• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Keamanan Kerja dan Perilaku Kerja Kontraproduktif Pegawai yang Berstatus PNS pada Dinas Y di Kota Z

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Hubungan Keamanan Kerja dan Perilaku Kerja Kontraproduktif Pegawai yang Berstatus PNS pada Dinas Y di Kota Z"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

1

Hubungan Keamanan Kerja dan Perilaku Kerja Kontraproduktif Pegawai yang Berstatus PNS pada Dinas Y di Kota Z

Icha Kusumadewi

Program Studi Sosial dan Ilmu Politik Universitas Brawijaya

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk hubungan keamanan kerja dan perilaku kerja kontraproduktif pegawai yang berstatus PNS pada Dinas Y di Kota Z. Hipotesis yang diajukan adalah terdapat hubungan antara keamanan kerja dan perilaku kerja kontraproduktif Pegawai Negeri Sipil Dinas Kota Z. Penelitian ini adalah penelitian korelasional dengan menggunakan metode survei dan analisis data korelasi Product Moment Pearson dengan jumlah sampel sebanyak 64 pegawai. Hasil olah data menunjukkan Keamanan Kerja (X) berhubungan dengan Perilaku Kerja Kontraproduktif (Y) pada pegawai yang berstatus PNS pada Dinas Y di Kota Z, dengan menunjukkan nilai koefisien korelasi (r) = 0,482 dan tingkat signifikan (p) = 0,000 yang artinya terdapat hubungan linier positif yang signifikan antara keamanan kerja dan perilaku kerja kontraproduktif. Sumbangan efektif keamanan kerja terhadap perilaku kerja kontraproduktif Pegawai Negeri Sipil Dinas Kota Z sebesar 23,2% sementara 76,8% dijelaskan oleh faktor lain.

Kata kunci: Keamanan Kerja, Perilaku Kerja Kontraproduktif, Pegawai Negeri Sipil.

(2)

2

The Correlation of Job Security and Counterproductive Work Behavior of Civil Servant at Z Public Service in Y City

Icha Kusumadewi

Department of Psychology, Faculty of Social and Political Science Brawijaya University

ABSTRACT

The purpose of this research was to determine the correlation of job security and counterproductive work behavior of civil servant at Z Public Service in Y City. The hypothesis of the research was there is correlation of job security and counterproductive work behavior of civil servant at Z Public Service in Y City. Survey in this study was applied on 64 civil servant at Z Public Service in Y City by using Product Moment Pearson statistical analysis. The result indicated that job security (X) have a correlation to counterproductive work behavior (Y) of civil servant at Z Public Service in Y City, with the value of the correlation coeffitien (r) = 0,482 and significance level (p) = 0,000. Effective contribution of job security to counterproductive work behavior of civil servant at Z Public Service in Y City is 23,2% and the 76,8% contribution may come from other factors which not be researched in this sudy.

(3)

3 LATAR BELAKANG

Setiap organisasi menginginkan anggotanya untuk bekerja secara produktif. Menurut International Labour Organization (Hasibuan, 2005) produktivitas kerja adalah perbandingan secara ilmu hitung antara jumlah yang dihasilkan dan jumlah setiap sumber yang dipergunakan selama produksi berlangsung. Sumber tersebut dapat berupa tanah, bahan baku, bahan pembantu, pabrik, mesin-mesin dan alat-alat, dan tenaga kerja.

Peningkatan produktivitas kerja merupakan dambaan setiap organisasi, tak terkecuali organisasi pemerintahan. Organisasi pemerintahan yang beroperasi untuk menjalankan tugas-tugas yang berkaitan dengan kelangsungan urusan pemerintahan diharapkan dapat bekerja sesuai dengan tugasnya. Hal ini juga tak luput dari peranan individu dalam meningkatkan produktivitas kerja agar organisasi tersebut dapat berhasil.

Pegawai Negeri Sipil (PNS) merupakan unsur utama sumber daya manusia yang mempunyai peranan menentukan keberhasilan penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan. Kedudukan PNS diatur dalam UU Nomor 43 Tahun 1999 tentang Pokok-pokok Kepegawaian Pasal 3 ayat (1) yang menyatakan bahwa:

“Pegawai Negeri berkedudukan sebagai unsur aparatur negara yang bertugas untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat secara profesional, jujur, adil, dan merata dalam penyelenggaraan tugas negara, pemerintahan dan pembangunan.”

Mengingat keberadaan PNS sangat dibutuhkan dalam rangka pemberian pelayanan umum kepada masyarakat, maka PNS diharapkan menjalankan tugasnya sebagai pelayan masyarakat dengan sebaik mungkin. Saat ini PNS dengan kedudukan struktural yang sama, produktif atau tidak produktif dipastikan memiliki gaji yang sama apabila mempunyai golongan, masa kerja dan ruangan pangkat yang sama (Daryanto, 2007). Hal ini pun diperkuat dengan laporan World Bank (2006), PNS sering mencari alasan atas kinerja yang buruk, absensi dan praktik-praktik korupsi dengan menyatakan bahwa mereka tidak dibayar dengan cukup (Daryanto, 2007). Perilaku yang merugikan organisasi ini disebut perilaku kerja yang kontraproduktif (counterproductive work behaviour). Terdapat contoh lain perilaku kerja kontraproduktif (counterproductive work behaviour) beberapa PNS pada Dinas Y di kota Z, pegawai yang berstatus PNS tersebut tidak segan meminta imbalan pada mahasiswa yang melakukan penelitian disana.

Sacket dan DeVore (Anderson, 2005) mengartikan bahwa perilaku kerja kontraproduktif (counterproductive work behaviour) mencakup segala bentuk perilaku yang dilakukan dengan sengaja oleh anggota organisasi yang bertentangan dengan tujuan organisasi tersebut. Alasan umum yang digunakan pegawai negeri sipil saat melaksanakan tugas dengan sangat buruk menurut Sacket dan DeVore (Anderson, 2005) karena terlalu banyak aturan, terlalu kecil pendelegasian dan desentralisasi, terlalu banyak pengaruh politis, terlalu kecil motivasi, struktur yang sentralis, dan dalam pemeriksaan prosedur yang terlalu lambat. Menurut Demmke (2005) alasan lain yaitu terlalu tinggi keamanan kerja

(4)

4

terhadap pegawai negeri sipil di Eropa, seperti sulitnya pemecatan, terlalu kecil motivasi untuk melaksanakan tugas, terlalu kecil tekanan dan terlalu banyak perlakuan khusus.

Di Indonesia, penelitian terdahulu mengenai keamanan kerja pernah dilakukan oleh Sakina (2011), dalam penelitiannya yang berjudul Pengaruh Sikap pada Iklim Organisasi (Organizational Climate) dan Keamanan Kerja terhadap Kecenderungan Negaholic Pegawai Negeri Sipil (Studi pada Pegawai Pemerintah Daerah Malang) menjelaskan bahwa keamanan kerja yang tinggi pada pegawai negeri sipil berbanding lurus dengan kecenderungan negaholic (sikap negatif karyawan sehingga dapat menghambat tujuan organisasi) yang tinggi, hal ini disebabkan oleh motivasi dan loyalitas yang rendah terhadap organisasi.

Menurut Borg dan Elizur, keamanan kerja didefinisikan sebagai harapan-harapan karyawan terhadap keberlangsungan pekerjaannya yang mencakup hal-hal seperti adanya kesempatan promosi untuk naik jabatan, gaji tetap setiap bulannya, pemeliharaan mengenai kesejahteraan dan kesehatan, serta perlindungan mengenai pemecatan (Widodo, 2010). Dimana alasan keamanan ini khususnya dalam masalah penghasilan memiliki dampak yang sangat kuat dalam kehidupan karyawan. Bagi karyawan yang masih sendiri penghasilan bukan hal mutlak karena beban yang ditanggung hanya diri sendiri. Hal ini akan berbeda ketika karyawan telah berkeluarga, keamanan dalam bekerja menjadi prioritas utama karena berdampak sangat besar dalam kehidupan karyawan dan keluarga yang menjadi tanggung jawabnya.

Untuk mengatasi hal tersebut, Pemerintah melakukan perbaikan untuk kesejahteraan PNS seperti yang dilakukan Pemerintah Kota Malang yang menyiapkan penghasilan tambahan untuk PNS mulai 2014. Nominal kenaikan gaji ini bervariasi, tergantung jabatan dan eselon. Misalnya, tiap beban pekerjaan memiliki poin tersendiri, setiap poin itu dinilai dengan Rupiah, kemudian dikalikan selama satu bulan. Program penambahan gaji bagi PNS dilakukan demi peningkatan kesejahterjaan. Diharapkan kinerja PNS juga bakal meningkat ketika memberikan layanan pada masyarakat (Pratomo, 2013).

Pro dan kontra terjadi di masyarakat mengenai pemberian tunjangan kinerja dan remunerasi ini. Kelompok yang pro meyakini bahwa pemberian insentif tersebut dapat memotivasi PNS untuk mengubah pola pikir negatif dan budaya kerja yang buruk. Kelompok yang kontra menyayangkan pemberian insentif itu karena akan semakin membebani Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Banyak yang tidak percaya bahwa pola pikir negatif dan budaya kerja buruk PNS dapat berubah walaupun diterapkan berbagai cara karena kebanyakan PNS sudah merasa aman dengan profesi yang diembannya yaitu gaji tetap setiap bulannya, perlindungan terhadap pemecatan, hak cuti, promosi jabatan dan tunjangan sosial lainnya (Alfi, 2012).

Pegawai Negeri Sipil (PNS) menurut UU No. 43 Tahun 1999 Pasal 1 adalah keseluruhan upaya untuk meningkatkan efisiensi, efektifitas, dan derajat profesionalisme penyelenggaraan tugas, fungsi, dan kewajiban kepegawaian yang meliputi perencanaan, pengadaan, pengembangan kualitas penempatan, promosi, penggajian, kesejahteraan, dan pemberhentian.

(5)

5

Berlakunya Undang-Undang tersebut berarti seluruh PNS, tidak terkecuali PNS pada Dinas Y di Kota Z yang merupakan salah satu Dinas yang menjadi prioritas Pemerintah Kota Z dalam membangun dan meningkatkan mutu sumber daya manusia sehingga PNS pada Dinas Y di Kota Z harus mampu meningkatkan kinerja dan motivasi agar kinerja pegawai berdayaguna dan berhasil guna dengan dukungan pegawai yang profesional, bertanggung jawab, jujur, dan adil melalui pembinaan yang dilaksanakan berdasarkan Sistem Prestasi Kerja dan Sistem Karir yang menitik beratkan pada Sistem Prestasi Kerja.

Untuk mewujudkan hal tersebut, Dinas kota Z menyusun program Renstra Dinas Y Kota Z tahun 2009-2014. Selain itu, Renstra pada Dinas Y di Kota Z sebagai wujud salah satu kewajiban untuk untuk menjawab tentang apa yang sudah diamanahkan oleh Pemerintah Pusat sehingga produktivitas kinerja pegawai sangat memengaruhi keberhasilan program tersebut. Pada tahun terakhir program Renstra Dinas Y Kota Z yaitu tahun 2014, diharapkan program tersebut dapat berhasil dalam mencapai tujuannya. Dalam menentukan keberhasilan program tersebut maka dibutuhkan evaluasi, salah satunya melalui penelitian ini.

Peneliti tertarik untuk mengangkat sebuah tema yaitu Hubungan Keamanan Kerja dan Perilaku Kerja Kontraproduktif Pegawai yang Berstatus PNS pada Dinas Y di Kota Z dikarenakan latar belakang masalah diatas.

HIPOTESIS

Terdapat hubungan antara keamanan kerja dan perilaku kerja kontraproduktif pegawai negeri sipil pada Dinas Y di kota Z

TINJAUAN PUSTAKA

Perilaku Kerja Kontraproduktif (Counterproductive Work Behaviour) 1. Definisi Perilaku Kerja Kontraproduktif

Sacket dan DeVore (Anderson, 2005) mengartikan bahwa perilaku kerja kontraproduktif (counterproductive work behaviour) mencakup segala bentuk perilaku yang dilakukan dengan sengaja oleh anggota organisasi yang bertentangan dengan tujuan organisasi tersebut.

2. Dimensi Perilaku Kerja Kontraproduktif

Robinson dan Bennet (Greenberg & Baron, 2003) menyatakan adanya empat dimensi dari perilaku kerja kontraproduktif yaitu:

a. Penyimpangan Properti (Property Deviance)

Penyimpangan properti adalah penyalahgunaan barang atau properti milik organisasi untuk kepentingan pribadi. Perilaku yang termasuk dalam dimensi ini adalah mencuri atau mengambil tanpa ijin barang milik organisasi dan merusak barang milik organisasi. Sacket dan DeVore (Anderson, 2005) menambahkan bahwa menggunakan barang atau properti

(6)

6

milik organisasi untuk kepentingan pribadi juga termasuk dalam kategori penyimpangan properti.

b. Penyimpangan Produksi (Production Deviance)

Penyimpangan produksi adalah perilaku yang melanggar norma-norma organisasi yang telah ditentukan oleh organisasi yang harus diselesaikan sebagai tanggung jawab dari individu. Perilaku yang termasuk kategori ini yaitu mengurangi jam kerja, Sacket dan DeVore (Anderson, 2005) menambahkan bahwa yang termasuk dalam penyimpangan produksi yaitu pulang lebih awal dan memanfaatkan fasilitas email atau internet organisasi untuk kepentingan pribadi (cyberloafing), perilaku yang membahayakan organisasi seperti gagal atau tidak ikut prosedur kerja yang benar dan gagal atau tidak mempelajari prosedur kerja yang benar, kualitas kerja rendah, seperti lamban dalam bekerja atau menyelesaikan tugas secara sengaja. c. Penyimpangan Politik (Political Deviance)

Robinson dan Bennet (Greenberg & Baron, 2003) menguraikan bahwa yang termasuk dalam kategori penyimpangan politik antara lain memperlihatkan kesukaan terhadap pegawai atau anggota tertentu dalam organisasi secara tidak adil, dalam tingkat dan memperlihatkan ketidaksopanan. Menurut Sacket dan DeVore (Anderson, 2005) mengambil keputusan berdasarkan pilih kasih antar para karyawan dan bukan berdasarkan kinerja, menyalahkan atau menuduh karyawan lain atas kesalahan yang tidak diperbuat dan sering menyebar gosip juga termasuk dalam kategori penyimpangan politik.

d. Agresi Individu (Personal Aggression)

Robbin dan Bennet (Greenberg & Baron, 2003) menyebutkan bahwa yang termasuk dalam kategori agresi individu adalah bullying, berperilaku tidak menyenangkan kepada individu atau karyawan lain secara verbal maupun fisik, dan mencuri barang milik individu atau karyawan lain. Bullying merupakan tindakan berulang yang bertujuan menindas, menghina, melecehkan, dan mengganggu individu lain. Seringkali bullying disebabkan konflik interpersonal yang terjadi dalam grup kerja (Greenberg & Baron, 2003).

Keamanan Kerja (Job Security)

1. Pengertian Keamanan Kerja

Keamanan kerja merupakan keadaan psikologis di mana para pekerja berharap dapat memperoleh rasa aman pada kelangsungan pekerjaan mereka di masa depan dalam sebuah organisasi (Kraimer, Wayne, Liden, & Sparrowe, 2005). 2. Dimensi Keamanan Kerja

Dimensi keamanan kerja yang dikembangkan dari Oldham, Kulik., Ambrose,

Stepina, dan Brand (1986) (Kraimer, Wayne, Liden, & Sparrowe, 2005) yang

(7)

7 a. Keamanan dalam pekerjaan.

Keamanan sebuah pekerjaan dapat berkorelasi dengan motivasi, kinerja, dan prestasi kerja karyawan. Oldham, dkk (1986) (Kraimer, Wayne, Liden, & Sparrowe, 2005) menjelaskan apabila karyawan merasa aman dalam pekerjaannya maka karyawan tersebut percaya terhadap organisasi dan setiap keputusan yang diambilnya akan dipertimbangkan sesuai keadaan organisasi tempatnya bekerja. Keamanan pekerjaan yang dimaksud seperti karyawan dapat mempertahankan pekerjaannya saat ini, dan karyawan merasa aman dalam pekerjannya dikarenakan rendahnya tekanan dalam melaksanakan pekerjaan.

b. Keamanan di Organisasi

Keamanan di Organisasi merupakan harapan karyawan pada jaminan pekerjaan dalam sebuah organisasi. Jaminan pekerjaan yang diperoleh karyawan dari organisasi seperti karyawan tetap mendapatkan pekerjaan dalam organisasi sekalipun organisasi mengalami tekanan ekonomi dan organisasi menjalankan prosedur kinerja karyawan sesuai aturan yang disepakati.

METODE PENELITIAN Variabel Penelitian

Variabel independen (bebas) yang menjadi dasar dilakukannya penelitian ini adalah keamanan kerja. Sedangkan variabel dependent (terikat) adalah perilaku kerja kontraproduktif.

Subjek

Populasi dalam penelitian ini adalah pegawai yang berstatus PNS pada Dinas Y di Kota Z. Sampel yang diambil berjumlah pegawai yang berstatus PNS pada Dinas Y di Kota Z dengan jumlah 64 pegawai dari 8 sub bagian. Alat Ukur

1. Skala Keamanan Kerja

Skala keamanan kerja diadaptasi dari Oldham, Kulik., Ambrose, Stepina,

dan Brand (1986) (Kraimer, Wayne, Liden, & Sparrowe, 2005). Skala ini

menggunakan 2 aitem unfavorable dan 8 favorable sehingga jumlah aitem dalam skala ini adalah 10 aitem.

2. Skala Kecenderungan Perilaku Kerja Kontraproduktif.

Dalam skala kecenderungan perilaku kerja kontraproduktif akan terdapat dimensi yaitu dimensi penyimpangan properti, penyimpangan produksi, penyimpangan politik, agresi individu. Untuk mengukur perilaku kerja kontraproduktif, peneliti menggunakan skala likert seperti yang digunakan dalam pengukuran keamanan kerja. Skala Likert digunakan untuk mengukur sikap,

(8)

8

pendapat dan persepsi seseorang dalam suatu penelitian, peneliti menggunakan skala likert yang terdiri dari 24 aitem.

Metode Analisis

Analisis data menggunakan korelasi Product Moment Pearson.Analisis regresi linier berganda dilakukan dengan bantuan komputer melalui program SPSS (Statistical Product and Service Solution) versi 20,00.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil penelitian menunjukkan r = 0,482 dengan p = 0,000. Hal ini berarti ada hubungan positif yang signifikan antara keamanan kerja dan perilaku kerja kontraproduktif. Nilai r = 0,482 menunjukkan bahwa korelasi antara keamanan kerja dan perilaku kerja kontraproduktif adalah agak rendah yang artinya keamanan kerja yang tinggi belum tentu memunculkan perilaku kerja kontraproduktif dan nilai r2 = 0,232 menunjukkan sumbangan efektif keamanan kerja terhadap perilaku kerja kontraproduktif pada pegawai yang berstatus PNS pada Dinas Y di Kota Z sebesar 23,2% sedangkan sisanya dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak diteliti.

Rendahnya sumbangan keamanan kerja terhadap perilaku kerja kontraproduktif disebabkan oleh faktor-faktor lain, seperti faktor kepribadian, karakter pekerjaan, karakteristik kelompok kerja, budaya organisasi (Anderson, 2005). Selain faktor tersebut, penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa perilaku kerja kontraproduktif merupakan hasil dari peristiwa stres dan emosi negatif yang menyertai mereka (Firdousiya & Jayan, 2013).

Pegawai Negeri Sipil (PNS) merupakan unsur utama sumber daya manusia yang mempunyai peranan menentukan keberhasilan penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan. PNS diharapkan menjadi seorang yang produktif dalam menjalankan setiap tugas yang diembannya. Mengingat keberadaan PNS sangat dibutuhkan dalam rangka pemberian pelayanan umum kepada masyarakat maka pemerintah memberikan fasilitas yang memadai, salah satunya adalah jaminan keamanan kerja. Keamanan kerja menurut Borg dan Elizur (Widodo, 2010) didefinisikan sebagai harapan-harapan karyawan terhadap keberlangsungan pekerjaannya yang mencakup hal-hal seperti adanya kesempatan promosi, kondisi pekerjaan umumnya dan kesempatan karir jangka panjang. Clark & Postel-Vinay (2009) menambahkan bahwa keamanan kerja merupakan upaya perlindungan terhadap pemecatan. Pemecatan di sektor publik lebih sulit daripada di sektor swasta tetapi diragukan apakah ini terkait dengan hasil dan kinerja. Dimana alasan keamanan ini khususnya dalam masalah penghasilan memiliki dampak yang sangat kuat dalam kehidupan karyawan. Selain hal-hal diatas, dalam Undang Undang Nomor 43 Tahun 1999 menyebutkan bahwa PNS mendapatkan tunjangan pensiun, tunjangan duka, dan tunjangan kecelakaan. Banyaknya jaminan keamanan kerja yang diperoleh PNS ternyata belum sebanding dengan produktivitas kerja yang dihasilkan (Demmke, 2005).

Dari 64 subjek penelitian, variabel keamanan kerja dengan kategori tinggi berjumlah 64 subjek atau 100%. Dengan diketahuinya batasan untuk daerah keputusan pada variabel keamanan kerja maka dapat diketahui bahwa keamanan

(9)

9

kerja pegawai yang berstatus PNS pada Dinas Y di Kota Z adalah tinggi. Hal ini, sesuai dengan penelitian Akpan (2000) yang menjelaskan bahwa dalam praktiknya PNS menikmati perlindungan yang lebih tinggi daripada karyawan lainnya.

Di Indonesia sendiri, penelitian yang dilakukan oleh Widodo (2010) mengungkapkan bahwa faktor keamanan kerja berhubungan negatif dengan kinerja pegawai dimana karyawan menjadi malas-malasan, sering pulang lebih awal, dan tidak menyelesaikan tugas sesuai deadline. Perilaku tersebut merupakan perilaku kerja kontraproduktif. Perilaku kerja kontraproduktif merupakan perilaku yang sengaja dilakukan oleh individu yang bertentangan atau menghambat organisasi perusahaan untuk mencapai tujuan organisasi. Robinson dan Bennet (Greenberg & Baron 2003) mengatakan bahwa perilaku kerja kontraproduktif merupakan jenis perilaku menyimpang dalam organisasi.

Menurut Sacket dan DeVore (Anderson, 2005), perilaku ini sengaja dilakukan oleh karyawan sebagai hasil dari rendahnya motivasi bekerja individu, seperti keterlambatan, kekerasan di tempat kerja, sabotase, pencurian, menggunakan fasilitas organisasi tidak pada tempatnya, pura-pura sakit, dan ketidakhadiran atau mangkir. Selain motivasi kerja, Roxana (2013) yang menunjukkan bahwa perilaku kerja kontraproduktif terjadi dikarenakan stres kerja dan niat untuk berhenti. Berdasarkan informasi yang peneliti, kedua penelitian tersebut sesuai dengan penelitian pegawai yang berstatus PNS pada Dinas Y di Kota Z, perilaku ini terjadi dikarenakan keamanan kerja yang tinggi, motivasi yang rendah, stres kerja karena pekerjaan yang monoton.

Dari 64 subjek penelitian, variabel perilaku kerja kontraproduktif dengan kategori rendah berjumlah 64 subjek atau 100%, tidak ada subjek pada kategori tinggi dan kategori sedang. Diketahuinya kategori pada variabel perilaku kerja kontraproduktif maka diperoleh gambaran variabel perilaku kerja kontraproduktif pada subjek penelitian berada pada kategori rendah yang artinya pegawai belum tentu menunjukkan kecenderungan perilaku kerja kontraproduktif terhadap keamanan kerja.

Berdasarkan informasi yang diperoleh peneliti, perilaku kontraproduktif yang terjadi pada pegawai yang berstatus PNS Dinas Y di Kota Z seperti, meminta hadiah atas nama instansi pada beberapa mahasiswa yang melakukan penelitian dan secara langsung meminta jenis imbalan apabila ingin urusan cepat diselesaikan. Kepala Dinas Y di Kota Z menambahkan, perilaku kontraproduktif yang sering dilakukan oleh pegawai yang berstatus PNS pada Dinas Y di Kota Z adalah pulang lebih awal, menunda-nunda pekerjaan, menggunakan fasilitas kantor seperti internet pada saat bekerja.

Perilaku kerja kontrasproduktif yang dilakukan pegawai yang berstatus PNS pada Dinas Y di Kota Z, dinilai kurang pantas mengingat banyaknya keamanan kerja yang diterima pegawai yang berstatus PNS pada Dinas Y di Kota Z selain yang tercantum pada Undang Undang Nomor 43 Tahun 1999 seperti, mendapatkan beasiswa kepada pegawai untuk melanjutkan sekolah S1, memperoleh berbagai workshop untuk melatih keterampilan, bantuan kesejahteraan PNS dan non PNS. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti yaitu hubungan keamanan kerja dan perilaku kerja pegawai yang

(10)

10

berstatus PNS pada Dinas Y di Kota Z. Penelitian ini menjelaskan bahwa semakin tinggi keamanan kerja yang diperoleh pegawai maka semakin tinggi pula perilaku kerja kontraproduktif.

Penelitian ini memberikan temuan baru mengenai keamanan kerja dan perilaku kerja kontraproduktif pegawai yang berstatus PNS pada Dinas Y di Kota Z dimana keamanan kerja yang tinggi berhubungan positif dengan perilaku kerja kontraproduktif, yang sebelumnya keamanan kerja lebih banyak diteliti untuk mengetahui kinerja karyawan.

KESIMPULAN DAN SARAN 1. Kesimpulan

Dari hasil penelitian yang dilakukan mengenai hubungan keamanan kerja dan perilaku kerja pegawai yang berstatus PNS pada Dinas Y di Kota Z didapatkan hasil untuk menjawab rumusan masalah yang disimpulkan sebagai berikut: a. Hipotesis alternatif pada penelitian ini diterima yaitu terdapat hubungan

antara keamanan kerja dan perilaku kerja pegawai yang berstatus PNS pada Dinas Y di Kota Z. Hasil korelasi Product Moment-Pearson antara keamanan kerja dan perilaku kerja pegawai yang berstatus PNS pada Dinas Y di Kota Z adalah r = 0,482. Skor korelasi tersebut menunjukkan bahwa terdapat hubungan linier positif antara keamanan kerja dan perilaku kerja kontraproduktif pegawai yang berstatus PNS pada Dinas Y di Kota Z yang artinya semakin tinggi keamanan kerja yang diperoleh maka semakin tinggi kecenderungan perilaku kerja kontraproduktif dengan interpretasi kekuatan hubungan keduanya masuk dalam kategori agak rendah yang artinya keamanan kerja belum tentu menyebabkan perilaku kerja kontraproduktif. b. Sumbangan efektif variabel keamanan kerja sebesar 23,2% artinya

keamanan kerja memberikan kontribusi sebesar 23,2% dalam menerangkan perilaku kerja kontraproduktif pegawai yang berstatus PNS pada Dinas Y di Kota Z sedangkan 76,8% disebabkan oleh faktor-faktor lain, seperti faktor kepribadian, karakter pekerjaan, karakteristik kelompok kerja, budaya organisasi.

2. Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, terdapat beberapa saran yang dapat peneliti sampaikan secara akademis dan praktis yang berguna bagi penelitian selanjutnya maupun bagi masyarakat dan instansi terkait:

a. Saran Praktis

1). Bagi Pemerintah

Berdasarkan hasil dari penelitian ini, diharapkan Pemerintah meninjau ulang sistem kontrak dan kerja PNS dari sistem organisasi sampai sistem individual karena pemberian keamanan kerja yang berlebihan terhadap PNS ternyata tidak mengurangi perilaku kerja kontraproduktif sehingga pemberian fasilitas terhadap pegawai negeri sipil harusnya disesuaikan dengan kemampuan kinerja tiap pegawai.

2). Bagi Pegawai Negeri Sipil, khususnya pegawai yang berstatus PNS pada Dinas Y di Kota Z.

(11)

11

Pegawai diharapkan menghilangkan perilaku kerja kontraproduktif seperti, meminta hadiah atas nama instansi pada beberapa mahasiswa yang melakukan penelitian dan secara langsung meminta jenis imbalan apabila ingin urusan cepat diselesaikan, pulang lebih awal, menunda-nunda pekerjaan, menggunakan fasilitas kantor seperti internet untuk kepentingan pribadi pada saat bekerja. Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah melalui reward untuk pegawai yang tidak pernah atau paling rendah melakukan perilaku kerja kontraproduktif dan manajemen kinerja yang jelas dan tegas, serta punishment untuk pegawai yang sering perilaku kerja kontraproduktif selama satu bulan, penilaian kinerja setiap bulan dan berdoa bersama serta pemberian motivasi sebelum dan sesudah bekerja selain untuk motivasi pegawai, hal ini juga digunakan untuk mengetahui pegawai yang sering mangkir.

b. Saran Akademis

1. Bagi Peneliti Selanjutnya

Penelitian selanjutnya perlu dilakukan dengan memperluas variabel yang diteliti maupun pengembangan indikator serta aitem-aitem lain yang juga berhubungan terhadap keamanan kerja dan perilaku kerja kontraproduktif. Selain itu, penelitian ini masih bersifat lokal artinya hasil penelitian dan kesimpulan ini hanya berlaku untuk populasi tertentu, belum dapat berlaku pada PNS secara umum sehingga ruang lingkupnya perlu diperluas lagi. Serta diharapkan peneliti selanjutnya dapat meneliti faktor-faktor lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini.

(12)

12 DAFTAR PUSTAKA

Akpan. (2000). The Public Servant and Security of Employment:A Comparative Study. Singapore Journal of international & Comparative Law. Vol. 4, No. 57. Alfi, Coky Fauzi.

(

2012). Pegawai Negeri Sipil Sebagai Agen Perubahan Formula

Handal Untuk Percepatan Reformasi Birokrasi. Kertas Kerja Perorangan (KKP). Sumatra Selatan:Politeknik Negeri Sriwijaya

Anderson, N. (2005). Handbook of Industrial, Work, and Organizational Psychology. Volume 1.pp. 123-162. London:Sage

Demmke, C. (2005). Are Civil Servants Different because They Are Civil Servants?. Luxembourg:European Institute of Public Administration.

Firdousiya, Pc and Jayan, Dr. C. (2013). Relationship Between Quality Of Work Life, Relationship Quotient and Counterproductive Work Behavior. International Journal of Social Science & Interdisciplinary Research Vol. 2, No. 5.

Greenberg, J. & Baron, R. A. (2003). Behavior in Organization, 8th Edition. New Jersey: Pearson Education

Hasibuan, Malayu S.P. (2005). Manajemen Sumber Daya Manusia, Edisi Revisi. Bumi Aksara, Jakarta

Kraimer, Maria L., Wayne, Sandy J., Liden, Robert C., & Sparrowe, Raymond T. (2005). The Role of Job Security in Understanding the Relationship Between Employees’ Perceptions of Temporary Workers and Employees’ Performance. Journal of Applied Psychology. Vol. 90, No. 2, 389–398

Peraturan Pemerintah No.69 Tahun 1991. Online

(http://www.kopertis12.or.id/2013/02/18/peraturan-perundang-undangan-bidang-kesehatan-kedokteran-update-16-feb-2013.html diakses pada 17 februari 2014)

Pratomo, Harwanto Bimo. (2013). Pemkot Malang siapkan Rp 100 M buat

kenaikan gaji PNS pada 2014. Online.

(http://www.merdeka.com/uang/pemkot-malang-siapkan-rp-100-m-buat-kenaikan-gaji-pns-pada-2014.html diakses pada15 januari 2014)

Robbins, S.P & Langton, N. (2010). Organizational Behavior – Concepts, Controversies, Applications. 4th Ed. New York:Prentice Hall

(13)

13

Roxana, Aldea-Capotescu. (2013). Antecedents and Mediators of Employee’s Counterproductive Work Behavior and Intentions to Quit. Journal of Social and Behavioral Sciences. Vol. 3, No. 84

Sakina. (2012). Pengaruh Sikap pada Iklim Organisasi (Organizational Climate) dan Keamanan Kerja terhadap Kecenderungan Negaholic Pegawai Negeri Sipil (Studi pada Pegawai Pemerintah Daerah Malang). Skripsi. Malang:Universitas Brawijaya

Undang-Undang Kepegawaian Nomor 43 Tahun 1999 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian. Jakarta: BKN

Widodo, Rohadi. (2010). Analisis Pengaruh Keamanan Kerja dan Komitmen Organisasional Terhadap Turnover Intention Serta Dampaknya Pada Kinerja Karyawan Outsourcing. Tesis. Semarang:Universitas Diponegoro

Referensi

Dokumen terkait

Hasil dari penelitian ini adalah produk bakso baru yang berbahan dasar ikan mayus dan disajikan dengan cara digoreng saja tanpa menggunakan kuah kaldu. Saran untuk bentuk dapat

Dari analisis hasil belajar Pengetahuan siswa dengan uji independent sampel t-test didapatkan kesimpulan H04 diterima, sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak

Analisis penulis, reusam adalah kebiasaan, adat yang sudah menjadi peraturan, ketika masyarakat memasuki kawasan gampong Lamgugob, maka dia harus mengikuti semua

Proses penyusunan substansi RUU tentang Pendidikan Tinggi melalui kajian dan evaluasi terhadap berbagai permasalahan pendidikan tinggi diantaranya: Kebijakan

undang Nomor 2 Tahun 2002 yang berbunyi: "Memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum dan memberikan perlindungan pengayoman, dan pelayanan

Tujuan penelitian ini adalah mengidentifikasi keterdapatan mataair di Kecamatan Cangkringan pasca erupsi Merapi 2010, mengetahui kuantitas dan kualitas mataair di

kepuasan kerja yang dimiliki, semakin besar juga kemampuan mewujudkan organizational citizen- ship behavior di tempat kerja. Sementara usia tidak mem- pengaruhi wujudnya

Setelah dibaca nilai BV-nya kemudian dibuat power spektrum pada masing-masing foto kiri dan kanan dengan FFT setelah itu dicari nilai maksimum korelasi keduanya, semuanya