• Tidak ada hasil yang ditemukan

GAMBARAN EFISIENSI SISTEM PENYIMPANAN DI INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH DR. H. MOCH. ANSARI SALEH BANJARMASIN.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "GAMBARAN EFISIENSI SISTEM PENYIMPANAN DI INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH DR. H. MOCH. ANSARI SALEH BANJARMASIN."

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

Caring Jurnal Keperawatan Online GAMBARAN EFISIENSI SISTEM PENYIMPANAN DI INSTALASI FARMASI RUMAH

SAKIT UMUM DAERAH DR. H. MOCH. ANSARI SALEH BANJARMASIN

Risya Mulyani1

INTISARI

Latar Belakang: Penyimpanan yang baik bertujuan untuk mempertahankan kualitas obat, meningkatkan efisiensi, mengurangi kerusakan atau kehilangan obat, mengoptimalkan manajemen persediaan, serta memberikan informasi kebutuhan obat yang akan datang. Ketidak efisienannya akan berdampak negatif secara medik, sosial maupun ekonomi.

Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran efisiensi sistem penyimpanan obat di Instalasi Farmasi Rumah Sakit Umum Daerah Dr. H. Moch. Ansari Saleh Banjarmasin.

Metode: Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif eksploratori non hipotesis yang bertujuan untuk gambaran efisiensi sistem penyimpanan di Instalasi Farmasi Rumah Sakit Umum Daerah Dr. H. Moch.Ansari Saleh Banjarmasin. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah dengan metode wawancara, observasi dan studi dokumentasi.

Hasil: Penelitian dari 2 Instalasi Farmasi Rumah Sakit menunjukan bahwa sistem penyimpanan obat masih terdapat yang belum efisien berdasarkan 6 indikator. 3 indikator sistem penataan gudang, persentase dan nilai obat yang kadaluarsa sudah efisien, 4 indikator ketepatan data jumlah obat pada katu stok, TOR, dan tingkat ketersediaan obat. Masih belum efesien dalam sistem penyimpanan obat.

Kata Kunci: Penyimpanan, efisiensi, Instalasi Farmasi Rumah Sakit

(2)

Caring Jurnal Keperawatan Online PENDAHULUA

PENDAHULUAN

Instalasi farmasi rumah sakit adalah suatu bagian unit/divisi atau fasilitas di rumah sakit, tempat penyelenggaraan semua pekerjaan kefarmasian yang di tunjukan untuk keperluan rumah sakit itu sendiri.Seperti diketahui, pekerjaan farmasi adalah pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan pengadaan, penyimpanan, distribusi obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat, pengelolaan obat, bahan obat dan obat tradisional (Siregar, 2004).

Pelayanan rumah sakit pada saat ini merupakan upaya pelayanan kesehatan yang bersifat sosio ekonomi, artinya suatu usaha yang walapun bersifat sosial namun diusahakan agar bisa mendapat surplus keuangan, serta mengelola rumah sakit secara dan ekonomi tanpa melupakan fungsi sosialnya. Hal ini dapat dilakukan dengan cara pengelolaan yang prefisional dengan memperlihatkan prinsip-prinsip ekonomi.

Farmasi Rumah Sakit merupakan bagian intergral pelayanan kesehatan di rumah sakit yang memberikan pelayanan kefarmasian yang efektif dan efisien, serta penyediaan obat yang bermutu dengan harga terjangkau bagi semua lapisan masyarakat. Obat merupakan barang yang terpenting di rumah sakit karena obat dapat meningkatkan derajat kesehatan meninggikan kepercayaan dan keterlibatan penuh dengan pelayanan kesehatan serta merupakan komoditas khusus yang mahal (Pudjaningsih, 2006).

Hampir 90% pelayanan kesehatan di rumah sakit menggunakan perbekalan farmasi (obat-obatan, bahan kimia, bahan radiologi, bahan alat kesehatan, alat kedokteran dan gas medik) dan 50% dari

pemasukan rumah sakit berasal dari pengelolaan perbekalan farmasi.Maka perbekalan farmasi membutuhkan suatu pengelolaan secara cermat dan penuh tanggung jawab (suci et al, 2006). Mengingat besarnya kontribusi Instalasi Farmasi dalam kelancaran pelayanan dan juga merupakan instalasi yang memberikan sumber pemasukan tersebar di rumah sakit, maka perbekalan barang farmasi memerlukan suatu pengelolaan secara cermat penuh tanggung jawab.

Logistik merupakan salah satu penunjang mutu pelayanan kesehatan di rumah sakit.Salah satu bahan logistik yang dikelola oleh rumah sakit adalah persediaan farmasi yang mencakup obat-obatan dan alat kesehatan. Banyaknya jumlah obat dan barang-barang farmasi yang dikelola, modal yang digunakan dan biaya yang di timbulkan dengan adanya persediaan meningkat. Oleh karena itu penting bagi rumah sakit untuk mengendalikan persediaannya agar tercapai tingkat efisiensi penggunaan uang dalam persediaan.

Tujuan menagemen logistik adalah tersedianya obat dan bahan-bahan yang sesuai macamnya, jumlahnya, menguntungkan harganya, serta baik mutunya. Manajemen logistik juga bertanggung jawab atas keamanan penyimpanan obat dan bahan (Djojodibroto, 1997). Menurut hartano (2004) manajemen logistik sebagai suatu fungsi yang mem-punyai kegiatan-kegiatan yakni perencanaan kebutuhan, penganggaran, pengadaan, penyimpanan, pendistribusian dan penghapusan.

Salah satu alur dalam manajemen logistik adalah fungsi penyimpanan.Fungsi penyimpanan ini disebut jantung dari manajemen logistik karena dari sini dapat diketahui apakah tujuan manajemen logistik tercapai atau tidak dan sangat

(3)

Caring Jurnal Keperawatan Online menentukan kelancaran pendistribusian,

sehingga salah satu indikator keberhasilan manajemen logistik adalah pengelolaan gudang dan tempat penyimpanan.

Penyimpanan adalah suatu kegiatan menyimpan termasuk memelihara yang mencakup aspek tempat tempat penyimpanan (Instalasi Farmasi atau gudang ), barang dan admistrasinya. Dengan dilaksanakannya penyimpanan yang baik dan benar, maka akan terrpelihara mutu barang, menghindari penggunaan yang tidak bertanggung jawab, menjaga kelangsungan persediaan serta memudahkan pencarian dan pengawasan nya.

Indikator penyimpanan obat yaitu : 1) Kecocokan antara barang dan kartu stok, indikator ini digunakan untuk mengetahui ketelitian petugas gudang dan mempermudah dalam pengecekan obat, membantu dalam perencanaan dan pengadaan obat sehingga tidak menyebabkan terjadinya akumulasi obat dan kekosongan obat, 2) Turn Over Ratio, indikator ini digunakan untuk mengetahui kecepatan perputaran obat, yaitu seberapa cepat obat dibeli, didistribusi, sampai dipesan kembali, dengan demikian nilai TOR akan berpengaruh pada ketersediaan obat.

TOR yang tinggi berarti mempunyai pengendalian persediaan yang baik, demikian pula sebaliknya, sehingga biaya penyimpanan akan menjadi minimal, 3) Persentase obat yang sampai kadaluwarsa dan atau rusak, indikator ini digunakan untuk menilai kerugian rumah sakit, 4) Sistem penataan gudang, indikator ini digunakan untuk menilai sistem penataan gudang standar adalah FIFO dan FEFO, 5) Persentase stok mati, stok mati merupakan istilah yang digunakan untuk menunjukkan item persediaan obat di gudang yang tidak mengalami transaksi

dalam waktu minimal 3 bulan, 6) Persentase nilai stok akhir, nilai stok akhir adalah nilai yang menunjukkan berapa besar persentase jumlah barang yang tersisa pada periode tertentu, nilai persentese stok akhir berbanding terbalik dengan nilai TOR (Aditama, 2003).

Penyimpanan yang baik bertujuan untuk mempertahankan kualitas obat, meningkatkan efisiensi, mengurangi kerusakan atau kehilangan obat, mengop-timalkan manajemen persediaan, serta memberikan informasi kebutuhan obat yang akan datang (Quick et al, 1997). Berdasarkan hasil observasi studi penduhuluan di Gudang Instalasi Farmasi Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Dr. H. Moch. Ansari Saleh Banjarmasin, dengan mengambil sampel 30 kartu stok sediaan tablet di dapatkan persentase kesesuaian jumlah obat yang ada di gudang dengan kartu stok sebesar 78,6%, dengan nilai pembanding indikator efisiensi pengelolaan obat di Rumah Sakit sebesar 100% (pudjanigsih, 1996), ini menunjukan manajemen sistem penyimpanan masih belum efisien. (Jurnal Manajemen dan Pelayanan Farmasi Vol. 2, 2011).

Pengelolaan obat oleh Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS) mempunyai peranan penting dalam pelaksanaan pelayanan kesehatan di rumah sakit, oleh karena itu pengelolaan obat yang kurang efisien pada tahap penyimpanan akan berpeng-garuh terhadap peran rumah sakit secara keseluran.

Dari data yang telah dipaparkan muncul pertanyaan mengapa rumah sakit pemerintah masih mengalami kesulitan dalam memanjemen sistem penyimpanan obat.Sehingga dari permasalah di atas maka peneliti tertarik untuk mengambil judul gambaran efisiensi sistem penyimpanan di Instalasi Farmasi Rumah

(4)

Caring Jurnal Keperawatan Online Sakit Umum Daerah Dr. H. Moch.Ansari

Saleh Banjarmasin.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif eksploratori non hipotesis yang bertujuan untuk gambaran efisiensi sistem penyimpanan di Instalasi Farmasi Rumah Sakit Umum Daerah Dr. H. Moch.Ansari Saleh Banjarmasin. Populasi yang diambil dalam penelitian ini adalah Intalasi Farmasi Rumah Sakit Umum Daerah Dr. H. Moch.Ansari Saleh Banjarmasin.

Teknik pengumpulan data yang digunakan oleh peneliti adalah dengan metode wawancara, observasi dan studi dokumentasi. Pada penelitian ini hasil observasi di peroleh dengan mengamati secara langsung ketepatan kartu stok dengan jumlah fisik barang dan mengamati sistem penataan gudang menggunkan sistem First Expired First Out (FEFO)atau

First In First Out (FIFO). Teknik atau

metode dokumentasi adalah cara menggumpulkan data dari hasil stock

opname selama 3 bulan, laporan tahunanm

keuangan dan laporan Instalasi Farmasi Rumah Sakit. Data tersebut digunkan untuk mengukur parameter Turn Over

ratio, persentase obat rusak, persentase

stok mati dan tingkat ketersediaan obat.

HASIL

Tabel 1. Hasil Pengambilan Data Berdasarkan Indikator Efisiensi Sistem Penyimpanan di Instalasi Farmasi RSUD Dr. H. Moch. Ansari Saleh Banjarmasin.

Tabel 1 Penelitian dari Instalasi Farmasi Rumah Sakit menunjukan bahwa sistem penyimpanan obat masih terdapat yang belum efisien berdasarkan 6 indikator. 2 indikator sistem penataan gudang, persentase dan nilai obat yang kadaluarsa sudah efisien, 4 indikator ketepatan data jumlah obat pada katu stok, TOR, persentase stok mati dan tingkat ketersediaan obat. Masih belum efesien dalam sistem penyimpanan obat.

Untuk pengambilan data pada parameter ketepatan data jumlah obat pada kartu stok dan parameter sitem penataan gudang yang bertujuan untuk mengetahui ketelitian dan kedisiplinan petugas gudang dalam mencatat kartu stok dan melihat sistem penataan di gudang instalasi Farmasi Rumah Sakit. Pengambilan data dari 2 No Parameter Nilai Pembanding Hasil Penelitian Efisiensi 1 Ketepatan data jumlah obat pada katu stok

(pudjanigsih 1996)

100%

(pudjanigsih 1996) 12,2% efisien Tidak

2 Inventory TOR (pudjanigsih 1996) kali/tahun 8-12 (pudjanigsih 1996) 0,07 kali/tahun Tidak efisien 3 Sitem penataan Gudang (pudjanigsih 1996) 100% FIFO/FEFO (pudjanigsih 1996) 100% Efisien 4 Persentase dan nilai obat yang kadaluarsa atau rusak (pudjanigsih 1996) ≤ 0,2% (pudjanigsih 1996) 0,2% Efisien 5 Persentase stok mati (pudjanigsih 1996) 0% (pudjanigsih 1996) 3,78% efisien Tidak 6 Tingkat ketersediaan obat (depkes RI, 2002) 12-18 bulan ( Andayaningsih 1996) 35 item obat < 12 bln, 1 item obat > 18 bln. Tidak efisien

(5)

Caring Jurnal Keperawatan Online parameter tersebut, berdasarkan jumlah

semua item perbekalan farmasi yang data tersebut didapat dari laporan bulanan stock

opname pada bulan terbaru di gudang

IFRS yang kemudian di ambil sampel dengan perhitungan rumus solvin, dengan persentase yang dinginkan peneliti sebesar 10%. Ini bertujuan untuk mewakili jumlah keseluruhan item perbekalan farmasi yang ada di gudang IFRS.Setelah diketahui jumlah sampel nya dilakukan pencocokan jumlah fisik dengan jumlah yang ada di kartu stok secara acak.

Penghitung parameter tingkat ketersediaan obat di gudang Instalasi Farmasi Rumah Sakit, peneliti mengambil sampel berdasarkan jumlah semua item perbekalan farmasi yang data tersebut didapat dari laporan bulanan dari semua item obat yang ada dalam laporan stock opname 3 bulan terakhir secara acak dengan perhitungan rumus solvin, dengan persentase yang dinginkan peneliti sebesar 10%.

PEMBAHASAN

Rancangan penelitian yang digunakan adalah obsevasional bersifat deskriptif eksploratori nonhipotesis dengan pembahasan yang akan diuraikan berikut ini diharapkan dapat menjawab tujuan dari penelitian yaitu mengetahui gambaran efisiensi sistem penyimpanan di Instalasi Farmasi Rumah Sakit Umum Daerah Dr. H. Moch. Ansari Saleh Banjarmasin tahun 2014.

Quick dkk (1997) menyebutkan bahwa siklus pengelolaan obat meliputi empat fungsi dasar, yaitu seleksi (selection), perencanaan dan pengadaan

(procurement),distribusi (distribution), dan

penggunaan (use) yang memerlu-kan dukungan dari organisasi (organization), ketersediaan pendanaan (financing sustainability), pengelolaan informasi

(information management) dan

pengembangan sumber daya manusia

(human resources management) yang ada

di dalamnya. Mengingat ketidakefisienan dan ketidaklancaran pengelolaan tersebut dapat memberi dampak negatif terhadap rumah sakit, maka perlu dilakukan penelusuran terhadap gambaran pengelolaan serta pendukung manajemennya agar dapat diketahui permasalahan dan kelemahan dalam pelaksanaannya sehingga dapat dilakukan upaya perbaikan dalam rangka meningkatkan pelayanan kesehatan kepada masyarakat.

Departemen Kesehatan RI dalam Pedoman Supervisi dan Evaluasi Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan (2002), Pudjaningsih (1996), dan WHO (1993) menetapkan beberapa indikator pengelolaan obat. Dari hasil perhitungan dengan indikator tersebut kemudian dinilai efisiensinya lewat sejumlah nilai pembanding dari berbagai hasil penelitian terbaik dari Hudyono dan Andayaningsih (1990), estimasi penelitian Pudjaningsih (1996), penelitian WHO terhadap 20 sarana kesehatan di Indonesia (Quick, 1997) dan penelitian Depkes RI (2006). Penyimpanan merupakan proses kegiatan menempatkan perbekalan farmasi yang diterima pada tempat yang memenuhi syarat dan aman, sehingga obat berada dalam keadaan aman, dan dapat dihindari

kemungkinan obat rusak. Penyimpanan yang baik bertujuan untuk

mempertahankan kualitas obat, meningkatkan efisiensi, mengurangi kerusakan atau kehilangan obat, meng-optimalkan manajemen persediaan, serta memberikan informasi kebutuhan obat yang akan datang (Quick et al, 1997). Kecocokan antara barang dan kartu stock dari hasil pengambilan data di gudang Instalasi Farmasi RSUD Dr. H. Moch. Ansari Saleh dengan jumlah sampel 90

(6)

Caring Jurnal Keperawatan Online item obat yang tersedia di gudang ada 11

item jumlah fisik obat tidak sesuai dengan jumlah di kartu stock dengan persentase 12,2% .

Menurut pudjanigsih (1993) bahwa kecocokan antara stock gudang dengan kondisi fisik adalah 100%, ini menunjukan indikator kecocokan antara barang dan kartu stock di gudang Instalasi Farmasi RSUD Dr. H. Moch. Ansari Saleh masih belum efisien. Ini menandakan bahwa administrasi di gudang farmasi belum dikerjakan dengan baik dan optimal. Keadaan ini dikarenakan jumlah pegawai dalam melakukan tugas kontrol, pencatatan dan melakukan pelayanan pendistribusian di gudang Instalasi Farmasi Rumah Sakit Umum Daerah Dr. H. Moch. Ansari Saleh hanya berjumlah 3 orang dengan demikian tidak dapat bekerja dengan baik dan optimal untuk melakukan kontrol kesesuaian obat dengan kartu stock setiap hari atau minimal melakukan kontrol setiap barang datang maupun keluar. Ketidak sesuaian akan menyebabkan terganggunya perencanaan pembelian barang dan pelayanan terhadap pasien (Pudjanigsih, 1996)

ITOR digunakan untuk mengetahui berapa kali perputaran modal dalam 1 tahun, menghitung efisiensi dalam pengelolaan obat.Apabila ITOR rendah, berarti masih banyak stok obat yang belum terjual sehingga mengakibatkan obat menumpuk dan berpengaruh terhadap keuntungan (Jati, 2010). Pudjaningsih (1996) standar ITOR untuk rumah sakit adalah 8-12 kali setahun. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai ITOR Instalasi Farmasi Rumah Sakit Umum Daerah Dr. H. Moch. Ansari Saleh adalah 0,07 kali/tahun. Menurut Pudjaningsih indikator ITOR

(Inventory Turn Over Ratio) adalah

sebanyak 8-12 kali dengan ini jelas nilai TOR dari Instalasi Farmasi Rumah Sakit tidak efisien. Hal ini mungkin disebabkan

karena adanya stok mati yang mana adanya stock mati yang sangat besar mempengaruhi nilai persediaan.

Semakin tinggi ITOR, semakin efisien persediaan obat.Apabila ITOR rendah, berarti masih banyak stok obat yang belum terjual sehingga mengakibatkan obat menumpuk dan berpengaruh terhadap keuntungan (Pudjanigsih, 1996). Rendahnya perputaran persediaan ≤ 8 kali dalam satu tahun menun-jukkan bahwa persediaan perbekalan farmasi di IFRS terlalu besar.

Perputaran persediaan yang tinggi umumnya diinginkan semua rumah sakit karena managemen di IFRS mampu menjual dan mengganti persediaan dengan efisiensi yang tinggi oleh karena itu menghasilkan pendapatan dan keuntungan yang lebih tinggi. Meskipun perputaran ITOR yang tinggi dapat juga mengakibatkan kerugian penjualan dan keuntungan jika persediaan rata-rata disimpan terlalu kecil kan menyebabkan apotek akan menghadapi kekurangan persediaan atau kekosongan obat (Deselle, 2009)

Nilai ITOR yang rendah ini dapat diatasi dengan cara memberikan sosialisasi kepada semua dokter yang bertugas di Rumah Sakit Rumah Umum Daerah Dr. H. Moch. Ansari Saleh Banjarmasin untuk meresepkan obat yang tertera di formularium, sehingga hal ini akan mengurangi kemungkinan obat mengalami penumpukan di gudang Instalasi Farmasi. Seperti yang diketahui bahwa obat yang tersedia harus sesuai dengan obat yang direncanakan sesuai formularium rumah sakit dan sesuai kebutuhan.

Sistem penyimpanan obat di Gudang Instalasi Farmasi menggunakan gabungan antara metode FIFO dan metode FEFO. Metode FIFO (First in First Out), yaitu obat-obatan yang baru masuk diletakkan di

(7)

Caring Jurnal Keperawatan Online belakang obat yang terdahulu, sedangkan

metode FEFO (first expired first out) dengan cara menempatkan obat-obatan yang mempunyai ED (expired date) lebih lama diletakkan di belakang obat-obatan yang mempunya ED lebih pendek.

Proses penyimpanannya memprioritaskan metode FEFO, baru kemudian dilakukan metode FIFO barang yang ED-nya paling dekat diletakkan di depan walaupun barang tersebut datangnya belakangan. Penelitian yang dilakukan di gudang Instalasi Farmasi Rumah SakitUmum Daerah Dr. H. Moch. Ansari Saleh Banjarmasin, didapatkan hasil bahwa penyusunan obat di gudang Instalasi Farmasi Rumah Sakit berdasarkan alfabetis dan FEFO (first expired first

out) dengan persentase 100%.

Penyimpanan obat telah berjalan dengan baik, rapi, sehingga menimalkan obat yang

expired date (Siregar, 2004)

Hasil pengamatan dari laporan tahunan nilai obat yang kadaluarsa atau rusak di Instalasi Farmasi Rumah SakitUmum Daerah Dr. H. Moch. Ansari Saleh pada tahun laporan 2013 dengan nilai kerugian rumah sakit sebesar Rp.18.777.874 atau sebesar 0,2%. Adanya obat kadaluwarsa dalam persediaan kemungkinan besar merupakan obat-obat yang sudah ada sejak satu hingga tiga tahun yang lalu yang telah rusak atau pengembalian dari pasien yang sudah dalam bentuk tidak utuh sehingga tidak dapat diretur ke pihak distributor. Jika dibandingkan dengan hasil penelitian Pudjaningsih (1996) yang memberikan persentase maksimal 0,2%, maka pengelolaan obat pada indikator tersebut sudah efisien. Jika nilai persentase nilai obat yang kadaluarsa atau rusak yang lebih dari 0,2%, hal ini menyebabkan kerugian yang dialami rumah sakit.

Banyaknya obat yang rusak atau kadaluarsa ini mencerminkan ketidaktepatan perencanaan dan atau

kurang baiknya sistem distribusi dan atau kurangnya pengamatan mutu dalam penyimpanan obat dan atau terjadinya perubahan pola penyakit atau pola peresepan oleh dokter. Persentase nilai obat yang kadaluarsa dan atau rusak masih dapat diterima jika nilainya dibawah 1%. Stok mati adalah stok obat yang tidak digunakan selama 3 bulan atau selama 3 bulan tidak terdapat transaksi. Dari data yang di ambil dari laporan stock opname selama 3 bulan terakhir di gudang Instalasi Farmasi Rumah SakitUmum Daerah Dr. H. Moch. Ansari Saleh obat yang mengalami stock mati sebanyak 33 item obat dari 871 item obat yang digunakan dan jika di persentasikan sebesar 3,78%. Hal ini bisa terjadi disebabkan karena pola peresepan dokter yang berubah dan tidak sesuai dengan formularium rumah sakit yang menjadi pedoman bagi semua staf medik di rumah sakit dalam melakukan pelayanan dan perubahan pola penyakit, kurang tepatnya perencanaan pengadaan obat.

Pada Instalasi Farmasi Rumah SakitUmum Daerah Dr. H. Moch. Ansari Saleh banyak nya obat yang mengalami stok mati ini dikarenakan seiring diterapkannya JKN (Jaminan Kesehatan Nasional) di setiap pelayanan kesehatan terutama di Rumah Sakit sehingga berubahnya status pasien umum menjadi pasien BPJS sehingga kebanyakan stok obat pasien umum yang relatif mahal tidak pernah lagi di resep kan dokter dan di gantikan obat pasien BPJS. Dari hasil yang diperoleh masih belum efisien dari indikator Persentase stock mati, melebihi standar menurut Pudjaningsih (1996) yaitu 0%. Kerugian yang ditimbulkan akibat stok mati perputaran uang yang tidak lancar, kerusakan obat akibat terlalu lama disimpan sehingga menyebabkan obat kadaluarsa atau rusak.

(8)

Caring Jurnal Keperawatan Online Mengatasi kerugian hal tersebut dapat

dilakukan untuk mengembalikan beberapa item obat kepada PBF dan dapat diatasi dengan cara memberikan sosialisasi

kepada semua dokter yang bertugas di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. H. Moch. Ansari Saleh Banjarmasin untuk meresepkan obat yang tertera di formularium, sehingga hal ini akan mengurangi kemungkinan obat mengalami stok mati.

Pengukuran Indikator tingkat ketersediaan obat dari hasil 90 sampel item obat di gudang Instalasi Farmasi di Rumah SakitUmum Daerah Dr. H. Moch. Ansari Saleh menunjukkan 35 item obat tingkat ketersediaan kurang dari 12 bulan dan 1 item obat tingkat ketersediaan nya lebih pada 18 bulan, sedangkan sisa nya 50 item obat stok nya mengalami kekosongan dan 4 item obat mengalami stok mati.

Ini menunjukan bahwa Instalasi Farmasi Rumah Sakit belum memenuhi standar keefisienan tingkat ketersediaan obat dimana masih adanya persediaan obat yang yang kurang dari 12 bulan dan melebihi 18 bulan ketersediaan obat sebelum dipesan, standar untuk kebutuhan persediaan obat menurut Andayaningsih (1996) yaitu antara 12-18 bulan.

Semakin tidak efisien pengendalian persediaan semakin besar tingkat persediaan yang dimiliki oleh suatu Instalasi. Oleh karena itu perlu dipertimbangkan dua aspek yaitu keluwesan dan tingkat persediaan dalam pengendalian persediaan (Husnan, 1993). Tingkat persediaan obat di Instalasi Farmasi Rumah Sakit Rumah Sakit Umum Daerah Dr. H. Moch. Ansari Saleh dengan banyak nya item obat yang persediaan nya dibawah 12 bulan ini dikarenanakan Instalasi Farmasi Rumah Sakit melakukan pengadaan dengan menggunakan metode JIT (just in time), yaitu kegiatan

pemesanan yang dibutuhkan atau yang diminta pada saat itu juga. (Brisley, 2000). Don R. Hansen, Maryanne M. Mowen (2001) menjelaskan bahwa JIT berpengaruh dalam hal mengurangi persedia-an sampai pada tingkat yang sangat rendah. Dapat dikatakan bahwa JIT adalah persediaan dengan nilai nol atau mendekati nol, artinya Instalasi Farmasi sebisa mungkin tidak menanggung biaya penyimpanan. Obat akan tepat datang pada saat dibutuhkan. Metode JIT berusaha mendorong biaya biaya pemesanan dan biaya penyimpanan sampai nol atau mendekati nol sehingga total biayanya dapat diefisienkan, mengingat total biaya dapat dihitung dari total biaya pemesanan dan biaya penyimpanan. Biaya penyimpanan tentunya dapat menjadi sangat rendah karena JIT pada dasarnya mengurangi persediaan sampai pada tingkat yang sangat rendah atau dengan kata lain metode ini mendorong untuk mencapai persediaan sampai pada tingkat nol sehingga persediaan yang berada di gudang Instalasi Farmasi tingkat persediaan nya dalam jumlah sedikit hanya dapat untuk memenuhi dalam waktu kurang lebih 1 bulan dan apabila terjadi stok obat yang akan segera habis akan dilakukan pemesanan langsung ke PBF sehingga tidak sampai menyebabkan stok mengalami kekosongan.

Stok yang berlebih pada obat akan meningkatkan pemborosan, meningkatkan biaya dalam penyimpanan dan kemungki-nan obat mengalami kadaluarsa atau rusak dalam penyimpanan yang terlalu lama. Untuk mengantisipasi adanya obat melampui batas expire date, maka dilakukan upaya pengembalian obat ke PBF atau menukar obat yang hapir tiba waktu kadaluarsanya dengan obat baru, sedangkan untuk tingkat ketersediaan obat dalam jumlah sedikit dan tidak segera dilakukan pemesanan lama kelamaan akan

(9)

Caring Jurnal Keperawatan Online menyebabkan stok kosong yaitu jumlah

stok akhir obat sama dengan nol atau stok obat di gudang mengalami kekosongan dalam persediaannya sehingga bila ada permintaan tidak bisa terpenuhi (Pudjanigsih, 1996).

Banyaknya persediaan obat yang mengalami kekosongan pada gudang Instalasi Farmasi di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. H. Moch. Ansari, penyebab terjadinya stok kosong antara lain kurang efisien nya dalam melakukan sistem pengendalian obat di gudang Instalasi Farmasi Rumah Sakit. sehingga bila ada permintaan tidak bias terpenuhi.

KESIMPULAN

Dari hasil penelitian yang dilakukan dapat diambil kesimpulan bahwa pada Instalasi Farmasi Rumah Sakit menunjukan bahwa sistem penyimpanan obat masih belum efisien berdasarkan 6 indikator. 2 indikator sistem penataan gudang, persentase dan nilai obat yang kadaluarsa sudah efisien, 4 indikator ketepatan data jumlah obat pada katu stok, TOR, persentase stok mati dan tingkat ketersediaan obat. Masih belum efesien dalam sistem penyimpanan obat. SARAN

Panitia farmasi terapi harus lebih berberan aktif dalam mensosialisasikan ke dokter dan tenaga medis lain untuk mengatasi pola peresepan obat yang berubah-ubah, dan untuk Instalasi Farmasi Rumah Sakit perlu memperbaiki sisitem penyimapanan dan pencatatan stok obat, serta lebih akurat dalam menghitung perencanaan kebutuhan obat agar dapat mengurangi obat yang menumpuk, obat yang rusak/kadaluarsa, obat yang tidak di resepkan dan obat stock

out.

Membuat sistem komputerisasi di setiap depo-depo pada Instalasi Farmasi Rumah Sakit yang dapat diakses tiap depo obat dan ruang perawatan untuk mempermudah dalam permintaan dan pengiriman obat antara gudang utama IFRS dengan depo obat dan ruang perawatan, hal tersebut juga mempermudah dan mempercepat dalam melakukan pelayanan kefarmasian di setiap depo sehingga dapat mengurangi kesalahan dalam pencatatan dan pelaporan. DAFTAR RUJUKAN

Andayaningsih & Hudyono, J.(1990). Studi

Pengelolaan Obat dan Sumber Daya Manusia. 15. Jakarta :

Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Aditama, T.Y. (2003) Manajemen

Administrasi Rumah Sakit, Edisi

Kedua, Jakarta : Universitas Indonesia Press.

Anief, Moh. (2003). Apa yang Perlu

Diketahui tentang Obat. 4th ed.

Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.

Anonim, (2009). Undang-Undang RI

No. 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit. Jakarta.

Anwar, Desi. (2003). Kamus Besar

Bahasa Indonesia. Surabaya :

Amelia Surabaya.

Arikunto, Suharsimi. (2002). Metodologi

Penelitian. Jakarta : PT. Rineka

(10)

Caring Jurnal Keperawatan Online Azwar, Azrul. (1996). Pengantar

Administrasi Kesehatan.Jakarta :

Binarupa Aksara

Bogadenta, Aryo. (2012). Manajemen

Pengelolaan Apotek.Yogyakarta :

Diva Press.

Brisley, Patrick. (2000). Article Summary:

Just In Time. Management and Accounting.(Internet)//maaw.info/

ArticleSummaries/ArtSumFosterH orngren87.htm (Accessed 15 juli 2014)

Indriawati, C.S. (2001) . Analisis

Pengelolaan Obat di Rumah Sakit Umum Daerah Wates [Tesis].

Yogyakarta : Universitas Gadjah Mada.

Departamen Kesehatan RI. (1992).

Keputusan Mentri Kesehatan RI No. 983/MenKes/SK/XI/1992. Pedoman Organisasi Rumah Sakit Umum.

Departemen Kesehatan RI. (2007). Ditjen

Binfar dan Alkes, Pedoman Supervisi dan Evaluasi Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan.

Departemen Kesehatan RI. (2007). Materi

Pelatihan Manajemen

Kefarmasian di Instalasi FarmasiKabupaten Kota.

Deselle, S.P & Zgarrick, D.P. (2009).

PharmacyManagement, Essentials for AllPracticeSettings. Edisi 2.

United States of America : McGraw-Hill Medical.

Djojodibroto, Darmanto. (1997). Kiat

Mengelola Rumah Sakit. Jakarta :

Hipokrates : Hal 131-137.

Fakhriadi, A. Marchaban. Pudjaningsih, D., (2011). Jurnal Manajemen dan Pelayanan Farmasi.Analisis

Pengelolaan Obat Di Instalasi Farmasi Rumah Sakit Pku

Muhammadiyah Temanggung

Tahun 2006, 2007 Dan 2008,

Volume 1, Nomer 2.

George, R. Terry ,2000. Prinsip-Prinsip

Manajemen. (edisi bahasa Indonesia). Bandung : PT. Bumi Aksara.

Hadari, Nawawi. (2005). Metode Penelitian Bidang Sosial.

Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Hidayat, Aimul. A. (2008).Metode

Penelitian Keperawatan dan Teknik Analisis Data. Jakarta: Salemba

Medika.

Hansen, Don R., dan Maryanne M. Mowen. (2001). Cost Management:

Accounting and Control. Second

Edition.USA : South-Western College Publishing. Rangkuti, Freddy. 2004. Manajemen Persediaan. Edisi Kedua. Jakarta: Rajawali Pers.

Husnan, S., Pudjiastuti, E.

(1994).Dasar-Dasar Manajemen Keuangan

Untuk Penngembangan

Pendidikan.Yogyakarta :Akutasi Manajemen Perusahaan Yayasan Keluarga Pahlawan Nasional. Mendenhall, William. (2009).

Introduction to Probability and Statistics. Canada:

Nelson Education.

Mentri Kesehatan RI. (2004). Keputusan

Menteri Kesehatan Republik

Indonesia Nomor

1197/Menkes/Sk/X/2004Tentang Standar Pelayanan Farmasi Di Rumah Sakit.

(11)

Caring Jurnal Keperawatan Online Muharomah, Septi. (2008). Manajemen

Penyimpanan Obat di Puskesmas

Jagakarsa Jaksel thn

2008.Program SKM peminatan

Manajemen Pelayanan Kesehatan FKM UI.

Nadzam, D.M., (1991). Development of

Medication Use of Indicators, by

The Joint Commision on

Accreditation of Health Care Organizations, American Society of Hospital Pharmacist. Inc, All

Right Reserved 002-9298/91/0901-1925.

Notoatmodjo, Soekidjo. (2005).Metodologi

Penelitian. 3th ed. Jakarta :

Rhineka Cipta.

Pudjaningsih, D., (1996). Pengembangan

Indikator Efisiensi Pengelolaan Obat di Farmasi Rumah Sakit

[Tesis].Yogyakarta : Magister Manjemen Rumah Sakit Universitas Gadjah Mada.

Pudjaningsih, D., Santoso, B., (2006).

Pengembangan Indikator Efisiensi Pengelolaan Obat di Farmasi Rumah Sakit.Jurnal LOGIKA, vol

3, No 1, Hal 16.Yogyakarta : Fakultas Kedokteran bagian Farmakologi Klinik Universitas Gadjah Mada.

Quick, D., Jonathan. (1997). Managing

Drug Supply (2nded). Management Sciences for Health.USA : Kumarian Press.

Quick, D.J., Hume, M.L., O’Connor, R.W., (1986).Managing Drug Supply,

Management Sciences for Heath.Massachussets : Fourth

Printing Boston.

Siregar. Charles, J.P.. Lia Amali. (2003).

Farmasi Rumah Sakit : Teori dan Penerapan. Jakarta : EGC.

Schermerhorn, John, R. (2002).

Manajamen. Seventh Edition.

America : John Willey and Sons. Sri, Suryawati. (1997).Efisiensi

Pengelolaan Obat di Rumah Sakit

[Tesis].Yogyakarta : Magister Manajemen Rumah Sakit Universitas Gadjah Mada

Stone, James A.F. and Freeman, R. Edward, (1995).Manegement,

sixth edition, printice hall internasional etions.new Jersey :

Englewood cliffs.

Sugiyono. (2011). Metode Penelitian

Kuantitatif kualitatif dan R&D.

Gambar

Tabel  1.  Hasil  Pengambilan  Data  Berdasarkan  Indikator Efisiensi Sistem Penyimpanan di Instalasi  Farmasi  RSUD  Dr

Referensi

Dokumen terkait

Sedangkan menurut Groonros (1990:27) dalam Ratminto dan Atik (2005:2) pelayanan adalah suatu aktivitas atau serangkaian aktivitas yang bersifat tidak kasat

Selama 30 hari saya mendapat banyak tugas dari pimpinan humas Dinas Perhubungan Provinsi Jawa Barat seperti, cetak report bendahara, membuat formulir survey

Komite Keperawatan RSUD Sumbawa yang ditetapkan dengan SK direktur RSUD Sumbawa Nomor 01 tahun 2016 harus melaksanakan fungsinya untuk meningkatkan profeionalisme

karena tidak mengacu pada proses atau tekniknya. Keempat, orientasi individu artinya dalam menghasilkan produk APE atau kreativitas guru harus memusatkan pada

Angka ini menunjukkan bahwa apabila PPAP dinaikkan sebesar satu persen maka akan menyebabkan penurunan nilai dari variabel tergantung BOPO sebesar 0,216 persen,

penutaran cacint yang paling cepat sehingga penyebarannya cepat, dimana diduga bita I orang terinfeksi di dalam maka satu rumah mungkin iuga terinfeksia. Ascaris

Seorang laki-laki, berusia 42 tahun dan tinggal di Papua datang ke Puskesmas dengan keluhan demam sejak 2 minggu yang lalu.. Demam naik-turun disertai nyeri pada seluruh

Pada proses pembuatan roti, gula berfungsi sebagai makanan ragi (yeast) untuk membantu jalannya proses fermentasi sehingga adonan roti dapat mengembang.. Gula