• Tidak ada hasil yang ditemukan

RENCANA AKSI NASIONAL KESINAMBUNGAN PROGRAM PENANGGULANGAN GAKY

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "RENCANA AKSI NASIONAL KESINAMBUNGAN PROGRAM PENANGGULANGAN GAKY"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

RENCANA AKSI NASIONAL

KESINAMBUNGAN PROGRAM PENANGGULANGAN GAKY

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Gangguan Akibat Kekurangan Yodium (GAKY) di Indonesia merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang serius mengingat dampaknya sangat besar terhadap kelangsungan hidup dan kualitas sumber daya manusia. Selain berupa pembesaran kelenjar gondok dan hipotiroidi, kekurangan yodium jika terjadi pada wanita hamil mempunyai resiko terjadinya abortus, lahir mati, sampai cacat bawaan pada bayi yang lahir berupa gangguan perkembangan syaraf, mental dan fisik yang disebut kretin. Semua gangguan ini dapat berakibat pada rendahnya prestasi belajar anak usia sekolah, rendahnya produktifitas kerja pada orang dewasa serta timbulnya berbagai permasalahan sosial ekonomi masyarakat yang dapat menghambat pembangunan. Dari sejumlah 20 juta penduduk Indonesia yang menderita gondok diperkirakan dapat kehilangan 140 juta angka kecerdasan (IQ points).

Untuk menanggulangi GAKY, penambahan yodium pada semua garam konsumsi telah disepakati sebagai cara yang aman, efektif dan berkesinambungan untuk mencapai konsumsi yodium yang optimal bagi semua rumah tangga dan masyarakat. Selain program yodisasi garam, pemerintah Indonesia selama ini juga telah melaksanakan distribusi kapsul minyak beryodium terutama bagi wanita usia subur di kecamatan endemik berat dan sedang.

Proyek Intensifikasi Penggulangan GAKY (IP-GAKY) telah dilaksanakan dengan dana pinjaman Bank Dunia sejak tahun 1997 sampai tahun 2003 untuk mempercepat penurunan prevalensi GAKY melalui pencapaian konsumsi garam beryodium untuk semua. Komponen program yang dilaksanakan meliputi: 1) pemantauan status yodium masyarakat; 2) peningkatan konsumsi garam beryodium; 3) peningkatan pasokan garam beryodium; 4) distribusi kapsul minyak beryodium pada sasaran yang tepat; dan 5) pemantapan koordinasi lintas sektor dan penguatan kelembagaan penanggulangan GAKY.

Investasi penanggulangan GAKY dapat memberikan dampak positif pada pembangunan ekonomi di Indonesia. Dengan kondisi GAKY pada saat ini, jika sampai tahun 2010 tidak dilakukan upaya eliminasi GAKY, diperkirakan Indonesia akan kehilangan sekitar 35 triliun rupiah. Akan tetapi dengan mengalokasikan 0,5 triliun rupiah untuk intervensi GAKY sampai dengan tahun

(2)

2010, diperkirakan nilai produktifitas yang dapat diraih untuk ekonomi Indonesia

dapat mencapai 17,5 triliun1.

Survei prevalensi dan pemetaan GAKY pada awal pelaksanaan Proyek IP-GAKY (1997/1998) menunjukkan bahwa secara nasional angka rata-rata Total Goiter Rate (TGR) – atau lebih dikenal sebagai angka gondok total adalah 9,8% dan proporsi rumah tangga yang mengkonsumsi garam beryodium dengan kadar cukup hanya 62,1%. Hasil survei tahun 2003 menunjukkan bahwa prevalensi TGR ini masih cukup besar yaitu sekitar 11,1%, namun konsumsi garam beryodium telah mengalami peningkatan menjadi 73,26%.

Pada tahun 2002, sidang United Nations General Assembly (UNGASS) telah menyepakati pembaharuan komitmen World Summit for Children tahun 1990, yaitu pencapaian eliminasi GAKY dan Universal Salt Iodization (USI) – atau garam beryodium untuk semua, yaitu konsumsi garam beryodium 90% - secara berkesinambungan pada tahun 2005. Sementara itu target yang ditetapkan dalam Indonesia Sehat adalah pencapaian USI pada tahun 2010. Dengan demikian, kesenjangan antara status saat ini dan tujuan yang akan dicapai masih cukup jauh. Untuk itu perlu disusun kebijakan, strategi dan rencana aksi program penanggulangan GAKY yang terintegrasi meliputi rencana jangka pendek (2005)

dan jangka panjang (2010).

B. Tujuan

Tujuan umum penyusunan Rencana Aksi ini ialah untuk memberikan pedoman dalam penyusunan program penanggulangan Gangguan Akibat Kurang Yodium (GAKY), sebagai kelanjutan dari Proyek Intensifikasi Penanggulangan GAKY (IP-GAKY), bagi pengambil kebijakan di tingkat pusat, propinsi dan kabupaten/kota.

Secara khusus Rencana Aksi ini dapat digunakan dalam: 1. Penetapan tujuan dan sasaran program.

2. Penentuan kebijakan dan strategi program. 3. Pemilihan prioritas program.

1 Asumsi dilakukan dengan memperhatikan TGR 9.8% serta jumlah penduduk penderita GAKY pada

daerah endemik dan jumlah bayi yang lahir kretin dan kelainan mental dari ibu yang tinggal di daerah endemik GAKY. Nilai produktivitas diasumsikan berdasarkan penurunan produktivitas karena kretin, kelainan mental dan tingkat endemisitas yang lebih ringan. Alokasi sejumlah 0.5 triliun sampai dengan 2010 dihitung berdasarkan penurunan TGR dan interevensi dalam bentuk fortifikasi yodium ke dalam garam konsumsi (iodised salt), dan pemberian kapsul minyak beryodium. Nilai ekonomi 17.5 triliun yang akan diraih diestimasi berdasarkan produktivitas sebagai dampak dari penurunan TGR dan jumlah bayi yang akan diselamatkan sampai dengan tahun 2010. (Sumber : Profile, Linkages 2002).

(3)

C. Ruang Lingkup

Ruang Lingkup Rencana Aksi Nasional ini meliputi tujuan dan sasaran, strategi dan kebijakan, serta upaya-upaya penanggulangan GAKY yang disajikan secara utuh. Untuk Propinsi dan Kabupaten/Kota , disajikan pilihan-pilihan strategi, kebijakan dan kegiatan yang dapat disesuaikan dengan kondisi setempat.

D. Proses Penyusunan

Rencana aksi ini disusun melalui suatu rangkaian kegiatan seperti seminar, workshop, diskusi intensif yang diikuti oleh berbagai instansi pemerintah di tingkat pusat dan daerah, pakar perguruan tinggi, swasta, asosiasi produsen, lembaga konsumen, dan lembaga swadaya masyarakat. Hasil dari rangkaian pertemuan ini selanjutnya dirumuskan kembali dan disempurnakan oleh sebuah tim kecil.

E. Pengguna

Rencana Aksi ini disusun untuk digunakan oleh para pengambil keputusan di pusat, propinsi dan kabupaten/kota. Di pusat dan propinsi, dokumen ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi penyusunan standar dan pola pembinaan program penangulangan GAKY. Di kabupaten/kota, dokumen ini dijadikan pedoman pelaksanaan untuk penanggulangan GAKY sesuai dengan permasalahan dan sumber daya setempat.

Rencana aksi ini juga dapat digunakan sebagai pedoman oleh berbagai lembaga donor nasional dan internasional untuk membantu pemerintah dalam upaya penanggulangan GAKY.

II. ANALISIS SITUASI GAKY A. Status GAKY

Untuk mengetahui masalah kurang yodium, pemantauan besaran masalah dilakukan berdasarkan survei nasional. Pada tahun 1980, prevalensi (GAKY) pada anak usia sekolah adalah 27,7%, prevalensi ini menurun menjadi 9,8% pada tahun 1998. Walaupun terjadi perubahan yang berarti, GAKY masih dianggap masalah kesehatan masyarakat, karena secara umum prevalensi masih di atas 5%. Prevalensi tersebut bervariasi antar kecamatan dan masih dijumpai kecamatan dengan prevalensi GAKY di atas 30% (daerah endemik berat).

Dilaporkan dalam hasil survai pemetaan gondok 1998 yang telah dipublikasikan WHO tahun 2000, bahwa 18,8% penduduk hidup di daerah endemik ringan, 4,2% penduduk hidup di daerah endemik sedang, dan 4,5% penduduk hidup di daerah endemik berat. Diperkirakan pula sekitar 18,2 juta penduduk hidup di wilayah

(4)

endemik sedang dan berat; dan 39,2 juta penduduk hidup di wilayah endemik ringan. Menurut jumlah kabupaten di Indonesia, maka diklasifikasikan 40,2% kabupaten termasuk endemik ringan, 13,5% kabupaten endemik sedang, dan 5,1% kabupaten endemik berat.

Tahun 2003 dilakukan lagi survei nasional, yang dibiayai melalui Proyek IP-GAKY, untuk mengetahui dampak dari intervensi program penanggulangan GAKY. Dari hasil survei ini diketahui secara umum bahwa TGR pada anak sekolah masih berkisar 11,1%. Survei nasional evaluasi IP GAKY ini menunjukkan bahwa 35,8% kabupaten adalah endemik ringan, 13,1% kabupaten endemik sedang, dan 8,2% kabupaten

endemik berat2.

Hasil Survei Nasional tahun 2003 dapat dilihat pada peta berikut:

Berdasarkan status yodium dalam urin (Urinary Iodine Exrection atau UIE), hasil survei tahun 2003 menunjukkan bahwa nilai rata-rata nasional UIE adalah 229 µg/l. Berdasarkan nilai median UIE ini tidak ada provinsi yang tergolong kekurangan

yodium (suatu daerah dinyatakan kurang yodium jika rata-rata UIE < 100µg/l 3). Nilai

2 Evaluasi Proyek IP_GAKY 2003. Jumlah kabupaten berdasarkan endemisitas GAKY tahun 2003 ini dihitung

berdasarkan jumlah kabupaten yang sama dengan tahun 1998. Kabupaten yang disurvei pada tahun 1998 namun pada tahun 2003 telah dipecah menjadi dua atau tiga kabupaten tidak dimasukkan dalam analisis. Survei evaluasi tahun 2003 tidak mengumpulkan data di Propinsi Nangroe Aceh Darussalam dan Papua.

3Assessment of IDD and Monitoring their elimination, WHO 2001

52 51 18 31 71 75 92 81 74 73 33 35 34 19 17 11 14 93 82 72 53 36 12 13 15 16 32 61 62 63 64 91 TGR < 5% TGR 5 - 19.9% TGR 20 - 29.9% TGR >= 30% Was not surveyed

Code Province TGR 11 N.Aceh Darussalam 12 Sumatera Utara 5,3 13 Sumatera Barat 9,8 14 Riau 1,7 15 Jambi 5,5 16 Sumatera Selatan 9,9 17 Bengkulu 2,5 18 Lampung 13,2 Code Province 19 Bangka-Belitung 31 Jakarta 32 Jawa Barat 33 Jawa Tengah 34 Yogyakarta 35 Jawa Timur 36 Banten 51 Bali Code Province TGR 52 Nusa Tenggara Brt 9,4 53 Nusa Tenggara Tmr 28,4 61 Kalimantan Barat 9,4 62 Kalimantan Tengah 14,3 63 Kalimantan Selatan 1,2 64 Kalimantan Timur 6,5 71 Sulawesi Utara 0,7 72 Sulawesi Tengah 10,8 Code Province TGR 73 Sulawesi Selatan 10,5 74 Sulawesi Tenggara 10,6 75 Gorontalo 5,6 81 Maluku 31,6 82 Maluku Utara 44,9 91 Papua

TOTAL GOITER RATE (TGR) AMONG SCHOOL CHILDREN

INDONESIA 2003

(5)

median UIE terendah (rata-rata 110 µg/l) adalah provinsi NTB dan tertinggi (rata-rata 337 µg/l) adalah Provinsi Bangka-Belitung.

Perubahan yang terjadi antara kedua survei tersebut menunjukkan bahwa untuk beberapa daerah endemik berat dan sedang telah terjadi perbaikan, namun munculnya daerah-daerah endemik berat, sedang dan ringan yang baru memerlukan kajian yang lebih mendalam dan penanganan yang lebih serius di masa depan, terutama berkaitan dengan nilai rata-rata UIE yang cukup baik.

B. Garam Beryodium 1. Pegaraman di Indonesia

Berbeda dengan situasi di beberapa negara lain, pegaraman di Indonesia meliputi usaha skala kecil (luas rata-rata kepemilikan lahan kurang dari 1 Ha per pegaram), kecuali ladang garam milik PT Garam di Madura. Potensi lahan pegaraman tersebar di seluruh Indonesia, terkonsentrasi di 6 propinsi: Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur.

Teknologi pegaraman umumnya masih sederhana/tradisional dengan sistem kristalisasi total yang menghasilkan kualitas garam rendah, dengan kadar NaCl < 88% dan kandungan Ca dan Mg yang tinggi dan produktifitas lahan hanya sekitar 40-60 ton/Ha/musim. Di beberapa tempat lain digunakan teknologi garam masak di mana proses kristalisasi dilakukan dengan pembakaran dalam tungku.

Uji coba pembangunan demplot pegaraman dengan sistem kristalisasi bertingkat di 7 kabupaten pada kelompok pegaram telah berhasil meningkatkan produktifitas sekitar 25-75% dan kualitas garam dengan kandungan NaCl mencapai 92%. Demplot juga telah direplikasikan ke 17 kabupaten.

Setiap tahun diperkirakan kebutuhan garam konsumsi sebesar 1.025.000 ton untuk seluruh Indonesia. Kebutuhan tersebut dipenuhi dari garam rakyat. Apabila masih dianggap kurang, pemerintah memberikan ijin impor garam untuk konsumsi dan untuk kebutuhan lain non-konsumsi, dengan syarat yang sama dengan garam rakyat, yakni kewajiban meyodisasi garam konsumsi sebelum memasuki pasar.

(6)

2. Industri Garam Beryodium

Garam beryodium merupakan salah satu produk yang wajib menerapkan SNI, sesuai dengan Peraturan Pemerintah No. 15 tahun 1991 tentang Standar Nasional Indonesia dan SK Menteri Perindustrian No. 29/M/SK/2/1995 tentang Pengesahan SNI dan Penggunaan Tanda SNI secara wajib terhadap 10 (sepuluh) macam produk industri. Syarat mutu garam konsumsi beryodium SNI 01-3556.2-1994/Rev 2000 adalah kandungan KIO3 minimal 30 ppm.

Saat ini terdapat 366 perusahaan garam beryodium dengan 40 merek, namun hanya 236 perusahaan yang menerapkan sistem manajemen mutu/SNI, dimana 196 perusahaan dibina pada tahun 1999-2002. Produksi garam beyodium digunakan untuk konsumsi rumah tangga dan aneka pangan dengan total kebutuhan lebih kurang 1.025.000 ton/tahun dan 85% perusahaan memproduksi garam beryodium yang memenuhi syarat.

Perusahaan yang belum menerapkan SNI pada umumnya adalah industri kecil yang berada di sentra produksi yang perlu dibina sistem manajemen mutu, pelatihan teknik produksi dan bantuan peralatan mesin yodisasi garam. Hingga saat ini telah diberikan bantuan mesin yodisasi garam ke 44 kabupaten daerah sentra produksi garam rakyat.

3. Distribusi Garam Beryodium

Distribusi garam beryodium dari perusahaan ke masyarakat, tergantung dari kemampuan produksi dan pemasaran dalam suasana pasar bebas. Perusahaan yang besar mampu melakukan distribusi antar pulau dan antar propinsi, sedangkan perusahaan menengah dan kecil hanya mampu memasarkan produknya dalam satu propinsi atau bahkan satu kabupaten/kota saja. Pemasaran akhir umumnya melalui pengecer formal (pasar besar, supermarket, toko bahan pangan), sampai dengan pengecer kecil di daerah perkotaan dan pinggiran kota. Sedang untuk pasar desa di daerah-daerah terpencil umumnya sulit terjangkau oleh distributor garam beryodium. Secara tradisional kebutuhan mereka dipenuhi distributor informal yang memasarkan garam krosok non-yodium. Beberapa pemerintah kabupaten/kota telah mengembangkan sistem distribusi garam beryodium melalui berbagai alternatif yang melibatkan PKK, LSM dan swasta.

Hal lain yang memerlukan perhatian ialah pemalsuan dan penipuan kandungan yodium dalam garam. Berbagai survei kecil di beberapa kota menunjukkan masih banyak kemasan garam yang mengklaim mengandung yodium, namun kandungan KIO3 kurang dari 30 ppm sebagaimana dipersyaratkan.

(7)

4. Konsumsi Garam Beryodium

Sejak tahun 1995 sampai 2003 dilakukan survei konsumsi garam beryodium pada masyarakat secara terus menerus oleh Badan Pusat Statistik. Penilaian konsumsi garam tingkat rumah tangga dilakukan dengan membedakan kandungan yodium dalam garam dengan pemeriksaan uji garam yodium cepat (iodine rapid test). Hasil penilaian memperlihatkan prosentase rumah-tangga yang mengkonsumsi garam dengan kandungan yodium cukup (>=30 ppm), kurang (<30 ppm), dan tidak mengandung yodium.

Secara nasional, sejak tahun 1995 sampai dengan tahun 2003, terjadi peningkatan prosentase rumah tangga dengan konsumsi garam beryodium secara cukup dari 49.8% menjadi 73.2%. Jika analisis dilakukan menurut kabupaten yang sama dari tahun 1998 sampai tahun 2003, terjadi peningkatan dari jumlah kabupaten/kota seperti terlihat pada gambar 1. 0 10 20 30 40 50 1998 1999 2000 2001 2002 2003 % kab up aten

Gambar 1. Kabupaten/Kota yang mencapai Universal Salt Iodization/USI (konsumsi garam beryodium tingkat rumah tangga cukup >=90%) tahun 1998 - 2003

C. Kapsul Minyak Beryodium

Secara nasional telah disepekati bahwa untuk daerah-daerah endemik GAKY berat dan sedang diberikan kapsul minyak beryodium sekali setiap tahun. kepada ibu hamil, ibu menyusui, wanita usia subur (WUS) dan anak usia sekolah.

Data cakupan distribusi kapsul minyak beryodium pada WUS tahun 1997 sampai dengan tahun 2002 masih kurang lengkap karena tidak semua propinsi melapor. Menurut Evaluasi Proyek IP-GAKY tahun 2003, dari sejumlah sampel WUS di daerah endemik berat dan sedang, menunjukkan bahwa cakupan distribusi kapsul minyak

(8)

minyak beryodium yang sangat terbatas, aspek monitoring dan evaluasi yang masih lemah sehingga data tersebut tidak dilaporkan. Dalam era desentralisasi, pengadaan kapsul minyak beryodium diserahkan kepada daerah. Mengingat kemampuan daerah dalam hal pendanaan yang terbatas, maka pembiayaan pengadaaan kapsul minyak beryodium menjadi berkurang. Disamping itu juga pusat menyediakan pasokan untuk

buffer stock, tetapi kemampuan pusat yang masih rendah menyebabkan jumlah kapsul

minyak beryodium juga belum dapat memenuhi seluruh permintaan. Laporan cakupan kapsul minyak beryodium yang diterima oleh penduduk sangat terbatas karena sistem pelaporan yang masih kurang baik.

III. TUJUAN DAN SASARAN

A. Tujuan

Tujuan Umum Rencana Aksi ini ialah pencapaian Universal Salt Iodization (USI) pada tahun 2005 dan kelestarian USI pada tahun 2010.

Tujuan umum tersebut dijabarkan ke dalam Tujuan Khusus sebagai berikut:

1. Jangka Pendek (2004-2005)

a. Peningkatan proporsi rumah tangga yang mengkonsumsi garam dengan kandungan yodium yang cukup secara nasional di Indonesia

b. Peningkatan cakupan distribusi kapsul minyak beryodium di daerah endemis GAKY berat dan sedang

2. Jangka Panjang (2006-2010)

a. Pelestarian proporsi rumah tangga yang mengkonsumsi garam dengan kandungan yodium yang cukup di SEMUA kabupaten/kota di Indonesia b. Pelestarian cakupan kapsul minyak beryodium di SEMUA daerah endemik

GAKY berat dan sedang

B. Sasaran

1. Jangka Pendek (pada akhir tahun 2005):

a. Proporsi rumah tangga yang mengkonsumi garam dengan kandungan yodium yang cukup (sebesar >=30 ppm KIO3) adalah >90% secara rata-rata nasional.

b. Median Urinary Iodine Excretion (UIE) secara rata-rata nasional ialah: proporsi yang <100 µg/L adalah sebesar <50%,

proporsi yang < 50 µg/L adalah sebesar <20%

c. Rata-rata nasional cakupan kapsul minyak beryodium ialah >90% pada Wanita Usia Subur (WUS) di daerah endemik sedang dan berat Catatan: Masing-masing kabupaten/kota, hendaknya menyusun sasaran di

wilayahnya masing-masing, disesuaikan dengan keadaan pada akhir tahun 2003 dan proyeksi perbaikannya dalam waktu dua tahun ke depan.

(9)

2. Jangka Panjang (pada akhir tahun 2010, sesuai sasaran Indonesia Sehat

2010) :

a. Proporsi rumah tangga yang mengkonsumi garam dengan kandungan yodium yang cukup (sebesar >=30 ppm KIO3) adalah >90%, untuk SEMUA kabupaten/kota di Indonesia

b. Median UIE di SEMUA kabupaten/kota di Indonesia ialah: proporsi yang <100 µg/L adalah sebesar <50%,

proporsi yang < 50 µg/L adalah sebesar <20%.

c. Cakupan distribusi kapsul minyak beryodium pada WUS di SEMUA kecamatan endemis berat dan sedang ialah >90%

d. Pencapaian minimum 8 dari 10 indikator proses yang ditetapkan WHO: 1. Pengembangan kelembagaan yang fungsional

2. Komitmen politik nasional dan lokal tentang USI 3. Organisasi pelaksana yang kuat di semua tingkatan 4. Legislasi dan regulasi tentang USI disemua tingkatan

5. Komitmen menyelenggarakan monitoring dan evaluasi dengan dukungan laboratorium yang menyediakan data yang akurat

6. Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE) dan mobilisasi sosial tentang GAKY dan perlunya mengkonsumsi garam beryodium

7. Ketersediaan data garam beryodium secara reguler pada tingkat produsen, pasar dan konsumen

8. Ketersediaan data UIE pada anak usia sekolah secara regular pada daerah endemik berat

9. Kerjasama dengan produsen garam untuk pengawasan mutu garam yodium

10. Database untuk mencatat hasil monitoring regular dan

penyebarluasannya kepada masyarakat, mencakup data garam beryodium dan median UIE, bila memungkinkan data Tyroid

Stimulating Hormone (TSH) neonatal.

IV. KEBIJAKAN DAN STRATEGI A. Kebijakan

1. Meningkatkan komitmen politik di tingkat pusat, propinsi dan kabupaten/kota melalui advokasi, koordinasi, penyediaan dana yang berke-sinambungan dan pengintegrasian upaya penanggulangan GAKY dengan program pembangunan dalam rangka menjamin keberlangsungan upaya penanggulangan GAKY.

2. Meningkatkan produksi garam rakyat menuju swa sembada garam konsumsi, penerapan teknologi baru, fasilitasi pasokan air laut dan pengamanan pasar garam rakyat dalam rangka menjamin keberlangsungan produksi yang menguntungkan pegaram.

3. Mempercepat pemenuhan pasokan garam beryodium yang memenuhi syarat melalui peningkatan luas lahan garam, produktifitas dan kualitas garam rakyat, pengembangan yodisasi garam pada sentra produksi dan distribusi,

(10)

pembinaan dan pengawasan produsen dan distribusi, pemenuhan kebutuhan dan distribusi KIO3, dan kemitraan distribusi dan pemasaran garam beryodium dalam rangka menjamin ketersediaan garam beryodium di tingkat rumah tangga.

4. Meningkatkan pemantauan kualitas garam beryodium untuk konsumsi melalui pengawasan kualitas garam pada tingkat produksi dan distribusi, koordinasi tindak lanjut hasil pengawasan dengan melibatkan aparat penegak hukum, koordinasi lintas batas propinsi dan kabupaten/kota, standarisasi dan sosialisasi metode uji, penyebar luasan hasil pengawasan kepada masyarakat luas serta peningkatan akses uji garam beryodium cepat di masyarakat dalam rangka menjamin ketersediaan garam beryodium yang memenuhi syarat di tingkat rumah tangga.

5. Pemenuhan kebutuhan kapsul minyak beryodium untuk daerah-daerah endemik sedang dan berat dimulai dari perencanaan, pengadaan, distribusi dan monitoring evaluasi yang disesuaikan dengan era desentralisasi.

6. Menegakkan norma sosial dan hukum melalui promosi garam beryodium, promosi penggunaan alat uji, penguatan sistem pemantauan penegakan hukum serta upaya tindak lanjut hasil temuan dalam rangka meningkatkan partisipasi masyarakat dan pengusaha garam.

7. Meningkatkan kelembagaan penanggulangan GAKY yang melibatkan komponen pemerintah, swasta, masyarakat dan asosiasi melalui peningkatan kelembagaan produksi garam rakyat, kelembagaan produsen garam beryodium, koordinasi pengawasan distribusi garam beryodium, koordinasi tim GAKY pusat, propinsi dan kabupaten/kota serta peningkatan kelembagaan keilmuan dalam rangka memperkuat kapasitas dan profesionalitas lembaga. 8. Meningkatkan monitoring dan evaluasi program melalui penguatan sistem

informasi manajemen penanggulangan GAKY yang terintegrasi, pengembangan database, pengembangan surveilans sentinel yang terintegrasi dengan surveilans gizi serta pembinaan kemampuan daerah dalam pengumpulan data secara reguler dalam rangka meningkatkan efisiensi pelaksanaan program dan memberi masukan bagi arah kebijakan penganggulangan GAKY

B. Strategi 1. Advokasi

Advokasi dilakukan kepada pengambil keputusan baik eksekutif, legislatif maupun yudikatif dengan tujuan untuk memberikan pengertian dan pehamanan serta peningkatan komitmen upaya penanggulangan GAKY. Advokasi harus dilakukan secara terus menerus dan periodik di setiap tingkatan pemerintahan baik di tingkat pusat, propinsi maupun kabupaten/kota

(11)

2. Pemberdayaan Pegaram

Pegaram sebagai salah satu elemen kunci dalam rantai ketersediaan garam nasional harus diberdayakan antara lain melalui peningkatan penguasaan teknologi pegaraman dan yodiasi garam agar mampu menghasilkan garam beryodium yang memenuhi syarat. Pemberdayaan meliputi tahap produksi, teknologi yodisasi serta pemasaran garam melalui pembentukan kelompok dan kemitraan.

3. Pengamanan pasar garam rakyat

Pengamanan pasar garam rakyat perlu dilakukan untuk menjamin kelangsungan usaha dan pasokan garam serta kehidupan sosial ekonomi pegaram. Pengamanan pasar garam rakyat dilakukan melalui kemitraan kelompok pegaram, pengusaha besar termasuk PT Garam.

4. Pengawasan di tingkat produksi, distribusi dan konsumsi garam

Pengawasan kepada produsen dan distributor garam dilakukan untuk menjamin ketersediaan garam beryodium yang berkualitas sehingga dapat dijangkau oleh rumah tangga. Pengawasan ini harus dilakukan secara terkoordinasi antara daerah penghasil dan daerah pengguna garam beryodium disertai dengan penindakan terhadap pelanggaran yang dilakukan baik di tingkat produksi maupun distribusi.

5. Penegakan norma sosial dan penegakan hukum

Penegakan norma sosial dilakukan untuk memberikan pemahaman dan kesadaran kepada seluruh stakeholder akan pentingnya garam beryodium dalam upaya penanggulangan GAKY. Konsumen, lembaga swadaya masyarakat, penggerak masyarakat dan media masa harus memberi tekanan kepada pihak eksekutif, legislatif, yudikatif, produsen dan distributor bagi penyediaan garam beryodium. Penggerak masyarakat ikut mengambil peranan aktif sebagai penekan berbagai kebijakan pemerintah serta penekan kepada produsen dan distributor garam. Penegakan hukum lebih ditekankan pada upaya tindak lanjut oleh aparat berwenang terhadap hasil temuan dalam pengawasan dan pemantauan ketersediaan dan mutu garam beryodium

6. Kemitraan

Dengan banyaknya pihak yang terlibat dalam upaya penanggulangan GAKY, maka prinsip kemitraan harus diterapkan dalam setiap upaya yang dilakukan untuk menjamin respon yang positif dan sinergi di antara semua stakeholder, mencakup pemerintah di semua tingkatan, asosiasi produsen, kelompok konsumen, organisasi massa, media masa, lembaga donor, dan lembaga terkait lainnya.

(12)

V. UPAYA

A. Peningkatan Komitmen

1. Advokasi secara periodik di tingkat pusat, propinsi dan kabupaten/kota

Tujuan dari kegiatan ini adalah untuk meningkatkan dan mempertahankan komitmen setiap stakeholder terhadap upaya penangulangan GAKY. Kegiatan yang dilakukan meliputi penyediaan media dan sarana advokasi, pelaksanaan dan evaluasi advokasi. Advokasi dilakukan terhadap pemerintah pusat, propinsi dan kabupaten/kota baik terhadap pihak eksekutif, legislatif maupun yudikatif; produsen, penggerak masyarakat dan konsumen; melalui pertemuan maupun dengan memanfaatkan terbitan atau media masa lainnya.

2. Memperkuat koordinasi penanggulangan GAKY

Tujuan dari upaya ini adalah untuk mensinkronkan setiap upaya penanggulangan GAKY agar selaras dengan kesepakatan bersama serta tukar menukar informasi termasuk koordinasi dalam hal pembiayaan baik pembiayaan dalam negeri maupun luar negeri. Kegiatan yang dilakukan adalah dengan mengadakan pertemuan dalam perencanaan kegiatan serta monitoring dan evaluasi. Koordinasi dilakukan sejak penyusunan rencana, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi program.

3. Menyediakan dana penanggulangan GAKY secara berkesinambungan dalam APBN, APBD, dari sektor swasta dan masyarakat

Tujuan dari upaya ini adalah untuk menjaga kesinambungan pembiayaan program penanggulangan GAKY di institusi/lembaga terkait. Penyediaan dana dilakukan

oleh masing-masing institusi/lembaga terkait sesuai dengan tugas pokok dan

fungsinya masing-masing dengan mengacu pada strategi penanggulangan GAKY yang telah disepakati bersama. Peran swasta dan masyarakat dalam pembiayaan sangat penting mulai dari tahap perencanaan, produksi, distribusi, pemasaran, monitoring dan evaluasi.

4. Integrasi upaya penanggulangan GAKY dengan program pembangunan lain

Tujuan dari upaya ini adalah untuk menjamin agar penanggulangan GAKY merupakan upaya yang terintegrasi serta merupakan bagian penting dari program-program pembangunan lainnya seperti penanggulangan kemiskinan, pengembangan SDM dan pembangunan ekonomi. Kegiatan yang dilakukan dimulai dari tahap perencanaan yaitu dengan perencanaan kegiatan penangulangan GAKY ke dalam berbagai kegiatan di masing-masing instansi yang mendapat pembiayaan baik dari APBN, APBD maupun sumber dana lainnya.

B. Pemberdayaan dan peningkatan sosial ekonomi pegaram

Tujuan kegiatan ini adalah untuk meningkatkan produksi dan kualitas garam rakyat agar dapat memenuhi kebutuhan garam dalam negeri sekaligus meningkatkan kesejahteraan pegaram.

(13)

Kegiatan untuk pemenuhan tujuan tersebut ialah: 1. Mengembangkan usaha bersama kelompok pegaram

2. Memasyarakatkan teknologi baru pegaraman melalui kelompok pegaraman di sentra-sentra produksi garam rakyat termasuk pengembangan dan replikasi demplot pegaraman

3. Memfasilitasi pasokan air laut dengan membangun saluran primer pada kelompok pegaram oleh pemerintah pusat termasuk instansi terkait seperti Departemen Perikanan dan Kelautan, propinsi, kabupaten/kota

4. Mengamankan pasar garam rakyat melalui kemitraan antara kelompok pegaram dengan pengusaha besar garam dan PT. Garam (dengan dukungan antara lain Dep. Perindustrian, Dep. Perdagangan, Meneg BUMN, Menkeu, Pemerintah Propinsi dan Kabupaten/kota)

5. Meningkatkan produktivitas dan kualitas garam rakyat melalui bantuan mesin peralatan dan pelatihan proses produksi garam bahan baku dan garam beryodium pada kelompok pegaram

6. Memperbaiki teknologi meja kristalisasi pegaraman pada kelompok pegaram tradisional

7. Melakukan pelatihan kelayakan usaha skala ekonomi produksi garam, terkait usaha pegaraman dan usaha lain di luar pegaraman.

C. Percepatan pemenuhan pasokan garam beryodium

Tujuan upaya ini ialah mempercepat penyediaan garam beryodium yang memenuhi syarat di pasaran.

Kegiatan yang dilaksanakan meliputi:

1. Membina dan mengawasi produsen dan distributor garam beryodium melalui pembinaan penerapan sistem manajemen mutu dan penerapan hukum

2. Melakukan yodisasi garam di sentra-sentra produksi garam rakyat melalui kelompok pegaram.

3. Melakukan yodisasi garam di lingkungan distribusi dan pemasaran untuk konsumen di daerah-daerah konsumsi non-produksi, terutama di kabupaten/kota yang memiliki daerah endemik GAKY.

4. Menjamin pemenuhan kebutuhan Kalium Yodat (KIO3) ke produsen garam beryodium dan sentra produksi melalui kerja sama antara PT Kimia Farma, Asosiasi Produsen Garam Beryodium dan Dinas Perindag propinsi dan kabupaten/kota.

5. Mengembangkan jaringan distribusi garam beryodium lintas daerah baik propinsi maupun kabupaten/kota

D. Penegakan normal sosial (social enforcement) dan penegakan hukum (law enforcement)

Tujuan upaya ini ialah:

1. Meningkatkan komitmen pengambil keputusan di pusat, propinsi dan kabupaten/kota untuk menjamin ketersediaan dan distibusi garam beryodium

(14)

2. Membangkitkan kepedulian pengusaha garam beryodium untuk memahami, mentaati dan melaksanakan peraturan perundangan yang berlaku dalam memproduksi garam beryodium yang memenuhi syarat

3. Memberdayakan masyarakat melalui elemen penggerak masyarakat untuk mengawasi dan mengarahkan distribusi garam beryodium kepada masyarakat. Kegiatan yang dilakukan adalah:

1. Mensosialisasikan peraturan perundangan, kebijakan pemerintah pusat, propinsi, dan kabupaten/kota kepada pegaram, pengusaha, pemasar dan penggerak masyarakat pada umumnya.

2. Mengawasi pelaksanaan perundangan dan kebijakan lain oleh asosiasi pengusaha garam beryodium

3. Menindak lanjuti hasil pengawasan dengan pemberian penghargaan kepada produsen dan pedagang garam yang taat dan tindakan hukum bagi yang melanggar. 4. Mensosialisasikan garam beyodium uji Iodina test kepada elemen penggerak

masyarakat

5. Memfasilitasi uji iodine cepat oleh elemen penggerak masyarakat dan pengumuman langsung hasilnya kepada masyarakat setempat.

6. Memberdayakan masyarakat untuk menerima hanya garam beryodium yang memenuhi syarat dan menolak garam yang tidak memenuhi syarat.

E. Pemantauan kualitas garam beryodium untuk konsumsi

Tujuan upaya ini ialah untuk melaksanakan sistem pemantauan kualitas garam beryodium terintegrasi di tingkat produksi, distribusi dan konsumsi.

Kegiatan yang akan dilaksanakan ialah:

1. Mensosialisasikan sistem pemantauan mutu garam beryodium dalam era otonomi daerah secara terintegrasi antara pemantauan produksi dan distribusi garam rakyat, pengadaan dan distribusi garam impor, produksi dan distribusi garam beryodium, pengadaan dan distribusi KIO3 dan pemantauan mutu garam di tingkat distribusi

2. Melakukan pemantauan mutu garam di tingkat produksi, distribusi dan konsumsi. 3. Mengkoordinasikan hasil pemantauan secara periodik di tingkat produksi,

distribusi dan konsumsi serta melaksanakan tindak lanjut pembinaan, pengawasan, pengumuman kepada masyarakat dan tindakan hukum bila diperlukan.

4. Melaksanakan pemantauan distribusi garam rakyat dan garam impor, serta pengadaan dan distribusi KIO3

5. Menstandarisasi dan mensosialisasikan metode uji kadar yodium dengan cepat. 6. Mengadakan dan mendistribusikan peralatan dan bahan uji mutu garam ke

kabupaten/kota, masyarakat dan pengusaha

F. Penguatan Kelembagaan Penanggulangan GAKY

Upaya ini bertujuan untuk mengembangkan dan memperkuat peranan berbagai lembaga yang terlibat langsung maupun tidak langsung dalam proses penanggulangan GAKY.

(15)

Kegiatan yang dilakukan adalah:

1. Peningkatan Kelembagaan Pegaram

Tujuan upaya ini ialah mendirikan atau menguatkan lembaga agar dapat membina dan mengembangkan teknologi produksi garam rakyat. Lembaga ini berfungsi untuk menjembatani dan mengkoordinasikan kebijakan, program dan kegiatan antara pemerintah pusat, propinsi, kabupaten/kota dengan kelompok pegaram.

Kegiatan yang dilakukan oleh lembaga ini adalah sebagai berikut:

a. Memasyarakatkan teknologi pegaraman, produksi garam bahan baku dan garam beryodium.

b. Memfasilitasi penyediaan sarana dan prasarana pegaraman. c. Mengembangkan usaha kelompok pegaram.

d. Mengembangkan kemitraan kelompok pegaram dengan pengusaha besar, BUMN, BUMD, sektor swasta, dan lain-lain.

e. Mengembangkan permodalan dan dana bergulir dalam kerjasama dengan instansi pemerintah, swasta dan perbankan.

2. Peningkatan Kelembagaan Produsen Garam Beryodium

Tujuan upaya penguatan ini adalah untuk mengembangkan Asosiasi Produsen Garam Beryodium di propinsi dan kabupaten/kota untuk mengamankan pasokan garam beryodium di masing-masing daerah.

Asosiasi ini berfungsi untuk:

a. Membina para anggota produsen garam beryodium agar memiliki komitmen untuk mematuhi peraturan dan perundangan yang berlaku.

b. Meningkatkan pengawasan dan penindakan terhadap anggota dalam koordinasi dengan pemerintah pusat, propinsi dan kabupaten/kota.

c. Meningkatkan koordinasi pengadaan dan distribusi KIO3 dengan PT Kimia Farma.

d. Meningkatkan kemitraan dengan kelompok usaha pegaram

3. Peningkatan Kelembagaan Distribusi Garam Beryodium

Tujuan kegiatan ini ialah untuk mengembangkan Asosiasi Pedagang Garam sebagai wahana komunikasi, koordinasi dan pengawasan kegiatan perdagangan garam dalam propinsi dan kabupaten/kota serta antar propinsi dan antar kabupaten/kota.

Kegiatan yang dilaksanakan adalah:

a. Distribusi garam beryodium lintas batas kabupaten/kota dan lintas batas propinsi b. Meningkatkan pengawasan dan penindakan terhadap anggota dalam koordinasi

dengan pemerintah pusat, propinsi dan kabupaten/kota.

c. Membantu pemerintah dan penegak hukum dalam pengawasan distribusi garam impor dan distribusi garam beryodium lintas wilayah

(16)

4. Penguatan TIM GAKY Pusat, Propinsi dan Kab/Kota

Tujuan dari upaya ini adalah untuk lebih mensinkronkan setiap upaya penanggulangan GAKY yang dilakukan oleh masing-masing institusi pelaksana, mulai dari perencanaan, pelaksanaan, pembinaan, pengawasan dan evaluasi.

Beberapa kegiatan yang dilaksanakan meliputi:

a. Revitalisasi Tim GAKY dengan melibatkan instansi pemerintah, penegak hukum, asosiasi produsen, pegaram dan pedagang, lembaga konsumen, lembaga swadaya masyarakat, perguruan tinggi dan lain-lain.

b. Memperkuat peraturan perundangan tentang garam beryodium.

c. Menyusun rencana tahunan dan jangka panjang penanggulangan GAKY.

d. Mengkoordinasikan pelaksanaan upaya penanggulangan GAKY oleh instansi dan lembaga terkait lainnya.

e. Meningkatkan pembinaan dan pengawasan garam beryodium termasuk penegakan hukum di tingkat produksi dan distribusi

f. Melakukan monitoring dan evaluasi tahunan dan jangka panjang dalam upaya penanggulangan GAKY

5. Peningkatan Kelembagaan Keilmuan

Tujuan dari upaya ini ialah mengembangkan dan menguatkan jejaring keilmuan GAKY sebagai forum komunikasi dan rujukan kegiatan-kegiatan keilmuan GAKY dan aplikasinya dalam penanggulangan masalah GAKY.

Kelembagaan keilmuan yang dicakup dalam upaya ini ialah:

a. Pengembangan Pusat GAKY di Universitas Diponegoro - Semarang sebagai simpul inti jejaring keilmuan GAKY dan pengembangan pusat-pusat penelitian dan pengembangan gizi/kesehatan yang terlibat dalam kajian GAKY di berbagai kota di Indonesia dalam kesatuan jejaring keilmuan GAKY.

b. Pengembangan Pusat Teknologi Pegaraman di Balai Riset dan Strandarisasi Teknologi Industri dan Perdagangan (Baristan Indag) di Semarang dan jejaring teknologi pegaraman di beberapa tempat lain dalam kesatuan jejaring teknologi pegaraman di Indonesia.

c. Pengembangan Jejaring Laboratorium GAKY, dengan simpul utama di Laboratorium GAKY/Teknologi Kedokteran UNDIP, bersama-sama simpul Pusat Penelitian dan Pengembangan Gizi Bogor, Balai Penelitian GAKY Magelang, dan berbagai potensi laboratorium di beberapa tempat lain, dalam kesatuan jejaring kerjasama pemeriksaan laboratorium GAKY di Indonesia.

d. Melanjutkan penerbitan jurnal oleh Pusat GAKY dan warta GAKY oleh Tim GAKY Pusat serta publikasi tentang GAKY yang lain

G. Pemenuhan Kebutuhan kapsul minyak beryodium di daerah endemik GAKY

Tujuan upaya ini ialah untuk mencapai pemenuhan ketersediaan kapsul minyak beryodium secara tepat waktu di kecamatan-kecamatan endemik berat dan sedang di seluruh Indonesia.

(17)

Kegiatan yang dilakukan adalah:

1. Merencanakan kebutuhan dan pengadaan kapsul minyak beryodium, dengan menempatkan kapsul minyak beryodium setara dengan vaksin secara nasional. 2. Memperkuat sistem distribusi kapsul minyak beryodium, dengan pengiriman

kapsul sesuai dengan perencanaan kebutuhan di tingkat propinsi dan kabupaten/kota tepat waktu.

3. Memperkuat sistem pengiriman kapsul minyak beryodium dari tingkat propinsi dan kabupaten/kota ke tingkat kecamatan dan desa, 2 bulan sebelum bulan pembagian kapsul minyak beryodium.

4. Memperkuat pelaksanaan promosi kapsul 1 bulan menjelang bulan distribusi kapsul minyak beryodium.

5. Melaksanakan pengawasan, monitoring dan evaluasi distribusi kapsul minyak beryodium

H. Peningkatan Monitoring dan Evaluasi

Tujuan upaya ini ialah untuk meningkatkan efisiensi pelaksanaan manajemen yakni untuk perencanaan dan monitoring dan evaluasi kegiatan penanggulangan GAKY di masa yang akan datang.

Kegiatan yang dilaksanakan adalah:

1. Memantapkan indikator monitoring dan evaluasi GAKY dalam Sistem Informasi Manajemen GAKY (SIM GAKY) sesuai dengan Standar Pelayanan Minimum (SPM).

2. Mengembangkan surveilens GAKY sentinel yang terintegrasi dengan surveilens Gizi

3. Melanjutkan monitoring konsumsi garam beryodium tingkat rumah tangga secara nasional dan reguler tiap 3 tahun sekali

4. Melakukan monitoring status GAKY setiap 3 tahun dengan indikator UIE di daerah endemik di bawah tanggung jawab Pemerintah Daerah

5. Mengembangkan data base GAKY dalam web GIZI.NET

VI. PENUTUP

Kelangsungan hidup dan mutu kehidupan generasi mendatang adalah kontinum dari kelangsungan dan mutu kegiatan yang kita laksanakan bersama di masa lalu, kini dan kesinambungannya ke masa mendatang.

Penanggulangan masalah GAKY dalam keseluruhan perbaikan gizi dan kesehatan masyarakat ditempatkan sebagai bagian dari upaya terpadu dalam rangka merenda kelangsungan hidup dan mutu generasi mendatang .

Rencana aksi ini menjadi kenyataan aksi hanya manakala kesepakatan yang disusun bersma dilaksanakan konsisten, terpadu dan berkelanjutan.

Gambar

Gambar 1. Kabupaten/Kota yang mencapai Universal Salt Iodization/USI (konsumsi  garam beryodium tingkat rumah tangga cukup  &gt;=90%) tahun 1998 - 2003

Referensi

Dokumen terkait

III-6.. Adapun metode sampling dilakukan dengan sampel dari kontainer. Unsur yang terpilih menjadi sampel bisa disebabkan karena kebetulan atau karena faktor lain yang

dalam proses komunikasi terapeutik perawat terhadap pasien disampaikan dalam bentuk verbal dan nonverbal yang dapat dilihat pada proses saat pasien masuk, saat

Berkaitan dengan pentingnya hal tersebut, maka perlu diperhatikan oleh perusahaan Hello Tours and Travel Manado, yakni sebuah perusahaan yang bergerak dibidang

Artinya kesimpulan pada efek khusus (pada masing-masing model pembelajaran dan pada masing-masing kemampuan spasial) akan sejalan dengan kesimpulan pada efek utama yaitu

Solusi yang diberikan untuk mengatasi hambatan-hambatan yang terjadi dalam proses implementasi nilai-nilai Bhineka Tunggal Ika pada siswa di SMP Negeri 1

(IWBs) dan mouse mischief berhasil meningkatkan hasil belajar PLH dengan adanya perencanaan yang baik diantaranya; penggunaan media pembelajaran yang dapat

Tidak terdapat perbedaan yang bermakna atau tidak signifikan antara masa inkubasi pada daya hambat propolis gel terhadap bakteri anaerob penyebab penyakit

Jika produk ini mengandung komponen dengan batas pemaparan, atmosfir tempat kerja pribadi atau pemantauan biologis mungkin akan diperlukan untuk memutuskan keefektifan ventilasi atau