• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Faktor Usia, Jenis Kelamin dan Diabetes Mellitus dengan Kejadian Katarak pada Pasien Rawat Jalan Bagian Ilmu Kesehatan Mata di RSUP Haji Adam Malik pada Tahun 2012

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hubungan Faktor Usia, Jenis Kelamin dan Diabetes Mellitus dengan Kejadian Katarak pada Pasien Rawat Jalan Bagian Ilmu Kesehatan Mata di RSUP Haji Adam Malik pada Tahun 2012"

Copied!
104
0
0

Teks penuh

(1)

LAMPIRAN 1

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Nuruljannah Nazurah Gomes

Tempat / Tanggal Lahir : Tawau, Sabah / 9 Augustus 1992

Agama : Islam

Alamat : Jalan Mongonsidi 1, No.16.

Riwayat Pendidikan : 1. SJK (C) Sin Hwa (1999-2004)

2. SMK Tawau (2005-2009)

3.Kolej Matrikulasi Labuan (2010-2011)

4.Universitas Sumatera Utara (2011-sekarang)

Riwayat Pelatihan : -

Riwayat Organisasi : 1. Anggota PMUSU

(2)

LAMPIRAN 2

No Subjek :

LEMBAR PENELITIAN

Nama :

Umur :

Jenis Kelamin :

(3)

LAMPIRAN 3

Data Induk Pasien Rawat Jalan Bagian Ilmu Kesehatan Mata RSUP Haji Adam Malik

NAMA USIA JENIS KELAMIN RIWAYAT DM KATARAK

(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
(9)
(10)
(11)
(12)
(13)
(14)
(15)
(16)
(17)
(18)
(19)
(20)
(21)
(22)
(23)
(24)
(25)
(26)
(27)
(28)
(29)
(30)
(31)
(32)
(33)
(34)
(35)

LAMPIRAN 4

Tabel 1 : Distribusi Frekuensi Pasien yang Mengalami Katarak dan Tidak Mengalami katarak

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid katarak 553 67.0 67.0 67.0

non-katarak 272 33.0 33.0 100.0

Total 825 100.0 100.0

Tabel 2 : Distribusi Frekuensi Pasien Berdasarkan Kelompok Usia

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid 1.00 159 19.3 19.3 19.3

2.00 666 80.7 80.7 100.0

Total 825 100.0 100.0

Tabel 3 : Distribusi Frekuensi Pasien Berdasarkan Jenis Kelamin

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid LAKI-LAKI 347 42.1 42.1 42.1

PEREMPUAN 478 57.9 57.9 100.0

(36)

Tabel 4 : Distribusi Frekuensi Pasien Berdasarkan Riwayat Penyakit Diabetes Mellitus

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid PENDERITA DM 407 49.3 49.3 49.3

NON DM 418 50.7 50.7 100.0

Total 825 100.0 100.0

Tabel 5 : Distribusi Kejadian Katarak, Uji Chi-Square dan Uji Phi Berdasarkan Kelompok Usia

usiakelompok * Katarak Crosstabulation

Katarak

Total katarak non-katarak

usiakelompok 1.00 Count 89 70 159

% within Katarak 16.1% 25.7% 19.3%

% of Total 10.8% 8.5% 19.3%

2.00 Count 464 202 666

% within Katarak 83.9% 74.3% 80.7%

% of Total 56.2% 24.5% 80.7%

Total Count 553 272 825

% within Katarak 100.0% 100.0% 100.0%

(37)

Chi-Square Tests

Continuity Correctionb 10.282 1 .001

Likelihood Ratio 10.531 1 .001

Fisher's Exact Test .001 .001

Linear-by-Linear Association 10.880 1 .001

N of Valid Cases 825

a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 52.42.

b. Computed only for a 2x2 table

Symmetric Measures

Ordinal by Ordinal Spearman Correlation .901 .036 -3.318 .001c

N of Valid Cases 825

a. Not assuming the null hypothesis.

b. Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis.

(38)

Tabel 6 : Distribusi Kejadian Katarak, Uji Chi-Square dan Uji Phi Berdasarkan

Continuity Correctionb 3.748 1 .053

Likelihood Ratio 4.072 1 .044

Fisher's Exact Test .051 .026

Linear-by-Linear Association 4.039 1 .044

N of Valid Cases 825

a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 114.40.

(39)

Symmetric Measures

Ordinal by Ordinal Spearman Correlation .700 .034 2.014 .044c

N of Valid Cases 825

a. Not assuming the null hypothesis.

b. Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis.

c. Based on normal approximation.

(40)

Chi-Square Tests

Continuity Correctionb .710 1 .400

Likelihood Ratio .840 1 .035

Fisher's Exact Test .375 .200

Linear-by-Linear Association .839 1 .360

N of Valid Cases 825

a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 134.19.

b. Computed only for a 2x2 table

Symmetric Measures

Ordinal by Ordinal Spearman Correlation .032 .035 .916 .360c

N of Valid Cases 825

a. Not assuming the null hypothesis.

b. Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis.

(41)
(42)
(43)

DAFTAR PUSTAKA

Age-Related Eye Disease Study Research Group, Risk factors associated with age-related nuclear and cortical cataract: a case-control study in the Age-Related Eye Disease Study, AREDS Report No. 5. Ophthalmology 2001;108:1400-1408.

H,Aziz Alimul.,2007. Metode Penelitian Kebidanan Teknik Analisa Data. Jakarta: Salemba Medika.

Hasmeinah., Iskandar Z.Ansori., Defer S. Meidawaty, 2011. Hubungan Angka Kejadian Katarak Senilis dengan Hipertensi di Poliklinik Rawat Jalan RSMP Periode Januari-Desember 2010. Syifa’MEDIKA., Vol. 2 (No.2)., muka surat 80 – 87.

Hinkle,Janice L.,2013. Brunner and Suddarty’s Textbook of Medical-Surgical Nursing., Ed.13., North America.

Hungu.,2007. Demografi Kesehatan Indonesia. Jakarta: Penerbit Grasindo.

http://TriHarijono.Lima.Menit.untuk.Bisa.Melihat.kompas.com/2012/01/htm.Jakarta.

Ilyas, Prof. dr. H. Sidarta, 2009. Ilmu Penyakit Mata. Jakarta : Balai Penerbit FKUI Istiantoro.,2008. Besar Resiko Penderita Katarak Berdasarkan Usia dan Indonesia

600 Orang Perhari Menjadi Buta.(Online)

http://www.healthtoday.com./who/int/risk-factors-cataract/index.html

Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI. 2013. Riset Kesehatan Dasar 2013. 231-242.

Kumalaningsih, Sri, 2006. Antioksidan Alami-Penangkal Radikal Bebas, Sumber, Manfaat, Cara Penyediaan dan Pengolahan. Surabaya: Trubus Agrisarana. Pollreisz, A. , Schmidt-Erfurth,U, 2010. Diabetic Cataract- Pathogenesis,

Epidemiology and Treat ment. Journal of Ophthalmology , Volume 2010 (2010), Article ID 608751

(44)

Poppy, Kumala, dkk.1998. Kamus Kedokteran Dorland.Bahasa : Dyah Nuswantari (Ed.25). Jakarta: EGC.

Rasyid, R., Nawi, R., H.A.Zulfikli, A. 2013. Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Katarak di Balai Kesehatan Mata Masyarakat (BKMM) di Makassar

Ta

Sabar, R., 2007. Pengantar Metodologi Penelitian. FKIP: Universitas Muria Kudus. Sherwood, L. 2001. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Ed.2. Jakarta: 2001.

Smeltzer C. Suzanne, Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. EGC : Jakarta

Sudoyo, AW., Setiyohadi,Bambang., Alwi,Idrus.,Simadibrata K,M., Setiati,Siti. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.Jakarta:Interna Publishing.

Sugiyono.,2011. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: AFABETA, cv.

Suyono S. Kecenderungan Peningkatan Jumlah Penyandang Diabetes, dalam Penatalaksanaan Diabetes Melitus Terpadu Sebagai Panduan Penatalaksanaan Diabetes Melitus Bagi Dokter Maupun Edukator. Pusat Diabetes dan Lipid RSUPN. Dr. Cipto Mangunkusumo/Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta:Balai Penerbit FKUI, 2004 : 1 – 5.

Tana L, Delima, Hastuti E, Gondhowiardjo T, 2006. Katarak Pada Petani dan Keluarganya di Kecamatan Teluk Jambe Barat. Media Litbang Kesehatan XVI Nomor 4 Tahun 2006.

Tana L, Mihardja L, Rif’ati L, 2007. Merokok dan Usia Sebagai Faktor Risiko Katarak pada Pekerja Berusia ≥30 Tahun di Bidang Pertanian. Universa Medicina, Vol. 26 No.3 Page 111-159

Vaughan G.Daniel.,2000. Anatomi dan Embriologi Mata, Oftalmologi Umum ed 14., Jakarta : Widya Medika

(45)

Syndrome and Its Components with Age-Related Cataract: The Korea National Health and Nutrition Examination Survey 2008 – 2010. Volume 9., Issue 1. Youngson, Robert.,1998. Antioksidan : Manfaat Vitamin C & E Bagi Kesehatan.

(46)

BAB 3

KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL 3.1 Kerangka Konsep

Berdasarkan tujuan penelitian yang dikemukakan, maka kerangka konsep dalam penelitian ini adalah :

Gambar 3.1 Kerangka Konsep Penelitian

3.2 Variabel dan Definisi Operasional

Variabel dari penelitian ini adalah :

1. Variabel independen : Usia, Diabetes Mellitus, Jenis kelamin 2. Variabel dependen : Katarak

Definisi operasional adalah mendefinisikan variabel secara operasional berdasarkan karakteristik yang diamati, sehingga memungkinkan peneliti untuk melakukan observasi atau pengukuran secara cermat terhadap suatu objek atau fenomena ( Aziz Alimul H. , 2007 ).

1. Katarak adalah setiap kekeruhan pada lensa yang dapat terjadi akibat dehidrasi lensa, denaturasi protein lensa, atau akibat kedua-duanya.

Data diambil sesuai tercatat pada kartu status pasien. Katarak

Usia

Jenis Kelamin

(47)

2. Diabetes Mellitus adalah suatu kumpulan gejala yang timbul pada seseorang yang disebabkan oleh karena adanya peningkatan kadar glukosa darah akibat kekurangan insulin baik absolut atau relatif (Suyono, 2004). Data diambil sesuai tercatat pada kartu status pasien.

Hasil dikelompokkan antara penderita DM atau bukan penderita DM.

3. Usia diartikan dengan lamanya keberadaan seseorang diukur dalam satuan waktu di pandang dari segi kronologik, individu normal yang memperlihatkan derajat perkembangan anatomis dan fisiologik sama (Nuswantari, 1998). Data diambil sesuai dengan tercatat pada kartu status pasien.

Skala pengukuran berbentuk ordinal.

4. Jenis kelamin adalah perbedaan biologis dan fisiologis yang dapat membedakan laki-laki dan perempuan.

Data diambil sesuai tercatat pada kartu status pasien.

Hasil pengukuran dikelompokkan atas laki-laki atau perempuan. Skala pengukuran berbentuk nominal.

3.3 Hipotesa

(48)

METODE PENELITIAN 4.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah bersifat analitik dengan menggunakan desain retrospektif dengan studi cross-sectional dengan mengambil data sekunder dari kartu status pasien di Bagian Ilmu Kesehatan Mata Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik dari tahun 1 Januari 2012 hingga 31 Desember 2012.

4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2.1 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik,Medan. Alasan dalam memilih lokasi penelitian yaitu Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik adalah karena katarak merupakan salah satu kasus yang sering diterima di rumah sakit ini serta kesediaan pihak rumah sakit untuk memberi izin penelitian.

4.2.2 Waktu Penelitian

Penelitian ini dimulai dari Maret 2014 hingga Desember 2014.

4.3 Populasi dan Sampel 4.3.1 Populasi

(49)

Sampel adalah bagian atau jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut (Sugiyono ,2011) .Dalam penelitian ini, sampel diambil secara total sampling yaitu teknik penentuan sampel dengan mengambil seluruh anggota populasi sebagai responden atau sampel (Sugiyono, 2011).

Kriteria inklusi dari penelitian ini adalah semua pasien rawat jalan dengan catatan kartu status pasien yang lengkap yaitu mempunyai catatan tentang usia, jenis kelamin dan riwayat penyakit metabolik terutamanya Diabetes Mellitus.

Kriteria eksklusi dari penelitian ini adalah catatan kartu status penderita yang tidak lengkap.

4.4 Metode Pengumpulan Data

Data dikumpul dari data sekunder yaitu yang telah tercatat pada kartu status pasien rawat jalan di Bagian Ilmu Kesehatan Mata, berdasarkan kelengkapan data atau variabel yang diteliti.

4.5 Teknik Analisa Data

(50)

χ2

: Nilai chi-kuadrat

fe: Frekuensi yang diharapkan

fo: Frekuensi yang diperoleh/diamati

Interval Koefisien Tingkat Hubungan

0,00 – 0,199 Sangat rendah

0,20 – 0,399 Rendah

0,40 – 0,599 Cukup

0,60 – 0, 799 Kuat

(51)

BAB 5

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 5.1Hasil Penelitian

5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian dilakukan di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik. Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik terletak di Jalan Bunga Lau No. 17 Km. 12 Kecamatan Medan Tuntungan, Kotamadya Medan, Provinsi Sumatera Utara.

Rumah Sakit Umum Haji Adam Malik merupakan rumah sakit kelas A dan merupakan Pusat Rujukan wilayah Pembangunan A yang meliputi Provinsi Sumatera Utara, Nanggroe Aceh Darussalam, Sumatera Barat dan Riau.

5.1.2. Deskripsi Data Penelitian

Data penelitian yang digunakan adalah data sekunder, yaitu data yang berasal dari kartu status pasien rawat jalan di Bagian Ilmu Kesehatan Mata di RSUP Haji Adam Malik pada periode Januari 2012 – Desember 2012. Jumlah data keseluruhan adalah sebanyak 825 data kartu status pasien lengkap yang meliputi nama, jenis kelamin, umur, dan riwayat penyakit Diabetes Mellitus.

5.1.3. Karakteristik Sampel Penelitian

(52)

5.1.4. Hasil Analisa Data

5.1.4.1. Distribusi Frekuensi Pasien yang Mengalami Kejadian Katarak

Distribusi frekuensi data penelitian pasien yang mengalami katarak senilis matur dan mengalami katarak senilis imatur dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Pasien yang Mengalami Katarak Frekuensi (N) Persentase (%)

Katarak 553 67,0

Bukan Katarak 272 33,0

Total 825 100,0

(53)

5.1.4.2. Distribusi Frekuensi Pasien Berdasarkan Kategori Usia

Distribusi frekuensi data penelitian pasien berdasarkan kategori usia dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Pasien Berdasarkan Kelompok Usia

Kategori usia Frekuensi (N) Persentase (%)

≤ 54 159 19,3

> 54 666 80,7

Total 825 100,0

Berdasarkan tabel 5.2, sebanyak 159 orang (19,3%) pasien dalam kategori usia ≤ 54 tahun dan sebanyak 666 orang (80,7%) pasien dalam kategori usia > 54 tahun.

5.1.4.3. Distribusi Frekuensi Pasien Berdasarkan Jenis Kelamin

Distribusi frekuensi data penelitian pasien berdasarkan jenis kelamin dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Pasien Berdasarkan Jenis Kelamin

Jenis kelamin Frekuensi (N) Persentase (%)

Laki-laki 347 42,1

Perempuan 478 57,9

Total 825 100,0

(54)

5.1.4.4. Distribusi Frekuensi Pasien Berdasarkan Riwayat Penyakit Diabetes Mellitus

Distribusi frekuensi data penelitian pasien berdasarkan riwayat penyakit Diabetes Mellitus dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi Pasien Berdasarkan Riwayat Penyakit Diabetes Mellitus

Frekuensi (N) Persentase (%)

Penderita DM 407 49,3

Bukan DM 418 50,7

Total 825 100,0

Berdasarkan tabel 5.4, didapatkan sebanyak 407 orang (49,3%) pasien mempunyai riwayat penyakit Diabetes Mellitus sedangkan sebanyak 418 orang (50,7%) pasien bukan penderita Diabetes Mellitus.

5.1.4.5. Distribusi Kejadian Katarak Berdasarkan Kelompok Usia Tabel 5.5 Distribusi Kejadian Katarak Berdasarkan Kelompok Usia

Katarak Bukan Katarak Total

Kelompok Usia N % N % N %

≤ 54 89 16,1 70 25,7 159 19,3

> 54 464 83,9 202 74,3 666 80,7

(55)

(83,9%) mengalami kejadian katarak dan 202 orang (74,3%) pada kelompok usia yang sama tidak mengalami kejadian katarak.

5.1.4.6. Distribusi Kejadian Katarak Berdasarkan Jenis Kelamin Tabel 5.6 Distribusi Kejadian Katarak Berdasarkan Jenis Kelamin

Katarak Bukan Katarak Total

Jenis kelamin N % N % N %

Laki-laki 246 44,5 101 37,1 347 42,1

Perempuan 307 55,5 171 62,9 478 59,9

(56)

5.1.4.7. Distribusi Kejadian Katarak Berdasarkan Riwayat Penyakit Diabetes Mellitus

Tabel 5.7 Distribusi Kejadian Katarak Berdasarkan Riwayat Penyakit Diabetes Mellitus

Katarak Bukan Katarak Total

N % N % N %

Penderita DM 279 50,5 128 47,1 407 49,3

Bukan DM 274 49,5 144 52,9 418 50,7

(57)

5.1.4.8. Analisa Bivariat Hubungan Kelompok Usia dengan Kejadian Katarak

Tabel 5.8 Analisa Bivariat Hubungan Kelompok Usia dengan Kejadian Katarak

Katarak Bukan Katarak

Total

Kelompok Usia

N % N % N % p φ

≤ 54 89 16,1 70 25,7 159 19,3

> 54 464 83,9 202 74,3 666 80,7 0,001 0,901

Total 553 100,0 272 100,0 825 100,0

Berdasarkan tabel 5.8, sebanyak 89 orang pasien mengalami kejadian katarak pada kelompok usia ≤ 54 tahun daripada total 159 orang pada kelompok tersebut. Pada kelompok umur > 54 tahun, didapatkan sebanyak 464 orang daripada 666 orang mengalami kejadian katarak. Hal ini menunjukkan kejadian katarak lebih banyak terjadi pada kelompok umur > 54 tahun.

Hasil analisis statistik dengan menggunakan Chi Square diperoleh nilai p = 0,001 ( p < 0,05 ) maka Ho ditolak. Ini berarti bahwa ada hubungan yang bermakna antara usia

(58)

5.1.4.9. Analisa Bivariat Hubungan Jenis Kelamin dengan Kejadian Katarak

Tabel 5.9 Analisa Bivariat Hubungan Jenis Kelamin dengan Kejadian Katarak

Katarak Bukan Katarak

Total

Jenis kelamin

N % N % N % p φ

Laki-laki 246 44,5 101 37,1 347 42,1

Perempuan 307 55,5 171 62,9 478 59,9 0,044 0,700

Total 553 100,0 272 100,0 825 100,0

Berdasarkan tabel 5.9, sebanyak 246 orang daripada 347 orang pasien laki-laki menderita katarak dan sejumlah 307 orang daripada 478 orang pasien perempuan menderita katarak. Hal ini menunjukkan kejadian katarak lebih banyak dijumpai pada jenis kelamin perempuan.

Hasil analisis statistik dengan menggunakan Chi Square diperoleh nilai p = 0,044 ( p < 0,05 ) maka Ho ditolak. Ini berarti bahwa ada hubungan yang bermakna antara jenis

(59)

5.1.4.10. Analisa Bivariat Hubungan Penyakit Diabetes Mellitus dengan Kejadian Katarak

Tabel 5.10 Analisa Bivariat Hubungan Penyakit Diabetes Mellitus dengan Kejadian Katarak

Katarak Bukan Katarak

Total

N % N % N % p φ

Penderita DM

279 50,5 128 47,1 407 49,3

Bukan DM 274 49,5 144 52,9 418 50,7 0,035 0,032

Total 553 100,0 272 100,0 825 100,0

Berdasarkan tabel 5.10, daripada 407 orang pasien yang mengidap penyakit Diabetes Mellitus, sebanyak 279 orang pasien yang mengalami kejadian katarak sedangkan 274 orang pasien katarak tidak mengidap penyakit Diabetes Mellitus. Hal ini menunjukkan kejadian katarak lebih banyak terjadi pada pasien yang menderita penyakit Diabetes Mellitus.

Hasil analisis statistik dengan menggunakan Chi Square diperoleh nilai p = 0,035 ( p < 0,05 ) maka Ho ditolak. Ini berarti bahwa ada hubungan yang bermakna antara

(60)

5.2Pembahasan

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan usia, jenis kelamin dan penyakit Diabetes Mellitus dengan kejadian katarak senilis pada pasien rawat jalan Bagian Ilmu Kesehatan Mata di RSUP Haji Adam Malik pada periode Januari 2012 – Desember 2012.

5.2.1 Hubungan Usia dengan Kejadian Katarak

Penyakit katarak di Indonesia banyak terjadi pada usia diatas 40 tahun. Proses

degenerative mengakibatkan lensa menjadi keras dan keruh karena terjadi penurunan kerja metabolisme dalam tubuh , artinya semakin bertambahnya usia seseorang maka risiko terjadinya penyakit katarak akan semakin besar pula (Istiantoro , 2008). Berdasarkan penelitian pada tabel 5.10 menunjukkan hasil analisis statistik dengan menggunakan Uji Chi Square nilai p = 0,001 ( p < 0,05 ), dengan demikian dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara usia dengan kejadian katarak. Besarnya kekuatan hubungan dinilai melalui uji phi φ = 0,901 atau 90,1 %, yaitu terdapat hubungan yang sangat kuat antara usia dengan kejadian katarak.

(61)

5.2.2 Hubungan Jenis Kelamin dengan Kejadian Katarak

Adanya hubungan antara jenis kelamin dengan kejadian katarak yang kebanyakan diderita oleh perempuan disebabkan perempuan mengalami menopause pada usia lebih kurang 45 tahun , sehingga mengakibatkan kemampuan metabolisme dalam tubuh semakin berkurang dan terjadi kerusakan pada jaringan tubuh ( Ilyas,2007 ).

Berdasarkan penelitian pada tabel 5.11, hasil analisis statistik dengan menggunakan

Chi Square diperoleh nilai p = 0,044 ( p < 0,05 ), dengan demikian dapat disimpulkan ada hubungan yang bermakna antara jenis kelamin dengan kejadian katarak. Berdasarkan hasil penelitian, didapatkan kejadian katarak didominasi oleh perempuan yaitu 55,5 % berbanding laki-laki yaitu 44,5 %. Besarnya kekuatan hubungan dinilai melalui uji phiφ = 0,700 atau 70,0 %, yaitu terdapat hubungan yang kuat antara jenis kelamin dengan kejadian katarak.

(62)

5.2.3 Hubungan Penyakit Diabetes Mellitus dengan Kejadian Katarak

Diabetes mellitus dapat mempengaruhi kejernihan lensa, indeks refraksi dan amplitude akomodatif. Dengan meningkatnya kadar gula darah, maka meningkat pula kadar glukosa dalam aqueous humor. Diabetes mellitus dapat mempengaruhi ketajaman lensa akibat penumpukan zat-zat sisa metabolism gula oleh sel-sel lensa mata. (Rasyid dkk, 2013).

Berdasarkan penelitian tabel 5.11, hasil analisis statistik dengan menggunakan Chi Square diperoleh nilai p = 0,035 ( p < 0,05 ), berarti bahwa ada hubungan yang bermakna antara riwayat penyakit Diabetes Mellitus dengan kejadian katarak. Besarnya kekuatan hubungan dinilai melalui uji phi φ = 0,032 atau 3,2 %, yaitu terdapat hubungan yang sangat rendah antara penyakit Diabetes Mellitus dengan kejadian katarak.

(63)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan

Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa :

1. Dari 825 pasien, 553 orang (67,0%) mengalami kejadian katarak dan 272 orang (33,0%) tidak mengalami kejadian katarak. Dari 553 orang pasien yang menderita katarak, didapatkan penderita katarak yang terbanyak adalah pada kelompok usia > 54 tahun yaitu 464 orang (83,9%). Berdasarkan jenis kelamin, dari 553 orang penderita katarak ditemukan 307 orang (55,5%) adalah perempuan dan 246 orang (44,5%) adalah laki-laki. Ditemukan 279 orang (50,5%) dari 553 orang penderita katarak mempunyai riwayat penyakit Diabetes Mellitus dan 274 orang (49,5%) bukan penderita Diabetes Mellitus.

2. Terdapat hubungan yang bermakna antara usia dengan kejadian katarak dari hasil analisis statistik yang dilakukan yaitu p = 0,001 (p < 0,05) dan adanya korelasi antara usia dengan kejadian katarak.

3. Terdapat hubungan yang bermakna antara jenis kelamin dengan kejadian katarak berdasarkan hasil analisis statistik yaitu p = 0,044 (p < 0,05) dan adanya korelasi korelasi antara jenis kelamin dengan kejadian katarak. 4. Terdapat hubungan yang bermakna antara riwayat penyakit Diabetes

(64)

6.2. Saran

1. Penelitian ini masih sangat sederhana, dimana jumlah sampel masih sedikit, sehingga tidak menunjukkan adanya hubungan secara signifikan antara jenis kelamin dengan kejadian katarak. Sebaiknya dilakukan penelitian berkelanjutan yang memiliki jumlah sampel yang lebih banyak sehingga dapat dilihat hubungan yang sebenarnya antara jenis kelamin dengan kejadian katarak.

(65)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi dan Fisiologi Lensa Mata

Lensa adalah suatu struktur bikonveks, avaskular, tidak berwarna dan hampir transparan sempurna. Tebalnya sekitar 4 mm dan diameternya 9 mm. Di belakang iris, lensa digantung oleh zonula, yang menghubungkannya dengan korpus siliare. Di sebelah anterior lensa terdapat humor aquoeus, di sebelah posteriornya, vitreus. Kapsul lensa adalah suatu membran yang semipermeable (sedikit lebih permeabel daripada dinding kapiler) yang akan memperoleh air dan elektrolit masuk. Di sebelah depan terdapat selapis epitel subkapsular. Nukleus lensa lebih keras daripada korteksnya. Sesuai dengan bertambahnya usia, serat-serat lameral subepitel terus diproduksi, sehingga lensa lama-kelamaan menjadi lebih besar dan kurang elastik. Nukleus dan korteks terbentuk dari lamellae konsentris yang panjang. Masing-masing serat lamelar mengandung sebuah inti gepeng. Pada pemeriksaan mikroskop, inti ini jelas dibagian perifer lensa di dekat ekuator dan bersambung dengan lapisan epitel subkapsul. Lensa ditahan di tempatnya oleh ligamentum yang dikenal dengan zonula (zonula zinni), yang tersusun dari banyak fibril dari permukaan korpus siliare dan menyisip ke dalam ekuator lensa. Enam puluh lima persen terdiri dari air, sekitar 35 % protein (kandungan protein tertinggi di antara jaringan-jaringan tubuh) dan sedikit sekali mineral yang biasa ada di jaringan tubuh lainnya. Kandungan kalium lebih tinggi di lensa daripada dikebanyakan jaringan lain. Asam askorbat dan glutation terdapat dalam bentuk teroksidasi maupun tereduksi. Tidak ada serta nyeri, pembuluh darah atau syaraf di lensa (Vaughan, 2000).

(66)

untuk penglihatan dekat. Lensa adalah suatu struktur elastis yang terdiri dari serat-serat transparan. Kadang-kadang serta-serat-serat ini menjadi keruh (opak), sehingga berkas cahaya tidak dapat menembusnya, suatu keadaan yang dikenal sebagai katarak. Lensa defektif ini biasanya dapat dikeluarkan secara bedah dan penglihatan dipulihkan dengan memasang lensa buatan atau kacamata kompensasi (Sherwood, 2001).

2.2 Katarak 2.2.1 Definisi

Katarak berasal dari bahasa Yunani ‘katarraktes‘ yang berarti air terjun karena pada awalnya latarak dipikir sebagai cairan yang mengalir dari otak ke depan lensa. Menurut WHO, katarak adalah kekeruhan yang terjadi pada lensa mata, yang menghalangi sinar masuk ke dalam mata sehingga menyebabkan penurunan atau gangguan penglihatan.

Katarak adalah setiap keadaan kekeruhan pada lensa yang dapat terjadi akibat hidrasi (penambahan cairan) lensa, denaturasi protein lensa atau terjadi akibat kedua-duanya ( Ilyas, 2009 ).

2.2.2 Etiologi dan Klasifikasi

(67)

Katarak terdiri daripada beberapa klasifikasi :

a) Katarak Kongenital

Katarak kongenital adalah katarak yang mulai terjadi sebelum atau segera setelah lahir dan bayi berusia kurang dari 1 tahun. Katarak kongenital merupakan penyebab kebutaan pada bayi yang cukup berarti terutama akibat penanganannya yang kurang tepat.

Katarak kongenital merupakan kekeruhan lensa yang didapat sejak lahir dan terjadi akibat gangguan perkembangan embrio intrauterin. Untuk mengetahui penyebab katarak kongenital diperlukan pemeriksaan riwayat prenatal infeksi pada ibu seperti rubella pada kehamilan trimester pertama dan riwayat pemakaian obat selama kehamilan.

Katarak kongenital digolongkan dalam katarak :

i. Kapsulolentikular, dimana pada golongan ini termasuk katarak kapsular dan katarak polaris.

ii. Lentikular, dimana pada golongan ini termasuk katarak yang mengenai korteks atau nukleus lensa sahaja.

Dikenal bentuk-bentuk katarak kongenital :

i. Katarak piramidalis atau polaris anterior

Katarak piramidalis atau polaris anterior terjadi akibat gangguan perkembangan lensa pada saat mulai terbentuknya plakoda lensa. Pada saat ini apabila ibu dengan kehamilan kurang dari 3 bulan terdapat infeksi virus, maka amnion akan mengandungi virus. Pada pemeriksaan objektif akan terlihat kekeruhan kornea dan terdapatnya jaringan fibrosis di dalam bilik mata depan yang menghubungkan kekeruhan kornea dengan lensa terletak di polus. Kekeruhan lensa pada katarak polar anterior ini tidak progresif.

ii. Katarak piramidalis atau polaris posterior

(68)

di dataran belakang lensa. Adanya arteri hialoid yang menetap ini dapat dilihat dengan pemeriksaan ultrasonografi.

iii. Katarak zonularis atau lamelaris

Katarak lamelaris bersifat herediter, diturunkan secara dominan dan biasanya bilateral. Bila pada permulaan perkembangan serat lensa normal dan kemudian terjadi gangguan perkembangan serat, maka akan terlihat kekeruhan serat lensa pada suatu zona di dalam lensa.

iv. Katarak pungtata dan lain-lain.

Pada pupil mata bayi yang menderita katarak kongenital akan terlihat bercak putih atau suatu leukokoria. Katarak kongenital dapat menimbulkan komplikasi lain berupa nistagmus dan strasbismus. Katarak kongenital sering ditemukan pada bayi yang dilahirkan oleh ibu-ibu yang menderita penyakit rubella, galaktosemia, homosisteinuri, diabetes mellitus toksoplasmosis, dan histoplasmosis. (Ilyas,2009)

b) Katarak Juvenil

Katarak yang lembek dan terdapat pada orang muda, yang mulai terbentuk pada usia kurang dari 9 tahun dan lebih dari 3 bulan. Katarak juvenile biasanya merupakan kelanjutan katarak kongenital.Katarak juvenil biasanya merupakan penyulit penyakit sistemik ataupun

metabolik dan penyakit lainnya seperti : 1. Katarak metabolik

• Katarak diabetik dan galaktosemik (gula)

• Katarak hipokalsemik (tetanik)

• Katarak defisiensi gizi

• Katarak aminoasiduria (termasuk sindrom Lowe dan homosistinuria)

• Penyakit Wilson

(69)

2. Otot

• Distrofi miotonik (umur 20 sampai 30 tahun) 3. Katarak traumatik

4. Katarak komplikata

• Kelainan kongenital dan herediter (siklopia, koloboma, mikroftalmia,

aniridia, pembuluh hialoid persisten, heterokromia iridis).

• Katarak degeneratif (dengan miopia dan distrofi vitreoretinal), seperti

Wagner dan retinitis pigmentosa, dan neoplasma).

• Katarak anoksik

• Toksik (kortikosteroid sistemik atau topikal, ergot, naftalein,

dinitrofenol, triparanol, antikholinesterase, klorpromazin, miotik, klorpromazin, busulfan, dan besi).

• Lain-lain kelainan kongenital, sindrom tertentu, disertai kelainan kulit (sindermatik), tulang (disostosis kraniofasial, osteogenesis imperfekta, kondrodistrofia kalsifikans kongenita pungtata), dan kromosom.

• Katarak radiasi(Ilyas,2009)

c) Katarak Senil

Katarak senil adalah semua kekeruhan lensa yang terdapat pada usia lanjut, yaitu usia diatas 50 tahun. Katarak senil merupakan katarak yang terjadi akibat degenerasi serat lensa karena proses penuaan. Penyebabnya sampai sekarag tidak diketahui secara pasti.

(70)

Tabel 2.1. Perbedaan stadium katarak senil

Insipien Imatur Matur Hipermatur

• Kekeruhan Ringan Sebagian Seluruh Massif

• Cairan lensa Normal Bertambah Normal Berkurang

• Iris Normal Terdorong Normal Tremulans

• Bilik mata

depan

Normal Dangkal Normal Dalam

• Sudut bilik

mata

Normal Sempit Normal Terbuka

• Shadow test Negatif Positif Negatif Pseudopos

• Penyulit - Glaukoma - Uveitis +

Glaukoma (Sumber : Ilyas, 2009)

I. Katarak insipien

Pada stadium ini akan terlihat hal-hal berikut :

Kekeruhan mulai dari tepi akuator berbentuk jeriji menuju korteks anterior dan posterior. Vakuol mula terlihat di dalam korteks.

Katarak subkapsular posterior, kekeruhan ini mulai terlihat anterior subkapsular posterior, celah berbentuk antara serat lensa dan korteks berisi jaringan degeneratif pada katarak insipien.

(71)

II. Katarak imatur

Sebagian lensa keruh atau katarak yang belum mengenai seluruh lapis lensa. Pada katarak imatur akan dapat bertambah volume lensa akibat meningkatnya tekanan osmotik bahan lensa degeneratif. Pada keadaan lensa mencembung akan dapat menimbulkan hambatan pupil, sehingga terjadi glaukoma sekunder.

III. Katarak matur

Pada katarak matur, kekeruhan telah mengenai seluruh massa lensa. Kekeruhan ini bias terjadi akibat deposisi ion Ca yang menyeluruh. Bila katarak imatur tidak dikeluarkan,maka cairan lensa akan keluar sehingga lensa kembali pada ukuran yang normal. Bilik mata depan akan berukuran kedalaman normal kembali, tidak terdapat bayangan iris pada lensa yang keruh, sehingga uji bayangan negatif. (Ilyas,2009)

IV. Katarak hipermatur

Katarak hipermatur, katarak yang mengalami proses degenerasi lanjut, dapat menjadi keras atau lembek dan mencair.

Masa lensa yang berdegenerasi keluar dari kapsul lensa sehingga lensa menjadi mengecil, berwarna kuning dan kering. Pada pemeriksaan terlihat bilik mata dalam dan lipatan kapsul lensa. Kadang-kadang pengkerutan berjalan terus sehingga hubungan dengan zonula Zinn menjadi kendur. Bila proses katarak berjalan lanjut disertai dengan kapsul yang tebal, maka korteks yang berdegenerasi dan cair tidak dapat keluar, korteks akan memperlihatkan bentuk sebagai sekantong susu disertai dengan nukleus yang terbenam di dalam korteks lensa karena lebih berat. Keadaan ini disebut sebagai katarak Morgagni.

d) Katarak Komplikata

(72)

galaktosemia dan miotonia distrofi) dan keracunan obat (steroid lokal lama, steroid sistemik, oral kontra septik dan miotika antikolinesterase).

Katarak komplikata memberikan tanda khusus dimana mulai katarak selamanya di daerah bawah kapsul atau pada lapisan korteks, kekeruhan dapat difus, pungtata ataupun linear. Dapat berbentuk rosete, retikulum dan biasanya terlihat vakuol.

Dikenal 2 bentuk yaitu :

• Kelainan pada polus posterior mata

Terjadi akibat penyakit koroiditis, retinitis pigmentosa, ablasi retina, miopia tinggi dan kontusio retina. Biasanya kelainan ini berjalan aksial sehingga sering terlihat nukleus lensa tetap jernih. Katarak akibat miopia tinggi dan ablasi retina memberikan gambaran agak berlainan.

• Kelainan pada polus anterior mata

Biasanya akibat kelainan kornea berat, iridosiklitis, kelainan neoplasma dan glaukoma. Pada katarak iridosiklitis akan mengakibatkan katarak subkapsularis anterior sedangkan pada katarak akibat glaukoma akan terlihat katarak disiminata pungtata subkapsular anterior. (Ilyas,2009)

e) Katarak Diabetes

katarak diabetik merupakan katarak yang terjadi akibat adanya penyakit diabetes mellitus.

Katarak pada pasien diabetes mellitus dapat terjadi dalam 3 bentuk :

• Pasien dengan dehidrasi berat, asidosis dan hiperglikemi nyata, pada

lensa akan terlihat kekruhan berupa garis akibat kapsul lensa berkerut. Bila dehidrasi lama akan terjadi kekeruhan lensa, kekeruhan akan hilang jika terjadi rehidrasi dan kadar gula normal kembali.

(73)

• Katarak pada pasien diabetes dewasa dimana gambaran secara histologi dan biokimia sama dengan katarak pasien non diabetik.

f) Katarak Sekunder

Katarak sekunder terjadi akibat terbentuknya jaringan fibrosis pada sisa lensa yang tertinggal, paling cepat keadaan ini terlihat sesudah 2 hari ekstraksi katarak ekstra kapsular ( EKEK ). Pengobatan katarak sekunder adalah pembedahan seperti disisio katarak sekunder, kapsulotomi, membranektomi, atau mengeluarkan seluruh membran keruh. (Ilyas,2009)

2.2.3 Patogenesis

 Konsep Penuaan

Lensa mata mempunyai bagian yang disebut pembungkus lensa atau kapsul lensa, korteks lensa yang terletak antara nukleus lensa atau inti lensa dengan kapsul lensa. Pada anak dan remaja nukleus bersifat lembek sedang pada orang tua nukleus ini menjadi keras. Dengan menjadi tuanya seseorang, maka lensa mata akan kekurangan air dan menjadi lebih padat. Lensa akan menjadi keras pada bagian tengahnya, sehingga kemampuannya memfokuskan benda dekat berkurang. Dengan bertambahnya usia, lensa mulai berkurang kebeningannya, keadaan ini akan berkembang dengan bertambah beratnya katarak.

 Teori Radikal Bebas

(74)

dan bahkan terpantul. Hasilnya adalah kerusakan penglihatan yang parah (Youngson, 2005). Kerusakan protein akibat elektronnya diambil oleh radikal bebas dapat mengakibatkan sel-sel jaringan dimana protein tersebut berada menjadi rusak yang banyak terjadi adalah pada lensa mata sehingga menyebabkan katarak (Kumalaningsih, 2006). Pandangan yang mengatakan bahwa katarak karena usia mungkin disebabkan oleh kerusakan radikal bebas memang tidak langsung, tetapi sangat kuat dan terutama didasarkan pada perbedaan antara kadar antioksidan di dalam tubuh penderita katarak dibandingkan dengan mereka yang memiliki lensa bening.

 Sinar Ultraviolet

Banyak ilmuan yang sekarang ini mencurigai bahwa salah satu sumber radikal bebas penyebab katarak adalah sinar ultraviolet yang terdapat dalam jumlah besar di dalam sinar matahari. Memang sudah diketahui bahwa radiasi ultraviolet menghasilkan radikal bebas di dalam jaringan. Jaringan di permukaan mata yang transparan sangat peka terhadap sinar ultraviolet. Pada mereka yang mempunyai riwayat terpajan sinar matahari untuk waktu lama dapat mempercepat terjadinya katarak.

 Merokok

Kerusakan lensa pada katarak adalah kerusakan akibat oksidasi pada protein lensa. Rokok kaya akan radikal bebas dan substansi oksidatif lain seperti aldehid. Kita tahu bahwa radikal bebas dari asap rokok dapat merusak protein. Dilihat dari semua ini, tidaklah mengherankan bahwa perokok lebih rentan terhadap katarak dibanding dengan yang bukan perokok.

2.2.4 Manifestasi Klinis

1) Gejala subjektif dari pasien dengan katarak :

• Penurunan tajam penglihatan dan silau serta gangguan fungsional

akibat kehilangan penglihatan.

• Silau pada malam hari.

(75)

• Pupil yang normalnya hitam akan tampak abu-abu atau putih. Penglihatan seakan-akan melihat asap dan pupil mata seakan bertambah putih.

3) Gejala umum gangguan katarak meliputi :

• Penglihatan kabur dan berkabut.

• Merasa silau terhadap sinar matahari.

• Kadang merasa seperti ada film didepan mata.

• Seperti ada titik gelap didepan mata.

• Penglihatan ganda.

• Sukar melihat benda yang menyilaukan.

• Halo, warna disekitar sumber sinar.

• Warna manik mata berubah atau putih.

• Sukar mengerjakan pekerjaan sehari-hari.

• Penglihatan dimalam hari lebih berkurang.

• Sukar mengendarai kendaraan dimalam hari.

• Waktu membaca penerangan memerlukan sinar lebih cerah.

• Sering berganti kacamata.

• Penglihatan menguning.

• Untuk sementara jelas melihat dekat (Ilyas, 2009).

2.2.5 Diagnosis

(76)

untuk melihat kemungkinan terganggu dengan kerusakan kornea, lensa , atau vitreous humor atau penyakit sistem saraf dan jalan optik.

2.2.6 Penatalaksanaan

Katarak hanya dapat diatasi melalui prosedur operasi, tetapi jika gejala katarak tidak mengganggu, tindakan operasi tidak diperlukan. Operasi katarak dilakukan dengan cara ekstraksi lensa dengan prosedur intrakapsular atau ekstrakapsular. (Ilyas,2009)

• Operasi katarak intrakapsular atau Ekstraksi Katarak Intrakapsular

( EKIK )

Pembedahan dengan mengeluarkan seluruh lensa bersama kapsul. Dapat dilakukan pada zonula Zinn yang telah rapuh atau berdegenerasi dan mudah diputus. Pada katarak ekstraksi intrakapsular tidak akan terjadi katarak sekunder. Pembedahan ini dilakukan dengan mempergunakan mikroskop dan pemakaian alat khusus.

yang masih mempunyai ligamen hialoidea kapsular.

• Operasi katarak ekstrakapsular atau Ekstraksi Katarak Ekstrakapsular ( EKEK )

(77)

2.3 Diabetes Mellitus 2.3.1.Definisi

Diabetes berasal dari bahasa Yunani yang berarti mengalirkan atau mengalihkan, manakala Mellitus berasal dari bahasa Latin yaitu madu atau gula. Diabetes Mellitus (DM) atau penyakit gula adalah penyakit metabolik yang ditandai dengan terjadinya hiperglikemi yang disebabkan oleh gangguan sekresi insulin atau kerja insulin. Secara klinis, DM adalah sindroma yang merupakan gabungan kumpulan gejala-gejala klinik yang meliputi aspek metabolik dan vaskuler yaitu hiperglikemi puasa dan post prandial, aterosklerotik dan penyakit vaskuler mikroangiopati serta hampir semua organ tubuh akan terkena dampaknya.(Sudoyo dkk, 2009).

2.3.2 Etiologi dan Klasifikasi

1) Diabetes Mellitus tipe 1/ Insulin Dependent Diabetes Mellitus

Ditandai oleh penghancuran sel-sel beta pankreas, faktor genetik, imunologi dan mungkin pula lingkungan (virus) diperkirakan turut menimbulkan destruksi sel beta.

• Faktor genetik

Penderita DM tipe 1 mewarisi kecenderungan genetik kearah DM tipe 1, kecenderungan ini ditemukan pada individu yang memiliki tipe HLA ( Human Leucocyte Antigen ) tertentu. Resiko meningkat 20x pada individu yang memiliki tipe HLA DR3 atau HLA DR4.

(78)

Respon abnormal dimana antibody terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi dengan jaringan tersebut sebagai jaringan asing.

• Faktor lingkungan

Virus/toksin tertentu dapat memacu proses yang dapat menimbulkan destruksi sel beta.

2) Diabetes Mellitus tipe 2/Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus

Mekanisme tepat menyebabkan resistensi insulin dan sekresi insulin pada DM tipe 2 masih belum diketahui. Faktor resiko yang berhubungan adalah obesitas, riwayat keluarga, dan usia.

3) Diabetes Mellitus tipe lain

• Defek fungsi sel beta genetik

• Defek genetik kerja insulin

• Penyakit pada eksokrin pankreas

• Endokrinolopati

• Obat/bahan kimia yang menginduksi 4) Diabetes Mellitus Gestational ( Saat kehamilan )

Tabel 2.2 Karakteristik umum DM tipe 1 dan 2

Karakteristik Tipe 1 Tipe 2

• Onset Biasanya umur <30

tahun

Biasanya umur >30 tahun

• Berkaitan obese Jarang Sangat sering

• Menjurus pada

ketoasidosis

Ya Tidak

(79)

• Konkodansi kembar < 50 % > 90%

• Berkaitan dengan

antigen spesifik HLA-D

Ya Tidak

• Antibody sel islet pada

diagnose

Ada, tapi boleh juga tidak terdeteksi sama sekali

Tidak ada

• Patologi islet Hilangnya sel beta

selektif

Diabetes dibagi menjadi dua kategori utama, yaitu Insulin Dependent Diabetes Mellitus (IDDM) atau Diabetes Mellitus Tipe 1 dan Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM) atau Diabetes Mellitus Tipe 2.

Pada DM tipe 1, pancreas tidak dapat memproduksi insulin atau insulin yang diproduksi sangat sedikit. Hal ini disebabkan pada jenis DM ini, timbul reaksi otoimun yang disebabkan adanya peradangan pada sel beta. Antibodi yang timbul,

Islet Cell Antibody (ICS) akan bereaksi dengan antigen (sel beta) menyebabkan hancurnya sel beta itu. Oleh itu, kadar glukosa darah menjadi sangat tinggi dan tidak dapat digunakan secara optimal untuk pembentukan energi. Maka,energy nantinya diperoleh dari peningkatan katabolisme lipid dan protein.

(80)

pankreas untuk mensekresi insulin sebagai respon terhadap beban glukosa. Pada tipe ini, jumlah insulin normal,malah mungkin lebih banyak tetapi jumlah reseptor insulin yang terdapat di permukaan sel kurang, jadi glukosa akan bertumpuk di dalam darah. Sel beta akan terus memproduksi insulin sehingga pada suatu saat menyebabkan hipeinsulinemia. Keadaan ini akan menyebabkan desensitisasi reseptor insulin pada tahap postreceptor, yaitu penurunan aktivitas kinase receptor, translokasi glucose transport, dan aktivasi glycogen synthase. Ini akan menyebabkan resistensi insulin yang membawa kepada keadaan hiperglikemi. Kadar glukosa darah yang tinggi meningkatkan aktivitas pankreas menghasilkan insulin sehingga pada suatu saat kerja pankreas mulai lemah dan akhirnya membawa akibat pada defisiensi insulin. (Sudoyo dkk, 2009).

2.3.4 Manifestasi Klinis

1) Gejala khas DM :

• Poliuria ( sering kencing dalam jumlah banyak )

• Polidipsi ( banyak minum )

• Polifagia ( banyak makan )

• Berat badan menurun tanpa sebab yang jelas

2) Gejala tidak khas DM :

• Kesemutan

• Mata kabur

• Impotensi pada pria

• Pruritus pada vulva

(81)

2.3.5 Diagnosis

Diagnosis DM harus didasarkan atas pemeriksaan konsentrasi glukosa darah. Ada perbedaan antara uji diagnostik DM dan pemeriksaan penyaring. Uji diagnostik DM dilakukan pada mereka yang menunjukkan gejala/tanda DM, sedangkan pemeriksaan penyaring bertujuan untuk mengidentifikasi mereka yang tidak bergejala, yang mempunyai resiko DM. Apabila ditemukan gejala khas DM, pemeriksaan glukosa darah abnormal satu kali saja sudah cukup untuk menegakkan diagnosis, namun apabila tidak ditemukan gejala khas DM, maka diperlukan dua kali pemeriksaan glukosa darah abnormal. Diagnosis DM juga dapat ditegakkan melalui cara pada tabel 2.3.

Tabel 2.3 Kriteria Diagnosis DM Kriteria diagnosis DM

1. Gejala klasik DM + glukosa plasma sewaktu ≥ 200 mg/dl.

Glukosa plasma sewaktu merupakan hasil pemeriksaan sesaat pada suatu hari tanpa memperhatikan waktu makan terakhir, atau

2. Gejala klasik DM + glukosa plasma puasa ≥ 126 mg/dl.

Puasa diartikan pasien tidak mendapat kalori tambahan sedikitnya 8 jam. 3. Glukosa plasma 2 jam pada TTGO ≥ 200 mg/dl.

TTGO dilakukan dengan standar WHO, menggunakan beban glukosa yang setara dengan 75 gram glkosa anhidrus yang dilarutkan ke dalam air.

(82)

2.3.6 Penatalaksanaan

• Farmakoterapi

i. Obat anti hiperglikemik oral

 Golongan Insulin Sensitizing : Biguanid, Glitazone

 Golongan Sekretagok Insulin : Sulfonilurea, Glinid

ii. Penghambat Alfa Glukosidase

 Golongan Incretin

• Non farmakologis

i. Terapi gizi medis ii. Latihan jasmani

2.3.7 Hubungan Diabetes Mellitus dengan Katarak

Diabetes mellitus dapat mempengaruhi kejernihan lensa, indeks refraksi dan amplitude akomodatif. Dengan meningkatnya kadar gula darah, maka meningkat pula kadar glukosa dalam aqueous humor. Diabetes mellitus dapat mempengaruhi ketajaman lensa akibat penumpukan zat-zat sisa metabolism gula oleh sel-sel lensa mata. (Rasyid dkk, 2013)

2.4 Usia 2.4.1 Definisi

Istilah usia diartikan dengan lamanya keberadaan seseorang diukur dalam satuan waktu di pandang dari segi kronologik, individu normal yang memperlihatkan derajat perkembangan anatomis dan fisiologik sama (Nuswantari, 1998)

2.4.2 Kategori Usia

a) Kategori Usia Menurut Depkes RI (2009):

(83)

2. Masa kanak-kanak : 5 - 11 tahun.

2.4.3 Pengaruh Usia terhadap Katarak

Penyakit katarak di Indonesia banyak terjadi pada usia diatas 40 tahun. Proses degenerative mengakibatkan lensa menjadi keras dan keruh karena terjadi penurunan kerja metabolisme dalam tubuh, artinya semakin bertambahnya usia seseorang maka risiko terjadinya penyakit katarak akan semakin besar pula (Istiantoro, 2008). WHO melaporkan bahwa hubungan katarak dengan proses penuaan telah diketahui sejak dulu. Usia dikatakan merupakan faktor risiko utama terjadinya katarak. Katarak senilis dikatakan suatu penyakit idiopatik, yang umumnya terjadi pada usia di atas 50 tahun, prevalensinya cenderung meningkat sesuai dengan bertambahnya usia. . (Rasyid dkk, 2013)

2.5 Jenis Kelamin 2.5.1 Definisi

“Sex” refers to the biological and physiological characteristics that define

(84)

memproduksikan sperma, sementara perempuan menghasilkan sel telur dan secara biologis mampu untuk menstruasi, hamil dan menyusui. Perbedaan biologis dan fungsi biologis laki-laki dan perempuan tidak dapat dipertukarkan diantara keduanya, dan fungsinya tetap dengan laki-laki dan perempuan pada segala ras yang ada di muka bumi.

2.5.2 Kategori jenis kelamin

Terdapat 2 jenis kelamin yang dimiliki manusia, antara lain: 1. Laki-laki

2. Perempuan

2.5.3 Pengaruh Jenis Kelamin terhadap Katarak

Adanya hubungan antara jenis kelamin dengan kejadian katarak yang kebanyakan diderita oleh perempuan disebabkan perempuan mengalami menopause

pada usia lebih kurang 45 tahun, sehingga mengakibatkan kemampuan metabolisme

dalam tubuh semakin berkurang dan terjadi kerusakan pada jaringan tubuh (Ilyas,2007) (Rasyid dkk, 2013). Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh

(85)

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang

Katarak merupakan masalah penglihatan yang serius karena dapat mengakibatkan kebutaan. Katarak adalah kekeruhan pada lensa mata yang disebabkan oleh adanya pemecahan protein atau bahan lain akibat proses oksidasi atau foto-oksidasi.(Tana.L dkk, 2006). World Health Organization (WHO) memperkirakan terdapat 45 juta penderita kebutaan di dunia, dimana sepertiganya berada di Asia Tenggara.(Tana.L dkk, 2006). Pada tahun 2008, WHO menyatakan katarak merupakan penyebab kebutaan yang paling utama di dunia yaitu sebesar 48% dari keseluruhan kebutaan yang ada di dunia. Untuk itu, WHO dengan visi 2020 berusaha untuk menurunkan angka kebutaan dan menghindari ancaman kebutaan yang dapat mencapai 80 juta pada tahun 2020.

(86)

kelompok usia diatas 60 tahun, namun kini banyak ditemukan di usia 45 tahun . ( Harijono , 2012 )

Diabetes mellitus ( DM ) juga merupakan salah satu faktor terjadinya katarak . Kejadian Penyakit Tidak Menular ( PTM ) seperti DM, hipertensi, penyakit jantung koroner dan lain-lain semakin mendapat perhatian karena jumlahnya yang semakin meningkat seiring dengan pelbagai faktor seperti pertumbuhan penduduk, faktor penuaan, obesitas dan lain-lain.

Berdasarkan WHO, dari 57 milliar kematian global pada tahun 2008, 36 milliar ( 63% ) adalah disebabkan PTM. Salah satu PTM yang bersifat kronis adalah DM. Menurut WHO (2000) , prevalensi DM pada semua kelompok umur di seluruh dunia adalah 2,8% dan diperkirakan menjadi 4,4 % pada tahun 2030. (Pollreisz,2010). Pada tahun 2003, 5,1% dari 3,8 milliar penduduk dunia berusia 20-79 tahun menderita DM. Pada tahun 2004, WHO menyatakan lebih dari 200 juta orang menderita diabetes di dunia dan akan meningkat menjadi 333 juta orang pada tahun 2025. Menurut International Diabetes Federation ( IDF ), lebih dari 285 juta orang menderita DM dan akan meningkat menjadi 439 juta pada tahun 2030. IDF turut menyatakan 6,4% pada penduduk dunia yang berusia 20-79 tahun menderita DM dan diperkirakan akan meningkat menjadi 7,7% pada tahun 2030 .

Hasil Riset Kesehatan Dasar ( Riskesdas ) pada tahun 2007, DM menjadi penyebab kematian nomor 6 di Indonesia dengan 5,7 %. Jumlah pasien rawat inap di rumah sakit di Indonesia dengan diagnosis DM tahun 2007 sebanyak 56,378 orang dan kasus baru rawat jalan sebanyak 28,095 kasus. Menurut Riskesdas 2013 , prevalensi penderita DM di Sumatera Utara adalah 4,1 % .Diabetes mellitus terdiri daripada 2 tipe, yaitu tipe 1 dan tipe 2. Hampir 80% prevalensi DM adalah DM tipe 2 dan di Indonesia sendiri jarang ditemukan DM tipe 1 mungkin karena terletak di khatulistiwa atau faktor genetik tidak menyokong . ( Suyono , 2004 )

(87)

Suddarth ) . Kejadian katarak yang kebanyakan diderita oleh perempuan disebabkan perempuan mengalami menopause pada usia 45 tahun sehingga mengakibatkan kemampuan metabolisme dalam tubuh semakin berkurang dan terjadi kerusakan pada jaringan tubuh . ( Ilyas , 2009 ).

Berdasarkan latar belakang diatas, penelitian ini dibuat untuk melihat angka kejadian katarak di Medan,terutamanya di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik dan melihat hubungan antara kejadian katarak dengan usia, jenis kelamin dan penyakit metabolik terutama Diabetes Mellitus.

1.2Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “ Apakah ada hubungan faktor usia, jenis kelamin dan Diabetes Mellitus dengan kejadian katarak pada pasien rawat jalan Bagian Ilmu Kesehatan Mata di RSUP Haji Adam Malik pada tahun 2012 ? “

1.3Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui hubungan faktor usia, jenis kelamin dan Diabetes Mellitus dengan kejadian katarak pada pasien di RSUP Haji Adam Malik, Medan.

1.3.2 Tujuan Khusus

Antara tujuan khusus dalam penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui angka kejadian katarak di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik pada tahun 2012.

2. Untuk mengetahui hubungan kejadian katarak dan umur pada pasien katarak di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik .

3. Untuk mengetahui hubungan kejadian katarak dan jenis kelamin pada pasien katarak di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik .

(88)

1.4Manfaat penelitian 1.4.1 Peneliti

1. Untuk mendapatkan informasi dan menambah pengetahuan mengenai

hubungan usia, jenis kelamin dan Diabetes Mellitus dan terjadinya katarak.

2. Untuk menambah wawasan dan pengalaman terutama dalam bidang

penelitian.

1.4.2 Peneliti lain atau pembaca

1. Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai referensi untuk melakukan penelitian sama atau terkait selanjutnya.

2. Sebagai bahan sumbangan ilmiah yang diharapkan dapat berguna kepada pembaca.

1.4.3 Untuk akademik

(89)

ABSTRAK

Penyakit katarak merupakan penyebab utama kebutaan di dunia, khususnya Negara berkembang seperti Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan usia, jenis kelamin dan penyakit Diabetes Mellitus dengan kejadian katarak pada pasien rawat jalan Bagian Ilmu Kesehatan Mata di RSUP Haji Adam Malik dari tahun 2012 – 2013.

Jenis penelitian yang bersifat analitik dengan menggunakan desain retrospektif dengan studi cross-sectional dengan mengambil data sekunder dari kartu status pasien sebanyak 150 orang.

Daripada 150 orang pasien, 129 orang mengalami kejadian katarak matur. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara usia pasien (p = 0,000 < p = 0,05) dan penyakit Diabetes Mellitus (p = 0,027 < p = 0,05) dengan kejadian katarak. Akan tetapi tidak ditemukan adanya hubungan yang bermakna antara jenis kelamin dengan kejadian katarak dimana hasil uji statistik menunjukkan bahwa p = 0,066 > p = 0,05.

Dapat disimpulkan bahwa adanya hubungan antara usia dan penyakit Diabetes Mellitus dengan kejadian katarak sedangkan jenis kelamin tidak mempunyai hubungan dengan kejadian katarak.

(90)

ABSTRACT

Cataract is a main cause of blindness in the world, especially developing country such as Indonesia. This study aims to determine the relationship between ages, sex and Diabetes Mellitus with incidence of cataract on outpatients from eye health section at RSUP Haji Adam Malik from 2012 – 2013.

An analytic research with retrospective design and cross-sectional study was used in this study by collecting patients’ data from their medical records as many as 150 patients.

129 out of 150 patients are having incidence of mature cataract. The result from this research indicates that there are significant relationship between patients’ ages (p = 0,000 < p = 0,05) and Diabetes Mellitus (p = 0,027 < p = 0,05) with the incidence of cataract. However, there is no relationship between sex with incidence of cataract in which the result of statistic test shows p = 0,066 > p = 0,05.

We can conclude that there were relationship between ages and Diabetes Mellitus with the incidence of cataract while sex was not related to the incidence of cataract.

(91)

Hubungan Faktor Usia, Jenis Kelamin dan Diabetes Mellitus dengan

Kejadian Katarak pada Pasien Rawat Jalan Bagian Ilmu Kesehatan

Mata di RSUP Haji Adam Malik pada Tahun 2012

KARYA TULIS ILMIAH

Oleh :

Nuruljannah Nazurah Gomes

110100447

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(92)

Hubungan Faktor Usia, Jenis Kelamin dan Diabetes Mellitus dengan

Kejadian Katarak pada Pasien Rawat Jalan Bagian Ilmu Kesehatan

Mata di RSUP Haji Adam Malik pada Tahun 2012

KARYA TULIS ILMIAH

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh

kelulusan Sarjana Kedokteran

Oleh :

Nuruljannah Nazurah Gomes

110100447

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(93)
(94)

HALAMAN PERSETUJUAN

Hasil Penelitian dengan Judul :

Hubungan Faktor Usia, Jenis Kelamin dan Diabetes Mellitus dengan Kejadian Katarak pada Pasien Rawat Jalan Bagian Ilmu Kesehatan Mata di RSUP Haji Adam Malik pada Tahun 2012

Yang dipersiapkan oleh :

Nuruljannah Nazurah Gomes 110100447

Hasil Penelitian ini telah direvisi dan dipersetujui untuk dilanjutkan ke sidang hasil penelitian KTI

Medan,05 Desember 2014 Disetujui, Dosen Pembimbing

(95)

ABSTRAK

Penyakit katarak merupakan penyebab utama kebutaan di dunia, khususnya Negara berkembang seperti Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan usia, jenis kelamin dan penyakit Diabetes Mellitus dengan kejadian katarak pada pasien rawat jalan Bagian Ilmu Kesehatan Mata di RSUP Haji Adam Malik dari tahun 2012 – 2013.

Jenis penelitian yang bersifat analitik dengan menggunakan desain retrospektif dengan studi cross-sectional dengan mengambil data sekunder dari kartu status pasien sebanyak 150 orang.

Daripada 150 orang pasien, 129 orang mengalami kejadian katarak matur. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara usia pasien (p = 0,000 < p = 0,05) dan penyakit Diabetes Mellitus (p = 0,027 < p = 0,05) dengan kejadian katarak. Akan tetapi tidak ditemukan adanya hubungan yang bermakna antara jenis kelamin dengan kejadian katarak dimana hasil uji statistik menunjukkan bahwa p = 0,066 > p = 0,05.

Dapat disimpulkan bahwa adanya hubungan antara usia dan penyakit Diabetes Mellitus dengan kejadian katarak sedangkan jenis kelamin tidak mempunyai hubungan dengan kejadian katarak.

(96)

ABSTRACT

Cataract is a main cause of blindness in the world, especially developing country such as Indonesia. This study aims to determine the relationship between ages, sex and Diabetes Mellitus with incidence of cataract on outpatients from eye health section at RSUP Haji Adam Malik from 2012 – 2013.

An analytic research with retrospective design and cross-sectional study was used in this study by collecting patients’ data from their medical records as many as 150 patients.

129 out of 150 patients are having incidence of mature cataract. The result from this research indicates that there are significant relationship between patients’ ages (p = 0,000 < p = 0,05) and Diabetes Mellitus (p = 0,027 < p = 0,05) with the incidence of cataract. However, there is no relationship between sex with incidence of cataract in which the result of statistic test shows p = 0,066 > p = 0,05.

We can conclude that there were relationship between ages and Diabetes Mellitus with the incidence of cataract while sex was not related to the incidence of cataract.

(97)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT karena berkat dan hidayahNya penulis dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah ini dengan judul “Hubungan faktor usia , jenis kelamin dan Diabetes Mellitus dengan kejadian katarak pada pasien rawat jalan Bagian Ilmu Kesehatan Mata di RSUP Haji Adam Malik pada tahun 2012”.

Dalam kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam proses penyusunan karya tulis ilmiah ini.

1. Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, Prof. dr. Gontar A. Siregar, SpPD, KGEH atas izin penelitian.

2. Dr, Ruly Hidayat, M.Ked (Oph), SpM selaku dosen pembimbing yang banyak membantu dan memberikan bimbingan kepada penulis dalam proses penyelesaian karya tulis ilmiah ini.

3. Ahli keluarga yang selalu memberi sokongan moral kepada penulis.

4. Teman-teman yang banyak membantu penulis dalam menyelesaikan karya tulis ilmiah ini.

Semoga Allah SWT senantiasa melimpahkan rahmat kepada pihak-pihak yang telah banyak membantu.

(98)

Akhirnya, penulis mengharapkan semoga penulisan ini dapat memberikan manfaat, khususnya bagi penulis dan umumnya bagi pembaca.Demikian dan terima kasih.

Medan, Des 2014

(99)

DAFTAR ISI

2.2.2.Etiologi dan Klasifikasi Katarak ... 6

2.2.3.Patogenesis Katarak ... 13

2.2.4.Manifestasi Klinis Katarak ... 14

2.2.5.Diagnosis Katarak ... 15

2.2.6.Penatalaksanaan Katarak ... 16

2.3. Diabetes Mellitus ... 17

2.3.1.Definisi Diabetes Mellitus ... 17

2.3.2.Etiologi dan Klasifikasi Diabetes Mellitus... 17

2.3.3.Patofisiologi Diabetes Mellitus ... 19

2.3.4.Manifestasi Diabetes Mellitus ... 20

2.3.5.Diagnosis Diabetes Mellitus ... 20

2.3.6.Penatalaksanaan Diabetes Mellitus ... 21

2.3.7.Hubungan Diabetes Mellitus dengan Katarak ... 22

2.4. Usia ... 22

2.4.1.Definisi Usia ... 22

2.4.2.Kategori Usia... 22

2.4.3.Pengaruh Usia terhadap Katarak ... 22

2.5. Jenis Kelamin... 23

2.5.1.Definisi Jenis Kelamin ... 23

2.5.2.Kategori Jenis Kelamin ... 23

(100)

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL ... 25

3.1. Kerangka Konsep Penelitian... 25

3.2. Variabel dan Definisi Operasional... 25

3.3. Hipotesa ... 26

BAB 4 METODE PENELITIAN ... 27

4.1. Jenis Penelitian ... 27

4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 27

4.3. Populasi dan Sampel Penelitian ... 27

4.4. Metode Pengumpulan Data... 28

4.5. Metode Analisis Data ... 28

BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 30

5.1. Hasil Penelitian ... 30

5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian... 30

5.1.2. Deskripsi Data Penelitian ... 30

5.1.3. Karakteristik Sampel Penelitian ... 30

5.1.4. Hasil Analisa Data... 31

5.1.4.1. Distribusi Frekuensi Pasien yang Mengalami Kejadian Katarak ... 31

5.1.4.2. Distribusi Frekuensi Pasien Berdasarkan Kategori Usia .. 32

5.1.4.3. Distribusi Frekuensi Pasien Berdasarkan Jenis Kelamin .. 32

5.1.4.4. Distribusi Frekuensi Pasien Berdasarkan Riwayat Penyakit Diabetes Mellitus ... 33

5.1.4.5. Distribusi Kejadian Katarak Berdasarkan Kelompok Usia ... 33

5.1.4.6. Distribusi Kejadian Katarak Berdasarkan Jenis Kelamin . 34 5.1.4.7. Distribusi Kejadian Katarak Berdasarkan Riwayat Penyakit Diabetes Mellitus ... 35

5.1.3.8. Analisa Bivariat Hubungan Kelompok Usia dengan Kejadian Katarak ... 36

5.1.3.9. Analisa Bivariat Hubungan Jenis Kelamin dengan Kejadian Katarak ... 37

5.1.3.10.Analisa Bivariat Hubungan Penyakit Diabetes Mellitus dengan Kejadian Katarak ... 38

5.2. Pembahasan ... 39

5.2.1. Hubungan Usia dengan Kejadian Katarak ... 39

5.2.2. Hubungan Jenis Kelamin dengan Kejadian Katarak ... 40

5.2.3. Hubungan Penyakit Diabetes Mellitus dengan Kejadian Katarak 41 BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ... 42

(101)

DAFTAR PUSTAKA ... 44 LAMPIRAN ... 47

(102)

DAFTAR TABEL DAN GAMBAR

2.1 Perbedaan Stadium Katarak Senil 10

2.2 Karakteristik Umum DM Tipe 1 dan Tipe 2 18

2.3 Kriteria Diagnosis DM 21

3.1 Kerangka Konsep Penelitian 25

5.1 Distribusi Frekuensi Pasien yang Mengalami

Kejadian Katarak

31

5.2 Distribusi Frekuensi Pasien Berdasarkan Kelompok

Usia

32

5.3 Distribusi Frekuensi Pasien Berdasarkan Jenis Kelamin

32

5.4 Distribusi Frekuensi Pasien Berdasarkan Riwayat

Penyakit DM

33

5.5 Distribusi Kejadian Katarak Berdasarkan Kelompok

Usia

33

5.6 Distribusi Kejadian Katarak Berdasarkan Jenis

Kelamin

34

5.7 Disttribusi Kejadian Katarak Berdasarkan Riwayat

Penyakit DM

35

5.8 Analisa Bivariat Hubungan Kelompok Usia dengan

Kejadian Katarak

36

5.9 Analisa Bivariat Hubungan Jenis Kelamin dengan

Kejadian Katarak

37

5.10 Analisa Bivariat Hubungan Penyakit DM dengan

Kejadian Katarak

(103)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Daftar riwayat hidup 47

Lampiran 2 Lembar penelitian 48

Lampiran 3 Data induk pasien rawat jalan Bagian Ilmu Kesehatan Mata RSUP Haji Adam Malik

49

(104)

DAFTAR SINGKATAN

DM Diabetes Mellitus

EKEK Ekstraksi Katarak Ekstra Kapsular

EKIK Ekstraksi Katarak Intra Kapsular

HLA Human Leucocyte Antigen

ICS Islet Cell Antibody

IDDM Insulin Dependent Diabetes Mellitus

IDF International Diabetes Federation

NIDDM Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus

PTM Penyakit Tidak Menular

Gambar

Tabel 1 : Distribusi Frekuensi Pasien yang Mengalami Katarak dan Tidak Mengalami katarak
Tabel 4 : Distribusi Frekuensi Pasien Berdasarkan Riwayat Penyakit Diabetes Mellitus
Tabel 6 : Distribusi Kejadian Katarak, Uji Chi-Square dan Uji Phi Berdasarkan Jenis Kelamin
Tabel 7 : Distribusi Kejadian Katarak, Uji Chi-Square dan Uji Phi Berdasarkan Penyakit Diabetes Mellitus
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dari hasil penelitian dapat diketahui bahwa semakin baik tingkat pengetahuan ibu tentang imunisasi anjuran maka semakin berminat melakukan imunisasi anjuran pada

(1) MAKSUD DARI NOTA KESEPAHAMAN I NI , SBG PEDOMAN PARA PI HAK DLM RANGKA KERJA SAMA DI BI DANG AGRARI A/ PERTANAHAN DAN TATA RUANG UNTUK MENANGANI KASUS AGRARI A/ PERTANAHAN DAN

PEJABAT PENGADAAN BARANG DINAS KESEHATAN.

Panitia Pengadaan pada Dinas Sosial Provinsi Jawa Tengah akan melaksanakan [Pelelangan dengan pascakualifikasi untuk paket pekerjaan konstruksi secara elektronik

Panitia Pengadaan Jasa Konstruksi pada Balai PSDA Progo Bogowonto Luk Ulo akan melaksanakan Pelelangan Pemilihan Langsung dengan pascakualifikasi untuk paket pekerjaan

(3) PERMI NTAAN DAN/ ATAU PEMBERI AN DATA DAN/ ATAU I NFORMASI SBGMN DI MAKSUD PD AYAT (1) DAN AYAT (2) DPT DI SAMPAI KAN SCR ELEKTRONI K MAUPUN MANUAL ( HARDCOPY / SOFTCOPY ) DAN

Sebagai alat perencanaan berbagai kebijakan dan strategi pengelolaan manajemen kepegawaian daerah ke arah yang lebih baik dalam.. menindaklanjuti perubahan lingkungan

Bagian ini berisi hasil pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang yang spesifik, mengarah kepada diagnosis penyakit ( pathognomonis ). Meskipun tidak memuat rangkaian pemeriksaan