• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II BAHAN RUJUKAN 2.1 Tinjauan Pengendalian Internal 2.2 Pengendalian

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II BAHAN RUJUKAN 2.1 Tinjauan Pengendalian Internal 2.2 Pengendalian"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

5 2.1.1 Definisi Tinjauan

Tinjauan adalah pemeriksaan yang teliti, penyelidikan, kegiatan pengumpulan data, pengolahan, analisa dan penyajian data yang dilakukan secara sistematis dan objektif untuk memecahkan suatu persoalan.

2.2 Pengendalian

2.2.1 Pengertian Pengendalian

Pengendalian merupakan tanggapan terhadap suatu ancaman. Pengendalian yang tidak merupakan jawaban terhadap ancaman adalah kesia-sian. Oleh karena itu, lagkah pertama bagi manajemen, TCWG maupun auditor, ketika mengevaluasi rancangan pengendalian adalah : tentukan risik apa yang perlu ditangkal atau dimitigasi. Langkah kedua, bagi manajemen, TCWG, dan auditor adalah : pastikan bahwa sistem pengendalian yang dibangun, memang menangkal risiko tersebut. Tuanakotta, Theodorus M. ( 2015:93)

Pengendalian adalah penggunaan semua sumber daya perusahaan untuk meningkatkan, mengarahkan, mengendalikan, dan mengawasi berbagai aktivitas dengan tujuan untuk memastikan bahwa tujuan perusahaan tercapai. Saran pengendalian ini meliputi, tetapi tidak terbatas pada, bentuk organisasi, kebijakan, sistem prosedur, instruksi, standar, komite, bagan akun, perkiraan, anggaran, jadwal, laporan, catatan, daftar auditing, metode, rencana, dan auditing internal. Sekar Mayangsari, Puspa Wandanarum (2010:58)

Pengendalian intern yang lain adalah suatu cara untuk mengarahkan, mengawasi dan mengukur sumber daya suatu organisasi. Ia berperan penting untuk mencegah dan mendeteksi penggelapan (fraud) dan melindungi sumber daya organisasi baik yang berwujud maupun tidak (seperti reputasi atau hak kekayaan intelektual seperti merek dagang). Valery G. Kumaat (2011:15)

(2)

Suatu proses yang dipengaruhi oleh dewan direksi, manajemen dan karyawan yang dirancang untuk memberikan jaminan yang meyakinkan bahwa tujuan organisasi akan dapat dicapai melalui: efisiensi dan efektifitas operasi, penyajian laporan keuangan uang dapat dipercaya, ketaatan terhadap undang-undang dan aturan yang berlaku. COSO (Committee of Sponsoring Organizations) dari Treadway Commision dalam Azhar Susanto (2013:95)

2.2.2 Risiko Pengendalian

Kekeliruan akuntansi dan salah saji dapat dicegah (prevented) dan/atau ditemukan (detected) kalau ada sistem pengendalian internal. Namun pengendalian internal tidak ada yang sempurna (fool profed). Auditor harus memahami perancangan dan pengimplementasian pengendalian internal untuk melakukan penilaian pendahuluan atas resiko pengendalian sebagai bagian dari penilain resiko salah saji material secara keseluruhan. Sistem pengendalian internal mungin saja dijebol sehingga kekeliruan dan salah saji tidak tercegah, tidak ditemukan, dan/atau tidak ditemukan dalam waktu yang singkat. Risiko pengendalian internal ialah risiko tidak tercegahnya dan/atau tidak ditemukannya kekeliruan dan salah saji yang material, dalam waktu yang singkat, oleh sistem pengendalian intern pada entitas itu. Tuanakotta, Theodorus M. ( 2011:152)

2.2.3 Lingkungan dan Aktivitas Pengendalian

Lingkungan pengendalian terdiri atas tindakan, kebijakan, dan prosedur yang mencerminkan sikap manajemen puncak, paa diektur, dan pemilik entitas secara keseluruhan mengenai pengendalian internal serta arti pentingnya bagi entitas itu. Untuk memahami dan menilai lingkungan pengendalian, auditor harus mempertimbangkan subkomponen pengendalian yang paling penting. Alvin A. Arens et. al (2010:346)

Aktivitas pengendalian adalah kebijakan dan prosedur selain yang sudah termasuk dalam empat komponen lainnya, yang membantu memastikan bahwa tindakan yang diperlukan telah diambil untuk menangani risiko guna mencapai tujuan entitas. Sebenarnya ada banyak aktivitas pengendalian semacam ini dalam entitas manapun, termasuk pengendalian manual terotomasi. Aktivitas pengendalian umumnya adalah pemisah tugas memadadai, otorisasi yang sesuai

(3)

atas transaksi dan aktivitas, dokumen dan catatan yang memadai, pengendalian fisik atas aset dan catatan, dan pemeriksaan kinerja secara independen. Alvin A. Arens et. al (2010:350)

2.3 Pengendalian Internal

2.3.1 Pengertian Pengendalian Internal

Pengendalian internal adalah suatu proses yang dijalankan oleh dewan komisaris, manajemen, dan personel lainnya dalam suatu entitas yang dirancang untuk memberikan keyakinan memadai tentang pencapaian tujuan berikut keandalan pelaporan keuangan, menjaga kekayaan dan catatan organisasi, kepatuhan terhadap hukum dan peraturan, dan efektivitas dan efisiensi operasi. Siti dan Ely (2010:312)

Berdasarkan pengertian yang telah disebutkan di atas, maka dapat diketahui bahwa tujuan dari Pengendalian adalah untuk menyesuaikan gerak organisasiyang sedang berlangsung dengan tujuan dan rencana awal dari organisasi itu sendiri. Siti dan Ely (2010:312)

2.3.2 Tujuan Pengendalian Internal

Pengendalian internal merupakan jawaban manajemen untuk menagkal risiko yang diketahui, atau dengan perkataan lain, untuk mencapa suatu tujuan pengendalian (control objective). Tujuan pengendalian intern berkaitan dengan keandalan laporan keuangan, umpan balik yang tepat waktu terhadap pencapaian tujuan-tujuan operasional dan strategis, serta kepatuhan pada hukum dan regulasi. Ada hubungan langsung antara entitas dan pengendalian internal yang diimplementasikannya untuk mencapai tujuan entitas. Sekali tujuan entitas ditetapkan, manajemen dapat menentukan potensi risiko yang dapat menghambat tujuan tadi. Tujuan pengendalian internal secara garis besarnya dapat dibagi dalam empat kelompok yaitu : (1) Strategis, sasaran – sasaran utama yang mendukung misi entitas, (2) Pelaporan Keuangan, (3) Pengendalian operasional, (4) Kepatuhan terhadap hukum dan ketentuan perundang-undangan. Tuanakotta, Theodorus M. (2014:127)

(4)

Sistem pengendalian internal terdiri atas kebijakan dan prosedur perusahaan yang dirancang untuk memberikan manajemen kepastian yang layak bahwa perusahaan telah mencapai tujuan dan sasarannya. Kebijakan dan prosedur ini sering kali disebut pengendalian dan secara kolektif membentuk pengendalian internal entitas tersebut. Tujuan umum dalam merancang sistem pengendalian internal yang efektif adalah reliabilitas pelaporan keuangan , efisisensi dan evektivitas operasi, dan ketaatan pada hukum dan peraturan. Manajemen merancang sistem pengendalian internal untuk mencapai ketiga tujuan tersebut. Fokus auditor, baik dalam audit atas laporan keuangan maupun audit atas pengendalian internal, tertuju pada pengendalian atas reliabilitas pelapoan keuangan ditambah pengendalian atas operasi dan ketaatan pada hukum serta peraturan yang dapat secara material mempengaruhi pelopran keuangan. Alvin A. Arens et. al (2010:341)

2.3.3 Unsur-Unsur Pengendalian Internal

Pengendalian internal merupakan rangkaian tindakan yang mencakup keseluruhan proses dalam organisasi. Pengendalian internal berada dalam proses manajemen dasar, yaitu perencanaan, pelaksanaan dan pemantauan. Menurut COSO (2013:4) Unsur unsur pengendalian internal adalah sebagai berikut :

(1) Control Enviorment, lingkungan pengendalian meliputi sikap para manajemen & karyawan terhadap pentingnya pengendalian internal organisasi Valery G. Kumaat, (2011:16) dan pembentukan Suasana organisasi serta memberikan kesadaran tentang perlunya pengendalian bagi suatu organisasi serta merupakan unsur dasar untuk semua komponen pengendalian internal atau menjadi pondasi dari komponen lainnya. Lingkungan pengendali meliputi Integritas atau etika, komitmen seluruh anggota organisasi, filosofi manajemen, struktur organisasi, kebijakan dan pengelolaan sumber daya manusia serta adanya Dewan Komisaris dan adanya Komite Audit.

(2) Risk Assesment, merupakan unsur proses yang dinamis dan berulang untuk mengidentifikasi dan menganalisa serta mitigasi risiko terkait dengan pencapaian tujuan, dengan kata lain merupakan kegiatan yang dilakukan oleh managemen dan mengidentifikasi dan menganalisis resiko yang menghambat

(5)

perusahaan dalam mencapai tujuannya. Risiko yang dihadapi oleh organisasi atau perusahaan bisa berasal dari internal organisasi ataupun dari eksternal.Identifikasi atau penilaian risiko baik dari eksternal maupun internal harus menjadi perhatian manajemen karena berpotensi untuk mengakibatkan pengendalian internal tidak efektif.

(3) Control Activities, mencakup tindakan-tindakan yang ditetapkan melalui kebijakan dan prosedur untuk membantu memastikan dilaksanakannya arahan manajemen dalam rangka meminimalkan risiko atas usaha pencapaian tujuan secara efektif, tindakan tindakan tersebut antara lain pemisahan tugas yang memadai, otorisasi yang sesuai atas transaksi dan aktivitas, dokumen dan catatan yang memadai, pengendalian fisik atas aktiva dan catatan dan pemeriksaan kinerja secara independen.

(4) Information and Communication, manajemen harus mendapatkan, menghasilkan dan menggunakan informasi yang relevan dan berkualitas, baik dari sumber internal maupun eksternal untuk terselenggaranya fungsi pengendalian internal yang mendukung pencapaian tujuan organisasi atau perusahaan,hal ini diperlukan untuk semua tingkatan managemen organisasi untuk mengambil keputusan, laporan keuangan dan mengatahui kepatuhan terhadap kebijakan yang ditentukan oleh perusahaan. Proses informasi dan komunikasi meliputi memulai, mencatat, memproses dan melaporkan transaksi suatu entitas di perusahaan.

(5) Monitoring Activities, unsur pemantauan mencakup evaluasi berkelanjutan, evaluasi terpisah, atau kombinasi dari keduanya untuk memastikan komponen-komponen Pengendalian internal ada dan berfungsi sebagaimana mestinya. Dengan adanya aktivatas pemantauan ini maka sistim pengendalian bisa saja terjadi perubahan sesuai dengan kondisi yang diperlukan.

Memperhatikan rumusan yang dikeluarkan COSO diatas, bahwa aktivitas pemantauan merupakan kegiatan evaluasi dengan beberapa bentuk apakah yang sifatnya berkelanjutan, terpisah ataupun kombinasi keduanya yang digunakan untuk memastikan apakah masing-masing dari lima komponen pengendalian internal mempengaruhi prinsip dalam setiap komponen, ada dan berfungsi.

(6)

2.3.4 Keterbatasan Pengendalian Internal

Sistem pengendalian internal perushaan pada umumnya dirancang untuk memberikan jaminan yang memadai bahwa aset perusahaan telah diamankan secara tepat dan bahwa catatan akuntansi dapat diandalkan. Pentingnya pengendalian justru dirasakan saat kita telah mengalami sendiri kejadian-kejadian pahit dan ternyata pengendalian intern tidak dijalankan dengan baik. Misalnya saja, saat seseorang terjerat kasus hukum dan tidak ada bukti-bukti pekerjaannya telah diproses dan dikontrol dengan baik. Tapi apakah kita akan memilih demikian? Tentu saja tidak. Oleh karena itu, mau tidak mau kita masih bertumpu pada pengendalian internal. Faktor manusia adalah faktor yang sangat penting sekali dalam setiap pelaksanaan sistem pengendalian internal. Sebuah sistem pengendalian yang baik akan dapat menjadi tidak afektif oleh karena adanya karyawan yang kelelahan , ceroboh, atau bersikap acuh tak acuh. Demikian juga halnya dengan kolusi, dimana kolusi ini akan dapat secara signifikan mengurangi kefektifan sebuah sistem dan mengeliminasi proteksi yang ditawarkan dari pemisahan tugas (Hery 2013:102)

2.3.5 Alasan Keterbatasan Pengendalian

Dikatakan bahwa pengendalian hanya memberi keyakinan memadai. Apa saja yang membuatnya tidak mampu memberikan jaminan mutlak? Ternyata memang ada keterbatasan yang melekat (inherent limitations) pada praktik pengendalian intern di lapangan. Berikut di antaranya:

1. Pengendalian intern melibatkan proses pengambilan keputusan oleh manusia yang bisa saja salah pertimbangan. Suatu keputusan biasanya diambil berdasarkan pada berbagai pertimbangan seperti ketersediaan informasi, batasan waktu dan biaya, serta pengaruh variabel internal dan eksternal lainnya. Kejadian di lapangan tidak selalu dalam kondisi ideal. Kadang-kadang keputusan diambil dalam waktu yang sangat sempit, informasi yang tidak lengkap, atau variabelnya tidak jelas. Akibatnya bisa terjadi kesalahan atas keputusan yang sudah dipilih. Kompetensi dan pengalaman si pengambil keputusan akan sangat mempengaruhi kondisi seperti ini.

(7)

2. Pengendalian intern tidak berfungsi karena ada gangguan (breakdown). Hal ini dapat terjadi ketika seseorang salah memahami instruksi atau berbuat keliru akibat kecerobohan, kebingungan, atau kelelahan. Perubahan susunan personil, atau perubahan sistem dan prosedur juga dapat berkontribusi pada terjadinya gangguan.

3. Pengendalian intern tidak efektif karena ada kolusi. Kolusi terjadi manakala ada seseorang bersepakat dengan pihak lain untuk berbuat curang. Misalnya, petugas yang diberi tanggung jawab atas pengendalian penting justru bersekongkol dengan petugas lain, atau dengan pihak luar. Mereka dapat saja melakukan kecurangan sekaligus menutupinya sehingga tidak dapat dideteksi oleh pengendalian intern.

4. Manajemen berpeluang mengesampingkan atau mengabaikan pengendalian intern. Kebijakan atau prosedur dapat diabaikan oleh manajemen untuk tujuan yang sifatnya menguntungkan pribadi atau merugikan organisasi. Tindakan tersebut bisa berupa manipulasi data/informasi, pemalsuan dokumen, pemanfaatan sumber daya organisasi secara ilegal, atau sekedar tidak menjalankan kebijakan dan prosedur yang ada dengan alasan tidak praktis. 5. Perancangan pengendalian intern mempertimbangkan aspek biaya dan

manfaat. Seperti konsep manajemen pada umumnya, pengendalian intern dirancang dengan pertimbangan manfaat yang diperoleh harus lebih besar dari biaya yang dikeluarkan. Kendalanya adalah manfaat pengendalian intern belum tentu bisa dirumuskan secara eksak, sehingga manajemen harus membuat estimasi kuantitatif dan kualitatif. Dalam kondisi dana yang terbatas, pengendalian yang ideal tidak dapat terpenuhi sehingga perlu disadari risiko- risiko yang mungkin muncul akibat pilihan tersebut.

2.3.6. Tahap Pelaksanaan Pengendalian Internal

Tahapan pengendalian internal adalah rangkaian/proses penilaian pengendalian Intern. (Sumber : Inspektorat Jenderal Kemenkeu) Terdapat lima proses rangkaian/proses-proses yang dilaksanakan Pengendalian Intern antara lain adalah :

(8)

2. Penilaian Pengendalian Intern Tingkat Entitas, mengevaluasi pengendalian yang mempunyai pengaruh luas/menyebar ke seluruh kegiatan/proses kegiatan/proses pelaporan keuangan.

3. Penilaian Pengendalian Intern Tingkat Proses/Transaksi, mengevaluasi pengendalian yang ditunjukan untuk mencegah dan mendeteksi “apa yang bisa salah atau tidak tercapainya tujuan keandalan pelaporan keuangan.

4. Penilaian Pengendalian Intern Secara Keseluruhan, mengevaluasi temuan yang diperoleh dari tahapan sebelumnya dan menarik simpulan efektivitas pengendalian intern atas pelaporan keuangan.

5. Pelaporan.

2.4 Audit Internal

2.4.1 Pengertian Audit Internal

Banyak sekali pendapat pakar pakar mengnai pengertian audit internal. Internal Auditing atau pemeriksaan internal adalah suatu fungsi penilaian yang independen dalam suatu organisasi untuk menguji dan mengevaluasi kegiatan organisasi yang dilaksanakan dengan kata lain yaitu sebiah penilaian tehadap keyakinan, independence, obyektif dan kegiatan konsultasi yang dibuat sebgaia penambah nilai dan peningkatan operasi , audit internal ini bisa sebagai pendukung suatu organisasi untuk mencapai tujuannya dengan membawa pendekatan yang sistematis dan disiplin dalam evaluasi dan peningkatan efektivitas proses managemen.

Selanjutnya yang mendefinisikan audit internal adalah “An indpendent,

objective anssurance and cosulting activity designed to add value and improve an organitations operation. It helps an organitation accomplish its objectives bringing systematic, disciplined approach to evaluate and improve the effectiveness of risk management, control, and governanace processes”. institus of internal auditors (

IIA) dalam Reding et el ; (2013:1) Pengertian tersebut apabila diterjemahkan sama halnya dengan definisi audit internal merupakan aktivitas asurance dan konsultasi yang independen dan objektif yang di rancang untuk memberi nilai tambah dan meningkatkan operasi organisasi. Audit Internal membantu organisasi mencapai

(9)

tujuannya melalui pendekatan sistematis dan teratur dalam mengevaluasi dan meningkatkan efektivitas proses manajemen risiko pengendalian dan tata kelola”. Standar Profesional Audit Internal (IPPF) yang dikutip YPIA (2015:3)

Dari beberapa pengertian tersebut maka dapat disimpulkan bahwa audit internal adalah aktivitas asuransi, dan konsultasi yang independen dan objektif untuk memberi nilai tambah dan menngkatkan oprasi organisasi. Merupakan fungsi penilaian yang independen dalam suatu organisasi.

2.4.2 Fungsi dan Peran Audit Internal

Fungsi audit internal memerlukan pemeriksaan yang berkualitas tinggi. Fungsi audit internal tidak akan berhasil tanpa adanya orang orang yang mempunyai pengetahuan yang cukup, daya imajinasi yang kuat serta berinisatif dan mempunyai kemampuan untuk berhubungan dengan orang lain. Fungsi audit internal juga di tentukan oleh bantuan dan dorongan yang penuh dan nyata dari pimpinan tertinggi di perusahaan. Fungsi audit internal adalah menyelidiki dan menilai pengendalian intern dan efesiensi pelaksanaan berbagai unit organisasi. Dengan demikian fungsinya adalah mengukur dan menilai efetivitas unsur-unsur pengendalian intern yang lain. Dan juga merupakan kegiatan penilaian yang bebas, yang terdapat dalam organisasi, yang dilakukan dengan cara memeriksa akuntansi, keuangan dan kegiatan lain, untuk membentuk jasa bagi manajemen dalam melaksanakan tanggung hawab mereka. Dengan cara menyajikan analisis, penilaian, rekomendasi dan komentar komentar penting terhadap kegiatan manajemen internal auditor menyediakan jasa tersebut. Internal auditor berhubungan dengan semua tahap kegiatan perusahaan sehingga tidak hanya terbatas atas catatan akuntansi. Mulyadi (2010:211).

Sawyer (2005) meyatakan bahwa fungsi audit internal yaitu:

Melakukan pengawasan kepada semua aktivitas yang sulit diatasi oleh

pimpinan puncak.

Melakukan indentifikasi dan meminimalisasi resiko

Mendukung dan membantu manajamen terhadap bidang teknis. Melakukan pelaporan Validasi kepada manajer

(10)

Melakukan analisa masa mendatang (bukan hal yang sudah terjadi)

 Membantu manajer dalam pengelolaan perusahaan. 2.4.3 Tujuan Audit Internal

Audit Internal terlibat dalam memenuhi kebutuhan manajemen, dimana tujuan-tujuan audit internal disesuaikan dengan tujuan-tujuan manajemen, yaitu dengan mengatakan tujuan manajemen dan organisasi di atas rencana dan aktivitas audit internal sehingga auditor internal itu sendiri berada dalam posisi untuk menghasilkan nilai tertinggi pada hal-hal yang dianggap menejemen paling penting bagi kesuksesan organisasi. Tujuan pemeriksaan yang dilakukan oleh internal auditor adalah membantu semua pimpinan perusahaan ( manajemen ) dalam melaksanakan tanggungjawabnya dengan memberikan analisa, penilaian, saran, dan komentar mengenai kegiatan yang diperiksanya. Sukrisno Agoes (2013:205) Untuk mencapai tujuan dari internal audit maka auditor harus menjalankan beberapa

hal sebagai berikut :

1. Memberi kepastian berhubungan dengan peraturan dan prosedur yang wajib ditaati oleh semua elemen manajemen

2. Memberi penilaian baik dan peningkatan pengawasan efektif dengan biasa yang wajar dan juga melakukan identifikasi sistem pengendalian yang ditetapkan yang mencakup pengendalian internal manajemen dan kegiatan operasional yang berhubungan.

3. Memasikan bahwa semua aset perusahaan dijaga dengan penuh tanggung jawab dari penyalahgunaan, kehilangan, korupsi dan hal lain semisal.

4. Mengajukan beberapa saran dalam rangka memperbaiki sistem operasional perusahaan supaya lebih efektif dan efisien.

5. Memberi penilaian berkaitan dengan mutu dan kualitas kerja kepada masing-masing bagian yang ditunjuk manajemen perusahaan.

6. Memastikan bahwa data yang sudah ada diolah dalam perusahaan dapat dipertanggungjawabkan.

2.5 Persediaan

(11)

Persediaan adalah asset yang tersedia untuk dijual dalam kegiatan usaha, dalam proses produksi untuk penjualan atau dalam bentuk bahan atau perlengkapan untuk digunakan dalam proses proses produksi dan pemberian jasa. PSAK14 2018 Persediaan meliputi barang yang dibeli dan dimiliki untuk dijual kembali, termasuk, sebagai contoh, barang dagangan yang dibeli oleh pengecer untuk dijual kembali, atau pengadaan tanah dan property lainnya untuk dijual kembali. Persediaan juga meliputi barang jadi yang diproduksi , atau barang dalam penyelesaian yang sedang diproduksi oleh entitas serta termasuk bahan serta kelengkapan yang akan digunakan dalam proses produksi. PSAK14 2018

Persediaan adalah salah satu asset lancar signifikan bagi peusahaan pada umumnya, terutama perusahaan dagang, manufaktur, pertanian, kehutan pertambangan, kontraktor bangunan, dan penjual jasa tertentu. Hal ini menyebabkan akuntansi untuk perseduaan menjadi suatu masalah penting bagi perusahaan-perushaan tersebut. Hans Kartikahadi (2016:324)

Seperti kita ketahui persediaan merupakan suatu asset perusahaan yang sangat penting karna berpengaruh langsung terhadap kemampuan perusahaan untuk memperoleh pendapatan. Karena itu persediaan harus dikelola dan di catat dengan baik sesuai standar yang berlaku agar perusahaan dapat menjual produknya serta memperoleh pendapatan sehingga tujuan perusahaan tercapai. Rudianto, (2012:222)

Klasifikasi persediaan bergantung dari jenis usaha entitas. Perusahaan dagang lazimnya hanya mempunyai Persediaan Barang Dagangan (Merchandise Inventory). Sedangkan perusahaan manufaktur mengelompokan persediaan berdasarkan :

1. Persediaan Barang Jadi, yaitu barang yang telah selesai diproduksi atau sudah tidak memerlukan pengolahan lagi tinggal dipasarkan dan siap untuk di jual sehingga bahan semua unsur biaya produksi sudah melekat pada barang tersebut.

2. Persediaan Barang dalam Proses, atau biasa disebut persediaan barang setengah jadi yaitu barang yang sedang dalam proses produksi atau dengan kata lain persediaan yang merupakan keluaran dari tiap tiap

(12)

proses, namun masih belum sempurna dan masih harus dilakukan pengolahan lagi.

3. Persediaan Barang Mentah atau Bahan Baku, yaitu persediaan yang masih belum memuat elemen elemen biaya di dalam barang tersebut atau barang yang akan menjadi input dalam proses produksi. Hans Kartikahadi (2016:325) misalnya pada pabrik furniture maka bahan mentahnya adalah kayu gelondongan, belum ada penanganan lebih lanjut yang dapat diposting menjadi biaya perusahaan.

4. Persediaan komponen komponen rakitan

Persediaan komponen-komponen rakitan ini sangat mudah dijumpai di industry elektronik dan otomotif. Setiap pabrik elektronik atau otomotif pasti memiliki pabrik perakitannya sendiri. Dalam sebuah pabrik perakitan tersebut ada bermacam-macam persediaan komponen-komponen rakitan. Seperti contohnya dalam sebuah pabrik laptop maka hard disk merupakan persediaan komponen-komponen rakitan yang siap dirakit menjadi laptop.

5. Persediaan bahan pembantu atau persediaan bahan penolong

Persediaan bahan penolong ini merupakan katalisator dari produksi bahan tersebut. jadi bahan tersebut bukan merupakan bagian atau komponen barang jadi namun bahan tersebut sangat diperlukan dalam produksi

2.5.2 Pengukuran persediaan Persediaan diukur pada mana yag lebih rendah antara biaya perolehan dan nilai realisasi neto atau estimasi harga jual dalam kegiatan usaha biasa dikuangi estimasi biaya penyelesaian dan estimasi biaya yang diperlukan untuk membuat penjualan. Nilai persediaan meliputi seluruh belanja yang dikeluarkan sampai suatu barang persediaan tersebut dapat dipergunakan. Dalam PSAP 5 dalam paragraf 18 dikatakan bahwa persediaan disajikan sebesar: (a) Biaya perolehan apabila diperoleh dengan pembelian;

(b) Biaya standar apabila diperoleh dengan memproduksi sendiri;

(c) Nilai wajar, apabila diperoleh dengan cara lainnya seperti donasi/rampasan; 2.5.3 Pengungkapan Persediaan dalam Laporan Keuangan

Kebijakan akuntansi yang digunakan dalam pengukuran persediaan, termasuk rumus biaya yang digunakan, total jumlah tercatat persediaan dan jumlah

(13)

tercatat menurut klasifikasi yang sesuai bagi entitas, jumlah tercatat persediaan yang dicatat dengan nilai wajar dikurangi biaya untuk menjual. Jumlah persediaan yang diakui sebagai beban selama periode berjalan, jumlah setiap penurunan nilai yang diakui sebagai pengurang jumlah persediaan yang diakui sebagai beban dalam periode berjalan. Jumlah dari setiap pemulihan dari setiap penurunan nilai yang diakui sebagai pengurang jumlah persediaan yang diakui sebagai beban dalam periode berjalan. Keadaan atau peristiwa penyebab terjadinya pemulihan nilai persediaan. Penilaian persediaan yang diterapkan harus diungkapkan dalam suatu penjelasan laporan keuangan yang menguraikan secara garis besar semua kebijakan akuntansi yang diikuti basis penilaian seperti harga pokok.

2.5.4 Metode Pencatatan Persediaan

Pencatatan Persediaan merupakan kegiatan yang membedakan antara perusahaan barang dagang dengan perusahaan Jasa sehingga pencatatan persediaan merupakan hal yang penting dalam Perusahaan Dagang. Pencatatan barang dagang baik yang masuk maupun yang keluar dilakukan dengan tujuan untuk meminimalisir kerugian yang diakibatkan oleh hilangnya barang barang dagang setelah dibeli terlebih untuk barang barang yang dibeli secara kredit.

Untuk menentukan jumlah kuantitas persediaan dikenal dua metode yaitu metode pencatatan peridik dan perpetual. Metode pencatatan periodic tidak membukukan setiap pembelian dan penjualan pada akun persediaan, dan oleh karena itu setiap saat untuk mengetahui jumlah persediaan yang ada perlu dilakukan perhitungan secara fisik. Sedangkan metode perpetual membukukan setiap arus penerimaan dan pengeluaran barang dengan mendebet dan mengkredit arus penerimaan dan pengeluaran barang dengan mendebet dan mengkredit akun persediaan dan dirinci dalam buku tambahan persediaan. Dengan demikian saat dari informasi akuntansi dapat diketahui saldo persediaan yang seharusnya ada. Hans Kartikahadi dll (2016:354)

1. Metode Fisik/Periodik

Metode Fisik atau disebut juga Metode Periodik adalah metode pengelolaan persediaan, dimana arus keluar masuknya barang tidak di catat secara rinci sehingga untuk mengetahui nilai persediaan pada suatu saat tertentu harus

(14)

melakukan perhitungan barang secara fisik (stock opname) di gudang. Dalam metode pencatatan barang dagang dengan menggunakan metode periodik (periodic inventory system) atau metode fisik (physical system), mutasi atau perpindahan barang yang keluar maupun masuk tidak akan dicatat. Pencatatan barang dilakukan oleh perusahaan barang dagang melalui akun penjualan untuk transaksi penjualan barang dan akun pembelian untuk transaksi pembelian barang. Metode pencatatan barang dengan metode periodik (periodic inventory system) atau metode fisik (physical system) ini menyebabkan persediaan barang tidak dapat diketahui setiap saat. Pencatatan persediaan barang dagang dengan metode ini dilakukan secara berkala (periodik) pada akhir periode dengan sistem penghitungan secara fisik barang dagang dan barang persediaan (stock opname) yang ada di tempat penyimpanan atau gudang. Umumnya, metode periodik atau fisik ini digunakan pada perusahaan yang menjual barang-barang dagang yang memiliki harga relatif murah, tetapi sering terjadi. Kelemahan dalam metode pencatatan barang dagang dengan menggunakan metode periodik (periodic inventory system) atau metode fisik (physical system) adalah disebabkan pencatatan hanya dilakukan pada akhir periode, tidak pada saat setiap terjadinya transaksi maka kehilangan barang persediaan yang akan sulit untuk diketahui oleh perusahaan secara tepat. Disamping kelemahan dalam menyajikan jumlah atau saldo yang pasti terhadap persediaan barang yang seharusnya ada, metode ini juga menyulitkan penentuan dalam penetapan harga yang benar untuk harga pokok barang yang telah terjual. Jurnal penyesuaian (adjustment journal) sering dibuat untuk mengatasi kelemahan dari penerapan metode periodik (periodic inventory system) atau metode fisik (physical system) ini. Dengan jurnal penyesuaian, data pencatatan barang dagang disusun berdasarkan jumlah atau saldo persediaan akhir barang dan data penyesuaian akhir periode sedangkan kelebihan dari metode pencatatan barang dagang dengan menggunakan metode periodik (periodic inventory system) atau metode fisik (physical system) adalah karena pencatatan dalam metode ini hanya dilakukan secara periodik, tidak setiap saat terjadinya transaksi, hanya dilakukan di akhir periode, metode ini lebih menghemat waktu dan tenaga. Penggunaan metode fisik mengharuskan

(15)

perhitungan barang yang ada (tersisa) pada akhir periode akuntansi ketika menyusun laporan keuangan. Rudianto (2012:223) Dalam metode periodic, jumlah persediaan ditentukan secara berkala.

Persediaan awal barang XXX

Pembelian XXX

Persediaan total XXXX

Beban pokok penjualan (XXX)

Persediaan akhir XXX

Adapun Jurnal umum untuk pencatatan persediaan dengan hmenggunakan metode pencatatan fisik adalah sebagai berikut :

Table 2.1

Contoh Jurnal Pencatatan Periodik/Fisik

Description Debet Kredit

Pada saat pembelian :

Purchase XXX

Cash / Account Payable XXX

Pada saat retur pembelian :

Account Payable XXX

Purchase return XXX

Pada saat penjualan :

Cash / Account Receivable XXX

Sales XXX

Pada saat retur penjualan

Sales return XXX

Account Receivable XXX

(16)

2. Metode pencatatan permanen (perpetual method)

Dalam metode pencatatan permanen (perpetual method) tidak disediakan akun pembelian dan akun lain yang berhubungan dengannya. Pembelian barang dengan langsung dicatat ke akun persediaan. Metode Permanen (perpectual

system) atau Metode Terus Menerus (Continue). Pencatatan barang dagang

dilakukan secara permanen atau terus menerus, detail atau terperinci pada setiap transaksi yang terjadi dalam perusahaan barang dagang. Dengan metode ini, persediaan barang dagang dapat diketahui setiap saat karena tercatat secara terus-menerus. Harga pokok penjualan tidak dihitung secara periodik, tetapi di hitung dan dicatat setiap kali terjadi transaksi. Untuk itu, di buat satu akun teresendiri yaitu harga pokok penjualan. Akun persediaan barang dagangan dalam sistem saldo permanen digunakan untuk mencatat persediaan yang ada di awal periode, pembelian yang dilakukan selama periode, penjualan yang dilakukan selama periode dan persediaan yang ada di akhir periode. Rudianto (2012:223).

Adapun kelemahan dari Metode pencatatan permanen (perpetual method) adalah Metode pencatatan persediaan barang dagang dengan metode periodik yang dilakukan setiap adanya kegiatan ataupun transaksi walaupun lebih akurat namun metode ini lebih memakan banyak waktu dan tenaga sedangkan kelebihan dari Metode pencatatan permanen (perpetual method) adalah kegiatan dan transaksi yang selalu tercatat secara detai atau terperinci membuat pencatatan persediaan barang dagang menjadi lebih akurat sehingga terjadinya kehilangan barang persediaan dapat dengan mudah terlacak oleh perusahaan.

Adapun jurnal umum untuk pencatatan persediaan dengan menggunakan metode pencatatan perpetual adalah sebagai berikut :

(17)

Contoh Jurnal Pencatatan Perpetual

Description Debet Kredit

Pada saat pembelian :

Merchandise inventory XXX

Cash/Account Payable XXX

Pada saat retur pembelian :

Account Payable XXX

Merchandise inventory XXX

Pada saat Penjualan :

Cash/Account Payable XXX

Sales XXX

Cost Of Good Sold XXX

Merchandise Inventory XXX

Pada saat retur Penjualan :

Sales return XXX

Cash/Account XXX

Payable XXX

Merchandise Inventory XXX

Cost Of Good Sold

Sumber : Rudianto (2012:223)

2.5.5 Penilaian Persediaan

Selain metode persediaan barang dagang, hal yang perlu diketahui tentang persediaan barang dagang lainnya yaitu mengenai metode menilai persediaan barang dagang.

Persediaan mempunyai pengaruh secara langsung terhadap kelayakan hasil usaha dan posisi keuangan suatu perusahaan. Persediaan dinyatakan sebesar harga pokok atau perolehan dengan memperhitungkan seluruh biaya-biaya untuk memperoleh nilai yang wajar yang berati persediaan yang ada didalam

(18)

perusahaan sesuai dengan yang diperhitungkan dalam laporan keuangan yang didasarkan pada nilai perolehannya, yakni nilai pembelian persediaan tersebut setelah ditambah dengan biayabiaya yang terkait didalamnya sampai dengan persediaan untuk digunakan atau dijual. Aktifa P. Nayla (2013:126)

Dari pernyataan tersebut diatas jelaslah bahwa nilai persediaan dapat ditentukan dengan menggunakan metode-metode FIFO, LIFO dan Weight Average dikenal dengan metode Average cost.

1. Metode FIFO (first in first out) yang berarti masuk pertama keluar pertama. Penerapan metode ini terutama diterapkan pada barang-barang yang tidak tahan lama atau produk-produk yang modelnya cepat berubah. Oleh karena penerapan metode ini maka saldo akhir menunjukkan barang yang dibeli terakhir sebab barang yang dibeli lebih awal akan dikeluarkan lebih awal juga. Penggunaan metode ini dalam menghitung nilai persediaan barang akan menghasilkan laba yang besar namun penghitungan labanya kurang akurat. Mengasumsikan unit persediaan yang pertama masuk akan dijual dan masuk terakhir akan dikeluarkan dikemudian hari. Artinya unit yang pertama kali dicatat saat penjualan adalah unit yang pertama kali masuk. Sangat relevan bila nilai persediaan disajikan dengan menggunakan metode ini karena nilai berdasarkan harga paling terkini. Sansan, (2016)

2. Metode Rata-Rata tertimbang (Average), menghitung biaya per unit yang serupa pada awal periode dan biaya yang dibeli selama suatu periode menggunakan metode ini. Membagi biaya barang yang tersedia untuk dijual dengan unit yang tersedia adalah cara untuk menghitung biaya persediaan maka persediaan akhir dan beban pokok penjualan dapat dihitung dengan harga rata-rata. Sansan, (2016)

3. Metode LIFO (last in first out) yang berarti masuk terakhir keluar pertama. Mengasumsikan unit persediaan yang dibeli pertama akan dikeluarkan dikemudian hari. Artinya unit yang pertama kali dicatat saat penjualan adalah unit yang terakhir kali masuk. Laba dan rugi yang dihasilkan dari penerapan metode ini cenderung menghasilkan laba dan rugi yang lebih rendah.Metode ini

(19)

Karena harga beli terakhie dibebankan ke operasi dalam periode kenaikan harga. Namun metode ini tidak bisa digunakan pada saat ini.karena berdasarkan PSAK 14 tidak memperbolehkan perusahaan menggunakan metode ini. Sansan, (2016)

2.6 Pengendalian Persediaan 2.6.1 Pengendalian Persediaan

Persediaan merupakan bagian utama dalam perusahaan khususnya perusahaan dagang dan seringkali merupakan perkiraan yang nilainya cukup besar dan melibatkan modal kerja yang besar. Tanpa adanya persediaan barang dagangan, perusahaan akan menghadapi resiko dimana pada suatu waktu tidak dapat memenuhi keinginan dari para pelanggannya. Tentu saja kenyataan ini dapat berakibat buruk bagi perusahaan, karena secara tidak langsung perusahaan menjadi kehilangan kesempatan untuk memperoleh keuntungan yang seharusnya didapatkan. Dalam hal ini yang meliputi barang-barang milik perusahaan dengan maksud untuk dijual dalam suatu periode waktu tertentu atau persediaan barang-barang yang masih dalam pengerjaan atau proses produksi, ataupun persediaan bahan baku yang menunggu penggunaannya dalam suatu proses produksi Oleh karena itu persediaan sebaiknya dapat dikelola dengan baik.

Persediaan merupakan bentuk investasi perusahaan dalam bentuk barang. Persediaan akan digunakan perusahaan untuk menciptakan pendapatan utama perusahaan. Persediaan dapat diperoleh perusahaan dengan dua cara:

1. Mengorbankan aset lancar lainnya. 2. Meningkatkan kewajiban perusahaan.

Pengendalian persediaan diperlukan guna menjaga kuantitas fisik persediaan yang ada tetap sebagai harta perusahaan. Pengendalian persediaan harus dimulai segera setelah persediaan diterima oleh perusahaan. Pengendalian dilakukan dengan cara mencocokan semua dokumen yang berkaitan dengan pembelian persediaan. Laporan penerimaan harus dicocokan dengan pesanan pembelian, dan faktur yang tertera yang dikirim

(20)

oleh pemasok. Setalah semua dicocokan berikutnya perusahaan harus mencatat persediaan dan utang usaha dalam catatan akuntansi perusahaan. Roristua Pandiangan (2014:154)

2.6.2 Pengendalian Persediaan Bahan Baku

Usaha-usaha yang dilakukan oleh suatu perusahaan termasuk keputusan-keputusan yang diambil sehingga kebutuhan akan bahan untuk keperluan proses produksi dapat terpenuhi secara optimal dengan resiko yang sekecil mungkin. Persediaan yang terlalu besar (over stock) merupakan pemborosan karena menyebabkan terlalu tingginya beban-beban biaya guna penyimpanan dan pemeliharaan selama penyimpanan di gudang. Menurut William K. Carter (2010:322) pengendalian persediaan yang efektif sebaiknya:

1.Menyediakan pasokan bahan baku yang diperlukan untuk operasi yang efisien dan bebas gangguan.

2.Menyediakan cukup persediaan dalam periode dimana pasokan kecil (musiman, siklus, atau pemogokan kerja) dan mengantisipasi perubahan harga.

3.Menyimpan bahan baku dengan waktu pengananan dan biaya minimum serta melindungi bahan baku tersebut dari kehilangan akibat kebakaran, pencurian, cuaca, dan kerusakan dalam pengananan.

2.7 Pengelolaan Persediaan Bahan Baku 2.7.2 Pengertian Pengelolaan

Pengelolaan bukan hanya melaksanakan suatu kegiatan, akan tetapi merupakan rangkaian kegiatan meliputi fungsi-fungsi menejemen, seperti perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan untuk mencapai tujuan secara efektif dan efisien Adisasmita (2011:22)

2.7.3 Pengertian Persediaan

Persediaan pada umumnya merupakan salah satu jenis aktiva lancar yang jumlahnya cukup besar dalam suatu perusahaan. Hal ini mudah diahami karena

(21)

perusahaan. R. Agus Sartono (2010:443)

Persediaan adalah asset lancar dalam bentuk barang atau perlengkapan yang dimaksudkan untuk mendukung kegiatan operasional pemerintah daerah dan barang barang yang dimaksudkan untuk dijual dan atau diserahkan dalam rangka pelayanan kepada masyarakat. Suwanda dan Hendri Santosa (2014:85)

Persediaan secara umum ditunjukan untuk barang barang yang dimiliki perusahaan dagang, baik berupa grosir maupun ritel ketika barang barang tersebut telah dibeli dan dalam kondisi siap untuk dijual. Stice (2011:572) Dari beberapa pengertian tersebut maka dapat disimpulkan bahwa persediaan adalah sumber aya atau aktiva lancar yang memiliki jumlah cukup besar yang biasanya digunakan untuk perusahaan dagang dan sangat penting untuk menentukan kelancaran operasi suatu perusahaan.

2.7.4 Pengertian Persediaan Bahan Baku

Pengertian persediaan bahan baku mempunyai keududukan yang penting dalam perusahaan karena persediaan bahan baku sangat besar pengaruhnya terhadap kelancaran proses produksi. Roristua Pandiangan (2014:158)

Persediaan bahan baku merupakan bahan baku atau bahan tambahan yang dimiliki oleh perusahaan untuk digunakan dalam aktivitas proses produksi persediaan material menjadi komponen utama dari suatu produk. Farah Margaretha (2014:147) Dari pengertian tersebut maka dapat disimpulkan bahwa persediaan bahan baku adalah bahan baku yang digunakan untuk aktifitas proses produksi, karena persediaan bahan baku sangat besar pengaruhnya terhadap kelancaran proses produksi.

2.7.5 Efektivitas Pengelolaan Persediaan Bahan Baku

Keefektifan adalah ketetapan sasaran dari suatu proses yang berlangsung untuk tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Hendyat Soetopo (2012:51) Efektifitas yakni perbandingan produktivitas dengan target, rencana ataupun suatu tolak ukur. Falih Suahedi (2010:108) Secara etimologis, kata efektif sering diartikan sebagai mancapai sasaran yang diinginkan (producing desired result),

(22)

berdampak menyenangkan (having a pleasing effect), bersifat aktual, nyata (actual dan real). Khairul Umam (2010:229)

Referensi

Dokumen terkait

Alur penelitian yang dilakukan ditunjukkan pada Gambar 4. Secara garis besar penelitian ini dibagi menjadi tiga tahapan, yaitu tahapan segmentasi, tahapan pengukuran fitur dan

Atas dasar penelitian dan pemeriksaan lanjutan secara seksama terhadap berkas yang diterima Mahkamah Pelayaran dalam Berita Acara Pemeriksaan Pendahuluan (BAPP)

Dimana apabila menunjukan status tersedia dari sebuah sarana pada suatu tanggal tertentu itu artinya sarana tersebut masih bisa untuk dilakukan pemesanan karena

Dari latar belakang tersebut dapat ditarik rumusan masalah yaitu Bagaimana implementasi pasal 31 Peraturan Daerah Kabupaten Gresik nomor 5 tahun 2011 tentang

Sejak Tahun 2008 hingga Tahun 2012, jumlah negara tujuan ekspor Sulawesi Tenggara terus meningkat, baik negara tujuan, nilai maupun volume, seperti yang

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, penulis akan meneliti pengaruh dari penerapan PSAK 24 khususnya mengenai imbalan pascakerja terhadap risiko perusahaan dan

Namun pada neonatus dengan gejala klinis TB dan didukung oleh satu atau lebih pemeriksaan penunjang (foto toraks, patologi anatomi plasenta dan mikrobiologis darah v.umbilikalis)

Langkah atau tugas tidak dikerjakan secara benar, atau dalam urutan yang salah (bila diperlukan) atau diabaikan.. 2 Cukup Langkah atau tugas dikerjakan secara benar,