• Tidak ada hasil yang ditemukan

FAKTOR PENYEBAB MASYARAKAT MEMBELI PAKAIAN BEKAS DI KOTA BUKITTINGGI ARTIKEL

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "FAKTOR PENYEBAB MASYARAKAT MEMBELI PAKAIAN BEKAS DI KOTA BUKITTINGGI ARTIKEL"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

FAKTOR PENYEBAB MASYARAKAT MEMBELI PAKAIAN BEKAS DI KOTA

BUKITTINGGI

ARTIKEL

FITRI YULIA

NPM: 12070193

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SOSIOLOGI

SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

STKIP PGRI SUMATERA BARAT

PADANG

2016

(2)
(3)

i

Causes People Buying Used Clothing in Bukittinggi, Agam Regency, West Sumatra

FitriYulia1Yuhelna, MA2Irwan, S.Pd.,M.Si3 Sociology of Education Studies Program

STKIP PGRI West Sumatra

ABSTRACT

Today the development of lifestyle dressing modern supported one example of fashions that most will cheat on the style of his friends fashionable dress, coupled with popping shopping areas that are mushrooming like Mall, Alfamart, Yomart, Indomart, IVO, distributions, Boutiques, and other. Furthermore, the ad also has an important role in the formation of a person's style of dress, in this modern age people's lives are often fickle and no one can control it. Such society is forced into a post-modern, accompanied by the development and changes that occur in society as a result of excessive consumption. The needs of modern society very vulnerable to the changing times and is strongly associated with symbols present. But the phenomenon of the resale market in Bukittinggi people prefer buying used clothes instead of buying new clothes to consume. So that the formulation of the problem in this study is what factors cause people to buy second-hand clothing in the city of Bukittinggi. The purpose of this study was to describe the factors that cause people to buy second-hand clothing in the city of Bukittinggi. The theory used is the theory described by Herbert Blumer namely Symbolic interactionism.

This study uses a qualitative method with descriptive type. Data collection is done by observation, interview and document study. Informants in this study of 43 people. Informant selection technique by purposive sampling. The unit of analysis in this study is in the form of an individual. Data analysis performed in this study using interactive developed by Milles and Huberman.

The results showed that the factors causing people to buy used clothes in Bukittinggi because(a)eating as a lifestyle (b)consume as identity (c)taking as fashion(d)taking as a pastime (e)taking as an economic factor.

Keywords: Used Clothing Bukittinggi, Student, Second Boutique

1

Student of Sociology Education STKIP PGRI western Sumatra force in 2012

2 Mentor and Lecturer STKIP PGRI Western Sumatra

(4)

Faktor Penyebab Masyarakat Membeli Pakaian Bekas Di Kota Bukittinggi, Kabupaten Agam, Sumatera Barat

Fitri Yulia1 Yuhelna, MA2 Irwan, S.Pd., M.Si3 Program Studi Pendidikan Sosiologi

STKIP PGRI Sumatera Barat

ABSTRAK

Dewasa ini perkembangan gaya hidup berpakaian modern didukung salah satu contoh model pakaian yaitu kebanyakan akan mencontek gaya teman-temannya yang berpakaian modis, ditambah lagi dengan bermunculan tempat perbelanjaan yang semakin menjamur seperti Mall, Alfamart, Yomart, Indomart, IVO, Distro, Butik, dan yang lainnya. Selanjutnyaiklanjugamemilikiperananpentingdalampembentukangaya berpakaian seseorang, pada zaman yang modern ini kehidupan masyarakat seringkali berubah-ubah tanpa ada yang bisa mengontrolnya. Masyarakat seperti dipaksa menuju post-modern yang diiringi dengan perkembangan dan perubahan yang terjadi dalam masyarakat akibat dari konsumsi yang berlebihan. Kebutuhan masyarakat modern sangat rentang dengan perubahan zaman dan sangat terkait dengan simbol-simbol kekinian. Namun fenomena adanya pasar seken di Kota Bukittinggi masyarakat lebih memilih membeli pakaian bekas ketimbang membeli pakaian baru dalam berkonsumsi. Sehingga yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah apa faktor penyebab masyarakat membeli pakaian bekas di Kota Bukittinggi. Tujuan dari dilakukannya penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan faktor penyebab masyarakat membeli pakaian bekas di Kota Bukittinggi. Adapun teori yang digunakan adalah teori yang dijelaskan oleh Herbert Blumer yaitu Interaksionisme Simbolik.

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan tipe penelitian deskriptif. Pengumpulan data yang dilakukan dengan observasi, wawancara mendalam, dan studi dokumen. Informan dalam penelitian ini berjumlah 43 orang. Teknik pemilihan informan dilakukan dengan cara purposive sampling. Unit analisisnya dalam penelitian ini adalah berupa individu. Analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini menggunakan interaktif yang dikembangkan oleh Milles dan Huberman.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor penyebab masyarakat membeli pakaian bekas di Kota Bukittinggi karena (a) mengonsumsi sebagai gaya hidup (b) mengonsumsi sebagai identitas diri (c) mengonsumsi sebagaifashion (d) mengonsumsi sebagai mengisi waktu luang (e) mengonsumsi sebagai faktor ekonomi.

Kata Kunci: Pakaian Bekas Bukittinggi, Mahasiswa, Butik Second

1 Mahasiswa Program Studi Pendidikan Sosiologi

STKIP PGRI

Sumatera Barat angkatan 2012

2

Pembimbing I dan Dosen STKIP PGRI Sumatera Barat

(5)

PENDAHULUAN

Sekarang ini gaya subkultur generasi muda mulai dari the teddy boys dan the mods, the skins

dan punks, hingga hip hop yang menarik perhatian mencolok diinterpretasikan sebagai terobosan simbolis terhadap dominasi usia muda. Pakaian gaya subkultur masa lalu digali dan dikombinasi ulang dalam berbagai mode yang tidak ada habisnya. Perubahan mode bisa saja dikendalikan secara sadar oleh perusahaan industri pakaian, tetapi hanya sampai pada batas-batas tertentu karena bukti-bukti menunjukkan bahwa para konsumen tidak akan menerima secara pasif segala sesuatu yang dicap sebagai mode terakhir. Penyebaran mode terjadi karena orang-orang yang ingin mengikuti mode terakhir, melengkapi koleksi mereka dengan berbagai macam model yang saling bersaing (Lury, 1998: 113).

Perkembangan budaya konsumen telah

mempengaruhi cara-cara masyarakat

mengekspresikan estetika dan gaya hidup, dalam masyarakat konsumen, terjadi perubahan mendasar berkaitan dengan cara-cara orang mengespresikan diri dalam gaya hidupnya. Gaya hidup telah menjadi ciri dalam dunia modern, sehingga masyarakat modern akan menggunakan gaya hidup untuk menggambarkan tindakannya sendiri dan orang lain (Chaney, 2009: 97).

Gaya hidupseseorangbisa

kitalihatdaricaraberpakaian, carakerja, konsumsi,

tempat-tempat yang sering merekakunjungi,

sertapilihanbacaan. Gaya

hiduptidakterciptadengansendirinyakarenagayahidu p merupakan hasil dari interaksi sosial seseorang

dengan lingkungannya.

Selanjutnyaiklanjugamemilikiperananpentingdalam pembentukangayahidupseseorang.

Denganadanyaiklanseseorangberkeinginanuntukme njadi orang tertentu. Hal ini menurut Chambers (1987) dipandang telah didominasi oleh dunia periklanan contohnya dalam busana dan tubuh merupakan ketentuan-ketentuan yang diambil dari sisi kehidupan (Featherstone, 2001: 239).

Pada zaman yang modern ini kehidupan masyarakat seringkali berubah-ubah tanpa ada yang bisa mengontrolnya. Masyarakat seperti dipaksa

menuju post-modern yang diiringi dengan

perkembangan dan perubahan yang terjadi dalam masyarakat akibat dari konsumsi yang berlebihan. Salah satu perubahan sosial dalam kemajuan belakangan ini adalah berbagai gaya hidup berpakaian. Gaya hidup dalam berpakaian telah menjadi bagian dari kehidupan sosial di masyarakat modern sebagai fungsi dari diferensiasi sosial. Melalui gaya hidup, para konsumen dianggap membawa kesadaran atau kepekaan yang lebih tinggi terhadap proses konsumsi. Melalui pemilihan barang-barang seperti pakaian, rumah, mobil, liburan, makanan dan minuman merupakan cara

selera yang ditunjukkan oleh kelompok (Lury, 1998: 113).

Dengan berbagai gaya yang berbeda dan merek pakaian serta barang yang sesuai dengan perkembangan mode merupakan subjek perubahan

dalam imitasi, sebagai salah satu

mengklasifikasikan seseorang (Featherstone, 2001: 45).Salah satu contohnya model pakaian dewasa ini yaitu kebanyakan akan mencontek gaya teman-temannya yang berpakaian modis, ditambah lagi dengan bermunculan tempat perbelanjaan yang semakin menjamur seperti Mall, Alfamart, Yomart, Indomart, IVO, Distro, Butik, Cafe, dan yang

lainnya. Hal demikian itu tentunya ingin

mengkonsumsi pakaian yang terbaru dan

berkualitas termahal agar terlihat style yang

berbeda dari yang lain sehingga orang

menanggapinya tidak ketinggalan zaman atau disebut masyarakat yang up to date.

Dari hasil observasi fenomena masyarakat di Kota Bukittinggi lebih berburu membeli pakaian bekas sebagai gaya hidup berpakaian dalam berkonsumsi. Berdasarkan fenomena tersebut maka peneliti tertarik untuk mencari apa sebenarnya penyebab masyarakat mengkonsumsi pakaian bekas. Pakaian bekas di Kota Bukittinggi ini dikenal dengan istilah “Butik Second”. Pakaian bekas ini berasal dari luar negeri yaitu seperti negara Malaysia, Korea, Australia, Eropa, Jerman, Jepang, Singapura, Amerika, Thailand, dan Afrika. Pakaian bekas ini di pasarkan ke wilayah Medan, Pekanbaru dan Bukittinggi. Pakaian bekas ini dikemas dalam karung kemudian dipisahkan sesuai jenis pakaian, pakaian bekas disini merupakan pakaian yang telah dikonsumsi oleh masyarakat luar negeri kemudian dijual belikan. Pakaian bekas juga disebut barang loakan dan “rombengan” oleh masyarakat Kota Bukittinggi sekitarnya.

Berdasarkan data dari Dinas Pengelolaan Pasar Bukittinggi bahwa jumlah pedagang semua barang bekas 150 toko barang bekas dan mempunyai satu karyawan setiap toko, mulai dari pakaian, sepatu, tas, dan topi. Di sini peneliti lebih memusatkan perhatian pada pakaian bekas karena pakaian bekas suatu hal yang tidak lumrah diminati oleh masyarakat padahal terdapat banyak pusat perbelanjaan yang semakin menjamur dan modern, selain itu toko pakaian bekas lebih banyak dibanding toko barang bekas yang lainnya yaitu berkisar 102 toko untuk pakaian bekas saja. Berangkat dari fenomena tersebut maka peneliti tertarik untuk mengangkat penelitian yang berjudul Faktor Penyebab Masyarakat Membeli Pakaian Bekas Di Kota Bukittinggi.

Rumusan masalah dalam penelitian inii adalah apa faktor penyebab masyarakat membeli pakaian bekas di Kota Bukittinggi. Tujuan dari

dilakukannya penelitian ini adalah untuk

(6)

membeli pakaian bekas di Kota Bukittinggi. Adapun teori yang digunakan adalah teori yang

dijelaskan oleh Herbert Blumer yaitu

Interaksionisme Simbolik.

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan sejak bulan Mai s/d Juli 2016. Tempat di Pasar Seken Bukittinggi Kabupaten Agam. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan tipe deskriptif. Karena permasalah yang dibahas peneliti ini digunakan pada masalah kemasyarakatan dengan maksud memahami sifat dan maknanya bagi perseorangan yang terlibat didalamnya. Sejalan dengan itu menurut Bogdan dan Taylor (1975) yang dikutip oleh Moleong (2007: 4) mengemukakan bahwa metodologi kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati. Adapun tujuan peneliti adalah menggambarkan fenomena yang terjadi secara langsung untuk mendapatkan data yang akurat sehingga penulis dapat mendeskripsikan dan melihat masalah dengan meneliti secara rinci, yang mana penelitian ini memberikan gambaran lengkap tentang individu secara universal mengenai kegiatan kehidupan yang dilakukan membeli pakaian bekas di Kota Bukittinggi.

Jenis data yang digunakan yaitu data primer dan data sekunder. Teknik pengumpulan data penelitian ini adalah observasi, wawancara dan studi dokumen yang mencari data secara kompleks. Model analisis data penelitian ini adalah analisis data Milles dan Huberman.

HASIL PENELITIAN

Mengonsumsi Sebagai Gaya Hidup

Masyarakat akan lebih percaya diri dengan menggunakan produk bermerek luar negeri ketimbang produk dalam negeri sebagai gaya hidup dalam berkonsumsi, apalagi melihat tuntutan zaman yang semakin modern seperti sekarang ini, masyarakat membeli bukan lagi karena nilai guna barang tersebut tetapi melainkan suatu makna yang terdapat pada barang yang dipakai. Masyarakat konsumen akan merasa ketinggalan zaman dan minder ketika mereka tidak memiliki dan membeli produk-produk terbaru dan bermerek terkenal yang dipersepsi sebagai bagian dari simbol.

Gaya hidup yang ditampilkan masyarakat bukan hanya berkaitan dengan hasrat untuk menampilkan citra, tetapi juga mengkonstruksi gaya hidup yang mengharuskan masyarakat untuk membeli berbagai barang, disini artinya pakaian bekas yang dibeli dan dikenakan. Semua yang dibeli tidak hanya untuk kebutuhan tetapi justru

didorong oleh keinginan untuk simbol

beraktualisasi diri. Dimana masyarakat membeli

baju barang branded luar negeri atas dasar sebagai gaya hidup dan simbol yang melekat pada barang yang mereka beli.

Mengonsumsi Sebagai Identitas Diri

Kebutuhan masyarakat untuk

memperlihatkan identitas sosialnya kini tidak lagi hanya ditentukan oleh ras, gender, dan ideologi politik melainkan banyak hal yang menentukan oleh apa yang mereka konsumsi dan kenakan.

Identitas seringkali merupakan kebanggaan

tersendiri untuk mengetengahkan posisi dan kelas sosial mana seseorang berasal, dengan kata lain apa yang di konsumsi masyarakat dan bagaimana masyarakat akan mengapresiasi mereka.

Tindakan mengonsumsi sesuatu dan

pembelian berbagai barang tertentu, dalam banyak hal dipahami sebagai penanda posisi sosial masyarakat, Seseorang dalam memilih produk bukan lagi sebagai kebutuhan melainkan memaknai sebagai proses penegasan status sosialnya. Kedirian dan identitas sosial seseorang bukanlah sikap egoistis tetapi lebih pada cara untuk menampilkan karekteristik diri seseorang yang berbeda dengan lingkungannya.

Masyarakat membeli pakaian bekas itu karena memiliki suatu ide dengan mengenakan pakaian bekas yang bermerek dengan tujuan memperlihatkan identitas sosialnya, dan identitas tersebutlah akan menghasilkan suatu interaksi yang terjadi pada masyarakat hal ini disebabkan bagaimana masyarakat akan mengapresiasikan pakaian yang mereka kenakan.

Mengonsumsi sebagai fashion

Informasi mengenai fashion telah menjadi sebuah kebutuhan dasar dikalangan masyarakat sehingga tak heran apabila menjamurnya mall, butik, dan toko-toko yang menyuguhkan beragam pakaian untuk menunjang penampilan. Pasar yang sangat potensial untuk memenuhi kebutuhan masyarakat untuk memenuhi gaya hidup dalam hal

fashion. Fashion menjadi tren tersendiri dalam dunia pergaulan bahkan terdapat anggapan bahwa orang dikatakan “gaul” apabila mereka sudah

memakai barang-barang yang mendukung

fashion.Fashion merupakan kekuatan dalam kebangkitan individualitas dengan mengizinkan seseorang untuk mengekspresikan diri dalam

berpenampilan. Konsumsi dipandang dalam

sosiologi sebagai bukan sekedar pemenuhan kebutuhan hidup yang bersifat fisik dan biologis manusia yang terkait pada aspek sosial budaya, konsumsi berhubungan dengan masalah selera, identitas dan gaya hidup.

Barang yang dipakai tentunya bosan dengan mode itu-itu saja, atau warna dengan itu saja, apalagi model dan gayanya pasaran dikalangan masyarakat atau pakaian tersebut musim-musiman,

(7)

seperti yang sudah ada orang memakai sebelumnya. Tetapi di pasar seken Bukittinggi ini disediakan pilihan gaya yang banyak dan model tidak ketinggalan zaman modern seperti saat ini, dan jarang pilihan terebut ada dipasaran. Dengan banyaknya gaya pakaian menjadi sebuah fashion

bagi mereka yang memakainya, sebagai masyarakat yang mengikuti tren, dengan mengikuti tren maka mereka merasa terlihat berbeda dengan orang lain sehingga orang lain mengikuti pakaian yang mereka kenakan.

Pakaian bekas juga bisa didapatkan dengan model jadul atau gaya pakaian tahun 60-an, untuk itu menjadi sebuah tren bagi mereka yang memakai baju tersebut di era globalisasi sekarang karena menurut para informan di zaman sekarang gaya berpakaian maupun gaya fashion yang ditiru adalah gaya orang zaman dahulu.

Mengonsumsi sebagai mengisi waktu senggang

Di era masyarakat post-modern aktivitas mengisi waktu senggang sering kali lebih identik dengan kegiatan konsumtif. Waktu senggang tidak harus dipertentangkan dengan waktu kerja, karena waktu senggang bisa terjadi dalam orang yang tengah bekerja full-time, seseorang yang bekerja seharian kemudian memanfaatkan waktu dari tekanan pekerjaan. Masyarakat yang cenderung

memanfaatkan waktu senggang untuk

mengembangkan perilaku konsumsi menjadi cara bagi masyarakat untuk mengapresiasikan simbol-simbol dan gaya hidup yang membedakan mereka.

Waktu senggang umumnya lebih banyak diisi dengan berbagai aktivitas yang sifatnya

hedonis dan lebih banyak membutuhkan

pengeluaran, di era masyarakat post-modern mengisi waktu luang yaitu berlibur, berfoto diri, kemudian mengunggah foto dan menceritakan di sosial media atau menjadikan profile picture di

Blackberry maupun Smartphone mereka, tetapi pada masyarakat yang ditemui di pasar seken Bukittinggi, masyarakat mengisi waktu luang untuk melepaskan jenuh sejenak yaitu dengan pola berbelanja pakaian bekas, karena menurut mereka cukup untuk menghilangkan stres lelah dari pekerjaan dan mengisi waktu dengan yang bermanfaat.

Mengonsumsi sebagai faktor ekonomi

Pola hidup konsumtif menjadi suatu hal yang sangat diperhatikan oleh masyarakat oleh sebab itu tidak jarang masyarakat membeli barang dengan harga yang murah sesuai dengan keadaan ekonomi mereka. Masyarakat membeli pakaian bekas di Bukittinggi ini lebih cenderung memilih harga yang relatif rendah dibandingkan dengan mereka membeli harga yang tinggi. Pengeluaran

konsumsi masyarakat juga dipengaruhi oleh barang-barang konsumsi tahan lama. Barang tahan lama biasanya akan menjadi suatu kebutuhan yang mendasar bagi masyarakat konsumen, karena dengan membeli barang yang tahan lama masyarakat beranggapan tidak akan membelinya lagi dalam jangka waktu yang lama.

Kesimpulan

Berdasarkan hasil pembahasan dalam penelitian yang telah dilakukan maka peneliti menggambarkan beberapa faktor yang menjadi alasan masyarakat untuk mengkonsumsi pakaian bekas menurut hasil wawancara diketahui bahwa terdapat konsumsi pakaian bekas bagi masyarakat dilihat sebagai bentuk gaya hidup untuk menunjukkan identitas sosialnya dan pakaian yang murah sebagai waktu untuk mengisi waktu luang

masyarakat. Pakaian bekas yang unik

memunculkan bagi diri masyarakat untuk mampu meningkatkan kepercayaan diri dalam berfashion

serta memberi tanda simbol saat mengenakannya. Pakaian bekas tetap terlihat gaya ketika kita mampu memadu padankan dengan tepat. Proses interaksi dengan menggunakan simbol yang mereka ketahui dan memberi makna tanda pada pakaian menimbulkan tindakan dan interaksi yang terjadi baik itu tindakan bersama maupun tindakan sendiri.

Daftar pustaka

Chaney, David. 2009. Lifestyle. Sebuah Pengantar Komprehensif. Yogyakarta: Jalasutra.

Featherstone, Mike. 2001. Postmodernisme dan

Budaya Konsumen. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset.

Lury, Celia. 1998. Budaya Konsumen. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia Anggota IKAPI DKI Jakarta.

Moleong, Lexy J. 2007. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Berdasarkan Peraturan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Nomor Per-01/MBU/2011, tentang Penerapan Tata Kelola Perusahaan Yang Baik (GCG), maka PT Kawasan

• Proposal from Board of Directors and/or Board of Commissioners. The Nominaion and Remuneraion Commitee conducted a survey and/or the comparaive study and conduct the study in

Menurut opini kami, laporan keuangan terlampir menyajikan secara wajar, dalam semua hal yang material, posisi keuangan PT Kawasan Berikat Nusantara (Persero) pada tanggal

[r]

[r]

48 Makanan haram adalah segala jenis makanan yang di larang untuk dimakan umat

Guru melakukan kegiatan Alpha zone setiap pagi hari sebelum siswa masuk kedalam kelas dengan tujuan untuk membangun semangat, kerjasama, keakraban, sosialisasi, dan rasa senang