• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
26
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Serat Makanan

2.1.1.Definisi Serat Makanan

Serat makanan adalah bahan makanan residu sel tanaman yang tidak dapat dihidrolisis (diuraikan) oleh enzim pencernaan manusia dalam suasana asam di lambung, serta hasil-hasil fermentasinya tidak dapat digunakan oleh tubuh. Serat merupakan bagian dari pangan yang tidak dapat dihidrolisis oleh bahan-bahan kimia. Berbagai jenis tanaman memiliki berbagai jumlah dan jenis serat, termasuk pektin, karet, getah, selulosa, lignin dan hemiselulosa. Adapun substansi terbesar yang diklasifikasikan sebagai serat adalah non-starch polysaccharides (NSP). Tetapi tidak semua karbohidrat yang berserat tersusun oleh non-starch polysaccharides. Beberapa starch/kanji yang telah dimodifikasi, menahan kerja enzim dan mereka disebut dengan resistant starches (zat tepung resisten) (Mahan and Stump, 2003).

Tidak seperti karbohidrat, jenis lignin merupakan polimer phenylprophil alcohol dan asam. Disamping itu, lignin adalah sebuah substansi kayu yang berasal dari batang dan bibit buah, sayuran serta sereal(Mahan and Stump, 2003).

Biasanya serat ini muncul dalam jumlah yang kecil dalam makanan (misalnya, kurang dari 1% dari zat tepung roti & 3% pada cornflake/sereal jagung), tergantung dari tingkat dan sifat dasar dari metode proses makanan, kadar serat ini bisa meningkat sebanyak 20% dari total starch dalam makanan. Komponen-komponen serat makanan dapat dikategorikan pada dasar sifat-sifat fisik dan peran fisiologis, yaitu soluble fiber dan insoluble fiber (Mahan and Stump, 2003).

2.1.2.Kategori Serat 2.1.2.1.Soluble Fiber

Soluble fiber meliput i pectin, gum, mucilage, dan beberapa hemicelluloses.

(2)

dan wortel. Bentuk lain soluble fiber/serat larut ditemukan pada gandum, padi dan polong. Pengaruh serat larut dalam saluran cerna berhubungan dengan kemampuan mereka untuk menahan air dan membentuk gumpalan/gel, serta berperan sebagai substrat untuk fermentasi oleh bakteri yang berada di usus besar (Mahan and Stump, 2003).

2.1.2.2.Insoluble Fiber

Insoluble fiber terutama terdiri dari cellulose dan hemicelluloses. Serat jenis tersebut memberikan struktur pada sel tumbuhan dan ditemukan pada semua jenis material tumbuhan. Sumber utama serat ini berada dalam padi, sereal dan biji-bijian. Lignin adalah sebuah material noncarbohydrate juga termasuk dalam determinan serat, yaitu merupakan komponen utama yang ada di pohon dan memberikan struktur pada bagian batang tumbuhan. Serat ini memiliki bagian yang sangat kecil sekali dalam konsumsi makanan keseharian (1g/hari) dan paling sering ditemukan di kulit buah yang dapat dimakan dan biji-bijian. Serat tidak larut kurang mampu menahan air. Serat ini penting untuk memperbesar massa feses (bulky stools). Serat tidak larut umumnya sukar atau lambat difermentasi (Mahan and Stump, 2003).

Tabel 2.1.Sumber Komponen-Komponen Serat

Insoluble/Tidak larut

Cellulose Hemicellulose Lignin

Tepung Terigu Kulit Padi Sayur-sayuran Kulit Padi Biji Padi Sayuran matang Tepung

Buah-buahan yang bijinya dapat dimakan,seperti strawberi

(3)

Soluble/Larut Gums Pectin Gandum Polong Apel Jeruk Strawberi

Sumber: Food,Nutrition and Diet Therapy (W.B.Saunders, 2003)

2.1.3.Fungsi Serat Makanan

Serat makanan dari jenis viscous, seperti gums dan zat pectin,

memperlambat pengosongan lambung dan memperlambat penyerapan usus terhadap glukosa, asam amino dan obat-obatan seperti digoxin dan

acetaminophen. Serat juga berhubungan dengan peningkatan asam empedu pada usus dan pengeluaran feses. Efek serat pada usus kecil dianggap karena kemampuannya untuk meningkatkan ketebalan lapisan air dan bertindak sebagai penghalang untuk difusi nutrisi ke brush border enterocyte. Preparat viscous fiber

akan menstabilkan emulsi lipid. Preparat viscous fiber digunakan dalam manajemen diabetes, serta mengurangi kadar kolesterol serum hiperlipidemia (Maurice and Shils, 2005).

Efek-efek fisiologi dari serat makanan antara lain (Mahan and Stump, 2003) :

1. Menstimulasi pengunyahan dan aliran saliva serta sekresi cairan lambung. 2. Menempati perut dan memberikan rasa puas/kenyang,

3. Meningkatkan kepadatan feses,dimana akan menurunkan tekanan intraluminal usus besar.

4. ”Normalisasi”waktu perlintasan di saluran cerna 5. Menjadi substrat untuk fermentasi di usus besar.

6. Soluble fiber memperlambat pengosongan lambung,pencernaan dan absorpsi nutrisi.

(4)

Manfaat tambahan dalam kesehatan dapat timbul dari konsumsi makanan tinggi serat. Diet tinggi serat kemungkinan membantu dalam mengendalikan berat badan dan mengurangi resiko terjadinya obesitas. Penelitian 30 tahun terakhir, banyak penduduk menunjukkan hubungan antara asupan serat yang meningkat dan penurunan dalam pengembangan kanker usus besar (Wardlaw, Hampl, and DiSilvestro, 2004).

Bila dikonsumsi dalam jumlah besar, serat larut memperlambat absorbsi glukosa dari usus kecil, dan berkontribusi untuk lebih mengatur glukosa darah. Ini dapat membantu dalam pengobatan diabetes. Faktanya, orang dewasa yang sumber utama karbohidratnya adalah makanan rendah serat jauh lebih mungkin untuk berkembang menjadi diabetes daripada mereka yang melakukan diet serat tinggi (Wardlaw, Hampl, and DiSilvestro, 2004).

Sebuah asupan tinggi serat larut juga menghambat penyerapan kolesterol dan asam empedu dari kolesterol darah di usus kecil, sehingga mengurangi risiko kardiovaskular dan batu empedu. Asam lemak rantai pendek yang berasal dari bakteri yang mendegradasi serat larut (misalnya, asam propionat) juga mungkin mengurangi sintesis kolesterol dalam hati. Selain itu, penyerapan glukosa lebih lambat yang terjadi dengan diet tinggi serat larut terkait dengan penurunan insulin, dapat berkontribusi dengan kemampuan serat larut untuk menurunkan kolesterol darah (Wardlaw, Hampl, and DiSilvestro, 2004).

Karbohidrat menyediakan glukosa untuk kebutuhan energi sel darah merah dan bagian-bagian otak dan sistem saraf pusat. Jumlah konsumsi karbohidrat yang diperlukan oleh orang dewasa adalah 130g/hari. Ini berdasarkan jumlah dari angka kecukupan glukosa untuk sistem saraf pusat. Food and Nutrition Board

merekomendasikan karbohidrat yang dikonsumsi sebesar 45-65% dari total energi tubuh (Wardlaw, Hampl, and DiSilvestro, 2004).

2.1.4.Angka Kebutuhan Serat

Angka kecukupan serat pada wanita dewasa adalah 25g/hari dan 38 g/hari untuk pria dewasa. Di Amerika Utara, konsumsi rata-rata gandum masih kurang

(5)

laki-laki. Asupan rendah disebabkan oleh kurangnya pengetahuan tentang manfaat biji-bijian, serta kurangnya kemampuan untuk mengenali produk-produk gandum di tempat perbelanjaan. Kebanyakan dari kita harus meningkatkan asupan serat. Setidaknya mengkonsumsi gandum setiap harinya dan memakan sereal berserat tinggi (≥3 g serat setiap hidangan) untuk sarapan, merupakan cara yang mudah untuk meningkatkan asupan serat (Wardlaw, Hampl, and DiSilvestro, 2004).

Serat yang berlebihan juga dapat mengganggu penyerapan kalsium dan seng, terutama pada anak-anak dan orang tua (Mahan and Stump, 2003). Asupan serat yang sangat tinggi (misalnya, 60g/hari) dapat menimbulkan beberapa risiko kesehatan dan membutuhkan pengawasan dokter jika digunakan. Asupan serat tinggi terutama sekali memerlukan asupan cairan yang banyak. Bila tidak cukup tinggi mengkonsumsi cairan, dapat meninggalkan kotoran yang sangat keras dan membuatnya sulit serta menyakitkan untuk dikeluarkan (Wardlaw, Hampl, and DiSilvestro, 2004).

2.1.5.Jenis-Jenis Makanan Berserat

Asupan serat harus terdiri dari jumlah yang sama dari serat larut dan tidak larut. Asupan ini dapat diperoleh dengan lima atau lebih porsi buah-buahan dan sayuran dan enam porsi harian roti gandum, sereal dan kacang-kacangan. Tidak mungkin untuk mendapatkan jumlah serat yang adekuat hanya dengan makan buah-buahan dan sayuran dalam jumlah yang besar (Mahan and Stump, 2003).

Tidak ada kadar yang dianjurkan untuk diet karbohidrat. Dengan tidak adanya karbohidrat, asam amino dan gliserol dari lemak dapat dikonversi menjadi glukosa untuk nutrisi otak dan sistem saraf pusat. Sebagian besar diet karbohidrat dalam makanan yang berasal dari tumbuhan. Tanaman seperti butir sereal, dimana sejumlah besar karbohidrat tersimpan untuk energi, merupakan sumber utama dari pati. Sedangkan buah-buahan dan sayuran mengandung berbagai jumlah monosakarida dan disakarida (Mahan and Stump, 2003).

Serat makanan hanya ditemukan di produk buah-buahan, sayuran, kacang-kacangan, dan biji-bijian. Sumber-sumber yang paling terkonsentrasi dari serat diet adalah biji-bijian, terutama gandum. Karena mereka memiliki kadar air yang

(6)

lebih tinggi, buah-buahan dan sayuran memiliki serat yang lebih sedikit dibandingkan dengan makanan dari biji-bijian kering dan sereal per gram bahan yang tercerna. Efek proses memasak terhadap serat makanan masih belum jelas. Reaksi pencoklatan yang terjadi selama memasak makanan yang dapat menyebabkan peningkatan kandungan serat yang nyata dari makanan, karena produk pencoklatan ini dianalisis sebagai lignin. Sereal gandum memberikan 6-13 gram serat per porsi dan merupakan sumber serat yang paling terkonsentrasi (Mahan and Stump, 2003).

Semakin dalam/gelap warna buah-buahan dan sayuran maka semakin tinggi aktivitas antioksidannya. Sayuran yang kaya akan phytochemical memiliki aktivitas antikanker dan patogen, tetapi harus dimasak secara ringan terlebih dahulu karena mengandung senyawa yang beracun bila dimakan mentah (Dunne, 2002).

Tabel 2.2 memberikan kadar serat yang terkandung dalam beberapa makanan.

Tabel 2.2.Kandungan Serat Makanan dalam Porsi Biasa

Makanan < 1 g 1-1.9 g 2-2.9 g 3-3.9 g 4-4.9 g 5-5.9 g >6 g Roti (1 potong) •Bagel •Putih •Perancis Roti Gandum

Muffin Tidak ada --- --- ---

Sereal (1 ons) •Biskuit beras •Cornflake •Bubur gandum •Nutri-Grain

Gandum Honey bran •Kulit padi

•Bran flakes •Raisin bran •Corn bran •Padi-padian •Roti gandum •100% Bran

Pasta Tidak ada •Macaroni --- •Spageti gandum

(7)

(1mangkuk) •Spageti Nasi (1/2 mangkuk) Putih Merah --- --- --- --- --- Legumes (1/2 mangkuk) --- --- --- Kacang-kacangan •Buncis •Kacang polong --- •Kacang merah •Kacang goreng/ panggang Sayuran (1/2 mangkuk) •Ketimun •Daun selada (1 mangkuk) •Asparagus •Kacang panjang •Kol •Kembang kol •Kentang tanpa kulit •Seledri •Brokoli •Tauge •Wortel •Jagung •Kentang dengan kulit •Bayam Kacang polong --- --- --- Buah-buahan •Anggur (20 buah) •Semangka (1 mangkuk) •Aprikot •Peach •Nenas (1/2 mangkuk) •Apel tanpa kulit •Pisang •Jeruk •Apel dengan kulit •Pir dengan kulit •Buah frambus --- --- ---

(8)

Tabel 2.3.Kandungan Serat pada Bahan Makanan 100 gram Bahan Kering Nama Bahan Makanan

Per 100 Gram

Total Gram Gram Larut

Biji-Bijian Bekatul 31.6 5.24 Bekatul jagung 85.19 1.16 Beras 2.80 0.92 Crackers graham 2.47 1.22 Macaroni 3.37 1.81 Roti putih 3.22 1.58 Roti cokelat 9.26 2.03 terigu 3.96 1.70 Kacang-Kacangan Kacang merah 20.9 5.26 Kacang mete 7.91 - Kacang polong 33.91 8.13 Kacang putih 18.16 5.29 Kacang tanah 9.3 - Kucai 8.02 - Lentil 15.72 1.69

(9)

Sayuran Asparagus 32.23 5.8 Bayam 28.75 6.56 Bit merah 24.27 7.5 Brokoli 30.4 13.63 Kubis kecil 26.94 10.86

Daun ubi rambat 2.77 -

Jagung muda 9.43 1.24

Kembang kol 26.7 8.92

Kentang 9.48 4.91

Tabel 2.3.Kandungan Serat pada Bahan Makanan 100 gram Bahan Kering (lanjutan)

Nama Bahan Makanan

Per 100 Gram

Total Gram Gram Larut

Mentimun 1.24 - Kol 33.48 9.94 Labu 19.79 7.39 Daun selada 21.02 4.7 Lobak 1.64 - Sawi 23.24 8.68

(10)

Terong 2.55 - Tomat 13.13 2.13 wortel 23.76 11.32 Buah-Buahan Apel 12.73 4.48 Durian 4.41 - Jambu biji 5.18 - Jeruk 11.45 6.47 Mangga 2.04 - Nanas 9.54 - Nangka 2.78 - Pepaya 2.5 - Pisang 7.35 2.14 Rambutan 1.46 -

Sumber: Gizi dan Pola Hidup Sehat (Yrama Widya, 2007)

2.1.6. Diet Serat yang Dimodifikasi 2.1.6.1. Pembatasan Diet Serat

Pembatasan diet/konsumsi serat digunakan ketika diperlukannya pengurangan dalam pengeluaran kotoran atau bila saluran gastrointestinal terhambat seperti yang terjadi setelah episode akut penyakit radang usus. Konsumsi serat berisi karbohidrat yang minimal tercerna atau sekitar 10 sampai 15g/hari serat. Hal ini dicapai dengan menghindari produk gandum, sereal,

(11)

kacang-kacangan, biji, dan polong-polongan serta membatasi buah-buahan dan sayuran tanpa kulit atau biji (Mahan and Stump, 2003).

2.1.6.2. High-Fiber Diet/Diet Tinggi Serat

Tujuan mengkonsumsi tinggi-serat adalah untuk mencapai kebutuhan sekitar 25 sampai 50 gram serat sehari-hari. Konsumsi 8 gelas air per hari dianjurkan untuk memfasilitasi efektivitas tingkat tinggi serat. Pada inisiasi diet tinggi-serat mungkin ada efek samping yang tidak menyenangkan, seperti perut kembung dan borborygmus (usus gemuruh), kram, atau diare. Gangguan gastrointestinal yang terjadi karena mengkonsumsi serat biasanya mereda dalam 24 sampai 48 jam. Asupan serat sangat besar dapat mengakibatkan obstruksi usus besar, tetapi ini tidak biasa dan paling sering terjadi pada serat suplemen daripada dengan efek makanan. Diet tinggi serat antara lain (Mahan and Stump, 2003): 1. Meliputi ¼ sampai ½ cup/mangkuk gandum per hari

2. Meningkatkan konsumsi roti gandum,sereal,tepung dan produk-produk gandum lainnya

3. Meningkatkan konsumsi sayuran dan buah-buahan, terutama yang kulit dan bijinya yang dapat dimakan

4. Meningkatkan konsumsi air sebanyak dua liter per hari.

2.1.6.3. Diet Minimal-Residu

Diet minimal-residu memberikan hanya sekitar 8g/hari serat makanan dan tidak hanya makanan berserat sedang sampai tinggi saja tetapi juga makanan yang tidak berserat, susu, produk susu, dan daging yang semuanya diyakini berkontribusi terhadap residu/sisa tinja. Diet biasanya dilaksanakan selama eksaserbasi akut Intestinal Bowel Syndrom, deverticulitis, periode obstruksi usus parsial, atau sebelum atau setelah operasi usus. Mengurangi volume tinja memungkinkan usus untuk beristirahat. Diet minimal residu antara lain (Mahan and Stump, 2003):

1. Hindari semua roti gandum, sereal, gandum dan produk-produk yang terbuat dari bahan ini.

(12)

2. Hindari biji-bijian, kacang-kacangan, biji jagung, kentang dan kelapa

3. Hindari semua jenis buahan, hanya boleh dalam bentuk jus dari buah-buahan atau sayuran

4. Hindari daging dan kerang-kerangan

5. Batasi konsumsi susu, produk-produk susu lainnya, dan makanan yang mengandung susu, sebanyak 2 cangkir atau kurang setiap harinya

Tabel 2.4.Contoh Menu yang Mengandung 1600 kcal dan 25 g Serat,dan 2000 kcal dan 38 g Serat

25g serat 38g serat Menu Takaran Penyajian Kandungan Karbohidrat (g) Kandungan Serat (g) Takaran Penyajian Kandungan Karbohidrat (g) Kandungan Serat (g) Sarapan Jus jeruk (dengan sari jeruk) 1 cup/ cangkir 28 0.5 1 cup/ cangkir 28 0.5 Gandum ¾ cup/ mangkuk 17 2 ¾ cup/ mangkuk 17 2 2% susu ½ cup/ cangkir 6 --- ½ cup/ cangkir 6 --- Roti gandum panggang 1 potong 13 2 1 potong 13 2 Margarin 1 sendok teh --- --- 1 sendok teh --- ---

(13)

Kopi 1 --- 1 ---

Makan Siang

Daging 2 ons --- --- 2 ons --- ---

Roti

gandum 2 potong 26 4 2 potong 26 4

Tabel 2.4.Contoh Menu yang Mengandung 1600 kcal dan 25 g Serat,dan 2000 kcal dan 38 g Serat (lanjutan) 25g serat 38g serat Menu Takaran Penyajian Kandungan Karbohidrat (g) Kandungan Serat (g) Takaran Penyajian Kandungan Karbohidrat (g) Kandungan Serat (g) Mayones 2 sendok teh 2 --- 2 sendok teh 2 --- Daun selada ¼ cup/ mangkuk --- 0.2 ¼ cup/ mangkuk --- 0.2 Buncis 1/3 cup/ mangkuk 15 4 1 cup/ mangkuk 45 12 Buah pir (dengan kulit) 1/2 12 2 1 25 4

(14)

cangkir cangkir Snack (makanan kecil) Wortel (dalam bentuk batang) 1 8 2 1 8 2 Makan malam Ayam panggang (tanpa kulit) 3 ons --- --- 3 ons --- --- Kentang bakar (besar.tanp a kulit) 1/2 15 1.5 1 30 3 Margarin 1 ½ sendok teh --- --- 1 ½ sendok teh --- --- 1% susu 1 cup/ cangkir 12 --- 1 cup/ cangkir 12 --- Apel (dengan kulit) 1/2 16 1.8 1 32 3.7

(15)

Buncis hijau yang masak 1 cup/ mangkuk 10 4 1 cup/ mangkuk 10 4

Tabel 2.4.Contoh Menu yang Mengandung 1600 kcal dan 25 g Serat,dan 2000 kcal dan 38 g Serat (lanjutan) 25g serat 38g serat Menu Takaran Penyajian Kandungan Karbohidrat (g) Kandungan Serat (g) Takaran Penyajian Kandungan Karbohidrat (g) Kandungan Serat (g) Snack (makanan kecil) Kismis 1 39 1.2 1 39 1.2 Total 226 g 25 g 300 g 38 g

Sumber : Perspectives in Nutrition (McGraw-Hill, 2004).

2.1.7. Proses Metabolisme Makanan Berserat

Selama melintasi saluran cerna, serat makanan memiliki banyak kesempatan untuk berinteraksi dengan substrat-substrat dan produk-produk pencernaan yang nantinya akan disabsorpsi. Setelah sebagian besar zat gizi diserap usus halus, residunya dipindah ke usus besar. Saat itu juga terjadi proses fermentasi dan proliferasi mikroba. Gas yang dihasilkan dari fermentasi mendorong feses ke bagian distal (organ pengeluaran). Karena itu massa feses tidak tertahan lama dan tidak cepat menjadi keras. Serat yang tidak difermentasi membuat massa feses bertambah besar karena partikel serat mampu menahan air.

(16)

Bertambahnya massa feses akibat proliferasi mikroba dan penyerapan air mempercepat timbulnya refleks pembuangan feses dari rektum. Struktur feses menjadi lunak dan kontraksi otot rektum tidak berlebihan, sehingga aliran darah vena tidak mengalami hambatan. Kombinasi serat larut dan tidak larut dapat memperlancar defakasi karena adanya efek bulk forming laxative. Pada saat kekurangan serat, massa feses menjadi terlalu sedikit untuk dapat didorong keluar oleh gerak peristaltik usus. Karena itu, makanan sehari-hari harus mengandung cukup serat disertai banyak minum. Kecukupan serat yang dianjurkan sekitar 28-35 gram per hari. Masukan serat dianggap cukup apabila buang air besar dapat dilakukan dengan mudah, tanpa perlu mengejan kuat. Di samping cukup asupan serat, olahraga teratur juga sebaiknya dilakukan, terlebih bagi Anda yang memiliki riwayat wasir dalam keluarga (Maurice and Shils, 2005)

Enzim inhibitor dalam makanan biasanya secara efektif dihancurkan oleh perlakuan panas dalam proses pemasakan. Enzim inhibitor yang dimurnikan mulai digunakan dalam memodifikasi penyerapan usus kecil. Penghambat dalam penyerapan karbohidrat telah dikembangkan secara khusus untuk mengendalikan laju penyerapan karbohidrat. Anti-amilase terisolasi dari gandum ditunjukkan untuk mengurangi laju pencernaan starch/pati dan respon glisemik. Walaupun enzim inhibitor mungkin sedikit relevansinya dalam konteks makanan berserat yang biasanya dimakan dan manipulasi diet, pengembangan farmakologis dari golongan ini mungkin memberikan masa depan yang lebih berarti dalam memodifikasi penyerapan usus kecil (Maurice and Shils, 2005).

2.1.7.1.Efek Serat Makanan pada Absorpsi Nutrisi

Peningkatan serat meningkatkan asupan nutrisi lain untuk flora kolon karena sifat fisiko-kimia serat berbagai fraksi. Dalam beberapa penelitian, mengkonsumsi makanan protein tinggi ditambah dengan konsumsi serat menghasilkan peningkatan besar dalam konsentrasi triptofan di kotoran. Substansi pektin merupakan polimer berbentuk gel dimana nutrisi lain berada dalam hasil matrix. Gel ini dapat meningkatkan pengeluran steroid dalam kotoran dan

(17)

mengikat, sehingga meningkatkan asupan zat asam (asam lemak, asam empedu dan lainnya) ke flora usus (Birch and Parker, 2000).

Ketika zat yang diserap ke permukaan partikel serat, zat ini memberikan sebuah rongga di mana suatu potensi substrat untuk degradasi bakteri pada konsentrasi yang relatif tinggi. Selanjutnya, bakteri lebih cenderung tumbuh pada permukaan partikel padat, dan permukaan substrat yang memiliki konsentrasi relatif tinggi dan konsentrasi enzim yang relatif tinggi. Hal ini adalah kondisi yang mencirikan katalisis. Singkatnya, serat meningkatkan asupan nutrisi lain dan menyediakan matriks yang mempromosikan pemanfaatannya (Birch and Parker, 2000).

2.1.8. Penyakit-Penyakit yang Berhubungan dengan Kekurangan Serat 2.1.8.1. Penyakit-penyakit di Kolon

Beberapa penyakit yang kebanyakan muncul dipengaruhi oleh peningkatan kadar serat konsumsi keseharian, dinamakan konstipasi, diare, diverticulitis dan kanker kolorektal (Mahan and Stump, 2003).

Selulosa diet yang cukup telah lama diakui sebagai faktor dalam mencegah konstipasi. Baik serat-serat yang larut dan tidak larut bertambah untuk meningkatkan kepadatan feses sampai absorpsi air dan penambahan bahan yang tidak tercerna. Gas yang dihasilkan selama fermentasi serat terlarut memberikan kontribusi untuk menggerakan feses melalui usus besar. Tanpa air yang cukup, selulosa cenderung menghasilkan feses yang kering. Oleh karena itu,kombinasi selulosa dan pectin direkomendasikan sebagai bagian terbesar dalam pembentukan feses dan memperlancar feses karena efek bulk forming laxative

(Mahan and Stump, 2003).

2.1.8.2 Penyakit Kardiovaskuler

Fraksi larut pada serat makanan, jika diberikan dalam jumlah besar dapat mengurangi kolesterol darah. Bakteri mengurangi serat larut untuk asam lemak rantai pendek yang muncul untuk menghambat sintesis kolesterol dalam hati (Mahan and Stump, 2003).

(18)

2.1.8.3. Diabetes

Serat larut air, terutama pektin dan gum, menimbulkan efek hipoglikemik dengan menunda pengosongan lambung, memperpendek waktu transit usus, dan mengurangi penyerapan glukosa. Mereka juga dapat memperlambat hidrolisis pati (Mahan and Stump, 2003).

2.2. Defekasi

2.2.1.Definisi Defekasi

Defekasi adalah proses pengeluaran kotoran atau pengeluaran tinja dari rektum. Defekasi normalnya muncul 3 kali sehari sampai 3 kali seminggu. Kurang dari 3 kali seminggu diindikasikan konstipasi dan lebih dari 3 kali sehari diindikasikan diare (Tresca, 2009). Kolon dalam keadaan normal menyerap sebagian garam dan H2O. Natrium adalah zat yang paling aktif diserap dan Cl-

mengikuti secara pasif penurunan gradien listrik serta H2O mengikuti secara

osmotis. Bakteri di kolon mensintesis sebagian vitamin yang dapat diserap oleh kolon, tetapi dalam keadaan normal jumlahnya tidak bermakna, kecuali pada kasus vitamin K (Sherwood, 2001).

Melalui penyerapan garam dan H2O terbentuk massa feses yang padat.

Dari 500 ml bahan yang masuk ke kolon setiap harinya, kolon dalam keadaan normal menyerap sekitar 350 ml, meninggalkan 150 g feses untuk dikeluarkan dari tubuh setiap hari. Bahan feses terdiri dari 100 g H2O dan 50 g bahan padat

yang terdiri dari selulosa, bilirubin, bakteri, dan sejumlah kecil garam. Produk-produk sisa utama yang diekskresikan di feses adalah bilirubin. Konstituen feses lainnya adalah residu makanan yang tidak diserap dan bakteri-bakteri yang pada dasarnya tidak pernah menjadi bagian dari tubuh (Sherwood, 2001).

2.2.2.Proses Defekasi

Pada sebagian besar waktu, rektum tidak berisi feses. Sebagian hal ini akibat dari kenyataan bahwa terdapat sfingter fungsional yang lemah sekitar 20 cm dari anus pada perbatasan antara kolon sigmoid dan rektum. Disini terdapat

(19)

juga sebuah sudut tajam yang menambah resistensi terhadap pengisian rektum (Guyton and Hall, 2007).

Bila pergerakan massa mendorong feses masuk ke dalam rektum, segera timbul keinginan untuk defekasi, termasuk refleks kontraksi rektum dan relaksasi sfingter anus (Guyton and Hall, 2007).

Pendorongan massa feses yang terus-menerus melalui anus dicegah oleh konstriksi tonik dari (1) sfingter ani internus,penebalan otot polos sirkular sepanjang beberapa sentimeter yang terletak tepat di sebelah dalam anus, dan (2) sfingter ani eksternus, yang terdiri dari otot lurik volunter yang mengelilingi sfingter internus dan meluas ke sebelah distal. Sfingter eksternus diatur oleh serabut-serabut saraf dalam nervus pudensus, yang merupakan bagian dari sistem saraf somatis dan karena itu di bawah pengaruh volunter, dalam keadaan sadar atau setidaknya bawah sadar, sfingter eksternal biasanya terus-menerus mengalami konstriksi kecuali bila ada impuls kesadaran yang menghambat konstriksi (Guyton and Hall, 2007).

Biasanya, defekasi ditimbulkan oleh refleks defekasi. Satu dari refleks-refleks ini adalah refleks-refleks intrinsik yang diperantarai oleh sistem saraf enterik setempat di dalam dinding rektum. Hal ini dapat dijelaskan sebagai berikut: Bila feses memasuki rektum, distensi dinding rektum menimbulkan sinyal-sinyal aferen yang menyebar melalui pleksus mienterikus untuk menimbulkan gelombang peristaltik di dalam kolon desenden, sigmoid, dan rektum, mendorong feses ke arah anus. Sewaktu gelombang peristaltik mendekati anus, sfingter ani

internus direlaksasi oleh sinyal-sinyal penghambat dari pleksus mienterikus. Jika sfingter ani eksternus juga dalam keadaan sadar dan berelaksasi secara volunter pada waktu yang bersamaan, terjadilah defekasi (Guyton and Hall, 2007).

2.2.3.Komposisi Feses

Untuk komposisi feses, normalnya feses terdiri atas tiga perempat air dan seperempat bahan-bahan padat yang tersusun atas 30 persen bakteri mati, 10 sampai 20 persen lemak, 10 sampai 20 persen bahan inorganik, 2 sampai 3 persen

(20)

protein,dan 30 persen serat-serat makanan yang tidak dicerna dan unsur-unsur kering dari getah pencernaan, seperti pigmen empedu dan sel-sel epitel yang terlepas(Guyton and Hall, 2007).

2.3. Konstipasi

2.3.1.Definisi Konstipasi

Konstipasi adalah frekuensi yang tidak teratur atau susah dalam pengeluaran buang air besar/kotoran. Satu penilaian objektif mendefinisikan konstipasi/sembelit sebagai suatu keadaan di mana: (1)Buang air besar kurang dari tiga kali dalam seminggu, sedangkan orang tersebut telah mengkonsumsi serat cukup tinggi, (2) Lebih dari tiga hari tanpa ada buang air besar, atau (3) Buang air besar setiap hari tetapi kurang dari 35 gram (Mahan and Stump, 2003).

2.3.2.Etiologi Konstipasi

Penyebab paling umum dari konstipasi adalah kebiasaan yang jelek, seperti kurangnya respons berulang terhadap dorongan untuk buang air besar, kurangnya serat dalam diet, kurang asupan cairan, dan kehilangan nada dalam otot-otot usus. Terlalu sering menggunakan obat pencahar, ketegangan saraf, gugup, faktor perilaku dan kepribadian merupakan penyebab paling sering (Mahan and Stump, 2003).

Kontipasi kronis juga mungkin akibat dari berbagai gangguan metabolik seperti diuraikan dalam tabel 2.5.

Tabel 2.5. Penyebab-Penyebab Konstipasi Sistemik

• Efek samping dari tindakan pengobatan

(21)

hiperkalsemia

• Kurang beraktifitas/olahraga

• Mengabaikan atau menahan keinginan/dorongan buang air besar • Penyakit vaskular pada usus

• Penyakit neuromuskular sistemik sehingga terjadi defisiensi otot volunter • Kurang mengkonsumsi atau diet rendah serat

• Hamil

Tabel 2.5. Penyebab-Penyebab Konstipasi (lanjutan) Gastrointestinal

Penyakit-penyakit yang ada di saluran gastrointestinal atas

Celiac sprue

• Tukak duodenal (duodenal ulcer) • Kanker lambung (gastric cancer) • Cystic fibrosis

Penyakit-penyakit yang ada di usus besar:

• Kegagalan proses pendorongan di sepanjang usus besar (colon inertia) • Kegagalan proses perlintasan sampai struktur anorektal (outlet

obstruction)

Irritable bowel syndrome

Fisura anal atau Hemoroid

Penyalahgunaan laxative/obat pencahar.

Sumber: Food,Nutrition and Diet Therapy (W.B.Saunders, 2003)

2.3.3.Patofisiologi Konstipasi

Ketika serat cukup dikonsumsi, kotoran/feses akan menjadi besar dan lunak karena serat-serat tumbuhan dapat menarik air, kemudian akan

(22)

menstimulasi otot dan pencernaan dan akhirnya tekanan yang digunakan untuk pengeluaran feses menjadi berkurang (Wardlaw, Hampl, and DiSilvestro, 2004).

Ketika serat yang dikonsumsi sedikit, kotoran akan menjadi kecil dan keras. Konstipasi akan timbul, dimana dalam proses defekasi terjadi tekanan yang berlebihan dalam usus besar. Tekanan tinggi ini dapat memaksa bagian dari dinding usus besar (kolon) keluar dari sekitar otot, membentuk kantong kecil yang disebut divertikula. Hemoroid juga bisa sebagai akibat dari tekanan yang berlebihan saat defekasi (Wardlaw, Hampl, and DiSilvestro, 2004). Hampir 50% dari pasien dengan penyakit divertikular atau anorektal, ketika ditanya, menyangkal mengalami konstipasi/sembelit. Namun, hampir semua pasien ini memiliki gejala ketegangan atau kejarangan defekasi (Basson, 2010).

Hemoroid adalah dilatasi varises pleksus vena submukosa anus dan perianus. Dilatasi ini sering terjadi setelah usia 50 tahun yang berkaitan dengan peningkatan tekanan vena di dalam pleksus hemoroidalis (Kumar, Cotran, and Robbin, 2007). Faktor resiko hemoroid antara lain faktor mengedan pada buang air besar yang sulit, pola buang air besar yang salah, peningkatan tekanan intraabdomen karena tumor, kehamilan, usia tua, konstipasi kronik, diare kronik atau akut berlebihan, hubungan seks perianal, kurang minum air, kurang makanan berserat, kurang olahraga dan imobilisasi (Simadibrata, 2006).

2.3.4.Diagnosis dan Pemeriksaan Fisik Konstipasi

Hal yang mendasar dalam melakukan diagnosa kontipasi adalah identitas diri atau pasien, dimana semakin tua umur pasien maka semakin beresiko untuk menderita konstipasi. Tanyakan riwayat pasien sejak kapan ia mengalami gangguan dalam pengeluaran buang air besar. Tanyakan riwayat konsumsi makanan sehari-sehari pasien, dimana konsumsi seperti alkohol, kopi, teh dan produk-produk susu dapat menyebabkan konstipasi pada beberapa individu. Tanyakan juga riwayat pemakaian obat-obatan dan riwayat penyakit yang diderita oleh pasien (Basson, 2010).

(23)

oleh tumor atau penumpukan kotoran di dalam kolon, selain itu perut yang besar juga dapat diindikasikan adanya suatu hernia. Pemeriksaan lainnya yang dapat dilakukan adalah pemeriksaan pelvik (lebih sering pada wanita) dan pemeriksaan anorektal (Basson, 2010).

2.3.5.Penatalaksanaan Konstipasi

Konstipasi dapat diatasi dengan mengembangkan kebiasaan keteraturan melalui program pelatihan dan usus dengan membentuk kebiasaan kesehatan yang baik seperti makan dengan teratur, diet yang memadai, menyediakan serat yang cukup, waktu yang cukup untuk eliminasi, istirahat, relaksasi,cukup asupan cairan, dan olahraga (Mahan and Stump, 2003).

Sebuah bagian penting dari pengobatan untuk pasien dengan konstipasi adalah penyediaan diet normal yang tinggi serat, baik larut dan tidak larut. Diet rendah serat menyebabkan waktu transit yang lama melalui usus, memungkinkan penyerapan air yang berlebihan dan pembentukan kotoran mengeras. Efek utama serat makanan pada fungsi usus telah dikaitkan dengan kapasitas menahan air, yang dapat mengakibatkan peningkatan dalam jumlah besar feses dan menyebabkan efek peregangan pada usus besar, merangsang dorongan untuk defekasi. Bagaimanapun, hal ini terjadi sebagai efek stimulasi yang berasal dari asam lemak volatil rantai pendek yang dihasilkan dari serat oleh aksi bakteri di usus besar. Konsumsi serat setidaknya 25 gram setiap harinya,yang dapat diperoleh dari sayuran, buah-buahan dan gandum. Gandum efektif dalam proses pembentukan feses dan mencegah konstipasi. Konsumsi gandum ini harus lebih ditingkatkan, yaitu dari 1 sendok teh/hari menjadi 4-6 sendok makan/hari, diiringi dengan masukan air yang juga lebih ditingkatkan (Mahan and Stump, 2003).

2.4. Pengetahuan

2.4.1. Definisi Pengetahuan

Pengetahuan adalah hasil ‘tahu’, dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan terjadi melalui pancaindra manusia, yaitu indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba.

(24)

Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang /overt behavior (Notoatmodjo, 2007).

Penelitian Rogers (1974) mengungkapkan bahwa sebelum orang mengadopsi perilaku baru (berperilaku baru), dalam diri orang tersebut terjadi proses yang berurutan, yaitu:

a. Awareness (kesadaran), dimana orang tersebut menyadari arti mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulus (objek).

b. Interest (merasa tertarik) terhadap stimulus atau objek tersebut. Disini subjek sudah mulai timbul.

c. Evaluation (menimbang-nimbang) terhadap baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya. Hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi.

d. Trial, dimana subjek mulai mencoba melakukan sesuatu sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh stimulus.

e. Adoption, dimana subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran, dan sikapnya terhadap stimulus.

Namun demikian, dari penelitian selanjutnya Rogers menyimpulkan bahwa perubahan perilaku tidak selalu melewati tahap-tahap tersebut.

Apabila penerimaan perilaku baru atau adopsi perilaku melalui proses seperti ini , dimana didasari oleh pengetahuan, kesadaran dan sikap yang positif maka perilaku tersebut akan bersifat langgeng (long lasting). Sebaliknya apabila perilaku itu tidak didasari oleh pengetahuan dan kesadaran akan tidak berlangsung lama. Sebagai contoh dapat ditemukan disini, mahasiswa mempelajari mata kuliah gizi dan fisiologis tubuh sehingga mahasiswa mengetahui makna dan tujuan dalam mengkonsumsi makanan sehari-hari (Notoatmodjo, 2007).

2.4.2. Domain Kognitif Pengetahuan

Pengetahuan yang dicakup dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkat, yaitu tahu, memahami, aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi (Notoatmodjo, 2007).

(25)

Tahu (know) diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) terhadap suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu, ’tahu’ ini merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari antara lain menyebutkan, menguraikan, mendefenisikan, menyatakan, dan sebagainya (Notoatmodjo, 2007).

Memahami (comprehension) diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya terhadap objek yang dipelajari (Notoatmodjo, 2007).

Aplikasi (application) diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi riil (sebenarnya). Aplikasi disini dapat diartikan aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode prinsip, dan sebagainya dalam konteks dan situasi yang lain (Notoatmodjo, 2007).

Analisis (analysis) adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih dalam struktur organisasi tersebut, dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata-kata kerja dapat menggambarkan (membuat bagan), membedakan, memisahkan, mengelompokkan, dan sebagainya (Notoatmodjo, 2007).

Sintesis (syntesis) menunjukkan pada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian dalam suatu keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis itu suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada (Notoatmodjo, 2007).

Evaluasi (Evaluation) ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian itu berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria-kiteria yang telah ada (Notoatmodjo, 2007).

(26)

Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau responden. Kedalaman pengetahuan yang ingin kita ketahui atau kita ukur dapat kita sesuaikan dengan tingkat-tingkat tersebut diatas (Notoatmodjo, 2007).

Gambar

Tabel 2.1.Sumber Komponen-Komponen Serat  Insoluble/Tidak larut
Tabel 2.2  memberikan kadar serat yang terkandung dalam beberapa  makanan.
Tabel 2.3.Kandungan Serat pada Bahan Makanan 100 gram Bahan Kering  Nama Bahan Makanan
Tabel 2.3.Kandungan Serat pada Bahan Makanan 100 gram Bahan Kering  (lanjutan)
+5

Referensi

Dokumen terkait

Gunakan pipa PVC untuk menghubungkan lubang yang  sejajar pada cetakan luar dan cetakan dalam. Pastikan pipa dapat terhubung dengan asesories baik bagian dalam maupun luar3.

Sindrom Steen 'ohnson adalah sindrom kelainan kulit kelainan kulit 0erupa eritema, esikelH0ula, dapat disertai purpura yang 0erupa eritema, esikelH0ula, dapat disertai purpura

'ata 'ata hujan hujan 'ata hujan 'ata hujan terpusat terpusat 'ata 'ata mentah mentah Pos Pos hujan hujan 'engan 'engan perlengkapan perlengkapan Alat penakar Alat penakar

Pers sebagai institusi sosial mempunyai fungsi yang penting dalam komunikasi massa. Melalui pers manusia ingin mencapai komunikasi dengan masyarakat luas, tidak hanya di suatu

Pola gerakan otot adalah hasil dari pola aktivasi beberapa otot tinggi seperti vastus lateralis, vastus medialis dan iliopsoas sedangkan beberapa aktivitas otot berfungsi

bagaimanapun proses yang dilakukan individu dalam bekerja tidaklah penting asalkan hasilnya sesuai ketentuan yang telah ditetapkan sebagai standar.. d) Mampu

Sedangkan 1 orang karyawan (10%) menyatakan bahwa dirinya merasa tertekan apabila terjadi perubahan di perusahaan. Hal tersebut menjaring behavior keempat dari

Penelitian dengan meggunakan metode-metode dalam pendekatan kuantitatif yang selanjutnya disebut penelitian kuantitatif, adalah suatu bentuk penelitian ilmiah yang