• Tidak ada hasil yang ditemukan

UJI MODEL PENINGKATAN KUALITAS SOSIAL DAN EKONOMI DALAM RANGKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "UJI MODEL PENINGKATAN KUALITAS SOSIAL DAN EKONOMI DALAM RANGKA"

Copied!
39
0
0

Teks penuh

(1)

0

EXECUTIVE SUMMARY

TAHUN ANGGARAN 2011

UJI MODEL PENINGKATAN KUALITAS SOSIAL

DAN EKONOMI DALAM RANGKA

(2)

1

BAB 1. PENDAHULUAN I.1. Latar belakang

Penanganan kawasan kumuh seringkali menghadapi masalah berkaitan dengan kurangnya pengetahuan masyarakat terhadap standar teknis bangunan, serta keterbatasan kondisi sosial dan ekonomi. Sehingga diperlukan upaya peningkatan kualitas sosial ekonomi dan lingkungan secara terpadu. .

Pembagian peran dan tugas dari masing-masing pelaku (termasuk di dalamnya masyarakat) dalam kegiatan ini, mutlak diperlukan, sebagai sarana untuk mencapai optimalisasi pelaksanaan kegiatan di lapangan. Pelaksanaan kegiatan juga menemukan masalah berkaitan dengan keterbatasan informasi dan aksesibilitas pembiayaan, tingkat pemahaman serta kemauan masyarakat terhadap mekanisme dan tatacara penataan kawasan kumuh dan program Pemda belum terintegrasi dalam penanganan kawasan kumuh perkotaan. Untuk itu diperlukan adanya upaya pengembangan pendampingan pemda dan masyarakat dalam penanganan kawasan kumuh perkotaan.

Kegiatan tahun 2011 merupakan kelanjutan dari kegiatan tahun 2008 yang berjudul Kajian Peningkatan Peran Pemda dan Masyarakat dalam Konsolidasi Lahan Kawasan, kegiatan tahun 2009 yang berjudul Pengembangan Model Pendampingan Masyarakat Dalam Peremajaan Kawasan Kumuh Perkotaan serta kegiatan tahun 2010 yang berjudul Peningkatan Kualitas Sosial dan Ekonomi Dalam Rangka Penataan Kawasan Kumuh Perkotaan. Dalam tahapan kegiatan penelitian ini di fokuskan pada aspek implementasi dari integrasi program Pokjanal (yang dirancang pada tahapan sebelumnya/2009). Untuk mendapatkan pemahaman menyeluruh terhadap proses kegiatan penelitian yang telah dan akan dilaksanakan, berikut diberikan matrik kegiatan pada tahun jamak.

Tabel 1.1. Tahapan Kegiatan 2008 -2011

NO TAHUN TAHAPAN KEGIATAN OUTPUT

1 2008 Persiapan/

Perintisan Peningkatan Peran Masy & Pemda Naskah Ilmiah

2 2009 Perancangan

Program

Integrasi Program & Sinergitas kinerja Antar Share Holdrs

Konsep Model Pendampingan 3 2010 Implementasi Program tahap I Pelaksanaan Program secara terpadu (Tahap I)

Model PNK Sosek dlm Penataan Kaw. Kumuh Perkotaan

4 2011

Uji Model & Implementasi Program tahap II

Uji Kesepadanan Model & Pelaksanaan Program lanjutan secara terpadu (Tahap II)

Model yang telah di ujicoba baik variable pembentuk, kesepadanan dan potensi kinerjanya.

Adapun kegiatan penelitian 2011 yang berjudul Uji Model Peningkatan Kualitas Sosial dan Ekonomi Dalam Rangka Penataan Kawasan Kumuh Perkotaan ini dilatar belakangi Model yang sudah ada di Cipta Karya, Direktorat Penataan Bangunan dan Lingkungan yang akan disempurnakan (Peraturan Menteri Pekerjaan Umum – penanganan kawasan kumuh, 2007 – 2010 pengelolaan kawasan).

Model tersebut terdiri dari 3 (tiga) bagian besar yaitu aspek berbagi peran, pendekatan dan skenario. Model dari Cipta Karya sebagaimana terdapat dalam Gambar 1.1.- 1.3.

(3)

2

Gambar 1.1. Berbagi Peran

Gambar 1.2. Pendekatan

(4)

3

Model pada gambar 1-3 dibangun dengan filosofi instruksi, yaitu belum dimunculkan bagaimana membangun aspek yang ada di dalam model. Pendekatan model program belum pada tahapan membangun, tetapi masih berupa proyek atau program sehingga belum semua aktor (terutama di daerah) dapat terlibat.

Model tersebut masih melihat daerah kumuh secara atomis dimana semua segmen penduduk daerah kumuh adalah satu dan sama, padahal di daerah kumuh lam kumuh ada juga terdapat masyarakat yang kaya. Nuansa model masih menuju ke dekonsentrasi belum devolusi. Model belum mengantisipasi perubahan dinamis masyarakat secara ekonomi dan sosial misalnya antisipasi resistensi atau perkembangan usaha rakyat dan ini perlu dimasukkan ke dalam skenario. Model yang ada saat ini juga belum memasukkan analisis biaya manfaat.

Disamping itu juga perlu mempertimbangkan beberapa teori pembangunan sosial ekonomi secara geografis yang mengedepankan 3 aspek yaitu institusi, infrastruktur dan intervensi yang selektif. Agar efektif, implementasi dari 3 aspek ini dapat dipandu oleh manajemen perubahan (change management). Model yang dibangun mengikuti konsep sistem yang dinamis yaitu input-proses-output dan adanya umpan balik.

Draft Model yang akan diujikan adalah model proses yang merupakan hasil pelaksanaan litbang (action Research) dengan studi kasus/case study di kota Cimahi yang terdapat pada gambar I.4.

Gambar 1.4.

Model Peningkatan Kualitas Sosial Ekonomi dalam Penataan Kawasan Kumuh Perkotaan

I.2. Permasalahan

Berdasarkan latar belakang di atas, penelitian tahun 2011 dilakukan untuk menjawab permasalahan: Apakah model tersebut dapat digeneralisasi pada kontek yang berbeda ? I.3. Pertanyaan penelitian

a. Uji Variabel Pembentuk

 Bagaimana tingkat validitas Variabel pembentuk apabila diterapkan pada konteks /kondisi/daerah/kawasan lain

b. Uji kesepadanan (Compatibility test) :

 Apakah model tersebut sesuai dengan governansi Pemerintah daerah dan masyarakat.

 Apakah model tersebut sesuai dengan Strategi pembangunan Kota (CDS = City Development Strategy)

Potensi masyarakat

Program pemerintah

Potensi kawasan

Kebijakan & peraturan

institusi peningkatan kapasitas komunikasi intervensi Kesiapan berubah Pengadaan lahan Peningkatan peran masyarakat Resistance-understanding-favorability-involvement-commitment

(5)

4

 Apakah model tersebut sesuai dengan SOTK (struktur Organmisasi dan tata Kerja) Pemda dan masyarakat

 Apakah model tersebut sesuai dengan budaya setempat

 Apakah model tersebut sesuai dengan dinamika sosial, ekonomi dan lingkungan c. Uji Potensi Kinerja (potential performance test)  Apakah model ini mampu :

 Meningkatkan peran dan kesiapan masyarakat untuk beradaptasi pada perubahan kondisi sosekling akibat pembangunan infrastruktur ke’PU’an

 Meningkatkan kontribusi masyarakat dalam pengadaan lahan untuk pembangunan infrastruktur ke-PU-an

I.4. Tujuan penelitian

 Melakukan uji model peningkatan kualitas sosial ekonomi dalam penataan kawasan kumuh perkotaan

 Menyusun Naskah Ilmiah peningkatan kualitas sosial ekonomi dalam penataan kawasan kumuh perkotaan

I.5. Keluaran dan manfaat 1.5.1. Keluaran

a. Satu buah model peningkatan kualitas sosial ekonomi dalam penataan kawasan kumuh perkotaan yang telah diuji variabel pembentuknya, interaksi antar variabel, kesepadanannya, dan potensi kinerjanya.

b. Satu buah Naskah ilmiah tentang model peningkatan kualitas sosial dan ekonomi dalam penataan kawasan kumuh perkotaan..

I.5.2. Manfaat

Terbentuknya model yang komprehensif untuk peningkatan kualitas sosial ekonomi dalam penataan kawasan kumuh perkotaan secara efektif dan efisien, terpadu dan terpola serta berkelanjutan

I.5.3. Benefit

Hasil uji model peningkatan kualitas sosial ekonomi dalam penataan kawasan kumuh perkotaan ini berupa Model yang:

1. Rigorous (dibentuk sesuai kaidah research-based policy making) 2. cost-effective (berbiaya efektif)

3. parsimony (hanya dengan beberapa variable namun model dapat menjelaskan sebagian besar fenomena)

4. memiliki kekuatan prediksi 5. mewadahi kearifan lokal

yang ditujukan untuk mendukung pemerintah daerah dan sektor ke cipta karyaan dalam melakukan peningkatan kualitas sosial ekonomi dalam rangka penataan kawasan kumuh perkotaan. Laporan akhir dari uji model sekaligus merupakan sebuah naskah ilimiah.

I.5.4. Lingkup kegiatan

Lingkup kegiatan ini terdiri dari dua aktivitas utama yang parallel, berhubungan namun dapat berdiri sendiri satu sama lain. Aktivitas ini adalah 1. Pelaksanaan implementasi Program Tahap II dan 2. Uji model.

Kaitan antara dua aktivitas ini adalah sebagai berikut:

Pelaksanaan implementasi program tahap II adalah bentuk uji kinerja model pada lokasi di Cimahi. Hasil dari uji kinerja ini akan mempercepat model mencapai tahapan saturasinya dan akan

(6)

5

digunakan sebagai pembanding dalam uji model yang dilakukan pada konteks yang berbeda. Dalam hal ini uji model tersebut dilakukan pada kota Palembang

Untuk itu, maka lingkup kegiatan adalah sebagai berikut:

1. Pelaksanaan Implementasi Program tahap II di kawasan Cigugur Tengah Kota Cimahi:

Aspek Sosial kelembagaan : Mendampingi masyarakat dan Pokjanal dalam penyusunan dan integrasi program, mengevaluasi kinerja Kelompok Pengelola Kawasan (KUWACI 1 – 9), membentuk dan melakukan perkuatan kelembagaan Koperasi RW 05 (termasuk advokasi legalisasinya)

Aspek Ekonomi : Mendorong dan mendampingi masyarakat dan Pokjanal dalam implementasi aksessibilitas PKBL

Aspek lingkungan : Melakukan penggalangan aspirasi dan pendampingan masyarakat dalam menyusun usulan prioritas program peningkatan kualitas lingkungan permukiman (prasarana dan sarana).

2.Pelaksanaan Uji Model di Kota Palembang.

I.5.5. Tahapan Kegiatan 1. Persiapan

a. Koordinasi Tim Pelaksana Penyusunan naskah ilmiah

b. Kajian kebijakan dan kepustakaan (peraturan perundang-undangan, laporan hasil litbang dan dokumen pendukung lainnya).

c. Penyusunan rancangan penelitian

d. Penyusunan Jadwal pelaksanaan dan anggaran

2 Pelaksanaan :

a. Implementasi Program Tahap II dilakukan di lokasi Litbang Kampung Ciputri, Kelurahan Cigugur Tengah – Kota Cimahi :

1) Evaluasi Kinerja Kelompok, Pembaharuan data dan penyusunan usulan prioritas program masyarakat - FGD I

2) Sinkronisasi Program dan Sinergitas kinerja dalam implementasi program -FGD II 3) Perancangan program lanjutan (integrasi program dan Sinergitas kinerja Pokajanal,

swasta dan masyarakat) – FGD III 4) Fasilitasi-advokasi legalisasi koperasi b. Uji Model dilakukan di Kota Palembang.

1) Identifikasi sumber data primer dan sekunder 2) Penyusunan jadwal wawancara dan survey. 3) Melakukan wawancara dan survey.

4) Kompilasi data dan analisis hasil survey/wawancara. c. Penyusunan laporan Kemajuan

d. Perumusan draft laporan akhir- naskah ilmiah e. Pembahasan draft laporan akhir - naskah ilmiah f. Finalisasi laporan akhir - naskah ilmiah

(7)

6

BAB II. METODOLOGI

Kegiatan Uji Model Peningkatan Kualitas Sosial Ekonomi dalam Penataan Kawasan Kumuh Perkotaan dilakukan dengan menyamakan definisi dari model. Model adalah representasi dari sesuatu baik benda maupun fenomena. model dapat bervariasi, tergantung dari tujuan atau keperluan.

Kegiatan uji model dilaksanakan menggunakan metode kualitatif. Dengan pendekatan utama kualitatif dan dapat didukung data kuantitatif bilamana tersedia dan relevan.

a. Pelaksanaan penelitian menggunakan proses induktif, yaitu dengan menerapkan teori umum pada program/kegiatan penataan kawasan kumuh di daerah spesifik(karakter lokasi, manusia dan waktu).

b. Interaksi antara peneliti dan obyek penelitian bersifat dinamis dan timbal balik, karena berkaitan dengan realitas sosial yang berlaku di lokasi penelitian.

c. Obyek peneliti sekaligus sebagai subyek peneliti (pelaku) dalam melakukan action research, yakni bersama-sama melakukan penelitian.

d. Metode dalam uji model ini adalah: Studi kasus (multiple case methode)

II.1. METODE PENGUMPULAN DATA

Pengumpulan data dilakukan dengan dua pendekatan, yaitu dari sumber primer dan sekunder a. Sumber sekunder

1) Diperoleh dari dokumen kegiatan, program dan lain-lain 2) Statistik terkait lokasi penelitian.

3) Laporan penelitian tahun sebelumnya, laporan kegiatan lain yang relevan. 4) Foto, peta lokasi.

b. Sumber primer:

1) Dengan melakukan penetapan instrumen penelitian utama berupa indikator variable dan sub-variabel yang kemudian diuji melalui pertanyaan-pertanyaan utama sebagaimana terlampir yang dilakukan dengan metode wawancara semi terstruktur.

2) Wawancara semi terstruktur . i. Pejabat/individu kunci

ii. Kelompok (pokjanal,pengelola kawasan, dan PKBL)

iii. Individu yang relevan seperti penerima manfaat atau pelaku.

3)Dalam rangkaian pematangan model, juga dilakukan FGD active learning, dilakukan untuk mendesain integrasi program/ kegiatan Pokjanal serta mensosialisasikan program, menangkap aspirasi dan menyalurkan aspirasi tersebut kepada pihak yang terkait serta mengarahkan kegiatan masyarakat. Hasil dari FGD ini kemudian dipakai untuk menyeularnakan model.

c. Pengolahan data.

Data yang terkumpul kemudian disusun dalam sebuah narasi lengkap untuk setiap kota

Penulisan kasus tersebut mengikuti sitematika pada aspek governansi, strategi pembangunan kota , STOK (struktur Organmisasi dan tata Kerja), kultur dan lingkungan seteulat.

II.2. ANALISIS DATA

Metode yang digunakan untuk menguji model dimaksud mengikuti kaidah-kaidah uji model berdasarkan studi kasus.

a. Internal Validity : Analisis terhadap validitas data dari model dimaksud

b. Confirmability (obyektivity) : Analisis terhadap kesepadanan/kesesuaian model dengan strategi pembangunan/pengelolaan Kota

c. Transferability/Reliability: Analisis terhadap kemungkinan dalat diimplementasikanya model tersebut di lokasi/kota lain

(8)

7

Teknik : Triangulation (Triangulasi)  3 fakta pembanding.

Analisis dalam diagramatis dapat dilihat pada gambar 3.1.

Gambar 3.1.. Kerangka penelitian Konsekuensi :

1. pengungkapan dan penggunaan trianggulasi, atau temuan dari penelitian adalah benar sesuai dengan konteks dan definsi yang dipakai

2. terdalat kekurangan/ keterbatasan ilmiah dan terdalat berbagai cara pandang terhadap satu masalah

Analysis /Sense making

• Proses sense-making berjalan bersamaan dengan data collection

Jenis pengujian Panduan Tujuan

Uji variabel Re-coding 10 building blocks Penjelasan

Uji Kesepadanan Context and Meaning Generalisasi/ replikasi Uji Kinerja Choice, change, control Kekuatan prediksi

II.3. UJI MODEL PENINGKATAN KUALITAS SOSIAL EKONOMI DALAM PENATAAN KAWASAN KUMUH PERKOTAAN

Dari serangkaian kegiatan yang telah dilaksanakan sejak tahun 2008 sampai dengan tahun 2010 telah menghasilkan Model peningkatan kualitas sosial ekonomi dalam penataan kawasan kumuh perkotaan. Selanjutnya perlu dilakukan test/uji terhadap kevaliditasan model tersebut dalam kontek dan kondisi yang berbeda, agar model tersebut dapat diterapkan secara umum (generalisasi). Uji model dimaksud dilaksanakan berdasarkan kaidah/tatalaksana uji model yang lazim diterapkan.

Model adalah representasi dari sebuah fenomena hasil dari observasi atau eksperimen/percobaan. Sering juga didefinisikan sebagai refleksi sederhana dari suatu realitas yang komplek dan multi faktor. Tidak ada model yang mampu secara sempurna mereperesentasikan suatu fenomena dan untuk itu model selalu mengandung asumsi. Representasi realitas atau fenomena ini bisa dalam bentuk model fisik seperti maket arsitektur, mannequin atau model yang disajikan dalam bentuk abstrak seperti matematika, grafis, skema, diagram hubungan, bahasa pemograman atau narasi. Masing-masing disiplin ilmu memiliki cara pemodelan tersendiri dan model yang sesuai dengan tujuan dari disiplin ilmu tersebut. Model yang dikembangkan untuk peningkatan kualitas sosial ekonomi penataan permukiman kumuh adalah model abstrak dalam bentuk diagram hubungan sebab akibat.

riwayat/ latar belakang berdasarkan ontologi nyata  historical based ontology penelusuran asal sesuatu menggunakan indera  sense making epistemology

Kriteria model yang baik  menjelaskan

 kekuatan prediksi  tepat/ teliti (rigorous)

o terpercaya (trustworthiness internal validity)

o terkonfirmasi (confirmability objectivity)

o tertransferkan (transferability  generalization/reliability)

o kesamaan/kemiripan (verisimilitude  representation)

o teruji (multivocality  triangulation)  efisien

 efektif (biaya) rancangan penelitian

(9)

8

Secara umum model adalah cara mengkomunikasikan teori terhadap suatu realitas hasil suatu kajian atau penelitian. Di dunia keilmuan ada empat level dari model tersebut yaitu:

- Level 1: Model yang dapat menggambarkan suatu fenomena

- Level 2: Model yang dapat mengidentifikasi faktor determinan dari fenomena tersebut - Level 3: Model yang dapat menjelaskan sebab akibat antara faktor determinan

- Level 4: Model yang dapat memprediksi keluaran (output) jika suatu ekosistem diberi

stimulasi

Melihat dari tujuan serta kegunaannya maka model peningkatan kualitas sosial ekonomi penataan permukiman kumuh harus mencapai level 4 (tertinggi). Model ini akan merupakan dasar bagi penyusunan pedoman bagi pelaku di tingkat pemerintah daerah.

Model yang baik memenuhi paling tidak 4 kriteria yaitu:

Mampu menjelaskan dan memprediksi serta dapat dipakai untuk mengendalikan fenomena

Disusun berdasarkan metodologi yang baik dan rigor sesuai epistemologinya

Memenuhi azas parsimoni (beberapa faktor dapat menjelaskan sebagian besar fenomena)

Berbiaya efektif dan efisien jika digunakan

Dapat disinergikan dengan model lain

Terbuka untuk dilakukan proses falsifikasi karena mengandung asumsi dan tidak terjebak menjadi dogma.

II.3.1. MEMBANGUN MODEL (MODELLING)

Membangun model adalah proses mengabstraksikan atau mengkonseptualkan suatu model dengan menggunakan metode, teknik serta teori-teori tentang pemodelan. Bahasa pemodelan ada dua yaitu grafis, tekstual dan programming yang dapat dipakai untuk mengekspresikan informasi, pengetahuan, struktur dan sistem atau mekanisme yang menjelaskan suatu fenomena atau realitas dalam bentuk aturan, pola tertentu.

Secara umum teori pemodelan dibagi berdasarkan:

pertanyaan riset/penelitiannya (apa, bagaimana, siapa, dimana dan mengapa)

level (1 – 4) dari model yang diinginkan

sifat dan disiplin ilmu dari fenomena terkait yang akan dimodelkan (ekonomi, sosial, komputer, fisika dan lain-lain)

Disiplin ilmu ekonomi memiliki pemodelan yang khas seperti misalnya ekonometri yang menggunakan pemodelan matematika atau scenario planning untuk hal yang kualitatif. Ilmu sosial antara lain menggunakan model sistem dinamis sementara bidang perubahan iklim akhir-akhir ini banyak menggunakan pemodelan ekosistem. Selain spesifik pada disiplinnya, pemodelan juga sangat dipengaruhi dari arus utama (mainstream) dari bidang keilmuan tersebut.

Proses dari membangun model adalah:

1. Mengklasifikasikan pertanyaan riset yang akan ditemukan jawabannya 2. Menentukan Pendekatan yang sesuai – apakah kuantitatif atau kualitatif

3. Memilih metode riset yang tepat untuk mengobservasi atau melakukan percobaan (action research)

4. Menggunakan bahasa pemodelan untuk menggambarkan / representasikan/ menyederhanakan fenomena atau realitas yang menjadi objek penelitian

Pertanyaan riset bagi penelitian peningkatan kualitas sosial ekonomi dalam penataan permukiman kumuh adalah lebih pada menjawab ‘bagaimana meningkatkan kondisi sosial ekonomi’. Untuk itu maka epistemologinya adalah pendekatan kualitatif dengan metode riset berbasis studi kasus experimental (action-based case study method). Bahasa pemodelan yang

(10)

9

digunakan adalah grafis yang menggambarkan keterkaitan antara faktor determinan dan juga prediksi keluaran dari model tersebut secara menyeluruh.

II.3.2. MENGUJI MODEL (MODEL TESTING)

Tujuan dari menguji model adalah untuk melihat apakah model tersebut telah mencapai saturasinya (pada pendekatan kualitatif) atau dapat digeneralisasi pada konteks dan skala yang berbeda (pada pendekatan kuantitatif).

b. Jenis uji model

Uji model tersebut terbagi dalam tiga jenis dan dapat menjadi suatu tahapan yaitu:

Tahap 1: uji variable parsimony: apakah variable dalam model tersebut telah ‘parsimony’ mampu menggambarkan sebagian besar fenomena atau realitas.

Tahap 2: uji validitas internal sebab akibat antar variabel: apakah interaksi antar variable pembentuk model dapat menjelaskan sistem dan struktur serta perilaku dari fenomena atau realitas yang diamati termasuk jika disimulasikan/implementasikan pada kontek dan skala yang berbeda.

Tahap 3: uji kinerja (performance test):seberapa besar kekuatan dari model tersebut dalam memprediksi keluaran sesuai kriteria yang telah ditentukan jika stimuli atau input /intervensi tertentu diberikan pada konteks dan skala yang berbeda.

Kriteria keluaran dari model peningkatan kualitas sosial ekonomi ini adalah (i) kesiapan masyarakat untuk berubah dalam proses penataan permukiman kumuh, (ii) partisipasi masyarakat dalam pengadaan lahan bagi infrastruktur pekerjaan umum, (iii) intensitas dan inklusivitas dari masyarakat dalam proses peningkatan kondisi sosial ekonomi ini.

c. Desain metode uji model

Ada dua pendekatan dalam menguji model: kuantitatif dan kualitatif. Jika diuji secara kuantitatif maka pengujian secara statistik menjadi hal yang utama sementara jika diuji dengan kualitatif maka simulasi menjadi fokus utama. Desain dari pengujiannyapun berbeda. Pendekatan kuantitatif akan melakukan survey melalui kuesioner dengan jumlah responden dan respon yang memenuhi jumlah tertentu yang valid mewakili populasinya pada tingkat kepercayaan yang diinginkan. Sementara pendekatan kualitatif menekankan pada kualitas input dan pelaku dari simulasi yang mewakili beberapa konteks. Jumlah kasus ditambahkan sampai model tersebut mencapai saturasinya.

d. Pelaksanaan pengujian

Efektivitas pelaksanaan pengujian model dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain:

 Kualitas pelaksana pengujian

 Kompleksitas alat pengujian

 Manajemen proyek pengujian

Hasil pengujian dapat dipengaruhi oleh kualitas dan kompetensi pelaksana pengujian. Ketidakpahaman akan alat dan metode serta tujuan pengujian model menjadikan kualitas input menjadi rendah dan akhirnya kesimpulan yang diambil juga menjadi salah arah.

Hal ini diperparah jika alat pengujiannya komplek dan tidak mudah dipahami juga menyebabkan kualitas input menjadi tidak valid serta tidak memenuhi persyaratan untuk diolah. Misalnya ketidaklengkapan respon pada kuesioner pada pengujian kuantitatif atau ketidakhadiran responden kunci pada pengujian kualitatif.

Manajemen proyek pengujian juga salah satu elemen penting dalam proses uji model. Tiga hal yang menjadi fokus utama dalam mengelola proyek pengujian adalah waktu, biaya dan

(11)

10

pengendalian mutu. Waktu yang terburu-buru akan menurunkan kualitas data, sementara biaya yang tidak tersedia menyebabkan data utama tidak dapat terjangkau sedangkan sistem pengendalian mutu diperlukan untuk menjamin kualitas input, proses dan output dari proses keseluruhan uji model ini.

Pelaksanaan uji model ini dapat dilakukan secara formal dan informal. Hal ini sangat tergantung dari ketersediaan waktu responden, sulitnya akses ke responden dan konsekuensi legal dari data yang diberikan (disclosure dan confidentiality).

d. Analisis hasil pengujian

Setelah data masuk dari proses pelaksanaan uji model maka langkah selanjutnya adalah analisis hasil pengujian. Yang khusus dalam metode kualitatif adalah pengujian dilakukan bersamaan dengan pengumpulan data.

Uji variable parsimony bisa dilakukan dengan melakukan re-coding bagi variable pembentuk model tersebut. Re-coding ini dilakukan pada konteks yang berbeda (Palembang) dari konteks ketika model tersebut dibangun (di Cimahi).

Serentak pada saat uji variable parsimoni, uji validitas internal juga bisa dilakukan untuk melihat interaksi variable tadi pada konteks yang berbeda. Interaksi ini akan diuji apakah konsisten pada konteks yang berbeda, tidak ada ambiguitas, kohesif satu sama lain, serta lengkap semua variabbel yang dibutuhkan agar interaksi berlangsung didalam model mencerminkan sebagian besar interaksi didalam realitas atau fenomena yang diamati.

Sementara untuk uji kinerja model ukuran yang dipakai adalah kriteria keluaran. Kinerja dari model yang diuji harus membuktikan bahwa dalam mencapai kriteria keluaran maka (i) apakah model tersebut memberikan atau membuka pilihan bagi penggunanya agar sesuai dengan konteks lokal, (ii) apakah model tersebut menjamin stabilitas selama perubahan terjadi, dan yang terakhir (iii) apakah model tersebut dapat mengendalikan semua elemen pembentuknya untuk menjamin tercapainya kriteria keluaran yang diharapkan.

(12)

11

BAB IV. HASIL PENELITIAN

IV.1. Uji Model Peningkatan Kualitas sosial Ekonomi Dalam Penataan Kawasan Kumuh Perkotaan.

Pelaksanaan Uji Model, dilakukan dengan dua metode, yaitu uji kesepadanan di Kota Palembang dan diskusi dengan pelaku penataan kawasan kumuh Kota Cimahi yang dilaksanakan di Kota Yogyakarta.

Uji kesepadanan model semula (sesuai KAK) akan dilaksanakan di kota Palembang, Pontianak dan Surakarta, dengan metode triangulasi. Namun berdasarkan hasil reorientasi program puslitbang Sosekling, maka uji kesepadanan model hanya dilakukan di kota Palembang.

Alasan pemilihan lokasi uji kesepadanan model di kota Palembang adalah sesuai dengan tujuan dilakukannya uji kesepadanan model adalah untuk mengetahuiu validitas, dan kinerja model pada kontek yang berbeda dari konteks ketika model tersebut dibangun (di kota Cimahi). Hal tersebut didasarkan atas beberapa Pertimbangan antara lain :

a. Kota Palembang termasuk kategori kota Besar

b. Komitmen Wali Kota dan perangkatnya sangat kuat dalam penanganan kawasan kumuh dengan mencanangkan konsep “City Without Slums” dan . menyediakan perumahan yang terjangkau secara terencana sehingga mencegah munculnya daerah kumuh baru

c. Berpengalaman dalam penanganan perumahan di Kota Palembang yang dilaksanakan pada Kawasan Kawasan Kumuh dengan dengan berbagai pola, antara lain : Sistem Peremajaan, Upgrading Kawasan dan Penataan Perumahan Tepian Sungai Musi yang dilaksanakan secara

Program Terpadu baik fisik, Ekonomi dan Sosial. Pembangunan pada kawasan terbangun ini untuk memindahkan masyarakat kumuh. Baik secara land consolidation dan land equation.

Gb. 4.1. Palembang Kota Tua, Pusat Kerajaan Sri Wijaya, Pusat Kesultanan Palembang Darussalam, Kota Lima Dimansi (Pusat Pemerintahan, perdagangan/jasa, Industri, pendidikan

dan kebudayaan

IV.1.1. Uji kesepadanan Model di Kota Palembang

Hasil uji kesepadanan yang dilakukan di Kota Palembang dapat disampaikan beberapa temuan penting sebagai berikut.

IV,1.1.1. Kelembagaan (Pemkot, masy, swasta)

a. Komitmen :

Komitmen politik perlu dituangkan ke dalam alokasi sumber daya untuk menjamin lancarnya eksekusi dan kelangsungan peningkatan kualitas sosekling.

1). Komitmen Walikota/pemimpin masyarakat dalam penataan kawasan kumuh? : Komitmen sangat kuat sebagaimana tertuang dalam rencana kerja berkelanjutan.

2). Dalam bentuk apa komitmen dimaksud? : Penyusunan/ pengalokasian anggaran berbasis Kawasan, penegakan tata ruang.

3). Apa pengaruh komitmen pada efektivitas penanganan aspek sosekling? : Kualitas perencanaan, eksekusi & kontinuitas program peningkatan sosekling. Komitmen juga mengeliminasi 'like&dislike'

(13)

12

b. Struktur :

Adanya leading sector yg sekaligus bertanggung jawab terhadap tanah (agraria) dalam mengatasi persoalan koordinasi dan peran SP2J sangat strategis dalam mengakses pendanaan bank serta pengelolaan kawasan.

1). Bagaimana bentuk struktur (STOK) penataan kaw.kumuh (Pojanal/SKPD) ? : Kelompok Kerja (Pokja), KPP, LPMK & BKM di lokasi & SP2J sbg pengelola kawasan tertentu. Di Pemkot ada bidang agraria sebagai leading sectornya.

2). Bagaimana hierarkinya ? : Bidang Agraria bertanggung jawab ke Sekretaris Daerah (Setda), sedangkan lainnya merupakan organisasi swadaya masyarakat. Lurah memegang peranan penting sebagai L.O. antara program pemerintah dan aspirasi.

3). Apa saja otoritas/tupoksi dari struktur dimaksud? : SP2J merupakan BUMD penjamin kredit MBR serta pengelola kawasan

c. Mekanisme :

Anggaran berbasis target kawasan serta adanya insentif/nilai tambah bagi aktor yang terlibat adalah faktor utama pembentuk mekanisme peningkatan kualitas sosekling di kawasan

1). Apa mekanisme koordinasi di dalam struktur tersebut ? : Dipimpin langsung oleh pak walikota dan disatupadukan oleh anggaran berbasis kawasan.

2). apa saja bentuk Share/kontribusi sumber daya dari masing-masing pemangku peran (Dinas/Badan)? : Program tahunan masing-masing SKPD yg telah dikoordinasikan pada saat penyusunan RAB.

3).Bagamana pengalaman sebelumnya dlm mengintegrasi program antar pemangku peran (Dinas/Badan)? : Peranan remunerasi/insentif bagi yg terlibat sangat besar sekali untuk integrasi program sebagai contoh PNPM.

IV.1.1.2. Segmen Penduduk Kawasan Padat Huni

a. Profil dan atribut :

Segmen penduduk di daerah kumuh berbeda dg kebutuhan prioritas pada peningkatan ekonomi. Namun mereka menginginkan komunikasi langsung dan seragam bagi semua untuk menjaga agar tidak terjadi bias dan trust tetap terjaga.

1). Apakah profil dan atribut penduduk di daerah kumuh berbeda? : Segment & kebutuhan sangat berbeda: pekerja, pedagang, pengusaha, pendatang, penduduk asli. Intinya mereka ingin dalat kerja/order tambahan.

2). Apakah perbedaan profil dan atribut ini membutuhkan bentuk komunikasi yang berbeda? : Ya berbeda karena latar belakang yg berbeda serta keinginan yg berbeda pula. Tapi kebanyakan ingin langsung berkomunikasi dengan pemkot dan tidak lewat perwakilan. Ini untuk menjaga agar bias tidak terjadi dan trust tetap terjaga.

3). Apakah perbedaan profil dan atribut ini membutuhkan hubungan kerja atau interaksi yang berbeda? : Polanya bisa diseragamkan sepanjang terdalat transparansi dan trust bisa terjaga. b. Kebutuhan & persoalan :

Kebutuhan mereka sama yaitu peningkatan ekonomi atau mendapatkan pekerjaan. Sehingga program intervensi dibuat beragam dg sistem insentif dan konsekuensi yang berbeda. Rational peningkatan infrastruktur sebaiknya dihubungkan dgn insentif peningkatan ekonomi. Akurasi data menjadi krusial.

1) Apakah setiap segmen didalam daerah kumuh memiliki kebutuhan dan pesoalan yang berbeda untuk dijawab ?: Kebutuhan sama yaitu peningkatan ekonomi dengan level kompleksitas produksi yg berbeda.

(14)

13

2) Apakah kebutuhan /persoalan tersebut bisa diselesaikan dengan suatu solusi?: Bisa satu tema namun berbeda intervensi. Misalnya utk pengusaha pemula diberi modal bergulir termasuk pelatihan wirausaha, sementara pengusaha yg telah lanjut lebih penting adalah perluasan pasar & akses ke bank utk modal.

3) Apakah kebutuhan/persoalan tersebut dapat mempengaruhi program penataan lingkungan rumah mereka?: Terjadi jika program intervensinya tidak tepat, maka diperlukan SKS yang valid dan akurat.

c. Perilaku :

Pemimpin yang cocok adalah berbasis clean governance FART.

1) Apakah setiap segmen yang teridentifikasi memiliki perilaku yang sama? : Berbeda namun sangat individual dan rasional sekali.

2) Perilaku apa yang sama dan yang berbeda? : sangat berhitung cost-benefit dengan memakai logika pedagang.

3) Apakah perilaku ini akan berpengaruh pada cara penanganan aspek sosekling mereka? : Tidak suka melihat orang dalam menang atau berhasil

IV.1.1.3. Nilai Tambah

a. Sosial:

Heritage & beli untung sistemnya dan juga mengembangkan entrepreneur serta mengatasi pengangguran.

1) Apa jenis nilai tambah sosial dalam penanganan aspek sosekling ?: Nilai tambah agama & entrepreneur

2) Apakah nilai tambah ini sesuai dengan segmen penduduk kawasan kumuh? : Sesuai/cocok 3) Bagaimana nilai tambah ini diciptakan ? : Melalui pemimpin yg bisa dipercaya membawa

keuntungan dagang. b. Ekonomi (Pekerjaan) :

Beli untung lalu on-site relocation.

1) Apa jenis nilai tambah ekonomi dalam penangan aspek sosekling ? : agar bisa dagang & produksi IRT

2) Apakah nilai tambah ini sesuai dengan segmen penduduk kawasan kumuh ? : ya, sesuai karena preferensi demikian

3) Bagaimana nilai tambah ini diciptakan ? : Akses ke pasar dan modal kerja c. Lingkungan (Penyakit & sampah) :

Mengatasi penyakit dan sampah

1) Apa jenis nilai tambah lingkungan dalam penanganan aspek sosekling ? : sanitasi dan sampah 2) Apakah nilai tambah ini sesuai dengan segment penduduk kawasan kumuh ?: ini yg menjadi

kebutuhan sanitasi & sampah

3) Bagaimana nilai tambah ini diciptakan ? : pendidikan dan intervensi pemda

IV.1.1.4. Komunikasi dan Perubahan

a. Komunikasi :

ada resiko salah info yg akhirnya salah pengertian dan pemilihan waktu juga penting untuk info tersebut disampaikan

1) Apakah diperlukan jenis komunikasi yang berbeda setiap segmen penduduk? : ya karena kebutuhannya berbeda.

2) Apa saja jenis dan strategi komunikasi yang tersedia ? : Trust based leadership dan signal ketegasan.

3) Siapa pengirim dan penerima dari pesan-pesan selama penataan daerah kumuh ? : TV lebih efektif, tapi bagaimana caranya?

(15)

14

b. Jalur Penyampaian nilai tambah.

Sebagai contoh Kelemahan PNPM adalah volunteer sebagai jalur penyampaian

1) Apakah efektif jika dilakukan penanganan langsung oleh Pemkot ? : lebih efektif dan cepat namun harus kompeten

2) Jika dilakukan oleh mitra kerja Pemkot, apa pilihannya ? : Harus diciptakan koordinasi yang erat bersama pemda

3) adakah jalur penyampaian nilai tambah lain ? : pemimpin lokal yg dipercaya c. Fase Perubahan :

Perlu ditangani hati-hati seiring dengan kematangan dan informasi yang dimiliki oleh warga sasaran relokasi.

1) Apa fase dari perubahan masyarakat dalam proses penataan kawasan kumuh? : identifikasi kbth-tukar ide-pengemb ide-persetujuan ide tp brdsrkan bagi untung.

2) Apa saja komponen utama dari setiap fase tersebut? : komitmen dan kepercayaan

3) Setelah penataan selesai apakah masih ada bentuk komunikasi selanjutnya ? : ditangani lembaga pengelola

IV.1.1.5. Hubungan Masyarakat

a. Co-creation :

Perlu co-creation sbg bagian dari bentuk komunikasi terbuka, mengencerkan kecurigaan.

1) Apakah memungkinkan melakukan co-creation dengan masyarakat permukiman kumuh ? : Mungkin dengan partisipatori tapi pada beberapa kasus ketegasan malah diinginkan masyrakat

2) Apa bentuk dan mekanisme co-creation tersebut ? : Focus Group Discusion (FGD).

3) Seberapa jauh co-creation ini membantu proses penataan aspek sosekling? : terutama penerimaan masyarakat terhadap gagasan/program penataan

b. Personal assistance :

Khususnya isu yang beresiko dan juga untuk membantu masyarakat dalam mengambil keputusan. 1) Seberapa intensif interaksi Pemkot dengan masyarakat perlu dilakukan? : sangat intensif dan

tidak boleh separuh-separuh

2) Apakah ada media lain untuk membantu masyarakat secara langsung? Hotline? : hotline ke penanggung jawab di pemda

3) Persoalan apa yang sesuai dengan menyediakan personal assistance ini ? : Khususnya gangguan terhadap kestabilan sosial

c. Komunitas :

Perlu ada data profil yang kemudian diorganisasikan dalam sebuah wadah mulai dari informal lalu kemudian formal

1) Apa bentuk dan struktur komunitas yang mendukung penataan? : pokja lalu cimal lalu koperasi

2) Apa mekanisme dalam komunitas yang mampu bertukar pengetahuan serta memecahkan persoalan bersama ? : perlu input tambahan dari luar yg dapat dipercaya

3) Apa peran komunitas agar Pemkot bisa mengetahui dengan tepat segment penduduk ? : ikut dalam pengumpulan data

IV.1.1.6. Intervensi Selektif a. Pembentukan Jejaring :

Jejaring lebih penting yang terkait dengan perdagangan

1) Apa bentuk jejaring yang dibutuhkan oleh masyarakat kawasan padat huni/kumuh ? : jaringan pedagang

(16)

15

3) Seberapa efektif jejaring ini dalam suksesnya program penataan ? : sangat penting

b. Pemecahan masalah Lapangan kerja dan bisnis

1) Apa prioritas persoalan yang perlu dipecahkan dalam masyarakat padat huni ? : pengangguran dan perdagangan

2) Bagaimanan mengelola implementasi dari solusi persoalan ? : ternyata solusinya tidak kelompok tapi individu

3) Apa struktur yang efektif dalam mewadahi solusi tersebut ? : Bantuan langsung ke pasar c. Produksi bersama :

Berorganisasi perlu sebagai kekuatan masyarakat dalam mengoptimalkan Sumber daya dan potensinya

1) Apakah pembentukan unit produksi (seperti Kuaci-Cimahi) sesuai kebutuhan masyarakat ? : Di palembang lebih individual

2) Bagaimana mekanisme dan pentahapan pembentukan unit produksi yang baik ? : lebih ke akses pasar

3) Apa mekanisme memonitor dan evaluasi mandiri dari unit produksi ini ? : Perlu pihak ke-3

IV.1.1.7. Kemitraan

a. Mengurangi Resiko :

Resiko perlu dieksplisitkan oleh masyarakat

1) Perlukah membangun kemitraan Politik, Sosial dan ekonomi untuk memitigasi resiko ? : Perlu sekali

2) Apa bentuk kemitraan strategis ini untuk mengurangi resiko ? : Dialog langsung 3) Bagaimana mekanisme kemitraan strategis ini ? : Pertemuan

b. Optimisasi

Lebih pada stimulan untuk kewirausahaan

1) Apakah kemitraan dapat mengatasi keterbatasan anggaran Pemkot ? : bisa/dapat - PKBL, ikatan alumni

2) Bagaimana mekanisme sharing-cost dan alokasi anggaran pemkot bagi penataan kawasan padat huni yang optimum ? : struktur program perlu dikomunikasikan 2 arah masyarakat, pemda dan PKBL

3) Bentuk kemitraan untuk optimisasi ? : usaha perorangan namun akses info bersama-sama c. Akses ke sumberdaya

Pengelola kawasan di palembang

1) Apa bentuk dan mekanisme kemitraan bagi akses ke Pembiayaan & PSU ? : kepemimpinan yg efektif

2) Apa bentuk dan mekanisme kemitraan bagi akses ke kompetensi ? : reputasi, modal sosial & fasilitasi

3) Apa bentuk dan mekanisme kemitraan bagi akses ke tenaga kerja/volunter ?: akomodasi keinginan berprestasi

IV.1.1.8. Kapasitas

a. Kapasitas Pemkot

Dapat menarik best talent dan memadai didukung oleh walikota

1) Seberapa jauh kebutuhan Kapasitas manajerial Pemkot mengelola penataan ? : sangat memadai

2) Jika belum tersedia bagaimana membangun kapasitas tersebut ? : Akademisi/Universitas + Pakar/experts

(17)

16

b. kapasitas mitra kerja :

Melalui dana CSR

1) Seberapa jauh tersedia kapasitas mitra kerja dalam mengelola penataan ? : Pemda tidak terlalu percaya LSM karena takut misinformation

2) Jika belum tersedia bagaimana membangun kapasitas tersebut ? : LSM /pelatihan dari dana CSR

3) Siapa yang bertanggungjawab dalam membangun kapasitas tsb ? : Masyarakat bersama Pemda

c. Kapasitas masyarakat :

Tidak memadai dan perlu bantuan eksternal

1) Seberapa jauh tersedia kapasitas masyarakat dalam mengelola penataan ? : Tidak memadai karena rawan konflilk

2) Jika belum tersedia bagaimana membangun kapasitas tersebut ? : dari intervensi pemda awalnya dan kemudian bagian dari ongkos produksi

3) Siapa yang bertanggungjawab dalam membangun kapasitas tersebut ? : Bersama-sama

IV.1.1.9. Model Keseluruhan

d. Variabel tambahan

Tidak teramati. Tapi tampaknya hubungan antara penciptaan lapangan kerja dan penataan fisik sangat terkait erat

1) Apakah ada variable yang belum tercakup dalam model tsb? Atau variabel kontijensi/moderating ? :

2) Apakah variabel ini sudah memenuhi aspek parsimony ? : 3) Apakah hubungan antar variable perlu ditata ulang ? : e. Validitas Model :

belum dapat diobservasi karena belum ada pembanding 1) Apakah validitas internal dari model ini bisa terjamin ? :

2) Apakah aspek konfirmabilitas model tercapai dalam uji kesepadanan ini ? :

3) Apakah aspek objektivitas model ini terjaga selama proses pembentukannya ? : f. Potensi Generalisasi

Dapat digunakan khususnya dalam proses pengembangan program pemda bersama masyarakat 1) Apakah model ini dapat mengidentifikasi pola penataan aspek sosekling ? : menata logika

penataan

2) Apakah model ini dapat dengan mudah digunakan oleh Pemkot dan mitranya ? : belum dicoba

3) Apakah model ini dapat diterapkan pada kota lain yang memiliki jenis kawasan padat huni yang beragam ? :

IV.1.2.Diskusi - Uji kesepadanan Model dengan pelaku penataan kawasan kumuh Kota Cimahi

Hasil diskusi dengan pelaku penataan kawasan kumuh Kota Cimahi yang dilaksanakan di Kota Yogyakarta, dinamika yang terjadi sebagai berikut.

Bappeda (Pak Miftah):

o Arah panah menjadi 2 untuk memperlihatkan sistem di masyarakat yang dinamis dan saling berpengaruh satu sama lain dan demikian pula dengan bentuk komunikasi yang harus dibangun dalam dua arah.

o Channel of communication bagus sekali namun harus dibangun untuk memastikan tidak terjadi eksklusivitas dan pada saat yang sama bentuk komunikasi ini cocok untuk segmen yang berbeda-beda didalam masyarakat kumuh

(18)

17

Kadis PU:

o Arah panah yang seolah-olah series dan linear menuju ke variable ‘segmen masyarakat kumuh’ padahal dalam kenyataannya masyarakat ikut dan atau diikutkan dalam membangun ‘solusi’ persoalannya, untuk itu maka model perlu melihat lagi dan memasukkan bahwa masyarakat dan pemerintah adalah co-production

o Perlunya diperjelas apa yang dimaksud dengan ‘nilai tambah’ di dalam model

o Dan apa hubungannya antara ‘nilai tambah’ tersebut dengan program yang telah diturunkan dari visi-misi- dan hasil-hasil musrenbang kota.

Badan Pemberdayaan Masyarakat Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana (BPMPPKB/ Ibu Dwi):

o Perlu dibuat detil dan porsinya diperbesar tentang governansi komunitas

o Juga pedoman sebaiknya membuat jelas aspek governansi komunitas khususnya keberlanjutan dari suatu program setelah dana dan program pemkot selesai

o Sebagai contoh: apakah program balai begitu selesai lalu ditinggal begitu saja?

Dinas Kebersihan dan Pertamanan (Pak Bowo):

o Sebaiknya dalam pedoman penekanan aspek penyiapan sosial dan pemberdayaan lebih ditekankan mengingat adanya ‘petunjuk’ bahwa aspek fisik hanya 30% dan aspek sosial mencapai ‘70%’

o (ini juga ditanyakan ibu Dwi) Apa bentuk kelembagaan masyarakat yang sustainable.

Dinas pendidikan:

o Beasiswa bisa menjadi ‘trigger’ sosial untuk suatu perubahan di masyarakat – anak sebagai influencer dari suatu perubahan juga hal ini berlaku di PAUD misalnya anak diajarkan utk hidup sehat /sanitasi baik maka anak tsb akan mempengaruhi orang tuanya. Program beasiswa dikaitkan dengan proyek untuk mempersiapkan masyarakat untuk suatu perubahan

Bappeda (Ir.Didi Ahmad djamhir, MT):

o Ada hubungan antara investasi di bidang ‘fisik’ sarpras dengan perilaku masyarakat

o Sosial engineering dapat mengubah perilaku, pengurangi resistensi, mau peduli, mampu terlibat, mengoptimalkan wanita, pendampingan

o Sarpras bisa juga menjadi ‘trigger’ atau entry point untuk mengubah masyarakat

o Model ini sangat baik untuk dijadikan Pedoman dan dibuatkan detil dari tiap ‘variable’ didalam model.

o Model ini juga fit dengan konsep alokasi resources berbasis target kawasan tertentu.

o Juga harus dipastikan bahwa variable ‘hubungan masyarakat’ harus mengadopsi prinsip2 partisipasi, inklusivitas, keterlibatan masyarakat.

Dinas Kesehatan:

o Program dinkes juag bisa dikaitkan dengan program pemberdayaan masyarakat perubahan masyarakat

o Ini sangat relevan krn sebagian besar penyakit disebabkan karena perilaku bukan karena pathogen.

Dinas, pendidikan:

o Perlu dibuatkan ada model yang generic dan kemudian model generic ini ada yang spesifik untuk setiap konteks dan situasi daerah kumuh yang khas (catatan: mungkin ini bisa menjadi ketentuan umum dan ketentuan teknis didalam pedoman). misalnya apakah model ini ada yg spesifik untuk masyarakat kumuh di tepi sungai

o Model juga harus mampu memperlihatkan ketertimpangan antara wilayah (jadi model diharapkan dapat menggambar dan kemudian ada arahan bagaimana mengatasi ketimpangan antar wilayah didalam suatu kota.

(19)

18

 Kopindagtan :

o Apa yang dimaksud dengan kemitraan dan mohon lebih diperjelas lagi. Karena masyarakat juga bisa disebut dan merupakan bagian dari kemitraan.

o Overall variable di dalam model sudah memadai

o Siapa saja yang dimaksud mitra disini

o Juga dimana letak dari model ini untuk monev. Apakah disetiap ‘variable’ akan ada monev nya termasuk indikatornya atau nanti overall dari model ini yang ada indikatornya. Tujuannya adalah agar setiap variable bisa diketahui dimana kelemahannya. Misalnya variable hubungan masyarakat yang inklusif.

Kesimpulan diskusi:

1. Saran arah panah 2 arah perlu dimasukkan dan membuat ini menjadi model berdasarkan sistem dinamis. Namun ada resikonya juga bahwa model dinamis tidak bisa dikendalikan dan dibuatkan pedomannya, karena kuncinya adalah hanya di faktor governansi dan kapasitas para aktor yang terlibat. Sisanya diserahkan ke dalam mekanisme yg sangat dinamis.

2. Konsep inklusif/partisipatori/involvement harus mewarnai model ini khususnya dalam pelibatan masyarakat

3. Didalam pedoman perlu ada arahan mengenai channel of communication yang unique dan spesifik untuk setiap golongan/segment masyarakat di daerah kumuh.

4. Konsep co-production perlu dimasukkan ke dalam model dan pedoman nantinya

5. Variable nilai tambah di dalam konsep model perlu diperjelas didalam draft pedoman dan apa kaitannya dengan proses penyusunan program di dalam pemkot: misalnya konsep alokasi resources berbasis target kawasan.

6. Draft pedoman perlu memperjelas bentuk governansi komunitas yang berkelanjutan

7. Pedoman lebih menitik beratkan pada arahan untuk penanganan sosial (70%) dan fisik (30%). ini yang dirasakan merupakan tantangan terbesar dari masyarakat dan pemda di lapangan.

8. Model juga perlu dibuatkan yang generik dan yang khusus (ketentuan umum dan ketentuan teknis) utk beberapa daerah tertentu. Tapi ini perlu hati-hati agar tidak terjebak di dalam ‘konteks’ lokal dan persoalan klasik dari ‘tipologi suatu kawasan’ krn pedoman ini akan berlaku nasional.

9. Yang sangat menarik dan menantang adalah bagaimana model penanganan ini dapat mengidentifikasi ‘ketertimpangan’ antar wilayah di suatu kota (misalnya ada kecamatan yang lebih maju dan dapat dana yang lebih banyak dan ada daerah yang tidak/belum tersentuh). Dugaan moderator adalah ini bagian dari persoalan governance dan strategi & kebijakan pertumbuhan kota termasuk penganggaran: jawabannya adalah alokasi resources berdasarkan target kawasan, sementara aspek pemerataannya terletak pada ‘alokasi waktu (giliran)’.

10. Tentang Monev ini juga bagus sekali karena pedoman yang dibuat harus dapat ‘mengarahkan’ setiap variable agar berfungsi dengan baik. Nah tantangannya adalah monev selalu membutuhkan ‘indikator’ yang bisa diukur (ada standar) dan ini cocok untuk di manual, sementara pedoman lebih banyak pada ‘mengarahkan’ dan mengidentifikasikan indicator apa saja yang harus diukur tanpa perlu memasukkan standar nya. (juga agak sulit memasukkan standar atau mengkuantifikasi dari aspek sosekling)

Saran dan tindak lanjut:

 model sudah cukup sederhana dan melingkupi faktor utama, maka langkah selanjutnya adalah menyusun daftar isi dari draft pedoman.

 Perlu di sinkronkan dengan pedoman yang dibuat oleh Puskim Bandung yang juga mirip-mirip tapi mereka lebih banyak dari aspek fisiknya, tapi juga menyinggung aspek governance dan sosekling.

(20)

19

IV.2.1. Persiapan Implementasi Program Pokjanal

Persiapan implemetasi program pokjanal dilakukan dalam forum FGD dengan agenda pokok melakukan sinkronisasi dan integrasi program pokjanal yang berupa review terhadap usulan prioritas program masyarakat dan peyusunan strategi implementasi program.

IV.2.1.1. Review Usulan Prioritas program Masyarakat.

Usulan prioritas program masyarakat ini merupakan hasil kesepakatan warga masyarakat dalam FGD yang dilaksanakan pada tahun sebelumnya (tgl 20 Juli 2010 di kantor Kelurahan Cigugur Tengah) dan telah dibahas dengan Pokjanal, untuk diimplementasikan pada tahun 2011.

IV.2.1.2. Integrasi dan penyusunan strategi implementasi Program Pokjanal

Kegiatan ini dilakukan dalam forum FGD dengan agenda pokok review terhadap rencana program yang disusun dan disepakati dalam pertemuan (perancangan program pokjanal) di tahun sebelumnya (2010) dan akan diimplementasikan pada tahun 2011. Review terhadap rancangan program inni perlu dilakukan mengingat kemungkinan tidak semua rancangan program tersebut disetujui dalam pembahasan RAPBD dengan DPRD Kota Cimahi.

Tabel. 4.1. HASIL FGD "KEBUTUHAN MASYARAKAT DI KAWASAN CIGUGUR TENGAH" RW 05 TH. 2010

No Kegiatan/Program Lokasi RT Volume Sumber Dana

APBN APBD Swasta Masyarakat BIDANG FISIK LINGKUNGAN

1 Renovasi Mesjid dan Paud 2,3,5,7,8 v v v

2 Pembuatan Penutup saluran/drainase 3 v v v

3 Pembanguanan Mesjid/Mushola 1 v v v

4 Perbaikan Rumah tidak layak huni 6,5,7,4,9,8,2,3

20 Unit v v v v

(RUTILAHU)

5 Pembangunan pos yandu A-B-C 3 UNIT v v v

6 Pengadaan Bank Sampah 7,4 v v v

7 Perbaikan Jalan 7 v v v

8 Pembangunan Pos Kamling 7 v v v

9 Pengadaan Jalan Alternatif 8 v v v

10 Perbaikan drainase 7,9 v v v v

11 Pengadaan Sarana Olah Raga 4 v v v

12 Pengadaan Sarana Air Bersih 8 v v v

13 Pengerukan saluran "Penanganan Banjir" 9 v v v

14 Pembangunan Rumah Contoh 4 3 Unit

15 Penghijauan Lingkungan 1 s/d 9 v v v

BIDANG EKONOMI

1 Tambahan Modal Untuk Usaha Kecil 1s/d 9 v v v v

2 Peningkatan SDM :Pelatihan/Pembinaan 7,9 v v v

BIDANG SOSIAL KEMASYARAKATAN 1 Dana Sosial

2,7,4 v v v

(sembako Untuk warga miskin)

2 Fasilitasi Keagamaan (Kematian) 3 v v

3 Fasilitasi Alat Pos yandu 5 v v v

4

Beasiswa untuk Anak berpotensi (KK

miskin) 7 v v v

5 Fasilitasi Pendidikan Wajardikdas 7 v v v

(21)

20

Setelah semua program dari masing-masing Dinas/Badan terkait diintegrasikan dan siap dilaksanakan, tahapan selanjutnya adalah menyusun strategi dan penjadualan implementasi program (sesuai dengan jenis/bentuk program yang akan diimplementasikan).

(22)

21

IV.2.2. Penyiapan Masyarakat IV.2.2.1. Sosialisasi Program

Kegiatan ini dilaksanakan dalam format FGD atau rembug warga, dengan agenda pokok penggalangan aspirasi dan peranserta masyarakat dalam mendukung pelaksanaan program, dengan tahapan sebagai berikut :

a. Review usulan prioritas program masyarakat

Forum ini merupakan momentum yang sangatlah tepat dijadikan sebagai sarana untuk menumbuhkan rasa percaya diri setiap warga masyarakat atas potensi dan kemampuan mereka dalam merancang program dengan baik dan benar. Karena pada dasarnya program yang akan dilaksanakan ini adalah sebagai tindaklanjut dari usulan prioritas program yang mereka susun tahun sebelumnya. Selain itu momentum ini juga dapat dijadikan sebagai sarana untuk meningkatkan trust/kepercayaan masyarakat terhadap program pemerintah.

b. Paparan program Pokjanal yang akan diimplementasikan

Mengingat bahwa program pokjanal yang akan diimoplementasikan ini merupakan upaya tindaklanjut dari hasil kajian terhadap usulan prioritas program masyarakat, yang belum tentu sesuai dan/atau sama persis dengan usulan prioritas program masyarakat, misalnya karena alasan keterbatasan anggaran, dan lain sebagainya yang menyebabkanb tidak terakomodasinya salah satu atau beberapa usulan program masyarakat, maka perlu dipaparkan secara jelas/gamblang kepada masyarakat.

Hal tersebut merupakan salah satu bentuk pembelajaran kepada masyarakat sehingga masyarakat dapat mengetahui dan memahami tentang proses pembangunan, mulai dari bagaimana program itu disusun/direncanakan, dilaksanakan dan dikelola.

c. Peneguhan komitmen

Perlunya peneguhan komitmen masyarakat untuk memberikan dukungan dan peransertanya dalam pelaksanaan program, agar masyarakat setidaknya mempunyai tanggungjawab moral untuk terlaksananya program dimaksud sehingga kedepan diharapkan masyarakat akan merasa memiliki/handarbeni serta mengelola hasil-hasil pembangunan secara arif dan bijaksana serta berkelanjutan.

IV.2.1.2. Evaluasi Kinerja Kelompok Pengelola Kawasan (KUWACI) a. Perubahan dinamika Sosial Masyarakat

Berdasarkan hasil wawancara dengan pengurus kelompok/KUWACI, antara lain diperoleh keterangan bahwa manfaat dari berbagai kegiatan yang dilaksanakan di RW o5 Kelurahan Cigugur tengah (lokasi litbang), antara lain dapat menambah kepercayaan masyarakat terhadap program pemerintah, menambah semaraknya kegiatan pemberdayaan masyarakat di masing-masing RT. Hal tersebut terlihat dari peran serta masyarakat dalam mengapresiasi program-program Pokjanal yang mampu menginspirasi masyarakat untuk mengembangkan potensi yang ada, misalnya dengan inisiatif sendiri masyarakat membentuk “Paguyuban Sangkuriang” yang merupakan usaha budi daya ikan lele, pengelolaan sampah (3-R) menjadi komposter, meningkatnya kesadaran menjaga lingkungan-kesehatan dan lain sebagainya.

(23)

22

b. Pengelolaan Dana Kelompok

Evaluasi pengelolaan dana kelompok dilakukan secara berkala sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan kinerja kelompok menuju transparansi, akuntabel dan bankabel., serta berkelanjutan. Sehingga diharapkan kedepan dapat mempermudah aksessibilitas kelompok tersebut ke lembaga donor/lembaga keuangan/perbankan.

Kegiatan evaluasi dan pendampingan tersebut dilakukan mengingat pengalaman sebelumnya, bahwa beberapa dana stimulan/bergulir yang di berikan kepada kelompok masyarakat dilokasi tersebut, selalu amblas/bermasalah, karena tidak dikelola dengan baik.

Sedangkan salah satu manfaat dari usaha simpan pinjam yang dikelola oleh Kelompok Usaha Warga Ciputri (KUWACI) disetiap RT adalah dapat mengurangi ketergantungan masyarakat terhadap “Rentenir”. yang sebelumnya di lokasi tersebut banyak beroperasi “Rentenir yang sangat merugikan masyarakat.

Hal tersebut terlihat semakin banyaknya warga masyarakat yang mendaftar dan sebagai calon peminjam, mengingat masih kecilnya dana yang digulirkan maka calon peminjam harus mengantri mendapat giliran untuk meminjam.

Besarnya bunga / uang jasa ditetapkan berdasarkan kesepakatan yang dicapai dalam rembug warga, yaitu 10 %. Bunga pinjaman/uang jasa tersebut dipergunakan untuk : biaya administrasi (ATK, rapat-rapat dll) sebvesar 3%, honor pengelola sebesar 1 %, Kas kelompok 5%, dan untuk kegiatan sosial dan lingkungan 1%.

Seiring dengan perkembangan usahanya, hasil kegiaatan ini kedepan diharapkan KUWACI akan berkembang menjadi Kelompok Pengelola Kawasan yang dapat membiayai kebutuhan warganya, terutama dalam mengelola kawasan yang mereka tinggali secara mandiri. Dengan demikian besar harapan untuk terwujudnya pengelolaan kawasan secara terpadu, dan berkesinambungan.

Mengembangkan budaya menabung

Selain bunga/uang jasa 10%, kepada setiap peminjam juga diwajibkan menabung setiap bulannya sebesar : 2,5 % – 3%. Hasil tabungan tersebut dapat diambil kembali pada saat pelunasan pinjaman, atau disaat menjelang lebaran.

Budaya menabung perlu dikembangkan, mengingat sebagian besar warga miskin dikawasan tersebut tidak punya tabungan dan sebagian besar pendapatannya dibelanjakan untuk keperluan konsumsi (menurut hasil survey ekonomi yang dilakukan oleh ibu-ibu PKK pada saat pelaksanaan SKS).

Hal tersebut dimaksudkan sebagai sarana pembelajaran bagi warga dalam mengelola keuangan rumah tangganya. Pihak warga khususnya peminjam memberikan tanggapan yang positif, karena merasa terbantu dan merasakan manfaatnya, terutama ketika menjelang lebaran mereka menerima pengembalian uang tabungan yang dapat membantu untuk memenuhi kebutuhan di hari lebaran.

.

Dari kegiatan simpan pinjam yang dikelola KUWACI tersebut, telah mengundang perhatian salah satu lembaga keuangan swasta untuk ikut memberikan bantuan pinjaman modal, namun belum dapat terealisir karena terkendala oleh legalitas KUWACI yang belum berbadan hukum.

(24)

23

Untuk mengatasi permasalahan tersebut, beberapa warga masyrakat mengusulkan dibentiuknya koperasi sebagai sarana untuk mengakses dana dari lembaga keuanngan/perbankan dan menyalurkannya ke 9 KUWACI. Hal tersebut dirasa lebih efektif dari pada harus memproses legalisasi 9 KUWACI sebagai Badan Hukum secara sendiri-sendiri.

Namun demikian koperasi tersebut belum dapat beroperasi, karena masih perlu dilakukan berbagai pembenahan dan pembinaan dari pemerintah kota Cimahi, agar dapat berjalan secara profesional, akuntabel dan bankabel, sehingga tidak menimbullkan permasalahan dikemudian hari.

Tertarik dengan kegiatan simpan pinjam tersebut, ada pemberi bantuan pinjaman dengan bunga lunak (donatur perorangan yang tidak mau disebut namanya), khusus kepada KUWACI yang berkinerja baik (KUWACI 1, 5 dan 7), masing-masing kelompok diberi pinjaman sebagai tambahan modal sebesar Rp. 3.000.000,- .

Gb.4.3. Serah terima bantuan Pinjaman tambahan modal KUWACI

Memberikan inspirasi dan motivasi warga untuk mengembangkan usaha

Sukses-sukses kecil yang dicapai KUWACI ternyata mampu menginspirasi dan memotivasi warga untuk mendirikan/mengembangkan usaha baik secara sendiri-sendiri maupuin kelompok. misalnya dengan membentuk paguyyuban Mitra Sangkuriang yang bergerak dalam bidang usaha budidaya ikan lele dll.

Pemerintah kota Cimahi memberikan apresiasi positif kepada paguyuban ini dengan memberikan pembinaan melalui Dinas Koperasi Industri, Perdagangan dan Pertanian (bidang Petannian) dengan program Penyuluhan Budidaya Lele.

Tabel. 4.3. PERHITUNGAN PENGELOLAAN DANA PINJAMAN

Pinjaman Waktu Credit Jasa

(10%) Tabungan Total

300.000 3 bulan 100.000 10.000 10.000 120.000

500.000 4 bulan 125.000 12.500 12.500 150.000

500.000 5 bulan 100.000 10.000 10.000 120.000

(25)

24

Tabel. 4.4. Evaluasi kinerja pengelolaan dana kelompok

RT

MODAL

JUMLAH Jumlah Anggota Peminjam Rangking

awal

guliran Awal Perguliran

Jumlah sampai Oktober 2011 1 3.000.000 6.300.000 9.300.000 10 21 31 II 2 3.000.000 900.000 3.900.000 10 3 13 VI 3 3.000.000 1.500.000 4.500.000 10 5 15 V 4 3.000.000 3.000.000 6.000.000 10 10 20 IV 5 3.000.000 9.300.000 12.300.000 10 31 41 I 6 3.000.000 - 3.000.000 10 0 10 VII 7 3.000.000 4.800.000 7.800.000 10 16 26 III 8 3.000.000 - 3.000.000 10 0 10 VII 9 3.000.000 - 3.000.000 10 0 10 VII

Gb. 4.4. DIAGRAM PERGULIRAN DANA 2009 – 2011

Perguliran Rp 6.300.000 900.000 1.500.000 3.000.000 9.300.000 - 4.800.000 - - RT 1 2 3 4 5 6 7 8 9

(26)

25

Tabel 4.5. REKAP INDIKATOR PENILAIAN 2010

NO LOKASI RT 01 RT 02 RT 03 RT 04 RT 05 RT 06 RT 07 RT 08 RT 09 KEGIATAN A Usaha Berkembang 4 1 2 2 4 2 3 1 1 B Transparansi 3 2 2 3 3 3 4 3 3 C Pembukuan 4 2 2 2 4 2 2 2 2

D Alokasi dana yang digulirkan 4 4 4 1 4 4 1 4 4

E Jumlah peminjam 2 2 1 1 2 1 1 1 2 F Pertemuan anggota 2 1 2 2 2 2 1 2 1 G Tambahan Modal/Jasa 4 1 1 1 3 3 2 4 1 H Aturan 3 4 2 2 4 3 2 2 2 I Ketepatan Membayar 4 4 2 4 4 3 1 3 2 JUMLAH 30 21 18 18 30 23 17 22 18 Tabel 4.6. REKAP INDIKATOR PENILAIAN 2011

NO LOKASI RT 01 RT 02 RT 03 RT 04 RT 05 RT 06 RT 07 RT 08 RT 09 INDIKATOR A Usaha Berkembang 4 1 2 2 4 1 4 1 1 B Transparansi 4 3 3 2 4 2 4 2 1 C Pembukuan 4 1 1 2 4 1 4 1 1

D Alokasi dana yang digulirkan 4 2 2 2 4 1 4 1 1

E Jumlah peminjam 2 1 1 2 2 0 2 0 0 F Pertemuan anggota 2 1 1 1 2 1 2 1 1 G Tambahan Modal/Jasa 4 1 1 2 4 1 4 1 1 H Aturan 4 3 2 2 4 3 4 1 1 I Ketepatan Membayar 4 1 2 2 4 1 4 1 1 JUMLAH 32 14 15 17 32 11 32 9 8

(27)

26

Tabel. 4.8. PERUBAHAN EKONOMI DAN SOSIAL MASYARAKAT DARI PERGULIRAN DANA

EKONOMI KETERANGAN

Usaha Berkembang

Dari hasil data yang diperoleh 44,4 % masyarakat RW 5 ada perubahan dalam usahanya dan perkembangan. namun ada juga kelompok - kelompok usaha yang kegiatan perguliranya tidak selalu diberikan kepada usaha kecil tetapi pada kebutuhan yang lain

Inspirator, motivator pengembangan usaha

Sukses-sukses kecil yang dicapai KUWACI ternyata mampu menginspirasi dan memotivasi warga untuk mendirikan/mengembangkan usaha baik secara sendiri-sendiri maupuin kelompok. misalnya dengan membentuk paguyyuban Mitra Sangkuriang yang bergerak dalam bidang usaha budidaya ikan lele dll

SOSIAL KETERANGAN

tranparasi adanya perubahan dalam pola pikir masyarakat dalam segi tranparansi mencapai 66,6% baik itu dalam pengelolaan keuangan juga

penginformasian kepada masyakat umumnya tentang kegiatan perguliran Pembukuan perubahan yang terjadi juga dalam masyarakat RW5 kel Cigugur tengah

juga terdapat dalam kesadran dalam berorganisasi dapat dilihat dalam keinginan untuk melakukan pertemuan anggota yang dirasakan suatu kebutuhan sehingga menjadikan pertemuan tersebut sebagai wahana untuk penyepakatan perguliran berupa aturan(44,4%) , pembukuaan(44,4%), pengalokasian dana untuk kepentingan bersama baik itu di peruntukan kegiatan ekonomi maupun sosial dan lingkungan (55,5 %) sehingga kesadaran dalam pengembalian dana yang dipimjamkanpun meningkat (55,5%) dan mendorong dalam ketepatan membayar yang diharapkan pertambahan modalpun meningkat 66,6%

Alokasi dana yang digulirkan Jumlah peminjam Pertemuan anggota Tambahan Modal/Jasa Aturan Ketepatan Membayar

Gb.4.5. FGD II: Sosialisasi/Penyiapan Masyarakat dalam pelaksanaan implementasi program, Evaluasi Kinerja Kelompok dan Penyusunan usulan prioritas program untuk tahun 2012

(28)

27

IV.2.1.3. Implementasi program pokjanal. a. DISNAKERTRANSOS :

Bidang Sosial

Kegiatan : Pelatihan Berusaha Bagi Keluarga Miskin dilaksanakan pada tanggal 4 – 12 Juli 2011, dengan kelompok sasaran : Keluarga miskin (ibu-ibu akil dari kelurahan se-kota Cimahi), Kelurahan Cigugur Tengah diwakili 3 orang peserrta.

Jenis kegiatan : Pelatihan olah pangan, bertempat di SMKN Kota Cimahi.

Dari kegiatan ini diharapkan keterampilan peserta dapat meningkat, dan termotivasi untuk membuka usaha untuk meningkatkan pendapatan/ kesejahteraan keluarganya.

Gb. 4.6. Pelatihan olah pangan

b. DISKOPINDAGTAN (Dinas koperasi , Industri, Perdagangan dan Pertanian.)

1) Bidang Koperasi.

i. Kegiatan Rakor Lintas Pelaku bekerjasama dengan kadin dan dekopinda Kota Cimahi pada tanggal 28 Juni 2011, peserrta : 30 orang perwakilan koperasi se-kota Cimahi yang terpilih (wakil dari Kelurahan Cimahi sejumlah 1 orang.. Jenis kegiatan : Diskusi mengenai Pelaku Koperasi yang akan di calonkan menerima penghargaan Bakti Koperasi.

Gb.4.7. Rakor lintas pelaku Koperasi

ii. Fasilitasi 17 buku administrasi Perkoperasian, dilaksanakan pada 22 Agustus 2011, dengan kelompok sasaran : Koperasi Mitra Sarimbit.

iii. Pelatihan Manajerial dan Kewirausahaan di Bidang Perkoperasian bagi Pengurus Koperasi, dilaksanakan pada tanggal 15 s.d 19 Agustus 2011, peserta terdiri dari 30 Koperasi Baru, pelatihan ini dimaksudkan agar Koperasi dapat lebih mengenal tentang jati diri koperasi dan memotivasi pengembangan usahanya. Sehingga dapat berkembang menjadi Koperasi yang maju/besar dan berdaya saing

(29)

28

Gb.4.8. Pelatihan Manajerial dan Kewirausahaan di Bidang Perkoperasian

iv. Sosialisasi Prinsip-Prinsip Pemahaman Perkoperasian, peserta terdiri dari 150 Pra Koperasi yang ada di kota Cimahi dilaksanakan pada tanggal 28 september 2011. Sosialisasiini dimaksudkan agar pra Koperasi yang sudah matang secara administrasi dan kelembagaan dapat melegalisasikan usahanya menjadi Koperasi yang punya Badan Hukum.

2) Bidang Pertanian

i. Penyuluhan Budidaya lele dilaksanakan pada bulan Juli 2011. Peyuluhan diberikan kepada Kelopok Paguyuban Mitra Sangkuriang yang baru saja didirikan, dengan maksud terselenggaranya budidaya lele dengan baik dan benar sehingga dapat meningkatkan pendapatan/kesejahteraan anggotanya.

b. Dinas Pekerjaan Umum

1) Fasilitasi sarana dan Prsarana Dasar Permukiman Berbasis Masyarakat25 Oktober 2011 Masyarakat Peningkatan Kualitas Hunian Berpenghasilan Rendah Terpenuhinya kebutuhan masyarakat terhadap rumah layak huni

2) Pemeliharaan Drainase / gorong-gorong Nop-11 Lingkungan RW 05 Peningkatan kualitas Mengatasi banjir di lingkungan permukiman.

c. BPM-PPKB

1)

Bantuan Modal Usaha UPPKS Februari 2011 UPPKS Sawargi II Pengembangan Usaha

dalam rangka meningkatnya penghasilan usaha kecil Stimulan.sebesar total Rp. 20.000.000,00,- untuk10 orang

2)

Fasilitasi Kemitraan Swasta dan Usaha Kecil non Formal30 September 2011 150 orang Meningktanya akses kemitraan swasta dengan para penjual kecil. Jenis kegiatan : Fasilitasi kemitraan, jaringan dan modal usaha, Stimulan.sebesar total Rp. 10.000.000,00,- untuk 5 orang

d. Dinas Kebersihan dan Pertamanan

1)Pembinaan Pengelolaaan Sampah Masyarakat di RW 05 Cigugur Tengah, kegiatan ini dimaksudkan untuk meningkatkan wawasan masyarakat mengenai Pengelolaan sampah dan manfaat yang dapat diambil melalui pengelolaan sampah Masyarakat mulai melakukan pengelolaan sampah dengan prinsip 3R, minimal dengan memilah sampah dan dapat mengambil manfaat dari pengelolaan sampah tersebut

(30)

29

2)Pemberian Tong Sampah terpilah Kegiatan ini dilaksanakan pada tanggal 20 Oktober 2011 peserta : Masyarakat di RW 05 Cigugulan r Tengah sebagai Sarana Pembelajaran kepada masyarakat dalam memilah sampah.

Gb.4.9. Serah terima Tong Sampah

e. Dinas Kesehatan

1) Bidang Kesehatan Lingkungan dan Pencegahan Penyakit

i. Inspeksi Sanitasi rumah, kegiatan ini dilakukan sekali setiap bulan, kegiatan ini dimaksudkan sebagai upaya untuk meningkatkan pengetahuan dan pandangan tentang kesehatan, dengan cara memberikan penyulluhan dari rumah ke rumah ii. Inpeksi Sanitasi Tempat-Tempat Umum, dilaksanakan setiap bulan sekali dengan

sasaran semua Tempat-tempat Umum, sebagai upaya untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.

iii. Inspeksi Jasa Boga, dilaksanakan 3 kali setahun, sasaran rumah makan dan jasa boga/catering

iv. Kaporitasisasi Sanitasi Depot Air Minum isi Ulang, dilaksankan 2 kali dalam setahun, dengan sasaran lokasi sumur gali

2) Bidang Promosi Kesehatan

i. Pemberian dana Stimulan Kader Posyandu. Dana stimulan tersebut diberikan untuk biaya operasional posyandu, kepada Kader Posyandu sebagai sarana untuk meningkatkan motivasi kader Posyandu

ii. Kegiatan RW Siaga, kegiatan ini ditujukan untuk Balita, kelompok ibu hamil dan menyusui. Bentuk kegiatan antara lain berupa : pelayanan posyandu kepada balita, pemberian Vitamin dan penimbangnan kepada ibu menyusui, serta kunjungan ibu hamil resiko tinggi dan penderita TB.

iii. Dana Sehat ( Perelek), dilaksanakan rutin setiap bulan sekali. Dana sehat bersifat Stimulan swadaya, diberikan kepada kepala rumah tangga

iv. Pendataan PHBAS 2011, pendataan kesehatan kepada setiap rumah tangga sebagai upaya mewujudkan rumah tangga sehat.

Gambar

Tabel 1.1. Tahapan Kegiatan 2008 -2011
Gambar 1.1. Berbagi Peran
Tabel 4.7. Kriteria Penilaian.
Tabel 4.10. Hasil sinkronisasi dan integrasi/Perancangan program pokjanal  yang akan dilaksanakan tahun 2012   (FGD III tahun 2011)

Referensi

Dokumen terkait

hasil penelitian ini mengindikasikan bahwa para pelaku UMKM di kota Makassar dalam berupaya meningkatkan kinerja usaha yang dijalankan tidak menjadi prioritas kepada

Selain hambatan di atas, persaingan yang terjadi sesama mereka yang kurang sehat dan adanya desakan ekonomi yang kuat sehingga mengakibatkan ruang lingkup gerak

Berdasarkan gambar tersebut dapat dipahami bahwa dalam membentuk suatu variabel yang dalam hal ini disebut konstrak sikap ibu terhadap kegiatan

Ludigdo (2005) menyatakan bahwa Pembauran nilai (etika) individu pada budaya organisasi dan penyediaan pengalaman dan pembelajaran etika terjadi melalui suatu proses

Deskripsi Glosarium adalah daftar kata dalam bahasa Perancis yang terdapat dalam buku dan didefinisikan dalam bahasa Indonesia sesuai dengan konteksnya.. Glosarium disajikan

Untuk menguji apakah terdapat perbedaan kualitas pelayanan, kepuasan dan loyalitas antara nasabah bank konvensional dengan bank syariah yang ada di Sumatera Barat, maka

In all suspension bridges, the roadway hangs from massive steel cables, which are draped over two towers and secured into solid concrete blocks, called anchorages,

Variabel Niat Keperilakuan (NK) memiliki pengaruh positif terhadap Perilaku Menggunakan (PM), artinya semakin tinggi Niat Keperilakuan (NK) maka akibatnya akan