• Tidak ada hasil yang ditemukan

MODEL POTENSI KERJA TERPADU SEBAGAI PREDIKTOR KINERJA BERMAKNA MANAJER

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "MODEL POTENSI KERJA TERPADU SEBAGAI PREDIKTOR KINERJA BERMAKNA MANAJER"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

MODEL POTENSI KERJA TERPADU SEBAGAI PREDIKTOR KINERJA BERMAKNA MANAJER

Ratna Jatnika

Fakultas Psikologi Universitas Padjadjaran, Jl Raya Bandung Sumedang Km 21, Jatinangor. Email: rat@melsa.net.id

ABSTRAK

ABSTRACT

1. Pendahuluan

Dunia bisnis dan dunia kerja saat ini berubah secara terus menerus. Hal ini terjadi karena adanya perubahan orde kebutuhan individu, dari sekedar kebutuhan fisik (pangan, sandang, papan) menjadi semakin meningkat pada kebutuhan psikososial (rasa aman, pengakuan sosial, harga diri). Selain itu, saat ini dunia bisnis berkiprah di lingkungan masyarakat dengan pola kehidupan sosial yang berbeda. Sifat hubungan antara dunia bisnis dengan lingkungan sosial dan lingkungan alam di sekitarnya sudah semakin ekologik. Batas-batas antar negara sudah semakin mudah ditembus oleh kegiatan bisnis.

Dana dan sumber daya fisik saat ini tidak lagi dijadikan modal utama dalam proses penciptaan kekayaan organisasi, tetapi sudah beralih pada intelek, jejaring kerja sama, dan kredibilitas yang bersumber pada diri anggota organisasi. Virtualisasi modal menjadikan kegiatan bisnis semakin berpusat pada manusia (human centered

business). Modal maya ini akan mampu menciptakan nilai maksimal bila

dimanfaatkan oleh individu-individu yang memiliki kebebasan memilih (freedom of

choice). Sepanjang rantai nilai (value chain), modal maya terutama digunakan untuk

menciptakan nilai pada kegiatan pelayanan dan transaksi (internal dan eksternal). Modal maya juga akan tertanam dalam proses manufaktur dan produk yang sarat pengetahuan dan akrab-pemakai (user friendly). Oleh karenanya akan dihasilkan kinerja sinergistik yang merupakan hasil utilisasi modal maya dari kelompok yang

(2)

anggotanya bekerja sama dengan cerdas dalam pemanfaatan potensi mereka secara komplementer.

Kegiatan bisnis yang semakin berpusat pada manusia (human centered business), menyebabkan individu menjadi faktor terpenting dalam proses perubahan dunia bisnis. Oleh karena itu, pengembangan individu dalam organisasi harus terkait dengan upaya pengembangan bisnis. Dalam kaitan dengan pengembangan individu, pengembangan manajer merupakan suatu hal yang penting untuk dilakukan, agar organisasi mampu bersaing dalam era perubahan saat ini.

Dalam kaitan dengan pengembangan manajer sebagai individu dalam organisasi, berbagai metode telah dilakukan untuk mengembangkan individu agar mempunyai kinerja yang tinggi. Berbagai metode juga telah dikembangkan agar organisasi dapat mengelola kinerja individunya, sehingga organisasi menjadi organisasi yang unggul, dan mampu bersaing dalam era perubahan saat ini. Metode yang biasa digunakan untuk mengelola kinerja individu adalah penilaian kinerja, Management by Objective

(MBO), Result Oriented Appraisal (ROA), manajemen kinerja dan manajemen kinerja berdasarkan organisasi belajar. Telaah terhadap metode-metode tersebut menunjukkan bahwa penilaian kinerja, MBO dan ROA, lebih menekankan pada kepentingan organisasi. Walaupun konsep manajemen kinerja sudah mulai menekankan pada pengembangan individu, akan tetapi pengembangan individu ini dilakukan semata-mata untuk kepentingan organisasi. Selain itu, konsep kinerja yang ada saat ini masih bersifat transaksional, sehingga kinerja masih dilihat sebagai sebuah transaksi yang dikaitkan dengan kompensasi berupa materi, seperti: gaji, bonus atau imbalan lainnya. Kinerja yang tinggi dalam konsep transaksional seperti ini, kurang memperhatikan pemenuhan diri individu, untuk menjadi apapun yang diinginkan individu, sesuai dengan potensi yang dimilikinya. Dengan kata lain, konsep kinerja yang ada masih kurang memperhatikan peningkatan aktualisasi diri

(3)

Konsep kinerja yang masih belum memperhatikan pemenuhan diri individu dan masih bersifat transaksional, terjadi karena konsep kinerja yang ada lebih menekankan pada pendekatan negatif untuk mengelola segala sesuatu dalam organisasi. Hal ini tidak berarti bahwa perspektif “hal-hal negatif” adalah salah dan harus dihindarkan. Akan tetapi sudah saatnya untuk melakukan suatu pemikiran baru, perspektif baru, dan pendekatan baru terhadap manajemen saat ini. Pemikiran baru inilah yang disebut perilaku organisasi positif (POP). POP tidak hanya berbeda, akan tetapi POP ini akan lebih efektif, karena dapat menghasilkan keunggulan-keunggulan bersaing untuk manajer saat ini, yang memahami dan mengimplementasikan pendekatan dan perspektif positif dalam mengelola individu-individu dalam organisasi.

Berdasarkan pendekatan dan perspektif positif tersebut, kinerja individu seyogyanya harus mampu mengembangkan individu seperti apa yang diinginkan individu tersebut, sesuai dengan potensi yang dimilikinya. Oleh karenanya kinerja seyogyanya mampu meningkatkan aktualisasi diri individu. Akibatnya kerja bukan merupakan suatu kegiatan mencari nafkah belaka akan tetapi kerja menjadi bagian dari definisi individu mengenai dirinya, sehingga individu dapat meningkatkan aktualisasi dirinya.

Proses perkembangan atau pengungkapan potensi-potensi hanya mungkin terjadi apabila individu berada dalam lingkungan yang “baik”, yang memungkinkan warga lingkungan tersebut dapat memuaskan segenap kebutuhannya dengan baik pula. Sebaliknya, dalam kondisi lingkungan yang buruk dan menghambat pemuasan kebutuhan warganya, pengungkapan potensi akan sulit mengantarkan kepada aktualisasi diri. Oleh karenanya, suasana positif menjadi sangat penting, karena aktualisasi diri dapat terjadi dalam lingkungan (suasana kerja) yang positif.

Dalam masyarakat kolektif, aktualisasi diri akan terwujud jika ada akseptabilitas sosial. Oleh karenanya, dalam masyarakat kolektif, aktualisasi diri akan menjadi

(4)

penggerak untuk maju bersama. Keinginan untuk maju bersama dalam masyarakat yang kolektif, adalah keyakinan mewujudkan cita-cita bersama. Aktualisasi diri akan memunculkan kesadaran bahwa kemajuan bersama adalah prasyarat untuk hasil yang maksimal.

Berdasarkan hal tersebut, individu dengan aktualisasi diri akan mempunyai kinerja yang dapat memberikan makna bagi dirinya sendiri, individu lain, dan lingkungan kerjanya. Individu dengan aktualisasi diri akan berusaha mencapai tujuan (goal) – dan bukan hasil (result). Oleh karenanya individu seperti akan berusaha mencapai cita-cita yang besar dan penting - dan bukan target. Individu seperti ini juga memungkinkan untuk mempunyai kinerja yang melebihi ekspektasi. Hal ini sesuai dengan konsep OCB (Organizational Citizenship Behavior), dimana individu yang merasa dirinya diperlakukan secara adil oleh organisasi dan agen-agennya, merasa berkewajiban untuk memunculkan kinerja yang melebihi ekspektasi.

Konsep kinerja seperti inilah yang akan merupakan kinerja bermakna bagi individu. Kinerja bermakna ini bukan hanya akan membuat individu mempunyai kinerja yang tinggi, akan tetapi juga kinerja individu akan memberikan makna bagi individu sendiri, individu lain dan lingkungan kerjanya.

Terkait dengan faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja, kompetensi kerja selama ini telah diakui sebagai suatu faktor yang dapat memprediksi kinerja. Akan tetapi salah satu telaah kritikal terhadap konsep kompetensi kerja adalah ketepatan dalam mendefinisikan kompetensi kerja dan metode pengukurannya. Telaah kritikal ini muncul disebabkan karena penelaahan terhadap berbagai model kompetensi kerja yang ada, menunjukkan bahwa model kompetensi kerja yang disampaikan oleh berbagai ahli mengandung dimensi kompetensi kerja yang berbeda satu dengan yang lain, sehingga memunculkan ketidakjelasan dalam pendefinisiannya.

(5)

Kinerja adalah fungsi dari kemampuan (ability), dukungan (support) dan usaha/kemauan (effort). Dengan asumsi bahwa dukungan (support) konstan, maka kinerja individu dipengaruhi oleh kemampuan (ability) dan usaha/kemauan (effort). Dalam pendekatan dan perspektif positif, kemauan (effort) harus menjadi semangat yang merupakan kekuatan-kekuatan dan kapasitas-kapasitas psikologik yang dapat diukur, dikelola dan dikembangkan untuk perbaikan kinerja. Kemauan (effort) individulah yang akan menjadi pendorong untuk memunculkan perilaku kerja agar tercipta kinerja bermakna.

Berdasarkan uraian di atas, semangat yang ada dalam diri individu inilah yang akan menjadi pendorong untuk munculnya perilaku kerja. Semangat ini akan menjadi suatu potensi kerja yang akan mewujudkan perilaku kerja untuk terwujudnya kinerja bermakna.

Kompetensi kerja adalah kombinasi dari pengetahuan dan keterampilan. Kemampuan

(ability) didefinisikan sebagai kapasitas untuk menghasilkan pengetahuan dan

keterampilan yang relevan yang terkait dengan pekerjaan. Oleh karenanya kemampuan (ability) setara dengan konsep kompetensi. Akibatnya kompetensi kerja bukan menjadi prediktor untuk perilaku kerja, akan tetapi hanya merupakan variabel moderator untuk perilaku kerja. Oleh karenanya, konsep kompetensi kerja dalam penelitian ini dibedakan dari potensi kerja dan perilaku kerja, seperti terlihat pada Gambar 1 berikut:

(6)

Gambar 1 Konsep Kompetensi Kerja yang Digunakan dalam Penelitian Ini

Berdasarkan Gambar 1, terlihat bahwa yang akan memunculkan kinerja bermakna adalah potensi yang merupakan kekuatan-kekuatan dan kapasitas-kapasitas psikologik yang ada pada individu (inside-out) yang menjadi semangat untuk mendorong munculnya perilaku kerja. Sedangkan kompetensi kerja merupakan akumulasi hasil belajar individu selama proses kehidupannya (outside-in) yang akan memoderasi pengaruh potensi kerja terhadap perilaku kerja untuk terwujudnya kinerja bermakna.

Berdasarkan uraian tersebut, definisi kompetensi kerja seyogyanya dipisahkan dari definisi potensi kerja dan perilaku kerja, dan tidak mencampuradukkan aspek-aspek tersebut dalam suatu label yang disebut kompetensi kerja. Oleh karenanya, dalam penelitian ini variabel-variabel yang mempengaruhi kinerja bermakna akan dibedakan atas:

1. Potensi kerja sebagai variabel prediktor.

2. Kompetensi kerja sebagai variabel moderator yang memoderasi pengaruh potensi kerja terhadap perilaku kerja.

3. Perilaku kerja sebagai variabel antara, yang memperantarai pengaruh potensi kerja terhadap kinerja.

(7)

Kajian mengenai kinerja bermakna dan dinamika faktor-faktor yang mempengaruhinya, sangat penting untuk dilakukan agar organisasi dapat mengembangkan individu-individunya sehingga mempunyai kinerja bermakna yang tinggi. Kinerja bermakna akan menyebabkan individu mempunyai kinerja yang tinggi dan kinerja tersebut dapat memberikan makna bagi individu sendiri, individu lain dan lingkungan kerjanya. Kinerja seperti ini diharapkan akan dapat mengatasi tantangan manajer di masa mendatang. Oleh karenanya kinerja bermakna yang tinggi pada individu kerja, akan menyebabkan organisasi mampu bersaing dalam era perubahan saat ini, sekaligus mampu mengembangkan individu secara seutuhnya.

2. Model Penelitian, Hipotesis Penelitian dan Metode Penelitian

Gambar 2 Model Penelitian

Hipotesis penelitian: Hipotesis 1:

(8)

Perilaku kerja cerdas yang terdiri atas akseptabilitas kepemimpinan, kualitas pengembangan kerja sama kelompok, kualitas pengembangan suasana kerja, dan kualita hubungan interpersonal; akan mempengaruhi kinerja bermakna.

Rasa kompeten, etos kerja, motivasi berprestasi, motivasi penyelesaian target kerja, dan semangat belajar inovatif, akan mempengaruhi akseptabilitas kepemimpinan secara positif; dan pengaruhnya akan semakin meningkat dengan dimoderasi oleh penguasaan pengetahuan profesional dan penguasaan keterampilan teknikal/operasional yang tinggi

Hipotesis 2b:

Integritas akan mempengaruhi akseptabilitas kepemimpinan secara positif; dan pengaruhnya akan semakin meningkat dengan dimoderasi oleh penguasaan pengetahuan profesional yang tinggi

Hipotesis 3a:

Rasa kompeten, etos kerja dan semangat belajar inovatif, akan mempengaruhi kualitas pengembangan kerja sama kelompok secara positif; dan pengaruhnya akan semakin meningkat dengan dimoderasi oleh penguasaan pengetahuan profesional dan penguasaan keterampilan teknikal/operasional yang tinggi

Hipotesis 3b:

Integritas akan mempengaruhi kualitas pengembangan kerja sama kelompok secara positif; dan pengaruhnya akan semakin meningkat dengan dimoderasi oleh penguasaan pengetahuan profesional yang tinggi

(9)

Rasa kompeten, etos kerja dan semangat belajar inovatif, akan mempengaruhi kualitas pengembangan suasana kerja secara positif; dan pengaruhnya akan semakin meningkat dengan dimoderasi oleh penguasaan pengetahuan profesional dan penguasaan keterampilan teknikal/operasional yang tinggi

Hipotesis 4b:

Integritas akan mempengaruhi kualitas pengembangan suasana kerja secara positif; dan pengaruhnya akan semakin meningkat dengan dimoderasi oleh penguasaan pengetahuan profesional yang tinggi

Hipotesis 5a:

Rasa kompeten, etos kerja dan semangat belajar inovatif, akan mempengaruhi kualitas hubungan interpersonal secara positif; dan pengaruhnya akan semakin meningkat dengan dimoderasi oleh penguasaan pengetahuan profesional dan penguasaan keterampilan teknikal/operasional yang tinggi.

Hipotesis 5b:

Integritas akan mempengaruhi kualitas hubungan interpersonal secara positif; dan pengaruhnya akan semakin meningkat dengan dimoderasi oleh penguasaan pengetahuan profesional yang tinggi.

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan studi kausal secara cross sectional, sebagai upaya untuk mengetahui hakekat kinerja bermakna dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Sampel penelitian terdiri dari 327 manajer perusahaan jasa. Variabel penelitian terdiri dari:

a. Potensi kerja terpadu (integritas, semangat belajar inovatif, motivasi penyelesaian target kerja, motivasi berprestasi, etos kerja dan rasa kompeten) sebagai variabel bebas

b. Kompetensi kerja (penguasaan pengetahuan professional dan penguasaan keterampilan teknikal/operasional) sebagai variabel moderator

(10)

c. Perilaku kerja cerdas (akseptabilitas kepemimpinan, kualitas pengembangan kerja sama kelompok, kualitas pengembangan suasana kerja dan kualitas hubungan interpersonal) sebagai variabel antara

d. Kinerja bermakna sebagai variable terikat

Pengukuran variabel penelitian dilakukan dengan menggunakan kuesioner, adapun pengolahan data dilakukan dengan analisis jalur.

3. Hasil Penelitian

Tabel 1 Hasil Analisis Jalur Pengaruh Perilaku Kerja Cerdas terhadap Kinerja Bermakna (Backward Method)

Variabel Bebas Koefisien Jalur

Nilai t Nilai p Ket Akseptabilitas Kepemimpinan 0.211 3.948 0.000 *** Kualitas Pengembangkan Kerja

Sama Kelompok

0.393 7.781 0.000 *** Kualitas Hubungan Interpersonal 0.178 3.675 0.000 *** R2 = 0.390 F = 68.863 P = 0.000 ***

***: p<0.01

Tabel 2 Hasil Analisis Jalur Pengaruh Potensi Kerja Terpadu terhadap Akseptabilitas Kepemimpinan dengan Moderator Kompetensi Kerja

(Backward Method)

Variabel Bebas Koefisien Jalur

Nilai t Nilai p Ket

Rasa Kompeten 0.292 5.508 0.000 ***

Etos Kerja 1.052 3.467 0.000 ***

Motivasi Penyelesaian Target Kerja

-0.902 -3.992 0.000 *** Etos Kerja X Penguasaan

Keterampilan

Teknikal/Operasional

-1.562 -3.364 0.001 ***

Semangat Belajar Inovatif X Penguasaan Pengetahuan Profesional

(11)

Motivasi Penyelesaian Target Kerja X Penguasaan Keterampilan Teknikal/Operasional 1.582 3.916 0.000 *** R2 = 0.316 F = 24.643 P = 0.000 *** ***: p<0.01 ** : p<0.05

Tabel 3 Hasil Analisis Jalur Pengaruh Potensi Kerja Terpadu terhadap Kualitas Pengembangan Kerja Sama Kelompok dengan Moderator Kompetensi Kerja

(Backward Method)

Variabel Bebas Koefisien Jalur

Nilai t Nilai p Ket

Rasa Kompeten 0.207 3.690 0.000 ***

Integritas -0.114 -2.241 0.026 **

Etos Kerja X Penguasaan Keterampilan

Teknikal/Operasional

0.151 2.780 0.006 ***

Semangat Belajar Inovatif X Penguasaan Pengetahuan Profesional 0.296 5.098 0.000 *** R2 = 0.246 F = 26.285 P = 0.000 *** ***: p<0.01 ** : p<0.05

Tabel 4 Hasil Analisis Jalur Pengaruh Potensi Kerja Terpadu terhadap Kualitas Hubungan Interpersonal dengan Moderator Kompetensi Kerja (Backward Method)

Variabel Bebas Koefisien Jalur

Nilai t Nilai p Ket

Rasa Kompeten 0.157 2.651 0.008 ***

Semangat Belajar Inovatif X Penguasaan Pengetahuan Profesional

0.202 3.403 0.001 ***

R2 = 0.094 F = 16.897 P = 0.000 *** ***: p<0.01

(12)

Gambar 3 Model Kinerja Bermakna

4. Kesimpulan

Penelitian yang dilakukan menggunakan unit analisis 327 manajer perusahaan jasa ini, memberikan kesimpulan-kesimpulan sebagai berikut:

1. Hasil analisis faktor menunjukkan bahwa konsep kinerja bermakna dapat dikonfirmasi. Aspek-aspek yang membentuk kinerja bermakna, menunjukkan bahwa kinerja bermakna merupakan kinerja yang memberikan makna bagi organisasi sekaligus individu yang menjalankannya. Oleh karenanya, di dalam kajian tentang kinerja, seyogyanya kajian tersebut bukan hanya memperhatikan kepentingan organisasi saja, karena individu juga mengharapkan agar kepentingannya diperhatikan secara adil

(13)

mengutamakan kualitas hubungan kerja yang baik antar individu di tempat kerja. Oleh karenanya penciptaan kinerja seyogyanya memperhatikan proses (

process-oriented) dan bukan hanya pencapaian hasil (result-oriented)

3. Perilaku-perilaku kerja yang mempengaruhi kinerja bermakna adalah:

a. Kepemimpinan yang dengan rela dapat diterima oleh seluruh pengikutnya b. Kemampuan individu untuk mengarahkan dan memberikan bantuan kepada

anggota kelompok untuk terwujudnya sinergi

c. Kemampuan individu untuk menciptakan hubungan kerja yang baik diantara individu kerja

Hal ini menunjukkan bahwa yang menentukan kinerja bermakna adalah kualitas hubungan kerja antar individu yang baik di tempat kerja

4. Kompetensi kerja mempunyai pengaruh yang bervariasi, bisa positif dan juga negatif, terhadap terwujudnya perilaku kerja untuk terciptanya kinerja bermakna. a. Kompetensi kerja akan mempunyai pengaruh negatif bila kompetensi kerja

dalam bentuk penguasaan keterampilan teknikal/operasional, digunakan oleh individu yang menguasainya untuk menciptakan tempat kerja yang semakin mekanistik.

b. Kompetensi kerja dalam bentuk penguasaan keterampilan teknikal/operasional akan berpengaruh positif, apabila individu yang menguasainya menunjukkan kepedulian untuk berbagi keterampilan tersebut dengan individu lain.

c. Kompetensi kerja dalam bentuk penguasaan pengetahuan profesional akan memunculkan pengaruh positif, apabila individu yang menguasainya menunjukkan penguasaan pengetahuan yang mutahir dan relevan secara berkelanjutan.

5. Integritas akan menurunkan usaha untuk mengembangkan kerja sama kelompok, jika individu kurang memahami tata nilai bersama, dan lebih menonjolkan tata nilainya sendiri.

(14)

6. Rasa yakin pada kemampuan dan kompetensi yang dimiliki individu sangat penting dalam kehidupan kerja untuk mewujudkan perilaku kerja agar tercipta kinerja bermakna.

Gambar

Gambar 1 Konsep Kompetensi Kerja yang Digunakan dalam Penelitian Ini
Gambar 2 Model Penelitian
Tabel 1 Hasil Analisis Jalur Pengaruh Perilaku Kerja Cerdas terhadap Kinerja  Bermakna (Backward Method)
Tabel 3 Hasil Analisis Jalur Pengaruh Potensi Kerja Terpadu terhadap Kualitas  Pengembangan Kerja Sama Kelompok dengan Moderator Kompetensi Kerja
+2

Referensi

Dokumen terkait

dari analisis yang dilakukan melalui rekonsiliasi fiskal terjadi ada beberapa temuan yang terjadi di perusahaan, biaya seragam pegawai,biaya lain-lain yang dimana disana

Pada sisi kiri dan kanan bejana generator plasma diletakkan sistem elektrode ignitor, yang terdiri dari katode dengan spesifikasi: material katode terbuat dari Mg berbentuk

Pada perkembangan peradaban kehidupan manusia merealisasikan bentuk perdagangan yang berbeda dalam rangka memenuhi kebutuhan yang berkembang dalam masyarakatnya. Seperti yang

[r]

Selanjutnya di jabarkan dalam rumusan masalah secara khusus yaitu: (a) Bagaimana inovasi kerja guru bersertifikat pendidik dalam perencanaan pembelajaran di SMA

Dari bahasan tersebut dapat dirumuskan beberapa kesimpulan sekaligus proposisi penting: 1) Titik krusial siklus kebijakan dalam penyelesaian konflik etnik

Jadi dapat disimpulkan pelaksanaan mutasi peserta didik adalah Proses dari perencanaan perpindahan peserta didik dari kelas satu ke kelas lain yang sejajar

a) Aktivitas peneliti telah menunjukkan tingkat keberhasilan pada kriteria sangat baik. Oleh karena itu tidak diperlukan pengulangan siklus. b) Aktivitas siswa telah