• Tidak ada hasil yang ditemukan

LAJU PERTUMBUHAN LAMUN Cymodocea rotundata DENGAN TEKNIK TRANSPLANTASI TERFS DAN PLUGS PADA JUMLAH TEGAKAN YANG BERBEDA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "LAJU PERTUMBUHAN LAMUN Cymodocea rotundata DENGAN TEKNIK TRANSPLANTASI TERFS DAN PLUGS PADA JUMLAH TEGAKAN YANG BERBEDA"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

LAJU PERTUMBUHAN LAMUN Cymodocea rotundata DENGAN TEKNIK TRANSPLANTASI TERFS DAN PLUGS

PADA JUMLAH TEGAKAN YANG BERBEDA

Lenna Charisma

Jurusan Ilmu Kelautan, FIKP UMRAH, lennacharisma20@gmail.com

Ita Karlina

Jurusan Ilmu Kelautan, FIKP UMRAH, itakarlina@gmail.com

Arief Pratomo

Jurusan Ilmu Kelautan, FIKP UMRAH, sea_a_reef@hotmail.com

ABSTRAK

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui pengaruh jumlah tegakan yang berbeda pada satu rimpang dengan jenis lamun Cymodocea rotundata dan membandingkan hasil pengaruh tersebut terhadap dua teknik transplantasi yaitu TERFs dan Plugs. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Februari sampai bulan Mei tahun 2016, di daerah Kampe, Desa Malangrapat, Kecamatan Gunung Kijang, Kabupaten Bintan. Metode yang dilakukan adalah metode transplantasi TERFs dan Plugs. Jumlah Tegakan lamun Cymodocearotundata diberi perlakuan yaitu 1 tegakan, 2 tegakan, 3 tegakan, 4 tegakan, dan 5 tegakan dengan 10 kali ulangan per-perlakuan. Analisis data dengan menggunakan Uji Two-Way ANOVA menunjukkan laju pertumbuhan lamun dan pertumbuhan biomassa lamun tidak terdapat pengaruh yang nyata terhadap perlakuan jumlah tegakan yang berbeda (p<0.05). Tingkat kelangsungan hidup lamun Cymodocea rotundata untuk metode tidak terdapat pengaruh yang nyata terhadap perlakuan jumlah tegakan yang berbeda (p<0.05) tetapi pada perlakuan memberi perlakuan berbeda secara signifikan.

Kata Kunci : Transplantasi Lamun, Tegakan Lamun, TERFs dan Plugs, Cymodocea rotundata

(2)

GROWTH RATE SEAGRASSES Cymodocea rotundata WITH TRANSPLANTATION TECHNIQUE TERFS AND PLUGS THE AMOUNT STANDS DIFFERENT

ABSTRACT

This research was conducted in order to determine the effect of the number of different stands on the rhizome with a kind of seagrass Cymodocea rotundata and comparing the result of the influence of the two transplantation techniques are TERFs and Plugs. This study was conducted from February to May 2016, in the area Kampe, Malangrapat Village, Gunung Kijang District, Bintan regency. The method used is a method of transplantation TERFs and Plugs. Number of stands of seagrass Cymodocea rotundata treated that 1 stand, 2 stands, 3 stands , 4 stands, and 5 stands with 10 replications treatment. Analysis of the data by using the Two-Way ANOVA test showed seagrass growth rate and biomass growth of seagrass there are no real impact on the number of stands of different treatments (p <0.05). The survival rate of seagrass Cymodocea rotundata to methods there is no significant effect on the number of stands of different treatments (P <0.05) but the treatment gives a significantly different treatment.

Keywords: Seagrass Transplantation, stand of Seagrass, TERFs and Plugs, Cymodocea rotundata

(3)

I. PENDAHULUAN

Transplantasi lamun merupakan salah satu usaha restorasi pada lamun yang telah mengalami kerusakan baik itu karena ancaman dari manusia seperti peningkatan kegiatan antropogenik di daerah pesisir (perikanan, pembangunan, pelabuhan, perumahan, rekreasi), juga ancaman tidak langsung seperti sebab-sebab alami (angin siklon dan banjir) (Kiswara,2009).

Teknik transplantasi lamun yang digunakan pada umumnya adalah teknik secara asekual dengan menggunakan metode TERFs dan Plugs. Metode TERFs yaitu metode yang menggunakan media tisu karena bibit lamun akan diikat pada frame dengan menggunakan pengikat yang mudah larut (Halim, 2014). Metode ini pernah dilakukan dengan menggunakan media tali plastik pada dasar bingkai (frame) oleh Lanuru, et al,. (2013), dengan hasil pertumbuhan lebih cepat pada media tisu dibandingkan dengan tali plastik. Dan metode Plugs menggunakan pipa PVC corer yang dibentuk sedemikian rupa.

Penelitian ini untuk mengetahui pengaruh jumlah tegakan yang berbeda pada satu rimpang dengan jenis lamun Cymodocea rotundata, membandingkan hasil pengaruh tersebut terhadap dua teknik transplantasi yaitu TERFs dan Plugs; manfaatnya untuk memperoleh teknik yang tepat dan efektif yang tingkat kelangsungan hidup tinggi dan penyediaan tegakannya banyak, dan memperbaiki efektifitas yang sudah ada saat ini.

II. TINJAUAN PUSTAKA Lamun memilik bentuk tumbuhan yang sama hal nya dengan tumbuhan daratan seperti rimpang yang menjalar, tunas tegak, seludang/pelepah daun, helaian daun, bunga dan buah. Tetapi lamun memiliki perbedaan yang sangat jelas pada struktur akar, yang sering di pakai dalam pembeda jenis (Kiswara, 2004).

C. rotundata memiliki tepi daun halus atau licin, tidak bergerigi, tulang

daun sejajar, akar tidak bercabang, tidak mempunyai rambut akar, dan akar pada nodusnya terdiri dari 2-3 helai. Selain itu tiap nodusnya hanya terdapat satu tegakan (Nybakken, 1998). C. rotundata bisa tumbuh pada substrat pasir berlumpur / pasir engan pecahan karang pada daerah pasang surut.

Transplantasi lamun adalah suatu metode penanaman lamun yang telah dikembangkan untuk melakukan usaha restorasi di daerah padang lamun yang telah mengalami kerusakan (Hutomo dan Soemodihardjo, 1992). Beberapa ahli juga menyatakan bahwa transplantasi lamun adalah restorasi, yang dimana mengembalikan ke kondisi seperti sebelumnya dari gangguan atau mengganti dengan baru (Lewis, 1987 in Calumpong dan Fonseca, 2001).

III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari-April 2016 di Perairan Kampe, Desa Malangrapat, Kecamatan Gunung Kijang, Kabupaten Bintan.

Gambar 1. Peta lokasi penelitian B. Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang digunakan selama penelitian yaitu; snorkeling, kamera underwater, frame, Plugs, sepatu boot, tisu, gunting, alat tulis, jangka sorong, multi tester, salt meter, secchi disk, bibit lamun per tegakan 1, 2, 3, 4, dan 5.

(4)

1 2

3 4

5

Gambar 2.Gambar Lamun Satu (1) sampai Lima (5) Tegakan C. Prosedur Kerja

1. Tahap persiapan

Tahap ini meliputi konsultasi kepada pembimbing untuk jalannya penelitian. Melakukan survei lokasi penelitian, dan studi literatur untuk mencari referensi yang berkaitan dengan penelitian.

2. Pemilihan lokasi penanaman

Pemilihan lokasi untuk kegiatan transplantasi lamun mengikuti cara yang dijelaskan oleh F.T. Short, et al, (2002); inBTNKpS (2006) dengan sedikit perubahan untuk menyesuaikan dengan kondisi lokasi yang akan dilakukan transplantasi. Ada beberapa pertimbangan dalam pemulihan lokasi transplantasi lamun yaitu :

1. Hasil survey atau inventaris Padang Lamun termasuk pengamatan kondisi fisik dan kimia lingkungan.

2. Perairan tersebut mengalami penurunan potensi padang lamun dan disinyalirrawan terhadap kerusakan ekosistem padang lamun.

3. Berpotensi untuk wilayah pendidikan dan penelitian

4. Penanaman lamun dilakukan di lokasi yang sebaran lamunnya kurang atau sedikit.

5. Lokasi penanaman berkonfigurasi datar dan terhindar dari pengaruh arus dan gelombang yang kuat dengan kondisi fisika lingkungan yang kuat.

6. Penanaman lamun akan sukses dilakukan pada lokasi yang mempunyai kedalaman sama dengan padang lamun yang ada, dekat dengan padang lamun yang ada atau sumber bibit (Fonseca, M.S., 1997in BTNKpS, 2006).

7. Pengukuran karakteristik fisika, kimia, dan biologis dilakukan pada saat pemilihan lokasi dan pada saat pelaksanaan kegiatan penanaman, antara lain pasang surut harian, tingkat keasaman (pH), salinitas, dan suhu air laut, kejernihan perairan, serta sedimen substrat dasar.

D. Perancangan Percobaan

a.Metode TERFs (Transplanting Eelgrass Remotely with Frame System)

Metode TERFs ini menggunakan media frame besi/kawat berukuran 30 x 60 cm sebanyak 5 kali ulangan, berarti dalam penelitian ini menggunakan 5 buah frame, dimana bibit lamun yang diambil dari padang lamun donor diikat pada frame dengan menggunakan pengikat yang mudah larut seperti kertas tisu. Jarak taman pada metode TERFs yaitu 15 cm. Tiap frame diisi oleh 10 bibit lamun, dengan begitu secara keseluruhan terdapat 50 bibit lamun dalam 5 frame.

Gambar 3.Pola penanaman lamun

dengan menggunakan metode TERFs

Metode plugs ini menggunakan dengan pipa PVC yang dibentuk sedemikian rupa. Bibit lamun di ambil dari tanaman induknya yang terlebih dahulu dipersiapkan lubangnya dengan PVC corer. Pada kegiatan ini corer yang

(5)

digunakan adalah sebuah pipa paralon yang dapat diatur tingkat kevakumannya dengan sebuah valve kontrol udara di ujung atas tabung tersebut.

Metode ini juga menggunakan 5 kali ulangan, dengan perlakuan jumlah tegakan lamun 1, 2, 3, 4, 5, pada satu rimpang. Pada satu ulangan terdapat 10 bibit lamun pada jumah tegakan pertama, ulangan berikutnya terdapat 10 bibit lamun pada jumlah tegakan kedua, begitu juga seterusnya

Variabel yang digunakan pada penelitian ini yaitu variabel bebas dan terikat. Untuk variabel bebas terdiri dari metode transplantasi dan tegakan lamun sedangkan perlakuan nya yaitu TERFs, Plugs, dan jumlah tegakan (1,2,3,4, dan 5). Pengelompokkan variabel bebas dapat dilihat pada Tabel.1 di bawah ini :

Tabel 1. Pengelompokkan variabel bebas

ƩTegakan (Ind)

Kelompok/Blok

Metode

TERFs

Plugs

T

P

t1

Tt1

Pt1

t2

Tt2

Pt2

t3

Tt3

Pt3

t4

Tt4

Pt4

t5

Tt5

Pt5

Untuk pengacakan tata letak menggunakan Ms. Excel dapat dilihat pada tabel dibawah ini :

Tabel 2. Tata Letak TERFs dan Plugs TATA LETAK KELOMPOK T P t2 t5 t5 t4 t3 t1 t1 t2 t4 t3

E. Pengukuran Pertumbuhan Unit Transplantasi Lamun

1. Cara Pengukuran Daun Lamun Untuk mengukur laju pertumbuhan daun lamun menggunakan rumus (Supriadi, 2003) yaitu :

P = 𝑳𝒕−𝑳𝒐

∆𝒕 Keterangan :

P = Laju Pertumbuhan Panjang Daun (mm)

Lt = Panjang daun setelah waktu t

(mm)

L0 = Panjang daun dalam pengukuran

awal (mm)

∆t = Selang waktu pengukuran (hari) 2. Biomassa Lamun

Diukur pada awal penelitian dan diakhir penelitian dengan berat basah dari daun lamun dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

B = 𝑩𝟏−𝑩𝟎

∆𝒕 Dimana :

B = Biomassa lamun (g) B1 = berat basah akhir (g) B0 = berat basah awal (g) ∆t = selang waktu (hari)

3. Tingkat Kelangsungan Hidup (SR) Kelangsungan hidup menggunakan rumus yang dikemukakan oleh (Effendie, 1978 in Widiastuti, 2009) yaitu :

SR = 𝑵𝒕

𝑵𝟎 𝑿 𝟏𝟎𝟎%

Keterangan :

SR = tingkat kelangsungan hidup Nt = jumlah tegakan lamun yang

masih hidup pada akhir penelitian

N0 = jumlah tegakan lamun yang ditransplantasi pada awal penelitian

F. Data Penunjang

Pada penelitian ini menggunakan data penunjang yaitu pengukuran parameter fisika-kimia, adalah :

(6)

Tabel 3. Metode pengukuran parameter Fisika-Kimia

G. Analisis Data

Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (Randomized Block Design) yaitu sebuah rancangan percobaan yang digunakan untuk kondisitempat yang tidak homogen. Pada prinsipnya tempat percobaan harus dikelompokkan menjadi bagian-bagian yang relatif homogen. Dalam hal ini untuk pengujian menggunakan analisis varian Two Way Anova dan menggunakan bantuan program Ms. Excel. Jika hasil analisis menunjukkan adanya perbedaan nyata maka dilakukan uji lanjutan menggunakan Uji Tukey.

Model linier yang digunakan adalah sebagai berikut :

Yij = µ + Ti + Bj + ϵi

Dimana :

Yij = respon atau nilai

pengamatan dari perlakuan ke-i dan ulangan ke-j

µ = nilai tengah umum Ti = pengaruh perlakuan ke-i

Bj = pengaruh blok ke-j

ϵij = pengaruh galat pada perlakuan

ke-I dan perlakuan ke-j

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pertumbuhan Lamun Transplantasi

Pengukuran pertumbuhan lamun yang dilakukan pada penelitian ini yakni

pertumbuhan panjang daun yang di amati setiap minggu selama dua bulan.

1.Pertambahan Tinggi Lamun

Cymodocea rotundata

Gambar 4.Pertambahan Tinggi Lamun Cymodocea rotundata pada Metode TERFs

Gambar 5. Pertambahan Tinggi Lamun Cymodocea rotundata pada Metode Plugs

2. Laju Pertumbuhan Lamun

Cymodocea rotundata

Laju pertumbuhan lamun bervariasi pada setiap minggunya baik di metode TERFs dan metode Plugs.

Gambar 6. Laju Pertumbuhan Lamun Cymodocea rotundata pada Metode TERFs(cm/hr dalam mingguan selama 2 bulan)

Parameter Metode Pengukuran Suhu

Pengukuran di lapangan langsung dengan menggunakan multi tester. Hasil pembacaan suhu dinyatakan dalam satuan oC.

Salinitas

Pengukuran langsung di lapangan dengan menggunakan salt meter. Hasil pembacaan salinitas dinyatakan dalam satuan ‰.

Sedimen Pengukuran di lakukan secara visual

Kecerahan Pengukuran langsung di lapangan dengan menggunakan secchi disk, dalam satuan m .

Kecepatan Arus

Pengukuran langsung dilapangan dengan menggunakan tali 2m dan botol. Hasil pembacaannya dinyatakan dalam satuan m/s.

pH (Derajat keasaman)

Pengukuran di lapangan langsung dengan menggunakan multi tester.

DO (Oksigen terlarut)

Pengukuran di lapangan langsung dengan menggunakan multi tester. Hasil pembacaan DO dinyatakan dalam satuan mg/L.

(7)

Gambar 7. Laju Pertumbuhan Lamun Cymodocea rotundata pada Metode Plugs (cm/hr dalam mingguan selama 2 bulan) Pertumbuhan total (selama 2 bulan) pada lamun Cymodocea rotundata untuk metode TERFs didapatkan rata-rata total pada tegakan 1 sebesar 0.019 cm/hr, tegakan 2 sebesar 0.018 cm/hr, tegakan 3 sebesar 0.020 cm/hr, tegakan 4 sebesar 0.022 cm/hr, dan tegakan 5 sebesar 0.020 cm/hr. Sedangkan untuk metode Plugs, rata-rata total pada tegakan 1 sebesar 0.020 cm/hr, tegakan 2 sebesar 0.017 cm/hr, tegakan 3 sebesar 0.019 cm/hr, tegakan 4 sebesar 0.019 cm/hr, dan tegakan 5 sebesar 0.017 cm/hr. Berdasarkan perlakuan, kondisi untuk metode TERFs (Gambar 8) cenderung lebih stabil di bandingkan dengan metode Plugs (Gambar 9).

Gambar 8. Rata-Rata Total Laju Pertumbuhan Lamun Cymodoce rotundata pada Metode TERFs(cm/hr selama 2 bulan)

Gambar 9. Rata-Rata Total Laju Pertumbuhan Lamun

Cymodoce rotundata pada Metode Plugs (cm/hr selama 2 bulan)

3. Pengaruh Metode dan Perlakuan Terhadap Laju Pertumbuhan Lamun

Hasil uji Two-Way Anova pada Laju Pertumbuhan Lamun Cymodocea rotundata dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Uji Two-Way Anova pada Laju

Pertumbuhan Lamun Cymodocea rotundata (cm/minggu selama 2 bulan)

Berdasarkan tabel di atas, didapatkan bahwa ada nilai signifikan menunjukkan kurang dari 0,05 (p<0.05). Hal ini menunjukkan bahwa ada perbedaan yang nyata pada waktu (minggu) selama pengamatan dan terjadi interaksi antara tegakan dan waktu (minggu) dapat dikatakan bahwa waktu (minggu) memberikan pengaruh yang nyata terhadap laju pertumbuhan lamun Cymodocea rotundata, begitu juga dengan interaksi antara tegakan dan waktu (minggu). Oleh karena itu, dilakukan pengujian statistik

Analysis of Variance Table

DF SS MS Fc Pr>Fc Block 1 0.003 0.0034 0.030 0.86205 Tegakan 4 0.108 0.0271 0.243 0.91386 Waktu(Minggu) 7 43.726 6.2466 56.119 0.00000* Tegakan*Waktu(Minggu) 25 4.601 0.1841 1.654 0.02386* Residuals 730 81.256 0.1113 Total 767 129.696

(8)

lanjutan menggunakan uji Tukey dengan tingkat ketelitian 95%.

Tabel 5. Uji Two-Way Anova Interaksi Antara Tegakan*Waktu

(Minggu)

Dilihat dari Tabel 7, minggu ke T1 (0.8621) , T3 (0.9711), T4 (0.1443), T5 (0.5853) tidak adanya perbedaan nyata (p>0.05). Sedangkan pada minggu ke-T2 (0.0048) berbeda nyata (p<0.05), maka dari itu akan dilakukan pengujian statistik lanjutan menggunakan uji Tukey dengan tingkat ketelitian 95%.

Tabel 6. Uji Tukey pada Interakasi Antara Tegakan*Waktu(Minggu) T2 Ket: Huruf yang berbeda menandakan perbedaan nyata pada tegakan (p<0.05)

Berdasarkan uji lanjut Tukey, memperlihatkan bahwa pada tegakan ke-3 di minggu ke-2 berbeda nyata (p<0.05) dengan tegakan ke- 1, 2, 4, dan 5 dikarenakan pada tegakan 3 minggu ke-2 mengalami penurunan pertambahan panjang daun lamun Cymodocea rotundata yang disebabkan oleh faktor yang diduga jangkar penahan lamun transplant yang tidak tertanam dengan baik yang mengakibatkan ketika gelombang yang

besar datang lamun tercabut dari jangkar dan hilang serta belum sepenuhnya akar tertancap kedalam substrat sehingga lamun mudah terangkat ketika arus kuat (Gambar 10).

Gambar 10. Terangkatnya lamun transplant dari substrat Hasil analisis Anova pada Laju pertumbuhan lamun Cymodocea rotundata (cm/minggu selama 2 bulan), laju pertumbuhan lamun pada kedua metode sangat bervariasi, mengalami peningkatan dan penurunan yang beragam dari setiap perlakuan lamun transplantasi. Laju pertumbuhan daun lamun Cymodocea rotundata diduga dipengaruhi oleh penanganan bibit sebelum melakukan transplantasi, pemotongan bibit lamun sebelum melakukan trasnplantasi diduga bibit lamun mengalami setress; selain itu tingkat adaptasi terhadap lingkungan baru dilokasi penelitian diduga mempengaruhi laju pertumbuhan daun lamun.

Berdasarkan hasil uji Two-Way Anova, tidak ada perbedaan nyata antara metode dan perlakuan (p>0.05) (Tabel 6) yang artinya H0 diterima, bahwa perlakuan

teknik transplantasi dan jumlah tegakan tidak memberi pengaruh pada laju pertumbuhan lamun Cymodocea rotundata. Hasil analisis ini pada dua metode dan lima perlakuan disimpulkan bahwa tidak ada beda nyata diduga disebabkan oleh faktor lingkungan yang sama pada lokasi transplantasi tersebut. Parameter lingkungan di duga menjadi faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dari kedua metode yaitu suhu, salinitas, pH, kecerahan, kecepatan arus, dan substrat.

Analyzing Tegakan inside of each level of Waktu(Minggu) Analysis of Variance Table

DF SS MS Fc Pr.Fc Block 1 0.00336 Waktu(Minggu) 7 43.72606 Waktu(Minggu): Tegakan T1 4 0.01128 Waktu(Minggu): Tegakan T2 4 1.68074 Waktu(Minggu): Tegakan T3 4 0.05827 Waktu(Minggu): Tegakan T4 4 0.76442 Waktu(Minggu): Tegakan T5 4 0.31607 Waktu(Minggu): Tegakan T6 4 Waktu(Minggu): Tegakan T7 4 Waktu(Minggu): Tegakan T8 4 Residuals 730 81.25644 Total 767 129.69554 0.00336 0.0302 0.8621 6.24658 56.1187 0 0.00282 0.0253 0.9988 0.42018 3.7749 0.0048* 0.01457 0.1309 0.9711 0.19110 1.7169 0.1443 0.07902 0.7099 0.5853 0.11131 0.16909

Tegakan inside of the level T2 of Waktu(Minggu) Tukey’s Test

Groups Treatments Means

a 5 1.489595

a 2 1.482331

a 4 1.463621

a 1 1.436558

(9)

B. Pertumbuhan Biomassa Lamun

Cymodocea rotundata

Biomassa lamun ditimbang dalam berat basah pada saat awal peletakan lamun transplantasi (T0) dan akhir penelitian (T8), dapat dilihat pada gambar 11 sebagai berikut:

Gambar 11. Perbandingan Metode TERFs dan Plugs pada Biomassa Lamun Cymodocea rotundata

1. Pengaruh Metode dan Perlakuan Terhadap Biomassa Lamun Cymodocea

rotundata

Untuk melihat pengaruh metode dan perlakuan terhadap biomassa lamun, dilakukan uji Two-way Anova pada metode TERFs sebagai berikut:

Tabel 7. Uji Two-Way Anova Biomassa Lamun Cymodocea rotundata pada Metode TERFs

Metode TERFs mengalami pertambahan biomassa yang cukup signifikan (Gambar 18) disebabkan karena pada akhir penelitian lamun transplantasi masih banyak yang bertahan hidup dan ada beberapa lamun yang tumbuh tegakan baru bahkan tunas baru. Pada metode Plugs terjadi pertambahan biomassa lamun yang kurang signifkan dibandingkan metode TERFs karena pada akhir penelitian lamun transplantasi banyak yang hilang dan mati. Berdasarkan hasil analisis

Two-Way Anova untuk metode TERFs tidak terdapat perbedaan nyata, sehingga perlakuan baik tegakan 1 hingga tegakan 5 tidak memberi pengaruh terhadap biomassa lamun.

C. Tingkat Kelangsungan Hidup Lamun Cymodocea rotundata

Tingkat kelangsungan hidup yang diamati setiap minggu selama delapan (8) minggu menunjukkan penurunan pada setiap minggunya baik untuk metode TERFs dan Plugs.

Gambar 12. Tingkat Kelangsungan Hidup Cymodocea rotundata Metode TERFs

Gambar 13. Tingkat Kelangsungan Hidup Cymodocea rotundata

Metode Plugs

Kondisi yang menyebabkan penurunan tingkat kelangsungan hidup yaitu keadaan kondisi perairan yang sebagian mengalami kekeruhan dan gelombang yang cukup besar. Sesuai dengan pernyataan Lanuru (2011) di Pantai Barat Sulawesi Selatan, banyaknya transplant yang mati disebabkan oleh sebagian besar transplant tidak mampu bertahan dengan kondisi lingkungan perairan yang berubah seperti angin yang

Analysis of Variance Table

Df Sum Sq

Mean Sq

F value

Pr(>F)

Treat 3

0.0001426 4.754e-05 0.503

0.687

(10)

kencang. Penyebab lain disebabkan karena adanya tumpukan epifit baik dijangkar maupun di daun lamun. Dengan begitu akan mengurangi sinar matahari untuk melakukan fotosintesis, predator yang tinggal di daerah transplantasi seperti ikan-ikan pemakan daun lamun (grazer), musim bahkan akibat aktivitas manusia itu sendiri.

Tingkat kelangsungan hidup lamun Cymodocea rotundata paling baik terdapat pada tegakan ke-4 pada rata-rata total untuk metode TERFs sebesar 80% dan metode Plugs sebesar 71.11%, dapat dilihat pada Gambar 14 dibawah ini:

Gambar 14. Rata-Rata Total Tingkat Kelangsungan Hidup Cymodocea rotundata

1. Pengaruh Metode dan Perlakuan Terhadap Tingkat Kelangsungan Hidup Hasil uji Two-Way Anova terhadap tingkat kelangsungan hidup pada jenis lamun Cymodocea rotundata.

Tabel 8. Uji Two Way Anova pada Tingkat Kelangsungan Hidup Lamun Cymodocea rotundata

Berdasarkan tabel di atas, didapatkan bahwa ada nilai signifikan menunjukkan kurang dari 0,05 (p<0.05). Hal ini menunjukkan bahwa ada perbedaan yang nyata pada perlakuan selama pengamatan yang memberikan pengaruh yang nyata terhadap tingkat kelangsungan

hidup lamun Cymodocea rotundata. Oleh karena itu, dilakukan pengujian statistik lanjutan menggunakan uji Tukey dengan tingkat ketelitian 95%.

Tabel 9. Uji Tukey pada Tingkat

Kelangsungan Hidup Lamun Cymodocea rotundata

Berdasarkan hasil uji Two-Way Anova, terdapat perbedaan nyata antar perlakuan (p<0.05) (Tabel 11). Hal ini diduga karena ketepatan proses transplantasi lamun Cymodocea rotundata berpengaruh terhadap kelangsungan hidup lamun; sinar matahari langsung akan membuat bibit lamun Cymodocea rotundata layu tentu dengan hal ini akan berpengaruh langsung dengan tingkat kelangsungan hidup; pemilihan tempat untuk peletakan bibit lamun pada metode TERFs juga berpengaruh terhadap nilai kelangsungan hidup lamun, dasar perairan harus memiliki kontur rata sehingga setiap bibit lamun yang didalam frame akar dan rimpangnya dapat masuk beberapa centimeter kedalam sedimen didasar perairan; juga di pengaruhi oleh grazer seperti ikan-ikan kecil dan kepiting, bibit lamun yang muda sangat rentan dimakan oleh ikan-ikan kecil dan kepiting; serta kondisi lingkungan seperti arus dan gelombang yang kuat mempengaruhi tingkat kelangsungan hidup lamun Cymodocea rotundata.

Sesuai dengan pendapat dari Ganassin dan Gibbs (2008) in Asriani (2014) menyatakan beberapa faktor yang dapat berkontribusi pada kegagalan transplantasi lamun adalah erosi, penguburan dengan pasir, perubahan kondisi perairan drastia, kekeruhan,

Analysis of Variance Table

Df Sum Sq Mean Sq F value Pr(>F) Treat 4 90778 22694 30.32 <2e-16 *** Residuals 895 669944 749

Tukey multiple comparisons of means 95% family-wise confidence level

diff lwr upr p adj 2_Teg-1_Teg 14.444444 6.5616306 22.327258 0.0000065 3_Teg-1_Teg 9.444444 1.5616306 17.327258 0.0096636 4_Teg-1_Teg 30.555556 22.6727417 38.438369 0.0000000 5_Teg-1_Teg 17.777778 9.8949639 25.660592 0.0000000 3_Teg-2_Teg -5.000000 -12.8828138 2.882814 0.4136860 4_Teg-2_Teg 16.111111 8.2282973 23.993925 0.0000003 5_Teg-2_Teg 3.333333 -4.5494805 11.216147 0.7764814 4_Teg-3_Teg 21.111111 13.2282973 28.993925 0.0000000 5_Teg-3_Teg 8.333333 0.4505195 16.216147 0.0321935 5_Teg-4_Teg -12.777778 -20.6605916 -4.894964 0.0001030

(11)

konsentrasi amonia sedimen yang tinggi, pertumbuhan epifit, akibat kagiatan antropogenik dan jangkar yang di gunakan saat transplantasi.

D. Parameter Fisika - Kimia Perairan Kelangsungan hidup biota perairan dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu salah satunya kondisi perairan lingkungan yang mendukung. Pengamatan ini mengukur nilai parameter fisika - kimia di Perairan Kampe, Desa Malangrapat dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10. Parameter Fisika - Kimia

Sumber : 1) KepMen LH No. 51 Tahun 2004 (Lampiran) 2) Philips dan Menez (1988)

3) Dahuri,. et al (2001)

4) Philips in Burrell & Schubell (1977) in Efriyaldi (2003) 5) Salmin (2005)

1. Kualitas Air Menurut KepMen LH No.51 Tahun 2004

Rata-rata hasil parameter kualitas air di Perairan Kampe (Tabel 12) menunjukkan bahwa kualitas perairan tersebut sesuai dengan Baku Mutu perairan yang ada di dalam KepMen LH No. 51 Tahun 2004, kecuali pada pengukuran pH. Hasil pengukuran dilapangan rata-rata pH mencapai 8.70. sedangkan baku mutu perairan untuk pH 7 – 8.5, hal ini menunjukkan bahwa pH di perairan tersebut tinggi.

2. Kualitas Air Untuk Pertumbuhan Lamun

Hasil rata-rata kualitas air di Perairan Kampe menunjukkn kualitas air di perairan tersebut sesuai dengan sumber referensi. Adapun kesesuaian rinciannya sebagai berikut :

A. Parameter Fisika 1. Suhu

Hasil rata-rata suhu selama pengamatan di dapatkan 28.60 oC, dengan nilai tersebut menunjukkan kondisi suhu perairan sesuai untuk tempat pertumbuhan lamun. Menurut Philips dan Menez (1988), lamun dapat mentolerir suhu perairan antara 26 – 36 oC akan tetapi suhu optimum untuk fotosintesis lamun berkisar 28 – 30 oC. Untuk kemampuan proses fotosintesis akan menurun secara drastis apabila suhu perairan berada di luar kisaran (28 – 30 oC) tersebut (Poedjirahajo,.et al, 2013)

2. Kecepatan Arus

Rata-rata kecepatan arus dilokasi penelitian sebesar 0.17 m/s (Tabel 12). Kondisi arus tersebut relatif tenang sehingga mendukung untuk pertumbuhan lamun, hal ini didukung oleh pernyataan dari Phillips dan Menez (1988) yang menyatakan lamun umumnya dapat tumbuh pada perairan tenang dengan kecepatan arus sampai dengan 3.5 knots (0.70 m/s). Menurut penelitian Efriyeldi (2003), kecepatan arus dipengaruhi oleh angin dan kedalaman perairan, perairan yang dangkal dan kerapatan lamun yang tinggi dapat memperkecil pergerakan arus. Pada umumnya perairan yang tenang akan memiliki tingkat kecerahan yang tinggi, sesuai dengan hasil pegukuran kecerahan dilokasi pengamatan (Tabel 9.).

3. Kecerahan

Hasil pengukuran di lokasi penelitian memiliki tingkat kecerahan sebesar 100% (Tabel 12). Kecerahan perairan mencapai 100% artinya bahwa penetrasi cahaya mencapai dasar perairan, kondisi ini merupakan kondisi yang sesuai untuk proses fotosintesis lamun (Sarfika, 2012). Purba dan Djunaedi (2012), menyatakan bahwa tingkat kecerahan 100% sangat menguntungkan bagi lamun karena proses fotosintesis dapat berlangsung secara optimal, cahaya yang masuk kedalam perairan sangat penting untuk aktifitas fotosintesis.

Parameter Hasil

Rata-Rata

Tingkat Kesesuain

Baku Mutu1) ReferensiLiteratur

Fisika

Suhu (0C) 28.60 28 - 30 26 – 362)

Kecerahan 100 (>0.5 m) - -

Kecepatan Arus 0.17 - 3.5 knot2)

Kimia

Salinitas (‰) 32.27 33 - 34 10 – 403)

pH 8.7 7 - 8.5 7.3 - 9.04)

(12)

B. Parameter Kimia 1. Salinitas

Nilai salinitas di Perairan Kampe rata-rata berkisar 32.27‰. kisaran rata-rata pada lokasi penelitian masih dalam batas toleransi kisaran salinitas hidup lamun (Tabel 12). Sesuai dengan pernyataan Dahuri,.et al (2001) bahwa kisaran salinitas yang dapat ditolerir tumbuhan lamun adalah 10 – 40 ‰ dan nilai optimumnya adalah 35 ‰. Tinggi rendahnya salinitas lamun dapat mengalami stress dan mati pada kisaran 45 ‰ (Hemminga dan Duarte, 2000)

2. pH

Nilai rata-rata pH dari hasil pengukuran dilapangan berkisar 8.7 (Tabel 12). Menurut Philips in Burrell & Schubell (1977) in Efriyaldi (2003), nilai derajat keasaman (pH) optimum untuk pertumbuhan lamun berkisar 7.3 – 9.0. Dengan demikian lokasi penelitian masih dalam batas toleransi kisaran pH untuk pertumbuhan lamun.

3. Oksigen Terlarut (DO)

Kandungan oksigen terlarut pada Perairan Kampe rata-rata 6.7 mg/L. Menurut Salmin (2005), suatu perairan dikategorikan berkondisi baik jika kandungan oksigen terlarut lebih dari 5 ppm.

C. Substrat

Dilokasi penelitian, substrat lamun dikategorikan yakni substrat berpasir, hasil ini diperoleh secara visual dilapangan. Karakteristik substrat berpasir merupakan jenis substrat yang sesuai untuk pertumbuhan lamun Cymodocea rotundata dan Cymodocea serrulata (Hemminga dan Duarte, 2000). Hal ini juga sesuai dengan pernyataan Asriani (2014) yang menyatakan sebagian besar jenis lamun hanya dapat tumbuh pada sedimen berpasir dan berlumpur karena kedua substrat ini mudah ditembus oleh akar lamun.

V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah di lakukan,di dapatkan :

1. Lamun Cymodocea rotundata pada tegakan 1, tegakan 2, tegakan 3, tegakan 4, dan tegakan 5 pada satu rimpang tidak memberi pengaruh untuk transplantasi lamun.

2. Metode TERFs dan Plugs serta perlakuan tegakan 1 hingga 5 tidak memberi pengaruh terhadap laju pertumbuhan lamun dan pertumbuhan biomassa lamun jenis Cymodocea rotundata. Rata-rata laju pertumbuhan lamun pada metode TERFs sebesar 0.020 cm/hr dan metode Plugs sebesar 0.018 cm/hr. Rata-rata yang didapatkan untuk pertumbuhan biomassa lamun pada metode TERFs sebesar 0.019 gr/hr dan metode Plugs sebesar 0.012 gr/hr. Pada tingkat kelangsungan hidup lamun (SR) Cymodocea rotundata cenderung terjadi penurunan. Metode transplantasi tidak memberi pengaruh pada pola tingkat kelangsungan hidup tetapi pada perlakuan memberi pola yang berbeda secara signifikan. Tingkat kelangsungan hidup tertinggi pada tegakan ke-4 dengan rata-rata pada metode TERFs sebesar 80% dan metode Plugs sebesar 71%.

B. Saran

Untuk penelitian selanjutnya, sebaiknya memilih lokasi untuk kegiatan transplantasi dilakukan diwadah yang terkontrol, pada daerah dengan gelombang danarus yang tidak terlalu kuat, serta bebas dari gangguan, hal ini untuk menghindari kegagalan dalam kegiatan transplantasi lamun. Dan juga pemilihan musim sebelum melakukan kegiatan transplantasi lamun sebaiknya kegiatan transplantasi lamun dilakukan pada saat itu gelombang dan arus tidak terlalu kuat.

(13)

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2010. Ekologi Perairan –

Padang Lamun.

http://www.scribd.com.

Asriani, Nenni. 2014. Tingkat Kelangsungan Hidup dan Persen Penutupan Berbagai Jenis Lamun yang Ditransplantasi di Pulau Barranglompo. Skripsi. Universitas Hasanuddin. Makassar.

Azkab, M.H. 1988. Pertumbuhan dan Produksi Lamun, Enhalus Acoroides di Rataan Terumbu di Pari Pulau Seribu. Dalam: P3O-LIPI, Teluk Jakarta: Biologi, Budidaya, Oseanografi, Geologi dan Perairan. Balai Penelitian Biologi Laut, Pusat Penelitian dan Pengembangan Oseanologi - LIPI, Jakarta.

Azkab, M.H. 1999. Petunjuk Penanaman Lamun. Oseana. XXIV (nomor 3). http://www.google.co.id/url.www.os eanografi.lipi.go.id. 01 November 2015.

Azkab, M.H. 2006. Ada Apa dengan Lamun. Oseana31 (3):45-55

Balai Taman Nasional Kepulauan Seribu. 2006. Metode Penanaman Lamun. BTNKpS. Jakarta.

Bengen, D. G. 2004. Ekosistem dan Sumberdaya Alam Pesisir dan Laut serta Prinsip Pengelolaannya. Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir Dan Laut. IPB. Bogor

Bujang, Sidik Japar dan Zakaria, Harah Muta. 2014. Taxonomy Seagrass. Universitas Putra Malaysia. Malaysia.

Calumpong, H.P. dan M.S, Fonseca.2001. Seagrass Transplantasi and Other Seagrass Restoration Method. In F.T. Short dan R.G. Coles (ed), Global Research Seagrass Methods. Elsevier Science B.V,

Amsterdam. Netherlands.

Dahuri, R., J.Rais,P.S., Ginting, dan J.M. Sitepu. 2001. Pengelolaan Sumber Daya Wilayah Pesisir Dan

Lautan Secara Terpadu. Pradnya Paramita. Jakarta.

Dahuri, R. 2003. Keanekaragaman Hayati Laut, Aset Pembangunan Berkelanjutan Indonesia. PT. Garamedia PustakaUtama. Jakarta. Djunaedi Suhara Otong dan Purba

Primadona Noir. 2012. Pengaruh Tinggi Pasang Surut Terhadap Pertumbuhan Dan Biomassa Daun Lamun Enhalus Acoroides Di Pulau Pari Kepulauan Seribu Jakarta. JurnalPerikanan dan Kelautan. Vol. 3, No. 3 : 287 - 294 Dwindaru, Binandra. 2010. Variasi

Spasial Komunitas Lamundan Keberhasilan Transplantasi Lamun di Pulau Pramuka dan Kelapa Dua Kepulauan Seribu Provinsi DKI Jakarta. Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Efriyaldi dan Zulkifli. 2003. Kandungan Zat Hara dalam Air Poros dan Air Permukaan Padang Lamun Bintan Timur Riau. Jurnal Natur Indonesia 5(2) : 139-144. Universitas Riau. Riau

Febriyanto, I. Riniatsihdan H. Endrawati. 2013. Rekayasa Teknologi Transplantasi Lamun (Enhalus Acoroides) Di Kawasan Padang Lamun Perairan Prawean Bandengan Jepara. Jurnal Penelitian Kelautan. Volume 1, Nomor 1, Tahun 2013, Halaman 1-10.

Halim, Muhammad. 2014. Teknik Transplantasi Lamun di Balai Taman Nasional Kepulauan Seribu (BTNKpS) Jakarta. Universitas Maritim Raja Ali Haji. Tanjungpinang.

Hamminga, M., dan C.M. Duarte. 2000. Seagrass Ecology. Cambridge University Press. Cambridge. Hogarth, P. 2007. The Biology of Mangroves and Seagrasses, 2 ndedition. Oxford

(14)

Hutomo M &Soemodihardjo S. 1992. Prosiding Lokakarya Nasional Penyusunan Program Penelitian Biologi Kelautan dan Proses Dinamika Pesisir. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia – Universitas Diponegoro.

KEPMENLH. 2004. Baku Mutu Air Laut Untuk Biota Laut. Deputi MENLH Bidang Kebijakan dan Kelembagaan Lingkungan Hidup. Jakarta.

Kiswara W. 2004. Kondisi padang lamun (seagrass) di Teluk Banten 1998 – 2001. Pusat Penelitian Oseanografi – Lembaga Ilmu Pengetahuan

Indonesia.

Kiswara W. 2009. Perspektif Lamun dalam Produktifitas Hayati Pesisir. Makalah disampaikan pada Lokakarya Nasional 1 Pengelolaan Ekosistem Lamun “Peran Ekosistem Lamun dalam Produktifitas Hayati dan Meregulasi Perubahan Iklim”. 18 November 2009. PKSPL-IPB, DKP, LH, dan LIPI. Jakarta.

Kuo, J. dan C. den Hartog. 2006. Taxonomy and Biogeography of Seagrasses. inA.W.D. Larkum, R.J. Orth dan C.M. Duarte (ed). Seagrasses: Biology, Ecology and Conservation. Springer. Dordrecht. Netherlands

Kuriandewa, T.E. danIndarto H.S. 2008. Pedoman Identifikasi dan Monitpring Lamun. Jakarta: Direktorat Konservasi dan Taman Nasional Laut.

Kuriandewa TE. 2009. Tinjauan tentang lamun di Indonesia. Prosiding lokakarya nasional I pengelolaan ekosistem lamun “Peran ekosistem lamun dalam produktifitas hayati dan meregulasi perubahan iklim”. Jakarta. 18 November 2009.

Lanuru, M. 2011. Bottom sediment characteristics affecting the success of seagrass (Enhalus acoroides) transplanation in Westcoast of South Sulawesi

(Indonesia). 3rd International Conference on Chemical, Biological and Environment Engineering IPCBEE Vol.20. IACIST Press, Singapore.

Lanuru, Mahtma.,Supriadi., danAmri, Khairul. 2013. Kondisi Oseanografi Lokasi Transplantasi Lamun Enhalus acoroides Pulau Barrang Lompo Kota Makassar. Jurnal Mitra Bahari. Vol 7 No.1.

Larkum. A.W.D., A.J. Mc Comb And S.A. Shepherd, 1989. Biology of seagrasses : a treatise on the biology of seagrasses with special reference to Australian region. Elssier, Amsterdam: 6-73

Newell, R. I. E. dan E.W. Koch. 2004. Modeling seagrass density and distribution in response to changes in turbidity stemming from bivalve filtration and seagrass sediment stabilization. Estuaries . 27 (5): 793-806. Nontji, A. 2002. Laut Nusantara.

Djambatan. Jakarta.

Nontji, A. 2010. Pengelolaan dan Rehabilitasi Lamun. Program Trismodes.xa.yimg.com

Nybakken. J. 1998. Biologi Laut: Suatu Pendekatan Ekologi. PT. Gramedia Jakarta

Phillips, R.C., &Menez, E.G. 1988. Seagrasses. Wahington DC: Smithsonian Instituation Press. Poedjirahajoe, Erny., Mahayani, D.P.N.,

Sidharta, R.B., dan Salamuddin, M. 2013. Tutupan Lamun dan Kondisi Ekosistemnya Di Kawasan Pesisir Madasanger, Jelenga, dan Maluk Kabupaten Sumbawa Barat. Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis. Vol. 5, No. 1, Hal. 36 - 46 Salmin. 2005. Oksigen Terlarut dan

Kebutuhan Oksigen Biologi (BOD) Sebagai Salah Satu Indikator Untuk Menentukan Kualitas Perairan. Oseana 30 (3) : 21- 26

(15)

Sarfika, Mega. 2012. Pertumbuhan dan Produksi Lamun Cymodocea rotundata dan Cymodocea

serrulata di Pulau Pramuka dan Pulau Panggang Kepulauan Seribu DKI Jakarta. Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Supriyadi., 2003. Produktivitas Lamun E.

Acoroides (LINN, F) Roylean T. Hemprichii. Makassar. Tesis Program. Pascasarjana. ITB. Bogor.

Short FT & Coles RG (eds). 2001. Global seagrass research methods. Elsevier Science BV. Amsterdam. Terrados, J., C.M Duarte., L.

Kamp-Nielsen., N.S.R. Agawin., E.Gracia D. Lacap., M.D. Fortes., J. Borum., M. Lubanski., dan T. Greve. 1999. Arc Seagrass Growth and Survival Constrained by The Reducing Conditions of The Sediment?.Elsevier Aquatic Botany. 65 : 175 - 197

Tuwo, Ambo. 2011. Pengelolaan Ekowisata Pesisir Dan Laut. Brilian Internasional. Indonesia. Waycott,M., K. McMahon, J. Mellors, A.

Calladinedan D. Kleine. 2004. A Guide to Tropical Seagrasses of the Indo-West Pasific. In Tropical Seagrass Identification. www.seagrasswatch.org/id.seagras s.html [15November 2015] Widiastuti, I.M. 2009.Pertumbuhan dan

Kelangsungan Hidup (Survival Rate) Ikan Mas

(Cyprinuscarpio) yang Dipelihara Dalam Wadah Terkontrol Dengan Padat Penebaran Berbeda. Media Litbang Sulawesi Tengah 2 (2) : 126-13.

Wirawan, Anissa Ayu. 2014. Tingkat Kelangsungan Hidup Lamun Yang Ditransplantasi Secara Multispesies di Pulau Barang Lompo. Skripsi. Universitas Hasanuddin. Makassar.

Gambar

Gambar 1. Peta lokasi penelitian  B. Alat dan Bahan
Gambar 2.Gambar Lamun Satu (1)          sampai Lima (5) Tegakan
Tabel 1. Pengelompokkan variabel bebas
Gambar  4.Pertambahan  Tinggi  Lamun           Cymodocea  rotundata  pada           Metode TERFs
+6

Referensi

Dokumen terkait

(2) Karakteristik petani anggota seperti umur, luas lahan, tingkat pendidikan, jumlah tanggungan dengan dan lama keanggotaan mempunyai perbedaan dari setiap

Pakar lain berpendapat pula, bahwa makna leksikal adalah makna kata ketika kata itu berdiri sendiri, baik dalam bentuk leksem atau bentuk berimbuhan yang maknanya kurang lebih

Penelitian ini bertujuan menentukan konsentrasi dan lama perendaman kulit dalam larutan alkali (NaOH) dan asam asetat terbaik serta menentukan karakteristik kolagen dari kulit

Bagi meneruskan projek penerbitan buku, pada tahun 2015 Yayasan telah menerbitkan satu lagi buku yang bertajuk Dahsyatnya Basmallah, Kunci Sakti Membuka Pintu Kehidupan

Hal tersebut diperjelas dalam keputusan menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor : tersebut diperjelas dalam keputusan menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

Sayangnya, penilaian-penilaian nasional tersebut tidak dapat dibandingkan dengan satu sama lain dan tidak diterapkan untuk orang dewasa, sehingga meskipun memberikan indikasi

Hasan Langgulung merupakan seorang tokoh pendidikan Islam yang memiliki corak pemikiran yang merumuskan definisi pendidikan Islam dengan membaginya kepada tiga

Azwar menyatakan bahwa sampel merupakan sebagian dari populasi dan harus memiliki ciri-ciri atau karakteristik yang dimiliki oleh populasi (Azwar, 2011).. penugasan