• Tidak ada hasil yang ditemukan

CRITICAL REVIEW JURNAL DAMPAK PEMEKARAN DAERAH TERHADAP PERKEMBANGAN KOTA TANGERANG SELATAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "CRITICAL REVIEW JURNAL DAMPAK PEMEKARAN DAERAH TERHADAP PERKEMBANGAN KOTA TANGERANG SELATAN"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

CRITICAL

JUDUL JURNAL :

DAMPAK PEMEKARAN DAERAH

TERHADAP

PERKEMBANGAN KOTA TANGERANG SELATAN

PERENCANAAN WILAYAH

ANISA HAPSARI KUSUMASTUTI

|

3613100020

REVIEW

PERENCANAAN WILAYAH

RP 14-1328

(2)
(3)

DAMPAK PEMEKARAN DAERAH TERHADAP PERKEMBANGAN KOTA

TANGERANG SELATAN

Fitria Ayu Vidayani

Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota, Sekolah Arsitektur, Perencanaan dan Pengembangan Kebijakan, ITB.

Abstrak

Pemekaran wilayah merupakan fenomena yang sedang marak terjadi di Indonesia sebagai respon terhadap kebijakan desentralisasi yang diterapkan sejak tahun 1999. Tujuan dari pemekaran ialah untuk mendekatkan pemerintah kepada masyarakat sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan. Seringkali pemekaran yang terjadi tidak dapat membawa kemajuan pembangunan dan tidak dapat mencapai tujuan dari pemekaran tersebut. Kota Tangerang Selatan merupakan salah satu Daerah Otonom Baru (DOB) hasil pemekaran dengan Kabupaten Tangerang yang berlokasi di daerah metropolitan Jabodetabekpunjur. Studi ini bertujuan untuk mengetahui dampak pemekaran wilayah terhadap perkembangan Kota Tangerang Selatan ditinjau dari pertumbuhan ekonomi, pelayanan publik, serta kinerja keuangan daerah. Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa pasca pemekaran daerah, pertumbuhan ekonomi di Kota Tangerang Selatan terus meningkat meskipun belum terlalu signifikan, sedangkan untuk pelayanan publik dan kinerja keuangan daerah, setelah membentuk daerah otonom sendiri peningkatan kinerjanya sangat baik. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa pemekaran wilayah yang terjadi pada Kota Tangerang Selatan membawa dampak yang positif yang cukup baik.

Kata-kunci : dampak, keuangan, pelayanan, pemekaran, perekonomian

Pendahuluan

Kebijakan desentralisasi yang diterapkan di Indonesia sejak tahun 1999 yang diatur dalam UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang kemudian direvisi menjadi UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah telah memberikan kewenangan yang besar bagi pemerintah daerah untuk mengelola daerahnya masing-masing. Hal ini membawa implikasi dimana tiap-tiap daerah berusaha untuk dapat mencapai kemajuan dalam pembangunannya. Kebijakan desentralisasi dan otonomi ini pada akhirnya menimbulkan fenomena pemekaran wilayah yang sangat marak terjadi. Namun, pemekaran yang terjadi seringkali dinilai tidak dapat mencapai tujuan pemekaran, bahkan berdasarkan kajian Kementerian Dalam Negeri

terkait dengan pemekaran daerah menyebutkan, sekitar 70 persen dari 57 daerah baru masuk dalam pemerintahan gagal berkembang, yang setidaknya dilihat dalam tiga tahun pertama pemisahan. Tujuan dari pemekaran daerah yang tercantum dalam Peraturan Pemerintah No. 129 Tahun 2000 Tentang Persyaratan Pembentukan Dan Kriteria Pemekaran, Penghapusan, Dan Penggabungan Daerah antara lain untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan melalui: (1) peningkatan pelayanan kepada masyarakat, (2) percepatan pertumbuhan kehidupan demokrasi, (3) percepatan pelaksanaan pembangunan perekonomian daerah, (4) percepatan pengelolaan potensi daerah, (5) peningkatan keamanan dan ketertiban, serta untuk (6) peningkatan hubungan yang serasi antara Pusat

(4)

Gambar 1. Kerangka Berpikir Penelitian

percepatan pelaksanaan pembangunan perekonomian daerah

peningkatan pelayanan kepada masyarakat

percepatan pengelolaan potensi daerah

Dampak Pemekaran Terhadap Perkembangan Kota Tangerang Selatan

Kebijakan desentralisasi menjadikan Kewenangan Pembangunan menjadi tanggungjawab pemerintah daerah

Tujuan Desentralisasi : Meningkatkan kesejahteraan, pelayanan umum, dan daya saing Pelayanan menjadi

lebih dekat dengan masyarakat

Pemekaran Wilayah Menjadi fenomena yang terjadi secara

intensif dengan didasari oleh berbagai latar belakang yang seringkali tidak sesuai dengan tujuan pemekaran

Tujuan Pemekaran wilayah : Meningkatkan Kesejahteraan (PP No. 129 Tahun 2000)

dan Daerah. Oleh karena itu, perlu diketahui bagaimana dampak pemekaran daerah terhadap tujuan dari pemekaran tersebut.

Kota Tangerang Selatan merupakan salah satu daerah otonom baru hasil pemekaran dari Kabupaten Tangerang pada tahun 2008. Kota Tangerang Selatan terletak di pinggiran Ibukota Jakarta dan termasuk ke dalam Kawasan Metropolitan Jabodetabekpunjur. Perkembangan dan pembangunan Kota Tangerang Selatan ini pada akhirnya akan membawa implikasi terhadap wilayah regionalnya. Oleh karena itu, sebagai daerah otonom yang telah menjalankan pemerintahan daerahnya sendiri selama 3 tahun, dapat diteliti mengenai dampak pemekaran wilayah terhadap perkembangan Kota Tangerang Selatan.

Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi dampak pemekaran wilayah terhadap pembangunan wilayah pada Kota Tangerang Selatan. Untuk mencapai tujuan tersebut, maka dirumuskan beberapa sasaran, yaitu:

a. Teridentifikasi pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan perekonomian masyarakat pasca pemekaran wilayah

b. Teridentifikasi kondisi pelayanan publik pasca pemekaran wilayah

c. Teridentifikasi kinerja keuangan pemerintah daerah pasca pemekaran wilayah

Pemekaran Wilayah di Indonesia

Secara umum terdapat perbedaan persepsi antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Pemerintah pusat, ketika merumuskan PP 129/2000 berkeinginan untuk mencari daerah otonom baru yang dapat berdiri sendiri dan mandiri. Di sisi lain, ternyata pemerintah daerah memiliki pendapat yang berbeda. Pemerintah daerah melihat pemekaran wilayah sebagai upaya untuk secara cepat keluar dari keterpurukan (David Jackson et.al., 2008 dalam Antonius Tarigan, 2010).

Beberapa alasan yang mendorong pemisahan diri suatu daerah atau pemekaran wilayah yaitu (Antonius Tarigan, 2010):

1. Preference for homogenenity (kesamaan kelompok (SARA)) atau historical etnic memungkinkan ikatan sosial dalam satu etnic yang sama perlu diwujudkan dalam satu wilayah yang sama pula.

(5)

2. Fiscal spoil (insentif fiskal untuk memekarkan diri, dapat dari DAU/DAK), adanya jaminan dana transfer, khususnya Dana Alokasi Umum, dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah menghasilkan keyakinan bahwa daerah tersebut akan dibiayai.

3. Bureaucratic and political rent seeking (alasan politik, dan untuk mencari jabatan penting/mobilitas vertikal). Alasan politik dimana dengan adanya wilayah baru akan memunculkan wilayah kekuasan politik baru sehingga aspirasi politik masyarakat jauh lebih dekat. Pada level daerah tentu saja kesempatan tersebut akan muncul melalui kekuasaan eksekutif maupun legislatif.

4. Administratif dispersion, mengatasi rentang kendali pemerintahan. Alasan ini semakin kuat mengingat daerah-daerah pemekaran merupakan daerah yang cukup luas sementara pusat pemerintahan dan pelayanan masyarakat sulit dijangkau. Studi terdahulu mengenai dampak pemekaran wilayah dilakukan oleh BRiDGE Bappenas bekerjasama dengan UNDP, yang mengevaluasi kondisi umum pada saat sebelum pemekaran (tahun 1999), dan ternyata kondisi daerah pemekaran tidak jauh berbeda dengan daerah kontrol. Namun setelah terjadi pemekaran daerah pada periode 2001-2005, posisi daerah DOB jauh tertinggal dari daerah induk maupun daerah kontrol. Pada aspek perekonomian, berdasarkan indikator yang telah diteliti, terdapat dua masalah utama yang dapat diidentifikasi menjadi faktor penyebab ketidakseimbangan perekonomian pada DOB yaitu pembagian potensi ekonomi tidak merata dan beban penduduk miskin lebih tinggi. Pada aspek pelayanan publik, belum optimalnya pelayanan di daerah pemekaran disebabkan oleh sejumlah permasalahan diantaranya adalah tidak efektifnya penggunaan dana, tidak tersedianya tenaga layanan publik, dan belum optimalnya pemanfaatan pelayanan publik. Secara keseluruhan kinerja keuangan daerah pemekaran tampak lebih rendah dibandingkan

daerah kontrol, disebabkan oleh sejumlah permasalahan dalam keuangan daerah diantaranya adalah Ketergantungan fiskal, Optimalisasi pendapatan dan kontribusi ekonomi yang rendah, dan Porsi alokasi belanja modal dari pemerintah daerah yang rendah

Metode

Metode pengumpulan data menggunakan data sekunder berupa data statistik mengenai perkembangan Kota Tangerang Selatan dari aspek ekonomi, pelayanan publik, serta keuangan daerah. Selain itu, juga dilakukan wawancara untuk mengetahui gambaran mengenai upaya yang dilakukan pemerintah daerah dalam pembangunan Kota Tangerang Selatan.

Metode analisis yang digunakan ialah analisis deskriptif kuantitatif untuk menjelaskan kondisi perkembangan yang terjadi di Kota Tangerang Selatan berdasarkan aspek-aspek yang telah ditentukan. Untuk mengetahui dampak pemekaran daerah terhadap perkembangan kota Tangerang Selatan, selain melihat kondisi Kota Tangerang Selatan sendiri, juga dilakukan analisis dengan membandingkan perkembangan yang terjadi dengan Kabupaten Tangerang sebagai kebupaten induk.

Tabel 1. Komponen Analisis Dampak Pemekaran

Wilayah

Atribut Komponen

Dampak Pemekaran Terhadap Pertumbuhan Ekonomi

Pertumbuhan ekonomi daerah

Peningkatan laju pertumbuhan ekonomi daerah

Peningkatan pendapatan per kapita

Kesejahteraan Masyarakat

Indeks Pembangunan Manusia Angka kemiskinan

Angka pengangguran Dampak Pemekaran Terhadap Pelayanan Publik Pelayanan

Pendidikan

Tingkat pelayanan sarana pendidikan

Tingkat pelayanan tenaga pendidik

Pelayanan Kesehatan

Tingkat pelayanan sarana kesehatan

Tingkat pelayanan tenaga medis Dampak Pemekaran Terhadap Kinerja Keuangan Daerah

Penerimaan PAD Tingkat Kemandirian Belanja Alokasi belanja

(6)

Analisis dan Interpretasi

Pada bagian ini akan dijabarkan mengenai analisis dampak pemekaran daerah terhadap perkembangan Kota Tangerang Selatan dari aspek pertumbuhan ekonomi, pelayanan publik, dan kinerja keuangan daerah.

Pertumbuhan Ekonomi

Pertumbuhan ekonomi Kota Tangerang Selatan diukur melalui nilai PDRB dan PDRB perkapita untuk melihat produktivitas dan tingkat pertumbuhan ekonomi daerah tersebut. Tingkat pertumbuhan ekonomi ini dapat menjadi ukuran pembangunan suatu wilayah, namun indikator-indikator tersebut belum cukup untuk menggambarkan dampak pertumbuhan ekonomi bagi kesejahteraan masyarakat yang merupakan subjek dari pembangunan. Oleh karena itu, diperlukan suatu indikator analisis yang secara langsung terkait dengan kesejahteraan penduduk, yaitu IPM, kemiskinan, dan pengangguran.

Gambar 2. PDRB atas Harga Konstan Kota Tangerang

Selatan dan Kabupaten Tangerang (000).

Nilai PDRB Kota Tangerang Selatan menunjukkan bahwa pasca pemekaran, pertumbuhan ekonomi Kota Tangerang Selatan terus tumbuh dengan laju yang cukup baik. Setelah menjadi daerah otonom baru, Kota Tangerang Selatan mengalami laju pertumbuhan nilai PDRB sebesar 8-9%

sedangkan Kabupaten Tangerang sendiri sebagai Kabupaten Induk hanya mengalami pertumbuhan 4-7% per tahunnya. Kabupaten Tangerang mengalami penurunan nilai PDRB sebesar 10% pada saat proses pemekaran wilayah Kota Tangerang Selatan, namun setelah pemekaran, yaitu tahun 2009, nilai PDRB Kabupaten Tangerang kembali mengalami peningkatan meskipun laju peningkatannya tidak sebesar laju pertumbuhan pada saat sebelum berpisah dengan Kota Tangerang Selatan.

Gambar 3. PDRB per Kapita Kota Tangerang Selatan

dan Kabupaten Tangerang.

Selain nilai PDRB, komponen yang digunakan untuk mengukur pertumbuhan ekonomi Kota Tangerang Selatan adalah dengan PDRB per Kapita. Pasca pemekaran, nilai PDRB per kapita Kota Tangerang Selatan masih lebih kecil dibandingkan dengan Kabupaten Tangerang, yaitu sekitar 2/3 dari nilai PDRB per kapita Kabupaten Tangerang. Meskipun begitu, Kota Tangerang Selatan memiliki laju pertumbuhan yang lebih besar dibanding Kabupaten Tangerang. Berdasarkan grafik pertumbuhan PDRB per kapita Kabupaten Tangerang dan Kota Tangerang Selatan, maka dapat diketahui bahwa pola pertumbuhan PDRB per kapita antara Kabupaten Tangerang dengan Kota Tangerang Selatan hampir sama. Pada tahun 2007 sama-sama mengalami peningkatan yang pesat, kemudian tahun 2007 hingga 2009 meningkat dengan stabil dan pada tahun 2010 menurun. Secara umum dapat disimpulkan

- 2,000,000 4,000,000 6,000,000 8,000,000 10,000,000 12,000,000 14,000,000 16,000,000 18,000,000 20,000,000 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010

Kota Tangerang Selatan Kabupaten Tangerang

- 1,000,000 2,000,000 3,000,000 4,000,000 5,000,000 6,000,000 7,000,000 8,000,000 Kota Tangerang Selatan Kabupaten Tangerang

(7)

bahwa pasca pemekaran, pertumbuhan PDRB perkapita Kota Tangerang Selatan maupun Kabupaten Tangerang masih bergerak fluktuatif. Hal ini dapat dipahami mengingat pemekaran yang terjadi baru berlangsung selama 3 tahun. Tabel 2. Jumlah Penduduk Miskin

Tahun Kota Tangerang Persentase Penduduk Miskin

Selatan Tangerang Kab. Rasio

2002 2.4% 7.5%

2004 2.9% 8.1%

2006 2.3% 19.8%

2008 6.4% 41.4% 1/6

2010 6.3% 30.5% 1/5

Komponen yang digunakan untuk mengukur kesejahteraan masyarakat secara langsung di Kota Tangerang Selatan ialah dengan angka kemiskinan dan pengangguran. Pasca pemekaran, proporsi penduduk miskin di Kabupaten Tangerang dan Kota Tangerang Selatan cenderung meningkat. Kabupaten Tangerang memiliki proporsi yang lebih besar dibandingkan dengan Kota Tangerang Selatan. Dapat disimpulkan, pasca pemekaran wilayah proporsi penduduk miskin pada kedua wilayah tersebut cenderung meningkat dibandingkan pada saat masih tergabung, namun sudah mulai mengalami penurunan dibandingkan tahun awal pemekaran, yaitu tahun 2008. Namun, mengingat pemekaran yang secara resmi baru berjalan selama 3 tahun, kondisi tersebut belum dapat menggambarkan dampak pemekaran secara keseluruhan

Gambar 4. Jumlah Pencari Kerja Kota Tangerang

Selatan dan Kabupaten Tangerang

Jumlah pengangguran di Kota Tangerang Selatan dan Kabupaten Tangerang secara umum menunjukkan fluktuasi. Jumlah pencari kerja Kota Tangerang Selatan baik pada saat sebelum maupun setelah pemerakan memiliki pola pertumbuhan yang sama dengan Kabupaten Tangerang. Jumlah pencari kerja Kabupaten Tangerang selalu lebih besar diantara kedua daerah administratif tersebut, yang dapat disebabkan oleh faktor jumlah penduduk dan luas wilayah yang lebih besar. Secara umum dapat disimpulkan, pasca pemekaran wilayah meskipun sempat mengalami fluktuasi namun jumlah pencari kerja Kota Tangerang Selatan relatif menurun bila dibandingkan dengan jumlah pencari kerja Kabupaten Tangerang yang berdasarkan data terakhir tahun 2010 mengalami peningkatan.

Pelayanan Publik

Bidang pelayanan publik yang akan menjadi fokus pada penelitian ini adalah pelayanan dasar bagi masyarakat yang harus disediakan oleh pemerintah, yaitu pendidikan dan kesehatan. Pelayanan pendidikan dan kesehatan merupakan kebutuhan dasar bagi setiap penduduk yang menjadi salah satu ukuran kesejahteraan masyarakat.

Tabel 3. Laju Pertumbuhan Tingkat Pelayanan

Pendidikan

Tingkat

Laju Tingkat Pelayanan

Sekolah terhadap Siswa Laju Tingkat Pelayanan Guru terhadap Siswa Kota

Tangerang Selatan

Kab.

Tangerang Tangerang Kota Selatan Kab. Tangerang SD 2% -2% 46% -34% SMP 24% 10% -13% 3% SMA 30% -22% 21% 46%

Pelayanan pendidikan diukur melalui tingkat pelayanan sekolah terhadap murid dan tingkat pelayanan guru terhadap murid. Secara umum, tingkat pelayanan sekolah terhadap siswa di Kota Tangerang Selatan mengalami peningkatan pasca pemekaran pada semua jenjang. Sedangkan tingkat pelayanan sekolah terhadap siswa di Kabupaten Tangerang cenderung menurun pasca pemekaran wilayah khususnya pada jenjang SD dan SMA. Untuk tingkat

0 10000 20000 30000 40000 50000 60000 Kota Tangerang Selatan Kab. Tangerang

(8)

Tabel 4. Tingkat Pelayanan Kesehatan Terhadap Penduduk

Tahun

Rumah Sakit Puskesmas Tingkat Pelayanan Tenaga Medis Kabupaten

Tangerang Kota Tangerang Selatan Kabupaten Tangerang

Kota Tangerang

Selatan

Kota Tangerang Selatan Rasio Laju Rasio Laju Rasio Laju Rasio Laju Rasio Laju

2006 0.0285 0.0649 0.3623 0.1577 1.5957

2008 0.0359 26% 0.0836 29% 0.3946 9% 0.1858 18% 1.4586 -0.0859 2010 0.0459 28% 0.0852 2% 0.4339 10% 0.3487 88% 11.9350 7.1825 pelayanan guru terhadap siswa, Kota Tangerang

Selatan mengalami peningkatan pada jenjang SD dan SMA, sedangkan Kabupaten Tangerang mengalami peningkatan pada jenjang SMP dan SMA. Pada dasarnya, baik Kabupaten Tangerang maupun Kota Tangerang Selatan telah memenuhi standar pelayanan pendidik yang tercantum dalam Jumlah ini telah sesuai dengan standar yang tercantum dalam Permendiknas no 15 tahun 2010 tentang Standar Pelayanan Minimal Pendidikan yaitu, 32 orang siswa dilayani oleh 1 guru, dan untuk SMP setiap rombongan belajar berjumlah 36 siswa. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa pemekaran daerah terhadap pelayanan tenaga pendidik terhadap siswa tidak memberikan dampak negatif yang signifikan.

Setelah membentuk daerah otonom, Kota Tangerang Selatan memberikan perhatian yang cukup besar pada sektor pendidikan yang dituangkan ke dalam misi kota tersebut, yaitu “Cerdas, Modern, Religius”. Hal ini juga ditunjukkan dengan alokasi anggaran pendidikan yang mencapai 30% dari APBD pada tahun anggaran 2011.

Tingkat pelayanan rumah sakit terhadap penduduk pasca pemekaran wilayah baik di Kota Tangerang Selatan maupun Kabupaten Tangerang meningkat. Peningkatan pelayanan di Kabupaten Tangerang meningkat hingga 28% sedangkan untuk Kota Tangerang Selatan sebesar 2%. Untuk pelayanan puskesmas pasca pemekaran wilayah, Kota Tangerang Selatan mengalami laju yang sangat pesat, yaitu hingga

88% sedangkan Kabupaten Tangerang juga mengalami peningkatan sebesar 10% sejak tahun pemekaran yaitu tahun 2008. Berdasarkan hasil perhitungan rasio tenaga medis per 10.000 penduduk, dapat dilihat bahwa pada masa proses pemekaran, terjadi penurunan tingkat pelayanan yang kemudian meningkat pada tahun 2008. Pertumbuhan tingkat pelayanan tenaga medis akhirnya meningkat dengan sangat pesat pada tahun 2010.

Pelayanan kesehatan pada dasarnya merupakan salah satu fokus pembangunan di Kota Tangerang Selatan saat ini, selain pelayanan pendidikan. Perhatian ini ditunjukkan dengan alokasi anggaran kesehatan yang mencapai 10% pada tahun 2010. Selain anggaran, dinas kesehatan juga melaksanakan beberapa program pelayanan lainnya. Program pelayanan yang berbeda dibandingkan dengan pada saat masih bergabung dengan Kabupaten Tangerang adalah konsep pelayanan dalam dan luar gedung. Sebelum pemekaran, pelayanan kesehatan hanya terfokus pada di dalam, namun sekarang pelayanan juga diperluas dengan juga fokus di luar gedung. Salah satu program inovasi dan peningkatan dalam pelayanan kesehatan adalah dengan program bina wilayah. Setiap tenaga medis di puskesmas memiliki daerah binaannya masing-masing yang bertugas untuk mengetahui benar-benar kondisi kesehatan masyarakat di daerah binaannya tersebut.

Berdasarkan upaya penyediaan pelayanan kesehatan yang dilakukan oleh pemerintah

(9)

daerah Kota Tangerang Selatan, maka dapat disimpulkan bahwa pasca pemekaran wilayah, dikarenakan potensi keuangan daerah yang sangat besar dan luas wilayah jangkauan pelayanan yang lebih kecil, berdampak pada pelayanan yang lebih fokus kepada masyarakat. Kinerja Keuangan Daerah

Kinerja keuangan pemerintah daerah yang akan dianalisis adalah mencakup komposisi APBD, baik penerimaan maupun alokasi belanja. Analisis mengenai penerimaan daerah menggambarkan sejauh mana pemerintah daerah dapat mengoptimalkan potensi yang dimiliki daerah agar dapat menjadi pemasukan daerah. Sedangkan analisis belanja menggambarkan bagaimana pemerintah daerah melakukan alokasi sumberdaya untuk aktivitas pembangunan. Pasca pemekaran wilayah, kabupaten Tangerang mengalami penurunan dalam perolehan PAD, sedangkan Kota Tangerang Selatan mengalami peningkatan PAD yang cukup signifikan. Secara umum pertumbuhan nilai PAD Kota Tangerang Selatan dan Kabupaten Tangerang ditunjukkan oleh Gambar 4.

Berdasarkan data mengenai nilai PAD, maka dapat disimpulkan bahwa pasca pemekaran wilayah, potensi yang terdapat di Kota Tangerang Selatan dapat dikelola dengan lebih efektif dan menghasilkan PAD yang lebih optimal. Pada tahun 2011, peningkatan PAD Kota Tangerang Selatan kembali meningkat sangat pesat, kecenderungan peningkatan PAD Kota tnagerang Selatan menunjukkan bahwa pada tahun-tahun setelah berdiri sebagai daerah otonom, Kota Tangerang Selatan dalam upaya penyesuaian dan terus berkembang seiring berjalannya pemerintahannya yang otonom. Dalam beberapa tahun mendatang, diprediksikan penerimaan PAD Kota Tangerang Selatan dapat menyaingi PAD Kabupaten Tangerang.

Gambar 5. Pertumbuhan Pendapatan Asli Daerah

Kota Tangerang Selatan dan Kabupaten Tangerang (Milyar)

Selain Pendapatan Asli Daerah, komponen yang dapat digunakan untuk mengukur kinerja keuangan daerah Kota Tangerang Selatan dari sisi penerimaan adalah rasio kemandirian daerah.

Tabel 5. Rasio Kemandirian Kota Tangerang

Selatan dan Kabupaten Tangerang

2007 2008 2009 2010 2011

Kab.Tangerang 21% 21% 24% 28% Kota Tangerang

Selatan 16% 31%

Berdasarkan data tersebut, maka dapat diketahui bahwa tingkat kemandirian Kabupaten Tangerang terhadap dana bantuan pemerintah cukup meningkat setiap tahunnya dimana pada tahun 2010 mencapai angka 28%. Kota Tangerang Selatan sendiri pada tahun 2010 memiliki tingkat kemandirian sebesar 16% yang kemudian meningkat pada tahun 2011 sebesar 31%. Tingkat kemandirian Kota Tangerang Selatan pada tahun ketiga pemekaran ini dinilai cukup tinggi mengingat Kabupaten Tangerang sebagai kabupaten induknya tidak pernah mencapai angka kemandirian sebesar 30%. Sebagai daerah yang baru berdiri sendiri selama 3 tahun, tingkat kemandirian yang dicapai oleh Kota Tangerang Selatan dinilai cukup baik

- 50 100 150 200 250 300 350 400 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 PAD Kab Tangerang PAD Kota Tangerang Selatan

(10)

Tabel 6. Proporsi Alokasi Belanja Daerah Kota

Tangerang Selatan

2009 2010 2011

Belanja Tidak Langsung 39% 51% 34% Belanja Langsung 61% 49% 66%

Secara umum, alokasi belanja langsung relatif besar, sehingga dapat disimpulkan bahwa kinerja keuangan Kota Tangerang Selatan untuk mendukung pembangunan berjalan dengan baik. Jika diperhatikan lebih dalam, persentase belanja modal yang merupakan salah satu komponen dari belanja langsung adalah sebesar 24% pada tahun 2009, 22% pada tahun 2010, dan meningkat menjadi 36% pada tahun 2011. Pada tahun anggaran 2011, belanja modal merupakan alokasi terbesar dibandingkan dengan alokasi belanja lainnya. Berdasarkan rasio aktivitas ini juga dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat indikasi Kota Tangerang Selatan terlalu banyak melakukan pengeluaran pada belanja rutin yang sifatnya administratif. Pada era otonomi dan maraknya fenomena pemekaran di Indonesia saat ini menunjukkan bahwa banyak pemerintah daerah yang mengalami kebangkrutan dikarenakan alokasi terhadap belanja rutinnya yang sangat besar. Seringkali, pemekaran wilayah juga bukan menjadi alat untuk tujuan pembangunan melainkan untuk tujuan-tujuan lainnya. Namun, pada Kota Tangerang Selatan dapat disimpulkan bahwa pemekaran yang terjadi benar-benar dimanfaatkan untuk tujuan pembangunan Kota Tangerang Selatan yang lebih baik, mengingat alokasi yang besar untuk belanja-belanja pembangunan.

Kesimpulan

Pasca pemekaran wilayah, antara Kota Tangerang Selatan dan Kabupaten Tangerang terjadi pembangunan pada masing-masing daerah otonom yang menjadi dampak dari pemekaran. Berdasarkan hasil penelitian, dapat diketahui bahwa pada pertumbuhan ekonomi, terjadi pertumbuhan yang belum terlalu signifikan pada kedua daerah otonom, sehingga

dampak pemekaran yang terjadi belum dapat diukur dengan pasti. Hal ini juga mengingat pemekaran yang resmi terjadi baru berlangsung selama 3 tahun. Sedangkan untuk pelayanan publik, pasca pemekaran wilayah Kota Tangerang Selatan mengalami peningkatan pelayanan publik yang cukup pesat. Perhatian pemerintah terhadap pelayanan publik ini pun juga besar. Untuk kabupaten induk, tingkat pelayanan publik pasca pemekaran wilayah juga cenderung meningkat. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa dampak pemekaran wilayah Kota Tangerang Selatan terhadap penyediaan pelayanan publik dinilai baik bagi DOB maupun kabupaten induk. Kinerja keuangan Kota Tangerang Selatan pasca pemekaran juga sangat baik, hal ini dilihat dari pengelolaan penerimaan maupun belanja. Penerimaan daerah yang meningkat sangat pesat menunjukkan efektifitas kinerja keuangan daerah dalam mengelola potensi yang dimilikinya. Sebelum pemekaran, PAD yang dapat digali dari daerah yang akhirnya memisahkan diri dan membentuk Kota Tangerang Selatan ini tidak sebesar ketika dikelola secara mandiri oleh Kota Tangerang Selatan. Sedangkan untuk Kabupaten Tangerang, meskipun mengalami penurunan PAD, namun rasio kemandiriannya terus meningkat. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa dampak pemekaran wilayah terhadap kinerja keuangan daerah Kota Tangerang Selatan sangat baik, begitu juga untuk Kabupaten Tangerang meskipun peningkatannya tidak sebesar Kota Tangerang Selatan. Secara menyeluruh, dapat disimpulkan bahwa pemekaran wilayah Kota Tangerang Selatan dinilai berhasil.

Dampak dari pemekaran yang dilakukan oleh Kota Tangerang Selatan dapat disimpulkan telah memenuhi tujuan-tujuan pemekaran dalam hal pembangunan yang tercantum dalam pada PP No. 129 Tahun 2000 Tentang Persyaratan Pembentukan Dan Kriteria Pemekaran, Penghapusan, Dan Penggabungan Daerah yaitu untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan melalui: peningkatan pelayanan kepada

(11)

masyarakat, percepatan pelaksanaan pembangunan perekonomian daerah, dan peningkatan kinerja keuangan daerah sebagai salah satu bentuk dari percepatan pengelolaan potensi daerah. Adapun untuk tujuan lain yang juga tercantum dalam peratuan ini, yaitu percepatan pertumbuhan kehidupan demokrasi, peningkatan keamanan dan ketertiban, dan untuk peningkatan hubungan yang serasi antara Pusat dan Daerah tidak menjadi fokus dalam penelitian ini. Selain itu, pemekaran Kota Tangerang Selatan juga dinilai sesuai dengan beberapa tujuan desentralisasi berdasarkan Cheema and Rondinelli (20007), yang dapat disimpulkan untuk:

a. Sebagai upaya untuk penyediaan pelayanan publik yang lebih efisien dan memperluas jangkauan pelayanan dengan memberikan tanggung jawab kepada pemerintah daerah b. Untuk mempercepat pembangunan dan

membuka kebuntuan birokrasi yang timbul dari perencanaan dan manajemen dari model pemerintahan yang tersentralisasi c. Untuk berpartisipasi lebih aktif dalam

perekonomian global

Dampak positif yang dicapai oleh Kota Tangerang Selatan pasca pemekaran ditunjang potensi daerah yang cukup besar. Sebagai daerah yang tergabung ke dalam kawasan metropolitan Jabodetabekpunjur, Kota Tangerang Selatan cenderung memiliki pertumbuhan yang pesat sesuai dengan pertumbuhan kawasan metropolitan Jabodektabek. Perannya sebagai daerah pinggiran Jakarta juga mendorong kegiatan ekonomi Tangerang Selatan meningkat, seperti sektor perdagangan, jasa, dan permukiman. Potensi yang besar ini kemudian dapat dikelola baik oleh pemerintah daerah sehingga dapat mengoptimalkan pembangunan.

Rekomendasi

Rekomendasi yang dapat disampaikan baik kepada pemerintah daerah maupun pemerintah pusat berdasarkan hasil penelitian ini diantaranya adalah

Untuk kebijakan pemekaran di masa yang akan datang, perlu dikaji dengan lebih mendalam mengenai potensi daerah. Pembangian potensi untuk daerah yang akan memekarkan diri harus seimbang dan merata. Hal ini menjadi salah satu kunci keberhasilan dan kemajuan dari daerah yang akan mekar.

Pemekaran yang dilakukan pada daerah yang memiliki karakteristik perkotaan dan memiliki potensi yang besar dirasa baik untuk dilakukan pemekaran karena dapat mengoptimalkan pengelolaan potensinya dan dapat memaksimalkan pelayanan publik karena lebih kecil ruang lingkupnya. Sedangkan untuk daerah yang relatif masih kurang berkembang, dirasa bahwa pemekaran bukanlah solusi yang baik mengingat ketimpangan yang akan ditimbulkan akan semakin besar.

Dengan melihat perkembangan yang sangat baik, dan rencana pembangunannya ke arah perdagangan dan jasa, maka diprediksikan Kota Tangerang Selatan kedepannya dapat membentuk pusat kegiatan baru di pinggiran Jakarta. Selain itu, saat ini Kota Tangerang Selatan merupakan daerah permukiman yang cukup padat dan berperan sebagai dormitory town bagi Kawasan Metropolitan Jabodetabek. Dengan potensi akan daerah permukiman dan perdagangan jasa, maka diperlukan kordinasi yang kuat antar pemerintah daerah di Kawasan Metropolitan Jabodetabekpunjur untuk mewujudkan pembangunan yang selaras dan seimbang.

Ucapan Terima Kasih

Terimakasih banyak penulis ucapkan untuk Prof. Ir. Tommy Firman, M.Sc., Ph.D. selaku dosen pembimbing dan Luh Kitty Katherina, ST., MT., selaku asisten peneliti dalam studi ini yang telah mengarahkan dan member petunjuk selama proses penelitian. Terimakasih juga penulis sampaikan kepada beberapa instansi pemerintahan Kota Tangerang Selatan diantaranya Bappeda, DPPKAD, Dinas Kesehatan, Dinas Pendidikan, Dinas Sosial, Tenaga Kerja

(12)

dan Transmigrasi, dan Dinas Kebersihan, Pertamanan, dan Pemakaman Kota Tangerang Selatan yang telah memberikan data dan informasi yang dibutuhkan dalam penelitian ini.

Dartar Pustaka

BAPPENAS, & UNDP. (2008). Studi Dampak Pemekaran Wilayah 2001-2007. Jakarta: BRIDGE.

Majalah Perencanaan Pembangunan, edisi EDISI 01/TAHUN XVI/2010, ‘Dampak Pemekaran Wilayah’. Bappenas.

Vidayani, F. A. (2012). Dampak Pemekaran Daerah Terhadap Perkembangan Kota Tangerang Selatan. Bandung: ITB.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah Peraturan Pemerintah No. 129 Tahun 2000

tentang Persyaratan Pembentukan dan Kriteria Pemekaran, Penghapusan dan Penggabungan Daerah

(13)

1

PERENCANAAN WILAYAH

CRITICAL REVIEW

Dampak Pemekaran Daerah Terhadap Perkembangan Kota Tangerang Selatan

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Negara yang mempunyai wilayah yang luas, seperti Indonesia menganut kebijakan desentralisasi dengan dimanifestasikan dalam bentuk unit pemerintahan bawahan (sub

national government). Menurut Hoessein (2009:23), desentralisasi mengakibatkan

pembagian wilayah nasional ke dalam wilayah-wilayah yang lebih kecil dan dalam wilayah tersebut terdapat derajat otonomi tertentu. Masyarakat yang berada dalam wilayah-wilayah tersebut akan menjalankan pemerintahan sendiri melalui lembaga pemerintahan dan birokrasi setempat yang terbentuk.

Dalam negara kesatuan, praktek desentralisasi dilakukan dalam dua kegiatan oleh pemerintah, yaitu pembentukan daerah otonom beserta susunan organisasinya dan penyerahan wewenang urusan pemerintahan kepada daerah otonom (Hoessein, 2009:170). Pembentukan daerah otonom menurut Sadu Wasistiono, dalam Himawan Indrajat (2008:66-67), adalah pemberian status pada wilayah tertentu sebagai daerah provinsi, daerah kabupaten, dan daerah kota. Pemekaran daerah adalah pemecahan provinsi atau kabupaten/kota menjadi dua daerah atau lebih.

Selain itu Pemekaran daerah juga dapat diartikan sebagai pembentukan wilayah administratif baru di tingkat provinsi maupun kota dan kabupaten dari induknya, pembentukan daerah otonomi baru yang (salah satu) tujuannya adalah untuk meningkatkan kualitas pelayanan publik guna mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat. Pemekaran daerah bertujuan utama agar ada ruang partisipasi bagi politik daerah serta masuknya uang dari pusat ke daerah. Namun, untuk melakukan pemekaran pada suatu daerah harus ada penjelasan terlebih dahulu kepada masyarakat yang menginginkan pemekaran tentang masalah yang harus dihadapi setelah pemekaran. Sebab, pemekaran daerah tidaklah mudah dan murah. Pemekaran wilayah seharusnya menjadi solusi atas suatu permasalahan yang dihadapi, bukannya justru menambah masalah atau menciptakan masalah baru.

Kota Tangerang Selatan merupakan salah satu daerah otonom baru hasil pemekaran dari Kabupaten Tangerang pada tahun 2008. Kota Tangerang Selatan ini terletak di pinggiran Ibukota Jakarta dan termasuk ke dalam kawasan Metropolitan Jabodetabekpunjur. Perkembangan Kota Tangerang Selatan ini pada akhirnya akan membawa implikasi terhadap wilayah regionalnya, yaitu Kabupaten Tangerang. Oleh karena itu, dalam makalah ini akan dibahas mengenai critical review dalam jurnal Dampak Pemekaaran Daerah terhadap Perkembangan Kota Tangerang Selatan.

(14)

2

PERENCANAAN WILAYAH

Dampak Pemekaran Daerah Terhadap Perkembangan Kota Tangerang Selatan

1.2 Tujuan

Critical review ini pada dasarnya bertujuan agar :

- Mengetahui berbagai persoalan perencanaan wilayah yang relevan dengan keilmuan perencanaan wilayah dan kota

- Mengidentifikasi masalah-masalah aktual terkait dengan perencanaan wilayah terhadap implikasi fenomena pemekaran wilayah yang berkaitan dengan ranah penataan ruang.

1.3 Manfaat

Manfaat yang diharapkan dari critical review ini antara lain :

- Sebagai wacana tentang persoalan perencanaan wilayah guna menambah wawasan. - Sebagai sumber bacaan dalam mengkaji berbagai persoalan perencanaan wilayah

(15)

3

PERENCANAAN WILAYAH

CRITICAL REVIEW

Dampak Pemekaran Daerah Terhadap Perkembangan Kota Tangerang Selatan

BAB II PEMBAHASAN 2.1 Review Jurnal

Kebijakan desentralisasi yang diterapkan Indonesia sejak tahun 1999 yang diatur dalam Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 kemudian direvisi menjadi Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah telah memberikan kewenangan besar bagi pemerintah daerah untuk mengelola daerahnya masing-masing. Hal ini membawa implikasi bahwa setiap daerah berusaha untuk dapat mencapai kemajuan dalam pembangunannya. Kebijakan desentralisasi dan otonomi ini pada akhirnya menimbulkan fenomena pemekaran wilayah yang saat ini sedang marak terjadi.

Berdasarkan kajian Kementerian Dalam Negeri terkait dengan pemekaran daerah, sekitar 70% dari 57 daerah baru di Indonesia, masuk ke dalam pemerintah gagal berkembang. Hal ini bisa dilihat dari tiga tahun pertama pemisahan. Pemekaran seringkali tidak dapat mencapai tujuan pemekaran, yang pada hakikatnya adalah untuk meningkatkan pelayanan

kepada masyarakat, mempercepat pertumbuhan, mempercepat pembangunan

perekonomian, mempercepat pengelolaan potensi daerah, meningkatkan keamanan dan ketertiban, serta meningkatkan hubungan yang serasi antara Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Daerah.

Kota Tangerang Selatan merupakan salah satu daerah otonom baru hasil pemekaran dari Kabupaten Tangerang pada tahun 2008. Kota Tangerang Selatan ini terletak di pinggiran Ibukota Jakarta dan termasuk ke dalam kawasan Metropolitan Jabodetabekpunjur. Perkembangan Kota Tangerang Selatan ini pada akhirnya akan membawa implikasi terhadap wilayah regionalnya, yaitu Kabupaten Tangerang. Sebagai daerah otonom baru, penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi dampak pemekaran wilayah terhadap pembangunan wilayah pada Kota Tangerang Selatan dalam kurun waktu tiga tahun pertama pemekaran (2008-2011).

Dalam mengidentifikasi dampak pemekaran wilayah Kota Tangerang Selatan, beberapa sasaran yang ingin dicapai dalam pembahasan penelitian ini adalah:

- Pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan perekonomian masyarakat pasca pemekaran wilayah

- Kondisi pelayanan public pasca pemekaran wilayah

- Kinerja keuangan pemerintah daerah pasca pemekaran wilayah

Secara umum, terdapat perbedaan persepsi antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah terkait dengan definisi pemekaran wilayah. Berdasarkan PP No. 129 Tahun 2000, pemekaran wilayah berfungsi untuk mencari daerah otonom baru yang dapat berdiri sendiri dan mandiri. Sedangkan menurut Pemerintah Daerah, pemekaran wilayah adalah salah satu

(16)

4

PERENCANAAN WILAYAH

Dampak Pemekaran Daerah Terhadap Perkembangan Kota Tangerang Selatan

upaya untuk secara cepat keluar dari keterpurukan (David Jackson et.al., 2008 dalam Antonius Tarigan, 2010). Studi terdahulu mengenai dampak pemekaran wilayah yang telah dilakukan oleh BRiDGE Bappenas bekerjasama dengan UNDP, yang mengevaluasi kondisi umum pada saat sebelum pemekaran (tahun 1999), dan ternyata kondisi daerah pemekaran tidak jauh berbeda dengan daerah kontrol.

Namun setelah terjadi pemekaran daerah pada periode 2001-2005, posisi daerah DOB jauh tertinggal dari daerah induk maupun daerah kontrol. Pada aspek perekonomian, berdasarkan indikator yang telah diteliti, terdapat dua masalah utama yang dapat diidentifikasi menjadi faktor penyebab ketidakseimbangan perekonomian pada DOB yaitu pembagian potensi ekonomi tidak merata dan beban penduduk miskin lebih tinggi. Pada aspek pelayanan publik, belum optimalnya pelayanan di daerah pemekaran disebabkan oleh sejumlah permasalahan diantaranya adalah tidak efektifnya penggunaan dana, tidak tersedianya tenaga layanan publik, dan belum optimalnya pemanfaatan pelayanan publik. Secara keseluruhan kinerja keuangan daerah pemekaran tampak lebih rendah dibandingkan daerah kontrol, disebabkan oleh sejumlah permasalahan dalam keuangan daerah diantaranya adalah ketergantungan fiskal, optimalisasi pendapatan dan kontribusi ekonomi yang rendah, dan porsi alokasi belanja modal dari pemerintah daerah yang rendah.

Metode pengumpulan data yang digunakan adalah data sekunder dengan menggunakan data statistic perkembangan Kota Tangerang Selatan dari aspek ekonomi, pelayanan public, serta keuangan daerah. Selain itu, wawancara juga dilakukan untuk mengetahui gambaran mengenai upaya yang dilakukan pemerintah daerah dalam pembangunan Kota Tangerang Selatan. Sedangkan metode analisis yang digunakan adalah analisis deskriptif kuantitatif dan analisis perbandingan dengan kondisi yang terdapat di Kabupaten Tangerang. Berikut adalah komponen analisis dampak pemekaran wilayah antara Kota Tangerang Selatan dengan Kabupaten Tangerang:

Tabel 2.1. Komponen analisis dampak pemekaran wilayah antara Kota Tangerang Selatan dengan Kabupaten Tangerang

ATRIBUT KOMPONEN

Dampak Pemekaran Terhadap Pertumbuhan Ekonomi

Pertumbuhan Ekonomi Daerah Peningkatan laju pertumbuhan ekonomi daerah Peningkatan pendapatan perkapita

Kesejahteraan Masyarakat Indeks Pembangunan Manusia

Angka kemiskinan Anga pengangguran

Dampak Pemekaran Terhadap Pelayanan Publik

Pelayanan Pendidikan Tingkat pelayanan sarana pendidikan

Tingkat pelayanan tenaga pendidik

Pelayanan Kesehatan Tingkat pelayanan sarana kesehatan

(17)

5

PERENCANAAN WILAYAH

CRITICAL REVIEW

Dampak Pemekaran Daerah Terhadap Perkembangan Kota Tangerang Selatan

Dampak Pemekaran Terhadap Kinerja Keuangan Daerah

Penerimaan PAD

Tingkat kemandirian

Belanja Alokasi belanja

Sumber: Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota A SAPPK V1N1

Berdasarkan analisis pertumbuhan ekonomi KotaTangerang Selatan yang diukur melalui nilai PDRB dan PDRB Perkapita untuk melihat produktivitas dan tingkat pertumbuhan ekonomi daerah tersebut, dapat terlihat bahwa pertumbuhan ekonomi Kota Tangerang Selatan terus tumbuh dengan laju yang cukup baik. Setelah menjadi daerah otonom baru, Kota Tangerang Selatan mengalami laju pertumbuhan nilai PDRB sebesar 8-9% sedangkan Kabupaten Tangerang sendiri sebagai Kabupaten Induk hanya mengalami pertumbuhan 4-7% per tahunnya. Namun setelah pemekaran, yaitu tahun 2009, nilai PDRB Kabupaten Tangerang kembali mengalami peningkatan meskipun laju peningkatannya tidak sebesar laju pertumbuhan pada saat sebelum berpisah dengan Kota Tangerang Selatan. Sedangkan untuk PDRB Perkapita, Kota Tangerang Selatan masih lebih kecil dibandingkan dengan Kabupaten Tangerang, yaitu sekitar 2/3 dari nilai PDRB per kapita Kabupaten Tangerang. Meskipun begitu, Kota Tangerang Selatan memiliki laju pertumbuhan yang lebih besar dibanding Kabupaten Tangerang. Berdasarkan grafik pertumbuhan PDRB per kapita Kabupaten Tangerang dan Kota Tangerang Selatan, maka dapat diketahui bahwa pola pertumbuhan PDRB per kapita antara Kabupaten Tangerang dengan Kota Tangerang Selatan hampir sama. Pada tahun 2007 sama-sama mengalami peningkatan yang pesat, kemudian tahun 2007 hingga 2009 meningkat dengan stabil dan pada tahun 2010 menurun. Secara umum dapat disimpulkan Kota Tangerang Selatan Kabupaten Tangerang bahwa pasca pemekaran, pertumbuhan PDRB perkapita Kota Tangerang Selatan maupun Kabupaten Tangerang masih bergerak fluktuatif. Hal ini dapat dipahami mengingat pemekaran yang terjadi baru berlangsung selama 3 tahun.

Hal lain yang diamati dalam penelitian ini dalam aspek perekonomian adalah kesejahteraan masyarakat. Komponen yang dapat diukur dalam kesejahteraan masyarakat adalah angka kemiskinan dan pengangguran. guran. Pasca pemekaran, proporsi penduduk miskin di Kabupaten Tangerang dan Kota Tangerang Selatan cenderung meningkat. Kabupaten Tangerang memiliki proporsi yang lebih besar dibandingkan dengan Kota Tangerang Selatan. Dapat disimpulkan, pasca pemekaran wilayah proporsi penduduk miskin pada kedua wilayah tersebut cenderung meningkat dibandingkan pada saat masih tergabung, namun sudah mulai mengalami penurunan dibandingkan tahun awal pemekaran, yaitu tahun 2008. Dari sisi jumlah pengangguran, secara umum pengangguran di Kota Tangerang Selatan dengan Kabupaten Tangerang menunjukkan fluktuasi. Jumlah pencari kerja Kota Tangerang Selatan, baik pada saat sebelum maupun setelah pemekaran memiliki pola

(18)

6

PERENCANAAN WILAYAH

Dampak Pemekaran Daerah Terhadap Perkembangan Kota Tangerang Selatan

pertumbuhan yang sama dengan Kabupaten Tangerang. Secara umum dapat disimpulkan, pasca pemekaran wilayah meskipun sempat mengalami fluktuasi namun jumlah pencari kerja Kota Tangerang Selatan relatif menurun bila dibandingkan dengan jumlah pencari kerja Kabupaten Tangerang yang berdasarkan data terakhir tahun 2010 mengalami peningkatan.

Dalam analisis komponen pelayanan publik, yang menjadi fokus penelitian adalah pelayanan dasar bagi masyarakat yang harus disediakan oleh pemerintah, yaitu pendidikan dan kesehatan. Pelayanan pendidikan dan kesehatan merupakan kebutuhan dasar bagi setiap penduduk yang menjadi salah satu ukuran kesejahteraan masyarakat. Secara umum, tingkat pelayanan sekolah terhadap siswa di Kota Tangerang Selatan mengalami peningkatan pasca pemekaran pada semua jenjang. Sedangkan tingkat pelayanan sekolah terhadap siswa di Kabupaten Tangerang cenderung menurun pasca pemekaran wilayah khususnya pada jenjang SD dan SMA. Pada dasarnya, baik Kabupaten Tangerang maupun Kota Tangerang Selatan telah memenuhi standar pelayanan pendidik yang tercantum dalam Jumlah ini telah sesuai dengan standar yang tercantum dalam Permendiknas No 15 tahun 2010 tentang Standar Pelayanan Minimal Pendidikan. Dari kondisi yang ada tersebut, dapat disimpulkan bahwa pemekaran daerah terhadap pelayanan tenaga pendidik terhadap siswa tidak memberikan dampak negatif yang signifikan. Jika dilihat dari segi pelayanan kesehatan, kondisi pelayanan kesehatan sebelum pemekaran, pelayanan kesehatan hanya terfokus pada di dalam, namun sekarang pelayanan juga diperluas dengan juga fokus di luar gedung. Salah satu program inovasi dan peningkatan dalam pelayanan kesehatan adalah dengan program bina wilayah. Setiap tenaga medis di puskesmas memiliki daerah binaannya masing-masing yang bertugas untuk mengetahui benar-benar kondisi kesehatan masyarakat di daerah binaannya tersebut.

Sedangkan jika dilihat dari kinerja keuangan daerah, terdapat dua hal yang menjadi tolok ukur penilaian yaitu komposisi APBD yang dilihat dari sisi penerimaan maupun alokasi belanja. Analisis mengenai penerimaan daerah menggambarkan sejauh mana pemerintah daerah dapat mengoptimalkan potensi yang dimiliki daerah agar dapat menjadi pemasukan daerah. Sedangkan analisis belanja menggambarkan bagaimana pemerintah daerah melakukan alokasi sumberdaya untuk aktivitas pembangunan. Pasca pemekaran wilayah, Kabupaten Tangerang mengalami penurunan dalam perolehan PAD, sedangkan Kota Tangerang Selatan mengalami peningkatan PAD yang cukup signifikan. Selain Pendapatan Asli Daerah, komponen yang dapat digunakan untuk mengukur kinerja keuangan daerah Kota Tangerang Selatan dari sisi penerimaan adalah rasio kemandirian daerah. Tingkat kemandirian Kota Tangerang Selatan pada tahun ketiga pemekaran ini dinilai cukup tinggi mengingat Kabupaten Tangerang sebagai kabupaten induknya tidak pernah mencapai angka kemandirian sebesar 30%. Sebagai daerah yang baru berdiri sendiri selama 3 tahun, tingkat kemandirian yang dicapai oleh Kota Tangerang Selatan dinilai cukup baik.

(19)

7

PERENCANAAN WILAYAH

CRITICAL REVIEW

Dampak Pemekaran Daerah Terhadap Perkembangan Kota Tangerang Selatan

Seringkali, pemekaran wilayah juga bukan menjadi alat untuk tujuan pembangunan melainkan untuk tujuan-tujuan lainnya. Namun, pada Kota Tangerang Selatan dapat disimpulkan bahwa pemekaran yang terjadi benar-benar dimanfaatkan untuk tujuan pembangunan Kota Tangerang Selatan yang lebih baik, mengingat alokasi yang besar untuk belanja-belanja pembangunan.

2.2 Tinjauan Kritis

Sesuai dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi dibagi atas kabupaten/kota yang masing-masing mempunyai pemerintahan daerah untuk menjalankan otonomi daerah seluas-luasnya. Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Ketersediaan peluang regulasi bagi pemekaran daerah otonom, atau pembentukan daerah otonom baru, sebenarnya bukanlah hal yang baru dalam sejarah pemerintahan daerah di Indonesia. Sejak sistem pemerintahan sentralistis pada masa Orde Baru, pemerintah juga telah banyak melakukan pembentukan daerah otonom baru. Kecamatan-kecamatan yang semakin kuat karakter urban-nya kemudian dijadikan Kota Administratif, sebuah unit pemerintahan wilayah dekonsentratif (field administration). Selanjutnya bila karakter tersebut telah semakin menguat, daerah tersebut dijadikan Kota Madya yang setingkat dengan Pemerintahan Kabupaten. Di luar itu juga dimungkinkan pembentukan pemerintah kabupaten ataupun provinsi baru.

Namun, selama periode Orde Baru tahun 1966 - 1998, tidak terdapat penambahan daerah otonom baru yang signifikan. Ledakan penambahan daerah otonomi baru, atau yang biasa disebut pemekaran daerah, baru terjadi pasca 1999. Ditengah keinginan berbagai pihak untuk merasionalisasi pemekaran daerah, proses pemekaran daerah terus berlangsung hampir setiap tahun pada periode 1998 - 2008 sebagaimana terlihat di tabel berikut.

Tabel 2.2. Pemekaran Daerah Tahun 1999-2008 Tahun Bulan Jumlah

Prov. Baru

Jumlah Kab. Baru

Jumlah

Kota Baru Total

1999 Oktober - 26 1 27 2000 Juni 2 - - 2 Oktober 1 - - 1 Desember 2 1 - 3 2001 Juni - - 12 12 2002 April - 19 3 22 Oktober 1 - - 1 2003 Februari - 9 3 12 April - 17 - 17 Mei - 12 - 12

(20)

8

PERENCANAAN WILAYAH

Dampak Pemekaran Daerah Terhadap Perkembangan Kota Tangerang Selatan

Desember - 23 - 23 2004 Oktober 1 - - 1 2007 Januari - 14 2 16 Maret - 1 - 1 Agustus - 6 2 8 2008 Januari - 6 - 6 Juli - 5 - 5 TOTAL 7 134 23 169

Sumber: Diolah dari UU Pembentukan Daerah Baru, Sekretariat DPR 1999-2008

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (selanjutnya ditulis UU Pemda), pembentukan daerah pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan pelayanan publik guna mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat. Pembentukan daerah dapat berupa pemekaran dari satu daerah menjadi dua daerah atau lebih, atau penggabungan bagian daerah yang bersandingan, atau penggabungan beberapa daerah. Pemekaran daerah adalah pemecahan provinsi atau kabupaten/kota menjadi dua daerah atau lebih. Sementara dalam prakteknya sampai dengan tahun 2008, Indonesia belum pernah mempunyai pengalaman penggabungan daerah.

Pembentukan daerah otonom memang ditujukan untuk mengoptimalkan

penyelenggaraan pemerintahan dengan suatu lingkungan kerja yang ideal dalam berbagai dimensinya. Daerah otonom yang memiliki otonomi luas dan utuh diperuntukkan guna menciptakan pemerintahan daerah yang lebih mampu mengoptimalkan pelayanan publik dan meningkatkan pemberdayaan masyarakat lokal dalam skala yang lebih luas. Oleh karena itu, pemekaran daerah seharusnya didasarkan pada pertimbangan-pertimbangan obyektif yang bertujuan untuk tercapainya peningkatan kesejahteraan masyarakat.

Pada umumnya, kebanyakan daerah-daerah yang akan membentuk DOB masih belum memiliki persiapan dan arah pembangunan daerah yang jelas, atau bahkan tingkat pemahamannya masih belum sama. Kunci sukses untuk membentuk Daerah Otonomi Baru adalah daerah yang bersangkutan harus memiliki dan menggali sumber data/informasi secara rinci dan akurat, diantaranya adalah jumlah penduduk, tingkat pendidikan, tingkat kesehatan, sumberdaya alam dan potensi-potensi yang dapat digali dan dikembangkan, kualitas sumberdaya manusia, dan kemampuan dalam mengelola dan mengembangkan daerah setelah terlepas dari daerah induknya, dan mempunyai potensi yang lebih baik dari daerah induknya.

Salah satu Daerah Otonom Baru yang terbentuk di Provinsi Banten adalah Kota Tangerang Selatan. Kota Tangerang Selatan merupakan daerah otonom yang terbentuk pada akhir tahun 2008 berdasarkan Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2008. Pembentukan daerah otonom tersebut, yang merupakan pemekaran dari Kabupaten Tangerang, dilakukan dengan tujuan meningkatkan pelayanan di bidang pemerintahan, pembangunan, dan

(21)

9

PERENCANAAN WILAYAH

CRITICAL REVIEW

Dampak Pemekaran Daerah Terhadap Perkembangan Kota Tangerang Selatan

kemasyarakatan serta dapat memberikan kemampuan dalam pemanfaatan potensi daerah. Dengan 36 kecamatan, luas wilayah kurang lebih 1.159,05 km2 dan jumlah penduduk lebih

dari 3 juta orang yang berada di wilayah Kabupaten Tangerang, pelaksanaan pembangunan dan pelayanan kepada masyarakat belum sepenuhnya terjangkau. Kondisi demikian perlu diatasi dengan memperpendek rentang kendali pemerintahan melalui pembentukan daerah otonom baru, yaitu Kota Tangerang Selatan sehingga pelayanan publik dapat ditingkatkan guna mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat (Bappeda Kota Tangerang Selatan, 2009).

Status Kota Tangerang Selatan sebagai daerah otonom baru secara otomatis diberikan otonomi. Pemberian otonomi bertujuan agar pemerintah Kota Tangerang Selatan mampu mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakatnya dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah. Namun sejak daerah ini dimekarkan dari daerah otonom induk, Kabupaten Tangerang, terdapat berbagai permasalahan besar yang dihadapi pemerintah baru Kota Tangerang Selatan mulai awal berdirinya penyelenggaraan pemerintahan sampai pada usianya saat itu baru mencapai 3 tahun.

Menurut berita yang diterbitkan oleh tangerangnews.com, Kota Tansel terancam dikembalikan ke pemerintah induk, yaitu Kabupaten Tangerang. Itu semua terjadi karena belum adanya walikota definitif hingga memasuki tahun kedua saat itu (2010). Selama dua tahun berkembang, Kota Tangerang Selatan belum dapat menentukan visi misi daerah yang definitive karena program yang berjalan saat ini masih bersifat transisi dan belum aa kebijakan jangka menengah ataupun jangka panjang.

Masalah yang kedua adalah adanya pengalihan pembiayaan, peralatan/aset dan dokumen. Pelimpahan aset milik Kabupaten Tangerang ke Kota Tangerang Selatan hingga tahun 2011 belum dibahas oleh Pemkab Tangerang, Pemkot Tangsel, maupun Pemprov Banten. Hal ini terjadi akibat kurang adanya koordinasi antara kabupaten induk dengan Pemkot Tangsel.

Masalah yang ketiga adalah adanya konflik anta relit politik dalam pengangkatan pejabat Walikota Tangerang Selatan sebagai daerah yang baru dimekarkan. Hal ini terbukti dengan hasil penelitian Aji (2010:104) yang telah menyimpulkan telah terjadi konflik antar pihak Gubernur Banten dengan Bupati Tangerang dalam penunjukan pejabat Kepala Daerah Kota Tangerang Selatan karena dalam perkemangannya Gubernur Banten tidak mengusulkan calon-calon yang telah diusulkan berdasarkan pertimbangan Bupati Tangerang.

Berdasarkan penelitian Sub Direktorat Monitoring dan Evaluasi, Dirjen Otda, Kemendagri (2010), bahwa evaluasi Daerah Otonom Baru (DOB) Usia dibawah 3 tahun dimana terdapat salah satunya adalah Kota Tangerang Selatan mendapatkan status sedang. Hal ini diperkirakan akibat adanya masalah pengalihan biaya dari provinsi yang belum berjalan maksimal, belum selesainya pelaksanaan penetapan batas wilayah, ketersediaan sarana dan

(22)

10

PERENCANAAN WILAYAH

Dampak Pemekaran Daerah Terhadap Perkembangan Kota Tangerang Selatan

prasarana pemerintahan yang sangat terbatas, dan belum selesainya penyiapan dokumen RUTRW.

Dalam jurnal ‘Dampak Pemekaran Daerah Terhadap Perkembangan Kota Tangerang Selatan’ yang menjadi pokok pembahasan utama ini, terdapat tiga indikator utama yang menjadi garis pesar penelitian, yaitu pertumbuhan ekonomi, pelayanan publik, dan kinerja keuangan daerah. Dalam menganalisis pertumbuhan ekonomi, variabel yang digunakan adalah pertumbuhan ekonomi daerah dan kesejahteraan masyarakat. Dalam jurnal ini hanya menyebutkan nilai PDRB atas harga konstan dan PDRB Perkapita antara Kota Tangerang Selatan dengan Kabupaten Tangerang. Hal ini dijelaskan secara makro tanpa dijelaskan aspek apa sajakah yang menyebabkan PDRB tersebut meningkat dari tahun ke tahunnya, misaahnya aspek pertanian, jasa, bank, pengangkutan dan telekomunikasi, perdagangan, bangunan/konstruksi, listrik, gas, air bersih, serta industri pengolahan. Sehingga judgement terkait dengan PDRB yang selalu meningkat dari tahun-ketahun menjadi kurang detail karena tidak adanya penjelasan aspek apa sajakah yang berpengaruh dalam peningkatan PDRB tersebut.

Indikator kedua yang menjadi fokus penelitian dalam jurnal ini adalah bidang pelayanan publik. Dimana pembahasan hanya difokuskan pada variabel yang menjadi pelayanan dasar bagi masyarakat, yaitu pelayanan pendidikan dan kesehatan. Padahal dalam tiga tahun perkembangan awal fasilitas pemerintahan sangat dibutuhkan karena dengan adanya pemisahan dari kabupaten induk pasti banyak hal yang mengalami adaptasi, salah satunya adalah pada bidang pemerintahan. Jika hal ini tidak diprioritaskan, maka kinerja pemerintahanpun akan tersendat karena program yang seharusnya dinaungi oleh pemerintah kota tidak mendapatkan prioritas utama dalam pembangunan pelayanan publik bagi masyarakat. Terlebih lagi untuk hal yang erat kaitannya dengan peningkatan PDRB nilai konstan dan PDRB Perkapita yang terus meningkat, hal ini pasti berhubungan dengan adanya fasilitas perdagangan dan jasa yang dapat mengakomodasi keperluan masyarakat sehari-hari. Namun dalam penelitian jurnal ini tidak dibahas mengenai variabel fasilitas perdagangan dan jasa dalam bidang pelayanan publik, sehingga seakan-akan tidak terdapat hal yang saling berkaitan antara indikator pertama dan indikator yang kedua.

Sedangkan untuk indikator ketiga yang menjadi fokus penelitian adalah bidang kinerja keuangan daerah. Dimana dalam hal ini variabel yang dibahas mencakup komposisi APBD, baik dari segi penerimaan maupun alokasi belanja. Pembahasan dalam penelitian sudah jelas dan cukup menggambarkan kondisi penerimaan dan alokasi belanja dari APBD selama tiga tahun awal pemerintahan berjalan.

Pada dasarnya, pemekaran bukanlah jawaban utama untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakt dan menegaskan bahwa pemekaran membuka peluang untuk terjadinya bureaucratic and political rentseeking, yakni kesempatan untuk memperoleh

(23)

11

PERENCANAAN WILAYAH

CRITICAL REVIEW

Dampak Pemekaran Daerah Terhadap Perkembangan Kota Tangerang Selatan

keuntungan dari pemekaran wilayah, baik dana dari pemerintah pusat maupun dari penerimaan daerah sendiri. Di sisi lain, sebagai sebuah daerah otonom baru, pemerintah daerah dituntut untuk menunjukkan kemampuannya menggali potensi daerah. Hal ini bermuara kepada upaya peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang pada gilirannya menghasilkan suatu perekonomian daerah berbiaya tinggi. Pemekaran juga dianggap sebagai bisnis kelompok elit di daerah yang menginginkan jabatan dan posisi. Euforia demokrasi juga mendukung. Partai politik, yang memang sedang tumbuh, menjadi kendaraan kelompok elit ini menyuarakan aspirasinya, termasuk untuk mendorong pemekaran daerah. Dari hal tersebut, sangat penting adanya evaluasi pemekaran daerah yang diadakan oleh SKPD Kota Tangerang Selatan secara rutin untuk mengetahui kemampuan daerah dalam penyelenggaraan otonomi daerah. Harapannya melalui evaluasi maka terdapat gambaran secara umum kondisi DOB hasil pemekaran sehingga dapat dijadikan bahan kebijakan yang cukup kuat dalam penentuan arah kebijakan pemekaran daerah ke depan, termasuk penggabungan daerah.

(24)

12

PERENCANAAN WILAYAH

Dampak Pemekaran Daerah Terhadap Perkembangan Kota Tangerang Selatan

BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan

Kota Tangerang Selatan, sebagai wilayah baru yang menjadi salah satu kota di Provinsi Banten ternyata banyak memberikan kontribusi besar bagi perkembangan Provinsi Banten. Hal ini dapat terlihat dari ketiga indikator yang telah dibahas dalam penelitian ini, yaitu terkait dengan pertumbuhan ekonomi, pelayanan publik, dan kinerja keuangan daerah.

Pemekaran wilayah Kota Tangerang Selatan ini memang telah meningkatkan perekonomian daerah Provinsi Banten. Namun demikian tentu saja masih perlu adanya peningkatan lagi pada umumnya adalah semua aspek dalam pembangunan suatu daerah baru dan pada khususnya adalah terkait aspek pertumbuhan ekonomi, pelayanan publik, dan kinerja keuangan daerah. Dalam peningkatan sektor ekonomi, perlu diperjelas lagi sektor ekonomi pada bidang apakah yang menyumbang perekonomian terbesar di Kota Tangerang Selatan. Sehingga dari potensi yang ada tersebut dapat dimaksimalkan dan untuk sektor potensial lain dapat dikembangkan tahap demi tahap. Begitu juga halnya dengan aspek pelayanan publik. Bukan hanya pendidikan dan kesehatan saja yang dibutuhkan masyarakat, namun juga terkait dengan sarana dan prasarana pendukung lain yang mampu mengakomodasi kebutuhan masyarakat untuk mendukung aktivitasnya sehari-hari. Sedangkan untuk aspek yang ketiga adalah terkait dengan kinerja keuangan daerah. Status Kota Tangerang Selatan yang masih tergolong baru dan berkembang tentu saja berpengaruh pada kebutuhan dana yang besar untuk pengembangan Kota Tangerang Selatan itu sendiri. Maka dengan adanya hal tersebut, SKPD terkait harus pintar dalam memanajemen anggaran dana agar dana yang dikeluarkan bisa efektif dan efisien.

(25)

13

PERENCANAAN WILAYAH

CRITICAL REVIEW

Dampak Pemekaran Daerah Terhadap Perkembangan Kota Tangerang Selatan

DAFTAR PUSTAKA

Ayu, 2014. Dampak Pemekaran Daerah Terhadap Kota Tangerang Selatan. Diambil dari: http://sappk.itb.ac.id/jpwk1/wp-content/uploads/2014/04/182-191.pdf

Gagah, 2008. Pemekaran Wilayah. Diambil dari:

https://www.academia.edu/7160205/Pemekaran-Wilayah

Dira, 2010. Batal Punya Walikota Definitid, Kota Tangsel Terancam Bubar?. Diambil dari: http://www.tangerangnews.com/tangsel/read/3994/Batal-Punya-Wali-Kota-Definitif-Kota-Tangsel-Terancam-Bubar

Neston, 2011. Analisis Evaluasi Otonomi Kota Tangerang Selatan. Diambil dari: http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/20284982-S1107

Gambar

Gambar 1. Kerangka Berpikir Penelitian
Gambar  3. PDRB per Kapita Kota Tangerang Selatan  dan Kabupaten Tangerang.
Tabel  3.  Laju  Pertumbuhan  Tingkat  Pelayanan  Pendidikan
Tabel 4. Tingkat Pelayanan Kesehatan Terhadap Penduduk
+4

Referensi

Dokumen terkait

37 Tahun 2008 Tentang Ombudsman Republik Indonesia adalah sebagai lembaga negara yang mempunyai kewenangan mengawasi penyelenggaraan pelayanan publik, ia bersifat mandiri

Dana Pelayanan Administrasi Kependudukan yang selanjutnya disingkat Dana Pelayanan Adminduk adalah dana yang digunakan untuk men3amm keberlanjutan dan keamanan

Instrumen observasi pada penelitian ini berupa lembar observasi aktivitas guru dan siswa yang digunakan untuk mengukur pemahaman dan hasil belajar siswa. Observasi

Kedudukan PPNS dalam sistem peradilan pidana dapat dilihat dari ketentuan Pasal 1 ayat (1) KUHAP, yang menyatakan bahwa penyidik adalah pejabat polisi negara

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh yang signifikan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT) berbasis masalah

Pada halaman header Pantai Wediombo di sisi kiri terdapat icon back yang berfungsi jika di tap in kembali ke halaman menu pantai, pada bagian kanan terdapat icon menu

- Variabel - Sampel yang - Sampel yang Menumbuhkan terikat: diteliti diteliti adalah Kecerdasan Multiple - Penelititan: siswa Majemuk Multiple Intelligences Kuantitatif, berprestasi

Mengingat hal tersebut, penulis menggabungkan teknologi smartphone android yang sedang digemari anak-anak untuk menghasilkan aplikasi psikotest yang dapat digunakan