• Tidak ada hasil yang ditemukan

STUDI PEMETAAN TANAH DAN EVALUASI KONDISI LAHAN KOTA BATU

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "STUDI PEMETAAN TANAH DAN EVALUASI KONDISI LAHAN KOTA BATU"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

STUDI PEMETAAN TANAH DAN EVALUASI KONDISI LAHAN

KOTA BATU

Hirijanto

Dosen Teknik Sipil (Teknik Sumber Daya Air) FTSP ITN Malang

ABSTRAKSI

Kota Batu merupakan salah satu sentra produsen komoditas hortikultura yang cukup terkemuka, namun pada saat inii ditengarai muncul berbagai masalah yang dapat mengancam kelanjutan budidaya komoditi tersebut. Budidaya yang sangat intensif menyebabkan terkurasnya unsur hara dalam tanah. Penggunaan pupuk dan obat pertisida yang seringkali jauh di atas kebutuhan tanaman, selain terjadi pemborosan, juga menyebabkan pencemaran lingkungan. Selain itu, lahan pegunungan dengan variasi lereng yang curam menimbulkan potensi bahaya tanah longsor.

Studi ini bermaksud untuk memetakan kondisi lahan yang ada sekarang serta untuk menciptakan kelestarian lingkungan jangka panjang. Dengan demikian, maka tujuannya adalah melakukan penilaian kondisi lahan dan kesesuaian lahan melalui evaluasi lahan serta mengoptimalkan fungsi lahan sesuai dengan fungsinya melalui pemetaan tanah dan evaluasi kondisi lahan yang ada di Kota Batu Dari hasil analisa yang dilakukan dapat diketahui bahwa di Kecamatan Bumiaji yang meliputi 8 desa mempunyai tingkat kesesuaian lahan yang paling tinggi, khususnya untuk kehutanan. Selain itu, perkebunan juga bisa diterapkan di daerah ini sepanjang tidak merubah fungsi hutan yang ada. Sedangkan di Kecamatan Batu potensi perkebunan lebih dominan kecuali di desa Oro-oro Ombo yang didominasi oleh hutan. Di Kecamatan Junrejo lebih didominasi oleh potensi budidaya/ wanatani.

Kata Kunci:Pemetaan Tanah, Evaluasi Lahan, SIG.

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kota Batu memiliki daya tarik wisata yang didukung oleh berbagai macam sumberdaya yang unik, baik sumber daya manusia maupun sumber daya alamnya. Sebagai suatu wilayah, Kota Batu memiliki keunikan tersendiri. Disamping tata guna lahan tersebut, bentuk lahan (landform) yang ada juga memiliki bentuk yang khas sehingga dapat menarik wisatawan baik dari dalam maupun luar negeri.

(2)

Kota Batu merupakan salah satu sentra produsen komoditas hortikultura yang cukup terkemuka, namun pada saat inii ditengarai muncul berbagai masalah yang dapat mengancam kelanjutan budidaya komoditi tersebut. Budidaya yang sangat intensif menyebabkan terkurasnya hara dalam tanah. Penggunaan pupuk dan obat pertisida yang seringkali jauh diatas kebutuhan tanaman selain terjadi pemborosan juga menyebabkan pencemaran lingkungan. Selain itu lahan pegunungan dengan variasi lereng yang curam menimbulkan potensi bahaya tanah longsor.

Produksi usaha perkebunan atau pertanian dapat mencapai kondisi optimal bila memenuhi beberapa kriteria, antara lain :

1. Penggunaan faktor-faktor produksi usaha tani yang secara teknis mencapai suatu tingkat efisiensi.

2. Perbandingan masukan dan keluaran kegiatan usaha tani yang mencapai suatu tingkat penggunaan yang paling menguntungkan. 3. Potensi daya dukung sumber daya lingkungan baik lingkungan

tanah maupun iklim.

Untuk tercapainya pengelolaan pengelolaan produksi usaha tani yang optimal pada suatu lahan paling tidak terdapat beberapa tahapan prosedur, yaitu: pemilihan lokasi, deskripsi daerah, desain dan pengujian, penyuluhan, dan alih teknologi.

Tahap deskripsi daerah merupakan kegiatan yang akan mengungkapkan keadaan daerah masa kini mengenai seluruh komponen sistem dan keterkaitan antara tiap komponen dari proses produk pertanian. Dengan kegiatan deskripsi akan diperoleh data yang dapat digunakan untuk penentuan kebijakan dan pengambilan keputusan, misalnya untuk mempertimbangkan kelayakan pola usaha tani dan untuk menilai dampak diwaktu mendatang. Berbagai perubahan yang terjadi selama dasawarsa terakhir juga mempengaruhi perubahan tanah.

Penilaian kesesuaian lahan untuk tanaman tertentu merupakan langkah awal yang sangat penting sebelum dilakukan pengusahaan secara besar-besaran dari tanaman tersebut, sehingga kegiatan yang produktif, berkelanjutan dan menguntungkan dapat dicapai. Penilaian kesesuaian lahan terutama dilaksanakan untuk mencari lokasi yang mempunyai sifat positif dalam hubungannya dengan keberhasilan produksi tanaman, yang dikenal melalui tiga tahapan, yaitu:

1. Menilai persyaratan tumbuh tanaman yang bersangkutan atau mengetahui sifat tanah dan lokasi yang pengaruhnya bersifat negative terhadap tanaman

2. Mengidentifikasi dan membatasi satuan lahan yang mempunyai sifat yang diinginkan

3. Mengidentifikai dan memetakan potensi lahan.

Wilayah Kota Batu merupakan kawasan pegunungan dimana dataran vulkanik berada dibagian tengah dikelilingi dua kompleks pegunungan. Di sisi selatan merupakan kompleks pegunungan Kawi-Panderman, sedang

(3)

dibagian utara kompleks pegunungan Arjuna-Anjasmara. Dengan demikian landform yang ada dikontrol oleh proses vulkanisme. Lahan budidaya menempati kawasan dataran sampai perbukitan dibagian tengah , lahan hutan berada dikawasan pegunungan. Kota batu tidak begitu luas , lebar terpanjang hanya 12,5 km dengan panjang terpanjang hanya 22,5 km dengan luas sekitar 19.000 Ha. Dengan demikian untuk kepentingan perencanaan ditingkat Kota Batu ini pemetaan tingkat detil dengan skala 1:250.000 kiranya cukup memadai.

Dalam program pemupukan, jumlah pupuk yang diberikan disesuaikan dengan kebutuhan tanaman. Oleh karena itu data kandungan hara tanah sangat penting untuk diketahui. Dengan tersedianya data lahan dan tanah maka program pembangunan pertanian akan dapat disusun secara benar, baik untuk pemilihan tanaman, kendala yang akan dihadapi dalam pembudidayaannya maupun upaya menjaga kelestarian dan meningkatkan kesuburan tanah yang ada. Disamping itu, potensi bahaya banjir dan longsor serta kemungkinan pengembangan pariwisata juga dapat menggunakan data tersebut.

Maksud dan Tujuan

Maksud dari Studi Pemetaan dan Evaluasi Kondisi Lahan Kota Batu adalah untuk memetakan kondisi lahan yang ada sekarang ini serta untuk menciptakan kelestarian lingkungan jangka panjang.

Berdasarkan maksud Studi Pemetaan dan Evaluasi Kondisi Lahan Kota Batu diatas, maka tujuannya adalah:

1. Melakukan penilaian kondisi lahan dan kesesuaian lahan melalui evaluasi lahan.

2. Mengoptimalkan fungsi lahan sesuai dengan fungsinya melalui pemetaan tanah dan evaluasi kondisi lahan yang ada di Kota Batu.

METODOLOGI KEGIATAN PELAKSANAAN

Studi pemetaan tanah dan evaluasi kondisi lahan Kota Batu dibagi dalam 2 (dua) tahap yaitu :

Tahap I : Persiapan dan Prasurvey Tahap II : Survei Tanah

Kegiatan pada Tahap I meliputi kajian pustaka/kajian laboratorium terhadap data-data yang tersedia serta pengecekan lapangan ke daerah survey yang telah ditentukan. Kegiatan tahap I juga mencakup persiapan rencana kerja untuk survey tanah yang akan dilakukan pada tahap II. Sedangkan kegiatan pada tahap II meliputi kegiatan survey tanah detail skala 1 : 25000 pada daerah yang telah dipersiapkan dalam tahap I. Hasil survey akan dijadikan sebagai pedoman dalam perencanaan pengembangan daerah Kota Batu.

(4)

Dalam pekerjaan Tahap I ini pengumpulan data menggunakan metode survey, pekerjaan survey terdiri dari dua bagian yaitu data primer dan data sekunder. Data Primer yang dicari adalah :

1. Peta Topografi / Peta Rupa Bumi Indonesia Skala 1 : 25.000, Kota Batu

2. Foto Udara Kota Batu skala 1 : 10.000 atau 1 : 25.000 3. Hasil pengolahan data survey lapangan

Pada pekerjaan tahap II merupakan kegiatan lapangan untuk mendapatkan data tanah pada daerah survey. Survei tanah yang dilakukan ini meliputi pekerjaan pemboran, minipit, dan deskrepsi profil pada titik-titik yang telah direncanakan. Hasil survey tanah ini kemudian diproses untuk mendapatkan peta kemiringan lereng, peta jenis tanah, peta iklim, data sosial-ekonomi, dan lain-lain.

GAMBARAN UMUM WILAYAH STUDI

Gambar 1.

Peta Administrasi Kota Batu

Tulungrejo Oro-oro Ombo Bumiaji Tlekung Giripurno Bulukerto Sumbergondo Beji Gunungsari Pandanrejo Pesanggrahan Junrejo Pendem Kel Temas Punten Kel Songgokerto Kel Sisir Torongrejo Kel Ngaglik Sumberrejo Sidomulyo Mojorejo Dadaprejo

(5)

Dilihat

dari keadaan geografinya, secara umum Kota Batu dapat

dibagi menjadi 2 bagian utama yaitu daerah lereng/bukit dan daerah

dataran, di mana lereng/bukit memiliki proporsi yang lebih luas. Untuk

melihat dengan jelas kondisi geografis desa/kelurahan di Kota Batu

dapat dilihat dalam tabel di bawah ini.

Tabel 1.

Kondisi Geografis Desa/Kelurahan di Kota Batu

I. Kecamatan Batu II. Kecamatan Junrejo III. Kecamatan Bumiaji

Desa/

Kelurahan Geografis Kondisi Kelurahan Desa/ Geografis Kondisi Kelurahan Desa/ Geografis Kondisi

Oro-Oro Ombo Lereng/Bukit Tlekung Lereng/Bukit Pandanrejo Lereng/Bukit Temas Pantai Junrejo Dataran Bumiaji Lereng/Bukit Sisir Lereng/Bukit Mojorejo Dataran Bulukerto Lereng/Bukit Ngaglik Lereng/Bukit Torongrejo Lereng/Bukit Gunungsari Lereng/Bukit Pesanggrahan Dataran Beji Dataran Punten Lereng/Bukit Songgokerto Lereng/Bukit Pendem Dataran Tulungrejo Lereng/Bukit Sumberejo Lereng/Bukit Dadaprejo Dataran Sumbergondo Lereng/Bukit Sidomulyo Lereng/Bukit Giripurno Lembah/DAS Sumber: Statistik Desa dan Kelurahan Kota Batu (Hasil Sensus 2002)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penyelidikan Tanah (Soil Survey)

Tanah merupakan tubuh alam (natural body) tiga dimensi yang menempati bagian teratas dari kerak bumi, memiliki sifat yang berbeda dengan batuan yang ada di bawahnya sebagai hasil interaksi dari bahan induk, makhluk hidup, iklim, dan topografi dalam periode waktu tertentu. Berdasarkan definisi tersebut maka untuk mempelajari tanah, sifat-sifatnya harus ditentukan di lapangan, dimana tanah terdapat dalam keadaaan yang sebenarnya dengan melihat ciri-ciri morfologi tanah (profil tanah) dan morfologi lahan yang mempengaruhi proses perkembangan (generasi) tanah tersebut. Selanjutnya, untuk mendapatkan data penunjang yang lengkap dari hasil pengamatan di lapangan, dilakukan analisa tanah di laboratorium.

Sebagai bagian bumi, setiap jenis/seri tanah perlu diketahui tempat dan penyebarannya. Untuk itu, perlu dilakukan survey. Dalam pelaksanaan survey diperlukan peta tanah yang dilengkapi tanda-tanda dan keterangan singkat. Survey tanah memisahkan jenis-jenis tanah dan melukiskannya dalam suatu peta disertai uraiannya. Klasifikasi dan survey tanah merupakan suatu kesatuan yang saling melengkapi dan saling memberi manfaat dalam meningkatkan daya gunanya.

(6)

Pemetaan Tanah (Soil Mapping)

Satuan peta tanah (soil mapping unit) tersusun dari unsur-unsur yang pada dasarnya merupakan kesatuan dari tiga satuan, yaitu satuan tanah, satuan bahan induk, dan satuan wilayah. Perbedan satuan peta dalam berbagai kategori peta tanah terletak pada ketelitian masing-masing unsur satuan petanya. Penggunaan tiga unsur ini dimaksudkan untuk dapat memberi gambaran yang jelas dari suatu wilayah tentang keadaan tanah dan wilayahnya.

Seperti halnya klasifikasi tanah, peta tanah dapat dibedakan dalam lima kategori yaitu: (1) peta tanah bagan, (2) peta tanah ekplorasi, (3) peta tanah tinjau, (4) peta tanah tinjau mendalam, dan (5) peta tanah terperinci. Setiap kategori peta tanah mempunyai tingkat ketelitian tertentu sesuai dengan skalanya. Makin besar skala peta (angka pembanding makin kecil), maka akan semakin teliti penyusunan peta tersebut.

Kategori Peta Tanah

1. Peta Tanah Bagan (Schematic/Generalized Soil Map)

Peta tanah bagan berskala 1:2.500.000 sampai dengan 1:5.000.000 memiliki tingkat ketelitian yang sangat kasar karena jarak 1 mm dalam peta sama dengan 2,5 sampai dengan 5 km di lapangan. Satuan peta disini terdiri dari satuan jenis tanah utama (great soil

group) atau assosiasi/ kompleks tanah dan satuan wilayah yang hanya

membedakan daratan dan bukit/gunung. Perbedaan bahan induk yang membentuk tanah dipisahkan.

Peta tanah bagan dapat digunakan untuk menyusun peta tanah dunia, bahan pelajaran di sekolah, atau data geogrfis tentang wilayah tersebut. Data yang dapat diambil dari peta ini hanyalah gambaran prosentase dan penyebarannya guna menyusun rencana garis besar pembangunan negara.

2. Peta Tanah Eksplorasi (Exploratory Soil Map)

Peta tanah eksplorasi pada umumnya berskala 1:1.000.000. Hal ini berarti setiap 1 mm dalam peta sama dengan 1 km di lapangan, sehingga areal seluas 100 ha dalam peta ini menjadi 1 mm2, sedang 10.000 ha = 1 cm2

Peta tanah eksplorasi disusun dari hasil survey tanah kemudian disesuaikan dengan satuan peta dan skalanya. Survey ini terdiri dari pemboran-pemboran tanah dan penyidikan (description) profil tanah. Dengan 20-40 pemboran terdapat 2 profil tanah setiap 100.000 bergantung pada keadaan lapangan. Makin sulit kondisi lapangan, maka diperlukan pengamatan yang lebih rapat, sehingga lapangan

(7)

yang sederhana/ homogen pengamatan dapat diperjarang. Penetapan nama jenis tanah dilakukan setelah ada hasil analisa labolatorium contoh tanah hasil survey.

Sesuai dengan skala dan satuan peta yang masih kasar, peta tanah eksplorasi merupakan hasil inventarisasi jenis-jenis tanah utama yang terdapat dalam wilayah yang cukup luas (satu pulau, satu propinsi, dan sebagainya), dapat menunjukkan areal yang tanahnya merupakan masalah (probematik), dan areal yang ada harapan dalam usaha pembangunan pertanian pada umumnya. Data yang disajikan dalam legenda masih memerlukan penafsiran sifat tanah dan bahan induknya guna merencanakan pembangunan pertanian seperti tersebut di atas. Untuk tujuan pelaksanaan proyek atau percobaan, maka peta ini sama sekali tak berguna karena terlalu kasar dan tidak sesuai.

3. Peta Tanah Tinjau (Recoinnaissance Soil Map)

Pada umumnya peta tanah tinjau berskala 1:250.000. Atas dasar tujuan bagi daerah-daerah tertentu dapat disusun peta tanah tinjau berskala lebih kecil (1:500.000) atau lebih besar (1:100.000). Penyusunan dengan skala lebih kecil biasanya dimaksud untuk memperkecil volume atau luas gambar tanpa mengurangi tingkat ketelitiannya. Penyusunan dengan skala lebih besar menunjukkan bahwa pengamatan untuk daerah tersebut cukup dapat dipertanggungjawabkan guna menyusun peta dalam skala yang lebih besar.

Peta tanah tinjau disusun berdasarkan hasil survey di lapangan. Satuan tanah ditetapkan dari penyidikan profil-profil tanah dan hasil analisa contoh-contoh tanah di laboratorium. Penetapan batas-batas penyebaran satuan peta disusun berdasarkan geomorfologi daerah dan pemboran-pemboran tanah. Pengamatan untuk penyusunan peta tanah tinjau dengan 20-40 pemboran dan lebih dari 2 profil/100 km2

Peta tanah tinjau merupakan peta yang sangat berguna untuk mengetahui potensi tanah suatu wilayah dan masalah-masalahnya guna perencanaan pembangunan pertanian tingkat nasional sampai dengan tingkat propinsi. Dari peta tanah ini dapat diketahui apakah suatu wilayah mempunyai kemungkinan untuk suatu usaha intensifikasi pertanian, pembukaan areal baru, diversifikasi, dan sebagainya. Penggunaan peta tanah tinjau sebagai dasar pelaksanaan suatu proyek percobaan dalam tanaman dan sebagainya masih terlalu kasar. Untuk maksud tersebut diperlukan data tanah yang lebih terperinci dan lebih teliti.

(10.00 Ha). Peta dasar yang digunakan dalam survey berskala 1:25.000 sampai dengan 1:100.000. Peta tanah lapangan kemudian diperkecil dan disederhanakan sesuai dengan skala peta tanah tinjau.

(8)

4. Peta Tanah Tinjau Mendalam (Semi Detail Soil Map)

Peta tanah tinjau mendalam berskala 1:50.000 sampai dengan 1:100.000. Untuk penyusunan dengan maksud-maksud tertentu, dapat pula dibuat peta tanah dengan skala 1:25.000 dengan pengamatan lebih teliti dan dihasilkan peta tanah semi terperinci. Perbedaan antara peta tanah tinjau mendalam dan peta tanah semi terperinci terutama terletak pada tingkat ketelitian pengamatan tanah di lapangan. Dengan pengamatan cukup rapat, dapat pula disusun peta tanah semi terperinci dengan skala 1:50.000, misalnya peta tanah untuk daerah kunci (key region) yang digunakan untuk mencek peta tanah tinjau.

5. Peta Tanah Terperinci (Detail Soil Map)

Sesuai dengan maksud penyusunan peta tanah ini, maka disamping peta tanah tinjau mendalam, disusun pula peta-peta lainnya misalnya peta kemampuan wilayah, peta fisiografi, peta rekomendasi, dan sebagainya yang merupakan pelengkap bagi suatu naskah yang disusun sesuai dengan maksud dilakukannya survey tanah tinjau mendalam atau semi terperinci.

Peta tanah terperinci adalah peta tanah yang disusun terutama untuk tujuan praktek dan pelaksanaan di bidang pertanian yang mencakup areal yang tidak terlalu luas (2.000 - 10.000 ha). Sesuai dengan maksud penyusunannya, maka survey tanah yang dilakukan bertujuan untuk meningkatkan produksi, pembukaan areal pertanian baru, rasionalisasi penggunaan tanah, pemecahan masalah kerusakan tanah, dan sebagainya, dimana menghasilkan suatu rekomendasi untuk pelaksanaan tujuan tersebut.

Pelapisan atau perkembangan horison bumi akhirnya menimbulkan tubuh alam yang disebut tanah. Tiap tanah dirincikan oleh urutan tertentu horison tersebut. Urutan ini disebut dengan istilah profil tanah. Lapisan yang dihasilkan oleh proses pembentukan tanah dibedakan menjadi empat kelompok, yaitu O, A, B, dan C.

Profil Tanah

Kelompok O adalah horison organik yang terbentuk di atas tanah mineral. Mereka dihasilkan dari sisa-sisa tumbuhan dan hewan. Kelompok A

(eluvial) adalah horison pelindian maksimum, mulai dari permukaan bahan

mineral disebut A1, A2, dan seterusnya. Kelompok B (iluvial) mencakup lapisan pengendapan, baik dari atas maupun dari bawah. Daerah ini merupakan penimbun maksimum bahan seperti oksida besi, alumunium, dan lempung silikat. Bahan dapat tercuci ke bawah dari lapisan permukaan atau mereka dapat terbentuk di horison B. Daerah kering kalsium karbonat, kalsium sulfat, dan garam–garam lain dapat tertimbun di horison B bawah. Horisonnya disebut berturut-turut ke bawah B1, B2, dan seterusnya.

(9)

Berdasarkan beberapa hal yang telah diuraikan tersebut di atas, maka pekerjaan studi pemetaan tanah dan evaluasi kondisi lahan Kota Batu diperlukan basis peta dengan skala 1:25.000. Hal ini cukup memadai, mengingat salah satu tujuan pekerjaan ini digunakan secara teknis masih diijinkan dengan skala maksimal 1:100.000. Diharapkan dengan skala peta 1:25.000 secara umum dapat dihasilkan pemetaan tanah yang baik dan akurat.

Dengan demikian, pada kegiatan ini pemetaan tanah yang dilakukan adalah untuk membuat peta tanah semi detail dengan skala 1:25.000 yang akan dijadikan pedoman dalam perencanaan pengembangan daerah Kota Batu.

Potensi Lahan Kota Batu

Dari hasil analisa yang dilakukan dengan meng-overlay peta-peta tematik yang ada, didapatkan peta potensi lahan Kota Batu. Dari peta potensi Kota Batu tersebut dapat diketahui bahwa di Kota Batu terdapat 3 (tiga) jenis potensi lahan, yaitu:

1. Perkebunan; dengan budidaya tanaman tahunan, seperti chinchona, cinnamon, klengkeng, leci, jambu, dan jeruk,

2. Kehutanan; dengan jenis potensi hutan produksi, seperti eucaliptus, pinus, casuarina, lauracene, quercus, dan castanea. 3. Wanatani; dengan budidaya lorong dua jenis tanaman, yaitu:

a. Tanaman hortikultura, seperti apel, leci, jambu, anggur, jeruk, wortel, cabe, kentang, kubis, dan tomat.

b. Tanaman pangan, seperti jambu mente, mangga, srikaya, dan palawija (kacang hijau, kacang gude, kacang tanah, kedele, jagung).

(10)

Tabel 2.

Luasan Kesesuaian Kondisi Lahan Kota Batu

Desa/Kelurahan Kecamatan Kebun Hutan Budidaya

Gunungsari Bumiaji 1.079.205,75 5.548.193,09 287.017,16 Tulungrejo 20.236.220,14 50.282.720,55 24.365,20 Sumbergondo 6.036.095,85 6.997.388,43 817.398,14 Bulukerto 3.178.476,83 3.553.144,86 3.382.396,78 Bumiaji 3.126.792,96 1.834.098,25 3.522.865,02 Giripurno 3.160.654,09 1.791.218,76 4.895.452,61 Punten 1.984.028,54 483.465,65 Pandanrejo 2.540.126,78 25.235,67 3.743.376,76 Sidomulyo Batu 2.524.501,89 Songgokerto 73.376,63 5.619.338,77 Pesangrahan 1.303.418,87 5.636.518,89 82.796,21 Ngaglik 1.482.928,98 1.667.692,19 65.998,23 Sisir 2.096.657,52 550.812,03 Temas 2.005.441,88 2.622.435,37 Oro-oro Ombo 2.567.547,23 14.399.362,25 22.141,97 Sumberejo 1.911.390,60 1.019.521,67 Beji Junrejo 579.215,42 1.843.365,35 Torongrejo 3.408.210,12 Pendem 3.616.231,47 Junrejo 2.944.618,16 591.809,46 Tlekung 2.402.983,47 6.363.510,78 Dadaprejo 770.207,42 1.282.859,54 Mojorejo 1.940.408,25

Dari tabel kesesuaian kondisi lahan tersebut di atas dapat diketahui bahwa di Kecamatan Bumiaji yang meliputi 8 (delapan) desa/kelurahan merupakan kecamatan terluas dengan luas wilayah 12.852,99 Ha. Penggunaan lahan eksisting didominasi oleh hutan, yaitu sebesar 10.025,41 Ha, selebihnya adalah lahan terbuka, tegalan, dan sawah. Luasan hutan terbesar terletak di Desa Tulungrejo, yaitu seluas 5474,20 Ha. Selain itu, di daerah ini terdapat lahan terbuka yang cenderung kritis karena mempunyai kelerengan yang tinggi. Disamping itu terdapat tanah kosong/pasir di puncak Gunung Arjuno yang rawan longsor, sehingga diperlukan perhatian yang lebih intensif.

(11)

Gambar 2.

Peta Potensi Lahan Kota Batu

TULUNGREJO BUMIAJI ORO-ORO OMBO TLEKUNG GIRIPURNO SUMBERGONDO BULUKERTO TEMAS BEJI GUNUNGSARI SISIR PANDANREJO PENDEM PESANGGRAHAN JUNREJO NGAGLIK SONGGOKERTO PUNTEN TORONGREJO SUMBEREJO SIDOMULYO MOJOREJO DADAPREJO S N E W 655000 655000 660000 660000 665000 665000 670000 670000 675000 675000 680000 680000 9125000 9125000 9130000 9130000 9135000 9135000 9140000 9140000 9145000 9145000

PEMERINTAH KOTA BATU BADAN PERENCANAAN DAERAH

(BAPEDA)

LEGENDA :

STUDI PEMETAAN TANAH DAN EVALUASI KONDISI LAHAN KOTA BATU

TAHUN ANGGARAN 2006

500 0 500 1000 1500 2000 Meters

PETA POTENSI LAHAN KOTA BATU

Apel, Leci, Jambu, Anggur, Jeruk (Wortel, Cabe, Kentang, Kubis, Tomat) Chinchona, Cinnamon, Klengkeng, Leci, Jambu, Jeruk

Eucaliptus, Pinus, Casuarina, Lauracene, Quercus, Castanea, Nothofagus, Rapanes, Laptoenarnum Jambu Mente, Mangga, Srikaya/ Palawija (Kacang Hijau, Kacang Gude, Kacang Tanah, Kedele, Jagung) Kopi Robusta, Kakao, Kelapa, Kelapa Sawit, Karet, Rambutan, Nangka, Manggis, Durian, Duku Batas desa

(12)

Evaluasi Lahan Kota Batu

Untuk keperluan evaluasi kondisi lahan dibutuhkan informasi yang akurat dan terkini mengenai penggunaan lahan yang terbaru. Untuk itu,

diperlukan proses updating peta penggunaan lahan yang dibuat

berdasarkan peta Rupa Bumi Indonesia (RBI) terbitan Bakosurtanal. Hal ini dikarenakan peta RBI ini dibuat berdasarkan foto udara hasil pemotretan tahun 1998.

Proses perbaikan (updating) peta penggunaan lahan dilakukan dengan menggunakan citra satelit Landsat TM tahun perekaman September 2002. Citra satelit yang telah melalui koreksi radiometrik dan koreksi geometrik serta proses penajaman citra, kemudian dilakukan proses tumpangsusun (overlay) dengan peta penggunaan lahan yang dibuat dari peta RBI (Rupa Bumi Indonesia ) terbitan Bakosurtanal, sehingga lahan yang berubah dapat terlihat jelas, untuk kemudian dilakukan penyesuaian.

Pola penggunaan lahan hasil updating di wilayah Kota Batu untuk lahan terbangun hanya sekitar 7,59% atau sekitar 1.511,55 Ha dari seluruh pola penggunaan lahan yang ada. Sisanya merupakan lahan non terbangun. Hal ini disebabkan wilayah kota Batu sebagian besar merupakan kawasan dengan topografi yang cenderung berbukit dan terjal, sehingga penggunaan lahan didominasi oleh kegiatan non terbangun seperti kegiatan hutan dan pertanian.

Untuk lahan non terbangun, luas terbesar adalah hutan sebesar ± 6.523,39 Ha atau 32,77%. Sedangkan luas lainnya digunakan untuk tegalan

± 5.025,37 Ha atau 25,24%, lahan terbuka ± 2.682,01 Ha atau 13,47%, sawah ± 2.458,19 Ha atau 12,35%. Sisanya lahan gundul/pasir sebesar 6,60%. Konsentrasi penggunaan lahan terbangun yang terbesar berada di wilayah Kecamatan Batu, yaitu sekitar ± 707,21 Ha atau 46,79% dari luas keseluruhan lahan terbangun. Keadaan ini wajar karena Kecamatan Batu merupakan pusat kegiatan dan aktifitas kota.

Hasil updating peta penggunaan lahan dari citra satelit ditampilkan pada gambar di bawah ini.

(13)

TULUNGREJO BUMIAJI ORO-ORO OMBO TLEKUNG GIRIPURNO SUMBERGONDO BULUKERTO TEMAS BEJI GUNUNGSARI SISIR PANDANREJO PENDEM PESANGGRAHAN JUNREJO NGAGLIK SONGGOKERTO PUNTEN TORONGREJO SUMBEREJO SIDOMULYO MOJOREJO DADAPREJO S N E W

PEMERINTAH KOTA BATU BADAN PERENCANAAN DAERAH

(BAPEDA)

LEGENDA :

STUDI PEMETAAN TANAH DAN EVALUASI KONDISI LAHAN KOTA BATU

TAHUN ANGGARAN 2006

500 0 500 1000 1500 2000 Meters

PETA TUTUPAN LAHAN KOTA BATU 655000 655000 660000 660000 665000 665000 670000 670000 675000 675000 680000 680000 91 25 00 0 912500 0 91 30 00 0 913 000 0 91 35 00 0 913500 0 91 40 00 0 914 000 0 91 45 00 0 914 500 0 batas desa hutan lahan terbuka lahar/pasir pemukiman sawah tegalan Gambar 3.

(14)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Dari serangkaian kegiatan yang telah dilakukan dalam pelaksanaan Studi Pemetaan Tanah dan Evaluasi Kondisi Lahan Kota Batu dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Kegiatan ini telah menyediakan peta tematik tanah dan penunjangnya secara digital, sehingga – apabila dibutuhkan – informasi tersebut dapat ditemukan secara cepat dan mudah. 2. Dalam kegiatan pengumpulan, perbaikan, kemudian penyusunan

data-data fisik tanah, data-data tersebut dijadikan basic (dasar) untuk menentukan jenis potensi komoditas pertanian yang sesuai dengan kondisi tanah setempat serta evaluasi kondisi lahan eksisiting. Selain itu, juga dilakukan survey lapangan guna mengetahui kondisi yang sebenarnya di lapangan dan untuk meningkatkan ketelitian hasil analisa.

3. Hasil analisa dapat diketahui bahwa di Kecamatan Bumiaji yang meliputi 8 desa mempunyai tingkat kesesuaian lahan yang paling tinggi, khususnya untuk kehutanan. Selain itu, perkebunan juga bisa diterapkan di daerah ini sepanjang tidak merubah fungsi hutan yang ada. Sedangkan di Kecamatan Batu potensi perkebunan lebih dominan, kecuali di Desa Oro-oro Ombo yang didominasi oleh hutan. Di Kecamatan Junrejo lebih didominasi oleh potensi budidaya/wanatani.

Saran

1. Agar hasil yang dicapai dalam kegiatan ini dapat maksimal, maka diperlukan skala peta yang lebih besar, sehingga mencapai kerincian data spasial yang lebih akurat. Selain itu, diperlukan data atribut yang lebih up to date yang dapat menunjang informasi spasial. Dalam kegiatan ini terlihat bahwa banyak data atribut yang kurang lengkap, sehingga diperlukan lagi pemutakhiran data spasial yang lebih detail untuk setiap data atribut.

2. Dengan segala keterbatasan waktu dan data, studi ini sudah berusaha dilakukan dengan bekerja dan menjalin komunikasi dengan semua dinas/instansi yang terkait semaksimal mungkin, sehingga dapat berguna dan bermanfaat bagi yang memerlukan. 3. Hasil dari pekerjaan ini masih dapat dikembangkan dengan

(15)

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2002. Laporan Monitoring Tata Air SPAS Sub DAS Genteng

______. 2005.

. Balai Pengelolaan DAS Brantas. Jakarta: Departemen Kehutanan.

Laporan Rencana Teknik Lapangan Rehabilitasi Lahan dan Konservasi Tanah (RTL-RLKT) pada Sub DAS Genteng

______. 2005.

. Balai Pengelolaan DAS Sungai Brantas. Kabupaten Malang.

Petunjuk Teknis Pembuatan Bangunan Konservasi Lahan (Tanah dan Air) untuk Menanggulangi Erosi Lahan dan Sedimentasi

______. 2006.

. Balai Pengelolaan DAS Brantas. Jakarta: Departemen Kehutanan.

Kota Batu Dalam Angka

Hadi Utomo, Wani. 2002. Konservasi Lahan. Malang: Universitas Brawijaya Malang. . Batu: Bappeda.

Sri Harto, Br. 1999. Analisis Hidrologi. PT. Jakarta: Gramedia Pustaka.

Ven Tee Chow. 1999. Open Channel (Saluran Terbuka). Jakarta:Penerbit Erlangga. Wesley, LB. 1977. Mekanika Tanah. Jakarta: Badan Penerbit Pekerjaan Umum.

Referensi

Dokumen terkait

Dengan demikian, dapat diketahui bahwa ada beberapa poin dari hasil pemetaan yang diperoleh antara lain yaitu kesesuaian lahan untuk TPA Sampah dengan tingkat

(2.) Daya Dukung fungsi lahan kota Sibolga dalam pengembangan Kota Sibolga termasuk dalam klasifikasi tingkat kesesuaian daya dukung lahan rendah karena kondisi lahan

Apabila manusia dapat menggunakan lahan dan tanah sesuai dengan kondisi kesesuaian dan peruntukan lahan dan tanah, juga dengan perencanaan dan pelaksanaan yang

Analisa data yang dilakukan meliputi data hasil evaluasi kesesuaian lahan existing dan RTRW apakah sudah sesuai atau tidak sesuai penggunaan lahannya terhadap

Evaluasi kesesuaian lahan untuk komoditas Kayu Putih ( Melaleuca leucadendra ) dilakukan terhadap peta satuan lahan dengan skala 1:100.000. Evaluasi kesesuaian lahan

Untuk evaluasi lahan untuk komoditas pertanian adalah dalam penilaian potensi atau kelas kesesuaian suatu lahan untuk komoditas pertanian dan perkebunan tertentu.. Oleh

a) Tingkat kesesuaian tinggi terdapat pada pemanfaatan lahan, Koefisien Lantai Bangunan (KLB), dan ketinggian (lantai) maksimal. Artinya pemanfaatan ruang atau

pengelolaan tersebut adalah dengan evaluasi kondisi lahan mangrove. Hasil penelitian diperoleh bahwa kondisi lahan mangrove di Desa Bedono dan Kelurahan Mangunharjo dipengaruhi