• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II LANDASAN TEORI"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

8

LANDASAN TEORI

2.1 Kajian Teori

2.1.1 Pendidikan Karakter

2.1.1.1 Pengertian Pendidikan Karakter

Dewasa ini, wacana mengenai pendidikan karakter semakin mendapat perhatian dari berbagai pihak. Banyaknya fenomena yang mencerminkan degradasi moral dalam konteks kebangsaan telah membuat semua pihak khawatir dan prihatin. Tidak bisa dimungkiri, kini perilaku tercela seolah menjadi suatu yang biasa terjadi. Situasi ini sesungguhnya memberikan ancaman tersendiri bagi perkembangan generasi muda (Budiharjo, 2015). Menyikapi hal ini, banyak pihak, terutama kalangan pendidikan menyampaikan pentingnya diterapkan pendidikan karakter sebagai solusinya. sebab salah satu fungsi pendidikan adalah pembentukan sikap dan karakter manusia (Sultoni, 2016).

Undang-undang 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional pada Pasal 3, yang menyebutkan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk karakter serta peradaban bangsa yang bermanfaat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Pendidikan nasional bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan ,menjadi warga negara demokratis serta bertanggung jawab. Sedangkan menurut Ki Hadjar Dewantara (dalam Wilujeng, 2012) pendidikan merupakan daya upaya memajukan budi

(2)

pekerti (kekuatan batin, karakter), pikiran (intelect) dan tubuh anak, dimana bagian-bagian tersebut tidak boleh dipisahkan agar kita dapat memajukan kesempurnaan hidup anak-anak kita.

Pendidikan karakter merupakan gerakan pendidikan di sekolah untuk memperkuat karakter melalui proses pembentukan, transformasi, transmisi, dan pengembangan potensi peserta didik dengan cara harmonisasi olah hati (etik dan spiritual), olah rasa (estetik), olah pikir (literasi dan numerasi), dan olah raga (kinestik) sesuai falsafah hidup pancasila (Kemendikbud, 2016). Pendidikan karakter merupakan dinamika pengembangan kemampuan yang berkesinambungan dalam diri manusia untuk mengadakan internalisasi nilai-nilai sehingga menghasilkan disposisi aktif dan stabil dalam diri individu (Koesoema, 2011).

Kebijakan Nasional pembangunan karakter bangsa tahun 2010-2025 menyebutkan pendidikan karakter adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana serta proses pemberdayaan potensi dan pembudayaan peserta didik guna membangun karakter pribadi atau kelompok yang unik baik sebagai warga negara. Kemendiknas (2010) menyebutkan bahwa pendidikan karakter merupakan upaya-upaya yang dirancang dan dilaksanakan secara sistematis untuk menanamkan nilai-nilai perilaku peserta didik yang berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan, dan kebangsaan yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan berdasarkan norma-norma agama, hukum, tata karma, budaya, dan adat istiadat.

(3)

Berdasarkan pengertian pendidikan karakter di atas dapat disimpulkan bahwa pendidikan karakter merupakan upaya yang transformatif pengetahuan dan nilai-nilai luhur yang bersumber dari agama, budaya dan kebangsaan.

2.1.1.2 Nilai-nilai Pendidikan Karakter

Menurut Kemendikbud, (2016) ada lima nilai utama karakter yang saling berkaitan membentuk jejaring nilai yang perlu dikembangkan. Kelima nilai utama karakter bangsa yang dimaksudkan adalah sebagai berikut:

2.1.1.2.1 Religius

Nilai karakter religius mencerminkan keberimanan terhadap Tuhan yang Maha Esa yang diwujudkan dalam perilaku melaksanakan ajaran agama dan kepercayaan yang dianut, menghargai perbedaan agama, menjunjung tinggi sikap toleran terhadap pelaksanaan ibadah agama dan kepercayaan lain, hidup rukun dan damai dengan pemeluk agama lain. Nilai karakter religius ini meliputi tiga dimensi relasi sekaligus, yaitu hubungan individu dengan Tuhan, individu dengan sesama, dan individu dengan alam semesta (lingkungan). Nilai karakter religius ini ditunjukkan dalam perilaku mencintai dan menjaga keutuhan ciptaan. Subnilai religius antara lain damai, toleransi, menghargai perbedaan agama dan kepercayaan, teguh pendirian, percaya diri, kerja sama antar pemeluk agama dan kepercayaan, antibuki dan kekerasan, persahabatan, ketulusan, tidak memaksa kehendak, mencintai lingkungan, melindungi yang kecil dan tersisih.

2.1.1.2.2 Nasionalis

Nilai karakter nasionalis merupakan cara berpikir, bersikap, dan berbuat yang menunjukkan kesetiaan, kepedulian, dan penghargaan yang tinggi terhadap bahasa, lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, dan politik bangsa,

(4)

menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan diri dan kelompokknya. Subnilai nasionalis antara lain apresiasi budaya bangsa sendiri, menjaga kekayaan budaya bangsa, rela berkorban, unggul, dan berprestasi, cinta tanah air, menjaga lingkungan, taat hukum, disiplin, menghormati keragaman budaya, suku, dan agama.

2.1.1.2.3 Mandiri

Nilai karakter mandiri merupakan sikap dan perilaku tidak bergantung pada orang lain dan mempergunakan segala tenaga, pikiran, waktu untuk merealisasikan harapan, mimpi dan cita-cita. Subnilai mandiri antara lain etos kerja (kerja keras), tangguh tahan banting, daya juang, profesional, kreatif, keberanian, dan menjadi pembelajar sepanjang hayat.

2.1.1.2.4 Gotong Royong

Nilai karakter gotong royong mencerminkan tindakan menghargai semangat kerja sama dan bahu-membahu menyelesaikan persoalan bersama, menjalin komunikasi dan persahabatan, memberi bantuan atau pertolongan pada orang-orang yang membutuhkan. Subnilai gotong royong antara lain menghargai, kerja sama, inklusif, komitmen atas keputusan bersama, musyawarah mufakat, tolong-menolong, solidaritas, empati, anti diskriminasi, anti kekerasan, dan sikap kerelawanan.

2.1.1.2.5 Integritas

Nilai karakter integritas merupakan nilai yang mendasari perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan, memiliki komitmen dan kesetiaan pada nilai kemanusiaan dan moral (integritas moral). Karakter integritas

(5)

meliputi sikap tanggung jawab sebagai warga negara, aktif terlibat dalam kehidupan sosial, melalui konsistensi tindakan dan perkataan yang berdasarkan kebenaran. Subnilai integritas antara lain kejujuran, cinta pada kebenaran, setia, komitmen moral, anti korupsi, keadilan, tanggung jawab, keteladanan, dan menghargai martabat individu (terutama penyandang disabilitas).

Kelima nilai utama karakter bukanlah nilai yang berdiri dan berkembang sendiri-sendiri melainkan yang berinteraksi satu sama lain, yang berkembang secara dinamis dan membentuk keutuhan pribadi, dari nilai utama manapun pendidikan karakter dimulai, individu dan sekolah perlu mengembangkan nilai-nilai utama lainnya baik secara kontekstual maupun universal (Kemendikbud, 2016).

Menurut Achmad (2016) isi pendidikan karakter adalah nilai-nilai karakter positif menurut moral universal, terdapat tujuh nilai karakter esensial atau karakter inti yang harus dikembangkan pada siswa. Nilai-nilai karakter tersebut adalah: Honesty (kejujuran), compassion (belas kasih), courage (keberanian), kidness (baik hati), self-control (kontrol diri), cooperation (kerjasama), dan diligence (rajin) atau hard work (kerja keras). Matin (2015) menyebutkan bahwa nilai-nilai karakter yang diharapkan adalah nilai-nilai yang bersifat aktual dalam berperilaku (behavior values) yaitu sikap jujur (benar), adil, amanah, arif , rasa malu tanggung jawab, berani, disiplin, mandiri, kasih sayang, toleran, cinta tanah air atau cinta bansa atau kewarganegaraan.

Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa nilai-nilai pendidikan karakter adalah nilai-nilai perilaku manusia dalam hubungannya

(6)

dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia, dan lingkungan, serta kebangsaan.

2.1.1.3 Tujuan Pendidikan Karakter

Pendidikan karakter bertujuan membentuk dan membangun pola pikir, sikap dan perilaku peserta didik agar menjadi pribadi yang positif, berakhlak, berjiwa luhur, dan bertanggung jawab (Yaqin, 2016). Menurut kemendikbud, 2016 pendidikan karakter memiliki tujuan sebagai berikut: 1) Mengembangkan platform pendidikan nasional yang meletakkan makna dan nilai karakter sebagai jiwa atau generator utama penyelenggaraan pendidikan, 2) membangun dan membekali Generasi Emas Indonesia 2045 menghadapi dinamika perubahan di masa depan dengan keterampilan abad 21,3) mengembalikan pendidikan karakter sebagai ruh dan fondasi pendidikan melalui harmonisasi olah hati (etik dan spiritual), olah rasa (estetik), olah pikir (literasi dan numerasi), dan olah raga (kinestik), 4) merevitalisasi dan memperkuat kapasitas ekosistem pendidikan (kepala sekolah, guru, siswa, pengawas dan komite sekolah) untuk mendukung perluasan implementasi pendidikan karakter, 5) membangun jejaring pelibatan masyarakat (publik) sebagai sumber-sumber belajar di dalam dan di luar sekolah. 6) melestarikan kebudayaan dan jati diri bangsa Indonesia dalam mendukung Gerakan Nasional Revolusi Mental (GNRM).

Gunawan (2012) menyebutkan bahwa pendidikan karakter pada intinya bertujuan untuk membentuk bangsa yang tangguh, kompetitif, berakhlak mulia, bertoleran, gotong-royong, berjiwa patriotik, berkembang dinamis, berorientasi pada ilmu pengetahuan dan teknologi yang semuanya dijiwai oleh iman dan taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan Pancasila.

(7)

Berdasarkan penjelasan yang telah dikemukakan, dapat disimpulkan bahwa tujuan pendidikan karakter memiliki fokus pada pengembangan potensi peserta didik secara keseluruhan, untuk menjadi individu yang berakhlak mulia, mampu hidup mandiri dan siap untuk menghadapi tantangan di zaman yang akan datang.

2.1.1.4 Implementasi Pendidikan Karakter

Menurut Kemendikbud (2016) implementasi pendidikan karakter dapat dilakukan dengan tiga pendekatan utama yaitu berbasis kelas, berbasis budaya sekolah, dan berbasis masyarakat. Berbasis kelas meliputi: (a) Pengintegrasian dalam kurikulum, (b) melalui manajemen kelas, (c) melalui pilihan dan penggunaan metode pembelajaran, (d) melalui pembelajaran tematis, (e) melalui gerakan literasi, (f) melalui layanan bimbingan dan konseling. Berbasis budaya sekolah berfokus pada pembiasaan dan pembentukan budaya yang merepresentasikan nilai-nilai utama pendidikan karakter yang menjadi prioritas satuan pendidikan, pembiasaan ini diintegrasikan dalam keseluruhan kegiatan di sekolah yang tercermin dari suasana dan lingkungan sekolah yang kondusif. Berbasis masyarakat yakni satuan pendidikan dapat melakukan berbagai kolaborasi dengan lembaga, kominitas, dan organisasi lain di luar satuan pendidikan yang dapat menjadi mitra dalam pendidikan karater.Menurut Kemendiknas (2010) penyelengaraan pendidikan karakter di SMP dilakukan secara terpadu melalui 3 jalur yaitu: Pembelajaran, manajemen sekolah, dan kegiatan pembinaan kesiswaan. Ningsih (2014) menyebutkan bahwa pengintegrasian pendidikan karakter dapat melalui program pengembangan diri dan budaya sekolah. Program pengembangan diri meliputi kegiatan rutin sekolah

(8)

seperti upacara, kegiatan spontan seperti penggalangan dana kematian, dan keteladanan warga sekolah.

Berdasarkan pengertian di atasdapat disimpulkan bahwa pengimplementasian pendidikan karakterdapat dilakukan melalui tiga cara yaitu berbasis kelas, berbasis budaya sekolah, dan berbasis masyarakat.

2.1.2 Hakikat IPA dan Pembelajaran IPA 2.1.2.1 Definisi IPA

Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan cara mencari tahu tentang alam

secara sistematis untuk menguasai kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, prinsip-prinsip, proses penemuan dan memiliki sikap ilmiah. Peraturan Menteri No. 58 Tahun 2014 tentang Kurikulum SMP lampiran 3 menyebutkan bahwa IPA dipandang sebagai cara berpikir untuk memahami alam, melakukan penyelidikan, dan sebagai kumpulan pengetahuan. Menurut Wibowo (2016)IPA adalah suatu mata pelajaran yang memuat kumpulan teori yang sistematis, penerapannya secara umum terbatas pada gejala alam, lahir dan berkembang melalui metode ilmiah seperti observasi dan eksperimen serta menuntut sikap ilmiah seperti rasa ingin tahu, terbuka, jujur, dan sebagainya. Hal ini sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh Collete dan Chiappetta (1994) yang menyatakan bahwa IPA pada hakikatnya merupakan; kumpulan pengetahuan (a body of knowledge), cara atau jalan berpikir (method of thinking), dan cara untuk penyelidikan (method of investigating).

Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa IPA merupakan ilmu yang mempelajari tentang alam melalui metode ilmiah seperti observasi dan

(9)

eksperimen serta menuntut sikap ilmiah seperti rasa ingin tau, jujur, terbuka dan sebagainya.

2.1.2.2. Karakteristik dan Ruang Lingkup IPA

Ilmu pengetahuan Alam (IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan. IPA diperlukan dalam kehidupan sehari-hari untuk memenuhi kebutuhan manusia melalui pemecahan masalah-masalah yang dapat diidentifikasi (Kurikulum, 2013). Peraturan Menteri No. 58 tentang Kurikulum SMP lampiran 3 menyebutkan bahwa ruang lingkup mata pelajaran IPA di SMP/MTs menekankan pada pengamatan fenomena alam dan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari, isu-isu fenomena alam terkait dengan kompetensi produktif dengan perluasan pada konsep abstrak yang meliputi aspek-aspek sebagai berikut:

a. Biologi

Meliputi objek IPA, klasifikasi makhluk hidup, organisasi kehidupan energi dalam kehidupan, interaksi makhluk hidup dengan lingkungannya, pencemaran lingkungan, pemanasan global, sistem gerak pada manusia, struktur tumbuhan, sistem pencernaan, sistem ekskresi, sistem reproduksi, hereditas, dan perkembanga produk.

b. Kimia

Meliputi karakteristik zat, sifat bahan, bahan kimia, unsur senyawa, dan campuran, pemisahan campuran, perubahan fisika, dan perubahan kimia, asam dan basa, atom, ion, dan molekul.

(10)

c. Fisika

Meliputi energi dalam kehidupan, suhu, pemuaian, dan kalor, gerak lurus, gaya dan Hukum Newton, pesawat sederhana, tekanan zat cair, getaran, gelombang dan bunyi, cahaya dan alat optik, listrik statis dan dinamis, kemagnetan dan induksi elektromagnetik.

d. Bumi dan Alam Semesta

Meliputi struktur bumi, tata surya, gerak edar bumi dan bulan.

2.1.2.3. Pembelajaran IPA

Menurut Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No.20 Tahun 2003, pembelajaran diartikan sebagai proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Sedangkan menurut Susanto (2013) pembelajaran merupakan bantuan yang diberikan pendidik agar terjadi proses pemerolehan ilmu dan pengetahuan, penguasaan, kemahiran, serta membentuk sikap dan keyakinan pada peserta didik. Berdasarkan pegertian di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran merupakan proses untuk membantu peserta didik memperoleh pengetahuan dan juga keterampilan, di lingkungan belajar yang baik.

Pembelajaran IPA adalah ilmu yang mempelajari peristiwa-peristiwa yang terjadi di alam dengan melakukan observasi, eksperimentasi, penyimpulan, penyusunan teori agar siswa mempunyai pengetahuan, gagasan, dan konsep yang terorganisasi tentang alam sekitar, yang diperoleh dari pengelaman melalui serangkaian proses ilmiah antara lain penyelidikan, penyusunan, dan penyajian gagasan-gagasan.Peraturan Menteri No. 58 tentang Kurikulum SMP lampiran 3 menyebutkan bahwa pembelajaran IPA, harus selalu terkait dengan konteks yang

(11)

terjadi di lingkungan dan masyarakat. Dengan demikian pembelajaran IPA harus pula mendukung proses pembudayaan peserta didik sebagai warga masyarakat. Hal ini sejalan dengan penadapat Bruner (dalam Kurikulum, 2013) yang menyatakan bahwa pembelajaran dan jenis pengetahuan yang dianggap penting adalah yang terkait erat dengan nilai-nilai masyarakat dan yang berguna dalam konteks masyarakat.

Berdasarkan pengertian pembelajaran IPA di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran IPA adalah ilmu yang mempelajari peristiwa-peristiwa yang tarjadi di alam dengan melakukan sikap ilmiah seperti observasi dan eksperimen.

2.1.2.4 Tujuan Pembelajaran IPA

Tujuan umum pembelajaran IPA di jenjang pendidikan SMP/MTs sebagaimana tercantum Kurikulum 2013 adalah: (a) Mengagumi keteraturan dan kompleksitas ciptaan Tuhan tenteng aspek fisik dan materi, kehidupan dalam ekosistem, dan peranan manusia dalam lingkungan sehingga bertambah keimanannya, serta mewujudkannya dalam pengalaman ajaran agama yang dianutnya, (b) Menunjukkan perilaku ilmiah (memiliki rasa ingin tahu, objektif, jujur, teliti, cermat, tekun, hati-hati; bertanggung jawab; terbuka; kritis; kreatif; inovatif dan peduli lingkungan) dalam aktivitas sehari-hari sebagai wujud implementasi sikap dalam melakukan pengamatan, percobaan, dan berdiskusi.(c) Menghargai kerja individu dan kelompok dalam aktivitas sehari-hari sebagai wujud implementasi melaksanakan percobaan dan melaporkan hasil percobaan guna memupuk sikap ilmiah yaitu jujur, objektif, terbuka, ulet, kritis dan dapat bekerja sama dengan orang lain, (d) Menguasai konsep dan prinsip IPA serta mempunyai keterampilan mengembangkan pengetahuan, dan sikap percaya diri

(12)

sebagai bekal untuk melanjutkan pendidikan pada jenjang yang lebih tinggi serta mengembangkan ilmu pengetahuan teknologi.

Menurut lampiran Permendikbud Nomor 21 Tahun 2016 tentang Standar Isi Pendidikan Dasar dan Menengah yang menyatakan bahwa mata pelajaran IPA di SMP/MTs bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut: (a)Memiliki sikap rasa ingin tahu, logis, kritis, analisis, jujur dan tanggung jawab melalui IPA. (b) Mengajukan pertanyaan tentang fenomena IPA, melaksanaan percobaan mencatat dan menyajikan hasil penyelidikan dalam bentuk tabel dan grafik, menyimpulkan, serta melaporkan hasil penyelidikan secara lisan maupun tertulis untuk menjawab pertanyaan tersebut, (c) Memahami konsep dan prinsip IPA saling keterkaitannya dan diterapkan dalam penyelesaian masalah, (d) Memahami konsep dan prinsip IPA serta saling keterkaitannya dan diterapkan dalam menyelesaikan masalah dalam kehidupan.

Dari tujuan pembelajaran IPA tersebut, diharapkan pendidik dapat menciptakan suasana pembelajaran yang efektif dan kondusif, untuk mendapatkan hasil yang maksimal sebagaimana yang tercantum dalam tujuan pembelajaran IPA di atas.

2.1.3 Implementasi Pendidikan Karakter dalam Pembelajaran IPA

Pendidikan karakter melalui materi pembelajaran berkaitan dengan nilai-nilai dan norma-norma yang dikaitkan dengan konteks kehidupan sehari-hari (Ningsih, 2014). Implementasi pendidikan karakter pada mata pelajaran mengarah pada internalisasi nilai-nilai keseharian melalui proses perencanaan, pelaksanaan, dan penilaian pembelajaran (Asmani, 2011). Implementasi pendidikan karakter dilakukan dengan tiga pendekatan utama, yaitu berbasis kelas, berbasis budaya

(13)

sekolah, dan berbasis masyarakat. Ketiga pendekatan ini saling terkait dan merupakan satu kesatuan yang utuh (Kemendikbud, 2016).

Pendidikan karakter terintegrasi dalam setiap mata pelajaran, tidak terkecuali pada pelajaran IPA. Berdasarkan pengertian di atas pengimplementasian pendidikan karakter dalam pembelajaran IPA meliputi pengintegrasian pendidikan karakter dalam kurikulum, melalui pilihan dan penggunaan metode pembelajaran, dan melalui manajemen kelas.

2.1.3.1 Pengintegrasian pendidikan karakter dalam kurikulum

Melakukan analisis KD melalui identifikasi nilai-nilai yang terkandung dalam pembelajaran. Kompetensi dasar dan materi pembelajaran hanya diambil satu contoh dari masing-masing kelas yakni, kelas 7, 8 dan 9.

Tabel 2.1 Kompetensi dasar dan materi pembelajaran IPA SMP/MTs berdasarkan Permendikbud Nomor 24 tahun 2016 Kelas Kompetensi Dasar Materi Pembelajaran Contoh Nilai Karakter 7 3.1 Menerapkan konsep

pengukuran berbagai besaran yang ada pada diri sendiri, makhluk hidup lain, dan benda-benda di sekitar serta pentingnya penggunaan satuan

standar (baku) dalam

pengukuran.

4.1 Menyajikan data hasil pengukuran dengan alat ukur yang sesuai pada diri sendiri, makhluk hiduplain, dan benda-benda di sekitar dengan menggunakan satuan tak baku dan satuan baku.

Objek Ilmu Pengetahuan Alam dan pengamatannya

- Pengukuran - Besaran Pokok

dan turunan - Satuan baku dan

tak baku Kegiatan siswa mencari informasi materi pembelajaran dapat menumbuhkan sifat mandiri, kratif, rasa ingin tahu.

8 3.1 Memahami gerak pada

makhluk hidup, sistem gerak pada manusia, dan upaya

Sistem Gerak pada

Manusia

Pemberian tugas

untuk membuat

tulisan tentang materi pembelajaran

(14)

menjaga kesehatan sistem gerak.

4.1 Membuat tulisan tentang berbagai gangguan pada sistem gerak, serta upaya menjaga kesehatan sistem gerak manusia. - Struktur dan fungsi rangka - Struktur dan fungsi sendi - Upaya menjaga kesehatan sisitem gerak dapat menumbuhkan sikap tanggung jawab, kejujuran, dan kerja keras

9 3.1 Memahami sistem

reproduksi pada manusia dan

gangguan pada sistem

reproduksi, serta penerapan pola hidup yang menunjang kesehatan reproduksi

4.1 Menyajikan hasil

penelusuran informasi dari berbagai sumber terkait

kesehatan dan upaya

pencegahan gangguan pada organ reproduksi

Sistem Reproduksi Pada Manusia - Pembelahan sel - Sistem reproduksi manusia - Kelainan dan penyakit pada sistem reproduksi - Pola hidup yang

menunjang kesehatan reproduksi Penyajian hasil penelusuran informasi terkait meteri pelajaran dapat meumbuhkan sikap kerja sama, kratif dan kerja keras

2.1.3.2 Melalui pilihan dan penggunaan metode pembelajaran

Pendidikan karakter terintegrasi dalam kurikulum dilakukan melalui pembelajaran di kelas dengan menggunakan metode pembelajaran yang tepat. Guru harus pandai memilih, agar metode pembelajaran yang digunakan secara tidak langsung menanamkan pembentukan karakter peserta didik. Metode pembelajaran yang dipilih harus dapat membantu guru dalam memberikan pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkan peserta didik, beberapa metode pembelajaran yang dapat dipilih guru secara kontekstual, antara lain: (a) Saintific learning, (b) inquiry atau discovery learning, (c) problem based learning, (d) project based learning, (e) cooperative learning (Kemendikbud, 2016).

Sesuai dengan Standar Kompetensi Lulusan 2016 sasaran pembelajaran mencakup pengembangan ranah sikap, pengetahuan, dan keterampilan yang

(15)

dielaborasi untuk setiap satuan pendidikan. Karakteristik kompetensi beserta perbedaan lintasan perolehan turut serta mempengaruhi karakteristik standar proses. Untuk memperkuat pendekatan ilmiah (scientific), tematik terpadu (tematik antar matapelajaran), dan tematik (dalam suatu mata pelajaran) perlu diterapkan pembelajaran berbasis penyingkapan atau penelitian (discovery atau inquiry learning). Untuk mendorong kemampuan peserta didik untuk menghasilkan karya kontekstual, baik individual maupun kelompok maka sangat disarankan menggunakan pendekatan pembelajaran yang menghasilkan karya berbasis pemecahan masalah (project based learning). Sejalan dengan Malawi (2013) pembelajaran dengan kontekstual mencakup beberapa strategi yaitu: (1) pembelajaran berbasis masalah, (2) pembelajaran kooperatif, (3) pembelajaran berbasis proyek, (4) pembelajaran pelayanan dan (5) pembelajaran berbasis kerja. Kelima strategi tersebut dapat memberikan pengalaman karakter siswa.

Husamah, (2014) menyebutkan bahwa sintaks model pembelajaran kooperatif ada enam fase yakni: (1) Menyampaikan tujuan dan memotivasi peserta didik, (2) Menyimak informasi, (3) mengorganisasikan peserta didik dalam kelompok-kelompok belajar, (4) membimbing kelompok bekerja dan belajar, (5) evaluasi, (6) memberikan penghargaan. Arends ( dalam Husamah, 2014) menyebutkan bahwa sintak pembelajaran berbasis masalah terdiri dari lima langkah antara lain: (1) Orientasi peserta didik pada masalah, (2) mengorganisir peseta didik dalam belajar, (3) membimbing penyelidikan individu maupun kelompok, (4) mengembangkan dan menyajikan hasil karya, (5) menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah. Husmah, (2014) menyebutkan bahwapembelajaran berbasis proyek memiliki sintaks yakni. (1) peserta didik

(16)

mengumpulkan informasi tentang suatu topik, (2) menyusun proposal (merumuskan masalah, menuliskan latar belakang masalah dan memprediksi penyelesaian masalah, (3) melakukan pratikum atau kegiatan untuk mengetahui pemecahan permasalahan, (4) menyusun laporan atau produk, (5) mempresentasikan hasil kerja dan seluruh langkah dikerjakan oleh peserta didik secara berkelompok.

2.1.3.3 Melalui Manajemen Kelas

Pengelolaan kelas merupakan usaha untuk mengatur kegiatan proses belajar mengajar secara sistematis. Usaha tersebut diarahkan pada persiapan materi pembelajaran, menyiapkan sarana dan alat peraga, pengaturan ruang belajar, mewujudkan situasi dan kondisi pembelajaran dan pengaturan waktu, sehingga proses belajar mengajar berjalan dengan baik dan tujuan kurikuler dapat tercapai secara efektif efisien. Guru sebagai tenaga profesional dituntut mampu mengelola kelas yaitu menciptakan dan mempertahankan kondisi belajar yang optimal bagi tercapainya tujuan pengajaran, maka kelas harus dikelola sebaik-baiknya oleh guru. Selanjutnya pengelolaan kelas didefinisikan juga sebagai: a) Perangkat kegiatan guru untuk mengembangkan tingkah laku peserta didik yang diinginkan, b) Seperangkat kegiatan guru untuk mengembangkan hubungan interpersonal yang baik dan iklim sosio emosional kelas yang positif, c) Seperangkat kegiatan guru untuk menumbuhkan dan mempertahankan organisasi kelas yang efektif (Kadir, 2014).

Guru sebagai pengelola kelas merupakan orang yang mempunyai peranan yang strategis yaitu orang yang merencanakan kegiatan-kegiatan yang akan dilakukan di kelas, orang yang akan mengimplementasikan kegiatan yang

(17)

dirancanakan dengan subjek dan objek peserta didik, orang yang menentukan dan mengambil keputusan dengan strategi yang akan menentukan alternatif solusi untuk mengatasi hambatan dan tantangan yang muncul saat proses belajar mengajar, dengan demikian pengelolaan kelas tidak dapat terlepas dari motivasi kerja guru, karena dengan mitivasi kerja guru ini akan terlihat sejauh mana motivasi guru untuk melakukan pengelolaan kelas, sedangkan dengan kepemimpinan guru yang tepat digunakan dalam pengelolaan kelas akan mengoptimalkan dan memaksimalkan keberhasilan pengelolaan kelas tersebut (Kadir, 2014).

Manajemen kelas (pengelolaan kelas) adalah momen pendidikan yang menempatkan para guru sebagai individu yang berwenang dan memiliki otonomi dalam proses pembelajaran. Dalam proses pengelolaan dan pengaturan kelas dapat momen penguatan nilai-nilai pendidikan karakter. Contohnya, sebelum memulai pelajaran pendidik bisa mempersiapkan peserta didik untuk secara psikologis dan emosional memasuki materi pembelajaran, untuk menanamkan nilai kedisiplinan dan komitmen bersama, guru bersama peserta didik membuat komitmen kelas yang akan disepakati pada saat peserta didik belajar. Pengelolaan kelas yang baik dapat membentuk karakter (Kemendikbud, 2016).

Berdasarkan pengertian pengelolaan kelas di atas dapat disimpulkan bahwa pengelolaan kelas merupakan optimalisasi kelas sebagai tempat yang mampu menghasilkan kegiatan belajar mengajar yang efektif, dan pengelolaan kelas yang baik dapat membentuk karakter peseta didik.

2.1.4 Kajian Penelitian yang Relevan

Untuk mendukung penelitian ini, berikut dikemukakan hasil penelitian terdahulu yang berhubungan dengan penelitian ini:

(18)

a). Tesis Kamal (2012) bertujuan untuk mengetahui bagaimana proses pelaksanaan pendidikan nilai karakter di Madrasah Ibtidaiyah Negeri Malang 1, apa saja nilai-nilai yang ditanamkan dan kendala yang dihadapi guru dalam pendidikan karakter beserta solusinya. Hasil penelitian ini menitikberatkan pada pembahasan evaluasi pelaksanaan pendidikan karakter anak yang mengacu pada pendidikan akhlak mulia yang dipadukan dengan konsep Kemetrian Pendidikan Nasional (Kemendiknas), di mana konsep pendidikan karakter di Madrasah Ibtidaiyah Negeri Malang 1 diimplementasikan ke dalam beberapa aspek yaitu kurikulum mata pelajaran, budaya madrasah, dan program pengembangan diri. Persamaan penelitian Rahmat Kamal dengan penelitian yang akan peneliti teliti yaitu keduanya sama-sama membahas tentang pendidikan karakter, serta menggunakan metode penelitian yang sama yakni penelitian lapangan dengan pendekatan kualitatif. Sedangkan perbedaan dua penelitian ini adalah pada penelitian Rahmat Kamal terfokus pada proses pelaksanaan pendidikan nilai karakter di Madrasah Ibtidaiyah Negeri Malang 1, sementara penelitian ini terfokus pada implementasi pendidikan karakter dalam pembelajaran IPA kelas VII di SMP Negeri 3 Malang, serta lokasi penelitiannya juga berbeda.

b). Penelitian Muslim (2013) bertujuan untuk mengetahui adakah pengaruh pelaksanaan pendidikan karakter pada mata pelajaran Sejarah terhadap sikap nasionalisme siswa kelas XI MA Al Asror. Hasil penelitian menunjukkan adanya pengaruh pelaksanaan pendidikan karakter pada mata pelajaran Sejarah terhadap sikap nasionalisme. Persamaan penelitian Muslim dengan penelitian yang akan peneliti teliti yaitu sama-sama membahas tentang pendidikan karakter. Perbedaan peneitian ini adalah pada fokus mata pelajaran yakni pada

(19)

penelitian Muslim mata pelajaran yang diteliti yaitu pelajaran Sejarah sedangkan mata pelajaran yang akan peneliti teliti yaitu pelajaran IPA, dan juga berbeda pada metode penelitiannya yakni penelitian Muslim, menggunakan metode penelitian Eksperimen sedangkan peneliti menggunakan metode penelitian Lapangan (Field research).

2.1.5 Kerangka Pikir Penelitian

Kerangka pikir penelitian “ Implementasi Pendidikan Karakter dalam Pembelajaan IPA di SMP Negeri 3 Malang” dapat dilihat pada Gambar 1.1. sebagai berikut:

(20)

Gambar 2.1 Kerangka Pikir Penelitian Pendidikan Karakter

Tujuan Pendidikan Karakter Pendidikan karakter bertujuan membentuk dan membangun pola pikir, sikap dan perilaku peserta didik agar menjadi pribadi yang positif, berakhlak, berjiwa luhur, dan bertanggung jawab. Berbasis Sekolah Berbasis Kelas Berbasis Masyarakat

Implementasi Pendidikan Karakter dalam Pembelajaran IPA

Pengintegrasian pendidikan karakter dalam kurikulum

Penggunaan metode dan strategi pembelajaran

Manajemen kelas (pengelolaan kelas)

Kompetensi dasar

Materi pelajaran IPA

Nilai karakter

Metode pembelajaran (Saintific learning, inquiry atau

discovery learning,problem based learning, project based learning, cooperative learning,

text based instruction) Metode pembelajaran

(Kolaboratif, presentasi, diskusi, debat, pemanfaatan

Gambar

Tabel 2.1 Kompetensi dasar  dan  materi pembelajaran IPA SMP/MTs berdasarkan Permendikbud  Nomor 24 tahun 2016  Kelas  Kompetensi  Dasar  Materi  Pembelajaran  Contoh Nilai Karakter  7  3.1  Menerapkan  konsep pengukuran  berbagai  besaran yang  ada  pada
Gambar 2.1 Kerangka Pikir Penelitian Pendidikan Karakter

Referensi

Dokumen terkait

Keseluruhan responden memiliki rekening di bank konvensional, meskipun sikap dan pandangan mereka berbeda-beda tentang hukum bunga bank, bahkan sebagian mereka

“Pengaruh Kemandirian Belajar Peserta Ddidik Terhadap Hasil Belajar Peserta Didik Pada Mata Pelajaran Ekonomi (Survey Pada Siswa Kelas X IIS Sekolah. Menengah Atas (SMA) Angkasa

Dalam AECT, kode Etik dibedakan menjadi 3 kategori yaitu: Komite individu , seperti perlindungan hak untuk mendapatkan materi dan hasil untuk dilindungi keselamatan dan kesehatan

Hal ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Juliana di Bina Autis Mandiri Palembang tahun 2011 yang menyatakan bahwa persentase kategori usia ayah

To answer both research questions, the writer used library research as the method of this study. Psychological approach was applied in this study because it focuses on the

Given that the focus of a qualitative research like this is the perception and experience of the research participant(s) as well as the manner in which they make sense

(1984:56).. Konsep ini mengasumsikan sebuah konsensus atau persetujuan sederhana oleh mayoritas populasi untuk arah tertentu yang mereka usulkan dengan kekuatan. Bagaimanapun

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan 1) Untuk mengetahui bagaimana pengaruh model pembelajaran PBL terhadap kemampuan penalaran matematik siswa terhadap