• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pola Interaksi

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, pola adalah gambar yang dibuat contoh/model ataupun bentuk (struktur) yang tetap. Jika dihubungkan dengan interaksi, maka pola interaksi adalah bentuk-bentuk dalam proses terjadinya interaksi. Apabila dua orang bertemu maka interaksi sosial dimulai pada saat itu. Mereka saling menegur, berjabat tangan, saling berbicara bahkan mungkin berkelahi. Aktivitas-aktivitas semacam itu merupakan bentuk/pola interaksi sosial.

Bentuk jalinan interaksi yang terjadi antara individu dan individu, individu dan kelompok, dan kelompok dan kelompok bersifat dinamis dan mempunyai pola tertentu. Apabila interaksi sosial tersebut diulang menurut pola yang sama dan bertahan untuk jangka waktu yang lama, akan terwujud hubungan sosial yang relatif mapan.

Pola interaksi sosial memiliki ciri-ciri sebagai berikut.

a) Berdasarkan kedudukan sosial (status) dan peranannya. Contohnya, seorang guru yang berhubungan dengan muridnya harus mencerminkan perilaku seorang guru. Sebaliknya, siswa harus menaati gurunya.

b) Merupakan suatu kegiatan yang terus berlanjut dan berakhir pada suatu titik yang merupakan hasil dari kegiatan tadi. Contohnya, dari adanya interaksi, seseorang melakukan penyesuaian, pembauran, terjalin kerja sama, adanya persaingan, muncul suatu pertentangan, dan seterusnya.

(2)

c) Mengandung dinamika. Artinya, dalam proses interaksi sosial terdapat berbagai keadaan nilai sosial yang diproses, baik yang mengarah pada kesempurnaan maupun kehancuran. Contohnya, penerapan nilai-nilai agama dalam kehidupan masyarakat dapat menciptakan keteraturan sosial.

d) Tidak mengenal waktu, tempat, dan keadaan tertentu. Berarti interaksi sosial dapat terjadi kapan dan di manapun, dan dapat berakibat positif atau negatif terhadap kehidupan masyarakat. Contohnya, sebuah sekolah yang terkenal memiliki disiplin dan tata tertib yang ketat dan mendapatkan kepercayaan dari masyarakat, pada suatu ketika menjadi tercemar karena ada siswanya yang

melakukan tindakan amoral

Diakses

pada tanggal 10 Agustus 2013 pukul 19:25)

2.2 Interaksi Sosial

H. Boner (dalam Ahmadi, 2007: 49) mengemukakan interaksi sosial adalah suatu hubungan antara individu atau lebih, dimana kelakuan individu yang satu mempengaruhi, mengubah, atau memperbaiki kelakuan individu yang lain atau sebaliknya. Maryati dan Suryawati menyatakan bahwa, “Interaksi sosial adalah kontak atau hubungan timbal balik atau interstimulasi dan respons antar individu, antar kelompok atau antar individu dan kelompok”. Pendapat lain dikemukakan oleh Murdiyatmoko dan Handayani, “Interaksi sosial adalah hubungan antar manusia yang

(3)

menghasilkan suatu proses pengaruh mempengaruhi yang menghasilkan hubungan tetap dan pada akhirnya memungkinkan pembentukan struktur sosial” tanggal 15 Juni 2013 pukul 13:00)

Interaksi sosial merupakan hubungan-hubungan sosial yang dinamis yang menyangkut hubungan antara orang-perorangan, antara kelompok-kelompok manusia, maupun antara orang perorangan dengan kelompok manusia. Dalam hidup bersama antara manusia dan manusia atau manusia dan kelompok tersebut terjadi hubungan dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya. Melalui hubungan itu manusia ingin menyampaikan maksud dan tujaunnya masing-masing. Sedangkan untuk mencapai keinginan itu harus diwujudkan melalui hubungan timbal balik. Hubungan inilah yang disebut dengan interaksi.

Interaksi sosial merupakan hubungan yang tertata dalam bentuk tindakan-tindakan yang berdasarkan nilai-nilai dan norma-norma sosial yang berlaku dalam masyarakat. Bila interaksi itu berdasarkan pada tindakan yang sesuai dengan nilai dan norma yang berlaku, maka kemungkinan hubungan tersebut berjalan lancar. Misalnya, apabila kita mengutarakan sesuatu dengan hormat dan sopan terhadap orang tua, maka kita akan dilayani dengan baik. Sebaliknya, jika kita berperilaku tidak sopan dan tidak hormat terhadap orang tua, maka mereka akan marah, yang akhirnya hubungan antara kita dan orang tua tersebut tidak lancar.

Terjadinya interaksi sosial sebagaimana dimaksud karena adanya saling mengerti tentang maksud dan tujuan masing masing pihak dalam suatu hubungan sosial. Menurut Roucek dan Warren, interaksi adalah salah satu masalah pokok karena ia merupakan dasar segala proses sosial. Interaksi merupakan proses timbal

(4)

balik, dimana satu kelompok dipengaruhi tingkah laku reaktif pihak lain dan dengan demikian, ia mempengaruhi tingkah laku orang lain. Orang mempengaruhi tingkah laku orang lain melalui kontak. Kontak ini mungkin berlangsung melalui organisme fisik, seperti dalam obrolan, pendengaran, melakukan gerakan pada beberapa bagian badan, melihat dan lain-lain atau secara tidak langsung, melalui tulisan atau dengan cara berhubungan dari jauh. (Basrowi, 2005: 138-140)

Interaksi sosial mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: 1. Ada selalu dengan jumlah lebih dari satu orang.

2. Ada komunikasi dengan menggunakan simbol-simbol.

3. Ada dimensi waktu (masa lampau, masa kini, dan masa mendatang) yang menentukan sifat aksi yang sedang berlangsung.

4. Ada tujuan-tujuan tertentu, terlepas dari sama atau tidaknya tujuan tersebut dengan yang diperkirakan oleh pengamat.

Menurut Sitorus (dalam Basrowi, 2005) berlangsungnya interaksi sosial dapat didasarkan pada berbagai faktor, antara lain :

a. Imitasi

Imitasi adalah suatu proses belajar dengan meniru atau mengikuti perilaku orang lain. Dalam interaksi sosial imitasi dapat bersifat positif, artinya imitasi tersebut mendorong seseorang untuk melakukan kaidah-kaidah dan nilai-nilai yang berlaku. Namun, imitasi juga dapat berpengaruh negatif apabila yang dicontoh itu adalah perilaku-perilaku menyimpang. Selain itu, imitasi juga dapat melemahkan atau mematikan kreativitas seseorang. Misalnya, anak yang terus-menerus meniru dan mengikuti perintah atau kehendak orang lain, akhirnya tidak dapat mengembangkan daya kreativitasnya sendiri.

(5)

b. Sugesti

Sugesti adalah cara pemberian suatu pandangan atau pengaruh oleh seseorang kepada orang lain dengan cara tertentu sehingga orang tersebut mengikuti pandangan atau pengaruh tersebut tanpa berpikir panjang. Sugesti terjadi karena pihak yang menerima anjuran tersebut tergugah secara emosional dan biasanya emosi ini menghambat daya pikir rasionalnya. Proses sugesti lebih mudah terjadi apabila orang yang memberikan pandangan itu adalah orang yang yang berwibawa dan bersifat otoriter.

c. Identifikasi

Identifikasi adalah kecenderungan atau keinginan dalam diri seseorang untuk menjadi sama dengan pihak lain. Proses identifikasi dapat membentuk kepribadian seseorang, misalnya seorang pemuda mengikuti mode potongan rambut panjang karena menurutnya hal itu sudah menjadi mode kesukaan para bintang film terkenal.

d. Simpati

Simpati adalah perasaan "tertarik" yang timbul dalam diri seseorang dan membuatnya seolah-olah berada dalam keadaan orang lain. Simpati merupakan suatu proses dimana seseorang merasa tertarik pada perasaan pihak lain. Dalam hal tertentu, simpati mirip dengan identifikasi yakni kecenderungan untuk menempatkan diri dalam keadaan orang lain. Perbedaannya adalah bahwa di dalam simpati perasaan memegang peranan penting walaupun dorongan utama adalah keinginan untuk memahami pihak lain dan untuk bekerja sama dengannya tanpa memandang status dan kedudukan.

(6)

2.3 Syarat Terjadinya Interaksi Sosial 2.3.1 Kontak Sosial

Istilah kontak berasal dari kata Latin, yaitu crun atau con, yang berarti bersama-sama dan tangere yang berarti 'menyentuh'. Secara harfiah, kontak berarti bersama-sama menyentuh, tetapi dalam pengertian sosiologis, kontak tidak selalu berarti sentuhan fisik. Sebagai gejala sosial, orang dapat mengadakan hubungan dengan pihak lain tanpa sentuhan fisik, misalnya berbicara dengan orang lain melalui telepon, surat, dan sebagainya. Kontak sosial memiliki makna bagi si pelaku dan si penerima membalas aksi tersebut dengan reaksi (Basrowi, 2005: 140).

Syani (dalam Basrowi, 2005: 104) berpendapat, bahwa kontak sosial adalah hubungan antara satu orang atau lebih melalui percakapan dengan saling mengerti tentang maksud dan tujuan masing-masing dalam kehidupan masyarakat, konflik sosial pihak dengan pihak yang lainnya.

Dalam kontak sosial dapat terjadi hubungan yang positif dan hubungan yang negatif. Kontak sosial positif terjadi oleh karena hubungan antara kedua belah pihak terdapat saling pengertian atau di samping itu, juga menguntungkan masing-masing pihak tersebut. Sedangkan kontak negatif terjadi oleh karena hubungan antara kedua belah pihak tidak melahirkan saling pengertian atau mungkin merugikan masing-masing atau salah satu, sehingga mengakibatkan pertentangan atau perselisihan.

Kontak sosial dapat pula bersifat primer atau sekunder. Kontak primer terjadi apabila yang mengadakan hubungan langsung bertemu dan berhadapan muka, misalnya apabila orang-orang tersebut berjabat tangan. Sebaliknya kontak sekunder memerlukan suatu perantara, misalnya telepon, e-mail, dan lain-lain.

(7)

2.3.2 Komunikasi Sosial

Hogg dan Vaughan (dalam Nasution, 2006 :48) mendefinisikan komunikasi sebagai proses memindahkan informasi yang memiliki arti dari satu orang kepada lainnya. Komunikasi adalah suatu proses saling memberikan tafsiran kepada atau dari perilaku orang lain. Melalui tafsiran pada perilaku pihak lain, seseorang mewujudkan perilaku sebagai reaksi terhadap maksud atau pesan yang ingin disampaikan oleh pihak lain itu. Komunikasi dapat diwujudkan dengan pembicaraan, gerak-gerik fisik ataupun perasaan. Selanjutnya, dari sini timbul sikap dan ungkapan perasaan, seperti senang, ragu-ragu, takut atau menolak, bersahabat dan sebagainya yang merupakan reaksi atas pesan (message) yang diterima. Saat ada aksi dan reaksi itulah terjadi komunikasi. (Basrowi, 2005: 143)

Menurut Scherer dan Giles (dalam Nasution, 2006: 49), dalam berkomunikasi ada istilah social makers, yaitu ciri-ciri gaya bahasa verbal seseorang yang menginformasikan suasana hati, konteks, status dan dari kelompok mana individu tersebut berasal. Manusia pada umumya dengan sengaja menyesuaikan gayanya dalam berbicara dengan situasi yang dihadapi dalam berkomunikasi tersebut. Tentu saja berbeda-beda gaya yang digunakan dalam menyampaikan pesan kepada orang orang tertentu. Contoh : kita memiliki kecenderungan untuk berbicara secara perlahan dengan kalimat yang pendek-pendek dan tata bahasa yang sederhana ketika kita bicara dengan anak kecil maupun orang asing.

2.3.2.1 Komunikasi Verbal

Simbol atau pesan verbal adalah semua jenis simbol yang menggunakan satu kata atau lebih. Hampir semua rangsangan wicara yang kita sadari termasuk ke dalam

(8)

kategori pesan verbal disengaja, yaitu usaha-usaha yang dilakukan secara sadar untuk berhubungan dengan orang lain secara lisan.

Suatu sistem kode verbal disebut bahasa. Bahasa dapat didefinisikan sebagai seperangkat simbol, dengan aturan untuk mengkombinasikan simbol-simbol tersebut, yang digunakan dan dipahami suatu komunitas. Bahasa verbal adalah sarana utama untuk menyatakan pikiran, perasaan dan maksud kita. Bahasa verbal menggunakan kata-kata yang merepresentasikan berbagai aspek realitas individual kita (Mulyana, 2007 : 260-261).

2.3.2.2 Komunikasi Non-verbal

Komunikasi antara individu yang melibatkan bahasa non lisan dari ekspresi wajah, kontak mata, gerak tubuh dan postur disebut sebagai komunikasi non verbal (Zebrowitz dalam Nasution, 2006: 7). Ada empat saluran dasar/utama dalam komunikasi non-verbal, yaitu :

1. Ekspresi wajah

Perasaan dan emosi manusia seringkali terbaca di wajahnya dan dapat dikenali melalui berbagai ekspresinya. Mempelajari banyak hal tentang suasana hati seseorang dan perasaannya melalui ekspresi wajah adalah sesuatu yang mungkin dilakukan. Ada enam emosi dasar yang terlihat jelas dan telah kita pelajari sejak kecil yaitu marah, takut, bahagia, sedih, terkejut dan jijik.

2. Kontak mata

Tatapan mata yang dalam dan lama dari seseorang merupakan sinyal rasa suka atau pertemanan. Sebaliknya, jika seseorang menhindar kontak mata, kita bisa berkesimpulan bahwa dia tidak tidak ramah, tidak menyukai kita, atau mungkin

(9)

pemalu. Jika seseorang memandang kita terus menerus dan mempertahankan kontak mata ini tanpa peduli apa yang sedang kita kerjakan, maka jenis pandangan ini disebut sebagai staring (menatap). Tataran sering kali diartikan sebagai sinyal kemarahan atau kebrutalan, seperti tatapan yang dingin, dan dinilai sebagai petunjuk nonverbal yang mengganggu oleh kebanyakan orang.

3. Gerak tubuh : postur (posisi tubuh) dan gestur (sikap tubuh-emblem)

Mood atau emosi kita seringkali direfleksikan dalam posisi postur dan gerakan tubuh. Makin banyak pola gerakan tubuh dan makin banyak bagian tubuh yang digerakkan juga menyimpan makna tersendiri. Perbedaan orientasi tubuh atau postur terjadi sesuai dengan perubahan kondisi emosi.

Gerak tubuh dan postur yang mengiringi bahasa lisan berfungsi memberi ilustrasi. Emblem merupakan gestur yang menggantikan bahasa lisan (misalnya pada saat melambaikan tangan)

4. Sentuhan

Satu cara dimana orang dari latar belakang budaya bisa menerima sentuhan orang asing adalah melalui jabat tangan. Secara keseluruhan, bentuk sentuhan yang satu ini ternyata sangat mengungkap kepribadian seseorang. Jabat tangan yang kuat dan tegas adalah modal yang penting; setidaknya untuk budaya yang menghargai jabat tangan sebagai salam pertemuan dan perpisahan (Nasution, 2006 : 7-8)

2.4 Pola atau Bentuk Interaksi Sosial

Ada empat macam bentuk interaksi sosial yang ada dalam kehidupan masyarakat, yaitu kerja sama (cooperation), persaingan (competition), pertentangan atau pertikaian (conflict) dan akomodasi atau penyesuaian diri (accomodation).

(10)

Keempat bentuk interaksi sosial ini bukanlah suatu kejadian yang berkesinambungan, dalam arti interaksi sosial tidak selalu dimulai dari kerja sama, kemudian persaingan, lalu menjadi konflik dan berakhir dengan akomodasi. Hal ini tetap saja tergantung pada situasi dan kondisi tertentu sesuai dengan keadaannya di masyarakat.

a. Kerjasama (Cooperation)

Kerja sama adalah suatu bentuk proses sosial dimana di dalamnya terdapat aktivitas tertentu yang ditujukan untuk mencapai tujuan bersama dengan saling membantu dan saling memahami terhadap aktivitas masing-masing (Basrowi, 2005: 145). Sementara itu, menurut Charles Hurton Cooley (dalam Basrowi, 2005: 145-146), kerja sama timbul apabila orang menyadari bahwa mereka mempunyai kepentingan-kepentingan yang sama dan pada saat yang bersamaan mempunyai cukup pengetahuan dan pengendalian diri terhadap diri sendiri untuk memenuhi kepentingan-kepentingan tersebut melalui kerjasama; kesadaran akan adanya kepentingan-kepentingan yang sama dan adanya organisasi merupakan fakta-fakta yang penting dalam kerjasama yang berguna.

Bentuk dan pola-pola kerjasama dapat dijumpai pada semua kelompok manusia. Kebiasaan-kebiasaan dan sikap-sikap demikian dimulai sejak masa kanak-kanak di dalam kehidupan keluarga atau kelompok-kelompok kekerabatan. Atas dasar itu, anak tersebut akan menggambarkan bermacam-macam pola kerja sama setelah dia menjadi dewasa. Bentuk kerja sama tersebut berkembang apabila orang dapat digerakkan untuk mencapai suatu tujuan bersama dan harus ada kesadaran bahwa tujuan tersebut di kemudian hari mempunyai manfaat bagi semua. Juga harus ada iklim yang menyenangkan dalam pembagian kerja serta bakar jasa yang akan diterima. Dalam perkembangan selanjutnya, keahlian-keahlian tertentu diperlukan

(11)

bagi mereka yang bekerja sama supaya rencana kerja samanya dapat berjalan dengan baik. (Soekanto, 2009: 66)

b. Persaingan (competition)

Persaingan atau competition dapat diartikan sebagai suatu proses sosial, dimana individu atau kelompok-kelompok manusia yang bersaing mencari keuntungan melalui bidang-bidang kehidupan yang pada suatu masa tertentu menjadi pusat perhatian umum (baik perseorangan maupun kelompok manusia) dengan cara menarik perhatian publik atau dengan mempertajam prasangka yang telah ada tanpa mempergunakan ancaman atau kekerasan. Persaingan mempunyai dua tipe umum, yakni yang bersifat pribadi dan tidak pribadi. Persaingan yang bersifat pribadi, orang-perorangan, atau individu secara langsung bersaing untuk, misalnya memperoleh kedudukan tertentu di dalam suatu organisasi (Soekanto, 2009: 83).

Persaingan merupakan suatu usaha dari seseorang untuk mencapai sesuatu yang lebih daripada yang lainnya. Sesuatu itu bisa berbentuk hasil benda atau popularitas tertentu. (Basrowi, 2005: 146).

c. Pertikaian atau Pertentangan (conflict)

Pertikaian adalah bentuk persaingan yang berkembang ke arah negatif, artinya karena di satu pihak bermaksud untuk mencelakakan atau paling tidak berusaha untuk menyingkirkan pihak lainnya (Basrowi, 2005: 148). Pertentangan atau pertikaian merupakan suatu proses sosial dimana individu atau kelompok berusaha untuk memenuhi tujuannya dengan jalan menantang pihak lawan yang disertai dengan ancaman dan/atau kekerasan.

(12)

Akomodasi adalah suatu keadaan hubungan antara kedua belah pihak yang menunjukkan keseimbangan yang berhubungan dengan nilai dan norma-norma sosial yang berlaku dalam mayarakat.

2.5 Penyandang Cacat

Pengertian penyandang cacat atau disebut juga berkelainan adalah suatu kondisi yang menyimpang dari rata-rata umumnya. Penyimpangan tersebut memiliki nilai lebih atau kurang. Efek penyimpangan yang dialami oleh seseorang seringkali mengundang perhatian orang-orang yang ada di sekelilingnya, baik sesaat maupun berkelanjutan (Efendi, 2006: 2). Menurut Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1997 tentang Penyandang Cacat, yang dimaksud penyandang cacat adalah setiap orang yang mempunyai kelainan fisik, dan atau mental yang dapat mengganggu atau merupakan rintangan dan hambatan baginya untuk melakukan kegiatan secara layaknya, yang terdiri dari penyandang cacat fisik, cacat mental, cacat fisik dan mental.

Meskipun kebanyakan penyandang cacat jelas memperlihatkan gangguan psikologi yang karena cacat tubuhnya, namun seberapa jauh daya rusaknya berbeda-beda dari satu orang ke orang yang lain dan amat bergantung pada beberapa faktor, lima diantaranya tergolong paling sering terjadi.

1. Parahnya cacat tubuh akan mempengaruhi seseorang dalam memandang cacatnya itu. Semakin besar kemungkinan cacat tubuhnya dapat ditutupi, maka orang tersebut merasa cukup aman dari pandangan orang lain, dan pengaruh psikologinya tidak begitu kentara.

(13)

2. Saat terjadi cacat tubuh maka akan mempengaruhi seseorang dalam membangun penyesuaian diri terhadap hal itu. Apabila cacat itu terjadi pada masa bayi atau setelah kelahiran, maka penyesuaian dirinya akan lebih baik dibandingkan dengan bila cacat itu terjadi saat usia yang cukup besar.

3. Seberapa jauh cacat seseorang sehingga mempengaruhi keseluruhan gerak-geriknya sangat mempengaruhi sikap orang tersebut. Misalnya orang yang buta atau lumpuh, jelas akan lebih terbatas gerakannya dibandingkan dengan anak yang tuli.

4. Apabila orang yang melihatnya tidak mampu menyembunyikan para bekas kasihannya, maka dalam diri penyandang cacat akan timbul perasaan mengasihani diri sendiri.

5. Sikap penyandang cacat terhadap cacatnya juga akan menimbulkan akibat pada cacatnya itu. Misalnya ada beberapa penyandang cacat yang dapat menerima bahwa dirinya cacat dan ada juga yang tetap berusaha meyakinkan dirinya tidak berbeda dari orang yang normal. (Hurlock, 1993: 135)

2.6 Tuna Rungu Wicara

2.6.1 Pengertian Tuna Rungu Wicara

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, tuna rungu berarti tuli atau tidak dapat mendengar. Sementara itu, kata deaf menurut kamus bahasa inggris berarti kekurangan atau kehilangan sebagian atau seluruh pendengaran atau tidak mampu mendengarkan, sedangkan deafness berarti ketunarunguan yaitu cacat indera

(14)

pendengaran bawaan atau kehilangan pendengaran. Mufti Salim (dalam Depsos RI 2008: 14) mengatakan bahwa tuna rungu adalah anak yang mengalami kekurangan atau kehilangan kemampuan mendengar yang disebabkan oleh kerusakan atau tidak berfungsinya sebagian atau seluruh alat pendengarannya, sehingga ia mengalami hambatan dalam perkembangan bahasanya.

Secara fisiologis, struktur telinga manusia dibedakan menjadi dua bagian yaitu organ telinga berfungsi sebagai penghantar dan organ telinga berfungsi sebagai penerima. Organ telinga berfungsi sebagai penggantap meliputi organ telinga yang terdapat di telinga bagian luar, telinga bagian tengah, dan sebagian telinga bagian dalam sedangkan organ telinga berfungsi sebagai penerima meliputi sebagian telinga bagian dalam, saraf pendengaran (auditory nerve), dan sebagian otak yang mengatur persepsi bunyi. Jika dalam proses mendengar tersebut terdapat satu atau lebih organ telinga bagian luar, organ telinga bagian tengah, dan organ telinga bagian dalam mengalami gangguan atau kerusakan disebabkan penyakit, kecelakaan, atau sebab lain yang tidak diketahui sehingga organ tersebut tidak dapat menjalankan fungsinya dengan baik, keadaan tersebut dikenal dengan berkelainan pendengaran atau tunarungu. (Effendi, 2006: 56-57)

2.6.2 Jenis Tuna Rungu Wicara

Berdasarkan kriteria International Standart Organization (ISO) klarifikasi anak kehilangan pendengaran atau tuna rungu dapat dikelompokkan menjadi kelompok tuli (deafness) dan kelompok lemah pendengaran (hard of hearing). Seseorang dikategorikan tuli (tunarungu berat) jika ia kehilangan kemampuan mendengar 70 dB atau lebih menurut ISO, sehingga akan mengalami kesulitan untuk

(15)

mengerti atau memahami pembicaraan orang lain walaupun menggunakan alat bantu dengar atau tanpa menggunakan alat bantu dengar (hearing aid). Sedangkan kategori lemah pendengaran, seseorang dikategorikan lemah pendengaran jika ia kehilangan kemampuan mendengar antara 35- 69 dB menurut ISO, sehingga mengalami kesulitan mendengar suara orang lain secara wajar, namun tidak terhalang untuk mengerti atau mencoba memahami bicara orang lain dengan menggunakan alat bantu dengar. (Kirk & Moores dalam Efendi, 2006: 59)

Jenis kecacatan rungu wicara berdasarkan hasil diteksi dapat dibedakan atas: 1. Menurut derajat kehilangan daya dengarnya :

a. Ringan

Kehilangan 15 - 30 desibel : Mild Hearing Losses atau ketunarunguan ringan; daya tangkap suara cakapan manusia normal.

b. Sedang

Kehilangan 31 - 60 desibel : Moderate Hearing Losses atau ketunarunguan sedang; daya tangkap terhadap suara cakapan manusia hanya sebagian.

c. Berat

Kehilangan 61 - 90 desibel : Severe Hearing Losses atau ketunarunguan berat; daya tangkap terhadap suara cakapan manusia tidak ada.

d. Amat berat

• Kehilangan 91 - 120 desibel : Profound Hearing Losses atau ketunarunguan sangat berat; daya tangkap terhadap suara manusia tidak ada sama sekali.

(16)

• Kehilangan lebih dari 120 desibel : Total Hearing Losses atau ketunarunguan total; daya tangkap terhadap suara cakapan manusia tidak ada sama sekali.

2. Menurut kerusakan pada telinga

a. Konduktif yaitu ketunarunguan yang disebabkan oleh adanya kerusakan organ pendengaran yang terletak pada bagian penghantar gelombang suara (kerusakan telinga bagian luar atau telinga bagian tengah). Misalnya jika terjadi penumpukan kotoran di liang telinga yang berlebihan atau jika terjadi radang di dalam telinga tengah. Ketunarunguan Konduktif umumnya masih dapat disembunyikan secara medis.

b. Persertif yaitu ketunarunguan yang disebabkan oleh kerusakan organ pendengaran di telinga bagian dalam, di dalam rumah siput atau bagian saraf kedelapan, saraf penerima rangsangan suara yang akan meneruskannya ke surat saraf di otak. Ketunarunguan persertif pada umumnya tidak dapat disembuhkan secara medis.

3. Menurut penyebabnya a. Genetik

Cacat rungu bawaan merupakan cacat warisan orangtua karena faktor pembawa sifat keturunan (kromosom). Penyebab gangguan pendengaran pada anak, diperkirakan 50% kasus dari derajat sedang sampai berat, ditentukan secara genetik. Gangguan pendengaran genetik bawaan dapat disertai kelainan lain. Gangguan pendengaran dapat terjadi bersama kelainan bawaan telinga bagian luar dan mata, gangguan metabolik, tulang dan otot, kulit, ginjal dan sistem saraf. Anak dengan

(17)

orangtua yang menderita ketulian keturunan, mempunyai kemungkinan menderita gangguan pendengaran.

b. Non-genetik

1) Sebelum kelahiran

• Penyebab gangguan pendengaran sebelum lahir non-genetik terjadi pada masa kehamilan terutama pada tiga bulan pertama. Setiap gangguan kelahiran yang terjadi pada masa tersebut dapat menyebabkan ketulian pada anak, seperti kekurangan gizi, infeksi bakteri, seperti campak dan parotitis

• Kelahiran prematur bila disebabkan oleh kekurangan oksigen, selain otak akan mengalami luka, pendengaran pun mengalami kerusakan. Dalam kondisi demikian, dapat disimpulkan bahwa kelahiran prematur lebih mengakibatkan timbulnya penyakit telinga daripada penyakit lainnya.

• Bila wanita yang sedang mengandung tiga bulan terserang penyakit campak atau cacar air, kemungkinan besar hal tersebut akan berdampak pada bayinya. Cacat yang ditimbulkan oleh penyakit campak kepada anak adalah 50% penyakit telinga, 20% penyakit mata dan 30% penyakit jantung.

2) Saat kelahiran

Beberapa keadaan yang dialami bayi pada saat lahir juga merupakan faktor risiko terjadinya gangguan pendengaran atau ketulian, seperti: lahir prematur (umur kelahiran kurang dari 37 minggu), berat badan lahir rendah (kurang dari 1.500 gram), tindakan dengan alat pada proses

(18)

kelahiran (ekstrasi vakum, forsep), hiperbilirubinemia dan aksifia berat atau lahir tidak menangis.

3) Setelah kelahiran

Radang selaput otak karena bakteri merupakan penyebab utama gangguan pendengaran yang di dapat pada masa anak, hal lainnya juga dapat disebabkan oleh obat-obatan yang bersifat menggangu pendengaran (ototoksik) yang digunakan selama lebih dari 5 hari, trauma kepala dan infeksi telinga tengah. Cacat lainnya disebabkan oleh penggunaan obat-obatan, penyakit, kecelakaan, kerusakan tulang tengkorak temporal (bagian belakang telinga), keracunan, kekurangan oksigen, kekurangan gizi, kelahiran tak normal, prematur berat badan bayi yang lahir kurang dari 1,5 kg.

4. Menurut jumlah telinga yang mengalami ketunarunguan:

a. Bilateral yaitu anak yang kehilangan fungsi pendengaran kedua telinga. b. Unilateral yaitu anak yang kehilangan fungsi pendengaran satu telinga. 5. Menurut umur saat terjadi ketunarunguan:

a. Pralingual (sebelum berbahasa) b. Postlingual (sesudah berbahasa)

2.6.3 Karakteristik Penyandang Tunarungu

Menurut Sastrawinata dkk (1977:13) perkembangan dan ciri khas anak tunarungu, antara lain:

1. Perkembangan pada segi fisik dan bahasa pada anak tunarungu, dalam segi fisik sebenarnya anak tunarungu tidak memiliki banyak hambatan walaupun

(19)

sebagian anak tunarungu yang terganggu keseimbangan karena ada hubungan antara kerusakan telinga bagian dalam dengan indera keseimbangan yang ada didalamnya. Demikian pula ada sebagian anak tunarungu yang perkembangan fisiknya terhambat akibat tekanan-tekanan jiwa yang dideritanya. Sebaliknya ketunarunguan jelas mengakibatkan hambatan dalam perkembangan bahasa, karena perkembangan bahasa banyak memerlukan kemampuan pendengaran; 2. Perkembangan intelegensi anak tunarungu, sangat dipengaruhi oleh

perkembangan bahasa sehingga hambatan perkembangan bahasa pada anak tunarungu menghambat perkembangan intelegensinya. Kerendahan tingkat intelegensi bukan berasal dari kemampuan intelektuilnya yang rendah, tetapi pada umumnya disebabkan karena intelegensinya tidak mendapat kesempatan untuk berkembang;

3. Perkembangan emosi anak tunarungu, keterbatasan kecakapan berbahasa mengakibatkan kesukaran dalam berkomunikasi, dan akhirnya menghambat perkembangan emosi. Emosi berkembang karena pengalaman dalam komunikasi seorang anak dengan anak yang lain, orangtuanya dan orang-orang lain disekitarnya. Selain sebab kemiskinan bahasa anak tunarungu, yang mengakibatkan kedangkalan emosinya, juga sikap masyarakat dan kegagalan-kegagalan dalam banyak hal mengakibatkan emosi anak tunarungu menjadi tidak stabil;

4. Perkembangan kepribadian anak tunarungu, perkembangan kepribadian terjadi dalam pergaulan, atau perluasan pengalaman pada umumnya dan diarahkan oleh faktor-faktor anak sendiri. Pertemuan antara faktor-faktor dalam diri anak tunarungu, yaitu ketidakmampuan menerima rangsang

(20)

pendengaran, kemiskinan berbahasa, ketidaktetapan emosi, dan keterbatasan intelegensi, dihubungkan dengan sikap lingkungan terhadapnya menghambat perkembangan pribadinya.

2.7 Kerangka Pemikiran

Sebagai makhluk sosial yang tidak dapat memenuhi kebutuhan hidupnya sendiri, manusia senantiasa membutuhkan orang lain untuk hidup layak. Seorang bayi misalnya, tentu sangat memerlukan bantuan dan kasih sayang dari ibu dan ayahnya. Oleh karena itu, dalam berbagai aspek kehidupan, hubungan antar manusia merupakan suatu kebutuhan yang pokok untuk menunjang keberlangsungan hidup manusia. Kebutuhan itulah yang menimbulkan adanya suatu proses interaksi sosial.

Manusia bagaimanapun keadaaannya adalah makluk individu dan makluk sosial. Demikian pula anak tuna rungu, yang dalam penelitian ini merupakan warga binaan sosial di UPTD. Pelayanan Sosial Tuna Rungu Wicara dan Lansia Pematangsiantar. Sesuai dengan kodratnya mereka senantiasa mengadakan interaksi dengan orang lain dan dalam pelaksanaannya dibutuhkan kontak dan komunikasi sosial. Dalam berinteraksi, tindakan mereka juga dipengaruhi faktor-faktor tertentu seperti imitasi, sugesti, identifikasi maupun simpati dari orang lain yang berada di lingkungan sekitar panti. Alat komunikasi yang mereka gunakan juga telah mereka sepakati, walaupun menggunakan komunikasi yang kompleks dan cenderung sulit untuk dipahami oleh orang normal. Begitupun, dalam arti sederhana mereka tetap dapat mengerti yang satu dengan yang lainya.

Kehilangan pendengaran pada anak memang sangat mengganggu perkembangan mental dan interaksi sosial mereka pada masa pertumbuhan. Padahal

(21)

kemampuan berkomunikasi merupakan saluran yang sangat penting dalam belajar, bermain dan membangun hubungan dengan orang lain. Tak jarang, mereka cenderung terisolasi dari lingkungan sosial. Gangguan pendengaran dan penggunaan bahasa atau gerak isyarat dalam berkomunikasi sepetinya telah membentuk dunia mereka sendiri, walaupun mereka berada di dalam lingkungan sosial yang luas sekalipun.

(22)

Bagan Alir Pikir

UPTD Pelayanan Sosial Tuna Rungu Wicara dan Lansia

Tuna Rungu

Wicara

Faktor Berlangsungnya Interaksi : • Imitasi • Sugesti • Identifikasi • Simpati Komunikasi Sosial : • Bahasa verbal (lisan dan tulisan)

• Bahasa non-verbal (ekspresi wajah, kontak mata, gerak tubuh dan postur, dan sentuhan) Kontak Sosial : • Kontak sosial positif • Kontak sosial negatif • Kontak sosial primer • Kontak sosial sekunder Pola Interaksi Sosial

(23)

2.8 Definisi Konsep dan Definisi Opersional 2.8.1 Definisi Konsep

Proses dan upaya penegasan dan pembatasan makna konsep dalam suatu penelitian disebut dengan definisi konsep. Dengan kata lain, definisi konsep adalah pengertian yang terbatas dari suatu konsep yang dianut dalam suatu penelitian. (Siagian, 2011: 138)

Konsep penelitian bertujuan untuk merumuskan istilah dan medefinisikan istillah-istilah yang digunakan secara mendasar agar tercipta persamaan persepsi dan tidak muncul salah penertian pemakaian istilah yang dapat mengaburkan tujuan penelitian. Untuk memperjelas penelitian ini, maka peneliti membatasi memberikan batasan pengertian sebagai berikut :

1. Pola interaksi adalah bentuk-bentuk dalam proses terjadinya interaksi. 2. Interaksi Sosial adalah hubungan timbal-balik antar manusia yang saling

mempengaruhi, dimana ada aksi dan ada juga reaksi dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya.

3. Kontak Sosial adalah hubungan antara satu pihak dan pihak lain yang merupakan awal terjadinya interaksi sosial, namun tidak selalu berarti terwujud pada sentuhan fisik.

4. Komunikasi Sosial adalah suatu proses penyampaian pesan dan informasi dari satu orang kepada lainnya yang dapat diwujudkan dengan bahasa verbal (lisan dan tulisan) dan bahasa non-verbal (ekspresi wajah, kontak mata, gerak tubuh dan postur, dan sentuhan)

5. Tuna Rungu Wicara adalah seseorang yang mengalami kekurangan atau kehilangan kemampuan mendengar yang disebabkan oleh kerusakan atau

(24)

tidak berfungsinya sebagian atau seluruh alat pendengarannya dan ketidakmampuan oral dalam berbicara sebagaimana orang secara umum.

2.8.2 Definisi Operasional

Definisi operasional adalah suatu proses menjadikan variabel penelitian dapat diukur sehingga terjadi transformasi dari unsur konseptual ke dunia nyata (Siagian, 2011: 142). Oleh karena itu, untuk memudahkan peneliti dalam memahami dan menggambarkan variabel dalam penelitian ini, maka penulis menetapkan indikator-indikator yang akan digunakan dalam penelitian sebagai berikut :

a) Kontak sosial

• Kontak sosial positif, apakah hubungan antara kedua belah pihak terdapat saling pengertian atau di samping itu, juga menguntungkan masing-masing pihak tersebut.

• Kontak sosial negatif, apakah hubungan antara kedua belah pihak tidak melahirkan saling pengertian atau mungkin merugikan masing-masing atau salah satu, sehingga mengakibatkan pertentangan atau perselisihan.

• Kontak sosial primer, apakah pihak-pihak yang mengadakan hubungan langsung bertemu dan berhadapan muka.

• Kontak sosial sekunder, apakah pihak-pihak yang mengadakan hubungan tidak bertemu secara langsung, melainkan melalui perantara.

(25)

• Komunikasi verbal:  Bahasa lisan  Bahasa tulisan • Komunikasi non-verbal:  Ekspresi wajah  Kontak mata

 Gerak tubuh dan postur

 Sentuhan

c) Faktor berlangsungnya interaksi sosial

• Imitasi

• Sugesti

• Identifikasi

Referensi

Dokumen terkait

Mengorganisasikan perencanaan, pelaksanaan, dan pengadministrasian kegiatan pelayanan, pengawasan, pemeriksaan, penilaian, penagihan, serta penjaminan kualitas data yang

“ seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa makna asli sekaligus yang paling umum blended learning mengacu pada belajar yang mengkombinasi atau mencampur

Sistem E-Learning merupakan sistem yang dibutuhkan saat ini oleh sebuah lembaga pendidikan terutama dalam tingkat perguruan tinggi, karena dapat menigkatkan efisiensi dan

Tepung lemah (soft wheat) adalah tepung terigu yang sedikit saja menyerap air dan hanya mengandung 8%-9% protein, kemudian adonan yang terbentuk kurang

Secara keseluruhan terdapat lima faktor yang menyebabkan erosi yaitu : iklim, tanah, topografi atau bentuk wilayah, vegetasi penutup tanah dan kegiatan manusia.. Faktor iklim

Atas kewenangan yang dimiliki sebagai penyidik perkara korupsi, Jaksa memiliki wewenang khusus yang tertuang dalam Pasal 26 Undang- undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang

Metode yang digunakan untuk mengembangkan modul pengelolaan studi lanjut pada sistem informasi sumber daya manusia adalah dengan menggunakan metode SDLC (Software

Formulir Penjualan Kembali Unit Penyertaan yang telah lengkap sesuai dengan syarat dan ketentuan yang tercantum dalam Kontrak Investasi Kolektif MANDIRI DANA