• Tidak ada hasil yang ditemukan

NASKAH AKADEMIK PEMBENTUKAN ORGANISASI SEKRETARIAT JENDERAL BAWASLU, SEKRETARIAT BAWASLU PROVINSI, SEKRETARIAT PANWASLU, DAN SEKRETARIAT DKPP

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "NASKAH AKADEMIK PEMBENTUKAN ORGANISASI SEKRETARIAT JENDERAL BAWASLU, SEKRETARIAT BAWASLU PROVINSI, SEKRETARIAT PANWASLU, DAN SEKRETARIAT DKPP"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

NASKAH AKADEMIK

PEMBENTUKAN ORGANISASI SEKRETARIAT JENDERAL BAWASLU, SEKRETARIAT BAWASLU PROVINSI, SEKRETARIAT

PANWASLU, DAN SEKRETARIAT DKPP

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM 2012

(2)

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.2. Maksud dan Tujuan 1.3. Output

1.4. Metode

BAB II KAJIAN TEORETIS DAN EXISTING CONDITION SEKRETARIAT BAWASLU DAN PANWASLU

2.1. Gambaran Umum Pengawasan Pemilu 2.2. Tinjauan Normatif

2.3. Kondisi Kelembagaan

BAB III ANALISIS KELEMBAGAAN SEKRETARIAT JENDERAL BAWASLU, SEKRETARIAT BAWASLU PROVINSI, SEKRETARIAT PANWASLU, DAN SEKRETARIAT DKPP BERDASARKAN UU No. 15 TAHUN 2011

3.1 Tugas dan Wewenang Bawaslu dan Jajarannya

3.2 Sekretariat sebagai Pendukung Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bawaslu dan jajarannya

3.3 Sekretariat Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu. 3.4 Desain Struktur Organisasi

BAB IV MATERI MUATAN PERATURAN 4.1. Materi Penyempurnaan

4.2. Susunan Peraturan Presiden yang Baru BAB V PENUTUP

(3)

BAB I

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang:

Inisiatif DPR dan Pemerintah untuk memperbaiki kelemahan aspek kelembagaan penyelenggara Pemilu tertuang pada Naskah Akademik RUU tentang revisi UU Nomor 22 Tahun 2007. Dalam naskah tersebut disebutkan bahwa penyelenggara pemilihan umum mendapatkan kritik dalam menyelenggarakan Pemilihan Umum tahun 2009, baik Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD, dan DPRD maupun Pemilihan Umum Presiden/ Wakil Presiden, khususnya yang ditujukan kepada KPU. Kritik tajam tersebut disebabkan oleh penyelenggaraan Pemilu tahun 2009 diwarnai oleh sejumlah persoalan serius, terutama dalam proses penyelenggaraan tahap pemutakhiran data pemilih timbul masalah seputar akurasi DP4, DPS dan Daftar Pemilih Tetap (DPT), hingga akurasi penghitungan dan rekapitulasi suara. KPU dan jajarannya dianggap sebagai pihak yang paling bertanggungjawab terhadap masalah-masalah tersebut. Hal yang seperti itu mengakibatkan kualitas Pemilu dipertanyakan. Bawaslu juga mendapatkan sorotan yang lebih disebabkan keterbatasan wewenang yang pada pelaksanaannya berdampak pada fungsi pengawasan yang tidak optimal. Hasil kerja Bawaslu terkait dengan pelanggaran pemilu banyak yang tidak bisa ditindaklanjuti. Dalam praktik, penanganan pelanggaran pemilu dihadapkan pada sejumlah kendala, antara lain yang terkait dengan dugaan adanya pelanggaran Kode Etik yang dilakukan oleh KPU proses tindaklanjutnya terhenti karena KPU belum membentuk Dewan Kehormatan. Menghadapi pelaksanaan Pemilihan Umum Kepala Daerah/Wakil Kepala (Pemilukada) tahun 2010, Bawaslu juga menghadapi masalah terkait dengan kesiapan pembentukan jajarannya di tingkat bawah atau Panitia Pengawas Pemilihan Umum (Panwaslu). Panwaslu harus dibentuk kembali setelah dibubarkan pasca Pemilu, namun Bawaslu menghadapi keterbatasan waktu. Sementara prosedur untuk pengisian jabatan di Panwaslu memerlukan waktu yang tidak sebentar sesuai prosedur yang diamanatkan undang-undang. Ini semua terkait karena posisi Panwaslu yang bersifat ad hoc, tidak permanen.

Belum lagi soal dukungan sekretariat. Di tingkat pusat sekretariat Bawaslu dipimpin oleh eselon II, sementara KPU dipimpin oleh eselon I. Di tingkat bawah dukungan sekretariat juga seringkali menghadapi kendala, baik pada aspek sarana/ prasarana, anggaran maupun kesiapan sumber daya manusianya (kuantitas maupun kualitas). Sedikit banyak hal ini tentunya menghambat mobilitas penyelenggara pemilu dalam melaksanakan fungsi dan tugas pokoknya.

Pemilihan Umum (pemilu) merupakan perwujudan kedaulatan rakyat guna menghasilkan pemerintahan yang demokratis. Penyelenggaraan pemilu yang bersifat langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil hanya dapat terwujud apabila mempunyai integritas yang tinggi serta memahami dan menghormati hak-hak sipil dan politik dari warga negara. Penyelenggara pemilu yang lemah berpotensi menghambat terwujudnya pemilu yang berkualitas.

Secara umum, organisasi yang baik dicirikan oleh beberapa hal. Pertama, mempunyai visi dan misi yang jelas, yang dielaborasi dalam bentuk program yang terarah, terukur dan aplikatif, juga didukung oleh strategi pencapaian yang tepat dan

(4)

rasional. Kedua, organisasi digerakkan oleh orang-orang yang memiliki kualitas tertentu, baik pada aspek pengetahuan, sikap mental, keahlian/ketrampilan maupun sifat kepemimpinannya, sesuai dengan kebutuhan pencapaian visi, misi dan program tersebut. Ketiga, mempunyai sumber daya pendukung yang memadai, baik pada segi sarana/ prasarana, jaringan kerja maupun anggaran. Keempat, memiliki kemampuan untuk beradaptasi dengan lingkungan yang dinamis dan berubah-ubah serta bisa membangun kerjasama seluas mungkin dengan berbagai pihak.

KPU dan Bawaslu sebagai organisasi penyelenggara pemilu seyogyanya memiliki ciri-ciri dasar semacam itu. Dua organisasi ini jelas harus mengarahkan dayanya untuk terwujudnya pemilu yang langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil sehingga terbentuk pemerintahan yang bertanggungjawab serta wakil rakyat yang mampu memperjuangkan aspirasi rakyat. Meskipun hal ini bukan tugas yang mudah, namun jika KPU dan Bawaslu dikelola oleh orang-orang yang memenuhi syarat, maka tujuan luhur itu pastilah bisa tercapai dengan maksimal.

Akhirnya upaya untuk menyempurnakan konsep penyelenggara Pemilu tersebut, menjelang akhir tahun 2011 lalu, DPR bersama Presiden telah menetapkan berlakunya UU Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilu anggal 16 Oktober 2011 yang mencabut keberlakuan UU Nomor 22 Tahun 2007. Berlakunya UU ini disambut optimis beberapa kalangan dan diharapkan dapat meningkatkan kualitas kinerja KPU dan Bawaslu sebagai penyelenggara Pemilu. Di lain sisi, sempat ada pihak yang pesimis juga terkait adanya ketentuan persyaratan untuk menjadi anggota KPU dan Bawaslu serta jajarannya yang mana membuka peluang bagi mantan anggota partai politik untuk mendaftarkan diri sebelum 5 (lima) tahun setelah sejak pengunduran diri. Banyak yang khawatir bahwa ketentuan persyaratan yang longgar ini dapat membahayakan independensi penyelenggara Pemilu. Namun akhirnya kekhawatiran banyak pihak tersebut bisa dikesampingkan, setelah Mahkamah Konstitusi melalui Putusan No. 81/PUU-IX/2011 mengabulkan sebagian permohonan masyarakat pemerhati Pemilu dengan memberikan limitasi anggota partai politik untuk dapat ikut mendaftar hanya jika telah melewati 5 (lima) tahun sejak pengunduran diri dari partai politik yang bersangkutan.

Perubahan Regulasi Pengawasan Pemilu (a) Institusi Pengawas Pemilu

UU Nomor 15 Tahun 2011 memperkuat institusi pengawas Pemilu dengan mengatur Bawaslu Provinsi yang bersifat tetap seperti halnya Bawaslu, sementara Panwaslu Kabupaten/Kota beserta jajarannya di bawah tetap bersifat adhoc. Sebelumnya, pengawas Pemilu di tingkat provinsi masih berupa Panwaslu Provinsi yang bersifat ad hoc, tidak permanen. Penguatan ini telah menjadi agenda dalam proses perubahan UU Penyelenggara Pemilu yang mana dalam Naskah Akademik Perubahan UU Nomor 22 Tahun 2007 disebutkan masalah Bawaslu di antaranya adalah kesiapan pembentukan jajarannya di tingkat bawah, sementara prosedur untuk pengisian jabatan di Panwaslu memerlukan waktu yang tidak sebentar sesuai prosedur yang diamanatkan undang-undang. Adanya masalah ini berpangkal pada posisi Panwaslu yang bersifat ad hoc.

(5)

(b)Tugas Pengawas Pemilu

Berdasarkan UU Nomor 15 Tahun 2011, tugas Bawaslu adalah mengawasi penyelenggaraan Pemilu dalam rangka pencegahan dan penindakan pelanggaran untuk terwujudnya Pemilu yang demokratis, yang mana selain meliputi pengawasan tahapan penyelenggaraan Pemilu, juga meliputi pengawasan persiapan penyelenggaraan Pemilu. Hal ini tentu saja berbeda dengan sebelum revisi yang mana hanya menyebutkan tugas pengawasan untuk tahapan penyelenggaraan Pemilu saja, tanpa mencakup proses persiapan Pemilu. Tugas pengawas Pemilu hasil revisi berikutnya adalah menyelesaikan sengketa Pemilu, yang sebelumnya merupakan wewenang pengawas Pemilu yang terbatas pada Pemilu Kada.

(c) Jumlah Pengawas Pemilu Lapangan

Amanat revisi UU Penyelenggara Pemilu juga menyebutkan jumlah anggota Pengawas Pemilu Lapangan di setiap desa/kelurahan paling sedikit 1 (satu) orang dan paling banyak 5 (lima) orang, dengan mempertimbangkan kondisi geografis dan sebaran TPS.

(d)Sekretariat Jenderal Bawaslu

Sebelum revisi UU Penyelenggara Pemilu terjadi ketimpangan fasilitasi lembaga, di tingkat pusat sekretariat Bawaslu dipimpin oleh eselon II, sementara KPU dipimpin oleh eselon I. Di tingkat bawah dukungan sekretariat juga seringkali menghadapi kendala, baik pada aspek sarana/ prasarana, anggaran maupun kesiapan sumber daya manusianya (kuantitas maupun kualitas). Sedikit banyak hal ini tentunya menghambat mobilitas penyelenggara pemilu dalam melaksanakan fungsi dan tugas pokoknya. Alasan inilah yang akhirnya menjadi motivasi bagi perancang undang-undang untuk memperkuat Bawaslu dengan adanya sekretariat jenderal Bawaslu.

(e) Dibentuknya Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP)

Salah satu opsi yang diajukan dalam proses perubahan UU Penyelenggara Pemilu lalu adalah membentuk insititusi penyelenggara Pemilu dengan model tiga kamar yang mana memadukan adanya tiga organisasi berbeda dengan kedudukan, tugas dan wewenang yang berbeda namun sama-sama kuat. Berdasarkan pilihan tersebut, akhirnya dibentuklan DKPP sebagai penyeimbang peran KPU dan Bawaslu. Tugas DKPP ini terutama untuk mengatasi banyaknya pelanggaran Kode Etik yang dilakukan oleh KPU dan jajarannya, tetapi proses tindaklanjutnya terhenti sampai sekarang karena KPU belum membentuk Dewan Kehormatan. Keanggotaan DKPP ini berdasarkan Putusan MK No. 81/PUU-IX/2011 adalah 1 (satu) orang unsur KPU, 1 (satu) orang unsur Bawaslu, dan 5 (lima) orang tokoh masyarakat. Berlakunya UU Nomor 15 Tahun 2011 ini juga mengamanatkan agar Organisasi, tugas, fungsi, wewenang dan tata kerja Sekretariat Jenderal Bawaslu, sekretariat Bawaslu Provinsi, dan sekretariat Panwaslu Kabupaten/Kota, dan sekretariat Panwaslu Kecamatan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Presiden berdasarkan usulan Bawaslu (Pasal 108). Selain itu untuk melaksanakan amanat Pasal 115 UU Nomor 15 Tahun 2011 juga perlu diatur sekretariat DKPP yang melekat pada Sekretariat Jenderal Bawaslu.

(6)

Untuk membentuk organisasi sekretariat yang sesuai dengan amanat UU Nomor 15 Tahun 2011 tersebut, perlu dibentuk peraturan presiden tentang pola organisasi dan tata kerja sekretariat jenderal Bawaslu, sekretariat Bawaslu Provinsi dan sekretariat Panwaslu yang mencabut keberlakuan Peraturan Presiden Nomor 49 Tahun 2008. 1.2. Maksud dan Tujuan

Naskah akademik ini bermaksud untuk melakukan kajian terhadap kondisi existing pada sekretariat Bawaslu, dalam rangka memperbaiki kinerja kelembagaan untuk melaksanakan fungsi pengawasan Pemilu secara efektif dan efisien yang disesuaikan dengan amanat UU nomor 15 Tahun 2011.

Tujuan pengkajian ini adalah:

1. Melakukan evaluasi atas kondisi existing sekretariat Bawaslu;

2. Merumuskan desain struktur kelembagaan sekretariat jenderal Bawaslu yang sesuai dengan amanat UU Nomor 15 Tahun 2011;

3. Memposisikan sekretariat Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) dalam sekretariat jenderal Bawaslu;

4. Melakukan analisis terhadap desain kelembagaan sekretariat jenderal Bawaslu yanng akan disusun tersebut.

1.3. Output

Hasil pengkajian dalam naskah akademik ini akan disusun sebagai arahan dan pertimbangan bagi tersusunnya struktur kelembagaan dan tata kerja sekretariat jenderal Bawaslu dan sekretariat DKPP yang efektif dan efisien berdasarkan UU Nomor 15 Tahun 2011.

(7)

BAB II

KAJIAN TEORETIS DAN EXISTING CONDITION SEKRETARIAT BAWASLU DAN PANWASLU

2.1 Gambaran Umum Pengawasan Pemilu

Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 Pasal 22E ayat (5) mengatur dan menetapkan ”Pemilihan umum diselenggarakan oleh suatu komisi pemilihan umum yang bersifat nasional, tetap, dan mandiri”. Amanat konstitusi tersebut untuk memenuhi tuntutan perkembangan kehidupan politik, dinamika masyarakat dan perkembangan demokrasi yang sejalan dengan pertumbuhan kehidupan berbangsa dan bernegara. Di samping itu wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia sangat luas terdiri dari beribu-ribu pulau, dengan jumlah penduduk yang banyak dan menyebar di seluruh nusantara serta memiliki kompleksitas nasional menuntut keberadaan penyelenggara pemilihan umum yang profesional dan memiliki kredibilitas yang dapat dipertanggungjawabkan.

Menilik praktik demokrasi di beberapa negara lain, sebetulnya pelaksanaan pemilu yang demokratis tidak mengharuskan adanya lembaga Pengawas Pemilu tersendiri untuk menjamin pelaksanaan pemilu yang jujur dan adil, namun para perancang undang-undang kita menghendaki lembaga Pengawas Pemilu itu eksis karena karena posisi maupun perannya dinilai strategis dalam upaya pengawasan pelaksanaan pemilu (Tjiptabudy, 2009). Diperkuat dengan pendapat MK dalam Putusan MK No. 11/PUU-VIII/2010 yang menyatakan bahwa istilah “suatu komisi pemilihan umum” dalam Pasal 22E ayat (5) UUD 1945 tidak merujuk kepada sebuah nama institusi, akan tetapi menunjuk pada fungsi penyelenggaraan Pemilu yang tidak hanya dilaksanakan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU), akan tetapi termasuk juga Bawaslu sebagai satu kesatuan fungsi. Berdasarkan aspek yuridis tersebut, jelas bahwa konsep pengawasan Pemilu di Indonesia diwujudkan secara institusi dalam lembaga Bawaslu, yang mana memperkuat aspek pengawasan partisipatif oleh masyarakat dan pemantau.

Pengawas Pemilu merupakan lembaga yang diberi wewenang melakukan pengawasan yang hasil pengawasannya dapat menjadi temuan pelanggaran, menerima laporan pelanggaran pemilu, kemudian melakukan kajian terhadap laporan atau temuan dugaan pelanggaran pemilu untuk memastikan apakah hal tersebut benar-benar mengandung pelanggaran. Upaya proaktif Pengawas Pemilu terlihat dari tugas pengawasan yang mana dapat menjadi daya tangkal (deterrence) bagi terjadinya pelanggaran Pemilu, selain itu juga dapat menghasilkan temuan pelanggaran bagi proses penanganan pelanggaran berikutnya. Sementara aspek partisipasi masyarakat terlihat dari wewenang Bawaslu menerima laporan dugaan pelanggaran Pemilu.

(8)

2.2 Konsep Pengawas Pemilu Ideal

Dalam konteks Pemilu di Indonesia, konsep pengawas Pemilu yang ideal dapat terwujud dalam keberadaan lembaga pengawas yang sesuai (compatible) dengan sistem penyelenggaraan Pemilu, yang meliputi kesesuaian dengan teknis penyelenggaraan, institusi penyelenggara Pemilu lainnya, serta kesesuaian dengan instansi penegak hukum. Kompatibilitas ini menjadi syarat penting bagi terciptanya pengawasan Pemilu yang efektif dan efisien, yang mana mengeliminasi kemungkinan adanya blind spot yang tidak terawasi dan tumpang tindih kewenangan. Konsep yang demikian tersebut harus juga diperkuat dengan prinsip pengawas Pemilu sebagai berikut:

a. Bersifat Independen dan kredibel dari sisi kelembagaan maupun personal:

Independen berarti mandiri yang tidak memihak kepada partai politik atau kontestan manapun Keberpihakan penyelenggara Pemilu kepada peserta Pemilu akan mengakibatkan distrust serta menimbulkan proses dan hasil yang tidak fair, sehingga menghilangkan makna demokrasi yang berusaha diwujudkan melalui pemilihan umum yang “langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil”. Sementara kredibel berarti memiliki sifat dapat dipercaya.

b. Wewenang mengawasi dan menangani pelanggaran Pemilu:

Dalam konsep pengawas Pemilu ideal, pengawas Pemilu melaksanakan fungsi pengawasan dan penanganan pelanggaran dengan menghasilkan temuan/menerima laporan pelanggaran, pengumpulan alat bukti, klarifikasi, pengkajian yang kemudian akan diklasifikasikan sebagai jenis pelanggaran administrasi, tindak pidana, atau pelanggaran kode etik penyelenggara Pemilu. Kewenangan ini harus secara berkelanjutan didukung oleh pelaksanaan wewenang dari KPU dan DKPP, serta koordinasi yang kuat dengan kepolisian atau kejaksaan.

c. Transparan

Transaparansi mensyaratkan adanya ketersediaan informasi yang cukup, akurat dan tepat waktu terkait dengan sebuah pelaksanaan tugas pengawas Pemilu. Dalam peraturan perundang-undangan, transparansi ditafsirkan sebagai informasi yang relevan dan tersedia untuk manfaat publik secara umum.

d. Membuka partisipasi masyarakat

Peran partisipatif dari masyarakat yang sadar pada pentingnya penyelenggaraan Pemilu demokratis harus diakomodasi dalam mekanisme pengawasan Pemilu yang mana memberi kemudahan turut sertanya pemantau Pemilu dan masyarakat. Salah satu cara mengakomodasi hal tersebut adalah prosedur pelaporan pelanggaran bagi masyarakat yang menemukan adanya dugaan pelanggaran. Hal ini tentu harus ditunjang dengan pengawas Pemilu yang mempunyai prosedur pelaporan yang jelas, serta penanganan pelanggaran yang kredibel.

(9)

2.3 Kondisi Kelembagaan

Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) adalah badan yang bertugas mengawasi penyelenggaraan Pemilu di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dalam melaksanakan tugasnya anggota Bawaslu didukung oleh Sekretariat Bawaslu yang dibentuk berdasarkan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 49 tahun 2008 dan dipimpin oleh Kepala Sekretariat. Sekretariat Bawaslu mempunyai tugas memberikan dukungan teknis dan administratif kepada Bawaslu. Sekretariat Bawaslu terdiri atas sebanyak-banyaknya 4 (empat) Bagian, dan masing-masing Bagian terdiri atas sebanyak-banyaknya 3 (tiga) Sub Bagian.

Setelah berlakunya UU Nomor 15 Tahun 2011 yang mengamanatkan adanya Sekretariat Jenderal Bawaslu yang dipimpin oleh pejabat eselon I, sejauh ini pelaksanaan fasilitasi Bawaslu masih didukung Sekretariat yang dipimpin oleh eselon IIa. Untuk mengawasi penyelenggaraan Pemilu, Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007 mengatur mengenai Bawaslu yang bersifat tetap. Fungsi pengawasan ekstern yang dilakukan oleh Bawaslu serta Panwaslu Provinsi, Panwaslu Kabupaten/Kota, Panwaslu Kecamatan, dan Pengawas Pemilu Lapangan melengkapi fungsi pengawasan intern yang dilakukan oleh KPU.

1) Badan Pengawas Pemilu atau Bawaslu adalah badan yang bertugas mengawasi penyelenggaraan Pemilu di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

2) Panitia Pengawas Pemilu Provinsi dan Panitia Pengawas Pemilu Kabupaten/Kota atau Panwaslu Provinsi dan Panwaslu Kabupaten/Kota adalah Panitia yang dibentuk oleh Bawaslu untuk mengawasi penyelenggaraan Pemilu di wilayah provinsi dan kabupaten/kota.

3) Panitia Pengawas Pemilu Kecamatan atau Panwaslu Kecamatan adalah panitia yang dibentuk oleh Panwaslu Kabupaten/Kota untuk mengawasi penyelenggaraan Pemilu di wilayah Kecamatan atau nama lain.

4) Pengawas Pemilu Lapangan adalah petugas yang dibentuk oleh Panwaslu Kecamatan untuk mengawasi penyelenggaraan Pemilu di desa atau nama lain/ kelurahan.

Bagan struktur Pengawas Pemilu pada Pemilu Legislatif, Pemilu Presiden dan Pemilu Kada menurut UU 22 Tahun 2007 sebelum dicabut adalah sebagai berikut:1

1

(10)

Pemilu Legislatif, Pemilu Presiden

dan Pemilu Kada Provinsi Pemilu Kada Kabupaten/Kota 2

Berdirinya sekretariat Bawaslu diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 49 Tahun 2008. Kemudian Peraturan Bawaslu (Perbawaslu) Nomor 14 Tahun 2009 mengatur bahwa Sekretariat Badan Pengawas Pemilihan Umum menyelenggarakan fungsi: 1. perumusan program dan anggaran, pengumpulan pengolahan data, informasi

pengawasan pemilihan umum, dan hubungan masyarakat;

2. pemberian bantuan hukum, penyelesaian sengketa hukum, penyusunan peraturan perundang-undangan, penanganan pelanggaran, dan tindak lanjut pelanggaran;

3. penyiapan bahan tatalaksana pengawasan pemilihan umum; 4. penyiapan bahan teknis pengawasan;

5. penyiapan bahan kajian pengawasan;

6. penyiapan bahan hubungan antar lembaga; dan

7. pengelolaan urusan ketatausahaan, sumberdaya perlengkapan, rumah tangga, dan protokol.

Berdasarkan Perbawaslu tersebut Sekretariat Bawaslu terdiri atas: 1. Bagian Perencanaan dan Anggaran;

2. Bagian Hukum dan Penanganan Pelanggaran;

3. Bagian Tatalaksana Pengawasan Pemilihan Umum; dan 4. Bagian Umum.

Bagan struktur organisasi menurut Peraturan Bawaslu Nomor 14 Tahun 2009 adalah sebagai berikut:

2

Dalam hal di suatu daerah diselenggarakan Pemilu Kada Provinsi dan Pemilu Kada Kabupaten/Kota secara serentak, maka Panwaslu Kabupaten/Kota tetap bertanggungjawab kepada Panwaslu Provinsi dalam menjalankan tugas dan wewenangnya untuk penyelenggaraan pengawasan Pemilu Kada Provinsi. Jika diminta oleh Bawaslu, Panwaslu Provinsi dapat membantu Bawaslu dalam menjalankan supervisi terhadap Panwaslu Kabupaten/Kota dalam penyelenggaraan Pemilu Kada Kabupaten/Kota sepanjang disertai Surat Tugas resmi dari Bawaslu.

Panwaslu Provinsi Panwaslu Kabupaten/Kota

Panwaslu Kecamatan Pengawas Pemilu Lapangan

Bawaslu

Panwaslu Kabupaten/Kota Panwaslu Kecamatan Pengawas Pemilu Lapangan

(11)

KKRE KELOMPOK TENAGA FUNGSIONAL TIM ASISTENSI SEKRETARIAT BAWASLU BAGIAN

PERENCANAAN DAN ANGGARAN

SUBBAGIAN

DATA, INFORMASI, DAN HUBUNGAN MASYARAKAT

SUBBAGIAN

PROGRAM DAN ANGGARAN

SUBBAGIAN

EVALUASI DAN PELAPORAN

SUBBAGIAN

HUKUM DAN PERUNDANG-UNDANGAN

SUBBAGIAN

PENANGANAN PELANGGARAN

SUBBAGIAN

TINDAK LANJUT PELANGGARAN

SUBBAGIAN

TEKNIS PENGAWASAN

SUBBAGIAN

KAJIAN PENGAWASAN PEMILU

SUBBAGIAN

HUBUNGAN ANTAR LEMBAGA

BAGIAN U M U M

SUBBAGIAN

TATA USAHA DAN SUMBER DAYA MANUSIA

SUBBAGIAN

KEUANGAN

SUBBAGIAN

PERLENGKAPAN, RUMAH TANGGA, DAN

PROTOKOL BAGIAN

HUKUM DAN PENANGANAN PELANGGARAN

BAGIAN

TATA LAKSANA PENGAWASAN PEMILIHAN UMUM

(12)

BAB III

ANALISIS KELEMBAGAAN SEKRETARIAT JENDERAL BAWASLU, SEKRETARIAT BAWASLU PROVINSI, SEKRETARIAT PANWASLU, DAN SEKRETARIAT DKPP BERDASARKAN UU No. 15 TAHUN 2011 Setelah berlakunya UU Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilu yang mencabut keberlakuan UU Nomor 22 Tahun 2007, terdapat perubahan hirarkis yang dipengaruhi oleh permanenisasi pengawas Pemilu di tingkat provinsi. Sehingga struktur pengawas Pemilu menjadi sebagai berikut:

Berlakunya UU Nomor 15 Tahun 2011 tersebut, sebagaimana telah disinggung sebelumnya, juga mengamanatkan agar organisasi, tugas, fungsi, wewenang dan tata kerja Sekretariat Jenderal Bawaslu, sekretariat Bawaslu Provinsi, dan sekretariat Panwaslu Kabupaten/Kota, dan sekretariat Panwaslu Kecamatan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Presiden berdasarkan usulan Bawaslu. Termasuk mengenai sekretariat DKPP yang melekat pada Sekretariat Jenderal Bawaslu.

3.1 Tugas dan Wewenang Bawaslu dan Jajarannya

Bawaslu bertugas mengawasi penyelenggaraan Pemilu dalam rangka pencegahan dan penindakan pelanggaran untuk terwujudnya Pemilu yang demokratis. Periode pengawasan Pemilu menurut UU Nomor 15 Tahun 2011 dibagi menjadi dua, yaitu pengawasan persiapan dan pengawasan pelaksanaan tahapan. Pengawasan persiapan penyelenggaraan Pemilu terdiri atas:

1. perencanaan dan penetapan jadwal tahapan Pemilu; 2. perencanaan pengadaan logistik oleh KPU;

(13)

pemilihan untuk pemilihan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota oleh KPU sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;

4. sosialisasi penyelenggaraan Pemilu; dan

5. pelaksanaan tugas pengawasan lain yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan.

Sementara yang termasuk dalam periode pengawasan pelaksanaan tahapan penyelenggaraan Pemilu adalah:

1. pemutakhiran data pemilih dan penetapan daftar pemilih sementara serta daftar pemilih tetap;

2. penetapan peserta Pemilu;

3. proses pencalonan sampai dengan penetapan anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, pasangan calon presiden dan wakil presiden, dan calon gubernur, bupati, dan walikota sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan;

4. pelaksanaan kampanye;

5. pengadaan logistik Pemilu dan pendistribusiannya;

6. pelaksanaan pemungutan suara dan penghitungan suara hasil Pemilu di TPS; 7. pergerakan surat suara, berita acara penghitungan suara, dan sertifikat hasil

penghitungan suara dari tingkat TPS sampai ke PPK;

8. pergerakan surat tabulasi penghitungan suara dari tingkat TPS sampai ke KPU Kabupaten/Kota;

9. proses rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara di PPS, PPK, KPU Kabupaten/Kota, KPU Provinsi, dan KPU;

10. pelaksanaan penghitungan dan pemungutan suara ulang, Pemilu lanjutan, dan Pemilu susulan;

11. pelaksanaan putusan pengadilan terkait dengan Pemilu; 12. pelaksanaan putusan DKPP; dan

13. proses penetapan hasil Pemilu.

Berdasarkan periode pengawasan tersebut, Bawaslu menangani pelanggaran dengan menghasilkan temuan/menerima laporan pelanggaran, pengumpulan alat bukti, klarifikasi, pengkajian yang kemudian akan diklasifikasikan sebagai jenis pelanggaran administrasi, tindak pidana, atau pelanggaran kode etik penyelenggara Pemilu. Temuan adalah hasil pengawasan yang didapat secara langsung maupun tidak langsung berupa data atau informasi tentang dugaan terjadinya pelanggaran Pemilu. Sedangkan laporan pelanggaran adalah laporan yang disampaikan secara lisan dan/atau tulisan oleh seorang/lebih anggota masyarakat, pemantau Pemilu, maupun pasangan calon dan/atau tim kampanye kepada Pengawas Pemilu tentang dugaan terjadinya pelanggaran Pemilu. Kemudian proses penanganan pelanggaran dilanjutkan dengan penerusan hasil kajian atas laporan kepada instansi yang berwenang dan memantau pelaksanaan tindak lanjut pelanggaran tersebut. Tindak pidana diteruskan ke kepolisian sebagai penyidik, administrasi diteruskan ke KPU/jajarannya, kemudian pelanggaran kode etik diteruskan ke DKPP.

(14)

menyelesaikan sengketa Pemilu. Sengketa Pemilu didefinisikan sebagai perselisihan antara dua pihak atau lebih yang terjadi dalam penyelenggaraan Pemilu, yang mana tidak termasuk ranah pelanggaran dan perselisihan hasil Pemilu. Sengketa Pemilu ini timbul karena adanya perbedaan penafsiran antara para pihak atau suatu ketidakjelasan tertentu yang berkaitan dengan suatu masalah fakta kegiatan, peristiwa, dan/atau ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai Pemilu Kada, atau keadaan dimana pengakuan atau pendapat dari salah satu pihak mendapatkan penolakan, pengakuan yang berbeda, dan/atau penghindaran dari pihak lain.

Konsep pengawasan Pemilu tersebut nantinya diaplikasikan ke dalam Pemilu Legislatif, Pemilu Presiden dan Wakil Presiden, serta Pemilu Kada. Tolok ukur efektifitas dan efisiensi pelaksanaan pengawasan Pemilu ini pada akhirnya tentu akan dipengaruhi juga oleh kredibilitas dan integritas aparat pengawas Pemilu di seluruh tingkatan, serta ditunjang dengan peran partisipatif dari masyarakat yang sadar pada pentingnya penyelenggaraan Pemilu demokratis untuk melahirkan pemerintahan yang menjadi jantung bagi upaya bangsa untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur.

3.2 Sekretariat sebagai Pendukung Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bawaslu dan Jajarannya

Sekretariat Jenderal Bawaslu mempunyai tugas memberikan dukungan teknis dan administratif kepada Bawaslu. Begitu pula dengan sekretariat Bawaslu Provinsi dan Panwaslu yang bertugas memberikan dukungan teknis dan administratif kepada Bawaslu Provinsi dan Panwaslu sesuai tingkatannya. Uraian tugas dan wewenang sekretariat ini nantinya akan diuraikan dalam Peraturan Presiden.

3.3 Sekretariat Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu.

Dalam Undang-undang Nomor 15 Tahun 2011 Pasal 115 menyatakan bahwa dalam menjalankan tugasnya DKPP dibantu oleh sekretariat yang melekat pada Sekretariat Jenderal Bawaslu.

Sekretariat DKPP adalah aparatur pemerintah yang di dalam melaksanakan tugas dan fungsinya berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Ketua DKPP. Sekretariat DKPP mempunyai tugas memberikan dukungan teknis dan administratif kepada DKPP.

Implementasi Pasal 115 UU Nomor 15 Tahun 2011 tentang sekretariat DKPP yang melekat pada Sekretariat Jenderal Bawaslu tersebut dapat dikonstruksikan bahwa sekretariat DKPP ini dipimpin oleh Sekretaris DKPP yang jabatannya melekat/ ex-officio pada Sekretaris Jenderal Bawaslu. Sebagai pembanding, pengertian ex-officio

menurut perundang-undangan di Indonesia disebutkan dalam UU Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan, yaitu ex-officio adalah jabatan seseorang pada lembaga tertentu karena tugas dan kewenangannya pada lembaga lain.

(15)

Bawaslu seharusnya memiliki struktur yang dapat menopang pelaksanaan tugas dan fungsi sekretariat DKPP.

Tugas DKPP tersebut yang nantinya dibantu oleh sekretariat menurut Pasal 111 ayat (3) adalah meliputi:

a. Menerima pengaduan dan/atau laporan dugaan adanya pelanggaran kode etik oleh Penyelenggara Pemilu;

b. Melakukan penyelidikan dan verifikasi, serta pemeriksaan atas pengaduan dan/atau laporan dugaan adanya pelanggaran kode etik oleh Penyelenggara Pemilu;

c. Menetapkan putusan; dan

d. Menyampaikan putusan kepada pihak-pihak terkait untuk ditindaklanjuti. Dalam menjalankan tugas tersebut, DKPP juga mempunyai wewenang yang perlu difasilitasi oleh sekretariat, antara lain:

a. Memanggil Penyelenggara Pemilu yang diduga melakukan pelanggaran kode etik untuk memberikan penjelasan dan pembelaan;

b. Memanggil pelapor, saksi, dan/atau pihak-pihak lain yang terkait untuk dimintai keterangan, termasuk untuk dimintai dokumen atau bukti lain; dan c. Memberikan sanksi kepada Penyelenggara Pemilu yang terbukti melanggar

kode etik.

Kemudian untuk mewujudkan optimalisasi pelaksanaan fasilitasi atas tugas dan wewenang DKPP tersebut, sekretariat perlu menyelenggarakan fasilitasi terhadap kegiatan-kegiatan yang pada pokoknya diklasifikasikan sebagai berikut:

1. Persidangan Pemeriksaan Pelanggaran Kode Etik Penyelenggara Pemilu; 2. Klarifikasi dugaan pelanggaran kode etik;

3. Sosialisasi DKPP dalam media massa; 4. Rapat Pleno DKPP;

5. Penyusunan Peraturan tentang DKPP;

Sehubungan dengan pelaksanaan tugas sekretariat untuk memfasilitasi tugas dan wewenang DKPP tersebut di atas, perlu dilakukan perumusan tentang struktur organisasi dan tata kerja sekretariat seperti apa yang nantinya dapat diterapkan dalam sekretariat DKPP. Perumusan ini tentunya dilakukan dengan mempertimbangkan efisiensi dan efektivitas pelaksanaan tugas dan wewenang DKPP, dengan memperhatikan sikap melekatnya sekretariat DKPP pada sekretariat Jenderal Bawaslu.

3.4 Desain Struktur Organisasi

Berdasarkan analisis kelembagaan tersebut di atas, struktur organisasi Sekretariat Jenderal Bawaslu, sekretariat Bawaslu Provinsi, Sekretariat Panwaslu dan Sekretariat DKPP perlu disusun dengan memperhatikan prinsip birokrasi yang efektif dan efisien. Sebagai gambaran, bagan struktur Sekretariat Jenderal Bawaslu dan sekretariat DKPP dapat disusun sebagai berikut:

(16)

Keterangan :

Garis Pimpinan dari Bawaslu kepada Jajaranya Garis Koordinasi

STRUKTUR KESEKJENAN BAWASLU DAN SEKRETARIAT DKPP

BAGIAN BAWASLU Sekretaris Jenderal/ Ex Officio Sekretaris DKPP DKPP BIRO BAGIAN BAGIAN BAGIA BIRO BAGIAN BAGIAN BAGIAN BIRO BAGIAN BAGIAN BAGIAN SUB BAGIAN BAGIAN BAGIAN SUB BAGIAN BAGIAN BAGIAN SUB BAGIAN BAGIAN BAGIA BIRO BAGIAN BAGIAN BAGIAN SUB BAGIAN Kelompok Jabatan Fungsional

(17)

BAB IV

MATERI MUATAN PERATURAN 4.1. Materi Penyempurnaan

4.1.1. Status Sekretariat

Sekretariat Jenderal Bawaslu adalah aparatur pemerintah yang di dalam melaksanakan tugas dan fungsinya berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Ketua Bawaslu. Sekretariat Jenderal Bawaslu dipimpin oleh Sekretaris Jenderal. Sekretariat Bawaslu Provinsi/Panwaslu Kabupaten/Kota/Panwaslu Kecamatan adalah aparatur pemerintah yang di dalam melaksanakan tugas dan fungsinya berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Bawaslu Provinsi/Panwaslu Kabupaten/Kota/Panwaslu Kecamatan.

4.1.2. Struktur Organisasi Sekretariat

Sekretariat Jenderal Bawaslu terdiri atas sebanyak-banyaknya 4 (empat) Biro, masing Biro terdiri atas sebanyak-banyaknya 4 (empat) Bagian, dan masing-masing Bagian terdiri atas sebanyak-banyaknya 3 (tiga) Sub Bagian. Sekretariat Bawaslu Provinsi terdiri atas sebanyak-banyaknya 3 (tiga) Sub Bagian. Sekretariat Panwaslu Kabupaten/Kota dan Kecamatan bersifat ad hoc.

4.1.3. Eselonisasi Sekretariat

Eselonisasi jabatan struktural di lingkungan Sekretariat Jenderal Bawaslu, sebagai berikut:

a. Sekretaris Jenderal Bawaslu adalah Jabatan Struktural Eselon Ib; b. Kepala Biro adalah Jabatan Struktural Eselon IIa;

c. Kepala Bagian adalah Jabatan Struktural Eselon IIIa; dan d. Kepala Sub Bagian adalah Jabatan Struktural Eselon IVa.

Eselonisasi jabatan struktural di lingkungan Sekretariat Bawaslu Provinsi, sebagai berikut:

a. Kepala Sekretariat Bawaslu Provinsi adalah Jabatan Struktural Eselon IIIa; dan b. Kepala Sub Bagian adalah Jabatan Struktural Eselon IVa.

4.1.4. Pembinaan Sekretariat

Pembinaan kepangkatan Pegawai Negeri Sipil pada Sekretariat Jenderal Bawaslu dilakukan oleh Sekretaris jenderal Bawaslu. Pembinaan kepangkatan Pegawai Negeri Sipil pada Sekretariat Bawaslu Provinsi dilakukan oleh Sekretaris Jenderal Bawaslu atau instansi induknya. Pembinaan kepangkatan Pegawai Negeri Sipil pada Panwaslu Kabupaten/Kota dan Panwaslu Kecamatan dilakukan oleh instansi induknya.

(18)

4.1.5. Sekretariat DKPP

Sekretariat DKPP adalah aparatur pemerintah yang di dalam melaksanakan tugas dan fungsinya berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Ketua DKPP. Sekretariat DKPP dipimpin oleh Sekretaris DKPP yang jabatannya melekat pada Sekretaris Jenderal Bawaslu. Sekretariat DKPP mempunyai tugas memberikan dukungan teknis dan administratif kepada DKPP. Dukungan teknis dan administratif kepada DKPP dilaksanakan oleh Biro pada Sekretariat jenderal Bawaslu yang tugas dan fungsinya di bidang penegakan kode etik penyelenggara Pemilu.

4.2. Susunan Rancangan Peraturan Presiden yang Baru

Rancangan Peraturan Presiden tentang Organisasi, tugas, fungsi, wewenang dan tata kerja Sekretariat Jenderal Bawaslu, Sekretariat Bawaslu Provinsi, dan sekretariat Panwaslu Kabupaten/Kota, Sekretariat Panwaslu Kecamatan, dan Sekretariat Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu akan disusun sebagai berikut:

BAB I KETENTUAN UMUM

BAB II KEDUDUKAN, TUGAS, FUNGSI DAN WEWENANG BAB III ORGANISASI

BAB IV ESELONISASI, PENGANGKATAN, DAN PEMBERHENTIAN BAB V KELOMPOK JABATAN FUNGSIONAL

BAB VI TATA KERJA

BAB VII SEKRETARIAT DKPP BAB VIII PEMBIAYAAN

BAB IX KETENTUAN PENUTUP

BAB V PENUTUP

Demikian naskah akademik ini disusun agar dapat dijadikan acuan dalam perumusan dan pembahasan Rancangan Peraturan Presiden tentang Organisasi, tugas, fungsi, wewenang dan tata kerja Sekretariat Jenderal Bawaslu, Sekretariat Bawaslu Provinsi, dan sekretariat Panwaslu Kabupaten/Kota, Sekretariat Panwaslu Kecamatan, dan Sekretariat Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu.

Jakarta, 2012 Badan Pengawas Pemilihan Umum

Ketua,

Referensi

Dokumen terkait

Untuk beraktifitas secara baik tanpa mengalami gangguan atau keterbatasan komponen kesehatan yang harus terdapat dalam tubuh seorang remaja adalah daya tahan jantung paru,

Agung Pribadi, Head of the Information and Cooperation Services Communication Bureau (KLIK) of the Ministry of Energy and Mineral Resources (ESDM), said ahead of the turn

Yang dimaksud nilai efektif arus dan tegangan adalah kuat arus atau Yang dimaksud nilai efektif arus dan tegangan adalah kuat arus atau tegangan yang dianggap

Senyawa flavonoida selalu terdapat pada tumbuhan dalam bentuk glikosida dimana satu atau lebih gugus hidroksi fenol berikatan dengan gula.. Flavonoida berupa senyawa yang larut

Pembuatan film action ini menggunakan penggabungan teknik live shoot dan special effect untuk menvisualkan adegan yang tidak dapat dicapai dengan alat yang biasa dan

Sesuai ketentuan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 8 tahun 2003, Susunan Organisasi Sekretariat Daerah terdiri dari sebanyak-banyaknya 3 (tiga) Asisten Sekretaris

Penelitian terdahulu yang sesuai dengan penelitian ini sehingga dapat digunakan sebagai acuan untuk melakukan penelitian adalah penelitian yang dilakukan oleh

Sesuai dengan arahan pada Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional, Kawasan Strategis Nasional (KSN) adalah wilayah yang