- Tak tampak kelainan pada intrakranial /basis cranii intact
- Tampak pembesaran kelenjar getah bening leher kanan atas (diameter =/- 2 cm) - Kelenjar parotis dan submandibula baik
Kesan:
- Tampak masa di parapharyngeal space kanan yang menonjol ke submukosa dinding lateral kanan nasofaring curiga limfoma
- Masa tersebut mengobliterasi tuba eustachius kanan dan selanjutnya tampak mastoiditis kanan
- Tampak pembesaran kelenjar getah bening leher kanan atas (+/- 2 cm)
Diagnosa: Karsinoma Nasofaring, kemungkinan berasal dari fossa Rossenmuller dan menyebar ke daerah kranial.
Pasien menjalani kemoradioterapi di Malaysia, dan hasil kemoradioterapi cukup baik. Namun didapatkan efek samping sebagai berikut:
- Sulit menelan
- Telinga kanan kadang terasa sakit - Penurunan berat badan drastis - Sering kali lemas dan mual
Hasil foto tidak didapatkan, karena pasien berobat di Malaysia, dan hasil CT Scan tidak ada di Siloam Hospital Lippo Village.
Bab 2 Bab 2 TINJAUAN PUSTAKA TINJAUAN PUSTAKA 2.1 DEFINISI 2.1 DEFINISI
Karsinoma adalah pertumbuhan baru yang ganas terdiri dari sel-sel epithelial Karsinoma adalah pertumbuhan baru yang ganas terdiri dari sel-sel epithelial yang cenderung menginfiltrasi jaringan sekitarnya dan menimbulkan metastasis.2 yang cenderung menginfiltrasi jaringan sekitarnya dan menimbulkan metastasis.2
Nasofaring merupakan suatu rongga dengan dinding kaku di atas, belakang Nasofaring merupakan suatu rongga dengan dinding kaku di atas, belakang dan lateral yang secara anatomi termasuk bagian faring
dan lateral yang secara anatomi termasuk bagian faring..
Karsinoma Nasofaring merupakan tumor ganas yang timbul pada epithelial Karsinoma Nasofaring merupakan tumor ganas yang timbul pada epithelial pelapis ruangan dibelakang hidung (nasofaring).
pelapis ruangan dibelakang hidung (nasofaring).22
2
2.2.2.. EPEPIDIDEMEMIIOLOLOOGI GI ddaan En ETITIOOLOLOGIGI Ang
Angka ka kejkejadiadian an KanKanker ker NasNasofaofarinring g (KN(KNF) F) di di IndIndoneonesia sia cukcukup up tintinggiggi, , yakyakni ni 4,74,7 kasus
kasus/tahun/tahun/100./100.000 pendud000 penduduk uk atau diperkiatau diperkirakan 7000 – 8000 kasus per tahun di seluruhrakan 7000 – 8000 kasus per tahun di seluruh Ind
Indoneonesia sia (Su(Survervei i yanyang g dildilakuakukan kan oleoleh h DepDeparteartemen men KesKesehaehatan tan padpada a tahtahun un 1981980 0 secsecaraara “pa
“pathothologlogy y basbased”ed”). ). SanSantostosa a (19(1988) 88) menmendapdapatkatkan an jumjumlah lah 716 716 (8,(8,46%46%) ) penpenderderita ita KNFKNF be
berdardasarsarkan kan datdata a patpatoloologi gi yanyang g dipdiperoeroleh leh di di LabLaboraoratortorium ium PatPatoloologi gi anaanatomtomi i FK FK UnUnair air Surabaya (1973 – 1976) diantara 8463 kasus keganasan di Seluruh tubuh. Di Bagian THT Surabaya (1973 – 1976) diantara 8463 kasus keganasan di Seluruh tubuh. Di Bagian THT Semarang mendapatkan 127 kasus KNF dari tahun 2000 – 2002. Di RSCMJakarta ditemukan Semarang mendapatkan 127 kasus KNF dari tahun 2000 – 2002. Di RSCMJakarta ditemukan lebih dari 100 kasus setahun, RS. Hasan Sadikin Bandung rata-rata 60 kasus, Ujung Pandang lebih dari 100 kasus setahun, RS. Hasan Sadikin Bandung rata-rata 60 kasus, Ujung Pandang 25
25 kakasusus, s, DeDenpnpasasar ar 15 15 kakasusus, s, dadan n di di PaPadadang ng dadan n BuBukikit t titingnggi gi (1(197977-7-19197979). ). DaDalalamm pengamatan dari pengunjung poliklinik tumor THT RSCM, pasien karsinoma nasofaring dari pengamatan dari pengunjung poliklinik tumor THT RSCM, pasien karsinoma nasofaring dari
ras Cina relative sedikit lebih banyak dari suku bangsa lainya. ras Cina relative sedikit lebih banyak dari suku bangsa lainya.1,31,3
Studi epidemiologi KNF dengan berfokus kepada etiologi dan kebiasaan biologi dari Studi epidemiologi KNF dengan berfokus kepada etiologi dan kebiasaan biologi dari penyakit ini telah dikemukakan hasilnya oleh
penyakit ini telah dikemukakan hasilnya oleh UICC (International Union against Cancer)UICC (International Union against Cancer) dal
inves
investigastigasi dalam empat dekade terakhir telah ditemi dalam empat dekade terakhir telah ditemukan banyaukan banyak temuan penting k temuan penting di semuadi semua aspek. KNF mempunyai gambaran epidemiologi yg unik, dalam daerah yg jelas, ras, serta aspek. KNF mempunyai gambaran epidemiologi yg unik, dalam daerah yg jelas, ras, serta agregasi family.
agregasi family.1,41,4
KNF mempunyai daerah distribusi endemic yang tidak seimbang antara berbagai KNF mempunyai daerah distribusi endemic yang tidak seimbang antara berbagai Negara, maupun yang tersebar dalm 5
Negara, maupun yang tersebar dalm 5 benua. benua. Tetapi, insiden KNF lebih rendah dTetapi, insiden KNF lebih rendah dari 1/10ari 1/1055 didi
semua area. Insiden tertinggi terpusat pada di Cina bagian selatan (termasuk Hongkong), dan semua area. Insiden tertinggi terpusat pada di Cina bagian selatan (termasuk Hongkong), dan insiden ini tertinggi
insiden ini tertinggi di provinsi Guangdong pada laki-laki di provinsi Guangdong pada laki-laki mencapai 20-50/100000 penduduk.mencapai 20-50/100000 penduduk. Ber
Berdasdasarkarkan data an data IARIARC C (In(Interternatnationional al AgeAgency for Reseancy for Research on Cancerrch on Cancer) ) tahtahun 2002un 2002 dit
ditemuemukan sekitkan sekitar ar 80,80,000 kasu000 kasus s barbaru u KNF diselKNF diseluruuruh h dundunia, dan ia, dan seksekitar 50,0itar 50,000 kasu00 kasuss meninggal dengan jumlah penduduk Cina sekitar 40%. Ditemukan pula cukup banyak kasus meninggal dengan jumlah penduduk Cina sekitar 40%. Ditemukan pula cukup banyak kasus pada penduduk local dari Asia Tenggara, Eskimo di Artik dan penduduk di Afrika utara dan pada penduduk local dari Asia Tenggara, Eskimo di Artik dan penduduk di Afrika utara dan
timur tengah timur tengah 1,4,51,4,5
Tumor ini lebih sering ditemu
Tumor ini lebih sering ditemukan pada pria dibanding wanita dengan kan pada pria dibanding wanita dengan rasio 2-3:1 rasio 2-3:1 dandan apa sebabnya belum dapat diungkapkan dengan pasti, mungkin ada hubungannya dengan apa sebabnya belum dapat diungkapkan dengan pasti, mungkin ada hubungannya dengan factor genetic, kebiasaan hidup, pekerjaan dan lain-lain. Distribusi umur pasien dengan KNF factor genetic, kebiasaan hidup, pekerjaan dan lain-lain. Distribusi umur pasien dengan KNF berbeda-beda pada daerah dengan insiden yg bervariasi. Pada daerah dengan insiden rendah berbeda-beda pada daerah dengan insiden yg bervariasi. Pada daerah dengan insiden rendah insisden KNF meningkat sesuia dengan meningkatnya umur, pada daeraj dengan insiden insisden KNF meningkat sesuia dengan meningkatnya umur, pada daeraj dengan insiden tin
tinggggi i KNF meninKNF meningkagkat t setsetelaelah h umuumur r 30 30 tahtahun, un, ;un;uncakcaknya nya padpada a umuumur r 40-40-59 59 tahtahun un dandan menurun setelahnya
menurun setelahnya 55
Ras
Ras monmongolgoloid oid mermerupaupakan kan factfactor or domdominainan n timtimbulbulnya nya KNFKNF, , sehsehingingga ga kekkekeraperapanan cukup tinggi pada pendduduk CIna bagian selatan, Hongkong, Vietnam, Thailand, Malaysia, cukup tinggi pada pendduduk CIna bagian selatan, Hongkong, Vietnam, Thailand, Malaysia, Singapura, dan Indonesia. Sekalipun termasuk ras Mongoloid, bangsa Korea, Jepang dan Singapura, dan Indonesia. Sekalipun termasuk ras Mongoloid, bangsa Korea, Jepang dan Tiongkok sebelah utara tidak banyak yang dijumpai mengidap penyakit ini. Berbagai studi Tiongkok sebelah utara tidak banyak yang dijumpai mengidap penyakit ini. Berbagai studi epidemilogik mengenai angka kejadian ini telah dipublikasikan di berbagai jurnal. Salah epidemilogik mengenai angka kejadian ini telah dipublikasikan di berbagai jurnal. Salah satunya yang menarik adalah penelitian mengenai angka kejadian Kanker Nasofaring (KNF) satunya yang menarik adalah penelitian mengenai angka kejadian Kanker Nasofaring (KNF) pada para migran dari daratan Tiongkok yang telah bermukim secara turun temurun di China pada para migran dari daratan Tiongkok yang telah bermukim secara turun temurun di China town (pecinan) di San Fransisco Amerika Serikat. Terdapat perbedaan yang bermakna dalam town (pecinan) di San Fransisco Amerika Serikat. Terdapat perbedaan yang bermakna dalam terjadinya Kanker Nasofaring (KNF) antara para migran dari daratan Tiongkok ini dengan terjadinya Kanker Nasofaring (KNF) antara para migran dari daratan Tiongkok ini dengan penduduk di sekitarnya yang terdiri atas orang kulit putih (Caucasians), kulit hitam dan penduduk di sekitarnya yang terdiri atas orang kulit putih (Caucasians), kulit hitam dan Hispanics, di mana kelompok Tionghoa menunjukkan angka kejadian yang lebih tinggi. Hispanics, di mana kelompok Tionghoa menunjukkan angka kejadian yang lebih tinggi.
Sebali
Sebaliknyaknya, , apabilapabila a orang Tionghorang Tionghoa oa migran ini migran ini dibandibandingdingkan kan dengdengan an para para kerabkerabatnya yangatnya yang mas
masih ih tintinggaggal l di di dardarataatan n TioTiongkngkok ok makmaka a terterdapdapat at penpenuruurunan nan yanyang g berbermakmakna na daldalam am halhal terjadinya Kanker Nasofaring (KNF) pada kelompok migran tersebut. Jadi kesimpulan yang terjadinya Kanker Nasofaring (KNF) pada kelompok migran tersebut. Jadi kesimpulan yang dapat ditarik adalah, bahwa kelompok migran masih mengandung gen yang ‘memudahkan’ dapat ditarik adalah, bahwa kelompok migran masih mengandung gen yang ‘memudahkan’ untuk terjadinya Kanker Nasofaring (KNF), tetapi karena pola makan dan pola hidup selama untuk terjadinya Kanker Nasofaring (KNF), tetapi karena pola makan dan pola hidup selama di perantauan berubah maka faktor yang selama
di perantauan berubah maka faktor yang selama ini dianggap sebagini dianggap sebagai ai pemicpemicu u tidak ada tidak ada lagilagi maka kanker ini pun tidak tumbuh. Untuk diketahui bahwa penduduk di provinsi Guang maka kanker ini pun tidak tumbuh. Untuk diketahui bahwa penduduk di provinsi Guang Dong ini hampir setiap hari mengkonsumsi ikan yang diawetkan (diasap, diasin), bahkan Dong ini hampir setiap hari mengkonsumsi ikan yang diawetkan (diasap, diasin), bahkan konon kabarnya seorang bayi yang baru selesai disapih, sebagai makanan pengganti susu ibu konon kabarnya seorang bayi yang baru selesai disapih, sebagai makanan pengganti susu ibu adalah nasi yang dicampur ikan asin ini. Di dalam ikan yang diawetkan dijumpai substansi adalah nasi yang dicampur ikan asin ini. Di dalam ikan yang diawetkan dijumpai substansi yang bernama nitrosamine yang terbukti bersifat karsinogen bagi hewan percobaan.
yang bernama nitrosamine yang terbukti bersifat karsinogen bagi hewan percobaan.1,4,51,4,5
Dij
Dijumpumpai ai pulpula a kenkenaikaikan an angangka ka kejkejadiadian an ini ini padpada a komkomuniunitas tas oraorang ng perperahu ahu (bo(boatat pe
peoplople) e) yanyang g menmengguggunaknakan an kaykayu u sebsebagaagai i bahbahan an bakbakar ar untuntuk uk memmemasaasak. k. Hal Hal ini ini tamtampak pak men
mencolcolok ok padpada a saasaat t terterjadjadi i pelpelariaarian n besbesar ar besbesaraaran n oraorang ng VieVietnatnam m dardari i negnegaranaranya. ya. BukBuktiti epide
epidemiologmiologik ik lain adalah lain adalah angka kejadian kanker ini angka kejadian kanker ini di di SingaSingapura. Persentapura. Persentase se terbesterbesar ar yangyang dik
dikenaenai i adaadalah lah masmasyaryarakaakat t ketketuruurunan nan TioTionghnghoa oa (18(18,5/,5/100100.00.000 0 penpendudduduk)uk), , disdisususul ul oleolehh keturunan Melayu (6,5/100.000) dan terakhir adalah
keturunan Melayu (6,5/100.000) dan terakhir adalah keturunan Hindustan (0,5/100.000)keturunan Hindustan (0,5/100.000) 4,54,5
Prevalensi KNF di Indonesia adalah 3,9 per 100.000 penduduk setiap tahun. Di rumah Prevalensi KNF di Indonesia adalah 3,9 per 100.000 penduduk setiap tahun. Di rumah Sakit H. Adam Malik Medan, Provinsi Sumatera Utara, penderita KNF ditemukan pada lima Sakit H. Adam Malik Medan, Provinsi Sumatera Utara, penderita KNF ditemukan pada lima kelompok suku. Suku yang paling banyak menderita KNF adalah suku Batak yaitu 46,7% kelompok suku. Suku yang paling banyak menderita KNF adalah suku Batak yaitu 46,7% dari 30 kasus.
dari 30 kasus.55
Kar
Karsinsinoma oma nasnasofaofarinring g secsecara ara hishistoptopatoatologlogi i dapdapat at dibdibedaedakan kan menmenjadjadi i KarsKarsinoinomama nasofaring dengan keratinisasi dan karsinoma nasofaring
nasofaring dengan keratinisasi dan karsinoma nasofaring non-keratinisasi, di mana karsinomanon-keratinisasi, di mana karsinoma nas
nasofaofarinring g non non kerkeratiatinisnisasi asi ada ada yanyang g berberdifdiferenerensissisasi asi dan dan tidtidak ak berberdifdifereerensinsisassasi. i. PadPadaa penelitian ditemukan bahwa Ca Nasofaring non-keratinisasi merespons pengobatan dan terapi penelitian ditemukan bahwa Ca Nasofaring non-keratinisasi merespons pengobatan dan terapi lebih baik dibandingkan Ca Nasofaring keratinisasi. Karsinoma nasofaring non-keratinisasi lebih baik dibandingkan Ca Nasofaring keratinisasi. Karsinoma nasofaring non-keratinisasi merupakan yang paling sering terjadi (75% dari kasus KNF yang ada).
merupakan yang paling sering terjadi (75% dari kasus KNF yang ada).1,4,7,81,4,7,8
Di
Dijujumpmpainainya ya EpEpststeiein-Bn-Bararr r ViVirurus s (E(EBVBV), ), papada da hahampmpir ir sesemumua a kakasusus s KNKNF F nononn keratinisasi telah mengaitkan terjadinya kanker ini dengan keberadaan virus tersebut. Pada keratinisasi telah mengaitkan terjadinya kanker ini dengan keberadaan virus tersebut. Pada 1966
titer antibodi IgG terhadap EBV, capsid antigen dan early antigen. Kenaikan titer ini sejalan titer antibodi IgG terhadap EBV, capsid antigen dan early antigen. Kenaikan titer ini sejalan pu
pula la dendengan gan tintinggigginya nya stastadiudium m penpenyakyakit. it. NamNamun un virvirus us ini ini jugjuga a acapacapkalkali i dijdijumpumpai ai padpadaa beberapa penyakit keganasan lainnya bahkan dapat pula dijumpai menginfeksi orang normal beberapa penyakit keganasan lainnya bahkan dapat pula dijumpai menginfeksi orang normal tanpa menimbulkan manifestasi penyakit. Jadi adanya virus ini tanpa faktor pemicu lain tidak tanpa menimbulkan manifestasi penyakit. Jadi adanya virus ini tanpa faktor pemicu lain tidak cukup untuk menimbulkan proses keganasan.
cukup untuk menimbulkan proses keganasan.4,7,84,7,8
Berbeda halnya dengan jenis kanker kepala dan leher lain, Kanker Nasofaring (KNF) Berbeda halnya dengan jenis kanker kepala dan leher lain, Kanker Nasofaring (KNF) jarang dihubungkan dengan kebiasaan merokok dan minum alkohol tetapi lebih dikaitkan jarang dihubungkan dengan kebiasaan merokok dan minum alkohol tetapi lebih dikaitkan dengan virus Epstein Barr, predisposisi genetik dan pola makan tertentu. Meskipun demikan dengan virus Epstein Barr, predisposisi genetik dan pola makan tertentu. Meskipun demikan tetap ada peneliti yg
tetap ada peneliti yg mencomencoba menghubba menghubungkungkannya dengannya dengan merokokan merokok, secara umum resiko, secara umum resiko terhadap KNF pada perokok 2-6 kali dibandingkan dengan bukan perokok (HSU dkk.2009). terhadap KNF pada perokok 2-6 kali dibandingkan dengan bukan perokok (HSU dkk.2009). ditemukan juga bahwa menurunnya angka kematian KNF di Amerika utara dan Hongkong ditemukan juga bahwa menurunnya angka kematian KNF di Amerika utara dan Hongkong mer
merupaupakan kan hashasil il dardari i menmengurgurangangi i frekfrekuenuensi si mermerokookok. k. AdaAdanya nya hubhubungungan an antantara ara fakfaktor tor kebiasaan makan dengan terjadinya KNF dipelajari oleh Ho dkk. Ditemukan kasus KNF kebiasaan makan dengan terjadinya KNF dipelajari oleh Ho dkk. Ditemukan kasus KNF dalam jumlah yang
dalam jumlah yang tinggtinggi i pada mereka pada mereka yang gemar mengkonsyang gemar mengkonsumsi ikan umsi ikan asin yang dimasak asin yang dimasak dengan gaya Kanton (Cantonese-style salted fish). Risiko terjadinya KNF sangat berkaitan dengan gaya Kanton (Cantonese-style salted fish). Risiko terjadinya KNF sangat berkaitan den
dengan gan lamlamanyanya a mermereka eka menmengkogkonsunsumsi msi makmakanaanan n iniini. . Di Di bebbeberaperapa a bagbagian ian negnegeri eri CinCinaa makanan ini mulai digunakan sebagai pengganti air susu ibu pada saat menyapih.
makanan ini mulai digunakan sebagai pengganti air susu ibu pada saat menyapih.7,87,8
Tentang faktor genetik telah banyak ditemukan kasus herediter atau familier dari Tentang faktor genetik telah banyak ditemukan kasus herediter atau familier dari pasien KNF dengan keganasan pada organ tubuh lain. Suatu cintoh terkenal di Cina selatan, pasien KNF dengan keganasan pada organ tubuh lain. Suatu cintoh terkenal di Cina selatan, satu keluarga dengan 49 anggota dari dua generasi didapatkan 9 pasien KNF dan 1 menderita satu keluarga dengan 49 anggota dari dua generasi didapatkan 9 pasien KNF dan 1 menderita tum
tumor or ganganas as paypayudaudara. ra. SecSecara ara umuumum m diddidapaapatkatkan n 10% 10% dardari i paspasien ien karkarsinsinoma oma nasnasofaofarinringg menderita keganasan organ lain.
menderita keganasan organ lain.7,87,8
Penyebab lain yang dicurigai adalah pajanan di tempat kerja seperti formaldehid, debu Penyebab lain yang dicurigai adalah pajanan di tempat kerja seperti formaldehid, debu kayu serta asap kayu bakar. Belakangan ini penelitian dilakukan terhadap pengobatan alami kayu serta asap kayu bakar. Belakangan ini penelitian dilakukan terhadap pengobatan alami (Chinese herbal medicine=CHB). Hildesheim dkk memperoleh hubungan yang erat antara (Chinese herbal medicine=CHB). Hildesheim dkk memperoleh hubungan yang erat antara terjadinya KNF, infeksi EBV dan penggunaan CHB. Beebrapa tanaman dan bahan CHB terjadinya KNF, infeksi EBV dan penggunaan CHB. Beebrapa tanaman dan bahan CHB d
daappaat t mmeennggiinndduukkssi i aakkttiivvaassi i ddaarri i vviirruus s EEBBV V yyg g llaatteenn. . SSeeppeerrtti i ppaadda a TTPPAA (T
(Tetetraradedecancanoyoylylyphphororbobol l AceAcetatatete) ) yayaititu u susubsbstatansnsi i yg yg adada a di di alalam am dadan n tutumbmbuhuhan an jijikaka dikombinasi dengan N-Butyrate yang merupkan produk dari bakteri anaerob yang ditemukan dikombinasi dengan N-Butyrate yang merupkan produk dari bakteri anaerob yang ditemukan
di nasofaring dapat menginduksi sintesis antigen EBV di tikus, meningkatnya transformasi cell-mediated immunity dari EBV dan mempromosikan pembentukan KNF ( genesis).9
2.3. ANATOMI DAN FISIOLOGI NASOPHARING
Nasofaring merupakan rongga dengan dinding kaku di atas, belakang dan lateral. Batas- batas nasofaring yaitu batas atas (atap) adalah os sphenoid dan sebagian prosessus basilaris, batas anterior adalah koana dan palatum molle, batas posterior adalah vertebra servikal dan batas inferior adalah permukaan atas palatum molle dan berhubungan dengan orofaring.4
Batas nasofaring:
• Superior : basis kranii, diliputi oleh mukosa dan fascia
• Inferior : bidang horizontal yang ditarik dari palatum durum ke posterior, bersifat
subjektif karena tergantung dari palatum durum.
• Anterior : choane, oleh os vomer dibagi atas choane kanan dan kiri.
• Posterior : - vertebra cervicalis I dan II
-
Fascia space = rongga yang berisi jaringan longgar-
Mukosa lanjutan dari mukosa atas• Lateral : - mukosa lanjutan dari mukosa atas dan belakang
-
Muara tuba eustachii - Fossa rosenmulleri10,11Pada dinding lateral nasofaring lebih kurang 1,5 inci dari bagian belakang konka nasal inferior terdapat muara tuba eustachius. Pada bagian belakang atas muara tuba eustachius terdapat penonjolan tulang yang disebut torus tubarius dan dibelakangnya terdapat suatu lekukan dari fossa Rosenmuller dan tepat diujung atas posteriornya terletak foramen laserum. Pada daerah fossa ini sering terjadi pertumbuhan jaringan limfe yang menyempitkan muara tuba eustachius sehingga mengganggu ventilasi udara telinga tengah.4
Dinding lateral nasofaring merupakan bagian terpenting, dibentuk oleh lamina faringobasilaris dari fasia faringeal dan otot konstriktor faring superior. Fasia ini mengandung jaringan fibrokartilago yang menutupi foramen ovale, foramen jugularis, kanalis karotis dan kanalis hipoglossus. Struktur ini penting diketahui karena merupakan tempat penyebaran tumor ke intrakranial.
Gambar 2 Fossa of Rosenmuller
Nasofaring berbentuk kerucut dan selalu terbuka pada waktu respirasi karena dindingnya dari tulang, kecuali dasarnya yang dibentuk oleh palatum molle. Nasofaring akan tertutup bila paltum molle melekat ke dinding posterior pada waktu menelan, muntah, mengucapkan kata-kata tertentu.
Struktur penting yang ada di Nasopharing
1. Ostium Faringeum tuba auditiva muara dari tuba auditiva
2. Torus tubarius, penonjolan di atas ostium faringeum tuba auditiva yang disebabkan karena cartilago tuba auditiva
3. Torus levatorius, penonjolan di bawah ostium faringeum tuba auditiva yang
disebabkan karena musculus levator veli palatini.
5. Plica salpingopharingea, lipatan di belakang torus tubarius, merupakan penonjolan dari musculus salphingopharingeus yang berfungsi untuk membuka ostium faringeum tuba auditiva terutama ketika menguap atau menelan.
6. Recessus Pharingeus disebut juga fossa rossenmuller. Merupakan tempat predileksi Karsinoma Nasofaring.
7. Tonsila pharingea, terletak di bagian superior nasopharynx. Disebut adenoid jika ada pembesaran. Sedangkan jika ada inflammasi disebut adenoiditis.
8. Tonsila tuba, terdapat pada recessus pharingeus.
9. Isthmus pharingeus merupakan suatu penyempitan di antara nasopharing dan oropharing karena musculus sphincterpalatopharing
Gambar 3 Nasofaring
Fungsi nasofaring :
• Sebagai jalan udara pada respirasi
• Jalan udara ke tuba eustachii
• Resonator
• Sebagai drainage sinus paranasal kavum timpani dan hidung
2.4. HISTOLOGI
Mukosa nasofaring dilapisi oleh epitel bersilia repiratory type.Setelah 10
tahun kehidupan, epitel secara lambat laun bertransformasi menjadi epitel
nonkeratinizing squamous, kecuali pada beberapa area (transition zone). Mukosa mengalami invaginasi membentuk kripta. Stroma kaya akan jaringan limfoid dan terkadang dijumpai jaringan limfoid yang reaktif. Epitel permukaan dan kripta
sering diinfiltrasi dengan sel radang limfosit dan terkadang merusak epitel membentuk reticulated pattern. Kelenjar seromucinous dapat juga dijumpai, tetapi tidak sebanyak yang terdapat pada rongga hidung.13
Gambar 4 Sel epitel transisional, pelapis nasofaring (Dikutip dari : Respiratory system pre lab [cited 2010 Jan 5]. Available from: http://anatomy.iupui.edu/courses/histo_D502)
2.5. GEJALA DAN TANDA KARSINOMA NASOFARING
Karsinoma nasofaring biasanya dijumpai pada dinding lateral dari nasofaring termasuk fossa rosenmuler. Yang kemudian dapat menyebar ke dalam ataupun keluar nasofaring ke sisi lateral lainnya dan atau posterosuperior dari dasar tulang tengkorak atau palatum, rongga hidung atau orofaring. Metastase khususnya ke kelenjar getah bening servikal. Metastase jauh dapat mengenai tulang, paru-paru, mediastinum dan hati (jarang). Gejala yang akan timbul tergantung pada daerah yang terkena1,2. Sekitar separuh pasien
getah bening leher atas yang nyeri merupakan gejala yang paling sering dijumpai5,13. Gejala
dini karsinoma nasofaring sulit dikenali oleh karena mirip dengan infeksi saluran nafas atas. Gejala klinik pada stadium dini meliputi gejala hidung dan gejala telinga. Ini terjadi karena tumor masih terbatas pada mukosa nasofaring. Tumor tumbuh mula-mula di fossa R osenmuller di dinding lateral nasofaring dan dapat meluas ke dinding belakang dan atap nasofaring, menyebabkan permukaan mukosa meninggi. Permukaan tumor biasanya rapuh sehingga pada iritasi ringan dapat tejadi perdarahan. Timbul keluhan pilek berulang dengan ingus yang bercampur darah. Kadang-kadang dapat dijumpai epistaksis. Tumor juga dapat menyumbat muara tuba eustachius, sehingga pasien mengeluhkan rasa penuh di telinga, rasa berdenging kadang-kadang disertai dengan gangguan pendengaran. Gejala ini umumnya
unilateral, dan merupakan gejala yang paling dini dari karsinoma nasofaring. Sehingga bila timbul berulang-ulang dengan penyebab yang tidak diketahui perlu diwaspadai sebagai karsinoma nasofaring6,17.
Pada karsinoma nasofaring stadium lanjut gejala klinis lebih jelas sehingga pada umumnya telah dirasakan oleh pasien, hal ini disebabkan karena tumor primer telah meluas ke organ sekitar nasofaring atau mengadakan metastasis regional ke kelenjar getah bening servikal. Pada stadium ini gejala yang dapat timbul adalah gangguan pada syaraf otak karena pertumbuhan ke rongga tengkorak dan pembesaran kelenjarleher 5,6,17 . Tumor yang meluas ke
rongga tengkorak melalui foramen laserasum dan mengenai grup anterior saraf otak yaitu syaraf otak III, IV dan VI. Perluasan yang paling sering mengenai syaraf otak VI ( paresis abdusen) dengan keluhan berupa diplopia, bila penderita melirik ke arah sisi yang sakit. Penekanan pada syaraf otak V memberi keluhan berupa hipestesi ( rasa tebal) pada pipi dan wajah. Gejala klinik lanjut berupa ophtalmoplegi bila ketiga syaraf penggerak mata terkena. Nyeri kepala hebat timbul karena peningkatan tekanan intrakranial6,17 . Metastasis sel-sel
tumor melalui kelenjar getah bening mengakibatkantimbulnya pembesaran kelenjar getah bening bagian samping ( limfadenopati servikal). Selanjutnya sel-sel kanker dapat mengadakan infiltrasi menembus kelenjar dan mengenai otot dibawahnya. Kelenjar menjadi lekat pada otot dan sulit digerakkan. Limfadenopati servikal ini merupakan gejala utama yang dikeluhkan oleh pasien6,17 .
Gejala nasofaring yang pokok adalah : 1. Gejala Telinga
• Oklusi Tuba Eustachius
Pada umumnya bermula pada fossa Rossenmuller. Pertumbuhan tumor dapat menekan tuba eustachius hingga terjadi oklusi pada muara tuba. Hal ini akan mengakibatkan gejala berupa mendengung (Tinnitus) pada pasien. Gejala ini merupakan tanda awal pada KNF.
• Oklusi Tuba Eustachius dapat berkembang hingga terjadi Otitis Media.
• Sering kali pasien datang sudah dalam kondisi pendengaran menurun, dan
dengan tes rinne dan webber, biasanya akan ditemukan tuli konduktif
2. Gejala Hidung
• Epistaksis; dinding tumor biasanya dipenuhi pembuluh darah yang dindingnya
rapuh, sehingga iritasi ringan pun dapat menyebabkan dinding pembuluh darah tersebut pecah.
• Terjadinya penyumbatan pada hidung akibat pertumbuhan tumor dalam
nasofaring dan menutupi koana. Gejala menyerupai rinitis kronis.
Gejala telinga dan hidung di atas bukanlah gejala khas untuk Karsinoma Nasofaring, karena dapat ditemukan pada berbagai kasus pada penyakit lain. Namun jika gejala terus terjadi tanpa adanya respons yang baik pada pengobatan, maka perlu dicurigai akan adanya penyebab lain yang ada pada penderita; salah satu di antaranya adalah KNF.
• Pada penderita KNF seringkali ditemukan adanya diplopia (penglihatan
ganda) akibat perkembangan tumor melalui foramen laseratum dan menimbulkan gangguan N. IV dan N. VI. Bila terkena chiasma opticus akan menimbulkan kebutaan.
4. Tumor sign :
• Pembesaran kelenjar limfa pada leher, merupakan tanda penyebaran atau
metastase dekat secara limfogen dari karsinoma nasofaring.
5. Cranial sign :
Gejala cranial terjadi bila tumor sudah meluas ke otak dan mencapai saraf-saraf kranialis.
Gejalanya antara lain :
• Sakit kepala yang terus menerus, rasa sakit ini merupakan metastase secara
hematogen.
• Sensitibilitas derah pipi dan hidung berkurang.
• Kesukaran pada waktu menelan
• Afoni
• Sindrom Jugular Jackson atau sindroma reptroparotidean mengenai N. IX, N.
X, N. XI, N. XII. Dengan tanda-tanda kelumpuhan pada:
o Lidah
o Palatum
o M. sternocleidomastoideus
o M. trapezeus 14,15
Pada penderita KNF, sering ditemukan adanya tuli konduktif bersamaan dengan elevasi dan imobilitas dari palatum lunak serta adanya rasa nyeri pada wajah dan bagian lateral dari leher (akibat gangguan pada nervus trigeminal). Ketiga gejala ini jika ditemukan bersamaan, maka disebut Trotter’s Triad.
2.6. PATOFISIOLOGI KARSINOMA NASOFARING
Karsinoma Nasofaring merupakan munculnya keganasan berupa tumor yang berasal dari sel-sel epitel yang menutupi permukaan nasofaring. Tumbuhnya tumor akan dimulai pada salah satu dinding nasofaring yang kemudian akan menginfiltrasi kelenjar dan jaringan sekitarnya. Lokasi yang paling sering menjadi awal terbentuknya KNF adalah pada Fossa Rossenmuller. Penyebaran ke jaringan dan kjelenjar limfa sekitarnya kemudian terjadi perlahan, seperti layaknya metastasis lesi karsinoma lainnya.
Penyebaran KNF dapat berupa : 1. Penyebaran ke atas
Tumor meluas ke intrakranial menjalar sepanjang fossa medialis, disebut penjalaran Petrosfenoid, biasanya melalui foramen laserum, kemudian ke sinus kavernosus dan Fossa kranii media dan fossa kranii anterior mengenai saraf-saraf kranialis anterior ( n.I – n VI). Kumpulan gejala yang terjadi akibat rusaknya saraf kranialis anterior akibat metastasis tumor ini disebut Sindrom Petrosfenoid. Yang paling sering terjadi adalah diplopia dan neuralgia trigeminal.
2. Penyebaran ke belakang
Tumor meluas ke belakang secara ekstrakranial menembus fascia pharyngobasilaris yaitu sepanjang fossa posterior (termasuk di dalamnya foramen spinosum, foramen ovale dll) di mana di dalamnya terdapat nervus kranialais IX – XII; disebut penjalaran retroparotidian. Yang terkena adalah grup posterior dari saraf otak yaitu n VII - n XII beserta nervus
simpatikus servikalis. Kumpulan gejala akibat kerusakan pada n IX – n XII disebut sindroma retroparotidean atau disebut juga sindrom Jugular Jackson. Nervus VII dan VIII jarang mengalami gangguan akibat tumor karena letaknya yang tonggi dalam sistem anatomi tubuh,
Gejala yang muncul umumnya antara lain: a. Trismus
b. Horner Syndrome ( akibat kelumpuhan nervus simpatikus servikalis) c. Afonia akibat paralisis pita suara
d. Gangguan menelan
3. Penyebaran ke kelenjar getah bening
Penyebaran ke kelenjar getah bening merupakan salah satu penyebab utama sulitnya menghentikan proses metastasis suatu karsinoma. Pada KNF, penyebaran ke kelenjar getah bening sangat mudah terjadi akibat banyaknya stroma kelanjar getah bening pada lapisan sub
mukosa nasofaring. Biasanya penyebaran ke kelenjar getah bening diawali pada nodus limfatik yang terletak di lateral retropharyngeal yaitu Nodus Rouvier.
Di dalam kelenjar ini sel tersebut tumbuh dan berkembang biak sehingga kelenjar menjadi besar dan tampak sebagai benjolan pada leher bagian samping. Benjolan ini dirasakan tanpa nyeri karenanya sering diabaikan oleh pasien. Selanjutnya sel-sel kanker dapat berkembang terus, menembus kelenjar dan mengenai otot dibawahnya. Kelenjar menjadi lekat pada otot dan sulit digerakkan. Keadaan ini merupakan gejala yang lebih lanjut lagi. Limfadenopati servikalis merupakan gejala utama yang mendorong pasien datang ke dokter.
Dari hasil penelitian didapati : - gejala-gejala hidung sebanyak 77,5% - gejala-gejala telinga sebanyak 73% - sakit kepala sebanyak 61%
Dari hasil penelitian lain berdasarkan pemeriksaan fisik didapati :
-Gejala yang paling sering didapati adalah pembesaran kelenjar getah bening tanpa nyeri sebanyak 80%.
-Kelumpuhan saraf cranial ditemukan pada 25% penderita Penelitian mengenai metastase jauh, didapati : - paru-paru 20%
- tulang 20% - hati 10% - ginja1 0,4% - otak 0,4%
Gejala akibat metastase jauh:
Sel-sel kanker dapat ikut mengalir bersama getah bening atau darah, mengenai organ tubuh yang letaknya jauh dari nasofaring. Yang sering ialah tulang, hati dari paru. Hal ini merupakan stadium akhir dan prognosis sangat buruk.
Dalam penelitian lain ditemukan bahwa karsinoma nasofaring dapat mengadakan metastase jauh, yang terbanyak ke paru-paru dan tulang, masing-masing sebanyak 20%, sedangkan ke hati 10%, otak 4%, ginjal 0,4%, tiroid 0,4%. Kira-kira 25% penderita datang berobat ke dokter sudah-mempunyai pertumbuhan ke intrakranial atau pada foto rontgen
terlihat destruksi dasar tengkorak dan hampir 70% metastase kelenjar leher.
Karsinoma nasofaring umumnya disebabkan oleh multifaktor. Sampai sekarang penyebab pastinya belum jelas. Faktor yang berperan untuk terjadinya karsinoma nasofaring ini adalah faktor makanan seperti mengkonsumsi ikan asin, sedikit memakan sayur dan buah segar. Faktor lain adalah non makanan seperti debu, asap rokok, uap zat kimia, asap kayu bakar dan asap dupa (kemenyan). 2-19
Faktor genetik juga dapat mempengaruhi terjadinya karsinoma nasofaring1. Selain itu
terbukti juga infeksi virus Epstein Barr juga dihubungkan dengan terjadinya karsinoma nasofaring terutama pada tipe karsinoma nasofaring non-keratinisasi. Hal ini dibuktikan dengan adanya kenaikan titer antigen EBV dalam tubuh penderita Ca Nasofaring non keratinisasi dan kenaikan titer ini pun berbanding lurus dengan stadium Ca nasofaring; di mana semakin berat stadium Ca Nasofaring, ditemukan titer antibodi EBV yang semakin tinggi. Hal ini dapat dibuktikan dengan dijumpai adanya keberadaan protein-protein laten pada penderita karsinoma nasofaring. Pada penderita ini sel yang terinfeksi oleh EBV akan
menghasilkan protein tertentu yang berfungsi untuk proses proliferasi dan mempertahankan kelangsungan virus di dalam sel host. Protein laten ini dapat dipakai sebagai petanda (marker ) dalam mendiagnosa karsinoma nasofaring, yaitu EBNA-1 dan LMP-1, LMP- 2A dan LMP-2B. Hal ini dibuktikan dengan ditemukannya pada 50% serum penderita karsinoma nasofaring LMP-1 sedangkan EBNA-1 dijumpai di dalam serum semua pasien karsinoma nasofaring2. Selain itu dibuktikan oleh hasil penelitian Khrisna dkk (2004) terhadap suku Indian asli bahwa EBV DNA di dalam serum penderita karsinoma nasofaring dapat dipakai sebagai biomarker pada karsinoma nasofaring primer. 12,13,15
Hubungan antara karsinoma nasofaring dan infeksi virus Epstein-Barr juga dinyatakan oleh berbagai peneliti dari bagian yang berbeda di dunia ini. Pada pasien karsinoma nasofaring dijumpai peninggian titer antibodi anti EBV (EBNA-1) di dalam serum plasma.1-19 EBNA-1 adalah protein nuklear yang berperan dalam mempertahankan genom
virus. Huang dalam penelitiannya, mengemukakan keberadaan EBV DNA dan EBNA di dalam sel penderita karsinoma nasofaring. 12,13,15
Karsinoma nasofaring sangat sulit didiagnosa, hal ini mungkin disebabkan karena letaknya sangat tersembunyi dan juga pada keadaan dini pasien tidak datang untuk berobat. Biasanya pasien baru datang berobat, bila gejala telah mengganggu dan tumor tersebut telah mengadakan infiltrasi serta metastase pada pembuluh limfe sevikal. Hal ini merupakan keadaan lanjut dan biasanya prognosis yang jelek. Pemeriksaan terhadap karsinoma nasofaring dilakukan dengan cara anamnesa penderita dan disertai dengan pemeriksaan nasofaringoskopi, radiologi, histopatologi, immunohistokimia, dan juga pemeriksaan serologi dengan menggunakan tehnik Enzyme Linked Immunosorbent Assay atau disingkat dengan ELISA6. Karena beberapa penelitian telah membuktikan bahwa di dalam serum penderita
karsinoma nasofaring dijumpai EBNA-1 maka sebaiknya pasien yang mempunyai gejala yang mengarah ke karsinoma nasofaring dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan serologi yaitu antibodi anti EBV (EBNA-1).13,14,15Tentang pengaruh EBV yang sebagian besar hanya
ditemukan pada Ca Nasofaring tipe non-keratinisasi belum dapat dijelaskan hingga saat ini.
Proses perkembangan KNF: Distant Tumor Confined in Nasopharynx Spread of tumor to nasopharyngeal Regional Lymph Node Metastasis Hemmorhage in Nasopharynx Infection in Nasopharynx Neurological Symptoms Other Symptoms Other Symptoms Other Symptoms Other Symptoms Neurological Symptoms
Gambar 5 Patogenesis KNF
2.6.1 Virus Epstein-Barr
Group : Grup I (dsDNA) Family : Herpesviridae
Subfamily : Gammaherpesvirinae Genus : Lymphocryptovirus
Virus Epstein-Barr bereplikasi dalam sel-sel epitel dan menjadi laten dalam limfosit B. Infeksi virus epstein-barr terjadi pada dua tempat utama yaitu sel epitel kelenjar saliva dan sel limfosit. EBV memulai infeksi pada limfosit B dengan cara berikatan dengan reseptor virus, yaitu komponen komplemen C3d (CD21 atau CR2). Glikoprotein (gp350/220) pada kapsul EBV berikatan dengan protein CD21 dipermukaan limfosit B3. Aktivitas ini merupakan rangkaian yang berantai dimulai dari masuknya EBV ke dalam DNA limfosit B dan selanjutnya menyebabkan limfosit B menjadi immortal. Sementara itu, sampai saat ini mekanisme masuknya EBV ke dalam sel epitel nasofaring belum dapat dijelaskan dengan pasti. Namun demikian, ada dua reseptor yang diduga berperan dalam masuknya EBV ke dalam sel epitel nasofaring yaitu CR2 dan PIGR ( Polimeric Immunogloblin Receptor ). Sel yang terinfeksi oleh virus epstein-barr dapat menimbulkan beberapa kemungkinan yaitu : sel menjadi mati bila terinfeksi dengan virus epstein-barr dan virus mengadakan replikasi, atau virus epstein- barr yang menginfeksi sel dapat mengakibatkan kematian virus sehingga sel kembali menjadi normal atau dapat terjadi transformasi sel yaitu interaksi antara sel dan virus sehingga mengakibatkan terjadinya perubahan sifat sel sehingga terjadi transformsi sel menjadi ganas sehingga terbentuk sel kanker.16
Gen EBV yang diekspresikan pada penderita KNF adalah gen laten, yaitu EBERs, EBNA1, LMP1, LMP2A dan LMP2B. Protein EBNA1 berperan dalam mempertahankan virus pada infeksi laten. Protein transmembran LMP2A dan LMP2B menghambat sinyal tyrosine kinase yang dipercaya dapat menghambat siklus litik virus. Diantara gen-gen tersebut, gen yang paling berperan dalam transformasi sel adalah gen LMP1. Struktur protein LMP1 terdiri atas 368 asam amino yang terbagi menjadi 20 asam amino pada ujung N, 6 segmen protein transmembran (166 asam amino) dan 200 asam amino pada ujung karboksi (C). Protein transmembran LMP1 menjadi perantara untuk sinyal TNF (tumor necrosis factor ) dan meningkatkan regulasi sitokin IL-10 yang memproliferasi sel B dan menghambat
2.6.2 Genetik
Walaupun karsinoma nasofaring tidak termasuk tumor genetik, tetapi kerentanan terhadap karsinoma nasofaring pada kelompok masyarakat tertentu relative menonjol dan memiliki agregasi familial. Analisis korelasi menunjukkan gen HLA (human leukocyte antigen) dan gen pengode enzim sitokrom p450 2E1 (CYP2E1) kemungkinan adalah gen kerentanan terhadap karsinoma nasofaring. Sitokrom p450 2E1 bertanggung jawab atas aktivasi metabolik yang terkait nitrosamine dan karsinogen.
Analisa genetik pada populasi endemik berhubungan dengan HLA-A2, HLAB17 dan HLA-Bw26. Dimana orang dengan yang memiliki gen ini memiliki resiko dua kali lebih besar menderita karsinoma nasofaring. Studi pada orang Cina dengan keluarga menderita karsinoma nasofaring dijumpai adanya kelemahan lokus pada regio HLA. Studi dari kelemahan HLA pada orang-orang Cina menunjukkan bahwa orang-orang dengan HLA
A*0207 atau B*4601 tetapi tidak pada A*0201 memiliki resiko yang meningkat untuk terkena karsinoma nasofaring.13,14,15,17
2.6.3 Faktor lingkungan
Sejumlah besar studi kasus yang dilakukan pada populasi yang berada di berbagai daerah di asia dan america utara, telah dikonfirmasikan bahwa ikan asin dan makanan lain yang awetkan mengandung sejumlah besar nitrosodimethyamine (NDMA), nitrospurrolidene (NPYR) dan nitrospiperidine (NPIP ) yang mungkin merupakan faktor karsinogenik karsinoma nasofaring. Selain itu pengkonsumsi alkohol dan perokok juga merupakan salah satu faktor yan diperkirakan menginisiasi terjadinya karsinoma nasofaring. Di mana alkohol dan asap rokok ditemukan mengadung formaldehyde yang diteliti merupakan faktor risiko karsinoma nasofaring dengan cara mengaktifkan kembali infeksi dari EBV.13,14,15,17
2.7 DIAGNOSIS
Jika ditemukan adanya kecurigaan yang mengarah pada suatu karsinoma nasofaring, protokol dibawah ini dapat membantu untuk menegakkan diagnosis pasti serta stadium
tumor:
2.7.1. Anamnesis / pemeriksaan fisik
Anamnesis berdasarkan keluhan yang dirasakan pasien (tanda dan gejala KNF)
2.7.1.1 Pemeriksaan Nasofaring
Pemeriksaan tumor primer di nasofaring dapat dilakukan dengan cara rinoskopi posterior (tidak langsung) dan nasofaringoskop (langsung) serta fibernasofaringoskopi15. Jika ditemukan tumor berupa massa yang menonjol pada mukosa dan memiliki permukaan halus, berrnodul dengan atau tanpa ulserasi pada permukaan atau massa yang menggantung dan
infiltratif. Namun terkadang tidak dijumpai lesi pada nasofaring sehingga harus dilakukan biopsi dan pemeriksaan sitologi.
Menurut Formula Digby, setiap simptom mempunyai nilai diagnostik dan berdasarkan jumlah nilai dapat ditentukan ada tidaknya karsinoma nasofaring
Tabel 1 Formula Digsby 17
Gejala Nilai
Massa terlihat pada Nasofaring Gejala khas di hidung
Gejala khas pendengaran
Sakit kepala unilateral atau bilateral Gangguan neurologik saraf kranial Eksoftalmus Limfadenopati leher 25 15 15 5 5 5 25
Bila jumlah nilai mencapai 50, diagnosa klinik karsinoma nasofaring dapat dipertangungjawabkan. Sekalipun secara klinik jelas karsinoma nasofaring,
namun biopsi tumor primer mutlak dilakukan, selain untuk konfirmasi diagnosis histopatologi, juga menentukan subtipe histopatologi yang erat kaitannya dengan pengobatan dan prognosis.17
2.7.1.3 Biopsi nasofaring
Diagnosis pasti dari KNF ditentukan dengan diagnosis klinik ditunjang dengan diagnosis histologik atau sitologik. Diagnosis histologik atau sitologik dapat ditegakan bila dikirim suatu material hasil biopsy cucian, hisapan (aspirasi), atau sikatan (brush), biopsy dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu dari hidung atau dari mulut. Biopsi tumor nasofaring umunya dilakukan dengan anestesi topical dengan xylocain 10%.
• Biopsi melalui hidung dilakukan tanpa melihat jelas tumornya (blind biopsy).
Cunam biopsy dimasukan melalui rongga hidung menyelusuri konka media ke nasofaring kemudian cunam diarahkan ke lateral dan dilakukan biopsy.
• Biopsy melalui mulut dengan memakai bantuan kateter nelaton yang
dimasukan melalui hidung dan ujung kateter yang berada dalam mulut ditarik keluar dan diklem bersama-sama ujung kateter yang dihdung. Demikian juga kateter yang dari hidung disebelahnya, sehingga palatum mole tertarik ke atas. Kemudian dengan kacalaring dilihat daerah nasofaring. biopsy dilakukan dengan melihat tumor melalui kaca tersebut atau memakai nasofaringoskop yang dimasukan melalui mulut, masaa tumor akan terlihat lebih jelas.
Bila dengan cara ini masih belum didapatkan hasil yang memuaskan mala dilakukan pengerokan dengan kuret daerah lateral nasofaring dalam narkosis.
2.7.1.4 Sitologi dan Histopatologi
Klasifikasi WHO tahun 1978 untuk karsinoma nasofaring (1) Keratinizing squamous cell carcinoma ditandai dengan adanya keratin atau intercellular bridge atau keduanya. (2) Non keratinizing squamous cell carcinoma yang ditandai
dengan batas sel yang jelas ( pavement cell pattern). (3) Undifferentiated
carcinoma ditandai oleh pola pertumbuhan syncitial, sel-sel poligonal berukuran besar atau sel dengan bentuk spindel,anak inti yang menonjol dan stroma dengan
infiltrasi sel-sel radang limfosit.1,2,3,4Sedangkan klasifikasi WHO tahun 1991
membagi karsinoma nasofaring menjadi Keratinizing squamous cell carcinoma, Non keratinizing squamous cell carcinoma terdiri atas differentiated dan
undifferentiated dan Basaloid Carcinoma. 1, 18
Tipe tanpa diferensiasi dan tanpa keratinisasi mempunyai sifat yang sama, yaitu bersifat radiosensitif. Sedangkan jenis dengan keratinisasi tidak begitu radiosensitif.18
2.7.1.4.1 Sitologi
Squamous Cell Carcinoma
Inti squamous cell carcinoma bentuknya lebih "spindel" dan lebih memanjang dengan khromatin inti yang padat dan tersebar tidak merata. Pleomorfisme dari
inti dan membran inti lebih jelas. Selalu terlihat perbedaan (variasi) yang jelas dalam derajat khromasia di antara inti yang berdampingan. Nukleoli bervariasi dalam besar dan jumlahnya. Sitoplasma lebih padat, berwarna biru dan batas sel lebih mudah dikenal. Perbandingan inti, sitoplasma dan nukleolus adalah inti lebih kecil. Keratinisasi merupakan indikasi yang paling dapat dipercaya sebagai tanda adanya diferensiasi ke arah squamous cell . Bila keratinisasi tidak terlihat maka dijumpainya halo pada sitoplasma di sekitar inti dan kondensasi sitoplasma pada bagian pinggir sel merupakan penuntun yang sangat menolong untuk mengenal
lesi tersebut sebagai squamous cell carcinoma.19
Gambar 7 Cytology smear showing clusters of keratinizing squamous
carcinoma indicating metastasis in the lymph node. (MGG X 400)
Undifferentiated Carcinoma
Gambaran sitologi yang dapat dijumpai pada undifferentiated carcinoma berupa kelompokan sel-sel berukuran besar yang tidak berdiferensiasi, inti yang
membesar dan khromatin pucat, terdapat anak inti yang besar, sitoplasma
sedang, dijumpai latar belakang sel-sel radang limfosit diantara sel-sel epitel19,20,21.
Dijumpai gambaran mikroskopis yang sama dari aspirat yang berasal dari lesi primer dan metastase pada kelenjar getah bening regional 19,20
Gambar 8 Kelompokan sel-sel epitelundifferentiated , dengan latar belakang limfosit.
Tampak sitoplasma yang eosinofilik dan anak inti yang prominen (Dikutip dari: Orell, SR, Philips,J.
Fine-Needle Aspiration Cytology, Fourth Edition Elsevier, 2005).
2.7.1.4.2 Histopatologi
Keratinizing Squamous Cell Carcinoma
Pada pemeriksaan histopatologi keratinizing squamous cell carcinoma memiliki kesamaan bentuk dengan yang terdapat pada lokasi lainnya5,13.
Dijumpai adanya diferensiasi dari sel squamous dengan intercellular bridge atau keratinisasi2,6. Tumor tumbuh dalam bentuk pulau-pulau yang dihubungkan
dengan stroma yang desmoplastik dengan infiltrasi sel-sel radang limfosit, sel plasma, neutrofil dan eosinofil yang bervariasi. Sel-sel tumor berbentuk
poligonal dan stratified. Batas antar sel jelas dan dipisahkan oleh intercellular bridge. Sel-sel pada bagian tengah pulau menunjukkan sitoplasma eosinofilik yang banyak mengindikasikan keratinisasi. Dijumpai adanya keratin pearls.19,20
Gambar 9 Keratinizing Squamous Cell Carcinoma(Dikutip dari: Rosai J. Rosai and Ackermans Surgical Pathology,Volume one, Ninth Edition, Philadelphia: Mosby, 2004).
Gambar 10 Keratinizing Squamous Cell Carcinoma(Dikutip dari: Rosai J. Rosai and Ackermans Surgical Pathology,Volume one, Ninth Edition, Philadelphia: Mosby, 2004).
Non Keratinizing Squamous Cell Carcinoma
Pada pemeriksaan histopatologi non keratinizing squamous cell carcinoma memperlihatkan gambaran stratified dan membentuk pulau-pulau2,12. Sel-sel
menunjukkan batas antar sel yang jelas dan terkadang dijumpai intercellular bridge yang samar-samar. Dibandingkan dengan undifferentiated carcinoma ukuran sel lebih kecil, rasio inti sitoplasma lebih kecil, inti lebih hiperkhromatik dan anak inti tidak menonjol19,20
Gambar 11 Non Keratinizing Squamous Cell Carcinoma. (Dikutip dari: Rosai J. Rosai and Ackermans Surgical Pathology,Volume one, Ninth Edition, Philadelphia: Mosby, 2004).
Undifferentiated Carcinoma
Pada pemeriksaan undifferentiated carcinoma memperlihatkan gambaran sinsitial dengan batas sel yang tidak jelas,inti bulat sampai oval dan vesikular, dijumpai anak inti. Sel-sel tumor sering tampak terlihat tumpang tindih6. Beberapa sel tumor dapat berbentuk
spindel. Dijumpai infiltrat sel radang dalam jumlah banyak, khususnya limfosit, sehingga dikenal juga sebagai lymphoepithelioma. Dapat juga dijumpai sel-sel radang lain, seperti sel plasma, eosinofil, epitheloid dan multinucleated giant cell (walaupun jarang)2,12.
Terdapat dua bentuk pola pertumbuhan tipe undifferentiated yaitu tipe Regauds, yang terdiri dari kumpulan sel-sel epiteloid dengan batas yang jelas yang dikelilingi oleh jaringan ikat fibrous dan sel-sel limfosit. Yang kedua tipe Schmincke, sel-sel epitelial neoplastik tumbuh difus dan bercampur dengan sel-sel radang. Tipe ini sering dikacaukan dengan large cell malignant lymphoma. 19,20
Gambar 12Undifferentiated Carcinomaterdiri dari sel-selyang membentuk sarang-sarang padat ( “Regaud type”). (Dikutip dari: Rosai J. Rosai and Ackermans Surgical Pathology,Volume one, Ninth Edition, Philadelphia: Mosby, 2004).
Gambar 13 Undifferentiated Carcinomaterdiri sel-sel yang tumbuh membentuk gambaran syncytial yang difus (Schmincke type). (Dikutip dari: Rosai J. Rosai and Ackermans Surgical Pathology,Volume one, Ninth Edition, Philadelphia: Mosby, 2004).
Pemeriksaan yang teliti dari inti sel tumor dapat membedakan antara karsinoma nasofaring dan large cell malignant lymphoma, dimana inti dari karsinoma nasofaring memiliki gambaran vesikular, dengan pinggir inti yang rata dan berjumlah satu, dengan anak inti yang jelas berwarna eosinophil. Inti dari malignant lymphoma biasanya pinggirnya lebih iregular, khromatin kasar dan anak inti lebih kecil dan berwarna basofilik atau amphofilik. Terkadang undifferentiated memiliki sel-sel dengan bentuk oval atau spindle. 19,20
Basaloid Squamous Cell Carcinoma
Bentuk mikroskopis lain yang jarang dijumpai adalah basaloid squamous cell carcinoma5,12. Tipe ini memiliki dua komponen yaitu sel-sel basaloid dan sel-sel squamous.
Sel-sel basaloid berukuran kecil dengan inti hiperkhromatin dan tidak dijumpai anak inti dan sitoplasma sedikit. Tumbuh dalam pola solid dengan konfigurasi lobular dan pada beberapa kasus dijumpai adanya peripheral palisading. Komponen sel-sel squamous dapat in situ atau invasif. Batas antara komponen basaloid dan squamous jelas. 19,20
Gambar 14Basaloid Squamous Cell Carcinomapada nasofaring.Sel-sel basaloid menunjukkan festoonin growth pattern, sel-sel basaloid berselang-seling dengan squamous differentiaton. (Dikutip dari: Barnes L. Eveson JW. Reichart P. Sidrasky D. Pathology and Genetic Head and Neck Tumours. Lyon: IARC Press, 2003).
2.7.1.4.3 Pemeriksaan radiologi
Pemeriksaan radiologi pada kecurigaan KNF merupakan pemeriksaan penunjang diagnostic yang penting. Dapat dilakukan foto polos, CT Scan ataupun MRI. Saat ini untuk mendiagnosa secara pasti C.T Scan dan MRI merupakan suatu modalitas utama. Melalui C.T Scan dan MRI dapat dilihat secara jelas ada tidaknya massa dan sejauh apa penyebaran massa tersebut, hingga dapat membantu dalam menentukan stadium dan jenis terapi yang akan dilakukan.
Tujuan utama pemeriksaan radiologik tersebut adalah:
• Memberikan diagnosis yang lebih pasti pada kecurigaan adanya tumor pada
daerah nasofaring
• Menentukan lokasi yang lebih tepat dari tumor tersebut
• Mencari dan menetukan luasnya penyebaran tumor ke jaringan sekitarnya.12,21
a. Computed Tomography Scan (C. T Scan)
Fig. 1.-Example of early nasopharyngeal Fig. 2.-Tumor has spread through pharyngobasilar carcinoma. There is blunting of left fossa of fascia to involve parapharyngeal fat space.
Rosenmuller and enlargement of levator palatini Note that normal fat density of this space is partly
muscle. Although there is asymmetry of superficial obliterated and that there is obvious asymmetry of the fossa mucosal contours of nasopharynx, the changes can be of Rosenmuller.
b. Magnetic Resonance Imaging (MRI)
3 Pemeriksaan neurologis. Karena nasofaring berhubungan dekat dengan rongga tengkorak melalui beberapa foramen, maka gangguan beberapa saraf otak dapat terjadi sebagai gejala lanjut KNF ini.14,20
4 Pemeriksaan serologi.
Pemeriksaan serologi IgA anti EA (early antigen) dan igA anti VCA (capsid antigen) untuk infeksi virus E-B telah menunjukan kemajuan dalam mendeteksi karsinoma nasofaring. Tjokro Setiyo dari FK UI Jakarta mendapatkan dari 41 pasien karsinoma nasofaring stadium lanjut (stadium III dan IV) senstivitas IgA VCA adalah 97,5% dan spesifitas 91,8% dengan titer berkisar antara 10 sampai 1280 dengan terbanyak titer 160. IgA anti EA sensitivitasnya 100% tetapi spesifitasnya hanya 30,0%, sehingga pemeriksaan ini hanya digunakan untuk menetukan prognosis pengobatan, titer yang didpat berkisar antara 80 sampai 1280 dan terbanyak 160. 14,20
2.8 DIAGNOSIS BANDING
1. Hiperplasia adenoid
Biasanya terdapat pada anak-anak, jarang pada orang dewasa, pada anak-anak hyperplasia ini terjadi karena infeksi berulang. Pada foto polos akan terlihat suatu massa jaringan lunak pada atap nasofaring umumnya berbatas tegas dan umumnya simetris serta struktur-struktur sekitarnya tak tampak tanda- tanda infiltrasi seperti tampak pada karsinoma. 12,14
2. Angiofibroma juvenilis
Biasanya ditemui pada usia relatif muda dengan gejala-gejala menyerupai KNF. Tumor ini kaya akan pembuluh darah dan biasnya tidak infiltrative. Pada foto polos akan didapat suatu massa pada atap nasofaring yang berbatas tegas. Proses dapat meluas seperrti pada penyebaran karsinoma, walaupun jarang menimbulkan destruksi tulang hanya erosi saja karena penekanan tumor. Biasanya ada pelengkungan ke arah depan dari dinding belakang sinus maksilarisyang dikenal
sebagai antral sign. Karena tumor ini kaya akan vaskular maka arteriografi karotis eksterna sangat diperlukan sebab gambaranya sangat karakteristik. Kadang-kadang sulit pula membedakan angiofibroma juvenils dengan polip hidung pada foto polos.14,18
3. Tumor sinus sphenooidalis
Tumor ganas primer sinus sphenoidalis adalah sangat jarang dan biasanya tumor sudah sampai stadium agak lanjut waktu pasien dating untuk pemeriksaan pertama.14,18,19
4. Neurofibroma
Kelompok tumor ini sering timbul pada ruang faring lateral sehingga menyerupai keganasan dinding lateral nasofaring. Secara C.T. Scan, pendesakan ruang para faring ke arah medial dapat membantu mebedakan kelompok tumor ini dengan KNF.14,19
5. Tumor kelenjar parotis
Tumor kelenjar parotis terutama yang berasal dari lobus yang terletak agak dalam mengenai ruang parafaring dan menonjol ke arah lumen nasofaring. Pada sebagian besar kasus terlihat pendesakan ruang parafaring ke arah medial yang tampak pada pemeriksaan C.T.Scan.12,14,18,19
6. Chordoma
Walaupun tanda utama chordoma adalah destruksi tulang, tetapi mengingat KNF pun sering menimbulkan destruksi tulang, maka sering timbul kesulitan untuk membedakannya. Dengan foto polos, dapat dilihat kalsifikasi atau destruksi terutama di daerah clivus. CT dapat membantu melihat apakah ada pembesaran kelenjar cervikal bagian atas karena chordoma umumnya tidak memperlihatkan kelainan pada kelenjar tersebut sedangkan KNF sering bermetastasis ke kelenjar getah bening.12,14,19
7. Meningioma basis kranii
Walaupun tumor ini agak jarang tetapi gambarannya kadang-kadang meyerupai KNF dengan tanda-tanda sklerotik pada daerah basis kranii. Ganbaran CT meningioma cukup karakteristik yaitu sedikit hiperdense sebelum penyuntikan zat
kontras dan akan menjadi sangat hiperdense setelah pemberian zat kontras intravena. Pemeriksaan arteiografi juga sangat membantu diagnosis tumor ini.12,14,19
2.9. STADIUM
Penentuan stadium yang terbaru berdasarkan atas kesepakatan antara UICC (Union Internationale Contre Cancer) pada tahun 1992 adalah sebagai berikut :
T = Tumor, menggambarkan keadaan tumor primer, besar dan perluasannya . T0 : Tidak tampak tumor
T1 : Tumor terbatas pada 1 lokasi di nasofaring
T2 : Tumor meluas lebih dari 1 lokasi, tetapi masih di dalam rongga nasofaring T3 : Tumor meluas ke kavum nasi dan / atau orofaring
T4 : Tumor meluas ke tengkorak dan / sudah mengenai saraf otak
N = Nodul, menggambarkan keadaan kelenjar limfe regional N0 : Tidak ada pembesaran kelenjar
N1 : Terdapat pembesaran kelenjar homolateral yang masih dapat digerakkan
N2 : Terdapat pembesaran kelenjar kontralateral / bilateral yang masih dapat digerakkan
N3 :Terdapat pembesaran kelenjar baik homolateral, kontralateral atau bilateral, yang sudah melekat pada jaringan sekitar.
M = Metastase, menggambarkan metastase jauh M0 : Tidak ada metastase jauh
M1 : Terdapat metastase jauh.2,3,9-13
Berdasarkan TNM tersebut di atas, stadium penyakit dapat ditentukan : Stadium I : T1 N0 M0
Stadium II : T2 N0 M0 Stadium III : T3 N0 M0
T1,T2,T3 N1 M0 Stadium IV : T4 N0,N1 M0
Tiap T, N2,N3 M0 Tiap T, Tiap N, M12
Menurut American Joint Committee Cancer tahun 1988, tumor staging dari nasofaring diklasifikasikan sebagai berikut :
Tis : Carcinoma in situ
T1 : Tumor yang terdapat pada satu sisi dari nasofaring atau tumor yang tak dapat dilihat, tetapi hanya dapat diketahui dari hasil biopsi.
T2 : Tumor yang menyerang dua tempat, yaitu dinding postero-superior dan dindinglateral.
T3 : Perluasan tumor sampai ke dalam rongga hidung atau orofaring.
T4 : Tumor yang menjalar ke tengkorak kepala atau menyerang saraf cranial (atau keduanya).12,13,14,16
2.10. PROGNOSIS
Ditemukan bahwa karsinoma nasofaring tipe 1 (karsinoma sel skuamosa) memiliki prognosis yang lebih buruk dibandingkan dengan karsinoma nasofaring tipe 2 dan 3. Hal ini terjadi karena pada karsinoma nasofaring tipe 1, mestastasis lebih mudah terjadi. Secara keseluruhan, angka bertahan hidup 5 tahun adalah 45 %. Prognosis diperburuk oleh beberapa faktor, seperti :
• Stadium yang lebih lanjut. • Usia lebih dari 40 tahun
• Laki-laki dari pada perempuan • Ras Cina dari pada ras kulit putih • Adanya pembesaran kelenjar leher
• Adanya kelumpuhan saraf otak adanya kerusakan tulang tengkorak • Adanya metastasis jauh12,16
Metastasis ke kelenjar limfa dan jaringan sekitar merupakan suatu komplikasi yang selalu terjadi. Pada KNF, sering kali terjadi komplikasi ke arah nervus kranialis yang bermanifestasi dalam bentuk :
1. Petrosphenoid sindrom
Tumor tumbuh ke atas ke dasar tengkorak lewat foramen laserum sampai sinus kavernosus menekan saraf N. III, N. IV, N.VI juga menekan N.II. yang memberikan kelainan :
• Neuralgia trigeminus ( N. V ) : Trigeminal neuralgia merupakan suatu nyeri
pada wajah sesisi yang ditandai dengan rasa seperti terkena aliran listrik yang terbatas pada daerah distribusi dari nervus trigeminus.
• Ptosis palpebra ( N. III )
• Ophthalmoplegia ( N. III, N. IV, N. VI )20
2. Retroparidean sindrom
Tumor tumbuh ke depan kearah rongga hidung kemudian dapat menginfiltrasi ke sekitarnya. Tumor ke samping dan belakang menuju ke arah daerah parapharing dan retropharing dimana ada kelenjar getah bening. Tumor ini menekan saraf N. IX, N. X, N. XI, N. XII dengan manifestasi gejala :
• N. IX : kesulitan menelan karena hemiparesis otot konstriktor superior serta
gangguan pengecapan pada sepertiga belakang lidah
• N. X : hiper / hipoanestesi mukosa palatum mole, faring dan laring disertai
gangguan respirasi dan saliva
• N XI : kelumpuhan / atrofi oto trapezius , otot SCM serta hemiparese palatum
mole
• Sindrom horner : kelumpuhan N. simpaticus servicalis, berupa penyempitan
fisura palpebralis, onoftalmus dan miosis.20
3.
Sel-sel kanker dapat ikut mengalir bersama getah bening atau darah, mengenai organ tubuh yang letaknya jauh dari nasofaring. Yang sering adalah tulang, hati dan paru. Hal ini merupakan hasil akhir dan prognosis yang buruk. Dalam penelitian lain ditemukan bahwa karsinoma nasofaring dapat mengadakan metastase jauh, ke paru- paru dan tulang, masing-masing 20 %, sedangkan ke hati 10 %, otak 4 %, ginjal 0.4%, dan tiroid 0.4 %. 11,12,17
2.12. PENATALAKSANAAN 2.12.1. Radioterapi
Sampai saat ini radioterapi masih memegang peranan penting dalam penatalaksanaan karsinoma nasofaring. Penatalaksanaan pertama untuk karsinoma nasofaring adalah radioterapi dengan atau tanpa kemoterapi.
Sampai saaat ini pengobatan pilihan terhadap tumor ganas nasofaring adalah radiasi, karena kebanyakan tumor ini tipe anaplastik yang bersifat radiosensitif. Radioterapi dilakukan dengan radiasi eksterna, dapat menggunakan pesawat kobal (Co60 ) atau dengan akselerator linier ( linier Accelerator atau linac). Radiasi pada jaringan dapat menimbulkan ionisasi air dan elektrolit dari cairan tubuh baik intra maupun ekstra seluler, sehingga timbul ion H+ dan OH- yang sangat reaktif. Ion itu dapat bereaksi dengan molekul DNA dalam kromosom, sehingga dapat terjadi :
1. Rantai ganda DNA pecah
2. Perubahan cross-linkage dalam rantai DNA
3. Perubahan base yang menyebabkan degenerasi atau kematian sel.
Dosis lethal dan kemampuan reparasi kerusakan pada sel-sel kanker lebih rendah
dari sel-sel normal, sehingga akibat radiasi sel-sel kanker lebih banyak yang mati dan yang tetap rusak dibandingkan dengan sel-sel normal.
Sel-sel yang masih tahan hidup akan mengadakan reparasi kerusakan DNA-nya sendiri-sendiri. Kemampuan reparasi DNA sel normal lebih baik dan lebih cepat dari
sel kanker. Keadaan ini dipakai sebagai dasar untuk radioterapi pada kanker.
Radiasi ini ditujukan pada kanker primer didaerah nasofaring dan ruang parafaringeal serta pada daerah aliran getah bening leher atas, bawah seerta klasikula. Radiasi daerah getah bening ini tetap dilakukan sebagai tindakan preventif sekalipun tidak dijumpai pembesaran kelenjar. Metode brakhiterapi, yakni dengan memasukkan sumber radiasi kedalam rongga nasofaring saat ini banyak digunakan guna memberikan dosis maksimal pada tumor primer tetapi tidak menimbulkan cidera yang serius pada jaringan sehat disekitarnya. Kombinasi ini diberikan pada kasus-kasus yang telah memeperoleh dosis radiasi eksterna maksimum tetapi masih dijumpai sisa jaringan kanker atau pada kasus kambuh lokal. perkembangan teknologi pada dasawarsa terakhir telah memungkinkan pemberian radiasi
yang sangat terbatas pada daerah nasofaring dengan menimbulkan efek samping sesedikit mungkin. Metode yang disebut sebagai IMRT ( Intersified Modulated Radiotion Therapy ) telah digunakan dibeberapa negara maju.
Prinsip Pengobatan Radiasi, inti sel dan plasma sel terdiri dari (1) RNA “Ribose Nucleic Acid“ dan (2) DNA “ Desoxy Ribose Nucleic Acid “. DNA terutama terdapat paa khromosom “ ionizing radiation “ menghambat metabolisme DNA dan menghentikan aktifitas enzim nukleus. Akibatnya pada inti sel terjadi khromatolisis dan plasma sel menjadi granuar serta timbul vakuola-vakuola yang kahirnya berakibat sel akan mati dan menghilang. Pada suatu keganasan ditandai oleh mitosis sel yang berlebihan ; stadium profase mitosis merupakan stadium yang paling rentan terhadap radiasi. Daerah nasofaring dan sekitarnya yang meliputi fosa serebri media, koane dan daerah parafaring sepertiga leher bagian atas. Daerah-daerah lainnya yang dilindungi dengan blok timah. Arah penyinaran dari lateral kanan dan kiri, kecuali bila ada penyerangan kerongga hidung dan sinus paranasal maka perlu penambahan lapangan radiasi dari depan. Pada penderita dengan stadium yang masih
terbataas (T1,T2), maka luas lapangan radiasi harus diperkecil setelah dosis radiasi mencapai 4000 rad , terutama dari atas dan belakang untuk menghindari bagian susunan saraf pusat . Dengan lapangan radiasi yang terbatas ini, radiasi dilanjutkan sampai mencapai dosis seluruh antara 6000- 7000 rad . pada penderita dengan stadium T3 dan T4, luas lapangan radiasi tetap dipertahankan sampai dosis 6000 rad. Lapangan diperkecil bila dosis akan ditingkatkan lagi
sampai sekitar 7000 rad.
kelenjar leher, maka radiasi daerah leher ini bersifat profilaktik dengan dosis 4000 rad, sedangkan bila ada metastasis diberikan dosis yang sama dengan dosis daerah tumor primer yaitu 6000 rad, atau lebih. Untuk menghindari gangguan penyinaran terhadap medulla spinalis, laring dan esofagus, maka radiasi daerah leher dan supraklavikula ini, sebaiknya diberikan dari arah depan dengan memakai blok timah didaerah leher tengah.
Hasil pengobatan yang dinyatakan dalam angka respons terhadap penyinaran
sangat tergantung pada stadium tumor. Makin lanjut stadium tumor, makin berkurang responsnya. Untuk stadium I dan II, diperoleh respons komplit 80% - 100% dengan terapi radiasi. Sedangkan stadium III dan IV, ditemukan angka kegagalan respons lokal dan metastasis jauh yang tinggi, yaitu 50% - 80%. Angka ketahanan hidup penderita karsinoma nasofaring tergantung beberapa faktor, diantaranya yang terpenting adalah stadium penyakit.22
2.12.1.1 Persiapan / perencanaan sebelum radioterapi
Sebelum diberi terapi radiasi, dibuat penentuan stadium klinik, diagnosis histopatologik, sekaligus ditentukan tujuan radiasi, kuratif atau paliatif. Penderita juga dipersiapkan secara mental dan fisik. Pada penderita, bila perlu juga keluarganya diberikan penerangan mengenai perlunya tindakan ini, tujuan pengobatan, efek samping yang mungkin
timbul selama periode pengobatan.
Pemeriksaan fisik dan laboratorium sebelum radiasi dimulai adalah mutlak. Penderita dengan keadaan umum yang buruk, gizi kurang atau demam tidak diperbolehkan untuk radiasi, kecuali pada keadaan yang mengancam hidup penderita, seperti obstruksi jalan makanan, perdarahan yang masif dari tumor, radiasi tetap dimulai sambil memperbaiki keadaan umum penderita. Sebagai tolok ukur, kadar Hb tidak boleh kurang dari 10 gr%, jumlah lekosit tidak boleh kurang dari 3000 per mm3 dan trombosit 100.000 per uL. 22
2.12.1.2 Penentuan batas-batas lapangan radiasi
Tindakan ini merupakan salah satu langkah yang terpenting untuk menjamin berhasilnya suatu radioterapi. Lapangan penyinaran meliputi daerah tumor primer
dan sekitarnya / potensi penjalaran perkontinuitatum serta kelenjar-kelenjar getah bening regional.3,12
Untuk tumor stadium I dan II, daerah-daerah dibawah ini harus disinari : 1. Seluruh nasofaring
2. Seluruh sfenoid dan basis oksiput 3. Sinus kavernosus
4. Basis kranii, minimal luasnya 7 cm2 meliputi foramen ovale, kanalis karotikus dan foramen jugularis lateral.
5. Setengah belakang kavum nasi 6. Sinus etmoid posterior
7. 1/3 posterior orbit
8. 1/3 posterior sinus maksila 9. Fossa pterygoidea
10. Dinding lateral dan posterior faring setinggi fossa midtonsilar 11. Kelenjar retrofaringeal
12. Kelenjar servikalis bilateral termasuk jugular posterior, spinal aksesori dan supraklavikular.22
Apabila ada perluasan ke kavum nasi atau orofaring ( T3 ) seluruh kavum nasi dan orofaring harus dimasukkan dalam lapangan radiasi. Apabila perluasan melalui dasar tengkorak sudah mencapai rongga kranial, batas atas dari lapangan radiasi terletak di atas fossa pituitary. Apabila penyebaran tumor sampai pada sinus etmoid dan maksila atau orbit, seluruh sinus atau orbit harus disinari. Kelenjar limfe sub mental dan oksipital secara rutin tidak termasuk, kecuali apabila ditemukan limfadenopati servikal yang masif atau apabila ada metastase ke kelenjar sub maksila.3 Secara garis besar, batas-batas lapangan penyinaran adalah :
- Batas atas : meliputi basis kranii, sella tursika masuk dalam lapangan radiasi. - Batas depan : terletak dibelakang bola mata dan koana
- Batas belakang : tepat dibelakang meatus akustikus eksterna, kecuali bila terdapat pembesaran kelenjar maka batas belakang harus terletak 1 cm di belakang kelenjar
yang teraba.
- Batas bawah : terletak pada tepi atas kartilago tiroidea, batas ini berubah bila didapatkan pembesaran kelenjar leher, yaitu 1 cm lebih rendah dari kelenjar yang teraba. Lapangan ini mendapat radiasi dari kiri dan kanan penderita.3,12 Pada
penderita dengan kelenjar leher yang sangat besar sehingga metode radiasi di atas tidak dapat dilakukan, maka radiasi diberikan dengan lapangan depan dan belakang. Batas atas mencakup seluruh basis kranii. Batas bawah adalah tepi bawah klavikula, batas kiri dan kanan adalah 2/3 distal klavikula atau mengikuti besarnya kelenjar.12
Kelenjar supra klavikula serta leher bagian bawah mendapat radiasi dari lapangan depan, batas atas lapangan radiasi ini berimpit dengan batas bawah lapangan radiasi untuk tumor primer.22
2.12.1.3 Sinar dan radioisotop yang digunakan
1. Sinar Alfa
Sinar alfa ialah sinar korpuskuler atau partikel dari inti atom. Inti atom terdiri dari proton dan neutron. Sinar ini tidak dapat menembus kulit dan tidak banyak dipakai dalam radioterapi.
2. Sinar Beta
Sinar beta ialah sinar elektron. Sinar ini dipancarkan oleh zat radioaktif yang mempunyai energi rendah. Daya tembusnya pada kulit terbatas, 3-5 mm. Digunakan untuk terapi lesi yang superfisial.
3. Sinar Gamma
Sinar gamma ialah sinar elektromagnetik atau foton. Sinar ini dapat menembus tubuh. Daya tembusnya tergantung dari besar energi yang
menimbulkan sinar itu. Makin tinggi energinya atau makin tinggi voltagenya, makin besar daya tembusnya dan makin dalam letak dosis maksimalnya.22
Radioisotop
1. Caecium137 ! sinar gamma 2. Cobalt60 ! sinar gamma
3. Radium226 ! sinar alfa, beta, gamma.22
1. Radiasi Eksterna / Teleterapi
Sumber sinar berupa aparat sinar-X atau radioisotop yang ditempatkan di luar tubuh. Sinar diarahkan ke tumor yang akan diberi radiasi. Besar energi yang diserap oleh suatu tumor tergantung dari :
a. Besarnya energi yang dipancarkan oleh sumber energi b. Jarak antara sumber energi dan tumor
c. Kepadatan massa tumor.
Teleterapi umumnya diberikan secara fraksional dengan dosis 150-250 rad per kali, dalam 2-3 seri. Diantara seri 1-2 atau 2-3 diberi istirahat 1-2 minggu
untuk pemulihan keadaan penderita sehingga radioterapi memerlukan waktu 4-6 minggu.22
2. Radiasi Interna / Brachiterapi
Sumber energi ditaruh di dalam tumor atau berdekatan dengan tumor di dalam rongga tubuh.
Ada beberapa jenis radiasi interna : a. Interstitial
Radioisotop yang berupa jarum ditusukkan ke dalam tumor, misalnya jarum radium atau jarum irridium.
b. Intracavitair
Pemberian radiasi dapat dilakukan dengan : - After loading
Suatu aplikator kosong dimasukkan ke dalam rongga tubuh ke tempat tumor. Setelah aplikator letaknya tepat, baru dimasukkan radioisotop ke dalam aplikator itu.
- Instalasi
Larutan radioisotop disuntikkan ke dalam rongga tubuh, misal : pleura atau peritoneum.