• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sejarah Karet

Pada tahun 1943 Michelle de Cuneo melakukan pelayaran ekspedisi ke benua Amerika yang dahulu dikenal sebagai “Benua Baru”. Dalam perjalanan ini mereka menemukan sejenis pohon yang mengandung getah. Pohon getah ini hidup secara liar di pedalaman Amerika. Orang Amerika Asli mengambil getah tanaman tersebut dengan cara menebang pohonnya. Getah yang didapat kemudian dijadikan bola yang selain dapat menjadi alat permainan, mereka juga membuat alas kaki dan tempat air dari getah tersebut (Anonim, 1992).

Tanaman yang dilukai batangnya ini diperkenalkan sebagai tanaman Hevea. Hasil laporan Ekspedisi Peru ditulis dalam buku oleh Freshneau tahun 1749 dengan menyebut nama tersebut. Freshneau juga menyertakan gambar dari tanaman tersebut. Dua tahun kemudian, tepatnya tahun 1751, De La Condomine membuat usulan untuk mengadakan penelitian lebih lanjut mengenai tanaman Hevea ini (Anonim, 1992).

Usaha perkebunan karet dimulai di daerah – daerah jajahan Negara – negara Eropa, terutama oleh Inggis dan Belanda. Sistem perkebunan karet muncul pada awal abad ke-19. Akan tetapi sistem perkebunan di Asia Tenggara tidak terjadi sebelum akhir abad ke-19. Sistem ini diperkenalkan oleh beberapa ahli tumbuh – tumbuhan dari Inggris. Sir Clements R. Markham pernah menanam pohon kina yang menghasilkan quinine yang berasal dari Amerika Selatan di India. Pada tahun 1870 dia bersama Sir Joseph Dalton Hooker berusaha membudidayakan pohon karet. Hevea brasiliensis merupakan jenis pohon karet yang peling berhasil. Ficus elastica berkembang baik di Jawa dan Burma tetapi kelemahannya adalah bahwa pohon ini makan banyak waktu antara penanaman dan saat mulai produksi. Juga produksinya sangat berfluktuasi. Sesudah percobaan menanam pohon Hevea berhasil baik, perkembangan industri perkebunan di Asia Tenggara sangat pesat dan pada tahun 1910 sejumlah besar dari karet perkebunan dijual di pasar dunia (Spillane, J.J, 1989).

Mula – mula karet berkembang pesat di Malaysia dan Ceylon. Di Indonesia perkebunan besar karet baru dimulai di Sumatera pada tahun 1902 dan di Jawa pada

(2)

Dewasa ini, karet merupakan bahan baku yang menghasilkan lebih 50.000 jenis barang. Dari produksi karet alam, 46% digunakan untuk pembuatan ban dan selebihnya karet busa, sepatu dan beribu – ribu jenis barang lainnya (Setyamidjaja, Djoehana, 1993).

2.2 Lateks

Indonesia memproduksi lateks pekat hanya 3,6% dari total produksi karet alam yang dihasilkan oleh perusahaan besar PTP maupun swasta. Lateks (Hevea brasiliensis) adalah suatu sistem koloid yang kompleks, terdiri dari partikel karet dan bahan baku yang terdispersi dalam cairan yang disebut serum. Karet alam yang berasal dari pohon atau disebut lateks kebun memiliki kandungan karet kering (Dry Rubber Content, DRC) sekitar 29 – 30%. Lateks ini perlu dipekatkan terlebih dahulu hingga memiliki kadar kering 60% atau lebih, dikenal dengan lateks pekat (concentrated lateks) yang bertujuan memperbaiki nilai ekonomi dalam transportasi (Anonim, 2004).

Bahan kimia yang umum digunakan untuk pengawetan lateks kebun adalah amonia berupa gas atau larutan, karena harganya cukup murah, mudah didapat dan cukup efektif. Dosis pemberian amonia dalam bahan olah lateks kebun harus disesuaikan dengan lama waktu yang dibutuhkan, proses pengolahan di pabrik dan jenis mutu karet yang dihasilkan (Anonim, 2004).

Pemberian bahan pengawet campuran amonia dengan hidrosilamin netral sulfat H2(NH2OH)SO4 digunakan untuk mengawetkan lateks kebun yang akan diolah menjadi

karet. Hidroksilamin selain sebagai pengawet juga berfungsi sebagai pemantap karena gugus aldehid yang terdapat dalam karet dapat bereaksi dengan hidroksilamin dengan viskositas karet yang dihasilkan relatif konstan (Anonim, 2004).

2.3 Komposisi Lateks

Lateks berasal dari pohon karet (Hevea brasiliensis) adalah suatu disperse partikel – partikel dan bukan karet dalam cairan yang disebut dengan serum.

Komposisi kimia lateks terdiri dari:

1. Kadar karet ± 36%

2. Air ± 59%

3. Protein ± 2%

(3)

5. Debu ±0,5%

6. Zat bersifat gula ± 1,5

Kandungan padatan dalam lateks normal dari satu pohon siap panen antara 30-38 % (Anonim, 2004). Fraksi padatan ini sebagian besar adalah hidrokarbon dimana rumus kimianya (C5H8)n. Kandungan selain padatan dalam karet adalah protein, gula, enzim,

ragi dan sedikit kandungan garam-garam mineral. Berat molekul karet tergantung dari jumlah, di mana n rata-rata berjumlah antara 200-400. Semakin tinggi jumlah n maka viskositas karet semakin tinggi dan rantai molekul semakin panjang. Molekul-molekul karet berbentuk lingkaran seperti spiral dengan ikatan C=C di dalam rantai berputar pada sumbunya sehingga memberikan sifat karet yang fleksibel yaitu dapat ditekan, ditarik dan lentur. Karet tidak dapat larut dalam air tetapi dapat larut dalam larutan organik dimana karet merupakan senyawa organik.

Dengan sifat karet yang fleksibel dan lentur tersebut maka menyebabkan dapat dibentuk dan digunakan untuk berbagai keperluan umum seperti: sol sepatu atau bahan kendaraan. Karet alam dari pohon karet lateks jika ditambahkan dengan bahan penggumpal (asam formiat/cuka) kemudian dikeringkan dan dicuci dengan air dan dikeringkan dalam bentuk lembaran disebut dengan karet mentah yang memiliki sifat-sifat:

1. Mudah teroksidasi 2. Kurang kuat 3. Kurang elastis

4. Perubahan bentuk yang permanen.

Apabila lateks segar dipusingkan dengan kecepatan ± 18000 putaran selama 45 menit, terpisah menjadi empat fraksi. Fraksi-fraksi tersebut akan terpisah dari bagian-bagiannya yang berbeda yaitu :

(4)

1. Fraksi Karet

Fraksi ini terutama terdiri dari partikel-partikel karet yang pada umumnya berbentuk bulat dengan diameter antara 0,05-3 mikron. Partikel karet diselubungi oleh lapisan pelindung yang terdiri dari protein dan lipid dan berfungsi sebagai pemantap. Bagian dari lateks yang mempunyai nilai ekonomis adalah partikel karet sehingga semua teknik pengolahannya ditujukan untuk menjaga agar sifat-sifat partikel karet tidak sampai rusak. Bila lateks diputar, fraksi ini akan terbentuk yang banyaknya 25%-45% dari volume lateks.

2. Fraksi yang berwarna kuning

Fraksi ini terutama terdiri dari partikel Frey Wyssling yang ditemukan oleh Wyssling. Bentuknya bulat lebih besar dari partikel karet dengan indeks refraksi besar. Warna kuning dari fraksi ini disebabkan adanya zat warna karotenoid. Karotenoid ini dalam lateks kemungkinan berfungsi sebagai anti oksidasi dan banyak disimpan dalam daun pohon karet yang berfungsi sebagai pelindung alat-alat fotosintesis dari oksidasi oleh oksigen yang berasal dari udara. Fraksi ini mengandung sedikit lipida, berbentuk bulat dengan diameter 3-8 mikron dan mempunyai berat jenis yang lebih besar dari fraksi karet kuning di dalam pemusingan berubah-ubah, ada kalanya terdapat di bawah lapisan fraksi karet, tetapi kadang-kadang di atas fraksi dasar. Bila lateks putar, fraksi ini membentuk 1%-3% dari volume lateks.

3. Fraksi Serum

Fraksi serum ini disebut serum C (centrifuge serum),di dalamnya terdapat ion-ion anorganik seperti karbonat dan phosfat. Selain itu terlarut juga ion-ion-ion-ion logam seperti tembaga, magnesium, besi, natrium, kalsium, kalium, mangan dan rubium. Fraksi ini sebagian besar mengandung komponen bukan karet yaitu air, karbohidrat, protein, dan senyawa nitrogen lainnya. Komponen bukan karet akan mempengaruhi kadar kotoran dalam analisa kemurnian karet.Karbohidrat akan menjadi sumber energi bagi pertumbuhan mikroba sehingga akan menaikkan bilangan VFA (Volatile Fatty Acid) karena terbentuknya asam lemak eteris (mudah menguap) yaitu asam formiat dan asam asetat.

4. Fraksi Dasar

Fraksi ini kaya dengan partikel karet yang berbentuk bulat dengan diameter 2-10 mikron yang disebut lutoida. Lutoida adalah tingkat kekentalan lateks yang rendah.

(5)

Lutoida ini mempunyai sifat cair yang kental seperti gelatin yang diselubungi lapisan semi permiabel yang didalamnya terdapat cairan. Cairan didalam lutoida mengandung protein, karet, lipida, ion Ca, dan ion Mg. Ion Ca dan ion Mg ini dapat menetralkan muatan negative tiap partikel karet dan menyebabkan terganggunya kemantapan mekanis lateks sehingga akhirnya akan menggumpalkan karet. Fraksi lutoid mengandung persenyawaan terlarut seperti garam-garam mineral, gula, lemak, persenyawaan nitrogen. Jumlah lutoid dalam lateks berkisar sekitar 5-10 % dari volume lateks dan mempunyai pengaruh besar terhadap kestabilan lateks. Adanya pengaruh mekanis, perubahan tekanan osmosa, enzim, dan bakteri dapat mengakibatkan lapisan membran lutoid pecah sehingga cairan fraksi dasar (lutoid) keluar dan bercampur dengan fraksi serum. Pengenceran lateks dapat menyebabkan lutoid menggembung dan kemudian pecah. Pecahan lutoid akan berpengaruh terhadap kestabilan lateks.

2.4. Proses Pengolahan Benang Karet 2.4.1 Proses Vulkanisasi

Kita mungkin sering mendengar istilah vulkanisasi ban. Sebenarnya apakah yang dimaksud dengan proses vulkanisasi itu? Dalam kehidupan sehari-hari sering kita melihat karet gelang atau sarung tangan karet. Pada benda-benda tersebut sesungguhnya telah dilakukan proses vulkanisasi. Benda-benda tersebut jika kita tarik, akan merenggang, dan sebaliknya jika dilepas akan kembali lagi ke bentuk semula. Namun bila dilakukan pada karet alam mentah, setelah ditarik tidak kembali lagi ke panjang asalnya. Sifat elastis dan tidak lengket pada karet ini, hanya bisa terjadi bila rantai polimer molekul (polyisoprene) dalam karet mentah (lateks) terhubungkan satu sama lain dengan ikatan silang yang dinamakan ikatan cross-linking. Dalam metoda konvensional, proses cross-linking ini dilakukan menggunakan belerang (sulfur). Proses inilah yang dikenal dengan nama vulkanisisasi. (Sumber : www.wikipedia.com)

Molekul polimer karet yang semula terpisah menjadi saling tergandengkan atom belerang setelah vulkanisasi. Ibarat kita membuat anyaman, proses vulkanisasi ini seperti membuat ”anyaman” silang antara benang molekul polimer karet.

Istilah vulkanisasi timbul karena pada awalnya proses ini menggunakan belerang yang terdapat dalam abu gunung berapi (vulcano). Charles Goodyear 1839 pertama kali

(6)

melakukan vulkanisasi ini dengan mencampurkan sulfur pada karet alam melalui proses pemanasan.

Bermula dari peristiwa kebetulan di musim dingin, ketika dia tertidur di laboratoriumnya. Sepatu karet yang dipakainya tiba-tiba menyenggol bahan kimia dan terpanasi pemanas tubuh di dekatnya. Keesokan harinya, Goodyear mendapati karet sepatunya lebih elastis dan lebih alot (liat). Sejak itulah Goodyear lebih mendalami proses vulkanisasi dengan belerang.

Vulkanisasi ini suatu tahapan penting dalam pengolahan karet alam hasil penyadapan dari pohon karet (Havea brasiliensis) yang banyak terdapat di daerah tropis yang lembab. Ketika orang menyadap karet dengan menggores batang pohon karet, getah putih yang keluar adalah butiran polyisoprene sebesar kira-kira 400 nm yang masih bercampur dengan air dengan konsentrasi sekira 20% - 30%.

Setelah proses vulkanisasi cairan tersebut, dipisah dengan metode sentrifugasi maka diperoleh karet lateks dengan konsentrasi 60% untuk membuat berbagai macam alat dari karet alam seperti sarung tangan, balon dan produk lain yang diperlukan manusia.

2.4.2 Proses Teknologi Iradiasi

Lateks karet iradiasi atau lateks alam pekat pra-vulkanisasi adalah lateks alam yang divulkanisasi dengan menggunakan teknologi nuklir, dan langsung dapat digunakan untuk membuat barang karet seperti sarung tangan, balon, topeng, bola, produk dekorasi panggung /film, kondom, dll. Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki perkebunan karet paling luas di dunia. Sebagian besar karet alam tersebut diekspor dalam bentuk bahan baku, karena industri barang-barang dari karet dalam negeri belum berkembang dengan baik. (Sumber : www.wikipedia.com)

Lateks karet iradiasi atau lateks alam pekat pra-vulkanisasi adalah lateks alam yang divulkanisasi dengan menggunakan teknologi nuklir, dan langsung dapat digunakan untuk membuat barang karet seperti sarung tangan, balon, topeng, bola, produk dekorasi panggung /film, kondom, dll.

Pengolahan lateks alam iradiasi artinya cara membuat lateks alam iradiasi dari lateks alam/ getah pohon karet, dengan menggunakan sinar gamma Cobalt-60 atau berkas elektron sebagai sumber energi. Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Isotop dan Radiasi (P3TIR)-BATAN sejak tahun 1974 melakukan penelitian tentang

(7)

vulkanisasi lateks alam iradiasi. Dengan sumber radiasi berkapasitas sekitar 6.000 Curie, yang mampu meradiasi 2 liter lateks setiap 17 jam.

Pada tahun 1979 didirikan Iradiator Panoramic Serba Guna (Irpasena) dengan kapasitas sebesar 80.000 Curie dan mampu menghasilkan lateks alam iradiasi 400 kg setiap 30 jam. Hasil penelitian P3TIR BATAN tersebut mampu memecahkan masalah dalam industri karet. Karena di samping teknik radiasi lebih hemat bahan kimia, energi dan waktu, juga lateks yang dihasilkan bebas nitrosamin dan rendah protein. Vulkanisasi lateks alam dengan radiasi hanya menggunakan dua macam bahan kimia, tidak perlu diperam dan dipanaskan, langsung dapat diproses menjadi produk industri karet yang dikehendaki

Sejak awal tahun 1982, pembuatan barang industri dari lateks alam iradiasi ini mulai dikembangkan kepada para pengrajin di Daerah Khusus lbu Kota Jakarta dan Bandung. Barang industri karet yang diproduksi antara lain berupa sarung tangan, balon, topeng, benang karet yang mutunya cukup baik.

Penelitian ini berkembang pesat dengan didirikannya iradiator lateks alam yang diresmikan pada tanggal 8 Desember 1983. Iradiator lateks ini menggunakan sumber radiasi Cobalt 60 berkapasitas 225.000 Curie dan dapat meradiasi lateks alam sebanyak 1.500 ton setahun ( 1.500 kg setiap 20 jam).

Sifat lateks alam iradiasi secara visual tidak dapat dibedakan lateks alam proses belerang dengan lateks alam iradiasi, baik warna, bau maupun bentuknya yaitu berupa cairan berwarna putih susu dan berbau amonia. Perbedaannya tampak bila dilihat dengan "Scanning Electron Microscope", yaitu diameter rata-rata partikel karet lateks alam iradiasi lebih kecil dari pada karet lateks alam non iradiasi. Juga terlihat pada film hasil uji fisik dan mekaniknya, yaitu modulus dan tegangan putus film karet lateks alam iradiasi lebih kuat, ulet dan elastis dari pada karet lateks alam non radiasi.

Perbedaan lainnya adalah daya simpan-lateks alam iradiasi lebih tahan lama yakni dapat disimpan sampai 6 bulan, sedang untuk lateks alam vulkanisasi belerang hanya mampu disimpan sekitar 3 minggu. Di samping itu lateks alam irradiasi bebas nitrosamin (bahan penyebab kanker) dan rendah protein, sehingga bila digunakan untuk barang karet tidak menyebabkan penyakit kanker atau alergi.

Teknologi Lateks Alam Iradiasi adalah suatu teknologi bagaimana cara membuat/memproduksi barang-barang karet dari lateks alam iradiasi. Saat ini ada lima

(8)

cara membuat barang-barang karet dari lateks alam iradiasi, yaitu dengan cara celup, cara tuang, cara semprot, cara pelapisan dan dengan cara pembusaan.

Dari hasil penelitian, baik skala laboratorium, maupun skala pabrik dan uji coba pada industri rumah tangga menunjukkan bahwa keuntungan/keunggulan dalam pengolahan dan teknologi lateks alam iradiasi bila dibandingkan dengan lateks alam proses vulkanisasi belerang adalah sebagai berikut :

1. Hemat bahan kimia (hanya 2 macam bahan kimia yang dipergunakan), hemat energi panas, dan hemat waktu serta dapat disimpan dalam waktu 6 bulan lebih (lateks alam vulkanisasi belerang hanya dapat disimpan sekitar 3 minggu).

2. Tidak mengandung bahan karsinogen (penyebab penyakit kanker), tidak beracun (toxical), tidak mengandung protein alergen (penyebab alergi pada tubuh manusia), produk karet tidak berbau tajam dan lebih elastis. Apabila produk karet dari lateks alam iradiasi ini dibakar, gas sulfur dioksida hanya 1/20 lebih rendah dari pada karet proses vulkanisasi belerang.

3. Lebih mudah didegradasi oleh alam, karena energi aktivasinya rendah, sehingga produk karet dari lateks alam iradiasi tidak mencemari dan akrab dengan lingkungan. Teknologi Lateks Alam Iradiasi ini telah diuji coba oleh pengrajin di beberapa daerah, baik dalam skala industri rumah tangga maupun skala pabrik. Apabila produk karet dari lateks alam iradiasi ini dibakar, tidak menghasilkan gas sulfur dioksida yang banyak seperti pada karet proses vulkanisasi belerang. Gas SOx ini berbahaya bagi lingkungan karena bisa mengakibatkan hujan asam. Selain itu, karet iradiasi lebih mudah didegradasi alam, sehingga produk karet dari lateks alam iradiasi tidak mencemari dan akrab dengan lingkungan. Bahan tambahan dalam proses vulkanisasi belerang, seperti dithiocarbamates yang biasanya digunakan sebagai katalisator untuk mempercepat proses vulkanisasi, diperkirakan menjadi racun juga bagi bakteri-bakteri pengurai karet.

Para peneliti dari Japan Atomic Energy Research Institute (JAERI) berhasil melakukan proses ini dengan berkas elektron yang berenergi cukup rendah, sekira 200-300 keV, sehingga efek radiasi sinar X pada kesehatan bisa lebih kecil dibandingkan iradiasi dengan sinar gamma (Makuuchi et al., 1996).

Berkas iradiasi elektron yang berkekuatan kurang dari 100 mA ini ditembakkan pada cairan lateks dalam bejana seraya diaduk, sehingga proses iradiasi bisa berlangsung lebih

(9)

merata. Hal ini disebabkan penetrasi elektron berenergi rendah ini hanya sekira 0,3 mm saja.

Selain dengan metode pengadukan, bisa juga dengan membuat cairan lateks menjadi seperti selaput tipis film (ketebalan sekira 90 mm) agar elektron bisa terpenetrasi ke seluruh bahan lateks. Dengan cara ini bisa dihasilkan selaput film tipis yang kuat dan liat.

Ada beberapa keunggulan dalam pengolahan dan teknologi lateks alam iradiasi bila dibandingkan lateks alam proses vulkanisasi belerang, yaitu bisa menghemat bahan kimia. Hemat energi panas karena tidak memerlukan belerang dan pemanasan selama proses vulkanisasi. Tidak mengandung bahan penyebab penyakit kanker (karsinogen), tidak beracun (toxical), tidak mengandung protein nyebab alergi pada tubuh manusia (alergen), dan lebih elastis.

Berbeda dengan vulkanisasi konvensional dengan dithiocarbamates yang bisa berubah menjadi bahan karsinogen nitrosamin, proses vulkanisasi iradiasi ini bebas dari bahan penyebab kanker ini. Selain itu, protein dalam lateks mengalami disintegrasi ketika proses iradiasi ini, sehingga protein alergen mudah dilarutkan. Melalui sentrifugasi, protein alergen ini dengan mudah bisa dipisahkan dari produk karet.

Apabila produk karet dari lateks alam iradiasi ini dibakar, tidak menghasilkan gas sulfur dioksida yang banyak seperti pada karet proses vulkanisasi belerang. Gas SOx ini berbahaya bagi lingkungan karena bisa mengakibatkan hujan asam. Selain itu, karet iradiasi lebih mudah didegradasi alam, sehingga produk karet dari lateks alam iradiasi tidak mencemari dan akrab dengan lingkungan. Bahan tambahan dalam proses vulkanisasi belerang, seperti dithiocarbamates yang biasanya digunakan sebagai katalisator untuk mempercepat proses vulkanisasi, diperkirakan menjadi racun juga bagi bakteri-bakteri pengurai karet.

2.5Deskripsi Proses

Pada pra rancangan pabrik ini, benang karet dibuat dengan cara mencampurkan lateks dengan bahan kimia yang telah diformulasikan dalam tiga bentuk yaitu disperse (dispersion), solusi (solution),dan emulsi (emulsion).

Bahan baku yang di pakai pada proses produksi benang karet adalah lateks dengan kadar karet kering 60%. Bahan kimia yang berupa tepung/powder yang sukar

(10)

larut dalam air terlebih dahulu di haluskan dengan menggunakan alat grinding mill (molteni) yang berupa alat penggiling dimana proses ini disebut disperse. Pada proses ini digunakan: sulfur 68%, dan ZnO 60 % (Buku Panduan PIK, PTPN III Tanjung Morawa, 2004). Untuk bahan kimia yang larut dalam air hanya dilakukan proses pencampuran secara homogen dengan alat stirrer, dimana proses ini disebut solusi. Sedangkan bahan kimia yang tidak larut dalam air, juga dilakukan pencampuran dengan bahan tertentu yaitu emulgator dan proses ini disebut emulsi. Proses solusi dan emulsi memiliki cara kerja yang sama yakni dalam hal pencampuran. Pada proses ini digunakan: KOH 10%, Ammonium Casseinate 15 %, dan Butyl Zimate (ZDBC) 50% (Buku Panduan PIK, PTPN III Tanjung Morawa, 2004).

Cara pembuatan benang karet ada 2 tahapan: (Buku Panduan PIK, PTPN III Tanjung Morawa, 2004)

1. Tahap Persiapan 2. Tahap Proses

Selanjutnya tahap-tahap ini dijelaskan sebagai berikut:

1. Tahap Persiapan

Penerimaan bahan baku yaitu bahan baku utama (lateks) dan bahan baku penolong (bahan kimia); Pemeriksaan bahan baku tersebut di laboratorium kimia untuk mendapatkan spesifikasi mutu campuran yang akan diolah.

Bahan-bahan baku tersebut kemudian dimasukkan ke dalam tangki penyimpanan bahan baku (Storage Tank) sebelum dilakukan pencampuran antara lateks dengan bahan kimia. Sesudah bahan-bahan itu disimpan kemudian diperiksa kembali di laboratorium kimia dan selanjutnya di timbang dalam Weighing tank (tangki penyimpanan). Lalu bahan-bahan kimia diformulasikan dalam bentuk dispersi, solusi, dan emulsi yang kemudian dimasikkan ke dalam tangki masing-masing dan selanjutnya ditimbang sesuai formulasi yang ditentukan. Sedangkan lateks dimasukkan ke tempat penyimpanan lateks (latex tank). Penambahan bahan kimia pada lateks bertujuan untuk mendapatkan produk yang bermutu dan bernilai ekonomis tinggi.

Fungsi bahan-bahan kimia tersebut adalah (Buku Panduan PIK, PTPN III Tanjung Morawa, 2004)

a. KOH dan Ammonium Casseinate berfungsi sebagai stabilisator atau Stabilizers, merupakan bahan pemantap/penstabil yang ditambahkan ke dalam lateks agar

(11)

partikel lateks tetap stabil dengan adanya penambahan bahan-bahan kimia yang lain.

b. Sulfut (S) berfungsi sebagai vulkanisator, merupakan bahan pemvulkanisasi pada proses vulkanisasi dimana tanpa bahan ini membutuhkan waktu lama untuk pematangan (maturasi) lateks.

c. ZnO dan ZDBC berfungsi sebagai aktivator merupakan bahan penggiat untuk menambah kecepatan kerja dari bahan yang dapat mempercepat reaksi dimana bahan ini cukup menentukan dalam proses pengolahan karet.

2. Tahap Proses

2.1 In Active Compound (T-08)

Pada tahap ini, dilakukan pencampuran lateks dengan bahan kimia yang telah di formulasi dalam bentuk dispersi, solusi dan emulsi dengan temperatur 300C. Hasilnya diuji pada laboratorium kimia (Buku Panduan PIK, PTPN III Tanjung Morawa, 2004).

2.2 Active Compound (T-09)

Pada tahap ini dilakukan, pengadukan (stirring) pada campuran lateks dan bahan kimia. Selanjutnya terjadi proses pengembangan (swelling) dan pematangan (maturasi) pada campuran. Hasilnya diuji pada laboratorium kimia. Proses ini dilakukan pada temperatur 30 oC. Pada tahap ini, dilakukan pencampuran lateks dengan bahan kimia yang telah di formulasi dalam bentuk disperse, solusi dan emulsi dengan temperatur 300C. Hasilnya diuji pada laboratorium kimia (Buku Panduan PIK, PTPN III Tanjung Morawa, 2004).

2.3 Cooling Compound (T-10)

Pada tahap ini, selain pengadukan juga dilakukan pendinginan pada campuran lateks dan bahan kimia. Selanjutnya terjadi proses penghilangan/pemecahan buih menggunakan sistem vakum sampai buih dan kotoran dapat hilang, yang bertujuan agar benang karet yang dihasilkan tidak berlubang. Proses ini dilakukan pada temperature 10 oC. Pada tahap ini, dilakukan pencampuran lateks dengan bahan kimia yang telah di formulasi dalam bentuk disperse, solusi dan emulsi dengan

(12)

temperatur 300C. Hasilnya diuji pada laboratorium kimia (Buku Panduan PIK, PTPN III Tanjung Morawa, 2004).

2.4 Extrusion (M-01)

Pada tahap ini dilakukan pembentukan kapiler-kapiler benang karet pada Extruder. Selanjutnya larutan asam asetat 30 % dialirkan dari tangki asam asetat ke dalam Extruder untuk mencuci kapiler-kapiler benang. Tujuan pencucian ini adalah agar benang karet mengalami penggumpalan sehingga berbentuk benang tidak pecah-pecah dan terpisah-pisah (Buku Panduan PIK, PTPN III Tanjung Morawa, 2004).

2.5 Rolling (M-02)

Pada tahap ini kapiler-kapiler benang karet ditarik Roller menuju Water Bath,dimana proses ini disebut Rolling (Buku Panduan PIK, PTPN III Tanjung Morawa, 2004).

2.6 Water Bath (S-01)

Pada tahap ini benang karet dicuci dengan air panas pada temperatur 70 oC yang bertujuan untuk mengurangi kadar asam yang berasal dari pencucian benang karet dengan larutan asam asetat 30 % pada Extruder (Buku Panduan PIK, PTPN III Tanjung Morawa, 2004).

2.7 Pengeringan (Drying) (D-01)

Pada tahap ini, benang karet dikeringkan pada Tunnel Dryer, selanjutnya benang karet di Packing dan memasuki gudang (Buku Panduan PIK, PTPN III Tanjung Morawa, 2004).

Referensi

Dokumen terkait

Uji hipotesis dilakukan untuk mengetahui apakah hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini diterima atau ditolak. Uji hipotesis yang dilakukan penelitian ini

Harus ditetapkan batas minimum dari nilai PBJP yang diperjanjikan, PBJP diatas nilai batas tersebut harus tunduk kepada TPPA. Pada prinsipnya Indonesia tidak mempunyai data

Pengamatan dilakukan dengan beberapa parameter untuk mendapatkan data primer, diantaranya adalah sebagai berikut; tepat dosis pupuk (diamati dengan mengambil 40

Modul LCD M1632 memiliki beberapa jenis memori yang digunakan untuk menyimpan atau memproses data-data yang akan ditampilkan pada layar LCD.. Setiap jenis memori

Sistem adalah kumpulan atau group dari sub sistem atau bagian komponen apapun baik pisik ataupun non pisik yang saling berhubungan satu sama lain dan bekerja

Dilihat dari segi promosi, iklan-iklan yang ditampilkan oleh Telkom Speedy penting bagi konsumen. Iklan Telkom Speedy yang menarik mampu memberikan pengalaman khusus bagi

Dalam bidang sosial kemasyarakatan: Mengadakan pembersihan jalan, kuburan, karena nilai-nilai kebersihan itu amat baik karena seperti sabda nabi “annadho fatu minal iman” itupun

Perancangan sistem kemudi gokar listrik yang dibuat di Laboratorium Jurusan Teknik Mesin Universitas Sam Ratulangi adalah tujuan penelitian pertama.. Selain itu,