• Tidak ada hasil yang ditemukan

LAPORAN PENELITIAN. Oleh : Drs. Bambang Ks, M.Pd Dr. Taufik Yudi Mulyanto, M.Pd Drs. H. Dadang Masnun, M.Pd Iwan Hermawan, S.Pd

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "LAPORAN PENELITIAN. Oleh : Drs. Bambang Ks, M.Pd Dr. Taufik Yudi Mulyanto, M.Pd Drs. H. Dadang Masnun, M.Pd Iwan Hermawan, S.Pd"

Copied!
47
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN PENELITIAN

ANALISIS BIOMEKANKA PROFIL TEKNIK PELOMPAT

TINGGI GALAH PADA PEKAN OLAHRAGA NASIONAL XVI

TAHUN 2004 DI PALEMBANG SUMATERA SELATAN

Oleh :

Drs. Bambang Ks, M.Pd

Dr. Taufik Yudi Mulyanto, M.Pd

Drs. H. Dadang Masnun, M.Pd

Iwan Hermawan, S.Pd

Fakultas Ilmu Keolahragaan

Universitas Negeri Jakarta

(2)
(3)

ABSTRAK

Bambang Ks dkk 2004. Analisis Biomekanka Profil Teknik Pelompat Tinggi Galah Pada Pekan Olahraga Nasional XVI Tahun 2004 di Palembang.

Tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui besaran– besaran kinematik manakah yang berpengaruh terhadap prestasi dan apakah diperlukan peran IPTEK khususnya untuk merekam profil teknik seorang pelompat tinggi galah? Penilitian ini dilaksankan pada nomor lompat tinggi galah yang merupakan salah satu nomor atletik yang merupakan perpaduan antara kemampuan fisik, kecanggihan alat, dan ukuran antropometri atlet. Penelitian ini dilaksanakan di stadion Sriwijaya Palembang pada saat dilangsungkan PON XVI yaitu pada bulan September tahun 2004. Subjek yang diteliti adalah pelompat tinggi galah Nasional sebagai salah seorang finalis dan dalam usaha memecahkan rekor Nasional. Metode yang dipergunakan yaitu deskriptif dengan teknik cinematografi. Proses gerakan lompat galah direkam dalam dua dimensi dengan system perekam DARTFISH. Sebuah camcorder dipasang pada sebuah tripoid sejauh 15 meter dari bidang sagital pelompat sedangkan sumbu lensa diarahkan membuat sudut tegak lurus dengan bidang sagital melalui mistar lompat. Rekaman gerakan melompat dilaksanakan dua kali yaitu pada saat final lompatan 5,00 meter dan saat percobaan memecahkan rekor 5,15 meter. Lompatan 5,00 meter berhasil sedangkan lompatan 5,15 gagal. Profil teknik pelompat dari kedua lompatan itu yang akan dibandingkan yaitu yang mencakup besaran-besaran kinematiknya. Dengan membanding-kan besaran kinematik profil teknik dari kedua lompatannya amembanding-kan dapat diketahui profil teknik yang mana yang menyebabkan

(4)

percobaan pemecahan rekor gagal. Selanjutnya untuk memperkuat hipotesis bahwa atlet pelompat galah yang dijadikan objek penelitian diduga akan mampu melampaui mistar 5,15 meter setelah kecepatan sprint, ukuran tinggi badan serta profile tekniknya dibandingkan dengan pelompat galah pemegang urutan ke-7 di Olympiade Barcelona dengan lompatan 5,55 meter yaitu Collet dari Perancis.

Dari analisis hasil rekaman pada lompatan 5,00 meter dan pada lompatan 5,15 meter didapat: Kecepatan CM pada dua langkah terakhir adalah 8,743 m/dtk dan 8,743 m/dtk. Waktu dari sentuhan langkah terakhir ke tanah hingga penanaman galah (TD1-PP) adalah 0,033 dtk dan 0,033 dtk. Waktu dari penanaman galah hingga tolakan (PP-TO1) adalah 0,050 detik dan 0,050 detik. Waktu dari tolakan hingga lengkung galah masimal (TO1-MPB) adalah 0,300 dtk dan 0,300 dtk. Waktu dari lengkung galah maksimal hingga galah tegak (MPB-PS) adalah 0,234 dtk dan 0,300 dtk. Waktu dari galah tegak hingga galah dilepas (PS-PR) adalah 0,501 dtk dan 0,501 dtk. Waktu dari galah dilepas hingg ketinggian pusat masa badan tertinggi (PR-HP) adalah 0,167 dtk dan 0,150 dtk. Tinggi pusat masa badan tertinggi (CM) adalah 5,310 m dan 5,200 m. Waktu dari langkah terakhir sebelum tolakan hingga pusat masa badan tertinggi (TD2-HP) adalah 1,552 dtk dan 1,652 dtk. Sudut galah terhadap bidang horizontal adalah 89,700 dan

92,800.

Pelompat Indonesia Nunung Jayadi yang melompati mistar dengan ketinggian 5,00 meter, dibandingkan dengan juara ke-7 Olympiade Barcelona dengan lompatan 5,55 meter Collet dari perancis, yaitu; Tinggi badannya 172 cm dan 176 cm. Kecepatan lari 8,90 detik dan 9,70 detik. Tinggi pegangan galah adalah 4,50 m dan 4,80 m. Waktu dari tolakan hingga lengkung galah maksimal (TO1-MPB) adalah 0,300 detik dan 0,610 detik. Waktu

(5)

dari lengkung galah maksimal hingga galah lurus (MPB-PS) adalah 0,234 detik dan 0,500 detik. Waktu dari galah lurus hingga galah dilepaskan (PS-PR) adalah 0,501 detik dan 0,350 detik. Waktu dari saat galah dilepaskan hingga pencapaian pusat massa tertinggi (PR-HP) adalah 0,167 detik dan 0,160 detik. Tinggi pusat massa badan tertinggi (HP) adalah 5,310 meter dan 5,740 meter. Besar sudut galah maksimal yang terjadi terhadap bidang horizontal adalah 89,70 derajat dan 89,70 derajat. Waktu total dari saat takeoff hingga mencapai pusat massa badan tertinggi (TD1-HP) adalah 1,468 detik dan 1,700 detik. Jarak antara Box dan Proyeksi mistar adalah 0,40 meter dan 0,88 meter.

Berdasarkan semua data di atas, setelah dianalisis melalui kajian biomekanika tingkat tinggi, yakni dengan menggunakan alat camcorder DartFish, maka dapat diprediksi bahwa atlet nasional lompat tinggi galah atas nama Nunung Jayadi dapat dibina dan ditingkatkan lagi prestasinya hingga mencapai tinggi 5,50 meter atau menyamai prestasi yang dicapai oleh Collet.

__________

(6)

BAB I PENDAHULUAN

A .Latar Belakang

Setiap daerah tingkat I atau provinsi diwilayah Indonesia mempersiapkan kontingen yang akan diikutkan dalam Pekan Olahraga Nasional yang diadakan sekali dalam 4 tahun. Dalam mempersapkan atletnya daerah mengadakan pemusatan latihan daerah yang jangka waktunya tergantung kepada kemampuan daerah masing-masing dengan mepertimbangkan dana, sumber daya manusia, dan fasilitas yang mereka miliki.

Setiap propinsi dalam mempersiapkan atlet-atletnya telah mengadakan Pelatda 2 tahun menjelang PON XVI di Palembang pada bulan September tahun 2004. Tujuan dari Pelatda antara lain agar para atlet mencapai puncak prestasi mereka saat berlomba di PON XVI yang akan datang melalui suatu program latihan yang teratur dan berkesinambungan. Setiap cabang olahraga yang termasuk dalam Pelatda telah mempunyai sekelompok penanggung jawab yang biasanya terdiri dari para pengurus daerah cabang yang bersangkutan. Dalam cabang atletik telah ditunjuk tim pembina yang telah berhasil menuangkan program pembinanaan dalam satu periodisasi. Setiap periodisasi harus diakhiri dengan suatu keluaran atau sasaran. Sasaran akhir tentu prestasi tiap nomor yang harus

(7)

2

dicapai di PON XVI. Menjelang sasaran akhir biasanya dibuat sasaran antara yang dikaitkan dengan perlombaan–perlombaan penting menjelang PON baik didalam negeri maupun perlombaan diluar negeri. Menetapkan sasaran akhir harus memperhatikan beberapa hal antara lain masukan awal data setiap atlet yang menyangkut : status kesehatan, antropometrik, kemampuan phisik, kemapuan kardio respiratori, teknik ketrampilan, mental psikologis, sociological background, prestasi awal saat dimulainya Pelatda.

Satu periodisasi dibagi atas beberapa tahapan, setiap tahun dituangkan dalam program latihan mingguan dan setiap latihan mingguan dituangkan dalam program latihan harian yang harus dilaksanakan oleh para pelatih dengan konsekuen dan ketat. Program latihan setiap bulan perlu dievaluasi untuk menentukan tingkat keberhasilan program. Apabila ternyata program yang telah dilaksanakan kurang berhasil maka segera diperbaiki.

Nomor-nomor atletik ditinjau dari penggunaan system energi yang disiapkan untuk mendukung kerja fisik secara terus menerus maka nomor–nomor atletik dapat digolongkan atas system anaerobik, system glycolysis, dan system aerobik Nomor-nomor lompat, lempar dan sprint termasuk kelompok anaerobic bahkan biasa juga disebut sebagi nomor power atau juga nomor teknik. Tujuan nomor lompat tinggi dan lompat galah yaitu membawa tubuh atau pusat massa badan setinggi mungkin sedangkan tujuan nomor

(8)

3

lompat jauh dan nomor lempar yaitu melontarkan tubuh sejauh mungkin atau selama mungkin melayang di udara. Gravitasi bumi selalu menarik benda kearah bumi, maka untuk melontarkkan benda harus dikerahkan power atau gaya kepada benda agar benda dapat menjauhi bumi atau melayang lebih lama diudara. Power yang besar akan dapat melontarkan benda lebih lama keudara, teknik yang benar akan menghasilkan gerakan yang efisien.

B. Identifikasi Masalah

1. Apakah prestasi lompat tinggi galah dipengaruhi oleh faktor tinggi badan atletnya ?

2. Apakah prestasi lompat tinggi galah dipengaruhi oleh ukuran antropometrik tertentu ?

3. Apakah prestasi lompat tinggi galah dipengaruhi oleh kekuatan gaya aksi kaki tolak ?

4. Apakah prestasi lompat tinggi galah dipengaruhi oleh teknik yang digunakan atlet saat melampaui mistar ?

5. Apakah prestasi lompat tinggi galah dipengaruhi oleh besaran–besaran kinematik tungkai pada dua langkah terakhir

6. Apakah prstasi lompat tingi galah dipengaruhi oleh posisi tubuh pada saat menggantung ?

7. Apakah prestasi lompat tinggi galah dipengaruhi oleh momen inersia gerak berputar galah dan atlet yang menggantung ?

(9)

4

8. Apakah prestasi lompat tinggi galah dipengaruhi oleh sudut galah saat pelompat melakukan handstand ?

C. Perumusan Masalah

Perumusan maslah penelitian ini dapat dijabarkan sebagai berikut : 1. Fakto-faktor apakah yang mempengaruhi tinggi pusat massa

badan (CM) saat menolak ?

2. Faktor-faktor apakah yang mempengaruhi kecepatan horizontal pada saat take off ?

3. Faktor-faktor apakah yang mempengaruhi kecepatan gerak pendulum panjang ?

4. Faktor-faktor apakah yang mempengaruhi kecepatan gerak pendulum pendek ?

5. Faktor-faktor apakah yang mempengaruhi tinggi pusat massa badan pada saat take off sampai galah lurus ?

6. Faktor-faktor apakah yang mempengaruhi tinggi pusat massa badan pada saat melayang ?

7. Apakah sudut galah dengan bidang horizontal berpengaruh terhadap tinggi pusat massa badan saat melayang ?

(10)

5

D. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui data teknik secara kuatitatif dan kualitatif pelompat tinggi galah Nunung Jayadi sebagai pelompat galah nasinal yang harapkan menjadi juara di PON XVI dan dalam rangka pemecahan rekor Nasional pada PON XVI, September 2004 di Palembang.

Data-data hasil analisis akan berguna sebagai masukan bagi pelatih lompat tinggi galah dalam rangka meningkatkan prestasi lompat tinggi galah Nunung Jayadi.

Dengan sentuhan teknologi atlet ini berpeluang memecahkan rekor nasional lompat tinggi galah pada Sea Games di Manila Philippines bulan September 2005 yang akan datang.

(11)

BAB II

KAJIAN TEORITIS DAN PENGAJUAN HIPOTESIS A. Hakikat Lompat tinggi Galah

Secara umum lompat tinggi galah merupakan suatu rangkaian gerak yang sangat kompleks dan merupakan sebuah variasi keterampilan. Secara sederhana, seorang pelompat tinggi galah yang sukses harus memiliki 3 dasar kemampuan yaitu ”Sprinting Speed,

Co-ordination, dan Upper Body Strength” (IAAF, 2002).

Kompleksnya urutan gerak yang ada pada lompat tinggi galah dapat dibagi menjadi 4 elemen (seluruhnya lebih dari 20 rangkaian aksi atau elemen) yaitu; Awalan (approach), Tolakan (takeoff), Melayang (flight), dan Pendaratan (landing), (IAAF, 2002).

Lompat tinggi galah dikaji dari sudut pandang biomekanika olahraga termasuk pada klasifikasi ketrampilan melontarkan tubuh sendiri untuk mencapai jarak vertical maksimal dengan bantuan alat (Kreighbaum,1989). Tingginya lompatan bukan hanya ditentukan pada saat take -off saja, akan tetapi merupakan satu rangkaian yang tidak dapat dipisahkan, mulai dari saat awalan berlari hingga sikap tubuh di atas mistar.

Rosa M. dkk., membagi 4 tahap atau fase yang sangat menentukan dalam menganalisis teknik lompat tinggi galah (Rosa M., dkk., 1994). Empat fase tersebut adalah sebagai berikut.

(12)

7

1. Fase Awalan. 2. Fase Takeoff.

3. Fase Dukungan Galah. 4. Fase Melayang Bebas.

B. Hakikat Awalan Lompat Tinggi Galah

Awalan lompat tinggi galah dilakukan dengan berlari secepat mungkin sambil membawa galah. Panjang awalan berkisar 35-40 meter (18-20 langkah), tergantung kemampuan atlet dalam membangun percepatan atau kecepatannya (IAAF, 2002). Tujuan dari berlari secepatnya adalah untuk membangun kecepatan horizontal atau energi kinetik yang tinggi, (Rosa M. dkk., 1994). Gerakan berlari menghasilkan kecepatan linier. Pada saat menancapkan galah ke dalam box hingga menolak (takeoff) kecepatan lari berubah menjadi kecepatan sudut (angular motion). Semakin cepat berlari maka akan semakin besar energi kinetik yang dibangun. Akan tetapi pada lompat tinggi galah atlet tidak dapat berlari dengan kecepatan maksimal, mengingat ia harus membawa galah yang dipegang pada ujungnya.

Energi kinetik yang dibangun ini selanjutnya ditransfer ke galah. Oleh karena itu, seorang atlet harus dapat membawa posisi tubuhnya dengan baik sebelum melakukan takeoff (Rosa M. dkk., 1994).

(13)

8

Langkah terakhir awalan hendaknya diperpendek dengan maksud menaikkan pusat masa tubuh (CM) pada saat takeoff, yang mana peralihan dari kecepatan horizontal berlari ke kecepatan takeoff dapat dilakukan secara lembut. Dengan cara ini pelompat dapat menghindari aksi pengereman dan perubahan lintasan CM secara tiba-tiba (Rosa M., dkk., 1994).

Pegangan galah harus efektif secara maksimal, sehingga dapat menghindari momen rotasi ke depan secara berlebihan pada saat penanaman galah kedalam box (Rosa M., dkk., 1994).

C. Hakikat Tolakan Lompat Tinggi Galah (Takeoff)

Takeoff pada lompat tinggi galah dimulai sejak kaki kiri (kaki tolakan) menyentuh tanah hingga terlepas dari tanah, di mana jika ditarik garis imajinasi dari tangan yang teratas sampai ke ujung jari kaki merupakan sebuah garis lurus vertical (IAAF, 2002). Tangan, bahu, badan dan kaki, seluruhnya harus lurus.

Pada saat penetraasi atau transfer energi kinetik dari tubuh atlet ke galah, diupayakan tidak ada energi yang hilang terbuang. Ada tiga alasan mengapa energi tersebut dapat hilang (berkurang); pertama adalah benturan galah box pada saat ditanam, kedua adalah gaya reaksi balik landasan dari tekanan kaki atlet pada saat tolakan (takeoff), dan yang ketiga adalah terjadi pada galah ketika melengkung (Rosa M., dkk., 1994).

(14)

9

D. Hakikat Dukungan Galah

Panjang galah, kelenturan galah dan kekuatan galah memiliki kontribusi yang sangat berarti bagi atlet dalam usaha pencapaian prestasi yang tinggi. Galah yang lebih panjang relative akan lebih lentur dibandingkan dengan galah yang lebih pendek, sehingga dapat menyerap energi kinetic lebih banyak (dapat meminimalisasi energi yang hilang), sehingga dapat menghasilkan gaya pegas yang lebih besar.

Gaya pegas atau energi elastis ini merupakan energi potensial, yang diserap oleh galah dari energi kinetic saat berlari, yang pada akhirnya akan mebawa dan melontarkan atlet ke atas (Rosa M. dkk., 1994). Selain itu juga, galah yang panjang akan membawa tubuh atlet ke atas lebih tinggi pada saat galah lurus sebelum dilepaskan. Sudah barang tentu galah yang dipakai harus kuat dan relative masih baru atau layak pakai.

Berat badan seorang atlet dan tipe galah yang digunakan memiliki kaitan yang penting. Seorang atlet harus menyesuaikan-nya. Hal ini harus dipahami oleh pelatih maupun atlet itu sendiri. Seorang yang berat badannya 80 kg akan memiliki energi kinetik yang lebih tinggi dibandingkan dengan yang beratnya 60 kg, dengan kecepatan berlari yang sama. Oleh karenanya tidaklah sama, galah yang dipakai oleh atlet yang berat dan tingginya berbeda. Dengan

(15)

10

kata lain harus sesuai, agar dapat meminimalisasi energi yang hilang pada saat takeoff dan penetrasi.

E. Hakikat Menggantung Pada Galah

Pelompat menggantung pada galah merupakan sebuah pendulum panjang dengan sumbu geraknya berada pada ujung galah yang menancap pada box. Pelompat yang menggantung pada bagian atas galah merupakan sebuah pendulum pendek. Hambatan terhadap gerak pendulum akan terjadi setelah take -off.

Sesaat setelah take -off pelompat harus melentingkan tubuhnya menyerupai busur dengan kaki tolak tetap lurus ke belakang, sehingga pusat massa tubuh (CM) tetap rendah atau dekat dengan sumbu putar pendulum panjang yaitu di ujung gallah pada box. Pada pendulum panang Moment Inersia (Im) orang ditambah dengan galah tetap, sehingga Momentum Gerak Berputar (L) menjadi konstan dengan persamaan matemmatik sebagi berikut.

L = I

ω

Sikap tubuh seperti busur akan menghasilkan momen inersia

pendulum panjang kecil , maka L = I

ω

, sehingga kecepatan sudut pendulum besar (Kreighbaum, 1985).

Hal di atas sesuai dengan konsep metronome; apabila beban didekatkan dengan sumbu putarnya, maka jarum metronome akan bergerak lebih cepat (Dyson, 1981)

(16)

11

Pada saat galah akan dilepaskan, si pelompat setelah mencapai posisi I ia mendorong badannya vertical. Dengan ini ia telah mengerahkan gaya aksi terhadap galah yang akan menghasilkan gaya reaksi yang sama besar dan berlawanan arah, sesuai dengan Hukum Newton III tentang gerak (Brancazio, 1983). Jadi, saat ini pada pelompat sedang bekerja gaya gravitasi yang arahnya vertikal ke bawah dan gaya reaksi yang ditransfer ke tubuh pelompat dengan arah vertikal berlawanan dengan arah gravitasi. Apabila dua gaya sejajar berlawanan arah membentuk coupel, maka akan menghasilkan putaran pada pelompat saat tubuhnya melampaui mistar (Dyson, 1981).

Gambar 1 : Fase Takeoff hingga Melayang Bebas.

(17)

12

Agar pelompat dapat melampaui mistar maka ia harus dapat membawa CM lebih tinggi dari mistar yang harus dilampaui. Menurut analisis James G.Hay (Hay, 1993) bahwa tinggi lontaran CM (pusat massa badan) pelompat ditentukan sebagai oleh faktor-faktor berikut.

Sesuai dengan analisis Hay, prestasi seorang pelompat atau tinggi mistar yang dapat dilampaui merupakan penjumlahan dari :

1. H 1 - yaitu tinggi pusat massa badan (CM) saat akhir melakukan tolakan.

2. H 2 - yaitu jarak CM saat menggantung atau memegang galah.

3. H 3 - yaitu jarak CM saat melayang.

4. H 4 - yaitu jarak melampaui mistar: beda atau selisih jarak antara tinggi mistar dengan titik tertinggi CM saat melayang.

Gambar 2 : Posisi CM pada beberapa tahapan lompat. Sumber : Rosa M,dkk, 1994,hal.,466

(18)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Stadion Sriwijaya pada perlombaan atletik nomer lompat galah putra pada Pekan Olahraga Nasional XVI bulan September tahun 2004 di Palembang, Sumatera Selatan.

B. TujuanPenelitian

Untuk mengetahui profil teknik juara lompat tinggi galah pada PON XVI yang merupakan prestasi puncak dari atlet Nasional serta untuk mengetahui prospek prestasinya dimasa mendatang.

C. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 4 September 2004 bertepatan dengan pelaksanaan nomor lompat galah putra dilaksanakan pada PON XIV di Palembang tanggal 4 September 2004, yang dilaksanakan di Gelora Sriwijaya kota Palembang propinsi Sumatera Selatan.

(19)

14

D. Metodologi

Metode yang dipergunakan dalam penelitian ini eksploratif deskriptif dengan teknik sinematografi menggunakan alat perekam dan soft ware analisis gerak “DARTFISH”.

Data rekaman diambil dari atlit Nunung Jayadi dalam PON XVI di stadion Sriwijaya tanggal 4 September 2004 dengan menggunakan alat perekam “Dartfish”. Alat perekam ini hanya menggunakan satu camera digital sehingga akan menghasilkan gambar 2 dimensi saja. Camera dipasang pada tripoid jaraknya 15 meter berhimpit dengan tiang lompat kiri dan kanan, serta tegak lururs dengan bidang sagital pelompat. Kecepatan camera yang digunakan adalah 30 fps 50Hz.

Kalibrasi untuk menentukan acuan jarak, dibuat vertical setinggi 1 meter pada tiang lompatan terdekat, menggunakan sticker scotlite berwarna oranye.

E. Teknik Pengambilan Data

Penelitian ini adalah menggunakan sample tunggal, karena pada peneltian ini akan melihat besaran kinematik profil teknik dari seorang atlet lompat galah nasional dari DKI Jakarta juara PON XIV di Palembang tahun 2004, serta pemegang rekor Nasional.

Teknik pengambilan sample dilakukan dengan menggunakan bantuan alat analisis gerak DartFish untuk mencari besaran-besaran kinematik sehingga didapat data-data yang dipakai untuk

(20)

15

menganalisis secara langsung maupun dapat membandingkannya dengan parameter yang ada.

Pengambilan data dilakukan langsung ditempat pertandingan dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut :

1. Daerah liputan yang harus direkam harus terlihat jelas dan objek yang akan diambil gambarnya dapat direkam mulai dari tolakan sampai melewati mistar lompatan.

2. Data pertama yang diambil adalah kecepatan horizontal pusat massa badan (CM), dimabil pada saat satu langkah terakhir diukur jarak langkahnya dan kemudian dicari waktu tempuhnya (jarak TD2 – TD1).

TD2 TD1

(21)

16

3. Kemudian dicari waktu dari waktu pada saat galah pertama kali menyusur tanah menuju ke lubang tolakan (TD1) keposisi galah menancap kekotak tolakan (PP).

PP

Gambar 4 : Waktu Posisi Galah berada pada kotak tolakan

4. Dari posisi galah menancap kekotak tolakan (PP) sampai atlet melakukan gerakan untuk take off (TO1), ditandai oleh posisi tungkai yang lurus maksimal dan kaki melakukan gerakan plantar flexio.

(22)

17

TO1

Gambar 5 : Waktu saat akan menolak (Take Off/TO1)

5. Selanjutnya diambil waktu dari posisi akan take off (Last

Take Off/TO1) keposisi galh dalam keadaan lengkung

maksimal (Maximum pole bend/PB) dan posisi togok pada posisi ini harus sejajar dengan bidang horizontal.

00:00:300

TO1

(23)

18

6. Waktu dari posisi galah melengkung maksimal (Maximum

pole bend/PB) sampai dengan galah lurus (Pole Straight/PS)

badan atlet masih menghadap membelakangi tiang dan mistar lompatan.

00:00:234

Gambar 7 : Posisi saat galah lurus (Pole Straight/PS)

7. Waktu pada saat galah lurus (Pole Straight/PS) sampai posisi galah akan dilepaskan (Pole Release/PR) namun galah belum dilepaskan dari tangan dan masih dipegang satu tangan yang nantinya akan ditolak untuk melewati mistar.

(24)

19

00:00:501 00:00:501

Gambar 8 : Posisi saat galah lurus maksimal (Pole Release/PR)

8. Waktu yang dicapai dari posisi galah akan dilepaskan (Pole

Release/PR) ke posisi tertinggi dari pusat massa badan

(Center of Mass/CM) atau posisi pusat massa badan berada pada titik tertinggi adalah saat atlet melepaskan galah dan melayang diatas mistas pada saat pusat massa badan mencapai ketinggian maksimal.

(25)

20

00:00:167

Gambar 9 : Posisi saat Pusat Massa Badan (CM) tertinggi

9. Sudut galah dengan bidang horizontal dapat diketahui dengan melihat posisi galah saat lurus atau pada posisi

Pole Straight (PS), untuk mengetahui besar sudut galah

dengan bidang horisontal. Dimana besar sudut galah maksimal jika tegak lurus adalah 900 , busur sudut dihitung dari galah yang menancap di lubang tolakan, kemudian sejajar dengan bidang horizontal/ sejaja dengan tanah diukur dengan galah yang sedang berdiri tegak pada posisi PS (Pole Straight), maka didapat besar sudut galah dengan bidang horizontal.

(26)

21

Gambar 10 : Sudut galah saat dilepas

10. Dari uraian diatas dapat kita ketahui waktu tempuh yang dibutuhkan untuk melakukan satu siklus gerakan lompat galah dari posisi saat satu langkah terakhir (TD2) sampai dengan ketinggian pusat massa badan tertinggi (HP). Disini dapat dilihat waktu yang dibutuhkan untuk satu kali gerakan yang sangat berperan dalam pelaksanaan lompat tinggi galah. Dan biasanya waktu yang dibutuhkan untuk satu kali pelaksanaan lompatan tidak lebih dari dua detik, dan memang sangat sulit diamati oleh mata kita.

(27)

22

00:01:552

Waktu keseluruhan pelaksanaan lompat tinggi galah

(28)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS DATA

A. Hasil Penelitian

Berikut akan diperlihatkan hasil rekaman camcorder digital lompat tinggi galah atas nama Nunung Jayadi, yang menjadi sample tunggal dalam penelitian ini. Setelah diolah menjadi beberapa frame dengan menggunakan fasilitas stromotion, maka kecepatan, waktu dan jarak dari posisi tubuh sangat berpengaruh terhadap tinggi CM pada 4 bagian tinggi secara keseluruhan (H1, H2, H3, H4). H1 adalah tinggi CM pada saat takeoff, H2 adalah tinggi CM dari saat takeoff hingga saat melepas galah. H3 adalah tinggi CM dari saat melepas galah hingga melayang terbang bebas tertinggi. H4 adalah tinggi CM pada saat terbang bebas, diukur dari mistar.

TD2 TO2 TD1 TO1PP MPB TD2 PR HP HP PR PS MPB TO2 TD1 PP TO1 TD2

Gambar 12: Urutan gerak per frame dari take off s/d diatas mistar

(29)

24

B. Analisis Data Penelitian 1. Hasil Analisis Pertama :

Berdasarkan dari data hasil rekaman dengan menggunakan dua dimensi dan kemudian dihitung dengan system DartFish, diperoleh data kinematik yang menggambarkan profile pelompat galah yang menjadi juara dengan lompatan 5,00 meter, serta data kinematik pada saat sang juara mencoba untuk memecahkan rekor nasional dengan tinggi mistar 5,15 meter. Data tersebut terangkum dalam Table 1 di bawah ini.

Tabel 1 : Data hasil rekaman dan hitungan.

Fase Lompatan Lompatan 5,00 m ( Berhasil ) Lompatan 5,15 m ( Gagal ) TD2 – TD1 0,167 dtk 0,167 dtk Jarak TD2 – TD1 1,460 m 1,460 m TD1 – PP 0,033 dtk 0,033 dtk PP – TO1 0,050 dtk 0,050 dtk TO1 – MPB 0,300 dtk 0,300 dtk MPB – PS 0,234 dtk 0,300 dtk PS – PR 0,501 dtk 0,501 dtk PR – HP 0,167 dtk 0,150 dtk V Horizontal 8,743 m/dtk 8,743 m/dtk HP (CM Maximum) 5,310 m 5,200 m Waktu TD2 – HP 1,552 dtk 1,652 dtk Sudut Galah Horizontal 89,70 0 92,80 0

Keterangan :

TD2 = Touchdown 1 langkah terakhir. TD1 = Touchdown langkah saat takeoff. PP = Saat penancapan galah. TO1 = Takeoff. MPB = Lengkung maksimal galah. PS = Ketegakan galah. PR = Pelepaskan galah. HP = Tinggi CM maksimal.

(30)

25

a. Fase Awalan (TD2-TD1)

1). Waktu Tempuh. Waktu tempuh untuk jarak 1,32 meter ditempuh sama, yaitu dalam waktu 0,167 detik, baik pada waktu melompat 5,00 meter maupun pada saat berusaha memecahkan rekor setinggi 5,15 meter. 5,15 meter tidak disebabkan oleh faktor kecepatan awalan.

2). Jarak Langkah. Jarak langkah terakhir sebelum melakukan tolakan (takeoff) terhitung juga sama, baik pada saat melakukan lompatan 5,00 meter maupun pada saat berusaha memecahkan rekor, yaitu 5,15 meter.

3). Kecepatan Horizontal. Dari catatan waktu dan jarak yang telah dihitung pada langkah terakhir sebelum tolakan (takeoff), dapat disimpulkan bahwa kecepatan horizontal saat menolak adalah adalah sama yaitu 8,90 m/det. Dengan demikian maka salah satu penyebab kegagalan untuk lompatan setinggi 5,15 meter adalah faktor kecepatan horizontal CM (TD2-TD1).

Pada fase awalan atau langkah terakhir sebelum menolak (takeoff), kecepatan horizontal pusat massa badan (CM) sama, yaitu 8,90 meter perdetik. Untuk lompatan 5,15 meter seharusnya melaksanakan awalan lebih cepat dari pada awalan untuk lompat 5,00 meter. Untuk membawa tubuh melalui mistar

(31)

26

yang dipasang lebih tinggi perlu energi kinetik yang lebih besar untuk melawan gravitasi. Energi ini harus ditransfer dari kecepatan awalan ke galah.

b. Fase Takeoff

4). Persiapan Menanam Galah (TD1-PP). Persiapan menanam galah yaitu dimulai saat ujung galah mengenai box yang diindikasikan oleh lengan dari atlet harus berada di atas bahu, lalu kaki tungkai bawah ayun dari posisi di belakang hingga posisi vertical di bawah badan. Catatan waktu, baik pada lompatan 5,00 meter maupun saat berusaha memecahkan rekor 5,15 meter adalah sama, yaitu 0,033 detik. Dengan demikian maka salah satu penyebab kegagalan lompatan 5,15 meter adalah faktor persiapan penanaman galah ke dalam box (TD1-PP).

5). Menanam Galah hingga Menolak (PP-TO1). Catatan waktu yang diperlukan dari mulai saat galah ditanam (PP) hingga menolak ditengarai oleh lengan atas lurus, galah terlihat agak lengkung, kaki tolak lurus, dan kaki ayun berada di depan. Waktu yang diperlukan pada lompatan 5,00 meter dan pada usaha pemecahan rekor 5,15 meter sama, yaitu 0,050 detik. Seharusnya waktu yang diperlukan untuk ini melewati mistar setinggi 5,15 meter

(32)

27

lebih cepat. Dengan demikian maka salah satu penyebab kegagalan lompatan 5,15 meter adalah faktor kecepatan penanaman galah ke dalam box hingga takeoff (PB-TO1).

c. Fase Menggantung Pada Galah

6). Saat menolak hingga galah melengkung maksimal (TO1-MPB). Galah yang telah mendapat transfer energi dari kecepatan awalan atlet yang memilki berat tertentu akan bergerak dengan sumbu gerak pada box. Gerak galah dan atlet yang menggantung merupakan gerak pendulum panjang. Atlet yang menggantung pada galah itu sendiri pun, yang pusat geraknya pada galah bagian atas juga merupakan sebuah pendulum pendek. Pusat masa pendulum panjang akan berubah-ubah, yang pada awal putaran pusat masa berada dekat dengan sumbu gerak, hingga galah mencapai lengkung maksimal (F1). Waktu yang tercatat dari data yang ada adalah sama antara lompatan 5,00 meter dan 5,15 meter, yaitu 0,300 detik. Secara Biomekanika seharusnya tidak sama. Dengan demikian maka, salah satu penyebab kegagalan lompatan 5,15 meter adalah faktor kecepatan waktu dari takeoff hingga lengkung galah maksimal (TO1-MPB).

(33)

28

7). Saat galah lengkung maksimal hingga lurus (MPB-PS). Saat galah mencapai lengkung maksimal, pendulum pendek pusat masanya mulai mendekati sumbu geraknya. Bersamaan dengan pergerakan pusat massa pendulum panjang menjauhi sumbu gerak, energi pegas galah mulai bekerja hingga galah lurus (F2).

Catatan waktu F1 dari saat menolak hingga galah melengkung maksimal, pada lompatan 5,00 meter adalah 0,234 detik, sedang pada lompatan 5,15 meter adalah 0,300 detik. Ini berarti bahwa pada lompatan 5,15 meter lebih lambat 0,066 detik. Hal ini mungkin terjadi oleh karena perubahan jarak pegangan pada galah pada lompatan 5,00 meter dan pada 5,15 meter. Merubah pegangan tangan atas kearah atas galah akan merubah letak CM pendulum panjang menjauhi titik pusat geraknya yaitu box. Karena kecepatan horizontal pelompat saat akan menolak sama ( 8,90 m/detik) berarti transfer energi kinetik kegalah sama besar , sedangkan momentum gerak berputar galah bertambah sehingga menyebabkan gerak pendulum galah pada lompatan 5,15 lambat. Catatan waktu F2 pada lompatan 5,00 meter adalah 0,234 detik, pada percobaan pemecahan rekor 5,15 meter adalah 0,300 detik, agak lambat 0,050 detik. Hal ini terjadi karena posisi

(34)

29

menggantung atlet setelah galah melengkung maksimal kurang sempurna. Dengan demikian maka, salah satu penyebab kegagalan lompatan 5,15 meter adalah faktor kecepatan waktu dari lengkung galah maksimal hingga galah lurus (MPB-PS).

8). Galah Lurus hingga Lepas (PS-PR). Sesaat sebelum galah lurus atlet melakukan serangkaian gerakan merubah tubuh dari posisi/bentuk L ke bentuk I. Setelah itu memutar sambil mendorong badan ke atas sehingga tinggal tangan pegangan atas yang memegang galah, yang sesaat kemudian akan lepas. Catatan waktu saat melompat 5,00 meter adalah 0,501 detik dan saat percobaan pemecahan rekor 5,15 meter adalah 0,501 detik. Hal ini berarti gerakan merubah tubuh dari posisi L ke Posisi I hingga melepas galah sama dengan pada usaha pemecahan rekor. Kecepatan gerak vertikal tubuh yang juga merupakan kecepatan gerak pusat massa tubuh (CM). Karena massa pelompat sama besar maka yang akan membedakan tingginya lontaran yaitu kecepatan CM. Makin tinggi kecepatan lontaran akan makin tinggi CM maksimalnya. Dengan catatan arah lontaran harus vertikal. Dengan demikian maka, salah satu penyebab kegagalan lompatan

(35)

30

5,15 meter adalah faktor kecepatan waktu dari galah lurus hingga galah dilepaskan (PS-PR).

d. Fase Melayang Bebas (PR-HP).

9). Saat Galah Lepas hingga CM mencapai posisi tertinggi. Pusat Massa Badan (CM) yang dilontarkan ke udara makin tinggi makin lama waktu diperlukan dengan catatan lontaranya vertikal. Catatan waktu saat melompat 5,00 meter adalah 0,167 detik. Saat melompat 5,15 meter adalah 0,150 detik. Hal ini berarti berbeda 0,017 detik lebih cepat pada lompatan 5,15 meter. Menurut teori yang ada seharusnya, semakin tinggi lompatan semakin lambat pula waktu melayang bebas yang terjadi. Perbedaan ini akan mempengaruhi tinggi lontaran CM maksimal. Dengan demikian maka, salah satu penyebab kegagalan lompatan setinggi 5,15 meter adalah faktor kecepatan waktu melayang bebas di atas mistar (PR-HP).

10). Pusat Massa Badan Tertinggi (HP). Berdasarkan analisis manual dari rekaman CM tertinggi saat melompat 5,00 meter yaitu 5,310 meter. Kemudian saat percobaan pemecahan rekor 5,15 meter yaitu 5,200 meter. Karena waktu lontaran CM saat melompat 5,00 meter lebih lama dari pada saat melompat 5,15 meter maka lontaran CM

(36)

31

maksimal (HP) saat melompat 5,00 lebih tinggi dibandingkan HP saat melompat 5,15 meter. Dengan demikian maka, salah satu penyebab kegagalan lompatan setinggi 5,15 meter adalah faktor tinggi pusat massa badan maksimal (HP).

11). Galah. Galah adalah salah satu faktor yang sanagat ikut memepangaruhi hasil lompatan. Ukuran galah umumnya telah disesuaikan dengan atlet yang menggunakannya. Masalah yang akan dibahas adalah sudut galah maksimal yang terjadi terhadap bidang horizontal. Besar sudut galah maksimal dengan bidang horizontal yang terjadi pada lompatan 5,00 meter adalah 89,7 derajat, sedang pada lompatan 5,15 meter adalah 92,8 derajat. Pada lompatan 5,15 meter ruang gerak dengan mistar terlalu sempit oleh karena sudut galah yang terjadi mebihi 90 derajat, sehingga bagian lutut menyentuh mistar sebelum CM mencapai tinggi maksimal. Dengan demikian maka, salah satu penyebab kegagalan lompatan setinggi 5,15 meter adalah faktor sudut galah maksimal yang terjadi sebelum dilepaskan.

12 ). Jarak Box ke Proyeksi Mistar. Jarak dari dinding Box ke bidang vertikal yang melalui dua tiang lompat galah baik pada saat melompat 5,00 meter dan pada saat percobaan

(37)

32

memecahkan rekor 5,15 meter menggunakan jarak 0,40 meter. Dari hasil pengamatan rekaman jarak ini terlalu sempit bagi gerakan pelompat saat melakukan gerakan dari posisi L ke posisi I. Ruang gerak yang sempit ini juga disebabkan oleh karena sudut galah dengan horizontal pada saat galah lepas telah melebihi titik vertical galah ( 92,8 derajat). Hal ini juga berpengaruh terhadap arah lontaran CM yang tidak tegak lurus tetapi membuat sudut dengan vertikal. Dengan demikian maka, salah satu penyebab kegagalan lompatan setinggi 5,15 meter adalah faktor Jarak antara Box ke proyeksi mistar atau bidang vertical di antara dua tiang lompatan.

2. Hasil Analisis Kedua

Dari hasil rekaman pada PON XVI 2004 Palembang, atas nama atlet Nunung Jayadi sebagai pemegang medali emas, dan dari hasil catatan pelompat tinggi galah juara ke-7 olimpiade ’92 Barcelona Spanyol, maka didapat data seperti yang tercantum dalam table 2.

Tabel 2 : Perbandingan Data antara Nunung J dan Collet

Nunung Jayadi C o l l e t

Prestasi Juara PON XVI 2004 Juara 7 Olimpiade ’92

Tinggi Badan 172 cm 176 cm

Kecepatan Lari 8,74 m/dtk 9,70 m/dtk

Tinggi Pegangan Galah 4,50 m 4,80 m

TO1 – MPB 0,300 dtk 0,61 dtk

MPB – PS 0,234 dtk 0,50 dtk

PS – PR 0,501 dtk 0,35 dtk

(38)

33

HP (CM Maximum) 5,310 m 5,74 m

Sudut Galah Horizontal 89,70 0 89,70 0

Waktu TD1-HP 1,468 dtk 1,70 dtk

Jarak Box–Proy.Mistar 0,40 cm 0,88 cm

Tinggi lompat 5,00 m 5,55 m

Keterangan :

TD1 = Touchdown langkah saat takeoff. PP = Saat penancapan galah. TO1 = Takeoff. MPB = Lengkung maksimal galah. PS = Ketegakan galah. PR = Pelepaskan galah. HP = Tinggi CM maksimal.

a. Tinggi Badan

Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa tinggi badan keduanya tidak terlalu jauh berbeda, Collet lebih tinggi 4 cm dari Nunung Jayadi. Ini yang menjadi alasan kenapa Collet dipilih sebagai figure pembanding dalam penelitian ini, faktor tinggi badan tidak berbeda jauh apabila dibandingkan dengan atlet-atlet lain sebagai pembanding yang jauh lebih tinggi dari atlet kita. Sehingga pada posisi berlari sampai akan take-off tinggi pusat massa badan tidak terlalu jauh berbeda.

b. Kecepatan Lari

Kecepatan berlari dari data diatas menunjukkan Nunung lebih lambat dibanding dengan Collet, kecepatan berlari (kecepatan horizontal) Nunung Jayadi lebih lambat 0,96 m/dtk dibanding dengan Collet. Dari hasil ini Nunung Jayadi harus dapat meningkatkan kecepatan berlarinya. Namun kecepatan yang diraih tidak secara otomatis menjadi jaminan lompatan akan semakin

(39)

34

tinggi, masih banyak faktor-faktor lain yang mempengaruhi tingginya lompatan.

c. Tinggi Pegangan Galah

Tinggi pegangan galah dari kedua data diatas menunjukkan tinggi pegangan galah Collet lebih tinggi 30 cm dari pegangan galah Nunung Jayadi. Ini berarti panjang jari-jari pendulum besar (long

Pendulum) lebih panjang dan memungkinkan dapat melontarkan

objek lebih jauh karena tenaga yang dihasilkan lebih besar. Tenaga yang lebih besar akan dapat dihasilkan apabila posisi galah dapat ditarik dengan maksimal, dan ditambah dengan posisi tubuh yang membentuk posisi L, sehingga menghasilkan momen inersia gerak berputar yang lebih kecil, sehingga tenaga yang dihasilkan oleh lentingan galah dapat dimanfaatkan secara optimal untuk melontarkan tubuh keatas.

d. Waktu dari Take-off hingga Lengkung Galah Maksimal

Saat fase ini waktu yang dihasilkan oleh Nunung lebih cepat 0,29 detik disbanding waktu yang dicapai oleh Collet. Ini dimungkinkan karena kecepatan awal (kecepatan horizontal) Nunung Jayadi lebih tinggi dari Collet, sehingga mempengaruhi alur gerak pada fase-fase berikutnya. Selain itu panjang galah mempengaruhi waktu yang dicatat dari mulai take-off sampai galah lengkung maksimal. Collet yang mempunyai galah lebih panjang 30 cm dari galah yang digunakan Nunung Jayadi memungkinkan

(40)

35

gerakan yang terjadi lebih lambat, karena jari-jari pendulumnya lebih panjang.

e. Waktu dari Lengkung Galah Maksimal hingga Lurus

Pada fase ini terdapat perbedaan waktu antara Nunung Jayadi dan Collet. Nunung lebih cepat 0,266 detik dari pada Collet. Hal ini dimungkinkan oleh panjang galah yang digunakan oleh Nunung Jayadi lebih pendek. Nunung menggunakan galah yang panjangnya 4,70 meter, dan Collet 5,00 meter. Sesuai dengan hukum pendulum yang ada, galah yang lebih panjang akan membutuhkan waktu yang lebih lama untuk membawa atlet pada ketinggian maksimal.

f. Waktu dari Galah Lurus hingga Dilepaskan

Dalam fase ini juga terdapat perbedaan waktu antara Nunung Jayadi dan Collet, akan tetapi Nunung lebih lambat 0,151 detik. Waktu yang ditempuh oleh Nunung adalah 0,501 detik, sedang Collet adalah 0,350 detik. Dari hasil pengamatan ini terlihat bahwa kekuatan otot bagian atas tubuh dan lengan Nunung Jayadi lebih lemah dibandingkan dengan Collet. Karena pada fase ini otot-otot tersebut bekerja secara maksimal untuk memutar dan mendorong tubuh ke atas.

g. Waktu dari Galah Dilepaskan hingga Pusat Massa Tertinggi Pada fase ini relative tidak ada perbedaan waktu yang berarti antara Nunung dan Collet. Pada fase ini tidak terlalu membutuhkan

(41)

36

kekuatan otot yang besar, oleh karena hanya melepaskan galah saja. Tubuh dapat terlontar dan pusat massa tubuh (CM) berada pada ketinggian maksimal karena tenaga yang beasal dari fase sebelumnya, yaitu saat otot-oto tubuh dan lengan menarik galah sehinga badan berada pada posisi siap melepaskan galah.

h. Pusat Massa Badan Tertinggi

Ketinggian pusat massa badan yang maksimal dari Nunung Jayadi lebih rendah 43 cm dari Collet. Keadaan tersebut akibat dari panjang galah yang digunakan memang berbeda. Nunung menggunakan galah yang lebih pendek 30 cm dari Collet. Faktor lain yang juga mempengaruhi ketinggian pusat massa tubuh adalah tenaga kinetic yang ditranfer ke galah dari awalan sampai dengan galah ditarik untuk mengangkat badan sebelum galah dilepaskan. Kelenturan galah dapat menyerap lebih banyak energi kinetic yang ditransfer dari kecepatan linier berlari, untuk diubah menjadi sebuah gaya pegas yang dapat melontarkan atlet lebih tinggi.

i. Sudut Galah terhadap Bidang Horizontal

Besarnya sudut galah terhapap bidang horizontal dari kedua pelompat terlihat bahwa keduanya mempunyai sudut 89,700, ini memperlihatkan bahwa kedua pelompat tersebut mencoba menolak galah mendekati sudut maksimal 900. Mencapai sudut maksimal adalah upaya untuk mendapatkan jarak vertical maksimal,

(42)

37

melontarkan pusat massa badan (CM) melewati mistar. Kedua atlet ini dapat dikatakan relatife sempurna dalam melakukan teknik pada fase ini.

j. Waktu dari Awal Take off hingga Pusat Massa Tertinggi Waktu tempuh yang dilalui untuk melakukan satu siklus lompatan mulai dari awal takeoff sampai dengan posisi pusat massa badan tertinggi kedua pelompat mempunyai perbedaan yang tidak jauh berbeda. Nunung Jayadi lebih cepat 0,232 detik dari Collet, ini disebabkan oleh panjang galah yang digunakan Nunung lebih pendek dari yang digunakan Collet. Atau, kemungkinan berikutnya adalah disebabkan oleh factor kelenturan galah yang digunakan oleh Nunung kurang lentur. Galah yang lebih lentur memiliki potensi yang tinggi dalam menyerap energi kinetic yang ditransfer dari kecepatan linier berlari pada saat takeoff dan penetrasi, oleh karenanya waktu yang diperlukan dari lengkung galah maksimal hingga lurus akan lebih lama.

k. Jarak dari Box ke Proyeksi Mistar

Mengenai hal ini, antara Nunung dan Collet menetapkan jarak antara Box ke Proyeksi Mistar sangat jauh berbeda. Nunung menetapkan sejauh 0,40 meter, sedang Collet sejauh 0,88 meter. Jarak antara box dan proyeksi mistar merupakan ruang gerak bagi atlet pada saat ia memutarkan dan mengangkat tubuhnya ke atas hingga mencapai posisi HP di atas mistar. Semakin tinggi tubuh seorang atlet, semakin jauh pula jarak yang harus diseting antara

(43)

38

box dan proyeksi mistar. Perbedaan jarak sejauh 0,48 meter (48 cm) antara Nunung dan Collet merupakan faktor yang relatif sangat menentukan untuk dapat melewati mistar lebih tinggi dari 5,00 meter. Dilihat dari data yang ada, antara Nunung dan Collet memiliki tinggi badan yang relatif sama, yaitu; Nunung 172 cm, dan Collet 176 cm.

(44)

BAB V

KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN A. Kesimpulan

1. Lompatan 5,15 meter gagal oleh karena waktu untuk menggantung lebih lama dibandingkan dengan saat melompat 5,00 meter hal ini karena profil teknik menggantung yang tidak sempurna sehingga momentum gerak berputarnya besar maka kecepatan sudutnya pendulum panjang kecil.

2. Sudut galah saat dilepas 89,70O dengan demikian busur antara titik pegangan pada galah dan titik pada mistar menjadi lebih panjang sehingga perlu waktu yang lebih lama untuk membawa tangan melewati mistar. Walaupun CM telah melewati mistar namun untuk membawa lengan lewat mistar waktunya tidak cukup akibatnya lengan yang menyentuh mistar.

3. Momen inersia gerak berputar pada lompatan 5,00 meter lebih kecil dari pada lompatan 5,15 meter, sehingga kecepatan sudut pada lompatan 5,00 meter lebih besar dibandingkan pada lompatan 5,15 meter. Ini mempengaruhi preastasi yang dicapai pada kedua lompatas tersebut, kecepatan gerak pada lompatan 5,00 tidak mendapatkan hambatan dan menghasilkan lompatan yang lebin tinggi.

4. Dibandingkan dengan juara ke-7 Olympiade Barcelona yang mampu melewati mistar 5,55 meter maka tinggi badan atlet kita Nunung Jayadi hampir sama, kecepatan lari Nunung Jayadi yang lebih cepat, penggunaan panjang galah yang hampir sama maka pelompat galah Nasional Nunung Jayadi berpeluang untuk melompat lebih tinggi dari 5,15 meter.

40 39

(45)

40

B. Implikasi

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi perkembangan olahraga Nasional, khususnya pada cabang olahraga yang mengandalkan teknik yang tinggi. Bahwa dalam hal perbaikan teknik dibutuhkan pendekatan yang tepat, dalam hal ini pendekatan

“Sport Biomechanic” sehingga dapat dicari kekurangan yang terjadi

pada atlet.

Pelatih dapat memberikan masukan yang langsung dan tepat serta akurat pada kesalahan-kesalah teknik yang terjadi pada atletnya, dan langsung memberikan masukan dan perbaikan teknik yang tepat, tidak mengandalkan intuisi, pengalaman, yang tidak terlalu tepat untuk mencari kesalah-kesalah yang terjadi. Sehingga pada akhirnya prestasi olahraga dapat meningkat dan dapat bersaing dengan Negara-negara lain pada tataran internasional.

Bagi atlet diuntungkan karena tidak membutuhkan waktu yang lama dalam mempelajari teknik dalam latihan yang dijalaninya. Disamping itu akibat kesalahan-kesalahan dalam melakukan gerakan dlam teknik tertentu diharapkan akan meminimalkan atau menghindari resiko cidera yang dapat terjadi.

C. Saran-saran

1. Proses Lompat tinggi galah dari take-off hingga tubuh melampaui mistar (bar clearance) hanya berlangsung dalam wanktu 1,468 detik sehingga untuk mengamati profil dari bagian-bagian teknik tertentu tidak mungkin hanya menggunakan mata telanjang tetapi mutlak perlu alat bantu yaitu system perekam gerak yang mampu menghitung besaran kinematika secara kualitatif dan kuatitatif dengan kata lain pendekatan IPTEK mutlak jika prestasi olahraga kita ingin masuk ke jajaran prestasi ASIA.

(46)

41

2. Pada penelitian ini data masih didapatkan dengan metode sinematografi teknik manual, sehingga data tersebut masih kurang akurat dan proses analisanya memakan waktu yang lama. Diharapkan untuk mendapatkan data yang lebih akurat dan analisisnya dapat cepat dilaksanakan dibutuhkan system perekan gerak dengan software yang dapat menganalisa besaran-besaran kinematik dan kinetic secara langsung dan akurat.

(47)

DAFTAR PUSTAKA

Branbcazio ,Peter J.; Sport Science, Laws and Opimum

Performance, 1984 ,Simon and Schuster , New York.

Bob Davis, Cross Bull, Jan Roscoe, Dennis Roscoe; Physical

Education and the Study of Sport,1997, Mosby, London, Philadelphia,

Sidney, Tokyo.

Chritopher L, Vaughan.; Biomechanics Of Sport. 1989 , CRC Press, . Inc , Florida.

Ellen Kreighbaum, Katharine M.Barhtel.; BIOMECHANICS, A

Qualitative Approach For Studiying Human Movement ,Second Ed.,

1985 , Burgees Publishing Company, Minnepolis , Minnesota.

IAAF, Jumping Events Texbook, Level I/II Coaches Education & Certification System, 2000.

James G. Hay ; The Biomechanics Of Sport Techniques, Fourth

Ed., 1993 , Prentice Hall, Englewood Cliff, New Jersey 07632.

John Bloomfield ,. Timothy R. Acland , Bruce C. Elliot; Applied

Anatomy and Biomechanics in Sport, 1994 , Blackwell Scientific

Publications, Melbornew, London, Paris.

Julie Anderson ( Ed), Biomechanics Research at The Olympic

Games : 1984 – 1994 , 1994 , Human Kinetics ,Publishers, Inc.

Linda Bump (Ed), Biomechanics Research at the Olympic

Games : 1984 – 1994, 1994, Human Kinetics Publisher,Inc .,

Champaign,Illinois.

Miller, Dorris I; Biomechanics of Sport, A Reasearch Approach, 1973, LEA FEBIGER, Philadelphia.

Ronald Kirby, Jauh A Roberts; Introductory Biomechanics; 1985, ovement Publications, Inc. 109E Sate St, Ithaca. N.Y. 14850. Wells Katherine F; Kinesiology the Scientific Basis of Human

Motion; 1971 WB Sounders Company, Philadelphia.

Gambar

Gambar 1 :  Fase Takeoff hingga Melayang Bebas.
Gambar 2 :  Posisi CM  pada beberapa tahapan  lompat.
Gambar 3 :  Mencari Kecepatan Horisontal
Gambar 5 :  Waktu saat akan menolak (Take Off/TO1)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Kerjasama Komisi Nasional Pengkajian Stok Sumberdaya Ikan Laut-LIPI dengan Ditjen Perikanan, Puslitbang Oceanologi – LIPI, Puslitbang Perikanan, BPPL Puslitbang Perikanan,

Menampung dan menyimpan air hujan merupakan solusi menjaga kualitas air permukaan (danau dan sungai), selama musim hujan, sebagaimana sering terjadi di

Pembangkit listrik tenaga mikro hidro yang direncanakan ini (Cokro) menggunakan analisa tinggi terjun yang konstan yaitu diambil pada tinggi energi 8 m, sehingga untuk

Studi ini merancang sebuah UAV yang dapat digunakan untuk melihat kondisi lahan dari angkasa berbasiskan image processing, data berupa gambar yang didapat digunakan untuk

Sistem pengawasan mutu hendaklah dirancang dengan tepat untuk menjamin bahwa tiap obat mengandung bahan dengan mutu yamg benar dan jumlah yang ditetapkan dan dibuat pada kondisi

(2) Pelaporan Program Pengendalian Resistensi Antimikroba di rumah sakit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara berkala setiap akhir tahun sesuai

• Pengaturan temperatur untuk pembekuan daging perlu dipertimbangkan karena pada temperatur tertentu cairan daging telah membeku semua disamping itu juga proses

Pendidikan adalah suatu usaha untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan di dalam dan di luar sekolah dan berlangsung seumur hidup. Pendidikan mempengaruhi