• Tidak ada hasil yang ditemukan

NASIONALISME

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "NASIONALISME"

Copied!
30
0
0

Teks penuh

(1)

NASIONALISME

NASIONALISME

BAB I BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.1 Latar Belakang

Dalam arti sederhana, nasionalisme adalah sikap mental dan tingkah Dalam arti sederhana, nasionalisme adalah sikap mental dan tingkah lakulaku individu atau masyarakat yang menunjukkan adanya loyalitas atau pengabdian yang individu atau masyarakat yang menunjukkan adanya loyalitas atau pengabdian yang tinggi terhadap bangsa dan negaranya.

tinggi terhadap bangsa dan negaranya. Rasa nasionalisme harus ada pada diri setiapRasa nasionalisme harus ada pada diri setiap masyarakat suatu negara untuk mencintai negaranya. Setiap warg

masyarakat suatu negara untuk mencintai negaranya. Setiap warg a negara tanpaa negara tanpa terkecuali anak muda atau remaja yang tinggal di dalam negara tersebut harus terkecuali anak muda atau remaja yang tinggal di dalam negara tersebut harus mempunyai rasa nasionalisme. Hal itu dapat membangun negara yang k

mempunyai rasa nasionalisme. Hal itu dapat membangun negara yang k okoh danokoh dan sesuai cita-cita bangsa maupun negara. Jika di dalam diri seseorang tidak ada rasa sesuai cita-cita bangsa maupun negara. Jika di dalam diri seseorang tidak ada rasa

untuk mencintai tanah airnya maka negara akan hancur lebur. untuk mencintai tanah airnya maka negara akan hancur lebur. Di dalam sikap atau rasa

Di dalam sikap atau rasa nasionalisme pasti terdapat rasa atau sikap patriotismenasionalisme pasti terdapat rasa atau sikap patriotisme kepada negara. Kedua sikap tersebut saling mempengaruhi satu sama lain.

kepada negara. Kedua sikap tersebut saling mempengaruhi satu sama lain. Jika diJika di dalam diri seseorang hanya terdapat rasa nasionalisme dan tidak ada

dalam diri seseorang hanya terdapat rasa nasionalisme dan tidak ada rasa patriotisme,rasa patriotisme, maka hal tersebut tidak dapat berjalan dengan lancar. Dan negara tidak akan maju dan maka hal tersebut tidak dapat berjalan dengan lancar. Dan negara tidak akan maju dan

makmur. Jadi, kedua sikap itu harus ada di dalam diri masyarakat suatu negara, makmur. Jadi, kedua sikap itu harus ada di dalam diri masyarakat suatu negara, utamanya anak muda, karena mereka adalah g

utamanya anak muda, karena mereka adalah g enerasi negara di masa depan. Maka, dienerasi negara di masa depan. Maka, di dalam diri remaja harus ditanamkan r

dalam diri remaja harus ditanamkan rasa nasionalisme dan patriotisme sejak dini, agarasa nasionalisme dan patriotisme sejak dini, agar tidak menyesal di kemudian hari.

tidak menyesal di kemudian hari.

Akhir-akhir ini banyak kebudayaan Indonesia yang diklaim oleh negara Akhir-akhir ini banyak kebudayaan Indonesia yang diklaim oleh negara lainlain sebagai hasil budaya mereka. Hal itu terjadi

sebagai hasil budaya mereka. Hal itu terjadi karena ulah masyarakat Indonesiakarena ulah masyarakat Indonesia khususnya anak muda yang tidak mempunyai

khususnya anak muda yang tidak mempunyai rasa nasionalisme bagi negaranya.rasa nasionalisme bagi negaranya. Padahal kebudayaan adalah suatu ciri khas dari sebuah negara yang harus dijaga dan Padahal kebudayaan adalah suatu ciri khas dari sebuah negara yang harus dijaga dan dilestarikan. Oleh karena itu, penulis ingin meguraikan bagimana cara menanamkan dilestarikan. Oleh karena itu, penulis ingin meguraikan bagimana cara menanamkan

rasa nasionalisme di dalam diri remaja

rasa nasionalisme di dalam diri remaja sejak dini.sejak dini. Selain itu, dalam karya

Selain itu, dalam karya tulis ini penulis mencoba mengungkapkan permasalahantulis ini penulis mencoba mengungkapkan permasalahan yang selalu menjadi konflik yaitu mulai lunturnya rasa

yang selalu menjadi konflik yaitu mulai lunturnya rasa nasionalisme di dalam diri anaknasionalisme di dalam diri anak muda yang tidak peduli terhadap negara.

muda yang tidak peduli terhadap negara. Kita sebagai generasi muda harus memilikiKita sebagai generasi muda harus memiliki rasa nasionalisme dan patriotisme yang tinggi

rasa nasionalisme dan patriotisme yang tinggi kepada negara.kepada negara. 2

2

1.2 Rumusan Masalah 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, maka yang akandiuraikan sebelumnya, maka yang akan dijadikan rumusan masalah adalah sebagai berikut:

dijadikan rumusan masalah adalah sebagai berikut: 1. Bagaimanakah pendapat para pendiri bangsa tentang

1. Bagaimanakah pendapat para pendiri bangsa tentang Nasionalisme?Nasionalisme? 2. Bagaimanakah cara menanamkan rasa

2. Bagaimanakah cara menanamkan rasa nasionalisme di dalam diri seorang remaja?nasionalisme di dalam diri seorang remaja? 3. Apakah pentingnya atau manfaat dari rasa nasionalisme pada diri remaja? 3. Apakah pentingnya atau manfaat dari rasa nasionalisme pada diri remaja? 4. Bagaimanakah seorang remaja

4. Bagaimanakah seorang remaja dapat menunjukkan rasa nasionalisme pada bangsadapat menunjukkan rasa nasionalisme pada bangsa dan negara?

dan negara? 1.3 Batasan Masalah 1.3 Batasan Masalah Di dalam karya

Di dalam karya tulis ini, penulis batasi pada pembahasan Lunturnya Rasatulis ini, penulis batasi pada pembahasan Lunturnya Rasa Nasionalisme di Kalangan Remaja Indonesia yang berusia 15-18 tahun. H Nasionalisme di Kalangan Remaja Indonesia yang berusia 15-18 tahun. H al inial ini digunakan untuk menghindari meluasnya uraian-uraian yang tidak dikehendaki oleh digunakan untuk menghindari meluasnya uraian-uraian yang tidak dikehendaki oleh penulis. Sehingga tidak terjadi kesalahan fatal di dalam penulisan karya

penulis. Sehingga tidak terjadi kesalahan fatal di dalam penulisan karya tulis ini. Selaintulis ini. Selain itu penulis batasi pada arus Globalisasi yang

(2)
(3)

saat ini. saat ini.

1.4 Tujuan Penulisan 1.4 Tujuan Penulisan

Tujuan dari penulisan mengenai masalah dalam meningkatkan Rasa Tujuan dari penulisan mengenai masalah dalam meningkatkan Rasa Nasionalisme di Kalangan Anak Muda Indonesia adalah sebagai berikut : Nasionalisme di Kalangan Anak Muda Indonesia adalah sebagai berikut : 1. Penulis mengidentifikasi penyebab mengapa masih banyak anak muda yang tidak 1. Penulis mengidentifikasi penyebab mengapa masih banyak anak muda yang tidak

memiliki rasa nasionalisme kepada negara. memiliki rasa nasionalisme kepada negara. 2. Penulis memberikan cara atau solusi dalam

2. Penulis memberikan cara atau solusi dalam mengatasi masalah lunturnya rasamengatasi masalah lunturnya rasa nasionalisme di kalangan remaja.

nasionalisme di kalangan remaja. 3. Agar pembaca m

3. Agar pembaca mempertahankan keamanan serta martabat bangsa di mata dunia.empertahankan keamanan serta martabat bangsa di mata dunia. 1.5 Manfaat Penulisan

1.5 Manfaat Penulisan

Manfaat dari penulisan mengenai masalah dalam meningkatkan Rasa Manfaat dari penulisan mengenai masalah dalam meningkatkan Rasa Nasionalisme di Kalangan Anak Muda Indonesia adalah sebagai berikut : Nasionalisme di Kalangan Anak Muda Indonesia adalah sebagai berikut :

1. Memberi informasi kepada pembaca untuk mempertahankan Indonesia dengan rasa 1. Memberi informasi kepada pembaca untuk mempertahankan Indonesia dengan rasa

nasionalisme yang tinggi. nasionalisme yang tinggi. 2. Supaya remaja I

2. Supaya remaja I ndonesia lebih menghargai hasil karya bangsa Indonesia.ndonesia lebih menghargai hasil karya bangsa Indonesia. 3. supaya remaja I

3. supaya remaja Indonesia terhindar dari pengaruh globalisasi negatif.ndonesia terhindar dari pengaruh globalisasi negatif. 3 3 BAB II BAB II KAJIAN PUSTAKA KAJIAN PUSTAKA 2.1 Nasionalisme 2.1 Nasionalisme

Nasionalisme adalah satu paham yang menciptakan dan mempertahankan Nasionalisme adalah satu paham yang menciptakan dan mempertahankan kedaulatan sebuah negara (dalam bahasa Inggris

kedaulatan sebuah negara (dalam bahasa Inggris "nation""nation") dengan mewujudkan satu) dengan mewujudkan satu konsep identitas bersama untuk sekelompok manusia. Para nasionalis menganggap konsep identitas bersama untuk sekelompok manusia. Para nasionalis menganggap

negara adalah berdasarkan beberapa

negara adalah berdasarkan beberapa "kebenaran politik" (political legitimacy)."kebenaran politik" (political legitimacy). Bersumber dari teori romantisme yaitu "identitas budaya", debat liberalisme yang Bersumber dari teori romantisme yaitu "identitas budaya", debat liberalisme yang menganggap kebenaran politik adalah bersumber dari kehendak rakyat, atau gabungan menganggap kebenaran politik adalah bersumber dari kehendak rakyat, atau gabungan

kedua teori itu. kedua teori itu.

Ikatan nasionalisme tumbuh di tengah masyarakat saat

Ikatan nasionalisme tumbuh di tengah masyarakat saat pola pikirnya mulaipola pikirnya mulai merosot. Ikatan ini terjadi saat

merosot. Ikatan ini terjadi saat manusia mulai hidup bersama dalam suatu wimanusia mulai hidup bersama dalam suatu wi layahlayah tertentu dan tak beranjak dari situ. Saat itu, naluri mempertahankan diri sangat berperan tertentu dan tak beranjak dari situ. Saat itu, naluri mempertahankan diri sangat berperan

dan mendorong mereka untuk

dan mendorong mereka untuk mempertahankan negerinya, tempatnya hidup danmempertahankan negerinya, tempatnya hidup dan menggantungkan diri. Dari sinilah cikal bakal tumbuhnya ikatan ini, y

menggantungkan diri. Dari sinilah cikal bakal tumbuhnya ikatan ini, y ang notabeneang notabene lemah dan bermutu rendah. Ikatan inipun tampak

lemah dan bermutu rendah. Ikatan inipun tampak pula dalam dunia hewan saat adapula dalam dunia hewan saat ada ancaman pihak asing yang

ancaman pihak asing yang hendak menyerang atau menaklukkan suatu negeri. Namun,hendak menyerang atau menaklukkan suatu negeri. Namun, bila suasananya aman dari serangan musuh dan musuh

bila suasananya aman dari serangan musuh dan musuh itu terusir dari negeri itu terusir dari negeri itu,itu, sirnalah kekuatan ini.

sirnalah kekuatan ini.

Dalam zaman modern ini, nasionalisme merujuk kepada amalan politik Dalam zaman modern ini, nasionalisme merujuk kepada amalan politik dandan

ketentaraan yang berlandaskan nasionalisme secara etnik serta keagamaan, seperti yang ketentaraan yang berlandaskan nasionalisme secara etnik serta keagamaan, seperti yang

dinyatakan di bawah. Para ilmuwan politik biasanya

dinyatakan di bawah. Para ilmuwan politik biasanya menumpukan penyelmenumpukan penyelidikanidikan mereka kepada nasionalisme yang

mereka kepada nasionalisme yang ekstrem seperti nasionalisme sosialisme,ekstrem seperti nasionalisme sosialisme, pengasingan dan sebagainya. Nasionalisme dapat menonjolkan dirinya

pengasingan dan sebagainya. Nasionalisme dapat menonjolkan dirinya sebagaisebagai sebagian paham negara atau g

sebagian paham negara atau gerakan (bukan negara) yang populer berdasarkanerakan (bukan negara) yang populer berdasarkan pendapat warganegara, etnis, budaya, keagamaan dan ideologi. Kategori

pendapat warganegara, etnis, budaya, keagamaan dan ideologi. Kategori tersebuttersebut lazimnya berkaitan dan kebanyakan teori

lazimnya berkaitan dan kebanyakan teori nasionalisme mencampuradukkan sebahagiannasionalisme mencampuradukkan sebahagian atau semua elemen tersebut. Nasionalisme abad ini tidak bisa ditarik mundur ke atau semua elemen tersebut. Nasionalisme abad ini tidak bisa ditarik mundur ke

bentangan abad lalu. bentangan abad lalu.

4 4

Nasionalisme juga bukan lagi produk zaman ini. I

(4)

Makna kepahlawanan juga makin digugat ketika

Makna kepahlawanan juga makin digugat ketika cacat historis kian tersingkap,cacat historis kian tersingkap, sebagaimana tuduhan atas Tuanku Imam Bonjol. Tantangan-tantangan keindonesiaan sebagaimana tuduhan atas Tuanku Imam Bonjol. Tantangan-tantangan keindonesiaan

tidak terletak pada masa lalu,

tidak terletak pada masa lalu, tapi menghunjam dari masa depan, dengan kecepatantapi menghunjam dari masa depan, dengan kecepatan kinetik. Tapi tantangan itu selalu datang dari satu

kinetik. Tapi tantangan itu selalu datang dari satu sumber, yakni ilmu sumber, yakni ilmu pengetahuan,pengetahuan, dengan teknologi sebagai variasi. Maka, ketika anak-anak muda lebih banyak

dengan teknologi sebagai variasi. Maka, ketika anak-anak muda lebih banyak berbicaraberbicara tentang kekuasaan ketimbang mendiskusikan ilmu

tentang kekuasaan ketimbang mendiskusikan ilmu pengetahuan adalah bagian daripengetahuan adalah bagian dari proses destruksi dari idealisme anak-anak muda sendiri. Sebab, bicara tentang proses destruksi dari idealisme anak-anak muda sendiri. Sebab, bicara tentang kekuasaan hari ini tidak berbeda jauh dengan

kekuasaan hari ini tidak berbeda jauh dengan kontes menyanyi dan menari, yaknikontes menyanyi dan menari, yakni bergantung pada perolehan SMS yang Anda terima.

bergantung pada perolehan SMS yang Anda terima. Kekuasaan hari ini adalah kekuasaan yang m

Kekuasaan hari ini adalah kekuasaan yang m enjauh dari ilmu pengetahuanenjauh dari ilmu pengetahuan sehingga menjadi sangat

sehingga menjadi sangat anti-intelektual. Dengan ilmu pengetahuan, nasionalisme jelasanti-intelektual. Dengan ilmu pengetahuan, nasionalisme jelas akan terkapar jatuh. Doctrin sejarah

akan terkapar jatuh. Doctrin sejarah Indonesia yang mengatakan bahwa pembebasanIndonesia yang mengatakan bahwa pembebasan atas kolonialisme datang dari nasionalisme adalah omong kosong. Tidak ada i

atas kolonialisme datang dari nasionalisme adalah omong kosong. Tidak ada i tu bambutu bambu runcing bisa menang menghadapi meriam. Perlawanan atas nasionalisme pertama dan runcing bisa menang menghadapi meriam. Perlawanan atas nasionalisme pertama dan utama sekali datang dari penguasaan atas

utama sekali datang dari penguasaan atas ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuanlah yangilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuanlah yang meruntuhkan kolonialisme, sebagaimana juga meruntuhkan kehendak hegemonis Orde meruntuhkan kolonialisme, sebagaimana juga meruntuhkan kehendak hegemonis Orde

Baru.1 Baru.1

2.2 Nasionalisme Menurut Pendiri Bangsa 2.2 Nasionalisme Menurut Pendiri Bangsa Banyak ahli dan para para

Banyak ahli dan para para pendiri bangsa yang mendiskripsikan arti atau maknapendiri bangsa yang mendiskripsikan arti atau makna Nasionalisme, mereka mempunyai pandapat yang berbeda-beda. Baberapa pendiri Nasionalisme, mereka mempunyai pandapat yang berbeda-beda. Baberapa pendiri bangsa Indonesia yang mendiskripsikan nasionalisme antara lain adalah Ir.

bangsa Indonesia yang mendiskripsikan nasionalisme antara lain adalah Ir. SoekaranoSoekarano dan Mohammad Hatta, mereka adalah Bapak Pr

dan Mohammad Hatta, mereka adalah Bapak Pr oklamator Indonesia. Berikut ini adalahoklamator Indonesia. Berikut ini adalah pendapat Beliau mengenai

pendapat Beliau mengenai Nasionalisme:2Nasionalisme:2 2.2.1 Menurut Ir. Soekarno

2.2.1 Menurut Ir. Soekarno Dalam pidato tentang Dasar Negara

Dalam pidato tentang Dasar Negara Indonesia pada 1 Juni 1945 di Indonesia pada 1 Juni 1945 di GedungGedung Pejambon Jakarta, antara lain, dengan tegas menggarisbawahi dasar pertama Pejambon Jakarta, antara lain, dengan tegas menggarisbawahi dasar pertama

Indonesia adalah kebengsaan bukan yang lain. Menurut Soekarno, prinsip Indonesia adalah kebengsaan bukan yang lain. Menurut Soekarno, prinsip pertama yang harus menggarisbawahi dasar filsafat I

pertama yang harus menggarisbawahi dasar filsafat I ndonesia merdeka adalahndonesia merdeka adalah nasionalisme. Ia ia menekankan bahwa yang dimaksudnya bukanlah nasionalisme nasionalisme. Ia ia menekankan bahwa yang dimaksudnya bukanlah nasionalisme 1 Purwono. Buku dan Perpustakaan :

1 Purwono. Buku dan Perpustakaan : Catatan Memori Bangsa Catatan Memori Bangsa Pembangkit Nasionalisme. 2007: halamanPembangkit Nasionalisme. 2007: halaman 6

6

2 Triwamwoto, Petrus Citra. Kewarganegaraan SMA Kelas 1. Grasindo. 2004: halaman 22 2 Triwamwoto, Petrus Citra. Kewarganegaraan SMA Kelas 1. Grasindo. 2004: halaman 22

5 5

dalam arti sempit (chauvinisme). Katanya, syarat bangsa harus dalam arti sempit (chauvinisme). Katanya, syarat bangsa harus mempertimbangkan persatuan antara manusia dan tanah. mempertimbangkan persatuan antara manusia dan tanah.

Gambar 2.1 Presiden Ir. Soekarno Gambar 2.1 Presiden Ir. Soekarno Indonesia adalah negara kita. Indonesia yang bulat. P

Indonesia adalah negara kita. Indonesia yang bulat. P endek kata, bangsaendek kata, bangsa Indonesia bukan satu-satunya golongan orang yang hidup di dalam

Indonesia bukan satu-satunya golongan orang yang hidup di dalam suatu daerahsuatu daerah yang sempit, seperti Minangkabau atau Madura atau Yogyakarta

yang sempit, seperti Minangkabau atau Madura atau Yogyakarta atau juga Sundaatau juga Sunda dan Bugis, tetapi bangsa Indonesia ialah

dan Bugis, tetapi bangsa Indonesia ialah seluruh manusia yang menurutseluruh manusia yang menurut geopolitik telah ditentukan tiggal di kesatuan semua pulau Indonesia dari

geopolitik telah ditentukan tiggal di kesatuan semua pulau Indonesia dari SabangSabang sampai Merauke.

sampai Merauke. Pada tahun 1926 Bung Karno

Pada tahun 1926 Bung Karno menulis buku dalam Indonesia Muda,menulis buku dalam Indonesia Muda,



Nasionalisme, Islam, dan MarxismeNasionalisme, Islam, dan Marxisme. Dalam tulisannya tersebut beliau lebih. Dalam tulisannya tersebut beliau lebih menekannkan aspek nasionalisme. Sejak awal

menekannkan aspek nasionalisme. Sejak awal beliau telah memastikan posisinyabeliau telah memastikan posisinya dalam tiga kekuatan itu. Menurutnya, suatu ide nasionalisme yang

dalam tiga kekuatan itu. Menurutnya, suatu ide nasionalisme yang lebihlebih dipertajam dengan tujuan-tujuan yang jelas akan dapat diterima

dipertajam dengan tujuan-tujuan yang jelas akan dapat diterima semua dalamsemua dalam keadaan pergerakan pada waktu itu dan dengan itu

(5)

pergerakan. Baginya, gerakan-gerakan Islam, Marxis, dan Nasionalis di Indonesia berasal dari suatu dasar yang sama, yaitu hasrat kebangsaan untuk melawan

kapitalisme dan imperialisme. 3 2.2.2 Menurut Drs. Mohammad Hatta

Tanah air dalam pikiran Bung Hatta bukanlah sepotong geografi dan sederet masa lalu, tetapi sesuatu yang berkembang dengan kerja. Pada tahun 1928 ketika

berumur 26 tahun dan masih menjadi mahasiswa di Rotterdam, Bung Hatta ditangkap pemerintah Belanda karena kegiatan politik. Ia dibawa ke depan Mahkamah di Den Haag. Dengan yakin B ung Hatta membacakan pleidoi dengan

3 Triwamwoto, Petrus Citra. Kewarganegaraan SMA Kelas 1. Grasindo. 2004: halaman 22-23 6

kalimat penutup, Hanya satu tanah air yang dapat disebut tanah airku. Ia berkembang dengan usaha, dan usaha itu ialah usahaku.

Dalam rapat Indonesische Vereeniging, Bung Hatta dan teman-temannya menentukan untuk memberi nama tanah air ini Indonesia, dan bukan

Hindia-Belanda. Dengan kata itu memasuki kebangsaan sebagai proyek masa depan. Dengan itu apa yang dahulu disebut Sumatera, Jaw a, Islam, atau Kristen

telah meleleh.

Gambar 2.2 Drs. Moh. Hatta

Nasionalisme yang dipilih dengan sesuatu yang retrogresif, yang bergerak ke belakang seraya berpura-pura maju. Menjelang Perang Dunia ke-2, kaum militer Jepang mengibarkan nama nasionalisme yang seperti itu - nasionalisme

yang mencari akar keaslian tidak henti-hentinya. Naziisme Hitler tidak jauh berbeda. Sebab itulah mereka agresif, karena keaslian, seperti halnya kemurnian, tidak mengehendaki percampuran. Sesuatu yang mustahil di abad ke-20. Dengan kata lain, sebuah nasionalisme yang tidak menutup pintu dengan

keras. Nasionlisme yang tidak memandang jauh, ke belakang dan ke dalam.4

4 Triwamwoto, Petrus Citra. Kewarganegaraan SMA Kelas 1. Grasindo. 2004: halaman 23-24 7

BAB III

METODOLOGI PENULISAN

Penyusunan karya tulis yang berjudul Lunturnya Nasionalisme Remaja Indonesia,

penulis menggunakan metode-metode agar mendapat hasil yang baik dan optimal. Metodemetode yang digunakan antara lain :

3.1 Study Pustaka

Dalam penulisan karya tulis yang berjudul Lunturnya Nasionalisme Remaja Indonesia, penulis menggunakan metode diskriptif dalam bentuk Study Pustaka. Dalam metode Study Pustaka ini penulis memperoleh data dari buku dan I nternet.

3.2 Observasi

Dalam metode ini dilakukan beberapa observasi lingkungan yang berkaitan dengan nasionalisme di kalangan remaja dengan meneliti langsung di SMA Negeri I

Maospati kelas X, XI, dan XII sehingga dapat diketahui secara langsung jumlah remaja yang peduli dan tidak tentang m akna nasionalisme.

3.3 Wawancara

Dalam metode ini, media wawancara sangat diperlukan ketika perancangan dan pembuatan karya tulis. Baik konsultasi kepada guru pembimbing m aupun dengan sumber-sumber lain yang dapat dijadikan referensi tambahan dan acuan terhadap

(6)

8 BAB IV

HASIL DAN ANALISIS DATA

4.1 Pengaruh Globalisasi Terhadap Nilai Nasionalisme di Kalangan Generasi Muda Arus globalisasi begitu cepat merasuk ke dalam masyarakat terutama di kalangan muda. Pengaruh globalisasi terhadap anak muda juga begi tu kuat. Pengaruh globalisasi

tersebut telah membuat banyak anak muda kita kehilangan kepribadian diri sebagai bangsa Indonesia. Hal ini ditunjukkan dengan gejala-gejala yang muncul dalam

kehidupan sehari- hari anak muda sekarang.

Dari cara berpakaian banyak remaja-remaja kita yang berdandan seperti selebritis budaya Barat. Mereka menggunakan pakaian yang mi nim bahan dan memperlihatkan bagian tubuh. Pada hal cara berpakaian tersebut jelas tidak sesuai dengan kebudayaan

kita. Tak ketinggalan, gaya rambut mereka dicat beraneka warna. Pendek kata orang lebih suka jika menjadi orang lain dengan cara menutupi identitasnya. Tidak banyak remaja yang mau melestarikan budaya bangsa dengan mengenakan pakaian yang sopan

sesuai dengan kepribadian bangsa.

Teknologi internet merupakan teknologi yang memberikan informasi tanpa batas dan dapat diakses oleh siapa saja. Apa lagi bagi anak muda, internet sudah menjadi santapan mereka sehari-hari. Jika digunakan dengan semestinya tentu memperoleh manfaat yang berguna. Tetapi jika tidak, kita akan rugi. Dan sekarang, banyak pelajar

dan mahasiswa yang menggunakan tidak semestinya. Misal untuk membuka situs porno. Bukan hanya internet, ada lagi pegangan wajib mereka yaitu handphone. Rasa

sosial terhadap masyarakat menjadi tidak ada karena mereka lebih memilih sibuk dengan menggunakan handphone.

Dilihat dari sikap, banyak anak muda yang tingkah lakunya tidak kenal sopan santun dan cenderung cuek tidak ada rasa peduli terhadap lingkungan. Karena globalisasi menganut kebebasan dan keterbukaan sehingga mereka bertindak sesuka hati. Contoh nyata adanya geng motor anak muda yang melakukan tindakan kekerasan

yang menganggu ketentraman dan kenyamanan masyarakat.

Jika pengaruh-pengaruh di atas dibiarkan, apa jadinya g enersi muda tersebut? Moral generasi bangsa menjadi rusak, timbul tindakan anarkis antara golongan muda.

9

Hubungannya dengan nilai nasionalisme akan berkurang karena tidak ada rasa cinta terhadap budaya bangsa sendiri dan rasa peduli terhadap masyarakat. Padahal generasi

muda adalah penerus masa depan bangsa.

Berdasarkan analisa dan uraian di atas pengaruh negatif globalisasi lebih banyak daripada pengaruh positifnya. Oleh karena itu diperlukan langkah untuk mengantisipasi

pengaruh negatif globalisasi terhadap nilai nasionalisme sebagai berikut: 1. Menumbuhkan semangat nasionalisme yang tangguh, misal semangat mencintai

produk dalam negeri.

2. Menanamkan dan mengamalkan nilai- nilai Pancasila dengan sebaik- baiknya. 3. Menanamkan dan melaksanakan ajaran agama dengan sebaik- baiknya. 4. Mewujudkan supremasi hukum, menerapkan dan menegakkan hukum dalam arti

sebenar- benarnya dan seadil- adilnya.

5. Selektif terhadap pengaruh globalisasi di bidang politik, ideologi, ekonomi, sosial budaya bangsa.

Dengan adanya langkah-langkah antisipasi tersebut diharapkan mampu menangkis pengaruh globalisasi yang dapat mengubah nilai nasionalisme terhadap

(7)

bangsa. Sehingga kita tidak akan kehilangan kepribadian bangsa dan tetap memiliki rasa nasionalisme.

4.2 Hasil Pengamatan Nasionalisme di Kalangan Remaja

Dari pengamatan rasa nasionalisme yang ada di kalangan remaja Indonesia, penulis mengambil sampel dari siswa kelas X, XI, dan XII SMA Negeri I Maospati.

Berikut ini hasil pengamatannya:

1. Dengan adanya perkembangan zaman dan teknologi, kalangan remaj a sekarang banyak terpengaruh dengan arus globalisasi. Apakah Anda setuju apabila internet

dapat merusak moral remaja Indonesia? 0% 10% 20% 30% 40% 50% Setuju Tidak Setuju Tidak Tahu

Gambar 4.1 Grafik Pengamatan Nomor 1 10

2. Selain dengan hal-hal di atas, handphone juga dapat merusak nilai-nilai nasionalisme di kalangan remaja Indonesia?

0% 10% 20% 30% 40% 50% Setuju Tidak Setuju Tidak Tahu

Gambar 4.2 Grafik Pengamatan Nomor 2

3. Sekarang banyak remaja yang mengkonsumsi rokok dan narkoba. Kata mereka,  jika tidak mengkonsumsinya maka mereka tidak gaul dan disebut banci.

0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% Setuju Tidak Setuju Tidak Tahu

(8)

Gambar 4.3 Grafik Pengamatan Nomor 3

4. Saat upacara bendera banyak siswa yang tidak khitmad dalam menjalanjkan upacara tersebut. Sehingga dapat menggangu jalannya upacara dan berkurangnya

rasa nasionalisme. 0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% Setuju Tidak Setuju Tidak Tahu

Gambar 4.4 Grafik Pengamatan Nomor 4

5. Dari pernyataan diatas, dapat disimpulkan bahwa sekarang banyak remaja yang tidak peduli kepada negara, sehingga mereka tidak mempunyai rasa nasionalisme.

11 0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70%

Setuju Tidak Setuju Tidak Tahu Gambar 4.5 Grafik Pengamatan Nomor 5

Dari data pengamatan di atas dapat disimpulkan moral dan rasa nasionalisme remaja Indonesia telah merosot atau menurun dengan tajam.

4.3 Manfaat Rasa Nasionalisme Bagi Remaja Indonesia

Rasa nasionalisme harus ditanamkan sejak dini pada seorang remaja. Hal itu berguna bagi perkembangan negeri dan bangsa, seperti :

1. Menjaga kelestarian budaya Indonesia.

2. Melindungi wilayah-wilayah kekuasaan Indonesia agar tetap utuh.

3. Menambah rasa persatuan dan kesatuan di kalang an masayarakat khususnya remaja Indonesia.

4.4 Ciri-Ciri Menurunnya Rasa Nasionalisme Dalam Diri Remaja Indonesia Saat ini sangat banyak remaja Indonesia yang mengalami penurunan dalam mengembangkan rasa nasionalisme kepada negara Indonesia. Ciri-ciri dari penurunan rasa nasionalisme remaja tersebut antara lain, lebih menyukai gaya hidup bangsa barat,

misal mereka selalu ingin hidup bebas tanpa batas atau sekehendanya sendiri untuk melakukan hal yang melanggar norma dan nilai sosial yang ada di masyarakat. Selain itu ciri-ciri yang lain adalah mereka bersikap apatis terhadap lingkungan atau merasa

acuh tak acuh pada lingkungan masyarakat.

Ciri-ciri yang terakhir adalah mereka tidak pernah berpartisipasi dalam kehidupan sosial seperti saat ada sebuah acara di dalam masyarakat mereka tidak pernah mau untuk mengikuti acara-acara tersebut, misal kegiatan kerja bakti, organisasi remaja

(9)

(Karang Taruna) dan kegiatan-kegiatan yang lain yang mereka anggap tidak penting. 12

BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan hasil analisa yang telah dilakukan mengenai cara mengatasi Lunturnya Nasionalisme Remaja Indonesia, maka dapat disimpulkan

sebagai berikut :

1. Banyak remaja I ndonesia yang tidak peduli terhadap bangsa dan negara Indonesia. 2. Menurunnya rasa nasionalisme di kalangan remaja Indonesia disebabkan oleh arus

globalisasi negatif yang mewabah di Indonesia.

3. Rasa nasionalisme yang tinggi bermanfaat bagi nusa dan bangsa misal menjaga wilayah dan kebudayaan Indonesia.

4. Ciri-ciri menurunnya rasa nasionalisme remaja Indonesia adalah lebih menyukai gaya hidup bangsa barat, apatis terhadap lingkungan, dan tidak pernah

berpartisipasi dalam kehidupan sosial. 5.1 Saran  Saran

Setiap hasil karya tidak ada yang sempurna dan pasti mempunyai beberapa kekurangan. Adapun saran-saran untuk kemajuan karya tulis yang telah dibuat oleh

penulis adalah sebagai berikut :

1. Agar mendapatkan hasil yang maksimal, setelah melakukan observasi dari suatu tempat penulis harus memeriksa kembali apakah data-data yang dibutuhkan sudah

cukup.

2.Agar dalam penyampaian tulisan dapat dipahami dengan mudah maka penulis perlu menjelaskan tiap-tiap bahan observasi secara terperinci.

DAFTAR PUSTAKA

1989. Ensiklopedi Nasional Indonesia, Jilid. 3. Jakarta: Cipta A di Pustaka. Artikel non personal. 2002. Penyadaran Pentingnya Nasionalisme.

http://www.polarhome.com/pipermail/nusantara/2002-October/000578.html

Artikel non Personal. 2007. Nasionalisme Kaum Muda Indonesia. http://carockroro.multiply.com/journal/item/4/NASIONALISME_K

AUM_MUDA_INDONESIA

Artikel non personal. 2009. Merangsang Spirit Hero Kalangan Muda.

http://www.dutamasyarakat.com/artikel-21843-merangsang-spirithero-kalangan-muda.html

Artikel non personal. 2010. Pengaruh Globalisasi Terhadap Nilai Nasionalisme di Kalangan Generasi Muda.

http://rizkicrew.ngeblogs.com/2010/01/04/pengaruh-globalisasiterhadap-nilai-nasionalisme-di-kalangan-generasi-muda/

Artikel non personal. Generasi Muda Penentu Masa Depan Bangsa. I ntegritas Universitas Mulawarman. Samarinda. Agustus 2008.

Dkk, Wahyuingsih. 2009. Pendidikan Kewarganegaraan SMA / MA Kelas X Semester 1. Solo: CV Sindunata.

Jamli, Edison, dkk. 2005. Kewarganegaraan. Jakarta: Bumi Akasara. Pontoh, Coen Husain. 2003. Akhir Gl obalisasi. Jakarta: C-Books.

(10)

Suteng, Bambang, dkk. 2007. Pendidikan Kewarganegaraan Untuk SMA Kelas X. Jakarta: Erlangga.

Triwamwoto, Petrus Citra. 2004. Kewarganegaraan SMA Kelas 1. Jakarta: PT Grasindo. ISME INDONESIA

Artikel 1

Relevankah Pendidikan Menengah?

Artikel berikut ini adalah versi asli dari yang dipublikasikan di Opini Kompas, 21 Agustus 2008. Selama beberapa dekade, pendidikan formal telah menjadi bagian alami dari kehidupan masyarakat moderen sedemikian sehingga kita melihat sekolah sebagai prasyarat untuk menjalani kehidupan yang produktif. Mereka yang tidak bersekolah hampir dapat dianggap akan tersisih dari tatanan masyarakat

moderen, tanpa adanya pilihan maupun keberuntungan.

Namun bagaimana sebenarnya pendidikan formal, terutama sekolah menengah, memberikan kontribusi terhadap masyarakat Indonesia? Dua berita di Kompas mengi ndikasikan bahwa hanya 17,2% dari 28 juta penduduk Indonesia usia 19-24, dan 6,2% dari 306.749 murid di SMP Terbuka yang dapat meneruskan

ke jenjang pendidikan tinggi (5 A gustus 2008).

Padahal kebanyakan SMU, terutama SMUN, masih menekankan hafalan terhadap lebih dari selusin mata pelajaran setiap minggunya dan mempersiapkan siswa untuk Ujian Nasional, dengan harapan kebanyakan dari lulusan sekolah akan melanjutkan ke jenjang pendidikan tinggi. Namun ternyata upaya

ini hanya mencakup 17,2% pemuda-pemudi Indonesia. Lalu apakah fungsi pendidikan di sekolah menengah bagi 82,8% sisanya?

Dalam sebuah kunjungan ke SMAN 1 di Desa Marangkayu, Kabupaten Kutai Kartanegara, Kal imantan Timur, saya mengamati siswa-siswi di kelas Kimia sedang belajar menghitung lokasi atom pada tabel

periodik untuk mengidentifikasi jenis zatnya. Padahal sekolah tersebut tidak memiliki dana untuk melangsungkan eksperimen di laboratorium kimia, sehingga kemungkinan besar siswa-siswi tidak akan

pernah melihat zat-zat kimia yang telah mereka identifikasikan.

Walaupun sebagian dari lulusan SMAN 1 berencana melanjutkan ke universitas, lebih banyak yang akan mencoba memasuki dunia kerja dengan menggunakan ijazah SMA mereka sebagai satu-satunya modal. Di desa yang berpenduduk 22.117 orang, hanya 7% lulusan SMU dan 1,2% lulusan diploma dan sarjana. Dengan kata lain, hanya sekitar 14,6% lulusan SMU yang melanjutkan ke jenjang pendidikan selanjutnya

(Kecamatan Marangkayu, 2008). Lalu apakah gunanya k emampuan untuk mengidentifikasi jenis zat sebuah atom untuk kehidupan dan masa depan kebanyakan murid disana? Nyaris tidak ada. Ijazah SMU telah dianggap sebagai paspor untuk memasuki dunia kerja, padahal Survei Angkatan Kerja

Nasional menunjukkan dari 10 juta pengangguran usia kerja, 55% berpendidikan sekolah menengah (BPS, 2008). Jelas, lulusan sekolah menengah tidak dipersiapkan dan tidak memiliki ketrampilan untuk

memasuki dunia kerja.

Pendidikan menengah di Indonesia sangat terfokus pada pengembangan kemampuan akademik menuju universitas, dan karenanya tidak  atau lebih tepatnya belum  relevan bagi mayoritas pemuda-pemudi

Indonesia. Pertanyaan yang berikutnya muncul adalah: Lalu, pendidikan menengah seperti apa yang lebih relevan?

Mengambil Desa Marangkayu sebagai contoh kasus, 78% perekonomian di Kabupaten Kutai Kartanegara datang dari bidang pertambangan dan penggalian, dan 11% dari pertanian (ProVisi Education, 2007). Sementara di Desa Marangkayu 28,4% bekerja di bidang pertanian dan perkebunan karet, 5% k aryawan,

1,7% wiraswasta, dan 2,8% bekerja di bidang pertukangan, nelayan, dan jasa, sementara sisanya tidak terdata (Kecamatan Marangkayu, 2008).

(11)

mensejahterakan kebanyakan warga Desa Marangkayu. Dapatkah pendidikan menengah mencoba mengatasi kesenjangan antara kualitas sumber daya manusia dengan kemampuan untuk mengolah sumber alam lokal? Bukankah pekerjaan kebanyakan penduduk di bidang pertanian dan perkebunan

karet seharusnya dapat dijadikan sumber pembelajaran?

Saya tidak menyarankan agar semua sekolah menengah di Kabupaten Kutai Kartanegara berbondong-bondong memfokuskan perhatiannya pada bidang pertambangan, penggalian, dan pertanian. Namun dari pemahaman yang lebih mendalam tentang sumber daya alam l okal, pembelajaran di sekolah dapat

bersifat lebih kontekstual dan bermakna bagi keberlangsungan kehidupan dan kemajuan komunitas lokal.

Misalnya, dalam pelajaran Sejarah, Sosiologi, dan Ekonomi, siswa dapat meneliti asal usul keberadaan Desa Marangkayu, latar belakang sosial ekonomi, jenis pekerjaan, dan permasalahan sosial. Dalam pelajaran Geografi siswa dapat mendatangi lahan-lahan pertambangan, perminyakan, pertanian, dan perkebunan untuk mengkaji perbedaan antar lahan. Kegiatan tersebut dapat dikaitkan dengan pelajaran

Biologi yang mengkaji kondisi dan masalah lingkungan, ekosistem, jenis tanaman dan binatang lokal, dll. Kemampuan siswa dalam mewawancara, menganalisa, dan membuat laporan mengasah ketrampilan interpersonal, berpikir, dan berbahasa Indonesia. Pengetahuan tentang sumber daya lokal, dari

rumput-rumput ilalang, berbagai jenis daun, dan batu-batuan dapat dijadikan bahan dasar untuk pelajaran Kesenian dan Teknik Ketrampilan, yang hasilnya dapat dijual ke kota terdekat untuk menjajagi

kemampuan berwiraswasta.

Kegiatan-kegiatan tersebut bertujuan memberikan ketrampilan dan pengetahuan lokal yang memungkinkan sebagian besar siswa untuk langsung terjun ke dunia kerja, tanpa mengesampingkan

pengetahuan akademik bagi mereka yang mampu dan memiliki kesempatan untuk melanjutkan ke  jenjang pendidikan yang lebih tinggi.

Dari pembahasan contoh kasus di atas, tersirat bahwa solusi untuk permasalahan pendidikan menengah yang lebih relevan membutuhkan kajian mengenai kondisi lokal sehingga solusinya bersifat kontekstual

terhadap komunitas. Kondisi komunitas yang berbeda membutuhkan solusi yang berbeda pula. Pendidikan menengah yang kita kenal sekarang baru memberikan tawaran solusi yang diseragamkan

dengan menggunakan sebagian kecil penduduk Indonesia sebagai tolak ukur. Sementara untuk mayoritas penduduk, masih perlu dikaji dan dirumuskan bentuk-bentuk pendidikan yang lebih relevan,

yang kemungkinan besar belum kita kenal sekarang. Diposkan oleh Dewi Susanti

Artikel 2

Komunitas Pendidikan Menengah Berbasis TIK Diluncurkan lenny

BERITAJAKARTA.COM  14-10-2008

Semakin majunya era teknologi informasi dan komunikasi membuat Pemerintah Provinsi DKI Jakarta berpikir keras agar pelajar Sekolah Menengah Atas (SMA) dan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) tidak

ketinggalan. Karenanya, Pemprov DKI mencanangkan Komunitas Pendidikan Menengah Berbasis Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) Jakarta di dalam pendidikan SMA dan SMK Negeri. Pencanangan komunitas ini diluncurkan langsung Fauzi Bowo, Gubernur DKI Jakarta melalui pesan

singkat kepada seluruh kepala sekolah yang hadir di Balai Agung, Selasa (14/10).

Kemudian Fauzi Bowo diberikan sebuah spidol oleh ROCI buatan seorang pelajar SMA Negeri di Jakarta. Spidol itu dipakai gubernur untuk menandatangi plakat yang disediakan Dinas Pendidikan Menengah

(12)

ketinggalan dengan negara maju dan berkembang lai nnya. Seperti di Korea Selatan telah ada C yber Korea 2001, Jepang dengan e-Japan Priority Program, Malaysia dengan Smart School dan negara-negara

Eropa yang membangun e-Europe.

Meski baru diluncurkan sekarang, sebenarnya kegiatan pendidikan berbasis TIK telah diawali dengan berbagai kegiatan sejak 2003 antara lain pelaksanaan sistem software administrasi sekolah (SAS) offline dan online pada 2004 dan 2006, dan pemberian fasilitas kepemilikan laptop bagi guru pada 2006. Selain itu penambahan perangkat dan jaringan terus dilakukan. Hingga saat ini seluruh SMA/SMK negeri dan

lebih dari 70 persen sekolah swasta sudah tersambung dengan jaringan internet.

Komputer yang terhubung ke internet lebih dari 10 ribu unit, dan 100 sekolah terpasang hotspot, 200 ruang guru dilengkapi LCD. Sedangkan guru yang telah memiliki laptop ada sekitar 7 ribu guru. AKhir tahun ini diharapkan seluruh SMA/SMK swasta sudah t erhubung ke jaringan internet. Saat i ni, terdapat

116 SMA negeri, 62 SMK negeri, 346 SMA swasta, dan 606 SMK swasta. Seluruh SMA dan SMK Negeri, komputernya telah terkoneksi dengan jaringan internet. Sedangkan untuk SMA dan S MK swasta baru, 60 persen terkoneksi dengan jaringan internet. Saat ini hanya ada 200 ruang kelas yang memakai LCD

Projector dari puluhan ribu kelas di SMA dan SMK negeri dan swasta di Jakarta.

Suatu dosa besar, jika Pemprov DKI dan berbagai instansi pemerintah lainnya tidak bisa menyiapkan murid-murid dalam pendidikan berbasis teknologi

- Fauzi Bowo, Gubernur DKI Jakarta

Fauzi Bowo Gubernur DKI Jakarta menekankan, pemanfaatan TIK untuk SMA dan SMK baik negeri maupun swasta, harus diarahkan untuk peningkatan dan perluasan kesempatan belajar, peningkatan mutu pendidikan dan daya saing, serta peningkatan akuntabilitas dan citra publik. Suatu dosa besar,  jika Pemprov DKI dan berbagai instansi pemerintah lainnya tidak bisa menyiapkan murid-murid dalam pendidikan berbasis teknologi, katanya dalam acara Pencanangan Komunitas Pendidikan Menengah

Berbasis Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) Prov DKI Jakarta di Balai Agung, Selasa (14/10). Karena, murid-murid SMA dan SMK harus siap menjadi basis pengetahuan terhadap ilmu pengetahuan

di masa mendatang. Sebab dengan TIK, secara langsung telah memengaruhi cara belajar siswa untuk mengolah berbagai informasi dari berbagai tempat. Program ini bertujuan meningkatkan sektor informasi TIK terutama di bidang pendidikan yang akan menjadi kunci sukses negara di masa depan, ujar dia. Hingga tahun ini, di DKI Jakarta telah ada 10 ribu komputer sekolah telah terhubung internet.

Sejumlah sekolah telah dilengkapi dengan wi-fi dan hotspot.

Kendati demikian, terang mantan Wakil Gubernur era Sutiyoso ini, 30 persen SMA masih m emiliki sistem komputer yang out of date dan perlu di-upgrade. 30 persen SMA dan SMK telah memiliki laboratorium

komputer, tetapi 15 persen diantaranya laboratorium komputernya sangat minim sarananya. Sementara itu, Margani Mustar, Kepala Dikm enti DKI menyatakan, pencanangan komunitas berbasis TIK

ini merupakan upaya untuk membangun kultur yang memotivasi siswa agar mampu mandiri dalam berpikir dan belajar. Pencanangan ini merupakan wujud kolaborasi antara dinas pendidikan menengah

dan tinggi, sudin dikmenti, sekolah, telkom, microsoft, oracle education foundation, one`s beyond dan yayasan yang berkecimpung dibidang pendidikan lainnya. Target ke depan, setiap kelas ada LCD Projector dan komputer. Kemudian ada ruangan khusus untuk multimedia dan local area networking

untuk memungkinkan pembelajaran online siswa se-Jakarta, harap Margani.

Pencanangan Komunitas Pendidikan Menengah Berbasis Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) bukan untuk menghilangkan sisi humanisme para siswa, melainkan hanya untuk pembangunan kultur

(13)

pemanfaatan TIK. Untuk mewujudkan masyarakat yang berpengetahuan, maka masyar akat harus selalu dapat mengakses informasi. Dengan tersedianya infrastruktur TIK, sekolah harus membentuk jejaring

antar institusi pendidikan agar dapat saling menukar pengetahuan dan sumber daya. Artikel 3

Selasa, 2008 November 04

PERLUNYA PENINJAUAN ULANG PENETAPAN KELULUSAN UJIAN NASIONAL

Berbagai peristiwa pendidikan aspek negatif seputar pelaksanaan Ujian Nasional Sekolah Lanjutan Atas (SLA) tanggal 22 s.d. 24 April 2008 antara lain : ditemukannya kecurangan UN di empat propinsi oleh

Inspektorat Jendral Departemen Pendidikan Nasional (Sindo 25 April 2008), Penangkapan pelaku kecurangan UN oleh Detasemen khusus anti teror 88 (sindo, 28 April 2008), sebuah perlakuan terhadap

tenaga pendidik bak teroris sangat memprihatinkan dan menyedihkan bagi kami sesama pendidik.. Wakil rakyatpun mengingatkan melalui Komisi X Anwar Arifin, hendaknya pemerintah perlu

mengadakan pemetaan kualitas sekolah (Sindo 26 April 2008) dan kebijakan UN perlu di evaluasi (Sindo 29 April 2008).

Ki Hajar Dewantara (dalam Karya Kihajar Dewantara, Bagian Pertama: P endidikan, cetakan ke 2, 1977 hlm. 3) mengatakan bahwa:

Untuk mendapatkan system pengajaran yang akan berfaedah bagi perikehidupan bersama, haruslah system itu disesuaikan dengan hidup dan pemnghidupan rakyat. Oleh karena itu waj iblah kita menyelidiki segala kekurangan dan kekecewaan dalam hidup kita berhubung dengan sifat masyarakat

seperti kita kehendaki.

Berbagai peristiwa pendidikan aspek negative tersebut tidak akan terjadi bila pemerintah m enetapkan kebijakan UN dengan tepat dan lebih memahami kondisi pendidikan di I ndonesia dan kondisi rakyat saat

ini.

Hasil Akriditasi sebagai dasar Penetapan Standar kelulusan

Undang- Undang Sistem Pendidikan Nasional Republik Indonesia (UUSPN RI) Nomor 20 tahun 2003, Bab XVI, pasal 58 ayat 2 menyebutkan bahwa: Evaluasi dilakukan terhadap peserta didik, lembaga dan program pendidikan dilakukan oleh lembaga mandiri secara berkala, menyeluruh, transparan, dan

sistemik untuk mencapai standar nasional pendidikan. Lembaga mandiri yang ditetapkan oleh pemerintah untuk melaksanakan Ujian Nasional adalah Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP). Penilaian kelayakan program dan satuan pendidikan pada pendidikan formal dan non formal pada setiap

 jenjang dan jenis pendidikan berdasarkan kriteria yang telah ditentukan maka di laksanakan Sistem Akreditasi (UUSPN-RI Nomor 20 tahun 2003 Bab XVI Pasal 60, (1); Bab yang sama pada ayat 2 myebutkan bahwa: Akreditasi dilakukan sebagai bentuk akuntabilitas public dilakukan oleh pemerintah

dan atau lembaga yang berwenang. Lembaga yang ditetapkan oleh pemerintah untuk melaksanakan akreditasi adalah Badan Akreditasi Nasional (BAN), untuk pelaksanaan akreditasi tingkat satuan

pendidikan dasar dan menengah dilaksanakan oleh Badan Akreditasi Sekolah (BAS).

Keragaman kualifikasi mutu satuan pendidikan di tanah air perlu diperhitungkan dalam penentuan standar kelulusan. Satuan pendidikan yang berada di sebuah kota di mana tenaga

pendidik/kependidikan yang sangat mapan dan berpengalaman, sarana dan prasarana satuan pendidikan sangat memadai dan warga belajar yang relative lebih siap belajar baik segi mental, ekonomi, akan berbeda dengan satuan pendidikan yang berada di pelosok, daerah pingg iran dimana satuan pendidikan tersebut sangat kurang akan tenaga pendidik/kependidikan berpengalaman, sarana

dan prasarana serba minim, warga melajar membeli buku pun tidak mampu dan masih diberi beban orang tua untuk membantu mencari nafkah k eluarga. Berdasarkan hasil akreditasi, keragaman kualifikasi

(14)

pendidikan.

Sampai saat ini menurut pengamatan penulis penentuan standar kelulusan UN antara BS NP dan BAN belum ada sinerji yang signifikan. Hasil akreditasi yang dilakukan oleh BAN pada satuan pendidikan merupakan sebuah peta kualifikasi system pendidikan nasional yaitu berapa jumlah satuan pendidikan berstandar internasional, satuan pendidikan yang terakreditasi dengan nilai A, B, C, D, E. kualifikasi hasil akreditasi inilah yang seharusnya dijadikan BSNP untuk menentukan standar kelulusan UN, dan sekali gus

dapat dijadikan pemetakan kualifikasi mutu system satuan pendidikan di tanah air, misalnya satuan pendidikan bertaraf internasional, standar kelulusan minimal 7,00 atau lebih tinggi, satuan pendidikan

dengan hasil akreditasi A, standar kelulusan minimal 6,00 atau lebih tinggi, hasil akriditasi B standar kelulusan minimal 5,00 atau lebih tinggi, hasil akriditasi C standar kelulusan minimal 4,00 atau lebih tinggi, hasil akriditasi D standar kelulusan minimal 3,00 atau lebih tinggi, dan seterusnya, sekalig us diikuti dengan kualifikasi sertifikat/ijasah kategori A,B,C.D. Memang tidak ada pasal dalam UUSPN RI

yang menyebutkan tentang hasil akreditasi sebagai penetapan kelulusan sistem evaluasi pada satuan pendidikan, namun alangkah bijaksananya bila hasil akreditasi sebagai dasar penentuan standar

kelulusan UN, sekaligus sebagai bahan instrospeksi para pimpinan satuan pendidikan untuk mengevaluasi diri di dilevel kualifikasi berapa lembaga yang ia pimpin, serta secara alami akan mendorong satuan-satuan pendidikan yang berada di level kualifikasi lebih rendah untuk mencapai

 jenjang kualifikasi lebih tinggi.

Penetapan kelulusan Satuan Pendidikan kejuruan

Pendidikan Sekolah Menegah Kejuruan (SMK) menganut pola Pendidikan Sistem Ganda (PSG), ag ar terjadi link and match antara pendidikan di SMK dengan di Institusi pasangan, m aka pendidikan di

rancang, dilaksanakan dan di evaluasi antara sekolah dengan institusi pasangannya . Kurukulum produktif yang di pakai dasar pembelajaran di SMK adalah kurikulum sinkronisasi. Pembelajaran basic

training dilaksanakan di SMK sedangkan pembelajaran profesional training di laksanakan di I nstitusi Pasangan dalam hal ini Dunia Usaha/Industri. Pembelajaran di akhiri dengan uji kompetensi yang dilakukan oleh industri sebagai Qualiy Control, untuk mengevaluasi sejauhmana pencapaian penguasaan

kompetensi siswa sesuai dengan program keahlian yang di tempuhnya. Dengan demikian untuk menentukan kelulusan siswa SMK hendaknya tidak sekedar ditentukan dari nilai UN Matematika. Bahasa

Indoonesia, dan Bahasa Inggris lebih ditekankan pada Penguasaan siswa terhadap kompetensi yang di buktikan dengan Sertifikasi profesi. Permasalahannya adalah Bagaimana menyiapkan Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP) di tiap-tiap daerah yang diakui baik secara nasional maupun internasional. UN

bahasa inggris hendaknya lebih dikembangkan sebagai sertifikasi kemampuan siswa berbahasa ingris dalam hal ini Test of English as International Communication (TOEIC), permasalahannya bagaimana kita

dapat membentuk English Test Center (ETC) yang dapat diakui baik secara nasional maupun internasional di setiap daerah.

Artikel 4

UPAYA PENINGKATAN MUTU LULUSAN SMK DI KABUPATEN BEKASI

Permasalahan yang dihadapi Sekolah Menegah Kejuruan teknologi Industri di Bekasi khususnya adalah belum diakuinya lulusan SMK untuk siap bekerja di industri baik dari segi kompetensi, etos kerja

profesionalitas, dan daya saing (Asosiasi Pengusaha Indonesia Cabang Bekasi dalam pertemuan Pembentukan Majelis Pendidikan Kejuruan kabupaten Bekasi). Hal tersebut disebabkan karena : Mutu lulusan SMK asal Bekasi dari tahun ke tahun belum memenuhi standar yang ipersyaratkan Dunia

Usaha/Industri Upaya peningkatan mutu.

Upaya untuk meningkatkan mutu lulusan SMK di Bekasi, perlu disepakati paradikma berfikir, bagaimana mencapai peningkatan mutu lulusan SMK tersebut?

(15)

Untuk menyiapkan pembelajaran agar siswa mempunyai Kompetensi yang diakui oleh dunia usaha/industri atau bertaraf nasional, mempunyai profesionalisme , etos kerja dan daya sai ng yang tinggi, maka diperlukan: (1) Siswa yang siap Belajar (2) Guru yang profesional, mempunyai kompetensi

yang diakui secara nasional maupun internasional, (3) Isi (Content) yang akan diajarkan harus dikemas dalam bentuk paket belajar atau modul yang dirancang untuk pembelajaran induvidu, (4) Peralatan dan bahan penunjang Pembelajaran (5) Kerjasama Industri (6) Setting, penataan/pemanfaatan Ruang belajar

yang menunjang pembelajaran serta tempat dimana terjadinya belajar apakah di sekolah atau di industri. (7) Perlunya Lembaga Sertifikasi Profesi.

Berdasarkan paradikma berfikir tersebut, maka analisis upaya peningkatan mutu berdasarkan indicator-indikator pada paradikma di atas.:

1) Kesiapan siswa, Masyarakat asli Kabupaten Bekasi umumnya merupakan masyarakat agraris yang menggantungkan hidupnya dari pertanian /alam dan bercirikan hidup yang santai, dimana budaya tersebut sangat berbeda dengan budaya industri yang bercirikan disiplin dan penuh dengan persaingan,

hal tersebut merupakan masalah tersendiri terhadap kesiapan siswa dalam mengikuti pembelajaran. Maka kegiatan yang harus dilakukan sekolah adalah : Seleksi penerimaan siswa baru seketat mungkin

untuk mendapat calon siswa unggulan, membuat kualifikasi mutu tamatan y ang dipersiapkan untuk mengisi berbagai kualifikasi bidang garapan

2). Guru yang Profesional.

Guru yang profesional tidak cukup hanya memiliki kualifikasi pendidikan strata dari Lembaga Pendidikan Tenaga Keguruan (LPTK) saja, melainkan harus m emiliki kompetensi yang selalu berkembang sesuai

dengan tuntutan tugasnya. Secara umum terdapat 2 kompetensi yang harus dimiliki guru yaitu : (1) penguasaan kompetensi program keahlian yang mendapat pengakuan dari industri/asosiasi profesi (2)

penguasaan kompetensi dalam melaksanakan pembelajaran, yaitu suatu kompetensi merencanakan, melaksanakan dan mengevaluasi pembelajaran. Untuk meningkatkan mutu guru dinas pendidikan harus

melaksanakan program magang/ on the job training guru di industri baik dalam maupun luar negeri 3). Isi Pesan..

Dalam pembelajaran dengan pendekatan Competency Based Training (CBT), pembelajaran bersifat individu dengan memperhatikan kecepatan bejar siswa. Isi pembelajaran yang berupa kompetensi/sub kompetensi harus dikemas dalam bentuk modul/paket belajar, dan bila terdapat siswa yang gagal, maka

siswa tersebut harus diadakan remedial sebelum menginjak pada sub kompetensi yang baru, pola pembelajaran tradisional klasikal harus ditinggalkan..

4. Material Pembelajaran

Isi pesan yang akan disajikan oleh guru harus dikemas dalam pembelajaran individu (individual learning). Konsekwensi penbelajaran individu adalah diperlukannya pengadaan bahan praktek, modul/paket

belajar per kompetensi/sub kompetensi sesuai jumlah siswa. Dinas pendidikan diharapkan segera memprogramkan pembuatan modul/paket belajar ,pengadaan bahan praktek dan peralatan standart

industri diklat produktif sesuai rasio siswa yang dibiayai APBD. 4) Penataan Ruangan

Untuk menunjang pencapaian pembelajaran berbasis kompetensi, maka diperlukan ruangan belajar yang nyaman, bengkel yang standar industri dan l aboratorium yang menunjang baik laboratorium sains maupun laboratorium program keahlian, tanpa sarana tersebut, maka tidak akan mungkin terjadi proses

belajar yang maksimal, untuk itu pengadaan sarana da n peralatan sangat menentukan mutu lulusan SMK.

5). Kerjasama Sekolah dengan industri.

Pola pendekatan pembelajaran SMK menggunakan pendekatan system ganda (PSG), dimana pembelajaran dirancang, dilaksanakan dan di evaluasi oleh SMK beserta institusi pasangannya. Maka

(16)

Penggalangan Kerjasama industri baik dalam maupun luar negeri sangat diperlukan 6). Pengembangan Bahasa inggris dengan pendekatan komunikasi.

Bahasa inggris merupakan bahasa internasional yang harus dikuasai oleh tamatan SMK, hal tersebut guna menunjang pekerjaannya dalam lapangan kerja. Dan dalam era Global ini bila siswa telah menguasai bahasa inggris sangat mungkin lulusan tersebut di eksport sebagai tenaga kerja ahli tingkat menengah ke luar negeri, Peng embangan bahasa inggris harus diarahkan pada pendekatan komunikasi,

hal tersebut membutuhkan tegaga guru yang bersertifikasi TOIEC dan Lab Bahasa Inggris di setiap SMK. Fungsi English Test Center yang berperan menguji dan mensertifikan kemampuan siswa dalam berbahasa Inggris di tingkatkan agar diakui secara internasional (Test of English asInternational

Communication- TOEIC)

7. Pembentukan Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP)

Pemerintah telah membentuk Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP) yang berada di Jakarta, kepanjangan tangan BNSP yang berada di daerah adalah lembaga sertifikasi Profesi (LSP), lembaga i nilah

yang berfungsi untuk mensertifikasi setiap calon tenaga ahli baik lulusan SMK maupun tenaga industri yang akan bekerja di perusahaan/industri dalam maupun luar negeri yang mempersyaratkan sertifikasi sebagai syarat rekruitmen tenaga kerjanya. Dinas Pendidikan harus segera membentuk LSP- BNSP yang

keberadaannya di akui secara nasional maupun internasional. Artikel 5

Dunia Pendidikan Menengah Nasional Mensikapi Tantangan Jaman Posted by pataka on May 2nd, 2005

(Berbagai Paradigma Serta Perubahan Budaya Menyongsong Era Informasi, Globalisasi dan Otonomi Pendidikan)

Pengantar

Proses demokratisasi di Indonesia telah menimbulkan keterkejutan budaya (cultural shock). Secara alamiah, manusia cenderung mencari kemapanan sehingga tidak menyukai perubahan, apalagi yang

berlangsung sangat cepat. Sedangkan Indonesia selama tiga dasa warsa didominasi iklim kekuasaan otoritarian, sentralistik dan status quo. Sehingga masa reformasi adalah periode yang dipenuhi

kontradiksi di semua bidang kehidupan.

Namun, manusia dikaruniai kemampuan beradaptasi, sehingga reformasi merupakan tempat untuk melakukan dan menerima perubahan. Dan ini merupakan esensi upaya untuk tetap bertahan hidup,

naluri survival.

Keterkejutan ini menciptakan kesadaran baru, selama ini kita ternyata hidup di alam mimpi indah namun realitanya tertinggal dari bangsa lain. Bangsa kita ibarat baru saja lahir kembali, belajar mandiri

secara instan sembari saling cakar. Di sisi lain SDA yang dibanggakan dan diandalkan ternyata telah dikuras untuk kemakmuran sebagian orang saja, praktis tidak ada lagi potensi tersisa selain tumpukan

hutang, bom politik, sosial, ekonomi, budaya, hukum, keamanan dan berbagai masalah yang tanpa ujung pangkal.

Hanya sedikit anak muda bangsa yang mampu bertahan dalam perubahan ini, sebagian besar m enyerah karena tidak memiliki daya. PHK dan pengangguran, kemiskinan terjadi di seluruh negeri. Fakta menunjukkan SDM Indonesia ternyata sangat lemah. Padahal di era globalisasi dan abad informasi yang

penuh dengan ketidakpastian dan persaingan, hanya SDM berkualitas yang bisa diandalkan untuk tetap survive. Bahkan bangsa ini telah mengalami krisis m oral, kepercayaan dan identitas.

Maka kita harus berupaya bangkit dengan segal a keterbatasan. Untuk itu kita harus memiliki semangat dan wawasan luas, yang sedini mungkin harus ditanamkan melalui mekanisme pendidikan untuk seluruh bangsa, terutama generasi muda. Terlepas apakah kita terlambat atau tidak, upaya memperbaiki budaya dan SDM harus menjadi prioritas, karena itulah potensi / modal terbesar kita saat ini. Dan ini hanya bisa

(17)

Untuk menghadapi era informasi dan globalisasi dimana terjadi perubahan radikal dalam peradaban manusia, diperlukan pensikapan dan pemahaman terhadap perubahan. A rtinya dunia pendidikan, sebagai tulang punggung pengelolaan dan pengembangan SDM, harus mau meninggalkan status quo

dan belajar mengadopsi berbagai paradigma baru.

Proses Ini harus disadari sebagai suatu proses revolusi budaya dan cara berpikir yang m embutuhkan keyakinan kuat, keteguhan hati, kejujuran, kreatifitas dan optimisme serta keberanian. Terutama untuk

mengakui kelemahan dan kesalahan serta tentu saja pikiran dan hati yang terbuka terhadap semua masukan dari siapapun. Dan yang l ebih penting lagi, adalah komitmen untuk bekerja keras m enjadikan

porses ini suatu kenyataan.

Bila kita ingin bangsa ini survive, maka semua ini bukanlah suatu pilihan, melainkan justru harus disadari bahwa hanya inilah satu-satunya jalan yang harus di tempuh.

Paradigma Perubahan Budaya, Penddikan, I lmu Pengetahuan dan Teknologi

Iptek adalah produk budaya, sehingga iklim k ultural dan pola pikir suatu bangsa sangat menentukan perkembangan Iptek. Negara maju adalah contoh, dimana budaya yang demokratis berpengaruh kuat terhadap kemajuan Iptek. Indonesia punya kultur yang luhur yang seharusnya mampu mendorong suatu

kemajuan.

Selama ini budaya justru disalahgunakan sebagai alat untuk m enguasai dan membatasi. Untuk itu diperlukan reformasi dunia pendidikan untuk merubah budaya yang salah arah tersebut. Mengapa dunia

pendidikan ? Karena melalui dunia pendidikan proses penyadaran dapat dilakukan secara sistemik. Kedua menyangkut sebagian besar generasi muda bangsa yang bakal menjadi jaminan bangsa ini di masa depan. Ketiga dengan pendidikanlah generasi muda dan masyarakat akan memahami pentingnya

Iptek.

Semula dunia pendidikan kita dikooptasi kekuasaan sebagai alat indoktrinasi bangsa maka di masa sekarang dunia pendidikan harus ditempatkan pada posisi yang proporsional sesuai amanat pembukaan

konstitusi kita. Yaitu mengemban misi mencerdaskan kehidupan bangsa untuk memberi kesejahteraan lahir dan batin. Slogannya adalah mencetak SDM yang berkualitas sekaligus memiliki imtaq. Tahun 2003 pasar bebas ASEAN dimulai dan akan diikuti masuknya SDM asing dengan kualifikasi internasional untuk mengisi pasar profesional di negeri kita. Inilah tantangan yang nyata. Akibatnya pasar dunia kerja yang sudah sempit akan makin ketat persaingannya. Padahal angkatan kerja yang dihasilkan oleh dunia pendidikan kita saat ini boleh dibilang tidak memiliki keunggulan yang dapat

diandalkan, apalagi pengalaman.

Perubahan budaya dengan pendekatan top down melalui kebijakan pemerintah memerlukan proses panjang dan tidak terjamin keberhasilannya. Sedang waktu kita sangat terbatas. Oleh karena itu masyarakat harus proaktif melakukan stimulasi langsung di lingkungan pendidikan. Dengan cara demikian perubahan budaya untuk menciptakan iklim kondusif bagi bangkitnya kembali dunia

pendidikan nasional dapat dipercepat.

Langkah konkretnya adalah dengan mewujudkan semangat otonomi pendidikan seluas-luasnya. Dalam proses ini diperlukan keberanian para pelaku di jajaran struktural, peserta didik, keluarga dan masyarakat luas untuk melakukan inovasi dan improvisasi. Pemerintah tidak lagi m enempatkan diri

sebagai otorita melainkan sebagai fasilitator dan pengayom sekaligus penjamin kontinuitas proses demokratisasi ini. Sinergi diantara komponen ini diharapkan akan cepat menciptakan demokratisasi

kependidikan yang kita harapkan. Sekolah, Lembaga Pendidikan Utama

Sebagaimana kita melihat piramida masyarakat modern, dalam proses menuju kemajuan itu diperlukan kelas menengah yang mature. Paradigma inipun boleh kita aplikasikan ke dalam dunia pendidikan. Lapis

tengah itu seharusnya dipegang bukan oleh institusi pendidikan tinggi melainkan sekolah menengah. PT seharusnya menjadi tempat bagi proses pendidikan yang terfokus pada satu bidang, atau spesialisasi,

(18)

semua potensi dan menemukan jati diri. Namun selama ini tidak demikian, proses pematangan pendidikan baru terjadi di tingkat PT. Padahal mereka justru telah dituntut oleh masyarakat untuk

bersikap dewasa dan profesional. Oleh karena itu saat ini kita harus mulai melakukan proses pendewasaan sejak di tingkat sekolah menengah.

Di masa lalu sekolah dijadikan lembaga pengajaran dan indoktrinasi, sedang kepentingan masyarakat dikesampingkan. Ini terjadi akibat penguasa yang berkarakter militeristik dan otoritarian yang mempertahankan kekuasaannya melalui penciptaan struktur masyarakat mono loyalitas. Sekolah sebagai lembaga ilmiah tidak memiliki kebebasan menentukan identitas dan jati dirinya. Justru sekolah

dimanfaatkan untuk indoktrinasi, bahkan program wajib belajar di tingkat dasar pun menjadi media intelektual brainwashing secara struktural. Pendeknya, dunia pendidikan adalah mesin cetak karakter

sesuai kehendak penguasa.

Pemerintah secara sepihak telah menentukan suatu blue print identitas yang seragam tidak hanya bagi siswa namun juga menyangkut seluruh institusi pendidikan bahkan seluruh masyarakat. Mereka harus

menerima dan patuh tidak peduli apakah itu sesuai dengan kesadaran budaya m asyarakat lokal. Indoktrinasi itu sendiri sebenarnya justru menimbulkan kontradiksi dalam masyarakat Akhir-akhir ini ki ta

ketahui dampaknya setelah muncul konflik vertikal dan horizontal dalam masyarakat. Dan sebenarnya hal tersebut (penyeragaman identitas) tidak hanya terjadi di lingkungan pendidikan saja namun hampir

pada semua sendi peri kehidupan bangsa, politik, sosial, ekonomi dan tentu saja budaya. Karena itu problema psikologis menyangkut eksistensi (self esteem) yang sangat penting bag i remaja dalam membangun identitasnya menjadi hal klasik. Padahal siswa dan remaj a bukanlah tentara yang dapat dipaksa menerima satu doktrin. Remaja pelajar adalah individu yang bebas dan memiliki ciri khas

sesuai potensi yang dimilikinya. Potensi yang harus digali, dibina, dikembangkan serta diekspresikan sesuai cara mereka sendiri. Namun karena sistem yang otoriter justru tidak ada tempat bagi mereka

untuk mengaktualisasikan dirinya.

Mereka terbelenggu dan yang tak mampu m engikuti mainstream akhirnya, alih2 dilindungi dan diberdayakan, justru terpinggirkan. Dampaknya bisa kita lihat dari berbagai kenakalan remaja yang terus

marak dari hari ke hari. Sedangkan sistem pendidikan saat ini pun salah dalam m ensikapi kenakalan tersebut, bukannya dibina sesuai dengan filosofi pendidikan (fisik, psikis, nalar) justru ditinggalkan.

Bahkan tidak jarang digolongkan ke dalam kriminalisme, padahal mereka itulah yang justru paling membutuhkan pendidikan.

Kenakalan remaja adalah salah satu bukti terjadinya proses pelarian akibat saluran internal dalam sekolah yang tersumbat. Padahal sekolah seharusnya menjadi akomodator. Selain tentunya faktor pengaruh lingkungan masyarakat yang menjadi pendorong. Ini adalah m asalah pokok dan kesalahan manajemen pendidikan yang tanpa disadari justru menjadi pemicu paling m enonjol dan berperan besar

dalam kasus kenakalan remaja.

Kita ambil contoh tawuran. Pemerintah menyebut penyebabnya adalah faktor ekternal seperti kekerasan di media ataupun masyarakat yang cenderung individualistik. Namun kenyataannya di daerah atau desa yang relatif pengaruh ekternal tidak terlalu besar, bahkan nuansa religius dan budaya lokalnya

sangat kuat, tawuran tetap terjadi.

Sejumlah pakar psikologi remaja mendefinisikan faktor pemicu tawuran, yaitu apa yang disebut sebagai false indentity atau identitas palsu. Yang mengejutkan identitas palsu ini bukan diciptakan oleh masyarakat (bila kita mengacu pada teori kekerasan di media), melainkan justru diciptakan oleh dunia

pendidikan itu sendiri melalui simbol dan mekanisme kependidikan yang tidak akomodatif. Dunia pendidikan kita memang gagal menyerap aspirasi dan menyalurkan energi kreatif yang dimiliki civitasnya, semata hanya karena sistem yang stagnan dan kaku serta cenderung enggan menerima

perubahan (status quo).

Sebagai bukti kita bisa contohkan tawuran pelajar antara SMU dengan STM. Pemicunya sangat sepele, karena seragam. Mereka memandang seragam adalah simbol identitas. Loyalitas korps terakumulasi dan

(19)

diekspresikan dalam bentuk kebanggaan yang berlebihan. Ini bisa terjadi karena mereka m emang oleh dunia pendidikan kita selama ini diindoktrinasi seperti tentara. Mereka secara sistemik diberikan identitas palsu tersebut, bahwa mereka memiliki korps dan dibedakan secara tidak adil dengan stigma,

STM lebih rendah dari SMU. Akibatnya muncul sakit hati dan dendam yang tentu saja tidak dapat tersalurkan.

Dalam realitas sosial masyarakat kita pun memang STM dipandang sebagai sekolah kelas dua yang dianggap hanya menghasilkan kelas pekerja rendahan. Padahal stigma semacam ini jelas kontradiktif 

dengan kondisi dunia kerja kita, justru sektor yang diisi oleh tenaga terampil dari sekolah kejuruan sangat dibutuhkan sebagai SDM penggerak pembangunan yang tetap dapat bertahan dalam kondisi krisis. Sedangkan para tenaga kerja berdasi yang dalam strata sosial masyarakat digolongkan sebagai pegawai kelas priyayi justru tumbang diterpa badai kr isis ekonomi. Lulusan non kejuruan yang selama

ini dielus-elus oleh masyarakat dan pemerintah ternyata sangat rapuh.

Di era yang sangat plural sekarang ini, seragam bukanlah hal yang pokok dalam dunia pendidikan. Pendapat yang menyatakan bahwa seragam untuk m enetralisir gap, mendidik disiplin dan loyalitas  justru mengakibatkan euphoria korps yang tidak pada tempatnya. Gap dan kasta dalam masyarakat ada karena proses sosial yang tidak seimbang, tentu tidak akan hilang atau ditutupi (cover up) oleh selembar seragam. Bahkan kehadiran seragam justru semakin memisahkan siswa yang memakainya dari realita, karena mereka menjumpai warna seragam yang sama tapi harganya bisa sangat jauh berbeda. Faktanya fungsi seragam dari hari ke hari semakin tidak memiliki makna selain untuk media coretan di akhir masa

sekolah.

Seragam bahkan justru menimbulkan berbagai persoalan sejak dari awal dia harus dikenakan. Siswa secara rasional tidak bisa memahami dan menerima alasan mengapa mereka harus memakai seragam sehingga yang tersisa hanyalah perasaan terpaksa dan frustasi yang tidak terungkapkan dan lambat laun

menjadi dendam. Sehingga tidaklah heran bila kemudian muncul berbagai kreatifitas yang m ereka lakukan terhadap seragamnya. Termasuk pelampiasan coretan kelulusan. Karena hanya dengan cara

demikian mereka dapat membalas dendam terhadap seragam yang telah memasung jati diri dan kreatifitas mereka selama bertahun-tahun. Apalagi ternyata yang namanya seragam tidak hanya satu macam saja. Contohnya seragam Pramuka, untuk apa mereka membeli dan dipaksa memakai sedangkan

mereka sama sekali tidak berminat dengan kegiatan kepanduan ?

Pendapat yang militer sentris warisan kolonial dan m asa penjajahan Jepang itu dengan sendirinya tidak relevan dengan masyarakat sipil modern yang plural dan demokratis ini. Masyarakat memahami bahwa disiplin dan kebanggaan memang penting, bahkan mungkin kita akan bicara nasionalisme di sini, namun

semua itu tidak akan lahir hanya karena seragam atau upacara setiap Senin pagi yang hanya mengakibatkan sinisme, sehingga bahkan untuk menertibkannya para guru terpaksa harus rela

kejar-kejaran dengan siswanya. Bagi siswa upacara Senin pagi yang monoton itu lebih dipandang sebagai rutinisme penyiksaan fisik dan pemasungan ekspresi ketimbang refleksi nasionalisme. Disiplin muncul

karena proses pendidikan yang elegan, keteladanan dan adanya rasa tanggung jawab. Sedangkan kebanggaan serta loyalitas itu akan tumbuh dengan sendirinya sejalan dengan tumbuh kembangnya

prestasi.

Dijaman sekarang siswa tidak akan bisa memahami makna nasionalisme, cinta tanah air dan penghormatan terhadap para pahlawan serta pendahulu jika dilakukan dengan ritual penjemuran

dibawah terik matahari sambil menyanyikan Indonesia Raya, lagu nasional ditambah lagi dengan pelototan angker dan petatah petitih yang menjemukan dari Bapak Ibu guru. Mengapa ? Karena mereka

memang adalah generasi terkemudian yang sama sekali tidak bersentuhan dengan hiruk pikuk perang kemerdekaan, revolusi bahkan reformasi.

Mereka, siswa, hanya mungkin merasakan sentuhan nasionalisme itu melalui cara yang lain. Melalui pengajaran sejarah yang mengajarkan dan menanamkan makna perjuangan, m engapa itu harus dan dapat terjadi, bukan pelajaran sejarah yang memaksaan hafalan nama, tempat dan tanggal peristiwa.

(20)

Mereka perlu ditunjukkan bagaimana wujud penindasan secara konkrit, bagaimana rasa persaudaraan kebangsaan dibentuk dan seterusnya. Ini semua ada dalam kehidupan keseharian, misalnya bagaimana

kita bisa menanamkan rasa kebangsaan bila setiap hari mereka melihat diskriminasi etnik terjadi di sekolah ?

Maka cara yang paling tepat untuk belajar adalah membiarkan mereka aktif dan terjun serta merasakan langsung sensasi dan pengalaman di tengah masyarakat. Kekayaan budaya itu yang akan

tertanam dan memupuk rasa nasionalisme, patriotisme, persatuan, persaudaraan dan seterusnya. Semua ini tidak mungkin di dapat dari pengajaran akademik dengan hanya duduk manis di bangku sekolah, melalui kegiatan ekstra kurikuler, wadah organisasi ekspresi seperti pramuka, kepecintaalaman,

palang merah, bela diri nasional dan sebagainya. Pendidikan, Keteladanan dan Pengajaran

Hal penting lainnya menyangkut kualitas dunia pendidikan adalah kesejahteraan para pelaksana. Kurangnya jaminan kesejahteraan menyebabkan pekerja di sektor pendidikan hanya mampu menjadi pengajar saja ketimbang pendidik. Waktu, tenaga dan pikiran mereka akan lebih banyak tercurah untuk

urusan tuntutan ekonomis. Untuk menjadi pendidik yang menjadi ujung tombak pelayanan pendidikan seharus mereka harus mampu berkonsentrasi penuh dan melakukan proses reengineering pengetahuan

dan penalaran. Suatu proses perubahan paradigma pembelajaran dari periodic learn m enuju continous learn.

Karena situasi yang serba terbatas, pengajar hanya mampu melakukan orientasi sebatas prestasi akademik, suatu target yang berbentuk indeks prestasi fisik . Kreatifitas dan inovasi dengan sendirinya

terpasung, siswa hanya difokuskan pada penerimaan materi baku dan tidak ada yang peduli dengan perkembangan kepribadiannya. Akibatnya produk pendidikan menengah hanya mampu memahami

hal-hal yang baku dan bersifat umum / normatif / tekstual. Mereka tidak dapat memahami substansi dan korelasi serta tidak mampu mengaplikasikan ilmu yang diperolehnya ke dunia nyata.

Itu baru aspek kognitif, intelektual, (IQ) bagaimana pula dengan pembinaan psikologis dan sosialnya atau yang populer disebut sebagai Emotional Quality (EQ) ? Padahal kedua hal tersebut harus berjalan

seimbang bahkan EQ lebih berperan dalam pembentukan pribadi yang utuh. Jik a IQ bisa ditingkatkan setiap saat dengan cara belajar berkelanjutan maka sangat berbeda dengan EQ yang perkembangannya

dimulai sejak usia dini dan sangat menentukan pada m asa pertumbuhan (remaja) dan justru akan berhenti pada saat manusia mencapai usia dewasa. Justru dunia pendidikan kita hanya berorientasi pada IQ sedangkan EQ yang seharusnya menjadi prioritas malah diabaikan. Tidak heran bila generasi muda kita selalu mengalami masalah dalam pembentukan pribadi, selalu mencari jati diri dan kesulitan

dalam mengekspresikan dirinya secara bebas.

Di sisi lain sistem pendidikan nasional yang hanya berorientasi pada prestasi akademik justru menjadi kontra produktif karena menimbulkan rasa frustasi bagi peserta didik. Tekanan prikologis diberikan oleh

sekolah, lingkungan dan keluarga untuk mendorong siswa memenuhi targ et akademis dan hal itu dianggap sebagai satu-satunya ukuran prestasi dan stempel identitas. Tidak ada ruang bagi peserta didik

untuk menggali potensi non akademik yang sesungguhnya berperan lebih besar terhadap pembentukan karakter sebagai manusia yang utuh. Nilai kemanusiaan siswa saat ini hanya dihargai oleh selembar NEM

atau Rapor.

Dalam banyak kasus kita jumpai betapa orang tua memaksakan anaknya mengikuti berbagai kegiatan (kursus) yang lebih banyak berorientasi akademis dan membatasi semua hal yang tidak berhubungan

dengan kegiatan akademis. Termasuk semua kegiatan ekstra kurikuler yang menjadi tempat bagi individu siswa, sebagai manusia, untuk bersosialisasi secara sehat (psikologis) dengan sebaya, alam, lingkungan dan masyarakat. Suatu media bagi pembelajaran nilai moral dan kemanusiaan dimana siswa

akan dapat menemukan jati diri dan m embentuk karakter sesungguhnya. Inilah ruangan dimana siswa dapat melakukan eksplorasi dan ekspresi seluruh potensi dirinya dengan kehendak bebas. Tidak ada

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan umum penelitian ini adalah untuk memisahkan nikel dalam bentuk ion dari mineral nikel berkadar rendah (nikel oksida) dengan menggunakan proses bioleaching

1) Meskipun dari kasus ini telah menunjukkan efektivitas dan manfaat memaafkan bagi korban, namun peneliti melihat perlu ada usaha menuju ke arah yang lebih baik, karena

"Namun bagi kita hanya ada satu Allah saja, yaitu Bapa, yang dari pada-Nya berasal segala sesuatu dan yang untuk Dia kita hidup, dan satu Tuhan saja, yaitu Yesus

Berdasarkan permasalahan tersebut maka perlu diadakan pengabdian kepada masyarakat berupa penendampingan pengelolaan taman hutan raya dengan mengadakan pelatihan

Faktor yang paling penting untuk menciptakan kepuasan konsumen adalah kinerja dari agen yang biasanya diartikan dengan kualitas dari agen tersebut (Mowen, 1995).

Pada tahap ini peneliti menyusun Rencana Pelaksaan Pembelajaran (RPP) dengan merumuskan langkah-langkah yang tepat dalam persiapan untuk pembelajaran adalah sebagai berikut

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas nikmat, rahmat, dan karunia yang telah dilimpahkan kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi

GCG yang diproksi oleh komisaris indepen- den, dan kepemilikan institusional tidak berpenga- ruh signifikan terhadap kinerja operasi perusahaan (ROA), sehingga hasil penelitian ini