1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Visi dan Misi
Sesuai Visi dan Misi Presiden Republik Indonesia, Kementerian Kesehatan dalam rencana strategis 2015 – 2019 pun mengemban visi dan misi yaitu “Terwujudnya Indonesia yang Berdaulat, Bermandiri, dan Berkepribadian Berlandaskan Gotong-royong”.
Selanjutnya terdapat 9 agenda prioritas yang dikenal dengan NAWA CITA yang ingin diwujudkan pada Kabinet Kerja yakni: Menghadirkan kembali Negara untuk melindungi segenap bangsa dan memberikan rasa aman pada seluruh warga Negara; Membuat pemerintah tidak absen dengan membangun tata kelola pemerintahan yang bersih, efektif, demokratis dan terpercaya; Membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangka Negara kesatuan; Menolak Negara lemah dengan melakukan reformasi system dan penegak hukum yang bebas korupsi, bermartabat dan terpercaya; Meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia; Meningkatkan Produktifitas rakyat dan daya saing di pasar Internasional; Mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakkan sektor-sektor strategis ekonomi domestik; Melakukan revolusi karakter bangsa; Memperteguh kebhinekaan dan memperkuat restorasi sosial Indonesia.
Pembangunan Kesehatan pada periode 2015 – 2019 adalah Program Indonesia Sehat dengan sasaran meningkatkan derajat kesehatan dan status gizi masyarakat melalui upaya kesehatan dan pemberdayaan masyarakat yang didukung dengan perlindungan finansial dan pemerataan pelayanan kesehatan.
Dukungan Direktorat PPBB terhadap Kementerian Kesehatan dalam meningkatkan upaya promosi kesehatan dan pemberdayaan masyarakat, serta pembiayaan kegiatan promotif dan preventif diwujudkan dalam bentuk pelaksanaan pencapaian tujuan Direktorat PPBB yaitu terselenggaranya pengendalian penyakit dan penyehatan lingkungan secara berhasil-guna dan berdaya-guna dalam mendukung pencapaian derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya melalui Pengendalian Malaria; Pengendalian Arbovirosis; Pengendalian Zoonosis; Pengendalian Filariasis dan Kecacingan; dan Pengendalian Vektor.
2
B. Tugas Pokok dan Fungsi
Sesuai Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1144/Menkes/Per/VIII/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan, Direktorat Pengendalian Penyakit Bersumber Binatang mempunyai tugas melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan dan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang pengendalian penyakit bersumber binatang.
C. Struktur Organisasi
Direktorat Pengendalian Penyakit bersumber Binatang terdiri atas: 1. Subdirektorat Pengendalian Malaria;
2. Subdirektorat Pengendalian Arbovirosis;
3. Subdirektorat Pengendalian Filariasis dan Kecacingan; 4. Subdirektorat Pengendalian Vektor;
5. Subbagian Tata Usaha; dan 6. Kelompok Jabatan Fungsional.
Berikut adalah bagan Struktur organisasi Direktorat Pengendalian Penyakit Bersumber Binatang sesuai Permenkes 1144 Tahun 2010:
Seksi Standarisasi Seksi Standarisasi Seksi Standarisasi Seksi Standarisasi Seksi Standarisasi Seksi Bimbingan dan Evaluasi Seksi Bimbingan dan Evaluasi Seksi Bimbingan dan Evaluasi Seksi Bimbingan dan Evaluasi Seksi Bimbingan dan Evaluasi Subdirektorat Pengendalian Vektor
Kelompok Jabatan Fungsional (JFT)
Direktur Pengendalian Penyakit Bersumber Binatang
Sub Bagian Tata Usaha
Subdirektorat Pengendalian Malaria Subdirektorat Pengendalian Zoonosis Subdirektorat Pengendalian Filariasis dan Kecacingan Subdirektorat Pengendalian Arbovirosis
3
D. Sumber Daya Manusia
Tahun 2015, Pegawai Negeri Sipil di Lingkungan Direktorat Pengendalian Penyakit Bersumber Binatang berjumlah 96 orang.
Berikut adalah proporsi Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Direktorat PPBB Tahun 2015 berdasarkan tingkat pendidikan, dimana jumlah terbanyak adalah PNS dengan pendidikan Strata 2 yaitu sebanyak 42 orang diikuti PNS dengan pendidikan Strata 1 sebanyak 31 orang.
Grafik proporsi Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Direktorat PPBB berdasarkan tingkat pendidikan tahun 2015
4
BAB II
PERENCANAAN KINERJA
Indikator pencapaian sasaran selama tahun 2015 – 2019 di Direktorat Pengendalian Penyakit Bersumber Binatang sesuai Rencana Strategis adalah sebagai berikut:
1. Presentase Kabupaten/Kota yang melakukan pengendalian vektor terpadu sebesar 80% 2. Jumlah Kabupaten/Kota dengan API < 1/1.000 penduduk sebanyak 400 Kabupaten/Kota 3. Jumlah Kabupaten/Kota endemis Filaria berhasil menurunkan angka mikro filarial menjadi ,
1% sebanyak 75 Kabupaten/Kota
4. Persentase Kabupaten/Kota dengan IR DBD , 49 per 100.000 penduduk sebesar 68% 5. Persentase Kabupaten/Kota yang eliminasi rabies sebesar 85%
Berikut ditampilkan Indikator Kinerja tahun 2015 – 2019 sesuai penjabaran di atas:
No. Indikator Target
2015 2016 2017 2018 2019
1 Persentase Kabupaten/Kota yang melakukan pengendalian vektor terpadu
40% 50% 60% 70% 80%
2 Jumlah Kabupaten/Kota dengan API <1 per 1.000 penduduk
340 360 375 390 400
3 Jumlah Kabupaten/Kota endemis Filaria berhasil menurunkan angka mikrofilaria menjadi < 1%
35 45 55 65 75
4 Persentase Kabupaten/Kota dengan IR DBD < 49 per 100.000 penduduk
60% 62% 64% 66% 68%
5 Persentase Kabupaten/Kota yang eliminasi Rabies
25% 40% 55% 70% 85%
Tabel 1 - Indikator Kinerja Tahun 2015 - 2019
Dengan penyusunan Rencana Strategis maka dibuatlah Perjanjian Kinerja Direktur Pengendalian Penyakit Bersumber Binatang kepada Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan untuk Tahun 2015 sebagai berikut:
5
Perjanjian Kinerja Tahun 2015
Satuan Kerja Direktorat Pengendalian Penyakit Bersumber Binatang
No. Sasaran Program Target
(1) (2) (4) 1. 40 2. 340 3. 35 4. 60 5. 25 Persentase Kabupaten/Kota dengan IR
DBD < 49 per 100.000 penduduk Persentase Kabupaten/Kota yang Eliminasi Rabies Indikator Kinerja (3) Meningkatnya pencegahan dan penanggulangan penyakit bersumber binatang
Persentase Kabupaten/Kota yang melakukan pengendalian vektor terpadu Jumlah Kabupaten/Kota dengan API < 1 per 1.000 penduduk
Jumlah Kabupaten/Kota endemis Filariasis yang berhasil menurunkan angka mikrofilaria menjadi < 1%
Jumlah Anggaran: Rp. 152.602.712.000,-
Tabel 2 - Perjanjian Kinerja Bulan Maret 2015
Pada akhir Tahun 2015, dengan terbitnya Rencana Aksi Program Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan maka Direktorat Pengendalian Penyakit Bersumber Binatang melakukan Revisi terhadap Rencana Aksi Kegiatan sebagai turunan dari RAP Ditjen PP dan PL.
Sesuai dengan Rencana Aksi Kegiatan Direktorat Pengendalian Penyakit Bersumber Binatang Revisi I, Isi Perjanjian Kinerja Direktur Pengendalian Penyakit Bersumber Binatang kepada Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan pada tahun 2015 adalah sebagai berikut:
6
Perjanjian Kinerja Tahun 2015
Satuan Kerja Direktorat Pengendalian Penyakit Bersumber Binatang
No. Sasaran Program Target
(1) (2) (4) 1. 40 2. 340 3. 140 4. 35 5. 60 6. 25 7. 30 8. 30 9. 100 Persentase Rekomendasi kajian
pengendalian penyakit bersumber binatang meningkat 50% dari jumlah rekomendasi tahun 2014
persentase teknologi tepat guna
pengendalian penyakit bersumber binatang meningkat 50% dari jumlah rekomendasi tahun 2014
persentase pelabuhan/bandara/PLBD yang melakukan pengendalian vektor terpadu sebesar 100%
Meningkatnya pencegahan dan penanggulangan penyakit bersumber binatang
Persentase Kabupaten/Kota yang Eliminasi Rabies
Jumlah Kabupaten/Kota endemis yang melakukan pemberian obat massal pencegahan (POMP) Filariasis
Indikator Kinerja (3)
Persentase Kabupaten/Kota yang melakukan pengendalian vektor terpadu
Jumlah Kabupaten/Kota dengan API < 1 per 1.000 penduduk
Jumlah Kabupaten/Kota endemis Filariasis yang berhasil menurunkan angka
mikrofilaria menjadi < 1%
Persentase Kabupaten/Kota dengan IR DBD < 49 per 100.000 penduduk
Jumlah Anggaran: Rp.
7
BAB III
AKUNTABILITAS KINERJA
A. CAPAIAN KINERJA ORGANISASI
Direktorat Pengendalian Penyakit Bersumber Binatang dengan 5 indikator kinerja di tahu 2015 telah mampu mencapai target. Berikut adalah indikator serta capaiannya:
ABSOLUT
%
1
Persentase Kabupaten/Kota yang melakukan
pengendalian vektor terpadu
40
41,2
103
2
Jumlah Kabupaten/Kota dengan API < 1 per
1.000 penduduk
340
379
111,47
3
Jumlah Kabupaten/Kota endemis Filariasis
yang berhasil menurunkan angka mikrofilaria
menjadi < 1%
35
33
94,29
4
Persentase Kabupaten/Kota dengan IR DBD <
49 per 100.000 penduduk
60
66,93
111,55
5
Persentase Kabupaten/Kota yang Eliminasi
Rabies
25
26,13
104,52
REALISASI
TARGET
INDIKATOR KINERJA
NO
Tabel 4 - indikator kinerja dengan target dan capaian di tahun 2015
Dibawah ini dijabarkan analisa terhadap pencapaian indikator kinerja di Direktorat Pengendalian Penyakit Bersumber Binatang:
1. Persentase Kabupaten/Kota yang melakukan pengendalian vektor terpadu
a. Definisi Operasional Indikator
Kabupaten / Kota yang melakukan pengendalian vektor dengan dua atau lebih metode Pengendalian
b. Rumus perhitungan pencapaian indikator
Jumlah Kabupaten/Kota yang melaksanakan pengendalian vektor
--- x 100 % Jumlah Kabupaten/Kota endemis penyakit tular vektor
8 c. Capaian:
Target tahun 2015 terhadap indikator Persentase Kabupaten/Kota yang melakukan pengendalian vektor terpadu adalah sebesar 40% dan diperoleh capaian sebesar 41,2% atau persentase 103%.
Grafik perbandingan target dengan realisasi tahun 2015
d. Analisis penyebab keberhasilan/kegagalan:
Intervensi vektor belum berdasarkan bukti/data vektor (evident based)
Dalam pengendalian vektor secara kimiawi dengan penggunaan insektisida baik oleh masyarakat maupun penentu kebijakan masih menjadi prioritas utama Masih kurangnya tenaga entomologi baik di tingkat pusat, UPT, Provinsi dan atau
Kabupaten/Kota
Adanya resistensi vektor terhadap insektisida
Penggunaan metode pengendalian vektor secara terpadu belum berjalan secara optimal
e. Alternative solusi yang telah dilakukan:
- Melakukan kegiatan pengumpulan data vektor/ surveilans vektor untuk melengkapi data tentang vektor yang akan digunakan dalam pengambilan keputusan
- Melakukan sosialisasi dan advokasi untuk melakukan pengendalian vektor secara terpadu dan penggunaan insektisida / kimiawi merupakan pilihan terakhir
9 - Melakukan kegiatan pelatihan tenaga entomologi
- Melakukan supervise dan memperkuat jejaring kemitraan dengan organisasi profesi, asosiasi dan kalangan universitas
- Melakukan monitoring resistensi vektor terhadap insektisida yang digunakan - Pemetaan spesies, bionomic dan resistensi vektor terhadap insektisida dengan
menggunakan IT
f. Analisis atas efisiensi penggunaan sumber daya
Peningkatan Kabupaten/Kota yang melakukan pengendalian vektor secara terpadu
g. Analisis kegiatan yang menunjang keberhasilan/kegagalan pencapaian target Dilaksanakan mapping vektor di Indonesia berbasis IT/web
Diberdayakan UPT, dalam hal ini BBTKL untuk melakukan konfirmasi vektor secara genotype
Bertambahnya tenaga entomolog baik di UPT maupun di Provinsi, Kabupaten/Kota melalui pelatihan teknis jabatan fungsional
Ditingkatkan perlengkapan untuk kegiatan surveilans vektor dan pengendalian vektor baik di UPT maupun Provinsi dan Kabupaten/Kota
Peningkatan jejaring kerja maupun sumber daya baik dengan organisasi profesi, assosiasi, unuversitas maupun pihak swasta
Peningkatan dukungan peraturan perundang-undangan untuk mendukung pelaksanaan pengendalian vektor baik beruda Perda, Pergub, Permenkes, PP dan lain-lain
Terlaksananya dan makin ditingkatkannya monitoring resistensi vektor terhadap insektisida
2. Jumlah Kabupaten/Kota dengan API < 1.000 penduduk
a. Definisi Operasional Indikator
Jumlah kabupaten/kota dengan jumlah kasus postitif malaria < 1 per 1000 penduduk dalam kurung waktu satu tahun.
10 b. Rumus perhitungan pencapaian indikator
1) Rumus perhitungan API : Jumlah kasus positif malaria
--- x 1000 penduduk Jumlah Penduduk
2) Rumus Perhitungan Indikator : Jumlah seluruh kabupaten/kota yang mencapai API < 1
c. Capaian
Target jumlah kabupaten/kota yang mencapai API < 1 per 1000 penduduk pada tahun 2015 yaitu 340 dengan capaian sebesar 379 kabupaten/kota atau persentase sebesar 111,47 %
Grafik perbandingan antara target dan realisasi terhadap indikator jumlah Kabupaten/kota yang mencapai API< 1/1.000 penduduk tahun 2015
d. Analisis penyebab keberhasilan/kegagalan
Capaian tersebut dipengaruhi oleh berbagai capaian antara lain, seperti: 1) Persentase Pemeriksaan Sediaan Darah
Adalah persentase suspek malaria yang dilakukan konfirmasi laboratorium baik menggunakan mikroskop maupun Rapid Diagnostik Test (RDT) dari semua suspek yang ditemukan. Target yang diharapkan adalah di atas 95%. Pada tahun 2015 jumlah suspek sebanyak 1.599.247 dan dilakukan konfirmasi pemeriksaan darah 1.567.539
11 2) Persentase Pasien Malaria positif yang Diobati sesuai Standar
Adalah proporsi pasien positif yang diobati dengan sesuai pedoman dibandingkan dengan jumlah pasien positif. Angka ini digunakan untuk melihat kualitas pengobatan kasus malaria apakah sesuai dengan standar nasional atau tidak. Artemisinin based Combination Therapy (ACT) saat ini merupakan obat yang paling efektif untuk membunuh parasit malaria. Pemberian ACT harus berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium. Pada tahun 2015 jumlah pasien yang diobati sesuai standar sebanyak 195.780 dan jumlah pasien yang positif malaria adalah 217.025.
3) Meningkatkan Cakupan Penggunaan Kelambu
Pemakaian kelambu berinsektisida merupakan salah satu strategi untuk mengurangi faktor resiko penularan malaria. Kelambu dibagikan kepada penduduk yang tinggal di daerah endemis tinggi malaria (API > 5 per 1000), dengan target minimal 80% penduduk di daerah tersebut mendapatkan perlindungan kelambu berinsektisida. kelambu dibagikan hanya kepada kelompok risiko tinggi yang tinggal didaerah fokus yaitu ibu hamil dan bayi.
e. Alternative solusi yang telah dilakukan
1) Peningkatan akses layanan malaria yang bermutu Desentralisasi pelaksanaan program oleh Kab/kota Integrasi kedalam layanan kesehatan primer
Penemuan dini dengan konfirmasi dan pengobatan yang tepat sesuai dengan standar dan pemantauan kepatuhan minum obat.
Penerapan sistem jejaring public-privite mix layanan malaria. 2) Pencegahan dan Pengendalian vektor terpadu
3) Intervensi kombinasi (LLIN, IRS, Larvasida, pengelolaan lingkungan, personal protection, profilaksis),
Berbasis bukti
Pendekatan kolaboratif
4) Pemantauan efektifitas dan resistensi OAM.
5) Penguatan Surveilans termasuk surveilans migrasi, Sistem Kewaspadaan Dini Kejadian Luar Biasa (SKD-KLB) dan penanggulangan KLB.
12 7) Penguatan kemitraan melalui Forum Gerakan Berantas kembali Malaria
(GebrakMalaria).
8) Penguatan manajemen fungsional program, advokasi dan promosi program dan berkontribusi dalam penguatan sistem kesehatan.
9) Penguatan komitmen pemerintah pusat dan daerah dalam kesinambungan pemenuhan kebutuhan program.
10) Penguatan sistem informasi strategis dan penelitian operasional untuk menunjang basis bukti program.
f. Analisis atas efisiensi penggunaan sumber daya
Pada tahun 2015 Anggaran untuk Sub Direktorat Malaria dalam rangka mencapai
indikator kinerja sebesar Rp 135.860.111.000,- terealisasi sebesar Rp. 122.548.227.318,- (90,20%).
Dengan capaian penyerapan sebesar 90,20%, program malaria dapat mencapai target kinerja jumlah Kabupaten/Kota yang mencapai API <1. Pada tahun 2015 jumlah kabupaten/kota yang mencapai API < 1 yaitu sebesar 379 Kabupaten/Kota dari target pada tahun 2015 adalah sebesar 340 Kabupaten/Kota.
g. Analisis kegiatan yang menunjang keberhasilan pencapaian target
Beberapa kegiatan untuk mencapai target kinerja telah dilaksanakan pada tahun 2015. Kegiatan tersebut bersumber dana APBN maupun Hibah/donor, berikut kegiatan program malaria pada tahun 2015:
1) Pertemuan Pengembangan panduan Kegiatan Surveilans Migrasi di KKP
2) Workshop Advokasi Penganggaran berbasis pendekatan Gugus Pulau, Halmahera 3) Pertemuan Monitoring dan Evaluasi Program Malaria Tingkat Nasional
4) Pelatihan Peningkatan Kapasitas Manajemen Logistik dan Administrasi 5) Pertemuan Koordinasi dalam Eliminasi Malaria
6) Monitoring dan Evaluasi dalam Rangka Pemantapan QA Dan Jejaring Laboratorium di Aceh
7) Persiapan Pelaksanaan Program Pengendalian Malaria Dengan Kesehatan Ibu, Anak Dan Imunisasi
8) Persiapan Pelatihan Manajemen Quality Assurance Mikroskopis Malaria 9) Penyusunan Rencana Aksi Nasional (RAN) Menuju Eliminasi Malaria 10) Evaluasi Kelambu Massal Di Wilayah Kawasan Timur Indonesia
13 11) Pertemuan Pembahasan Hasil Assesment Eliminasi Malaria
12) Penyerahan Sertifikat Eliminasi Malaria Kepada Kota Payakumbuh
13) Peringatan Hari Malaria Sedunia di Kabupaten Fak-Fak Provinsi Papua Barat 14) Jambore Fasilitator PLA Kader Malaria Desa ke-2 tingkat Provinsi Maluku Utara 15) Pelaksanaan Terpadu Program Pengendalian Malaria Dengan Program Kesehatan
Ibu, Anak, Dan Imunisasi Di Daerah Kawasan Timur
3. Jumlah Kabupaten/Kota endemis yang melakukan pemberian obat massal pencegahan (POMP) Filariasis
a. Definisi Operasional Indikator:
merupakan angka absolut yang menunjukkan jumlah kabupaten/kota endemis yang melakukan POPM Filariasis baik yang tahun pertama/kedua/ketiga/keempat/kelima.
b. Rumus perhitungan pencapaian indikator
Kabupaten/Kota endemis filariasis di Indonesia sebanyak 241 kabupaten/Kota. Pada tahun 2015 diharapkan/ditargetkan yang melaksanakan POMP Filariasis adalah 140 Kabupaten/Kota. Jadi rumus perhitungan pencapainan Indikator adalah akumulasi jumlah kabupaten/kota melakukan POPM Filariasis pada tahun 2015.
c. Capaian:
Tahun 2015, capaian terhadap jumlah Kabupaten/Kota endemis yang melakukan pemberian obat massal pencegahan (POMP) Filariasis sebesar 144 Kabupaten/Kota atau persentase sebesar 102,86%
Grafik perbandingan target dan realisasi terhadap jumlah Kabupaten/Kota endemis yang melakukan pemberian obat massal pencegahan (POMP) Filariasis tahun 2015
14 d. Analisis penyebab keberhasilan/kegagalan:
Koordinasi lintas Kementerian untuk mendukung pelaksanaan POMP Filariasis dengan duikeluarkanya surat Edaran Menteri Dalam Negeri No………. tentang pelaksanaan Bulan Eliminasi Kaki Gajah/BELKAGA dan No……..tentang… Meningkatkan Advokasi/Sosialisasi POMP Filariasis di kabupaten/kota
Komitmen Pemerintah Daerah dalam pelaksanaan Pemberian Obat Massal Pencegahan/POMP Filariasis.
e. Alternative solusi yang telah dilakukan
Pelaksanaan Bulan pemberian Obat Filariasis melalui pelaksanaan Bulan Eliminasi Kaki Gajah/BELKAGA.
f. Analisis atas efisiensi penggunaan sumber daya
Dukungan semua aspek pembiayaan operasional melalui dan Dekonsentrasi, APBD maupun donasi.
4. Jumlah Kabupaten/Kota endemis Filariasis berhasil menurunkan angka mikrofilaria menjadi < 1%
a. Definisi Operasional:
Menurunkan angka absolut yang menunjukkan jumlah kab/kota yang telah selesai melakukan Pemberian Obat Pengobatan Massal (POPM) Filariasis selama 5 tahun berturut, kemudian 6 bulan setelahnya pada pemeriksaan darah jari berhasil menurunkan angka mikrofilaria (mf rate) atau menjadi < 1%.
b. Rumus perhitungan pencapaian indikator:
Jumlah kumulatif kabupaten/kota yang telah selesai melakukan Pemberian Obat Pengobatan Massal (POPM) Filariasis selama 5 tahun berturut-turut dan 6 bulan kemudian dilakukan pemeriksaan darah jari memberikan hasil angka mikrofilaria (mf rate) < 1%.
c. Capaian:
Target tahun 2015 sebanyak 35 Kabupaten/Kota endemis Filariasis berhasil menurunkan angka mikrofilaria menjadi < 1% dengan realisasi Jumlah
15 Kabupaten/Kota endemis Filaria berhasil menurunkan angka mikrofilaria menjadi < 1% tahun 2015 sebanyak 33 Kabupaten/Kota (94.3%).
PROVINSI NO KAB/KOTA Kepulauan Bangka
Belitung 1 Bangka Barat
2 Belitung Kepulauan Riau 3 Kota Dumai Sumatera Barat 4 Lima Puluh Koto
5 Kota Bukit Tinggi 6 Agam
7 Pesisir Selatan Kalimantan Tengah 8 Kota Waringin Barat
Gorontalo 9 Kota Gorontalo
10 Gorontalo 11 Gorontalo Utara 12 Pahuwoto 13 Parigi Mountong Sulawesi Tenggara 14 Bombana
15 Kolaka Utara Sulawesi Selatan 16 Enrekang
17 Luwu Timur Sulawesi Barat 18 Polewali Mandar Nusa Tenggara Timur 19 Alor
20 Rote Ndao
Riau 21 Pelalawan
22 Kauntan Singingi Sumatera Utara 23 Labuhan Batu
Banten 24 Kota Serang
25 Tangerang
16
Jawa Barat 27 Kota Bogor
28 Bandung 29 Bekasi 30 Kota Depok
Papua 31 Merauke
32 Jayapura
Maluku Utara 33 Tidore Kepulauan
Tabel – Kabupaten/Kota Endemis Filaria yang berhasil menurunkan angka mikrofilaria menjadi <1% di tahun 2015
d. Analisis penyebab keberhasilan/kegagalan:
- Kurangnya partisipasi masyarakat dalam minum obat sehingga cakupan POPM Filariasis masih dibawah target (< 65%).
- Keterlambatan distribusi obat ke kabupaten/kota sehingga pelaksanaan POPM mundur dari waktu yang telah ditentukan.
- Keterlambatan distribusi bahan promosi (KIE) Filariasis ke kabupaten/kota sehingga sosialisasi Pemberian Obat Pencegahan Massal (POPM) Filariasis di masyarakat kurang optimal.
e. Alternative solusi yang telah dilakukan: (ditambahkan jika masih ada lagi??)
- Peningkatan promosi POPM Filariasis melalui media yang efektif dengan menggunakan pendekatan kearifan lokal.
- Mempersiapkan SDM baik di tingkat pusat maupun daerah, konsolidasi, koordinasi serta upaya penguatan kapasitas lainnya.
- Melaksanakan pembinaan dan asistensi teknis program eliminasi filariasis di tingkat provinsi, kabupaten, dan puskesmas.
f. Analisis atas efisiensi penggunaan sumber daya :
Kerjasama lintas sektor/program dan lintas kementerian/lembaga dalam menggalang dukungan, antara lain :
- Surat Edaran Menteri Dalam Negeri tanggal 13 Agustus 2015 Nomor. 443/4499/SJ tentang Program Percepatan Penanggulangan Penyakit Menular Tropik Terabaikan,
17 - Buku Saku Kader Pemberian Obat Pencegahan Massal (POPM) Filariasis,
- Stiker Pemberian Obat Pencegahan Massal (POPM) Filariasis, - Dialog Interaktif di televisi dan radio,
- Penayangan Iklan Layanan Masyarakat.
g. Analisis kegiatan yang menunjang keberhasilan/kegagalan pencapaian target: (mohon menampilkan semua kegiatan yang dilaksanakan baik menggunakan Dana APBN maupun Bantuan Luar Negeri)
- Bulan Eliminasi Kaki Gajah (Belkaga), - Sosialisasi Filariasis secara Intensif,
- Penyediaan Dana Operasional POPM Filariasis lewat Dana Dekon - Survei Penilaian Endemisitas Filariasis
- Survei Evaluasi Mid Term Filariasis
- Survei di Sentinel dan Spot Check Site Pasca POPM Filariasis - Survei Penilaian Transmisi (Transmission Assesment Survey = TAS) - Pengamatan Pengendalian Filariasis
- Koordinasi NTF/Pokja Filariasis
- Koordinasi Komite Ahli Pengobatan Filariasis (KAPFI) - Asistensi Teknis Pengembangan Program Filariasis
- Advokasi/Sosialisasi dalam Rangka Pengembangan/Peningkatan Program Eliminasi Filariasis
- Pertemuan Koordinasi Seluruh Pemangku Kebijakan Dalam Rangka Bulan Eliminasi Kaki Gajah Oktober 2015.
- Pertemuan Koordinasi Tingkat Provinsi.
- Monitoring dan Evaluasi dalam rangka Bulan Eliminasi Kaki Gajah - Investigasi Kasus Kejadian Ikutan POMP Filariasis
- Pengamatan dan Pengendalian F. Buski
- Pengamatan dan Pengendalian Program Cacingan - Koordinasi LS/LP Program P2 Filariasis dan Kecacingan
- Pertemuan Koordinasi LS/LP Program P2 Filariasis dan Kecacingan - Pelatihan Tenaga Mikroskopis Schistosomiasis
- Pengamatan dan Pengendalian Schistosomiasis - Pertemuan Koordinasi Pengendalian Schistosomiasis
18
5. Persentase Kabupaten/Kota dengan IR DBD < 49 per 1.000 penduduk
a. Definisi Operasional Indikator:
Persentase kab/kota dengan angka yang menunjukan kasus/kejadian penyakit dalam suatu populasi pada waktu tertentu < 49/100.000
b. Rumus perhitungan pencapaian indikator
Jumlah kabupaten/kota dengan Indeks Rate Demam Berdarah Dengue kurang dari 49/100.000 penduduk dibagi jumlah total kabupaten/kota endemis Demam Berdarah Dengue pada tahun yang sama
c. Capaian:
Jumlah kabupaten/kota yang mencapai target IR < 49/100.000 penduduk sebanyak 344 Kabupaten/Kota atau 66,93 %. Target ini sudah mencapai 111,5 % dari target capaian 60 % kabupaten/kota yang mencapai IR < 49/100.000 penduduk pada tahun 2015. Target di tahun 2015 sebanyak 60% atau 308 Kabupaten/Kota dengan total jumlah Kabupaten/Kota se-Indonesia adalah 514 Kabupaten/Kota.
Grafik perbandingan target dan realisasi terhadap jumlah Kabupaten/Kota yang mencapai target IR< 49/100.000 penduduk tahun 2015
d. Analisis penyebab keberhasilan/kegagalan:
Pada tahun 2015 promosi PSN 3M Plus dilakukan melalui media TV dan radio Mempromosikan Gerakan 1 rumah 1 Jumantik pada saat Peringatan Asean
Dengue Day tahun 2015 dan pada pertemuan Nasional bagi seluruh pengelola DBD tingkat provinsi, BBTKL PP dan KKP seluruh Indonesia.
19 e. Alternative solusi yang telah dilakukan
Telah dimulai sosialisasi Pokjanal di beberapa provinsi
Melibatkan Anak Sekolah dan Pramuka sebagai kader jumantik f. Analisis atas efisiensi penggunaan sumber daya
Seluruh rumah tangga ikut dalam melakukan kegiatan PSN 3M Plus melalui Gerakan 1 rumah 1 Jumantik
g. Analisis kegiatan yang menunjang keberhasilan/kegagalan pencapaian target
Surveilans Sistem Sentinel Dengue dilakukan di 6 Provinsi, yang bertujuan untuk mengetahui sero tipe dengue yang beredar di wilayah tersebut. Dengan tujuan sebagai antisipasi kemungkinan terjadinya KLB DBD.
Pengadaan RDT DBD sebagai alat test diagnostik untuk mengetahui adanya virus dengue dengan cepat sehingga upaya pemutusan mata rantai penularan dan tatalaksana penyakit DBD dapat segera dilakukan.
Penyediaan logistik (Larvasida dan Insektisida) untuk pemenuhan kebutuhan pengendalian vektor.
Melakukan bimbingan teknis baik melalui supervisi maupun pertemuan kepada pengeloa DBD baik di tingkat provinsi maupun akb/kota agar dapat melaksanakan sesua SOP.
6. Persentase Kabupaten/Kota yang Eliminasi Rabies
a. Definisi Operasional Indikator
Eliminasi rabies adalah menghilangkan kasus rabies (Lyssa) di suatu daerah (kabupaten/kota), dimana kasus lyssa kurang dari satu selama 2 tahun berturut-turut.
b. Rumus perhitungan pencapaian indikator: Jumlah kab./kota yang kasus lyssanya
kurang dari 1 selama 2 tahun berturut-turut x 100% Jumlah total kab./kota yang mempunyai
20 c. Capaian
Tahun 2015, Jumlah Kabupaten/kota yang kasus lyssanya kurang dari 1 selama 2 tahun berturut-turut (tahun 2014 - 2015) sebanyak 69 Kabupaten/Kota. Dengan total kabupaten/kota yang mempunyai kasus lyssa pada tahun 2015 sebanyak 264 Kabupaten/Kota se-Indonesia.
Target tahun 2015 sebanyak 25% Kabupaten/Kota Capaian 2015 adalah: 69/264 x 100% = 26,13%
d. Analisis penyebab keberhasilan/kegagalan: Penyebab keberhasilan:
- Minimal cakupan Vaksinasi hewan penular rabies (HPR) sebesar 70%
- Sosialisasi kepada masyarakat, tokoh agama, tokoh masyarakat tentang bahaya rabies dan bagaimana pengendalian di masyarakat
- Meningkatnya kemampuan petugas kesehatan dalam penanganan kasus gigitan hewan penular rabies
- Ketersediaan vaksin anti rabies baik untuk HPR maupun untuk tatalaksana post exposure serta pre exposure pada kelompok risiko tinggi
- Koordinasi antara dinas kesehatan dan peternakan dalam sosialisasi, penyelidikan epidemiologi
- Bimbingan teknis secara intesif untuk daerah yang kasus gigitan hewan penular rabiesnya tinggi
Penyebab kegagalan:
- Komitmen pemerintah daerah dalam penanggulangan rabies
- Ketidak pedulian masyarakat terhadap pengendalian rabies
- Kepercayaan masyarakat pada dukun dalam mengobati kasus gigitan hewan penular rabies
- Masih sulit menjangkau puskesmas terdekat
- Rabies center yang belum optimal
e. Alternative solusi yang telah dilakukan
- Melakukan TOT pada petugas kesehatan dan peternakan secara terpadu dalam pengendalian rabies
21 - Melakukan sosialisasi tentang pengendalian rabies pada guru-guru (sektor
pendidikan)
- Melakukan sosialisasi tentang pengendalian rabies pada sektor pariwisata
- Penyedian vaksin anti rabies dan serum anti rabies
f. Analisis atas efisiensi penggunaan sumber daya
- Masyarakat yang dapat membantu petugas dari sektor hewan dalam hal mendata kepemilikan HPR di wilayahnya masing-masing
- Dalam hal tatalaksana kasus gigitan HPR, sumber daya manusia (masyarakat) dapat ditingkatkan dalam melakukan cuci luka gigitan HPR
- Untuk masyarakat yang memiliki hewan peliharaan dapat melakukan vaksinasi secara berkala dengan biaya/dana sendiri
- Disosialisasikan bahwa masyarakat dapat membawa hewan peliharaannya ke dinas peternakan setempat untuk mendapatkan vaksinasi (efisiensi biaya operasional petugas yang harus ke rumah-rumah penduduk untuk melakukan vaksinasi)
g. Analisis kegiatan yang menunjang keberhasilan/kegagalan pencapaian target
- Penyediaan Vaksin anti rabies dan serum anti rabies, tidak bisa hanya disiapkan oleh pusat, namun perlu dukungan dari daerah masing-masing
- Perlu dilakukan sosialisasi tentang pengendalian dan tatalaksana rabies di daerah terancam dan bebas, agar daerah tersebut tetap bebas dari rabies
- Sosialisasi pengendalian rabies pada tenaga guru
- Pembuatan media KIE untuk pelajar
- Sosialisasi pengendalian rabies untuk pelajar, yang dilakukan oleh tenaga pengajar yang telah mengikuti sosialisasi pengendalian rabies
22
B. REALISASI ANGGARAN
Pada awal tahun 2015, Pagu DIPA Direktorat Pengendalian Penyakit Bersumber Binatang sebesar Rp. 152.602.712.000,-
NO SUBDIREKTORAT PAGU %
1 Pengendalian Malaria 69.245.147.000 45,38 2 Pengendalian Arbovirosis 23.394.906.000 15,33 3 Pengendalian Zoonosis 13.005.760.000 8,52 4 Pengendalian Filariasis dan Kecacingan 24.889.359.000 16,31 5 Pengendalian Vektor 22.067.540.000 14,46
152.602.712.000
100,00
TOTAL
Tabel – Pagu awal tahun 2015 berdasarkan Subdirektorat
Kemudian ada beberapa kali dilakukan revisi Pagu DIPA, hingga di akhir tahun 2015 menjadi sebesar Rp. 222.630.007.000
APBN PHLN
1 Pengendalian Malaria 68.772.935.000 67.087.176.000 135.860.111.000 2 Pengendalian Arbovirosis 30.702.620.000 565.100.000 31.267.720.000 3 Pengendalian Zoonosis 13.005.760.000 1.507.538.000 14.513.298.000 4 Pengendalian Filariasis dan Kecacingan 21.793.481.000 2.996.642.000 24.790.123.000 5 Pengendalian Vektor 15.960.115.000 238.640.000 16.198.755.000 150.234.911.000 72.395.096.000 222.630.007.000 SUMBER DANA JUMLAH NO SUB DIREKTORAT TOTAL
23 Berdasarkan pagu akhir tahun 2015, berikut adalah tabel realisasi anggaran Direktorat Pengendalian Penyakit Bersumber Binatang:
PAGU
%
APBN
150.234.911.000
128.850.787.269
85,77
PHLN
72.395.096.000
63.858.130.044
88,21
TOTAL
222.630.007.000
192.708.917.313
86,56
REALISASI
RUPIAHSUMBER DANA
Tabel – Pagu dan Realisasi Akhir Tahun 2015
Berikut ditampilkan matriks sandingan indikator kinerja terhadap penggunaan anggaran pada Direktorat Pengendalian Penyakit Bersumber Binatang pada tahun 2015:
ABSOLUT %
1 Persentase Kabupaten/Kota yang melakukan
pengendalian vektor terpadu 40 41,2 103 16.198.755.000 14.685.977.870 90,66
2 Jumlah Kabupaten/Kota dengan API < 1 per
1.000 penduduk 340 379 111,47 135.860.111.000 121.166.109.084 89,18
3 Jumlah Kabupaten/Kota endemis Filariasis
yang berhasil menurunkan angka mikrofilaria menjadi < 1%
35 33 94,29 24.790.123.000 18.845.061.896 76,02
4 Persentase Kabupaten/Kota dengan IR DBD <
49 per 100.000 penduduk 60 66,93 111,55 31.267.720.000 27.183.502.813 86,94
5 Persentase Kabupaten/Kota yang Eliminasi
Rabies 25 26,13 104,52 14.513.298.000 10.828.265.650 74,61 222.630.007.000 192.708.917.313 86,56 TOTAL REALISASI TARGET INDIKATOR KINERJA
24
BAB IV
PENUTUPAN
Direktorat Pengendalian Penyakit bersumber Binatang dengan struktur organisasi terdiri atas 5 Subdirektorat yaitu Subdirektorat Pengendalian Malaria, Subdirektorat Pengendalian Arbovirosis, Subdirektorat Pengendalian Filariasis dan Kecacingan, Subdirektorat Zoonosis, Subdirektorat Pengendalian Vektor dan Subbagian Tata Usaha. Di tahun 2015 memiliki 5 indikator kinerja sesuai pada Rencana Aksi Kegiatan yang mengacu pada Rencana Aksi Program dan Rencana Strategis dengan capaian akhir tahun yang semuanya berhasil atau tercapai sesuai target. Hal ini tidak terlepas dari sumber daya manusia serta anggaran yang menunjang guna mencapai 5 indikator kinerja Direktorat.
Dengan dana yang dikelola sebesar Rp. 222.630.007.000,- realisasi sebesar Rp. 192.708.917.313,- atau persentase sebesar 86,56%.
Harapan untuk tahun yang akan datang yaitu peningkatan kualitas sumber daya manusia serta komitmen bersama untuk dapat mencapai sesuai target yang ditentukan.