• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Usia dini merupakan periode perkembangan yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Pada masa ini, seluruh instrumen besar manusia terbentuk, bukan kecerdasan saja tetapi seluruh kecakapan psikis. Usia dini mencakup rentang usia pra lahir sampai usia 6 tahun, pada rentang usia ini merupakan masa penting tumbuh kembang manusia. Begitu pentingnya masa ini sehingga disebut sebagai masa golden age. Pada usia ini kemampuan-kemampuan dasar manusia terbangun dan menjadi pondasi bagi pertumbuhan dan perkembangan selanjutnya.

Pemerintah terus mendorong kesadaran akan pentingnya pendidikan anak usia dini (PAUD). Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional mengamanatkan bahwa PAUD dapat dilaksanakan melalui jalur pendidikan formal, nonformal, maupun informal. Sebagaimana kita ketahui bersama bahwa Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, secara tegas menyatakan bahwa:

“Pendidikan anak usia dini adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut”. Selanjutnya dinyatakan pula bahwa pendidikan anak usia dini dapat diselenggarakan melalui: Jalur formal (Taman Kanak-kanak/Raudhatul Athfal), Jalur nonformal (Taman Penitipan Anak, Kelompok Bermain dan bentuk lainnya yang sederajat), dan Jalur informal (pendidikan keluarga atau lingkungan).

Sebagai sebuah lembaga pendidikan pada jalur formal yang dinyatakan pada pasal 28 Raudhatul Athfal harus memenuhi standar pendidikan sebagaimana yang tercantum dalam Peraturan Pemerintah No. 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.

Raudhatul Athfal sebagai pendidikan formal memiliki beberapa kelebihan dibandingkan pendidikan informal dalam lingkungan keluarga. Pertama,

(2)

pendidikan formal memiliki rancangan pendidikan atau kurikulum yang tersusun secara sistematis, jelas dan rinci, kedua, dilaksanakan secara formal, ada yang mengawasi dan menilai, ketiga, diberikan oleh pendidik atau guru yang memiliki ilmu dan keterampilan khusus dalam bidang pendidikan, keempat, interaksi pendidikan berlangsung dalam lingkungan tertentu dengan fasilitas, alat serta aturan-aturan pemerintah tertentu.

Pembelajaran di Raudhatul Athfal tidak ditujukan untuk mendapatkan penilaian akhir atau ijazah, namun penilaian tetap perlu dilakukan untuk menjadi bahan perbaikan bagi perencanaan pembelajaran yang telah dibuat guru. Penilaian di Raudhatul Athfal dilakukan dengan teknik penilaian yang sesuai dengan perkembangan anak.

Dalam konteks perkembangan anak, Raudhatul Athfal lima memiliki lima fungsi dasar, yaitu: 1) pengembangan potensi, 2) penanaman dasar-dasar aqidah keimanan, 3) pembentukan dan pembiasaan perilaku yang diharapkan, 4) pengembangan pengetahuan dan keterampilan dasar yang diperlukan, serta 5) pengmbangan motivasi dan sikap belajar yang positif (Solehudin, 2000 dalam Ali, 2007: 1266).

Upaya pengembangan potensi anak perlu dilakukan sejak usia dini, sebab pada masa itulah terjadinya masa-masa emas dari perkembangan berbagai potensi anak. Pada masa ini terdapat kesempatan-kesempatan yang lebih memungkinkan terjadinya perubahan secara signifikan dalam berbagai aspek perkembangan anak. Usia TK/RA merupakan masa yang sensitif bagi perkembangan gerak-gerak motorik yang fundamental dan bahkan menurut Bloom (1984) masih dalam sumber yang sama, separuh dari perkembangan potensi intelektual terjadi pada usia 4 tahun pertama.

Raudhatul Athfal sebagai lembaga pendidikan, merupakan organisasi persekolalah. Sekolah sebagai suatu sistem, diorganisasikan untuk memudahkan pencapaian tujuan belajar dan mengajar yang berkualitas dalam melayani peserta didik secara efektif dan efesien. Fungsi utama sekolah adalah menjalankan proses

(3)

belajar mengajar, evaluasi kemajuan hasil belajar peserta didik dan meluluskan peserta didik yang berkualitas memenuhi standar yang dipersyaratkan. Dalam menjalankan fungsinya diharapkan sekolah dapat memfungsikan seluruh sumber daya yang ada secara maksimal.

Nanang Fatah dalam (Sagala Syaiful, 2004: 53) berpendapat bahwa sekolah adalah “tempat terjadinya proses pendidikan, sekolah memiliki sistem yang kompleks, dinamis dalam kegiatannya dan dikelola dengan baik sehingga menghasilkan output berkualitas yang sesuai dengan tuntutan kebutuhan masyarakat.” Seiring dengan pernyataan tersebut, Sergiovanni, 1987 (dalam Sumantri, 2010) mengungkapkan bahwa konsep dasar sekolah yang baik dan berhasil adalah:

“Sekolah yang memperlihatkan aktivitas sekolah yang kondusif dan sinergis antara guru dan siswa sesuai dengan tanggung jawabnya, yang mampu meningkatkan prestasi baik siswa maupun sekolah, sehingga orang tua siswa merasa puas menyekolahkan anaknya di sekolah tersebut”.

Sekolah yang baik, sering pula disebut sekolah bermutu atau berkualitas. Pada era globalisasi, mutu atau kualitas dinilai sebagai salah satu alat dalam mencapai keunggulan yang kompetitif, hal ini disebabkan karena mutu merupakan salah satu faktor utama dalam memenuhi keinginan/tuntutan serta kebutuhan masyarakat. Sejalan dengan hal tersebut, Sagala (2009: 276) menyatakan bahwa untuk menghadapi persaingan global yang cukup kompetitif, maka desain organisasi pendidikan yang perlu dikembangkan adalah organisasi yang memiliki komitmen tinggi terhadap visi dan misi. Lebih kanjut lagi Hasbullah (2006: 61) mengemukakan bahwa dalam era persaingan seperti sekarang yang dapat bertahan hanyalah yang mempunyai kualitas, sehingga lembaga-lembaga pendidikan yang tidak berkualitas akan ditinggalkan dan tersingkir dengan sendirinya karena tidak bisa survive dengan perkembangan zaman.

Mutu suatu sekolah merupakan esensi dari pengelolaan sekolah dengan mengetahui kebutuhan pelanggan, dan melakukan tindakan untuk memenuhi kebutuhan pelanggan tersebut disertai dengan kesadaran yang terus meningkat

(4)

bahwa mutu merupakan kunci keberhasilan suatu sekolah dalam mencapai keunggulan yang kompetitif.

Oleh karena itu, mutu merupakan sesuatu yang sangat penting karena mutu selalu dituntut oleh masyarakat dalam upaya pencapaian keberhasilan pendidikan yang perlu terus ditingkatkan, mengingat tantangan dari dunia pendidikan untuk menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas. Kedudukan mutu sekolah dalam administrasi pendidikan tidak dapat dipisahkan karena bidang garapan ini merupakan suatu sistem kegiatan dari keseluruhan bidang garapan pengelolaan pendidikan yang meliputi personil, kurikulum, peserta didik, sarana dan prasarana dan sebagainya. Untuk dapat mencapai mutu sekolah yang berkualitas secara efektif dan efisien, maka diperlukan administrasi. Artinya jika tanpa adanya administrasi yang baik tentunya tujuan pendidikan tidak akan tercapai maksimal.

Lezotte 1983 dalam Sunendar (2013: 5) mengatakan bahwa sekolah-sekolah yang bermutu itu memiliki karakteristik-karakteristik, yaitu: (1) lingkungan sekolah yang aman dan tertib; (2) iklim serta harapan yang tinggi; (3) kepemimpinan instruksional yang logis; (4) misi yang jelas dan terfokuskan; (5) kesempatan untuk belajar dan mengerjakan tugas bagi siswa; dan (6) pemantauan yang sering dilakukan terhadap kemajuan siswa, dan hubungan antara rumah dan sekolah yang bersifat mendukung.

Selanjutnya untuk mewujudkan mutu sekolah khususnya Raudhatul Athfal di Kota Cimahi, maka harus dilakukan beberapa penguatan program dalam pendidikan anak usia dini. Karena mutu hasil dari pendidikan anak usia dini ini akan berpengaruh terhadap pendidikan selanjutknya. Campbel & Bond (1982 dalam Papilia, E.D, dkk, 2008, dalam Jurnal Ilmiah Anak Usia Dini, 2010) menyatakan bahwa pengalaman masa kecil menjadi faktor perkembangan moral dan perilaku remaja. Dengan demikian untuk memahami keberhasilan dan problem-problem perkembangan pada usia remaja dapat dilacak dari proses-proses perkembangan yang terjadi sejak usia dini. Penguatan kualitas pada setiap sekolah harus terus dilakukan. Penguatan diantaranya dapat dilakukan pada aspek

(5)

budaya sekolah dan kinerja mengajar guru, karena keduanya memiliki peran penting untuk kemajuan sekolah dan pencapai tujuan pendidikan.

Budaya sekolah dipandang sebagai eksistensi suatu sekolah yang terbentuk dari hasil saling mempengaruhi antara tiga faktor, yaitu: sikap dan kepercayaan orang yang berada di sekolah dan lingkungan luar sekolah, norma-norma budaya sekolah dan hubungan antara individu di dalam sekolah. Sehubungan dengan budaya sekolah, guru sebagai implementator program sekolah memegang peranan penting dalam pembentukan budaya sekolah.

Guru adalah pengajar yang sekaligus juga sebagai pendidik. Guru mendidik siswa melalui pelajaran yang ia berikan. Guru tidak hanya sekedar memberi ilmu pengetahuan, keterampilan dan sikap, tetapi juga seorang pembina, pengasuh dan pendidik bagi peserta didik. Oleh karena itu menjadi seorang guru bukanlah suatu hal yang mudah.

Dalam kegiatan pendidikan di sekolah guru memiliki peran pokok dan strategis dalam membentuk dan mengembangakan potensi peserta didik, guru adalah salah satu personil yang dominan dalam pengelolaan organisasi sekolah:

Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dengan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar dan pendidikan menengah (UU No 14 Pasal 1 Ayat 1 Tahun 2003).

Kedudukan guru dalam kegiatan proses pembelajaran sangat strategis dan menentukan. Strategis, karena guru yang akan menentukan kedalaman dan keluasan materi pelajaran, sedangkan bersifat menentukan karena guru yang memilah dan memilih bahan pelajaran yang akan disajikan kepada peserta didik. Salah satu faktor yang mempengaruhi keberhasilan tugas guru ialah kinerjanya didalam merencanakan atau merancang, melaksanakan dan mengevaluasi proses pembelajaran. Mulyasa, (2007: 5) mengatakan guru merupakan komponen paling menentukan, karena ditangan gurulah kurikulum, sumber belajar, sarana dan prasarana dan iklim pembelajaran menjadi sesuatu yang berarti bagi kehidupan peserta didik

(6)

Kondisi di lapangan, ada beberapa hal yang mendorong penulis untuk melakukan penelitian tentang mutu Raudhatul Athfal di Kota Cimahi, diantaranya adalah hasil wawancara dengan Kasi Madrasah Kementrian Agama Kota Cimahi, diperoleh informasi bahwa mutu Raudhatul Athfal di Kota Cimahi masih sangat variatif, mengingat keberadaan Raudhatul Athfal tersebar di tiga kecamatan yang memiliki kultur dan karakteristik penduduk yang berbeda, hal ini sangat mempengaruhi keberadaan Raudhatul Athfal di Kota Cimahi. Namun, seiring dengan visi Kota Cimahi tahun 2012 – 2017 yaitu “Cimahi Cerdas”, Kementrian Agama Kota Cimahi sedang berbenah untuk peningkatan mutu Raudhatul Athfal.

Hasil wawancara dengan Ketua Pengurus Wilayah Ikatan Guru Raudhatul Athfal Provinsi Jawa Barat diperoleh informasi, bahwa peserta didik dari Raudhatul Athfal Kota Cimahi sampai saat ini, belum berhasil menorehkan tinta prestasi pada setiap lomba kreatifitas tahunan tingkat Provinsi yang diselenggarakan oleh PW IGRA.

Data yang diperoleh dari Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga bidang Pendidikan Non Formal Informal (PNFI) Kota Cimahi, bahwa pada tahun pelajaran 2012 – 2013 anak usia 4-6 tahun sebanyak 4.254 orang terserap di 87 Taman Kanak-kanak, sedangkan mereka yang terserap di 62 Radhatul Athfal sebanyak 2.421 orang, artinya orang tua lebih banyak memilih memasukkan putera/puteri mereka untuk mendapatkan pendidikan prasekolah di TK dari pada di RA.

Data dari Seksi Madrasah Kementrian Agama Kota Cimahi diperoleh data pendidik RA di Kota Cimahi masih sangat bervariasi, dari 353 orang pendidik, 143 orang berkualifikasi S1 dari berbagai bidang program studi, 17 orang diantaranya telah tersertifikasi dan sisanya sebanyak 210 orang masih berkualifikasi SMA/sederajat. Banyaknya pendidik/guru yang belum memenuhi persyaratan sebagaimana termaktud dalam Undang-undang Sisdiknas No. 20 Tahun 2003 lasal 42 ayat (1), mengindikasikan bahwa peningkatan mutu di sekolah dalam rangka menghasilkan peserta didik sesuai dengan yang diharapkan masih belum optimal, karena hal ini sangat berpengaruh terhadap pola

(7)

pembelajaran yang dilakukan di dalam kelas, seiring dengan pengamatan Karin Vilien, seorang konsultan pendidikan anak usia dini dari Denmark yang mendapatkan tugas dari Bank Dunia pada tahun 2002, untuk menilai pelaksanaan pendidikan anak usia dini jalur formal di Indonesia menjelaskan adanya dua pendekatan yang berbeda ketika guru melakukan pembelajaran, yakni: Pertama, guru berperan mengajarkan anak (pendekatan yang berpusat kepada guru) dan yang kedua, guru berperan membelajarkan anak (pendekatan yang berpusat pada anak). Dari dua pendekatan ini, pendekatan kedua adalah yang lebih baik, dimana guru berpegang pada panduan kemampuan yang akan dicapai oleh anak, guru memahami minat, perasaan dan pengalaman anak. Guru bertindak sebagai fasilitator yang memberikan kesempatan kepada anak untuk mengutarakan pengalaman, perasaan melalui berbagai interaksi, baik interaksi guru dengan anak ataupun anak dengan anak. Berbeda dengan pendekatan pertama, disini guru lebih berfokus kepada kurikulum, guru tampak berasumsi bahwa anak adalah botol kosong dan guru mengisi botol tersebut dengan informasi yang sudah matang.

Berdasarkan kenyataan tersebut di atas, tentu saja perlu dilakukan upaya perbaikan dari berbagai sisi, salah satunya adalah dengan meningkatkan mutu sekolah yang akan berimbas kepada mutu pendidikan secara umum. Jika hal ini tidak dilakukan maka tujuan pendidikan Raudhatul Athfal yang senada dengan tujuan pendidikan nasional yaitu membantu meletakkan dasar kearah perkembangan sikap perilaku, pengetahuan, keterampilan dan daya cipta yang diperlukan oleh anak didik agar menjadi muslim yang menghayati dan mengamalkan agama serta menyesuaikan diri dengan lingkungannya dan kepentingan pertumbuhan serta perkembangan selanjutnya tidak akan tercapai.

Dari paparan di atas, maka dipandang perlu untuk melakukan penelitian tentang “Pengaruh Budaya Sekolah dan Kinerja Mengajar Guru terhadap Mutu Raudhatul Athfal di Kota Cimahi.”

B. Identifikasi dan Perumusan Masalah

(8)

Berangkat dari latar belakang, banyak hal yang memberikan kontribusi terhadap mutu sekolah. Berdasarkan hasil penelitian para pakar bahwa faktor-faktor yang penting dalam meningkatkan mutu sekolah diantaranya menurut Danim (2007: 56) yaitu diantaranya: kepemimpinan kepala sekolah, siswa, guru, kurikulum dan jaringan kerjasama. Sedangkan menurut Zamroni (2007: 6) Mutu sekolah ditentukan oleh tiga variable, yakni kultur sekolah, pembelajaran dan realita sekolah.

Dalam bentuk lain faktor-faktor yang mempengaruhi mutu sekolah dapat dilihat pada gambar berikut ini:

Gambar 1.1

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Mutu Sekolah

Mutu

Sekolah

Kepemimp inan

Guru

Siswa

Kerja

sama

Kuriku

lum

Realita

Sekolah

Pembela jaran

Kultur

Sekolah

(9)

Budaya sekolah merupakan nilai-nilai, kebiasaan-kebiasaan, upacara-upacara, slogan-slogan dan berbagai perilaku yang telah lama terbentuk di sekolah dan diteruskan dari satu angkatan ke angkatan berikutnya, baik secara sadar maupun tidak. Budaya sekolah diyakini mempengaruhi perilaku seluruh komponen sekolah, yaitu: guru, kepala sekolah, staf administrasi, siswa dan juga orang tua siswa. Kultur yang kondusif bagi peningkatan mutu akan mendorong perilaku warga ke arah peningkatan mutu sekolah, sebaliknya kultur yang tidak kondusif akan menghambat upaya menuju peningkatan mutu sekolah.

Menurut Zamroni (2011: 297) Budaya sekolah dapat dipergunakan untuk menghadapi berbagai problem dalam beradaptasi dengan lingkungan yang baru dan melakukan integrasi internal, sehingga pola nilai dan asumsi tersebut dapat diajarkan kepada anggota dan generasi baru agar mereka memiliki pandangan yang tepat bagaimana seharusnya mereka memahami, berpikir, merasakan dan bertindak menghadapi berbagai situasi dan lingkungan yang ada.

Budaya sekolah yang baik akan secara efektif menghasilkan kinerja yang terbaik pada setiap individu, kelompok kerja/ unit dan sekolah sebagai satu institusi, dan hubungan sinergis antara tiga tingkatan tersebut. Budaya sekolah diharapkan memperbaiki mutu sekolah, kinerja di sekolah dan mutu kehidupan yang diharapkan memiliki ciri sehat, dinamis atau aktif, positif dan profesional.

Guru merupakan komponen yang paling berpengaruh terhadap terciptanya proses dan hasil pendidikan yang berkualitas. Hal jelas terlihat dalam performen

atau penampilan guru dalam kegiatan belajar mengajar. Menurut Anwar Prabu (2000: 67) “ Kinerja guru adalah preatasi kejra yang dihasilkan secara kualitas dan kuantitas yang dicapai guru dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggungjawab yang diberikan”

Kinerja mengajar guru merupakan penampilan kerja yang dilakukan oleh seorang guru dalam menjalankan tugas dan tanggungjawabnya sesuai dengan pengetahuan dan keterampilan yang akan mengarah pada peningkatan prestasi peserta didik. Kinerja mengajar yang baik merupakan salah satu prasyarat bagi keberhasilan dan kesuksesan proses belajar mengajar. Dengan demikian untuk

(10)

mencapai tujuan pendidikan yang telah ditetapkan, guru dituntut untuk senantiasa mampu tampil dengan baik.

2. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah, maka penelitian tentang Pengaruh Budaya Sekolah dan Kinerja Mengajar Guru terhadap Mutu Sekolah Raudhatul Athfal di Kota Cimahi, dapat dibuat rumusan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana gambaran budaya Raudhatul Athfal di Kota Cimahi?

2. Bagaimana gambaran kinerja mengajar guru Raudhatul Athfal di Kota Cimahi?

3. Bagaimana gambaran mutu sekolah Raudhatul Athfal di Kota Cimahi?

4. Berapa besar pengaruh budaya sekolah terhadap mutu Raudhatul Athfal di Kota Cimahi?

5. Berapa besar pengaruh kinerja mengajar guru terhadap mutu Raudhatul Athfal di Kota Cimahi?

6. Berapa besar pengaruh budaya sekolah dan kinerja mengajar guru terhadap mutu Raudhatul Athfal di Kota Cimahi?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang dikemukakan diatas, maka tujuan penelitian adalah untuk mendeskripsikan dan menganalisa secara fokus tentang pengaruh budaya sekolah dan kinerja mengajar guru terhadap mutu sekolah Raudhatul Athfal di Kota Cimahi, adapun uriannya adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui gambaran budaya Raudhatul Athfal di Kota Cimahi.

2. Untuk mengetahui gambaran kinerja mengajar guru Raudhatul Athfal di Kota Cimahi.

3. Untuk mengetahui gambaran mutu Raudhatul Athfal di Kota Cimahi.

4. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh budaya sekolah terhadap mutu Raudhatul Athfal di Kota Cimahi.

(11)

5. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh kinerja mengajar guru terhadap mutu Raudhatul Athfal di Kota Cimahi.

6. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh budaya sekolah dan kinerja mengajar guru terhadap mutu Raudhatul Athfal di Kota.

D. Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian survey. Menurut Kalinger yang dikutip Akdon (2005: 91) menyatakan bahwa penelitian survei merupakan penelitian yang dilakukan pada populasi besar maupun kecil tetapi data yang dipelajari adalah data dari sampel yang diambil dari populasi tersebut, sehingga ditemukan kejadian-kejadian relatif, distributif dan hubungan antar variabel sosiologis maupun psikologis. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan kuantitatif yang memungkinkan dilakukan pencatatan dan anlisis data hasil penelitian secara eksak dan menganalisis datanya menggunakan statistik.

E. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara teoritis maupun praktis.

1. Manfaat Teoritis

Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat mengungkapkan prinsip-prinsip serta faktor-faktor yang berkaitan dengan budaya sekolah, kinerja mengajar guru dan mutu sekolah. Lebih jauh lagi, penelitian ini diharapkan dapat memperkaya khazanah keilmuan khususnya dalam bidang pengembangan budaya sekolah, kinerja guru dan mutu sekolah di Kota Cimahi.

2. Manfaat Praktis

Hasil penelitian diharapkan memberikan sumbangsih acuan pemikiran dalam peningkatan mutu sekolah Raudhatul Athfal di Kota Cimahi melalui budaya sekolah dan kinerja mengajar guru. Adapun manfaat yang dapat diprediksi dari penetian ini secara praktis, diantaranya sebagai berikut:

a. Bagi penulis, menambah wawasan pengetahuan hasil penelitian tentang pengaruh budaya sekolah dan kinerja mengajar guru terhadap mutu sekolah.

(12)

Dengan langsung melakukan penelitian di lapangan yang menjadi lahan bekerja penulis selama ini , setelah penelitian selesai diharapkan ada pengaruh yang signifikan khususnya terhadap kinerja mengajar penulis di masa yang akan datang.

b. Bagi guru-guru yang menjadi responden dalam penelitian, semoga dengan membaca secara langsung angket yang diberikan dan bertatap muka dengan penulis dapat melakukan tukar menukar informasi kondisi sekolah masing-masing yang berkaitan dengan budaya sekolah, kinerja mengajar guru yang pada akhirnya akan meningkatkan mutu sekolah.

c. Bagi pengelola dan kepala sekolah, penelitian ini sebagai masukan dalam menciptakan budaya sekolah dan meningkatkan kinerja mengajar guru untuk dapat mewujudkan sekolah yang bermutu.

d. Bagi Kepala Kementrian Agama Kota Cimahi Sebagai masukan mengenai upaya peningkatan mutu sekolah/madrasah Raudhatul Athfal melalui penciptaan budaya sekolah dan peningkatan kinerja mengajar guru RA di Kota Cimahi.

F. Struktur Organisasi Tesis

Untuk memahami alur pikir dalam penulisan tesis ini, maka perlu adanya struktur organisasi yang berfungsi sebgai pedoman penyusunan laporan penelitian ini, yaitu sebagai berikut:

Bab I berisi pendahuluan, yang terdiri dari latar belakang, penelitian identifikasi dan perumusan masalah, tujuan penelitian, metode penelitian, manfaat penelitian dan struktur organisasi tesis.

Bab II berisi kajian pustaka, kemudian kerangka pemikiran, dan hipotesis penelitian.

Bab III berisi metode penelitian, yang terdiri dari lokasi dan populasi/sampel penelitian, desain penelitian, metode penelitian, definisi operasional, instrumen penelitian, proses pengembangan instrument, teknik pengumpulan data, dan analisis data penelitian.

(13)

Bab IV berisi hasil penelitian dan pembahasan, yang terdiri dari pemaparan data dan pembahasan data penelitian.

Bab V berisi kesimpulan dan saran yang menyajikan tentang penafsiran dan pemaknaan peneliti terhadap hasil analisis temuan penelitian.

Referensi

Dokumen terkait

Uji efektifitas dengan melaksanakan eksperimen diperoleh hasil bahwa rata-rata hasil tes kinerja untuk kelas eksperimen adalah 75.179 dengan varian 34.23 dan rata-rata

Rencana Strategis ( Renstra ) Inspektorat Kabupaten Banyuwangi disusun dengan maksud untuk memberikan arah atau acuan/ pedoman bagi Inspektorat Kabupaten Banyuwangi dalam

Definisi tentang tata kelola TI yang diambil dari COBIT 4.1 menyebutkan bahwa tata kelola TI didefinisikan sebagai tanggungjawab eksekutif dan dewan direksi, sebagai bagian dari

Di atas atap kamar operasi, terangkai sistem ducting untuk mengalirkan udara bersih dan bertekanan yang disaring oleh sistem hepafilter utama (outlet tepat pada area

Harga r pada isoterm Freundlich lebih mendekati 1 dibanding isoterm Langmuir, sehingga dapat diasumsikan bahwa interaksi antara karbon aktif diaktivasi H 2 SO 4 10% dengan

Oleh karena itu jika ingin memperoleh keuntungan yang diinginkan, tergantung perusahaan itu sendiri, apa yang akan ditawarkannya pada konsumen, baik dari mutu hasil produk,

Penulis berharap dengan artikel ini, pembaca dapat memahami dan memanfaatkan artikel ini dengan sebaik-baiknya, dan kemudian penulis juga berharap agar yang

Sementara itu, jika hasil uji kualitas menunjukkan bahwa konsentrasi beberapa unsur-unsur terlarut dan nilai pH masih berada di rentang nilai standar yang ditetapkan