• Tidak ada hasil yang ditemukan

juga akan mengaktifkan enzim yang dapat merusak struktur sel, sehingga terjadi kebocoran dan kerusakan sel. Upaya dalam menjaga viabilitas kultur

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "juga akan mengaktifkan enzim yang dapat merusak struktur sel, sehingga terjadi kebocoran dan kerusakan sel. Upaya dalam menjaga viabilitas kultur"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

PEMBAHASAN UMUM

Pengeringan kemoreaksi adalah proses pengeringan dengan menggunakan bahan yang sangat reaktif terhadap uap air, seperti kalsium oksida (CaO) yang banyak terkandung dalam kapur api. Kandungan bahan aktif kalsium oksida didalam kapur api adalah ± 96 – 97 % (Julianti, 2003). Kalsium oksida akan bereaksi secara kimia dengan air yang diuapkan dari bahan dan mengeluarkan sejumlah energi panas, yang dapat menyebabkan udara disekitar bahan menjadi kering. Pada kondisi kering ini uap air dari bahan terus diuapkan, sehingga kadar air bahan terus berkurang dan mencapai kesetimbangan dengan RH udara di dalam ruang pengering.

Proses pengeringan kemoreaksi yang dilakukan terhadap kultur khamir (Saccharomyces cerevisiae) berlangsung didalam lemari pengering yang tertutup rapat dan tidak berhubungan dengan udara luar, sehingga dapat terjadi saling pengaruh yang kuat antara bahan yang dikeringkan dengan udara didalam lemari pengering. Akhir dari proses pengeringan adalah apabila kultur khamir menjadi kering dengan kadar air yang berkesetimbangan dengan RH di dalam lemari pengering.

Pengeringan kemoreaksi kultur Saccharomyces cerevisiae dengan ketebalan lapisan 1.3 mm dan penggunaan CaO sebanyak 10 kali berat bahan serta lama pengeringan 24 jam, menghasilkan kultur kering dengan kadar air ± 4.42 % (bk), viabilitas ± 72 % atau jumlah sel hidup rata-rata adalah 109 per

gram sampel. Menurut Davis (1975) kultur starter yang baik harus mengandung sel hidup diatas 107 per gram berat kering.

Bahan kering seperti kultur khamir bersifat sangat higroskopis, sehingga sangat mudah menyerap uap air dari lingkungannya. Peningkatan kadar air ini akan berdampak buruk, karena dapat mengaktifkan reaksi-reaksi kimia, enzimatis dan proses biologis. Demikian halnya dengan kultur kering yang merupakan materi hidup. Dalam kondisi kering mikroba menjadi tidak aktif, karena aktivitas metabolisme dan respirasi berhenti, sel berada pada masa istirahat atau dorman. Peningkatan kadar air pada sel kering dapat merobah status dorman menjadi aktif dan meningkatkan stres. Semakin tinggi kadar air

(2)

juga akan mengaktifkan enzim yang dapat merusak struktur sel, sehingga terjadi kebocoran dan kerusakan sel.

Upaya dalam menjaga viabilitas kultur kering khamir perlu diketahui batas kadar air kesetimbangan yang aman untuk disimpan. Untuk itu perlu diketahui bentuk kurva isotermi dan kapasitas air terikat dari kultur kering tersebut. Hasil penentuan pola isotermi kultur kering khamir diketahui bentuk kurva isotermi sorpsi air dari kultur kering khamir adalah sigmoidal yang terdiri dari 3 bagian, dan merupakan bentuk kurva yang tipikal pada produk pangan. Menurut Aguilera dan Stanley (1990), bentuk kurva isotermi sorpsi sigmoidal adalah akibat dari beberapa mekanisme interaksi dasar pada ikatan air. Kurva isotermi sorpsi merupakan kurva hubungan antara kelembaban relatif ruang penyimpanan (RH) atau aktivitas air (aw) yang berkesetimbangan dengan kadar air kultur

kering.

Hasil analisis matematik kurva isotermi sorpsi air kultur khamir kering diperoleh kadar air kritis dari masing-masing daerah air terikat. Kapasitas air terikat primer dengan model BET yaitu ± 3.64 %, yang berkesetimbangan dengan aw 0.22. Kapasitas air terikat sekunder dengan model logaritma

(Soekarto, 1978) yaitu ± 13.80 % yang berkeseimbangan dengan aw 0.77.

Kapasitas air terikat tersier dengan analisis model polinomial dan ekstrapolasi kuadratik yaitu ± 68 %.

Jadi masing-masing daerah air teikat adalah : daerah I adalah air terikat primer pada aw: 0 – 0. 23; daerah II adalah air terikat sekunder pada aw: 0.23 – 0.77;

dan daerah III adalah air terikat tersier pada aw : 0.77 – 1.0. Kondisi ini juga

sama dengan yang diungkapkan oleh Van den Berg dan Bruin (1981).

Berdasarkan kondisi kadar air kesetimbangan kultur khamir pada masing-masing daerah air terikat kurva isotermi sorpsi, dapat ditentukan viabilitas dan status kehidupan dari kultur kering tersebut. Pada aw 0.11 – 0.57, viabilitas

kultur cukup tinggi (1.95x108 – 9.05x109), tetapi tingkat stres juga tinggi.

Sedangkan pada aw yang lebih tinggi dari 0.57, viabilitas sel turun, karena sel

banyak yang mati. Menurut Mattick et al. (2001) aw 0.12 sampai 0.46

merupakan kondisi yang cocok untuk pemeliharaan kelangsungan hidup sel kering Saccharomyces cerevisiae, pada kondisi ini sel mengalami dorman.

(3)

Selanjutnya menurut Hohmann (2002), pengeringan bahan menyebabkan hilangnya air dari bahan sehingga konsentrasi biomolekul dan ion-ion didalam sel meningkat dan menyebabkan aktivitas selular berhenti, pada saat ini sel menderita stres. Sel khamir mempunyai kemampuan untuk beradaptasi pada kondisi kering, seperti khamir kering aktif yang mempunyai kadar airnya kurang dari 10 %, yakni dengan memfungsikan gliserol dan trehalose untuk melindungi struktur sel sampai sel khamir survival. Gliserol berfungsi melindungi multi-enzim kompleks, sedangkan trehalose pada plasmalemma berfungsi mengatur komposisi ion intraselular. Ketidak seimbangan komposisi ion intraselular dalam waktu yang cukup lama dapat menyebabkan kematian.

Dalam penggunaan kultur kering diperlukan rehidrasi secara bertahap untuk meningkatkan kadar air sel setelah perlakuan aw rendah, selanjutnya

kultur harus segera dipindahkan pada medium dengan nutrisi yang diperlukan. Jika tidak maka reaksi-reaksi yang terjadi akibat peningkatan kadar air akan dapat merusak struktur sel, akibatnya sel mengalami lisis dan mati.

Menurut Abadias et al. (2001) dalam menjaga dan merawat kelangsungan hidup sel kering beku, kondisi-kondisi seperti temperatur, udara, dan kelembaban perlu diperhatikan. Disamping itu juga diperlukan media rehidrasi yang dapat membantu kesembuhan dari sel kering. Dari beberapa media rehidrasi yang dicobakan ternyata air merupakan media yang terburuk tingkat penyembuhannya. Dengan demikian air tidak dapat digunakan sebagai media rehidrasi untuk penyembuhan sel kering karena air tidak mengandung nutrisi yang diperlukan untuk penyembuhan mikroba. Jadi dengan meningkatnya aw dan

kadar air kesetimbangan dari kultur kering, menyebabkan tingkat stres menjadi tinggi dan akhirnya mati.

Pengamatan morfologi dan mikrostruktur sel dengan menggunakan

scanning electron microscope (SEM) dan transmison electron microscope

(TEM), terlihat pada daerah air terikat primer bentuk sel lonjong dan masih utuh sama dengan bentuk sel segar, sedangkan dinding sel kelihatan lebi padat dan inti sel sangat jelas. Pada daerah air terikat sekunder bentuk sel agak bulat dan permukaan sel tidak licin, dinding sel menjadi tipis dan retak, inti sel tidak jelas, dan bagian sitoplasma merapat ke dinding sel. Pada daerah air terikat tersier

(4)

bentuk sel tidak beraturan, lengket satu sama lainnya, dinding sel dan membran pecah, serta sebagian sitoplasma hancur dan membentuk rongga.

Terjadinya perubahan pada permukaan sel awalnya adalah akibat proses pengeringan, seperti diketahui kultur khamir mempunyai kadar air awal yang sangat tinggi. Setelah proses pengeringan terjadi dengan penguapan air yang cukup banyak, maka bentuk sel kering terlihat agak bulat dan komponen-komponen dinding sel menjadi padat. Pada bagian dalam terlihat dinding sel menebal dan padat. Dengan berubahnya kondisi air terikat, bentuk permukaan sel dari khamir kering juga mulai berubah. Pada kondisi yang sangat kering, sel berbentuk bulat, meningkatnya kadar air dinding sel menjadi tipis dan retak. Juga terlihat ada sel yang kempes karena sebagian sitoplasma ada yang hancur dan berongga.

Dinding sel khamir terdiri dari mannoprotein, β-glukan dan khitin yang berperan untuk kekuatan dinding sel dan bentuk sel selama pertumbuhan dan pembelahan sel. Sedangkan integritas dinding sel ditentukan oleh tingkat ikatan silang β-1,6-glukosidik antara β-1,3-glukan, mannoprotein dan chitin. Struktur dinding sel ini dapat terganggu oleh aktifitas zimoliase yang bersifat merusak (Aguilar-Uscanga & Francois, 2003).

Selanjutnya menurut Hartmann & Delgado (2004), sel khamir yang menga-lami stres dapat berubah bentuk menjadi lebih bulat atau berbentuk bola. Pada saat ini sel menjadi tidak aktif, terutama pada aktivitas dinding sel dan membran plasma, ada kemungkinan terjadi kerusakan pada dinding sel dan membran plasma. Sedangkan menurut Lipke & Ovalle (1998) struktur dinding sel dapat berubah bentuk selama kawin, peleburan sel, pembentukan pseudohifa, dan pembentukan dinding spora dengan adanya senyawa fenolik.

Meningkatnya kadar air dan nilai aw dari kultur kering akan menyebabkan

aktifnya reaksi metabolisme dan respirasi, tetapi aktivitas transportasi zat makanan kedalam sel tidak ada. Proses metabolisme yang terus terjadi di dalam sel, menyebabkan kerusakan pada struktur sel, seperti membran, sitoplasma dan dinding sel, sedangkan sintesa bagian-bagian tersebut tidak terjadi.

Kerusakan yang terjadi pada membran dan dinding sel, ditandai dengan keluarnya ion-ion mineral ke dalam air rendaman sel yang kemudian diuji daya

(5)

hantar listriknya. Semakin banyaknya ion-ion yang keluar dan terdeteksi dari tingginya daya hantar listrik, menunjukkan tingkat kerusakan membran dan dinding sel yang semakin tinggi.

Menurut Ultee (1999) ion K+ adalah kation utama sitoplasma dari sel yang sedang tumbuh. Ion K+, Ca++ dan Mg++ terkandung di dalam sitosol yaitu cairan sitoplasma. Ion K+ berperan dalam aktivasi enzim sitoplasma, menjaga tekanan

turgor dan mengatur pH sitoplasma. Adanya ion K+ yang keluar dari sel

menunjukkan terjadinya kerusakan membran sitoplasma (Heipieper et al, 1996 dan Sikkema, 1994). Sedangkan ion Ca++ dan Mg++, selain pada sitoplasma, juga terdapat pada dinding sel dan berperan dalam aktivitas enzim. Mineral kalium (K) dan posfat (P) merupakan mineral yang paling dominan di dalam sel khamir. Kandungan kalium (K) adalah ± 21 mg/g berat kering, sedangkan kalsium (Ca) adalah ± 0.75 mg/g berat kering (Reed dan Nagodawithana, 1991).

Pada daerah air terikat primer daya hantar listrik serta ion-ion K+ dan Ca++ yang dilepas masih rendah, berarti tidak terjadi kebocoran. Pada daerah air terikat sekunder mulai terjadi sedikit kebocoran yang ditandai dengan mulai meningkatnya daya hantar listrik serta ion-ion K+ dan Ca++ yang dilepas, tetapi masih rendah. Sedangkan pada daerah air terikat tersier peningkatannya sangat intensif, yang berarti sel sudah sangat bocor.

Demikian halnya hasil pengamatan dengan spektrofotometer uv pada supernatan, juga terdapat senyawa-senyawa yang terdeteksi pada panjang gelombang 260 nm dan 280 nm. Menurut Gilbert (1984) dan Skoog (1985)

didalam Park et al. (2003) senyawa yang terdeteksi pada panjang gelombang 260 nm adalah asam nukleat (RNA) seperti purine dan pirimidine serta turunannya seperti nukleotida dan ribonukleotida. Sedangkan yang terdeteksi pada panjang gelombang 280 nm diidentifikasikan sebagai protein dan asam amino seperti tirosin dan triptopan.

Senyawa-senyawa yang terdeteksi sebagai protein, asam amino, nukleotida dan asam nukleat dari sel khamir, terlihat pada daerah air terikat primer dan sekunder, jumlahnya masih rendah, sedangkan pada daerah air terikat tersier jumlahnya tinggi. Peningkatan senyawa asam nukleat lebih cepat daripada

(6)

senyawa protein, hal ini menunjukkan dinding inti sel juga pecah dan pada daerah air terikat tersier pecahnya lebih intensif.

Menurut Brown (1980) meningkatnya kelembaban disekitar sel merupakan gangguan fisik antara media didalam dan diluar sel, hal ini dapat menyebabkan perpindahan air pada membran sehingga terjadi perubahan permiabilitasnya. Perubahan ini dapat menyebabkan terdifusinya secara bebas air dan bahan-bahan terlarut melalui selaput membran. Keluar masuknya air secara bebas kedalam sel menyebabkan terjadinya kerusakan jaringan di bagian dalam sel, komponen-komponen sel yang rusak akan dilepas ke dalam air rendaman dan terdeteksi dalam pengamatan.

Dengan demikian dapat disimpulkan pada kadar air dan aktivitas air (aw)

sangat rendah di daerah air terikat primer sel khamir mempertahanan diri dengan cara dormansi. Sedangkan meningkatnya kadar air menyebabkan terganggunya keseimbangan akumulasi senyawa trehalose dan gliserol yang berperan menjaga kondisi sel tetap survival pada kondisi kering. Hal ini menyebabkan stres pada sel khamir meningkat dan memicu aktivitas enzim zimoliase yang bersifat merusak sehingga sel mengalami lisis dan mati.

Referensi

Dokumen terkait

Terdeteksinya gen stx2 pada isolat asal feses manusia klinis (penderita gagal ginjal) dan isolat asal feses sapi, menguatkan dugaan bahwa isolat lokal E.coli O157:H7

Ketiga personal identity, dimensi ini menyajikan perihal data tentang bagaimana penggunaan isi media untuk memperkuat atau menonjolkan sesuatu yang penting dalam

Metode survei adalah metode penelitian yang bertujuan untuk menentukan mengumpulakan sejumlah data barupa variabel, unit atau individu dalam waktu yang

Bukankah Islam dalam wacana kehidupan global dan dalam konteks pluralitas keberagamaan telah menawarkan suatu sikap bahwa agama semua Nabi itu adalah sama dan hanya

Penelitian tindakan kelas dalam pembelajaran menyimak cerita anak melalui media animasi audio visual ini terdiri atas dua siklus, yaitu siklus I dan siklus II,

Penelitian yang dilakukan Widi Hardiyanto, Eko Setyadi Kurniawan, Nurhidayati (2011) dengan tema Pemanfaatan Media Pembelajaran Fisika Berbasis Macromedia Flash 8

Berdasarkan hal tersebut maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Analisis Kinerja Keuangan Daerah dan Strategi Pembangunan Kota di Era