Pelayanan Dasar Publik Daerah Tertinggal
23
pelayanan air bersih yang bahkan tidak mencapai 50%. Lebih lanjut
dengan melihat tabel di atas dapat diketahui persentase desa dengan
pelayanan air bersih terbesar ada di daerah tertinggal wilayah
Kalimantan yaitu sebesar 68,47% dengan 1.522 desa yang
kebutuhan penduduknya terhadap air bersih sudah terpenuhi.
Sedangkan untuk persentase desa dengan pelayanan air bersih
terendah terdapat di daerah tertinggal wilayah Maluku yaitu sebesar
18,31% dengan jumlah desa yang sudah memiliki pelayanan air
bersih sebesar 309 desa. Data jumlah desa yang memiliki pelayanan
air bersih di tiap-tiap kabupaten tertinggal di Indonesia dapat dilihat
pada lampiran 3.
3.2.3. Pelayanan Ekonomi (Barang)
Perekonomian adalah salah satu indikator terpenting untuk
melihat apakah suatu daerah itu tergolong ke dalam daerah maju,
berkembang atau tertinggal. Profesor Amri Amir, Guru Besar Fakultas
Ekonomi Universitas Jambi menyatakan bahwa pertumbuhan
ekonomi merupakan salah satu indikator yang amat penting dalam
menilai kinerja pembangunan, terutama untuk melakukan analisis
tentang hasil pembangunan yang telah dilakukan suatu negara atau
daerah (Amri Amir,
Jurnal Pengaruh inflasi dan pertumbuhan
terhadap pengangguran di Indonesia
halaman 6-7).
Analisis pelayanan dasar ekonomi di daerah tertinggal meliputi
pelayanan dasar ekonomi yang termasuk ke dalam kelompok layanan
barang (pasar) dan yang termasuk ke dalam kelompok layanan jasa
(koperasi dan bank).
Buku Data dan Informasi Pelayanan Dasar Publik Daerah Tertinggal
24
Tabel 3.4.
Jumlah Pasar di Daerah Tertinggal
No Pulau Jumlah Pasar Jumlah Kabupaten Tertinggal Rata-Rata
1 Sumatera 702 13 54 2 Jawa 479 6 80 3 Kalimantan 518 12 43 4 Sulawesi 714 18 40 5 Maluku 250 14 18 6 Nusa Tenggara 1.300 26 50 7 Papua 1.244 33 38 Total 5.207 122 43
Sumber : Data PODES Tahun 2014
Berdasarkan tabel 6 di atas dapat diketahui bahwa terdapat
5.207 bangunan pasar di daerah tertinggal dengan rata-rata
mencapai 43 bangunan pasar per kabupaten. Lebih lanjut dengan
melihat tabel di atas dapat diketahui rata-rata jumlah pasar terbesar
ada di daerah tertinggal wilayah Jawa yaitu sebesar 80 bangunan
pasar per kabupaten. Sedangkan untuk rata-rata jumlah pasar
terendah terdapat di daerah tertinggal wilayah Maluku yaitu sebesar
17,86 bangunan pasar per kabupaten. Data jumlah pasar di tiap-tiap
kabupaten tertinggal di Indonesia dapat dilihat pada lampiran 4.
3.2.4. Pelayanan Sanitasi
Air
bersih
dan
sanitasi
merupakan sasaran
Tujuan
Pembangunan Milenium (MDG) yang ketujuh dan pada tahun 2015
diharapkan agar setengah jumlah penduduk yang tanpa akses ke air
bersih yang layak minum dan sanitasi dasar dapat berkurang. Bagi
Indonesia, ini berarti Indonesia perlu mencapai angka peningkatan
akses air bersih untuk sanitasi hingga 68,9 persen.
Karena
sanitasi
menjadi
salah
satu
sasaran
tujuan
pembangunan milenium berarti sanitasi memiliki peran penting dalam
Buku Data dan Informasi Pelayanan Dasar Publik Daerah Tertinggal
25
pembangunan suatu daerah. Sanitasi menjadi penting karena
kebersihan sangat erat hubungannya dengan kesehatan masyarakat.
Jika suatu daerah tidak memiliki kebersihan yang baik maka akan
tercipta banyak penyakit yang akan mengancam kehidupan
masyarakatnya. Dengan kondisi masyarakat yang tidak sehat seperti
itu sangat mustahil untuk tercipta sebuah kemajuan di daerah
tersebut.
Untuk data sanitasi yang menjadi bahasan adalah data
mengenai kepemilikan jamban. Berikut ini adalah penjelasan
mengenai data jumlah desa yang memiliki jamban di daerah
tertinggal.
Tabel 3.5.
Jumlah Desa Dengan Jamban di Daerah Tertinggal
No Pulau Jumlah Desa Dengan Jamban Total Desa Persentase
1 Sumatera 1.072 1.814 59,10 2 Jawa 934 1.506 62,02 3 Kalimantan 1.534 2.223 69,01 4 Sulawesi 1.731 2.533 68,34 5 Maluku 1.024 1.688 60,66 6 Nusa Tenggara 3.083 3.800 81,13 7 Papua 2.636 5.498 47,94 Total 12.014 19.062 63,03
Sumber : Data PODES Tahun 2014
Berdasarkan tabel 7 di atas dapat diketahui bahwa dari
sejumlah 19.062 desa di kabupaten tertinggal terdapat 12.014 desa
yang telah dilengkapi dengan fasilitas jamban dengan persentase
mencapai 63,03%. Kondisi ini menunjukkan kalau lebih dari setengah
total desa yang masuk ke dalam kabupaten tertinggal telah
memperhatikan masalah kebersihan terutama masalah jamban/kakus
terlihat dari persentase desa yang sudah memiliki fasilitas jamban
sebesar 63,03%. Lebih lanjut dengan melihat tabel di atas dapat
Buku Data dan Informasi Pelayanan Dasar Publik Daerah Tertinggal
26
diketahui persentase desa yang sudah terdapat fasilitas jamban
terbesar ada di daerah tertinggal wilayah Nusa Tenggara yaitu
sebesar 81,13% dengan 3.083 desa sudah memiliki jamban.
Sedangkan untuk persentase desa yang sudah terdapat fasilitas
jamban terendah terdapat di daerah tertinggal wilayah Papua yaitu
sebesar 47,94% dengan jumlah desa yang sudah memiliki jamban
sebesar 2.636 desa. Selanjutnya untuk data jumlah desa yang
memiliki jamban di tiap-tiap kabupaten tertinggal di Indonesia dapat
dilihat pada lampiran 5.
3.2.5. Pelayanan Komunikasi
Komunikasi adalah salah satu kebutuhan dasar dari manusia
sebagai makhluk sosial, karena itu sudah seharusnya pemerintah
men-
support
kebutuhan masyarakatnya untuk bisa berkomunikasi
dengan baik. Dengan adanya sarana komunikasi yang baik maka
akan tercipta suatu hubungan antar daerah yang baik dan akan
tercipta suatu kemudahan dalam petukaran informasi. Salah satu
upaya yang bisa dilakukan untuk men-
support
kebutuhan komunikasi
adalah penyediaan jaringan telepon umum dan penyediaan jaringan
sinyal karena telepon saat ini sudah menjadi salah satu kebutuhan
dasar bagi manusia untuk bisa bertukar informasi. Pelayanan dasar
komunikasi digambarkan dalam jumlah keluarga pengguna telepon
kabel seperti yang tertera pada tabel berikut.
Buku Data dan Informasi Pelayanan Dasar Publik Daerah Tertinggal
27
Tabel 3.6.
Jumlah Keluarga Pengguna Telepon Kabel di Daerah Tertinggal
No Pulau Jumlah Keluarga Pengguna Telepon Kabel
Jumlah Kabupaten Tertinggal Rata-Rata 1 Sumatera 2.180 13 168 2 Jawa 12.572 6 2.095 3 Kalimantan 12.413 12 1.034 4 Sulawesi 6.173 18 343 5 Maluku 2.982 14 213 6 Nusa Tenggara 28.353 26 1.090 7 Papua 12.172 33 369 Total 76.845 122 630
Sumber : Data PODES Tahun 2014
Berdasarkan tabel 8 di atas dapat diketahui bahwa jumlah
keluarga yang sudah menggunakan telepon kabel di daerah tertinggal
di Indonesia adalah sebesar 76.845 keluarga dengan rata-rata
mencapai 630 keluarga per kabupaten. Lebih lanjut dengan melihat
tabel di atas dapat diketahui rata-rata jumlah keluarga pengguna
telepon terbesar ada di daerah tertinggal wilayah Jawa yaitu sebesar
2.095 keluarga per kabupaten. Sedangkan untuk rata-rata jumlah
keluarga pengguna telepon terendah terdapat di daerah tertinggal
wilayah Sumatera yaitu sebesar 168 keluarga per kabupaten.
Selanjutnya untuk data jumlah keluarga pengguna telepon di tiap-tiap
kabupaten tertinggal di Indonesia dapat dilihat pada lampiran 6.
3.3.
Pelayanan Jasa
Pembahasan mengenai pelayanan jasa yang ada di daerah
tertinggal meliputi pelayanan pendidikan, kesehatan, ekonomi,
transportasi dan keamanan.
Buku Data dan Informasi Pelayanan Dasar Publik Daerah Tertinggal
28
3.3.1. Pelayanan Pendidikan
Pendidikan merupakan salah satu hal dasar yang diperlukan
bagi tiap-tiap manusia untuk mengembangkan dirinya. Pendidikan
juga dibutuhkan untuk membentuk Sumber Daya Manusia yang
berkualitas. Untuk membangun suatu daerah sehingga bisa menjadi
daerah yang maju, SDM yang berkualitas sangatlah diperlukan, maka
dari itu pendidikan menjadi salah satu hal yang sangat krusial dalam
usaha mengembangkan suatu daerah. Dalam upaya untuk
meningkatkan kualitas pendidikan di suatu daerah, data dan informasi
mengenai fasilitas pendidikan sangatlah dibutuhkan karena hal
tersebut bisa menjadi acuan untuk menganalisis kondisi dari
pelayanan pendidikan yang ada di suatu daerah.
Data mengenai fasilitas pendidikan yang dibutuhkan dalam
upaya penilaian kualitas pendidikan di suatu daerah adalah data
jumlah SD, SMP dan SMA, karena program dari pemerintah adalah
wajib belajar 12 tahun yang termasuk kegiatan belajar SD, SMP dan
SMA.
Tabel 3.7.
Jumlah Fasilitas Pendidikan di Daerah Tertinggal
No Pulau Jumlah Fasilitas Pendidikan Jumlah Kabupaten Tertinggal Rata-Rata 1 Sumatera 3.519 13 271 2 Jawa 7.574 6 1.262 3 Kalimantan 4.777 12 398 4 Sulawesi 5.655 18 314 5 Maluku 3.613 14 258 6 Nusa Tenggara 12.147 26 467 7 Papua 3.534 33 107 Total 40.819 122 334
Buku Data dan Informasi Pelayanan Dasar Publik Daerah Tertinggal
29
Berdasarkan tabel 9 di atas dapat diketahui bahwa jumlah
fasilitas pendidikan yang ada di daerah tertinggal adalah sebesar
40.819 bangunan yang terdiri dari SD, SMP dan SMA, dengan
rata-rata mencapai 334 bangunan per kabupaten. Lebih lanjut dengan
melihat tabel di atas dapat diketahui rata-rata jumlah fasilitas
pendidikan terbesar ada di daerah tertinggal wilayah Jawa yaitu
sebesar 1.262 bangunan per kabupaten. Sedangkan untuk rata-rata
jumlah fasilitas pendidikan terendah terdapat di daerah tertinggal
wilayah Papua yaitu sebesar 107 bangunan per kabupaten.
Selanjutnya untuk data jumlah fasilitas pendidikan di tiap-tiap
kabupaten tertinggal di Indonesia dapat dilihat pada lampiran 7, 8 dan
lampiran 9.
3.3.2. Pelayanan Kesehatan
Tujuan Nasional Bangsa Indonesia sebagaimana yang
tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 adalah melindungi segenap
Bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk
memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa,
dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan
kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Untuk
mencapai tujuan Nasional tersebut diselenggarakanlah program
pembangunan nasional secara menyeluruh dan berkesinambungan
serta tersedianya sumber daya manusia yang tangguh, madiri serta
berkualitas.
Pembangunan kesehatan di Indonesia selama beberapa
dekade yang lalu harus diakui relatif berhasil, terutama pembangunan
infrastruktur pelayanan kesehatan yang telah menyentuh sebagian
besar wilayah kecamatan dan pedesaan. Namun keberhasilan yang
Buku Data dan Informasi Pelayanan Dasar Publik Daerah Tertinggal
30
sudah dicapai belum dapat menuntaskan problem kesehatan
masyarakat secara menyeluruh, bahkan sebaliknya tantangan sektor
kesehatan cenderung semakin meningkat.
Dalam konteks internal, perubahan dan tantangan strategis
yang terjadi adalah munculnya krisis moneter pada tahun 1997 yang
kemudian berkembang menjadi krisis multi-dimensi meliputi krisis
politik, ekonomi, sosial, budaya dan keamanan yang mengarah pada
disintegrasi bangsa. Berbagai kondisi tersebut berdampak luas
terhadap
perikehidupan
masyarakat
dalam
berbangsa
dan
bernegara, diantaranya meningkatnya pengangguran dan jumlah
penduduk miskin, menurunnya derajat kesehatan penduduk yang
pada gilirannya berpengaruh terhadap mutu sumberdaya manusia
Indonesia.
Data mengenai fasilitas kesehatan yang akan dibahas adalah
data jumlah fasilitas rumah sakit dan puskesmas seperti yang tertera
pada tabel berikut.
Tabel 3.8.
Jumlah Fasilitas Kesehatan di Daerah Tertinggal
No Pulau Jumlah Fasilitas Kesehatan Jumlah Kabupaten Tertinggal Rata-Rata 1 Sumatera 226 13 17 2 Jawa 197 6 33 3 Kalimantan 250 12 21 4 Sulawesi 286 18 16 5 Maluku 252 14 18 6 Nusa Tenggara 582 26 22 7 Papua 510 33 15 Total 2.303 122 19
Sumber : Data PODES Tahun 2014
Berdasarkan tabel 10 di atas dapat diketahui bahwa jumlah
fasilitas kesehatan yang ada di daerah tertinggal adalah sebesar
Buku Data dan Informasi Pelayanan Dasar Publik Daerah Tertinggal
31
2.303 bangunan yang terdiri dari rumah sakit dan puskesmas,
dengan rata-rata mencapai 19 bangunan per kabupaten. Lebih lanjut
dengan melihat tabel di atas dapat diketahui rata-rata jumlah fasilitas
kesehatan terbesar ada di daerah tertinggal wilayah Jawa yaitu
sebesar 33 bangunan per kabupaten. Sedangkan untuk rata-rata
jumlah fasilitas kesehatan terendah terdapat di daerah tertinggal
wilayah Papua yaitu sebesar 15 bangunan per kabupaten. Data
jumlah fasilitas kesehatan di tiap-tiap kabupaten tertinggal di
Indonesia dapat dilihat pada lampiran 10 dan 11.
3.3.3. Pelayanan Ekonomi (Jasa)
Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator yang
amat penting dalam menilai kinerja pembangunan. Dalam pelayanan
di bidang ekonomi terbagi menjadi 2 yaitu pelayanan jasa dan
barang. Dalam konteks pelayanan barang, pelayanan ekonomi dapat
berupa tersedianya fasilitas pasar sedangkan dalam konteks
pelayanan jasa, pelayanan ekonomi dapat berupa tersedianya
fasilitas bank dan koperasi.
Fasilitas pelayanan ekonomi (jasa) yang akan dibahas meliputi
jumlah fasilitas bank dan koperasi. Berikut ini adalah penjelasan
mengenai data jumlah fasilitas pelayanan ekonomi dalam konteks
pelayanan jasa di daerah tertinggal.
Buku Data dan Informasi Pelayanan Dasar Publik Daerah Tertinggal
32
Tabel 3.9.
Jumlah Fasilitas Ekonomi di Daerah Tertinggal
No Pulau Jumlah Fasilitas Ekonomi Jumlah Kabupaten Tertinggal Rata-Rata 1 Sumatera 852 13 66 2 Jawa 709 6 118 3 Kalimantan 897 12 75 4 Sulawesi 842 18 47 5 Maluku 423 14 30 6 Nusa Tenggara 2.079 26 80 7 Papua 554 33 17 Total 6.356 122 52
Sumber : Data PODES Tahun 2014
Berdasarkan tabel 11 di atas dapat diketahui bahwa jumlah
fasilitas ekonomi yang ada di daerah tertinggal adalah sebesar 6.356
bangunan yang terdiri dari bank dan koperasi, dengan rata-rata
mencapai 52 bangunan per kabupaten. Lebih lanjut dengan melihat
tabel di atas dapat diketahui rata-rata jumlah fasilitas ekonomi
terbesar ada di daerah tertinggal wilayah Jawa yaitu sebesar 118
bangunan per kabupaten. Sedangkan untuk rata-rata jumlah fasilitas
ekonomi terendah terdapat di daerah tertinggal wilayah Papua yaitu
sebesar 17 bangunan per kabupaten. Selanjutnya untuk data jumlah
fasilitas ekonomi dalam konteks pelayanan jasa di tiap-tiap kabupaten
tertinggal di Indonesia dapat dilihat pada lampiran 12 dan 13.
3.3.4. Pelayanan Transportasi
Kemajuan transportasi akan membawa peningkatan mobilitas
manusia, mobilitas faktor-faktor produksi dan mobilitas hasil olahan
yang dipasarkan. Makin tinggi mobilitas yang dilakukan, maka
semakin cepat gerakan distribusi serta lebih singkat waktu yang
diperlukan dalam mengolah bahan dan memindahkannya dari tempat
dimana bahan tersebut yang semula kurang bermanfaat ke lokasi
Buku Data dan Informasi Pelayanan Dasar Publik Daerah Tertinggal
33
yang
manfaatnya
lebih
besar.
Dalam
upaya
peningkatan
produktivitas, transportasi merupakan motor utama penggerak
kemajuan ekonomi. Ekonomi yang berkembang akan ditunjukkan
oleh adanya mobilitas yang tinggi, dengan ditunjang transportasi yang
memadai dan lancar.
Seperti halnya negara-negara maju, mereka memiliki
transportasi yang mendukung dalam setiap aktivitas yang mereka
lakukan. Dengan transportasi yang baik, akan memudahkan
terjadinya interaksi antara penduduk di suatu daerah dengan daerah
lainnya. Transportasi dan perkembangan wilayah merupakan hal
yang sangat erat hubungannya. Dikarenakan dalam pengembangan
wilayah haruslah memiliki transportasi yang mendukung. Prasarana
transportasi sangatlah berperan sebagai salah satu alat bantu untuk
mengarahkan pembangunan dan sebagai prasarana bagi pergerakan
manusia dan atau barang akibat adanya kegiatan ekonomi di daerah
tersebut.
Data transportasi yang dibahas adalah jumlah desa yang
memiliki layanan angkutan umum. Berikut ini adalah penjelasan
mengenai data jumlah desa yang memiliki layanan angkutan umum di
daerah tertinggal.
Buku Data dan Informasi Pelayanan Dasar Publik Daerah Tertinggal
34
Tabel 3.10.
Jumlah Desa Dengan Layanan Angkutan di Daerah Tertinggal
No Pulau Jumlah Desa Dengan Angkutan Total Desa Persentase
1 Sumatera 946 1.814 52,15 2 Jawa 1.137 1.506 75,50 3 Kalimantan 921 2.223 41,43 4 Sulawesi 2.177 2.533 85,95 5 Maluku 1.259 1.688 74,59 6 Nusa Tenggara 3.360 3.800 88,42 7 Papua 1.728 5.498 31,43 Total 11.528 19.062 60,48
Sumber : Data PODES Tahun 2014
Berdasarkan tabel 12 di atas dapat diketahui bahwa dari
sejumlah 19.062 desa di kabupaten tertinggal terdapat 11.528 desa
yang telah dilengkapi dengan pelayanan angkutan umum dengan
persentase mencapai 60,48%. Kondisi ini menunjukkan jika lebih dari
setengah total desa yang termasuk dalam kategori kabupaten
tertinggal telah memperhatikan masalah transportasi umum. Lebih
lanjut dengan melihat tabel di atas dapat diketahui persentase desa
yang sudah dilengkapi dengan pelayanan angkutan umum terbesar
ada di daerah tertinggal wilayah Nusa Tenggara yaitu sebesar
88,42% dengan 3.360 desa yang sudah dilengkapi dengan pelayanan
angkutan umum. Sedangkan untuk persentase desa yang sudah
dilengkapi dengan pelayanan angkutan umum terendah terdapat di
daerah tertinggal wilayah Papua yaitu sebesar 31,43% dengan
jumlah desa yang sudah dilengkapi dengan pelayanan angkutan
umum sebesar 1.728 desa. Selanjutnya untuk data jumlah desa yang
sudah dilengkapi dengan pelayanan angkutan umum di tiap-tiap
kabupaten tertinggal di Indonesia dapat dilihat pada lampiran 14.
Buku Data dan Informasi Pelayanan Dasar Publik Daerah Tertinggal
35
3.3.5. Pelayanan Keamanan
Salah satu faktor suatu daerah dianggap sebagai daerah
tertinggal karena daerah tersebut termasuk daerah rawan konflik. Jika
suatu daerah mengalami rawan konflik hal yang harus ditingkatkan di
daerah tersebut adalah faktor keamanan. Peningkatan faktor
keamanan bisa dilakukan dengan penambahan personel/aparat
keamanan dan penambahan pos keamanan. Maka dari itu, untuk
dapat membangun suatu daerah tertinggal sangat penting untuk
sebelumnya menganalisis terlebih dahulu kondisi keamanan dari
daerah tersebut.
Pelayanan dasar keamanan yang dibahas adalah jumlah desa
yang sudah dilengkapi dengan pos keamanan. Berikut ini adalah
penjelasan mengenai data jumlah desa yang sudah dilengkapi
dengan pos keamanan di daerah tertinggal.
Tabel 3.11.
Jumlah Desa Dengan Pos Keamanan di Daerah Tertinggal
No Pulau Jumlah Desa Dengan Pos Keamanan Total Desa Persentase
1 Sumatera 123 1.814 6,78 2 Jawa 139 1.506 9,23 3 Kalimantan 238 2.223 10,71 4 Sulawesi 224 2.533 8,84 5 Maluku 154 1.688 9,12 6 Nusa Tenggara 405 3.800 10,66 7 Papua 291 5.498 5,29 Total 1.574 19.062 8,26
Sumber : Data PODES Tahun 2014
Berdasarkan tabel 13 di atas dapat diketahui bahwa dari
sejumlah 19.062 desa di kabupaten tertinggal di Indonesia terdapat
1.574 desa yang telah dilengkapi dengan pos keamanan dengan
persentase mencapai 8,26%. Kondisi ini menunjukkan bahwa
Buku Data dan Informasi Pelayanan Dasar Publik Daerah Tertinggal
36
masalah keamanan di daerah tertinggal belum ditangani dengan baik.
Lebih lanjut dengan melihat tabel di atas dapat diketahui bahwa
persentase desa yang sudah dilengkapi dengan pos keamanan
terbesar ada di daerah tertinggal wilayah Kalimantan yaitu sebesar
10,71% dengan 238 desa sudah dilengkapi dengan pos keamanan.
Sedangkan untuk persentase desa yang sudah dilengkapi dengan
pos keamanan terendah terdapat di daerah tertinggal wilayah Papua
yaitu sebesar 5,29% dengan jumlah desa yang sudah dilengkapi
dengan pos kemanan sebesar 291 desa. Data jumlah desa yang
sudah dilengkapi dengan pos keamanan di tiap-tiap kabupaten
tertinggal di Indonesia dapat dilihat pada lampiran 15.
Buku Data dan Informasi Pelayanan Dasar Publik Daerah Tertinggal