• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. bau, rasa, dan sentuhan. Informasi tersebut akan masuk ke dalam pikiran sebagian masuk

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. bau, rasa, dan sentuhan. Informasi tersebut akan masuk ke dalam pikiran sebagian masuk"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Manusia hidup di dunia ini penuh dengan informasi yang berupa pemandangan, suara, bau, rasa, dan sentuhan. Informasi tersebut akan masuk ke dalam pikiran sebagian masuk menuju alat indera untuk disimpan dan sebagian lagi diabaikan. Informasi yang disimpan biasanya yang dianggap penting dan berpengaruh pada kehidupan. Informasi yang masuk menuju alat indera akan diproses dan disimpan dalam memori (Slavin, 2000). Memori merupakan suatu sistem penyimpanan dan/atau pemrosesan informasi yang kemudian memunculkan interpretasi (Slavin, 2000). Memori juga dapat dicontohkan seperti mengingat pelajaran, mengingat nomor telepon dan mengingat semua hal, memecahkan masalah, pengambilan masalah. Memori secara tidak langsung berpengaruh pada kehidupan manusia karena memori merupakan salah satu akal yang membuat manusia dapat memiliki pemahaman dan ingatan yang baik. Memori memiliki fungsi yang sangat penting bagi manusia, karena setiap aktivitas manusia akan selalu melibatkan memori. Menurut Sclessinger & Groves (dalam Rakhmat, 2000) memori merupakan suatu sistem terstuktur yang membantu seseorang untuk mengingat kejadian-kejadian alam dan berhubungan dengan sistem kognitif untuk mengatur perilaku.

Langkah kerja memori meliputi merekam, menyimpan informasi, dan mengingat kembali pengalaman serta informasi. Ketiga langkah kerja memori yang telah disebutkan biasanya diatur oleh jenis-jenis memori. Adapun jenis-jenis memori menurut Passer & Smith (2007) antara lain sensory memory merupakan ingatan yang berkaitan dengan penyimpanan informasi sementara dan dibawa oleh panca indera; long-term memory yaitu ingatan yang

(2)

disimpan dalam jangka panjang; kemudian short-term memory yang berfungsi untuk menyimpan ingatan dalam jangka pendek. Atkinson (dalam Anderson, 1995) juga berpendapat terdapat tiga jenis memori, antara lain sensory store yang mengantarkan atensi dari alat indera menuju short-term memory, kemudian dari short-term memory informasi tersebut diperkuat penyimpanannya menuju long-term memory. Masih menurut Atkinson (dalam Anderson, 1995) Long-term memory memiliki peran untuk menyimpan informasi dalam waktu yang lama dan dapat dikeluarkan kembali apabila informasi tersebut dibutuhkan, sedangkan short-term memory berperan sebagai penghubung antara sensory memory dan long-term memory. Baddeley (1998) dalam hal penyimpanan informasi memberikan istilah dari short-term memory, yang diberi nama working memory. Working memory merupakan sebuah memori kerja yang secara aktif menyimpan informasi untuk sementara waktu.

Working memory dicontohkan seperti seseorang yang diberi rumus matematika oleh guru pada saat proses pembelajaran di kelas untuk dimengerti, dipahami, bahkan dihafalkan. Hal ini berfungsi untuk membuka kembali memori seseorang ketika mengerjakan soal-soal ujian matematika dengan buku tertutup yang tidak memungkinkan untuk membuka catatannya, sehingga working memory yang akan bekerja dalam menemukan rumus-rumus.

Penelitian Baddeley (dalam Anderson, 1995) untuk mengukur kapasitas working memory, subjek diberikan soal dan diminta membaca sejenak kemudian mengulang kembali lima kata yang terdiri atas satu sampai dua sub kata. Hasilnya sebagian besar subjek dapat melakukan apa yang diminta oleh Baddeley, dan diperoleh skor rata-rata 4.17 dari skor 5. Kemudian subjek diberikan soal kembali sebanyak lima kata, namun satu kata terdiri atas empat sampai lima sub kata. Hasilnya sebagian besar subjek kurang dapat menguasai soal dan diperoleh skor rata-rata 2.80 dari skor 5. Baddeley (dalam Anderson, 1995) memberikan

(3)

kesimpulan bahwa semakin sulit soal yang diberikan maka semakin sedikit subjek yang menjawab benar.

Kapasitas working memory juga dapat diketahui dengan menggunakan program yang disebut n-back. N-back merupakan sebuah program atau tes yang dirancang untuk melihat kapasitas working memory seseorang (Nakao dkk, 2012). Penelitian yang telah dilakukan mengungkapkan bahwa working memory dianggap sebagai salah satu bentuk ingatan jangka pendek dengan proses informasi yang dipelajari oleh Baddeley dan Hitch, dapat diukur menggunakan tugas n-back (Nakao dkk, 2012). Tugas n-back secara spesifik mengukur akurasi dan waktu reaksi pada working memory. Johnson & Proctor (2004) menjelaskan bahwa akurasi dan waktu reaksi terdapat di dalam tugas n-back. Pertama, akurasi dapat dikatakan mengukur jawaban yang benar dari sebuah pertanyaan. Akurasi diperoleh dari suatu respon yang dinyatakan benar pada tugas yang diberikan. Kedua, waktu reaksi berfungsi untuk mengukur kecepatan seseorang dalam menjawab pertanyaan. Akurasi dan waktu reaksi adalah aspek yang sangat penting dalam working memory seseorang.

Working memory merupakan suatu sistem penyimpanan informasi yang sangat penting untuk membantu individu menjalankan semua aktivitasnya, namun working memory juga dapat mengalami penurunan. Penelitian Wickens (dalam Passer & Smith, 2007) ditemukan terdapat penurunan pada working memory seseorang, salah satu penurunan working memory terjadi karena adanya gangguan proaktif secara terus menerus. Gangguan proaktif terjadi pada saat seseorang memiliki kesulitan dalam belajar atau mempelajari sesuatu hal baru. Misalnya, Wickens dalam penelitiannya memberikan soal berupa tiga kata, yaitu XCJ, HBR, dan TSV. Subjek diminta untuk mengingat ketiga kata tersebut. Setelah beberapa lama kemudian, kata baru muncul yakni kata KRN, dan subjek diminta kembali mengingat kata KRN. Subjek yang mengalami gangguan proaktif tidak dapat mengingat kata KRN, yang diingat bahkan kata

(4)

pertama, ialah XCJ. Pada kasus tersebut, informasi-informasi yang lama akan menyulitkan seseorang mengingat informasi-informasi yang baru. Gangguan proaktif semacam ini yang diulang secara terus menerus dapat menyebabkan penurunan working memory seseorang (Passer & Smith, 2007).

Penurunan working memory juga dapat terjadi apabila seseorang sering membagi perhatian mengerjakan beberapa tugas dalam satu waktu atau disebut multitasking. Pada artikel National Science Week tahun 2011, seorang dokter bernama Irwin di Universitas Macquarie mengatakan bahwa multitasking akan mempersulit seseorang untuk memperoleh kepuasan dalam melakukan tugas, karena banyak interupsi yang terjadi ketika sedang mencari tugas. Dokter Irwin juga mengatakan bahwa multitasking dapat menyebabkan seseorang mengalami penurunan pada memori ( http://www.multitaskingtest.net.au/the-science/impacts-of-multi-tasking).

Multitasking merupakan sebuah fenomena dalam kehidupan sehari-hari dari bekerja, liburan hingga rutinitas sehari-hari, misalnya berjalan dengan berbicara, membaca sembari mendengarkan dua kalimat yang berbeda, serta bernyanyi dengan bermain alat musik atau menelpon saat mengemudi (Salvucci & Taatgen, 2008). Madjar & Shalley (dalam Adler & Fich, 2012) berpendapat bahwa multitasking memiliki dampak positif seperti seseorang memiliki waktu yang lebih produktif ketika mulai terbiasa melakukan multitasking dan waktu yang tersisa dapat digunakan untuk istirahat. Adapun dampak negatif yang dirasakan seseorang yang melakukan multitasking karena tidak selamanya multitasking selalu diasosiasikan kepada hal-hal yang positif maupun bermanfaat. Kasus yang diliput oleh media kompasiana ditemukan seorang remaja berusia 18 tahun di Jakarta Timur pada 30 November 2013 terjatuh dari sepeda motor dan meninggal dunia karena asik mengetik sms pada saat mengendarai motornya, ban sepeda motor tersebut melewati lubang dan terjatuh kemudian

(5)

dari belakang datang metromini yang melindasnya. Data Direktorat Lalu Lintas Polda Metro Jaya memaparkan bahwa selama tahun 2010 terdapat 6.000 kasus kecelakaan, ternyata 135 kasus disebabkan sedang menggunakan ponsel. Telepon, SMS, BBM, dan sebagainya membuat konsentrasi pengemudi menjadi terbagi pada beberapa aktivitas dan terdorong untuk melakukan multitasking (

http://www.kompasiana.com/azkasubhan/ternyata-hp-dan-tabletpun-bisa-mengancam-nyawa-anda_552fe2766ea834325c8b45a1).

Saat ini multitasking sudah dianggap biasa dalam kehidupan masyarakat, terutama multitasking terhadap penggunaan teknologi yang kini terus berkembang dan menghasilkan keanekaragaman. Konten dari teknologi yang beraneka ragam juga menarik perhatian manusia untuk selalu mengakses sehingga dapat menghabiskan waktu berjam-jam. Seperti penelitian yang dilakukan di Universitas Standford bahwa setiap jam dapat dihabiskan untuk mengoperasikan komputer, sedangkan bertemu langsung atau bertatap muka hanya dihabiskan hampir tigapuluh menit dalam sehari (Small & Vorgan, 2008).

Multitasking yang berhubungan dengan teknologi dapat dikatakan sebagai media multitasking (Ophir, Nass, & Wagner, 2009). Media multitasking semakin menyebar dimana-mana, yang dianggap sebagai tantangan pada kognisi manusia karena mengerjakan lebih dari satu tugas dalam waktu yang bersamaan, dan penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar fenomena media multitasking terjadi pada usia muda (Ophir, Nass, & Wagner, 2009). Anak muda yang digolongkan dalam remaja akhir biasanya sedang memiliki sifat ingin tahu yang tinggi dan ingin memiliki banyak pengalaman, sehingga diberi fasilitas lengkap untuk menunjang pengetahuan dan pengalaman, seperti diberi handphone, laptop, televisi pribadi yang memfasilitasi para remaja melakukan media multitasking. Hal ini juga berpengaruh pada memori, dimana orang yang sering melakukan multitasking khususnya media multitasking tidak fokus terhadap satu target sehingga terjadi penurunan terhadap working memory.

(6)

Fakta di lapangan yang diunggah dalam tulisan DF pada 29 April 2014, menunjukkan penulis (DF) adalah seorang pekerja yang melakukan aktivitas yang berhubungan dengan media multitasking, seperti mengangkat telepon sembari mengkonsep sebuah karya, menghitung laporan keuangan sembari mendengarkan musik yang sesekali membalas pesan singkat pada ponsel dan mengecek email. DF melakukan aktivitas tersebut berulang-ulang setiap hari. Awalnya merasa nyaman karena puas dapat mengerjakan banyak hal sekaligus dalam satu waktu, pekerjaan menjadi cepat selesai, dan sisa waktu dapat digunakan untuk pekerjaan lainnya. Kemudian sakit kepala cukup parah dirasakan oleh DF pada saat beraktivitas, sehingga baru disadari multitasking menyebabkan penurunan fungsi otak termasuk working memory yang merupakan komponen di dalam otak (http://avlora.com/WASPADA-Bahaya-Multitasking).

Fakta lain yang terjadi pada penelitian Carr (2013) menjelaskan bahwa seseorang melakukan multitasking berhubungan dengan media secara tidak langsung akan melatih otak terbiasa dengan distraksi, yang akibatnya akan mengganggu pemilihan informasi di dalam memori khususnya working memory. Informasi yang diterima semakin berkurang hingga menghilang, sehingga seseorang akan kesulitan membedakan antara informasi yang penting dan tidak penting. Seseorang yang melakukan multitasking yang berhubungan dengan media disebut dengan media multitaskers.

Adapun pelaku media multitaskers, antara lain LMM (Light Media Multitaskers) dan HMM (Heavy Media Multitaskers), dimana LMM merupakan seseorang yang jarang melakukan multitasking, sedangkan HMM merupakan seseorang yang sering melakukan multitasking dan lebih memperhatikan stimulus yang tidak relevan untuk disimpan di dalam memori (Ophir, Nass, & Wagner, 2009).

(7)

Penelitian yang dilakukan oleh Ophir, Nass, & Wagner (2009) juga membahas mengenai performansi HMM (Heavy Media Multitaskers) dan LMM (Light Media Multitaskers), media multitasking, working memory menggunakan tugas n-back, dengan memantau dan memperbarui beberapa representasi working memory melalui tugas n-back. Hasil dari tugas n-back terdapat kenaikan maupun penurunan performansi dari kedua kelompok. Penurunan yang signifikan terjadi pada kelompok HMM (Heavy Media Multitaskers) dibandingkan kelompok LMM (Light Media Multitaskers) pada saat mengerjakan tugas dua sampai tiga back yang terdapat dalam tugas n-back. Pada tugas dua sampai tiga back terdapat tingkat kesulitan yang semakin meningkat, dan berakibat pada beban working memory yang juga semakin meningkat. Data penelitian menunjukkan bahwa kelompok HMM bukan hanya kurang mampu menyaring stimulus yang relevan, tetapi juga kurang mampu menyaring representasi ke dalam memori. Artinya, orang yang sering melakukan multitasking (HMM) akan menunjukkan terganggunya working memory dibandingkan dengan orang yang jarang melakukan multitasking (LMM).

Berdasar paparan di atas dijelaskan bahwa media multitasking dan working memory sangat dekat dengan kehidupan seseorang. Oleh karena itu, penelitian ini mereplikasi dari penelitian Ophir, Nass, & Wagner (2009) dengan tujuan untuk membuat variasi aspek yang diukur. Pada penelitian Ophir, Nass, & Wagner (2009) aspek yang diukur adalah HIT dan False Alarm melalui tugas 2-back dan 3-back, sedangkan penelitian ini mengukur aspek akurasi dan waktu reaksi melalui tugas 0-back, 1-back, 2-back, dan 3-back. Peneliti juga tertarik untuk mempelajari perbedaan media multitasking terdiri atas HMM dan LMM terhadap working memory pada aspek akurasi dan waktu reaksi.

(8)

B. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan Media Multitasking yang terdiri atas HMM (Heavy Media Multitaskers) dan LMM (Light Media Multitaskers) terhadap akurasi dan waktu reaksi pada Working memory yang diukur dengan tugas N-Back.

C. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan 2 manfaat, yaitu: 1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan menambah kajian ilmu psikologi mengenai perilaku media multitasking atau penggunaan teknologi secara berlebihan dan working memory pada remaja akhir. Penelitian dengan pembahasan kedua variabel di atas masih jarang dijumpai, sedangkan di lapangan permasalahan tersebut banyak terjadi pada era saat ini. 2. Manfaat Praktis

Penelitian ini diharapkan menambah keterampilan dalam melakukan eksperimen bagi penulis dan peneliti selanjutnya dalam lingkup psikologi kognitif dan neuro kognitif.

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan berfungsi sebagai referensi bagi peneliti selanjutnya untuk dapat mengembangkan penelitian yang sudah ada atau melakukan penelitian baru, khususnya yang relevan dengan working memory.

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian yang diperoleh adalah kasus spondilitis tuberkulosis yang ditemukan pada tahun 2014 sebanyak 44 pasien.. Penyakit ini dapat menyerang segala jenis kelamin dan

Jadi, dapat dikatakan bahwa penyewa tersebut diizinkan untuk menggunakan tanah, bahwa adalah mungkin untuk menyebutkan suatu penggunaan dengan tujuan khusus dalam akta

Kedua, kebutuhan yang dipandang perlu dila- kukan sebagai solusi dari masalah-masalah di atas adalah sebagai berikut: (1) guru perlu memberi ke- sempatan siswa

Tanaman meniran (Phyllanthus niruri L.) telah banyak digunakan sebagai obat baik pada manusia maupun pada binatang ternak. Dalam tulisan ini akan dibahas tentang efektivitas ekstrak

Fraksi terpenoid daun katuk memiliki pengaruh baik terhadap profil lipid yang dapat menurunkan kadar kolesterol total, trigliserida, LDL, dan meningkatkan kadar HDL dengan dosis

Adanya keuntungan yang di peroleh masyarakat melalui pengelolaan lingkungan hidup khususnya dalam penataan lingkungan tentu memberikan kesadaran bagi masyarakat Kecamatan

Memimpin pelaksanaan tugas Seksi Industri Kerajinan dan Aneka yang meliputi penyiapan bahan perumusan kebijakan, pengkoordinasian, pelaksanaan, pengadministrasian, pemantauan,

Gambar 3.53 Sequence untuk hitung rute dengan Dual Genetic Algorithm 131 Gambar 3.54 Sequence untuk hitung rute dengan Hybrid Savings-Dual Genetic Algorithm 132 Gambar 3.55