• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sistem Peradilan Pidana

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Sistem Peradilan Pidana"

Copied!
26
0
0

Teks penuh

(1)

Sistem Peradilan Pidana

Sistem Peradilan Pidana

A.

A. PenPengertgertian Sisian Sistem Ptem Peraderadilan Pilan Pidanidanaa

Isti

Istilahlah Criminal Justice SystemCriminal Justice System  atau Sistem Peradilan Pidana (SPP)  atau Sistem Peradilan Pidana (SPP) menunjukka

menunjukkan n mekanisme kerja dalam mekanisme kerja dalam penanggulpenanggulangan kejahatan denganangan kejahatan dengan mempergunakan dasar “pendekatan sistem”.

mempergunakan dasar “pendekatan sistem”.

P

Penendedekakatatan n sisiststem em teterrhahadadap p peperaradidilalan n pipidadana na pepertrtamama a kakalili diperkenalkan oleh Frank Remington, yang terdapat dalam laporan pilot diperkenalkan oleh Frank Remington, yang terdapat dalam laporan pilot pr

proyeoyek k tahtahun un !"!"# # tententantang g rakrakayaayasa sa admadminiinistrstrasi asi perperadiadilan lan pidpidanaana melalui pendekatan sistem di Amerika Serikat. $agasan ini kemudian di melalui pendekatan sistem di Amerika Serikat. $agasan ini kemudian di letakan kepada mekanisme administrasi peradilan pidana dan di%eri nama letakan kepada mekanisme administrasi peradilan pidana dan di%eri nama Criminal Justice system

Criminal Justice system. $agasan ini mun&ul karena pada 'aktu itu di. $agasan ini mun&ul karena pada 'aktu itu di Amerika Serikat tingkat kriminalitas semakin meningkat dan se%aliknya Amerika Serikat tingkat kriminalitas semakin meningkat dan se%aliknya ke

keperper&a&ayaayaan n masmasyaryarakakat at terterhadhadap ap apaaparat rat penpenegaegak k huhukukum m semsemakiakinn menurun, hal ini diaki%atkan karena pendekatan yang digunakan dalam menurun, hal ini diaki%atkan karena pendekatan yang digunakan dalam penegakan hukum adalah hukum dan keterti%an.

penegakan hukum adalah hukum dan keterti%an.

elalui pendekatan sistem ini di Amerika Serikat dan di %e%erapa elalui pendekatan sistem ini di Amerika Serikat dan di %e%erapa negara ropa menjadi model yang

negara ropa menjadi model yang dominan dengan menitik%eratkan padadominan dengan menitik%eratkan pada “the administration o* justi&e” serta mem%erikan perhatian yang sama “the administration o* justi&e” serta mem%erikan perhatian yang sama terhadap semua komponen dalam penegakan hukum.

terhadap semua komponen dalam penegakan hukum.

R

Remingemington ton dan dan +hli+hlin n mengemengemukamukakan kan   “-r“-riminiminal al ustiusti&e &e SystSystemem da

dapapat t didiarartitikakan n sese%a%agagai i pepemamakakaiaian n pependndekekatatan an sisiststem em teterhrhadadapap me

mekakaninismsme e adadmimininiststrarasi si peperaradidilalan n pipidadanana. . SeSe%a%agagai i susuatatu u sisiststemem,, peradilan pidana merupakan hasil interaksi antara peraturan perundang/ peradilan pidana merupakan hasil interaksi antara peraturan perundang/ und

undanganganan, , prapraktektek k admadminiiniststrasrasi i dadan n sisikakap p ataatau u tintingkgkah ah laklaku u sososiasial.l. Pengertian sistem itu sendiri mengandung implikasi suatu proses interaksi Pengertian sistem itu sendiri mengandung implikasi suatu proses interaksi ya

yang ng didipepersrsiaiapkpkan an sese&a&ara ra rarasisiononal al dadan n dedengngan an &a&ara ra e0e0sisien en ununtutukk mem%erikan hasil tertentu dengan segala keter%atasannya”.

(2)

Sist

Sistem em PerPeradiladilan an PidPidanaana (Crim(Criminal Justiinal Justice ce SystSystem)em) adalah “sistemadalah “sistem dal

dalam am suasuatu tu masmasyaryarakakat at ununtuk tuk menmenanganggulgulangangi i masmasalaalah h kekejahjahataatann”.”.

en

enanganggulgulangangi i adadalaalah h ususaha aha menmengengendaldalikikan an kkejaejahathatan an agaagar r %er%eradaada dal

dalam am %at%atasas/%a/%atas tas toltoleraeransnsi i dendengan gan menmenyelyelesaesaikaikan n se%se%agagian ian %es%esarar lapo

laporan ran maupmaupun un kekeluhaluhan n masymasyarakarakat at yang yang menjmenjadi adi korkor%an %an kejkejahataahatann dengan mengajukan pelaku kejahatan ke sidang pengadilan untuk diputus dengan mengajukan pelaku kejahatan ke sidang pengadilan untuk diputus %ersalah serta mendapat pidana di samping itu ada hal lain yang tidak %ersalah serta mendapat pidana di samping itu ada hal lain yang tidak ka

kalah lah penpentinting g adaadalah lah menmen&eg&egah ah terterjadjadinyinya a kokor%ar%an n kkejaejahahatan tan sersertata men&egah pelaku untuk

men&egah pelaku untuk mengulangi kejahatamengulangi kejahatannya.nnya.

1.

1. 22ujuan Sisujuan Sistem Pertem Peradilan Padilan Pidana menuruidana menurut Part Para Ahlia Ahli

Sist

Sistem em PePeradiradilan lan PidPidana ana adaladalah ah sissistem tem daladalam m suatsuatu u masyamasyarakarakatt untuk menanggulangi kejahatan, dengan tujuan 

untuk menanggulangi kejahatan, dengan tujuan 

a.

a. en&en&egah masegah masyarakyarakat menjaat menjadi kodi kor%an kr%an kejahejahatanatan33 %.

%. eenynyelelesesaiaikakan n kakasusus s kkejejahahatatan an yayang ng teterjrjadadi i sesehihingnggaga masyarakat puas %ah'a keadilan telah ditegakkan dan yang masyarakat puas %ah'a keadilan telah ditegakkan dan yang %ersalah dipidana3

%ersalah dipidana3 &.

&. enengusgusahaahakakan n mermerekeka a yanyang g perpernah nah melmelakakukukan an kekejahjahataatann tidak mengulangi lagi kejahatannya.

tidak mengulangi lagi kejahatannya.

4ala

4alam m sistsistem em peraperadiladilan n pidapidana na pelapelaksanaksanaan an dan dan penypenyelengelenggaangaan penegakan hukum pidana meli%atkan %adan/%adan yang masing/masing penegakan hukum pidana meli%atkan %adan/%adan yang masing/masing memil

memiliki iki *ung*ungsi si sendsendiri/siri/sendiendiri. ri. 1ada1adan/%adn/%adan an tersterse%ut e%ut yaitu yaitu kekepolipolisiansian,, ke

kejaksajaksaan, an, pengpengadiladilan an dan dan lem%alem%aga ga pemapemasyarsyarakatakatan. an. 4ala4alam m kerkerangangkaka ke

kerjrja a sitsitemaematik tik ini ini tintindadakakan n %ad%adan an yanyang g satsatu u akakan an %er%erpenpengargaruh uh papadada %adan yang lainnya.

%adan yang lainnya.

1er

1erkakaitaitan n dendengan gan hal hal terterse%se%ut, ut, SuSudardarto to menmengatgatakakan an InsInstantansi/si/ instansi terse%ut masing/masing menetapkan hukum dalam %idang dan instansi terse%ut masing/masing menetapkan hukum dalam %idang dan 'e'enangnya. Pandangan penyelenggaran tata hukum pidana demikian 'e'enangnya. Pandangan penyelenggaran tata hukum pidana demikian itu dise%ut model kemudi (stuur model). adi kalau polisi misalnya hanya itu dise%ut model kemudi (stuur model). adi kalau polisi misalnya hanya mem%eri marah pada orang yang melanggar peraturan lalu lintas dan mem%eri marah pada orang yang melanggar peraturan lalu lintas dan

(3)

tidak mem%uat proses 5er%al dan meneruskan perkaranya ke 6ejaksaan, itu se%enarnya merupakan suatu keputusan penetapan hukum. 4emikian pula keputusan 6ejaksaan untuk menuntut atau tidak menuntut seseorang dimuka pengadilan. Ini semua adalah %agian/%agian dari kegiatan dalam rangka penegakan hukum, atau dalam suasana kriminologi dise%ut “&rime &ontrol” suatu prinsip dalam penanggulangan kejahatan ini ialah %ah'a tindakan/tindakan itu harus sesuai dengan nilai/ nilai yang hidup dalam masyarakat.

Selanjutnya tampak pula, %ah'a sistim peradilan pidana meli%atkan penegakan hukum pidana, %aik hukum pidana su%stanti*, hukum pidana *ormil maupun hukum pelaksanaan pidana, dalam %entuk yang %ersi*at pre*enti*, represi* maupun kurati*. 4engan demikian akan nampak keterkaitan dan saling ketergantungan antar su% sistim peradilan pidana yakni lem%aga kepolisian, kejaksaan, pengadilan dan lem%aga pemasyarakatan. 1ahkan dapat ditam%ahkan di sini 7em%aga Penasehat 8ukum dan asyarakat.

 2ujuan Sistem Peradilan Pidana menurut para Ahli 

. ardjono Reksodipoetro

arjono Reksodipoetro mem%erikan %atasan %ah'a sistem peradilan pidana adalah sistem pengendalian kejahatan yang terdiri dari lem%aga/lem%aga kepolisian, kejaksaan, pengadilan, dan lem%aga pemasyarakatan. 1erdasarkan apa yang dikemukakan oleh arjono terse%ut terlihat %ah'a komponen atau su% sistem dalam sistem peradilan pidana adalah kepolisian, kejaksaan, pengadilan dan lem%aga pemasyarakatan.

ardjono Reksodipoetro menentukan %ah'a tujuan dari 9Sistem Peradilan Pidana9 adalah 

) en&egah masyarakat menjadi kor%an kejahatan

:) enyelesaikan kasus kejahatan yang terjadi sehingga masyarakat puas %ah'a keadilan telah ditegakkan dan yang %ersalah dipidana

(4)

;) engusahakan agar mereka yang pernah melakukan kejahatan tidak mengulangi lagi kejahatannya.

:. uladi

uladi mengemukakan %ah'a sistem peradilan pidana merupakan suatu jaringan (network ) peradilan yang menggunakan hukum pidana materiil, hukum pidana *ormal maupun hukum pelaksanaan pidana. <amun kelem%agaan ini harus dilihat dalam konteks sosial. 8al ini dimaksudkan untuk men&apai keadilan sesuai dengan apa yang di&ita/ &itakan oleh masyarakat.

enurut uladi, tujuan Sistem Peradilan Pidana dapat dikategorikan se%agai %erikut 

) 2ujuan jangka pendek, apa%ila yang hendak di&apai resosialisasi dan reha%ilitasi pelaku tindak pidana.

:) 2ujuan jangka menengah, apa%ila yang hendak di&apai le%ih luas yakni pengendalian dan pen&egahan kejahatan dalam konteks politik kriminal (-riminal Poli&y).

;) 2ujuan jangka panjang, apa%ila yang hendak di&apai adalah kesejahteraan masyarakat (so&ial 'el*are) dalam konteks politik sosial (So&ial Poli&y).

;. 4a5ies

enurut 4a5ies mengatakan %ah'a tujuan sistem peradilan pidana antara lain

) enjaga masyarakat dengan men&egah kejahatan yang akan terjadi, dengan mereha%ilitasi terpidana atau orang/orang yang diperkirakan mampu melakukan kejahatan.

:) enegakkan hukum dan respek kepada hukum dengan memastikan pem%inaan yang %aik kepada tersangka, terdak'a atau terpidana, mengeksekusi terpidana dan men&egah masyarakat yang tidak %ersalah dari tuntutan hukum.

(5)

;) enjaga hukum dan keterti%an.

=) enghukum pelanggar kejahatan sesuai dengan prinsip keadilan.

#) em%antu kor%an kejahatan.

=. >ahya harahap

enurut >ahya 8arahap, tujuan sistem peradilan pidana dapat dirumuskan 

) en&egah masyarakat menjadi kor%an kejahatan

:) enyelesaikan kejahatan yang terjadi sehingga masyarakat puas %ah'a keadilan telah ditegakan dan yang %ersalah dipidana

;) 1erusaha agar mereka yang pernah melakukan kejahatan tidak mengulangi lagi per%uatannya.

#. Ro%ert 4. Pursley

Ro%ert 4. Pursley, mem%edakan tujuan sistem peradilan pidana atas tujuan utama dan tujuan penting lainnya, yaitu 

) 2ujuan utama, diantaranya untuk melindungi 'arga masyarakat dan untuk memelihara keterti%an masyarakat.

:) 2ujuan penting lainnya adalah se%agai %erikut  a. men&egah kejahatan

%. menekan prilaku yang jahat dengan &ara menahan para pelanggar dengan mana men&egah mereka untuk melakukan kejahatan sudah tidak mempan (tidak e*ekti*) lagi

&. meninjau kea%sahan dari tindakan atau langkah yang telah dilakukan di dalam men&egah dan menekan kejahatan

d. menempatkan se&ara sah apakah %ersalah mereka yang ditahan, atau tidak

e. menempatkan se&ara pantas atau layak mereka yang se&ara sah telah dinyatakan %ersalah

(6)

*. mem%ina atau memper%aiki para pelanggar hukum.

4ari pemaparan diatas dapat disimpulkan %ah'a tujuan dari sistem peradilan pidana yaitu untuk men&egah terjadinya kejahatan, akan tetapi tujuan itu tidak akan ter&apai apa%ila sistem terse%ut atau komponen/ komponen yang merupakan %agian/%agian dari sistem peradilan pidana %elum dapat %erjalan dengan %aik sesuai dengan 'e'enang yang di%erikan, oleh karena itu komponen/komponen yang telah ditentukan, dalam menjalankan ke'enangannya harus sesuai dengan ke'enangan yang telah ditentukan kepadanya, karena apa%ila salah satu komponen telah menjalankan sesuatu yang sesuatu itu telah keluar dari ke'enangannya maka akan %erdampak pada komponen/komponen yang lain dan hal ini akan mempengaruhi kinerja komponen/komponen se&ara keseluruhan.

 adi pada hakekatnya di%entuknya sistem peradilan pidana mempunyai dua tujuan, yaitu tujuan internal sistem dan tujuan eksternal.  2ujuan internal, agar ter&iptanya keterpaduan atau sinkronisasi antar su%sistem/su%sistem dalam tugas menegakkan hukum. Sedangkan tujuan eksternal untuk melindungi hak/hak asasi tersangka, terdak'a dan terpidana sejak proses penyelidikan sampai proses pemidanaan. 4engan demikian, se%enarnya tujuan dari sistem peradilan pidana %aru selesai apa%ila pelaku kejahatan telah kem%ali terintegrasi ke dalam masyarakat, hidup se%agai anggota masyarakat umumnya yang taat pada hukum.

(7)

Perkem%angan Pendekatan Sistem dalam Peradilan Pidana

Pa&ker mem%edakan pendekatan normati* kedalam dua model yaitu &rime &ontrol pro&ess dan due &ontrol pro&ess dan pem%edaan ke dua model terse%ut sesuai dengan kondisi sosial, %udaya dan struktural masyarakat Amerika Serikat.

Polarisasi pendekatakan normati* ke dalam sistem peradilan pidana terse%ut tidak %ersi*at mutlak, sehingga operasionalisasi kedua model ini dilandaskan pada asumsi yang sama se%agai %erikut 

a. Penetapan suatu tindakan se%agai tindak pidana harus le%ih dahulu ditetapkan jauh se%elum proses identi0kasi dan kontak dengan seorang tersangka pelaku kejahatan atau asas “e? post *a&to la'” atau asas undang/undang tidak %erlaku surut.

%. 4iakuinya ke'enangan yang ter%atas pada aparatur penegak hukum untuk melakukan tindakan penyidikkan dan penangkapan terhadap seorang tersangka pelaku kejahatan

&. Seorang pelaku kejahatan adalah su%jek hukum yang harus dilindungi dan %erhak atas peradilan yang jujur dan tidak memihak

. -rime -ontrol Pro&ess

-rime &ontrol model le%ih mengutamakan pro*esionalisme pada aparat penegak hukum untuk menyingkap, men&ari dan menemukan

(8)

pelaku tindak pidana. Pro*esional yang merupakan si*atnya, maka peraturan yang %ersi*at *ormal sering dilanggar, dan kadang/kadang untuk mendapatkan %arang %ukti, para pro*esionalis ini memaksakan &ara/&ara ilegal untuk tujuan &epat dan e@siensi. Sehingga untuk menghindari ham%atan dari proses pidana itu maka ke'enangan ke%ijakan dari penegak hukum itu seringkali diperluas. 4an dalam kenyataannya %ah'a -rime -ontrol odel ini sering dipertentangkan se%agai kurang manusia'i dan tidak menghormati 8ak Asasi anusia.  -rime -ontrol odel adalah sistem %erjalan sangat &epat. 4alam model ini, pemeriksaan harus ditangani oleh tenaga yang ahli (e?pert), agar tidak terjadi kesalahan. Aas yang dipakai adalah “presumption o* guilty” (praduga %ersalah) dan %erdiri diatas konsep “*a&tual guilt”. 8er%ert 7. Pa&ker dalam %ukunya yang %erjudul 2he 7imits o* -riminal San&tion dimana dise%utkan %ah'a dimensi dari -rime -ontrol odel %ertitik tolak kepada keadilan dengan titik tolak tindakan represi* merupakan keadilan yang ingin di&apai guna menekan angka kejahatan. 4ilihat dari segi asas yang dipakai, 6B8AP mengikuti asas Cpraduga tak %ersalahD (presumption o* inno&ent) yang %iasa dipakai dalam model due proses model , %ukan asas “praduga %ersalah” (presumption o* guilty) yang %iasa dipakai dalam model&rime &ontrol model.

8al ini tampak dalam Penjelasan 6B8AP, 1agian I Bmum ke/tiga, yang menyatakan setiap orang yang disangka, ditangkap, ditahan, dituntut dan atau dihadapkan di muka sidang pengadilan, 'aji% dianggap tidak %ersalah sampai adanya putusan pengadilan yang menyatakan kesalahannya dan memperoleh kekuatan hukum tetap. Selain menunjukkan asas apa yang dipakai oleh 6B8AP, penjelasan terse%ut juga mengisyaratkan %ah'a putusan pengadilan (yang %erkekuatan hukum tetap) adalah inti dari proses peradilan, karena penentuan salah atau tidaknya terdak'a sangat tergantung padanya.

 Asas Cpresumption o* inno&entD adalah asas yang adanya adalah dalam model 4B PR+-SS +47, dan salah satu &iri khas dari 4B PR+-SS +47 lainnya adalah pentingnya peran pengadilan se%agai tujuan akhir proses dan se%agai tempat untuk menentukan %ersalah atau tidaknya

(9)

terdak'a. Sehingga, %ila dilihat dari segi asas yang dipakai dan peran dari pengadilan dalam rangkaian proses peradilan, se&ara normati* 6B8AP &enderung pada model 4B PR+-SS +47. 8al terse%ut adalah %ila dilihat dari hukum a&ara se&ara umum. Agar le%ih jelas, %erikut adalah analsis dari tahap pemeriksaan pendahuluan sampai tahap persidangan di pengadilan.

<ilai/nilai yang melandasi &riminal &ontrol pro&ess adalah 

. 2indakan represi* terhadap suatu tindakan &riminal merupakan *ungsi terpenting dari suatu proses peradilan

:. Perhatian utama harus ditujukan kepada e0siensi dari suatu penegakkan hukum untuk menyeleksi tersangka, menetapkan kesalahannya dan menjamin atau melindungi hak tersangka dalam proses peradilan

;. Proses kriminal penegakkan hukum harus dilaksanakan %erlandaskan prinsip &epat (speedy) dan tuntas (0nality) dan model yang dapat mendukung proses penegakkan hukum terse%ut adalah harus model administrati5e dan menyerupai model manajerial

=. “Asas praduga %ersalah” atau “presumption o* guilt” akan menye%a%kan sistem ini dilaksanakan se&ara e0sien

#. Proses penegakkan hukum harus menitik%eratkan kepada kualitas temuan/temuan *akta administrati5e. +leh karena temuan terse%ut akan mem%a'a kearah 

a. Pem%e%asan seorang tersangkka dari pem%unuhan

%. 6esediaan tersangka menyatakan dirinya %ersalah atau plead o*  guilty

 2erkait dengan hal terse%ut di atas, le%ih lanjut 8er%ert Pa&ker (!E" #E/#") menyatakan &iri/&iri model terse%ut antara lain adalah . 2he -rime -ontrol odel tends to the emphasie this ad5ersary

aspe&t o* the pro&ess. 2he Pro&ess odel tends to make it &entral3 a. (odel pengendalian kejahatan &enderung menekankan aspek

yang %erla'anan dan proses itu. odel proses itu &enderung menjadikannya pusat) .

:. 2he 5alue system thal underlies the -rime -ontrol odel is %ased on the pmposition thal the repression o*&riminal &ondu&t is %y*ar the

(10)

most important *un&tion to %e per*ormed %ythe &riminal pro&ess. In order to a&hie5e this high purpose, the -rime -ontrol odel reuires thal primary attention %e paid to the e@&ien&y 'ith 'hi&h the &riminal pro&ess operates to s&reen suspe&t deterinine guilt and se&ure appropriate dispositions o* prison &on5i&ted o* &rime3

%. (Sistem nilal yang mendasari model pengendalian kejahatan didasarkan pada proposisi %ah'a repsesi perilaku kriminal adalah *ungsi yang paling penting dilakukan oleh proses kriminal. Bntuk men&apal tujuan yang tinggi ini, model pengendalian kejahatan menuntut perhatian utama untuk e0siensi yang dengannya proses kriminal %eroperasi untuk melindungi kesalahan tersangka dan mengamankan disposisi yang &o&ok untuk penjara karena melakukan kejahatan.

;. 2he presumption o* guilt, as it operates in the -rime -ontrol odel, GG Ha'asan 4ue Proses o* 7a' 4alam Sistem Peradilan Pidana is the operation e?pression o* thal &on0den&e. It 'ould %e a inistake to think o* the presumption o* guilt as the opposite o* the presumption o* inno&en&e thal 'e are so used to thinking o* as the polestar o* the &riminal pro&ess and thal 'as 'e shall see, o&&upies an important position in the 4ue Pro&ess odel3 (Anggapan %ersalah, seperti yang %erlaku pada odel Pengendalian 6ejahatan, adalah pernyataan perlakuan dan keyakinan itu. Adalah salah %ila anggapan %ersalah itu se%agai la'an dan anggapan tidak %ersalah %ah'a kita sangat ter%iasa memikirkan se%agai %intang kutu% dan proses kriminal dan itu yang akan kita lihal, menempati posisi penting pada odel Perlindungan 8ak).

=. I* the -rime -ontrol odel resem%les an assem%ly line, the 4ue Pro&ess odel looks 5ery mu&h like an o%sta&le &ourse. (ika odel Pengendalian 6ejahatan menyerupai sistem pekerjaan, odel Perlindungan 8ak kelihalannya persis sama dengan rangkaian kesulitan yang harus dile'ati).

-rime &ontrol model mengutamakan e0siensi dalam pen&egahan kejahatan. >ang dimaksud dengan e0siensi disini ialah kemampuan pihak

(11)

yang %er'enang untuk melakukan penahanan, pemidanaan, dan pem%inaan pelaku kejahatan yang diketahui melakukan per%uatan melanggar hukum. +leh karena -- terse%ut mengutamakan e0siensi dalam pen&egahan kejahatan, maka model terse%ut dinamakan juga assem%ly line &on5eyor %elt atau sistem “%an %erjalan”. 4engan mengandalkan pada sistem “%an %erjalan” terse%ut, tentu ada tindakan/ tindakan yang dilakukan tanpa dianalisis se&ara seksama, dan hal seperti itu akan mengaki%atkan terjadinya pelanggaran hukum.

Apa%ila sistem “%an %erjalan” atau assem%ly line &on5eyor %elt di%andingkan dengan Pasal E Bndang/Bndang<o. " 2ahun !" tentang 6B8AP dapat ditarik kesimpulan %ah'a di Indonesia “sistem %an %erjalan” tidak dianut, oleh karena penangkapan %agi seorang hanya dimungkinkan apa%ila ada dugaan keras telah melakukan tindak pidana %erdasarkan %ukti yang &ukup.

:. 4ue Pro&ess odel

4ue pros&es model digam%arkan se%agai jalan yang %erliku dan penuh ham%atan. 4alam model ini, yang terpenting adalah kesesuaian dengan hukum a&ara yang ada, ke&epatan tidak menjadi prioritas. 4ue Proses odel memperke&il kesalahan karena selalu %erjalan di atas rel aturan, namun akan menim%ulkan le%ih %anyak kor%an. 8al ini karena polisi tidak %isa %ertindak se%elum putusan yang mengikat. 1aik -RI -+<2R+7 +47 maupun 4B PR+-SS +47, keduanya tetap %erjalan diatas koridor hukum a&ara, karena keduanya hanyalah ke&enderungan model yang ada dalam praktek. -RI -+<2R+7 +47 maupun oleh model 4B PR+-SS +47, dimana terhadap ke'enangan penguasa dalam melakukan penyidikan maupun ke'enangan penanganan terhadap mereka yang dituduh melakukan tindak pidana, di%erikan %atasan/ %atasan tertentu. 8anya saja, %atasan yang tampak dalam model -RI -+<2R+7 +47 relati* le%ih longgar di%andingkan 4B PR+-SS +47.

4ilihat dari segi asas yang dipakai, 6B8AP mengikuti asas Cpraduga tak %ersalahD (presumption o* inno&ent) yang %iasa dipakai dalam model

(12)

4B PR+-SS +47, %ukan asas Cpraduga %ersalahD (presumption o*  guilty) yang %iasa dipakai dalam model -RI -+<2R+7 +47. 8al ini tampak dalam Penjelasan 6B8AP, 1agian I Bmum ke/tiga, yang menyatakan setiap orang yang disangka, ditangkap, ditahan, dituntut dan atau dihadapkan di muka sidang pengadilan, 'aji% dianggap tidak %ersalah sampai adanya putusan pengadilan yang menyatakan kesalahannya dan memperoleh kekuatan hukum tetap. Selain menunjukkan asas apa yang dipakai oleh 6B8AP, penjelasan terse%ut juga mengisyaratkan %ah'a putusan pengadilan (yang %erkekuatan hukum tetap) adalah CintiD dari proses peradilan, karena penentuan salah atau tidaknya terdak'a sangat tergantung padanya.

Asas Cpresumption o* inno&entD adalah asas yang adanya adalah dalam model 4B PR+-SS +47, dan salah satu &iri khas dari 4B PR+-SS +47 lainnya adalah pentingnya peran pengadilan se%agai tujuan akhir proses dan se%agai tempat untuk menentukan %ersalah atau tidaknya terdak'a. Sehingga, %ila dilihat dari segi asas yang dipakai dan peran dari pengadilan dalam rangkaian proses peradilan, se&ara normati*  6B8AP &enderung pada model 4B PR+-SS +47.8al terse%ut adalah %ila dilihat dari hukum a&ara se&ara umum. Agar le%ih jelas, %erikut adalah analsis dari tahap pemeriksaan pendahuluan sampai tahap persidangan di pengadilan.

<ilai/nilai yang melandasi due pro&ess model adalah

. 6emungkinan adanya *a&tor kelalaian yang si*atnya manusia'i atau human error menye%a%kan model ini menolak in*ormal *a&t 0nding pro&ess se%agai &ara untuk menetapkan se&ara de0niti5e *a&tual guilt seseorang. odel ini mengutamakan *ormal/adjudi&ati5e dan ad5ersary *a&t/0nding. 8al ini %erarti dalam setiap kasus tersangka harus diajukan ke muka pengadilan yang tidak memihak dan diperiksa sesudah tersangka memperoleh hak yang penuh untuk mengajukan pem%elaannya.

:. odel ini menekankan kepada pen&egahan (pre5enti* measures) dan menghapuskan sejauh mungkin kesalahan mekanisme administrasi peradilan

(13)

;. odel ini %eranggapan %ah'a menempatkn indi5idu se&ara utuh dan utama di dalam proses peradilan dan konsep pem%atasan 'e'enang *ormalsangat memperhatikan kom%inasi stigma dan kehilangan kemerdekaan yang dianggap merupakan pen&a%utan hak asasi seseorang yang hanya dapat dilakukan oleh <egara. Proses peradilan dipandang se%agai &oer&i5e (menekan), restri&ting (mem%atasi) dan merendahkan marta%at (demeaning).

=. odel ini %ertitik tolak dari nilai yang %ersi*at anti terhadap kekuasaan sehingga model ini memegang teguh doktrin  legal/guilt. 4oktrin ini memiliki konsep pemikiran se%agai %erikut

a. Seseorang dianggap %ersalah apa%ila penetapan kesalahannya dilakukan se&ara pro&edural dan dilakukan oleh mereka yang mereka yang memiliki ke'enangan untuk tugas terse%ut

%. Seseorang tidak dapat dianggap %ersalah sekalipun kenyataan akan mem%eratkan jika perlindungan hukum yang di%erikan undang/undang kepada orang yang %ersangkutan tidak e*ekti*. Penetapan kesalahan seseorang hanya dapat dilakukan oleh pengadilan yang tidak memihak. 4alam konseo legal guilt ini terkandung asas praduga tak %ersalah atau persuption o* innon&e. # $agasan persamaan dimuka hakim atau euality %e*ore the la' le%ih

diutamakan, %erarti pemerintah harus menyediakan *asilitas yang sama untuk setiap orang yang %erurusan dengan hukum. 6e'aji%an pemerintah ialah menjamin %ah'a ketidakmampuan se&ara ekonomis seorang tersangka tidak akan menghalangi haknya untuk mem%ela dirinya di muka pengadilan.

G. 4ue pro&ess model le%ih mengutamakan kesusilaan dan kegunaan sanksi pidana (&riminal san&tion).

 2ujuan khusus due pro&ess model adalah sekurang/kurangnya melindungi mereka yang *a&tual tidak %ersalah (*a&tually inno&ent) sama halnya dengan menuntut mereka yang *a&tual %ersalah (*a&tually guilty).

(14)

1aik -rime -ontrol odel maupun 4ue Pro&ess odel, keduanya tetap %erjalan diatas koridor hukum a&ara, karena keduanya hanyalah ke&enderungan model yang ada dalam praktek. +leh karena itu, -rime -ontrol odel %ukan %erarti melanggar 8A, karena masih tetap pada 4ue Pro&ess o* 7a' se%agaimana ditentukan oleh konstitusi.

Se%agai sistem, maka kedua model ini tentu memiliki sisi le%ih dan sisi kurang. 8al ini akan le%ih jelas dalam ta%el %erikut

 2a%le Per%andingan System 4ue Pro&ess 4an -rime -ontrol odels 

Crime control models Due process

a. Represif 

%. Presumption of Guilt  &. Informal Fact Finding d. Factual Guilt Eciency .

a. Pre!entif 

%. Presumption of Innocence &.  "d#udicati!e

d.  "d#udicati!e

e. $egal Guilt Eciency 

4ari sisi tujuan yang ingin di&apai, maka per%edaan kedua model ini %isa dilihat dari ta%el %erikut

 Nomor Model Sistem Peradilan Pidana

Tujuan yang ingin dicapai dari Sistem Peradilan Pidana Tersebut

1. Due Proses Model

(DPM)

Menggambarkan suatu versi yang diidealkan tentang bagaimana sistem harus bekerja sesuai dengan gagasan-gagasan atau sifat yang ada dalam aturan hukum. Hal ini meliputi prinsip-prinsip tentang hak-hak  terdakwa, asas praduga tidak bersalah, hak  terdakwa untuk diadili secara adil, persamaan di depan hukum dan peradilan.

(15)

. Crime Control Model (CCM)

!istem yang bekerja dalam menurunkan atau mencegah dan mengekang kejahatan dengan menuntut dan menghukum mereka yang  bersalah. "ebih menjaga dan melayani masyarakat. #olisi harus berjuang melawan kejahatan.

;. 4ue Pro&ess +* 7a' dan Aplikasinya

Penerapan due pro&ess o* la' merupakan salah satu &iri dalam <egara hukum di Indonesia, yaitu adanya upaya perlindungan terhadap kor%an kejahatan dan harus dapat diterapkan dalam penyelesaian masalah hukum pidana.

Pengertian Cdue pro&ess o* la'D se&ara etimologi atau %ahasa teram%il dari kata 4ue yang artinya “8ak” sehingga memiliki arti Cdue pro&ess o* la'D se%agai ,mendapat perlindungan atau pem%elaan diri se%agai hak. 4alam istilah yang dise%utkan dalam tata paham <egara hukum (due pro&ess o* la') diartikan penegakan hukum dengan &ara tidak %ertentangan dengan hukum. Istilah due pro&ess o* la' mempunyai konotasi %ah'a segala sesuatu harus dilakukan se&ara adil. 6onsep due pro&ess o* la' se%enarnya terdapat dalam konsep hak/hak *undamental (*undamental rights) dan konsep kemerdekaanke%e%asaan yang terti% (ordered li%erty).

6onsep due pro&ess o* la' yang prosedural pada dasarnya didasari atas konsep hukum tentang “keadilan yang *undamental” (*undamental *airness).Perkem%angan , due pro&ess o* la' yang prosedural merupakan suatu proses atau prosedur *ormal yang adil, logis dan layak, yang harus dijalankan oleh yang %er'enang, misalnya dengan ke'aji%an mem%a'a surat perintah yang sah, mem%erikan pem%eritahuan yang pantas.

  6esempatan yang layak untuk mem%ela diri termasuk memakai tenaga ahli seperti penga&ara %ila diperlukan, menghadirkan saksi/saksi yang &ukup, mem%erikan ganti rugi yang layak dengan proses negosiasi atau musya'arah yang pantas, yang harus dilakukan manakala %erhadapan dengan hal/hal yang dapat mengaki%atkan pelanggaran

(16)

terhadap hak/hak dasar manusia, seperti hak untuk hidup, hak untuk kemerdekaan atau ke%e%asan (li%erty), hak atas kepemilikan %enda, hak mengeluarkan pendapat, hak untuk %eragama, hak untuk %ekerja dan men&ari penghidupan yang layak, hak pilih, hak untuk %erpergian kemana dia suka, hak atas pri5asi, hak atas perlakuan yang sama (eual prote&tion) dan hak/hak *undamental lainnya.

Sedangkan yang dimaksud dengan due pro&ess o* la' yang su%stansi* adalah suatu persyaratan yuridis yang menyatakan %ah'a pem%uatan suatu peraturan hukum tidak %oleh %erisikan hal/hal yang dapat mengaki%atkan perlakuan manusia se&ara tidak adil, tidak logis dan se'enang/'enang. 4alam setiap <egara 8ukum, dipersyaratkan %erlakunya asas legalitas dalam segala %entuknya (due pro&ess o* la'), yaitu %ah'a segala tindakan pemerintahan harus didasarkan atas peraturan perundang/undangan yang sah dan tertulis. Peraturan perundang/undangan tertulis terse%ut harus ada dan %erlaku le%ih dulu atau mendahului tindakan atau per%uatan administrasi yang dilakukan. 4engan demikian, setiap per%uatan atau tindakan administrasi harus didasarkan atas aturan atau Crules and pro&eduresD (regels). Prinsip normati5e demikian nampaknya seperti sangat kaku dan dapat menye%a%kan %irokrasi menjadi lam%an.

+leh karena itu, untuk menjamin ruang gerak %agi para peja%at administrasi negara dalam menjalankan tugasnya, maka se%agai pengim%ang, diakui pula adanya prinsip C*rijsermessenD yang memungkinkan para peja%at tata usaha negara atau administrasi negara mengem%angkan dan menetapkan sendiri C%eleid/regelsD (Cpoli&y rulesD) ataupun peraturan/peraturan yang di%uat untuk ke%utuhan internal (internal regulation) se&ara %e%as dan mandiri dalam rangka menjalankan tugas ja%atan yang di%e%ankan oleh peraturan yang sah.

(17)

1. Dikhotomi dalam Sistem Peradilan Pidana (system Inkuisitur dan system akusatur)

6amus 1esar 1ahasa Indonesia (611I) di·ko·to·mi pem%agian atas dua kelompok yang saling %ertentangan, dari Hikipedia %ahasa Indonesia, ensiklopedia %e%as.

4ikotomi merupakan suatu konsep teologis yang menyatakan %ah'a diri manusia dapat di%edakan dalam dua aspek, yakni ji'a yang %ersi*at rohani dan tu%uh yang %ersi*at  jasmani. 6onsep dikotomi %er%eda dengan dualisme yang juga memisahkan antara tu%uh dan ji'a manusia. 4i dalam konsep dualisme, tu%uh dianggap le%ih rendah dari ji'a, %ahkan tu%uh dipandang jahat. Sedangkan dalam konsep dikotomi, tidak ada anggapan %ah'a tu%uh adalah jahat atau le%ih rendah, kendati tu%uh tidaklah a%adi seperti ji'a.

4alam peradilan pidana dikenal akan adanya : (dua) sistem pemeriksaan, yaitu 3

) Sistem A&&usatoir 3

a. 4alam pemeriksaan dengan sistem ini, tersangka atau terdak'a diakui se%agai su%yek pemeriksaan dan di%erikan ke%e%asan seluas/luasnya untuk melakukan pem%elaan diri atas tuduhan atau dak'aan yang  ditujukan atas dirinya.

%. Pemeriksaan A&&usatoir dilakukan dengan pintu ter%uka, artinya semua orang dapat dan %e%as melihat jalannya pemeriksaan itu.

&. Pemeriksaan A&&usatoir diterapkan dalam memeriksa terdak'a di depan sidang pengadilan.

:) Sistem Inuisitoir 3

a. Sistem pemeriksaan sistem inuisitoir adalah suatu pemeriksaan dimana tersangka atau terdak'a dianggap se%agai o%yek pemeriksaan. 2ersangka atau terdak'a

(18)

dalam sistem ini tidak mempunyai hak untuk mem%ela diri.

%. Pemeriksaan Inuisatoir ini dilakukan dengan pintu tertutup, artinya tidak semua orang dapat dan %e%as melihat jalannya pemeriksaan itu.

&. Pemeriksaan inuisitoir digunakan dalam memeriksa tersangka pada tingkat penyidikan.

4alam usaha untuk menjunjung tinggi hak/hak asasi manusia serta marta%at manusia, sesuai dengan dasar dan *alsa*ah hidup %angsa dan <egara Indonesia, maka Bndang/undang <o. " tahun !" tentang 8ukum A&ara Pidana, telah meletakkan peru%ahan pada sistem pemeriksaan permulaan dan pemeriksaan persidangan dengan meninggalkan sistem pemeriksaan atas landasan 8IR, %ahkan sama sekali %ertolak %elakang. Peru%ahan yang mendasar ialah diletakkannya tersangka se%agai su%yek yang mempunyai hak untuk mem%ela diri di dalam pemeriksaan permulaan di muka penyidikpenyelidik dengan didampingi penasihat hukum. Penasehat hukum ini dapat mengikuti jalannya pemeriksaan se&ara pasi* dengan melihat dan mendengar pemeriksaan yang dilakukan penyidik terhadap tersangka.

4alam 6B8AP terdapat dua golongan mengenai pemeriksaan terhadap orang yang disangka dan orang yang didak'a melakukan tindak pidana yaitu

. Pemeriksaan permulaan (5ooronderoek), yang dilakukan oleh penyidik dan menganut sistem pemeriksaan inquisitoir yang lunak .

:. Pemeriksaan persidangan (gere&htelijk onderoek), yang dilakukan oleh hakim, dianut sistem pemeriksaan a&&usitoir.

(19)

Per%edaan *undamental dari sistem akusatur dengan sistem inkuisitur dimana dalam sistem terakhir, tidak terdapat sama sekali pem%atasan %agi akti5itas ruang gerak penyelidikan atau pemeriksaan. Per%edaan lainnya antara kedua sistem terse%ut di atas ialah dalam sistem akusatur, tertuduh %erhak mengetahui dan mengikuti setiap tahap dari proses peradilan, dan juga %erhak mengajukan sanggahan atau argumentasinya (tersangka diperlakukan se%agai su%yek). Sedangkan dalam sistem inkuisitur, proses penyelesaian perkara dilakukan sepihak dan tertuduh di%atasi dalam mengajukan pem%elaan nya (tersangka diperlakukan se%agai o%yek)

4ikhotomi dalam sistem peradilan pidana yang telah %era%ad/ a%ad yang lampau dijadikan studi per%andingan, de'asa ini telah kehilangan ketajaman per%edaannya. 8almana le%ih menonjol lagi dengan ditemukannya sistem &ampuran (t%e mi&ed type) dalam sistem peradilan pidana, sehingga %atas pengertian antara sistem inkuisitur dan sistem akusatur sudah tidak dapat dilihat lagi se&ara tegas. Bntuk menghindarkan kesimpangsiuran di atas tampaknya kini di daratan ropa, terutama di negara/negara yang menganut -ommon 7a' System, sistem peradilan pidana mengenal dua model, yakni “ t%e ad!ersary model” dan “t%e non'ad!ersary model”

 "d!ersary model dalam sistem peradilan pidana menganut prinsip se%agai %erikut

. Prosedur peradilan pidana harus merupakan suatu “sengketa” (dispute) antara kedua %elah pihak (tertuduh dan penuntut umum) dalam kedudukan (se&ara teoritis) yang sama dimuka pengadilan.

:. 2ujuan utamanya (prosedur) adalah menyelesaikan sengketa yang tim%ul dise%a%kan tim%ulnya kejahatan.

(20)

;. Penggunaan &ara pengajuan sanggahan atau pernyataan ( pleadings) dan adanya lem%aga jaminan dan perundingan.

=. Para pihak atau kontestan memiliki *ungsi yang otonom dan jelas3 peranan penuntut umum ialah melakukan penuntutan3 peranan tertuduh ialah menolak atau menyanggah tuduhan.

Sedangkan “non'ad!ersary model” menganut prinsip %ah'a

. Proses pemeriksaan harus %ersi*at le%ih *ormal dan %erkesinam%ungan serta dilaksanakan atas dasar praduga %ah'a kejahatan telah dilakukan ( presumption of guilt )3

:. 2ujuan utamanya adalah menetapkan apakah dalam kenyataannya per%uatan terse%ut merupakan perkara pidana, dan apakah penjatuhan hukuman dapat di%enarkan karenanya3

;. Penelitan terhadap *akta yang diajukan oleh para pihak (penuntut umum dan tertuduh) oleh hakim dapat %erlaku tidak ter%atas dan tidak %ergantung panda atau tidak perlu memperoleh iin para pihak.

=. 6edudukan masing/masing pihak/penuntut umum dan tertuduh/ tidak lagi otonom dan sederajat3

#. Semua sum%er in*ormasi yang dapat diper&aya dapat dipergunakan guna kepentingan pemeriksaan pendahuluan ataupun di persidangan. 2ertuduh merupakan o%yek utama dalam pemeriksaan.

2. Asal-usul dan Perkeman!an system Inkuisitur

system Inkuisitur merupakan %entuk proses penyelesaian perkara pidana yang semula %erkem%ang di daratan ropa a%ad ke ; sampai dengan a'al pertengahan a%ad ke/!. Proses

(21)

penyelesaian perkara pidana %erdasarkan system Inkuisitur pada masa itu dimulai dengan adanya inisati* penyidik atas kehendak sendiri untuk menyelidiki kejahatan. -ara penyelidikan dan pemeriksaan dilakukan se&ara rahasia. 2ahap pertama yang dilakukan oleh penyidik ialah meneliti apakah suatu kejahatan telah dilakukan, dan melakukan identi0kasi para pelakunya. Apa%ila tersangka pelaku kejahatan telah diketahui dan ditangkap, maka tahap kedua, ialah memeriksa pelaku kejahatan terse%ut. 4alam tahap ini tersangak ditempatkan terasing dan tidak diperkenankan %erkomunikasi dengan pihak lain atau keluarganya. Pemeriksaan atas diri tersangka dan para saksi dilakukan se&ara terpisah dans semua ja'a%an tersangka maupun para saksi dilakukan di%a'ah sumpah dan di&atat dalam %erkas hasil pemeriksaan. 6epada tersangka tidak di%eritahukan dengan jelas isi tuduhan dan jenis kejahatan yang telah dilakukan serta %ukti yang mem%eratkannya. Satu/satunya tujuan pemeriksaan 'aktu itu ialah memperoleh memperoleh pengakuan (&on*ession) dari tersangka. 6hususnya dalam kejahatan %erat, apa%ila tersangka tidak mau se&ara sukarela mengakui per%uatan atau kesalahannya, maka petugas pemeriksa akan memperpanjang penderitaan tersangka melalui &ara penyiksaan (torture) sampai diperoleh pengakuan.

Setelah selesai, petugas pemeriksa akan menyampaikan %erkas hasil pemeriksaannya ke pengadilan. Pengadilan akan memeriksa perkara tersangka hanya atas dasar hasil pmeriksaan se%gaimana ter&antum dalam %erkas dimaksud. Halaupun pada masa itu penuntut umum telah ada, namun tidak memiliki peranan yang %erarti dalam proses penyelenggaran penyelesain perkara, khususnya dalam pengajuan, pengem%angan le%ih lanjut atau dalam penundaan perkara yang %ersangkutan.

Salama pemeriksaan %erkas perkara %erlangsung, tertuduh tidak dihadapkan ke muka sidang pengadilan. 4alam kenyataan

(22)

persidangan dilaksanakan se&ara tertutup. Selama penyelesaian perkara %erlangsung, tertuduh tidak %erhak didampingi pem%ela.. demikianlah gam%aran proses peradilan pidana yang terjadi pada a%ad ke/; sampai dengan a'al pertengahan a%ad ke/!.

Apa%ila diteliti, tampak proses penyelesaian perkara pidana pada masa itu demikian singkat dan sederhana, dan tidak tampak sama sekali perlindungan dan jaminan akan hak asasi seseorang yang tersangkut dalam perkara pidana (tersangka atau tertuduh)

Se&ara hsitoris, gam%aran yang sangat %uruk terhadap pelaksanaan system Inkuisitur pada masa itu sesungguhnya dise%a%kan sangat kejamnya hukum (&ara) pidana yang %erlaku saat itu dan juga dise%a%kan keka%uran pengertian tentang proses peradilan pidana dengan apa yang dikenal atau dise%ut se%agai “2he 8oly Inuisition”.

 2ahap pemeriksaan pendahuluan, pada dasarnya mempergunakan %entuk Inkuisitur akan tetapi proses penyelidikan dapat dilaksanakan oleh the pu%li& prose&utor. 4alam pelaksanaan penyelidikan ini dapat seorang in5estigating judge atau peja%at yang ditunjuk untuk itu dan tidak memihak, untuk melaksanakan pengumpulan %ukti/%ukti %erlainan dengan system Inkuisitur, dalam system ini, akti5itas pengam%ilam %ukti dilakukan dan dapat dihadiri oleh para pihakyang terli%at dalam perkara. 2ertuduh dapat diperiksa oleh pemeriksa, akan tetapi tidak lagi di'aj%kan utnuk menja'a%. Pada akhir proses pemeriksaan pendahuluan atau se%elumnya, tertuduh dan penasihat hukumnya memperoleh hak yang tiada ter%atas untuk meneliti %erkas perkara. 4ari proses pemeriksaan pendahuluan ini, jelas %ah'a proses penemuan %ukti dilakukan se&ara ter%uka.

 2ahap selanjutnya setelah proses pemeriksaan pendahuluan, dilandaskan pada system akusatur. 2ahap ini dimulai penyampaian %erkas perkara kepada “pu%li& prose&utor” yang harus menentukan

(23)

apakah perkara akan diteruskan ke pengadilan. 2idak terdapat suatu proses “arraignment, se%agaimana terjadi pada system “ad5ersary” di <egara Anglo/Amerika. Peradilan dilakukan se&ara ter%uka kedua %elah pihak hadir di persidangan dan memperoleh hak dan kesempatan yang sama untuk saling mengajukan argumentasi dan %erde%at. Pada prinsipnya dalam tahap persidangan ini, semua %ukti yang telah dikumpulkan dari hasil pemriksaan pendahuluan, diajukan oleh para pihak dan diuji kem%ali ke%enarannya. Pelaksanaan pengujian kem%ali dilaksanakan oleh hakim pro*essional khusus untuk keperluan terse%ut. Ia tidak hanya akti* mengajukan pertanyaan kepada para saksi, melainkan juga %er'enang dan diharuskan semua permasalahan yang rele5an dengan isi surat tuduhan. ika dianggap perlu, ia dapat mendengar dan memeprehatikan %ukti yang tidak se&ara *ormal diajukan oleh para pihak. 8al penting lainnya pada tahap ini ialah proses pemeriksaan di persidangan tidak di%edakan dalam *ase “penentuan kesalahan” dan *ase Cpenghukuman”

Apa%ila kita %andingkan system &ampuran atau “the mi?ed” dengan “inuisitorial type” dapat dismpulkan %ah'a se%agian %esar prinsip system terdahulu dilandaskan pada prinsip akusatur. 1ahkan dapat pula dikatakan %ah'a kedudukan system &ampuran ini %erada diantara system inkuisitur dan akusator.

1erdasarkan uraian diatas %ah'a sejak pertengahan a%ad ! didaratan ropa telah dianut system &ampuran, tidak lagi dianut system inkuisitur yang sesungguhnya. ika demikian halnya, 8IR se%agai produk peraturan perundang/undangan masa 8india 1elnda yang %erorientasi perundang/undangan di negeri 1elanda yang disusun oleh komisi 'i&hers, sesungguhnya menganut system &ampuran tidak lagi menganut system inkuisitur disesuikan dengan pemikiran yang %erkem%ang stelah pertengahan a%ad/! tentang system peradilan pidana. Salah satu &iri dianutnya system

(24)

&ampuran dalm 8IR dapat kita lihat dengan di%erikannya peranan yang %esar kepada jaksa penuntut umum, %aik se%agai penyidik maupun se%agai penutut umum, hal ini tidak dapat ditemukan dalam system inkuisitur yang sesungguhnya. -iri lain yang terdapat dalam 8IR di mana sidang dilakukan se&ara ter%uka, tertuduh hadir dipersidangan %ersama/sama jaksa penuntut umum, %aik tertuduh maupun penasihat hukumnya masih diperkanankan mempelajari %erkas perkara se%ulum sidang pengadilan dimulai, tertuduh diperkenankan didampingi penasihat hukumnya, %ahkan diahruskan dalam hal kejahatan yang dian&am hukuman mati.

". Perkeman!an terakhir dalam system peradilan pidana dan per!eseran System Inkuisitor ke Akusator dalam ## acara pidana In!!ris

4ikotomi dalam system peradilan pidana yang telah %era%ad/a%ad sekarang ini tampaknya telah hilang ketajaman per%edaannya. >ang mana telah ditemukannya system &ampuran (the mi?ed type) dalam system peradilan pidana, sehingga %atas pengertian antara system inkuisitur dan akusatur sudah tidak dapat dilihat lagi se&ara tegas. Bntuk menghindar dari kesimpang siuran diatas, tampaknya kini di daratan eropa, terutama di <egara/ negara yang menganut &ommon la' system, system peradilan pidana mengenal dua model system, yakni “ t%e ad!ersary model dan t%e non ad!ersary model”.

Ad5esary model dalam system peradilan pidana menganut prinsip se%agai %erikut

. Prosedur peradilan pidana harus merupakan suatu sengketa“dispute” antara kedua %elah pihak dalam kedudukan yang sama dimuka pengadilan.

:. 2ujuan utama prosedur se%agaimana dimaksud pada %utir  ialah sengketa yang tim%ul dise%a%kan tim%ulnya kejahatan.

(25)

;. Penggunaan &ara pengajuan sanggahan atau pernyataan dan adanya lem%aga jaminan dan perundingan %ukan hanya merupakan suatu keharusan melainkan merupakan suatu hal yang sangat penting.

=. Para p ihak memiliki * ungsi y ang o tonom y ang j elas, peran penuntut umum adalah melakukan penuntutan. Peran tertuduh adalah menolak atau menyanggah tuduhan.

4i lain pihak, <on/ad5esary model menganut prinsip %ah'a

) Proses pemeriksaan harus %ersi*at le%ih *ormal dan %erkesinam%ungan serta dilaksanakan atas dasar praduga %ah'a kejahatan telah dilakukan (presemption o* guilt)

:) 2ujuan utama prosedur pada %utir  diatas adalah menetapkan apakah dalam kenyataannya per%uatan terse%ut merupakan perkara pidana, dan apakah penjatuhan hukuman dapat dapat di%enarkan karenanya.

;) Penelitian terhadap *akta yang diajukan oleh para pihak, oleh hakim dapat %erlaku tidak ter%atas dan tidak tergantung pada atau tidak perlu memperoleh iin para pihak.

=) 6edudukan masing/masing para pihak antara penuntut umum dan tertuduh tidak lagi otonom dan sederajat.

#) Semua in*ormasi yang dapat diper&aya dapat digunakan guna kepentingan pemeriksaan pendahuluan ataupun di persidangan.  2ertuduh merupakan o%jek utama dalam pemeriksaan.

%e rig%t to remain silent  atau hak untuk tidak menja'a% pertanyaan atau hak untuk diam telah mengalami perkem%angan ratusan tahun yang lampau di Inggris, dan sering merupakan pokok pertentangan antara dua system hukum a&ara pidana yaitu sistem akusatur dan system inkuisitur. 6edua sistem terse%ut di%edakan se&ara mendasar dalam metode utama penyelidikan, penyidikan dan dalam proses peradilan, yaitu meletakkan %e%an pem%uktian pada tertuduh untuk mem%uktikan %agi kepentingan dirinya.

(26)

Pengadilan -ommon 7a' tidak menghendaki metode ini dan kemudian mengutamakan %ukti/%ukti yang %e%as dan mandiri. Se%aliknya, pengakuan yang merupakan unsur pokok dalam inkuisitur digunakan atau dianutoleh pengadilan Agama. 4alam pertentangan kedua system ini ternyata system &ommon la' telah %erhasil mempertahankan dan menyelamatkan system pemerintahan yang demokratis dan mempertahankan penggunaan system akusatur seperti halnya dilakukan oleh <egara Amerika Serikat yang di&antumkan di konstitusi negaranya.

<amun di <egara Inggris, irlandia Btara dan Singapura dalam konstitusinya menolak “hak untuk tidak menja'a%” dengan tujuan agar dapat mengendalikan kejahatan, memaksa tersangka mengaku, dan dengan sendirinya akan menge*ekti*kan penuntutan.

Pem%atasan penggunaan hak terse%ut akan menggeser system peradilan pidana dari system akusatur yang menitik%eratkan pada pem%uktian dengan saksi dan %ukti nyata, kepada system inkuisitur yang menitik%eratkan pada proses interogasi tersangka untuk memperoleh %ukti atas kesalahannya.

4alam konteks 6B8AP <omor " tahun !", memang hak terse%ut tidak se&ara eksplisit dinyatakan dalam Bndang/undang ini sehingga peru%ahan yang terjadi di tiga <egara terse%ut, terutama di Inggris tidak akan mem%a'a dampak yang %erarti %agi perkem%angan 8ukum A&ara Pidana di Indonesia.

Referensi

Dokumen terkait

Vera Christina Kemit : Pelaksanaan Sistem Peradilan Pidana Bagi Anak (Studi Kasus Pada Sistem..., 2002 USU Repository © 2008... Vera Christina Kemit : Pelaksanaan Sistem

Mardjono Reksodipoetro, 1993, Sistem Peradilan Pidana Indonesia (melihat pada kejahatan dan penegakan hukum dalam batas-batas toleransi, pidato pengukuhan penerimaan jabatan

Melihat kepentingan korban tindak pidana yang tidak seimbang dengan kepentingan pelaku tindak pidana dalam sistem peradilan pidana yang tertuang dalam Undang-undang No 8 Tahun

Pentingnya kedudukan saksi dalam proses peradilan pidana, telah dimulai sejak awal proses peradilan pidana. Terungkapnya kasus pelanggaran hukum sebagian besar berasal

Berdasarkan uraian diatas dapat diangkat judul skripsi “Keadilan Restoratif bagi korban dari suatu tindak pidana dalam proses peradilan pidana”, dengan permasalahan

Model terpadu dalam penyelenggaraan peradilan pidana dapat dikaji dalam sistem peradilan pidana di Jepang yang memiliki karakteristik : a.adanya sistem pendidikan

Kata Kunci: Pertanggung Jawaban Pidana, Penodaan Agama, Media Sosial Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaturan hukum penodaan agama berdasarkan sistem peradilan pidana

“Optimalisasi Kebijakan Sistem Peradilan Pidana Secara Elektronik Di Masa Pandemi Covid-19.” Justitia: Jurnal Ilmu Hukum dan Humaniora 8, no.. Sukur, Moch Halim, Bayu Kurniadi, and Ray