• Tidak ada hasil yang ditemukan

JURNAL EKONOMI DAN BISNIS VOLUME 14, NO. 1 FEB 2013 ISSN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "JURNAL EKONOMI DAN BISNIS VOLUME 14, NO. 1 FEB 2013 ISSN"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

18

PENGARUH PELAKSANAAN SELF ASSESSMENT SYSTEM TERHADAP PERSEPSI WAJIB

PAJAK DI KOTA BANDA ACEH

ARYATI

(Dosen Jurusan Tata Niaga Politeknik Negeri Lhokseumawe)

ABSTRACT

The aim of this study wanted to find out how the influence of self assessment system in influencing the perception of an individual taxpayer to fulfill its obligations as a good citizen in implementing the tax, from the results, that the system of tax collection system with self assessement in Banda Aceh has not give the optimal effect to the taxpayer perceptions, it is known from the function calculates the tax, paying taxes, tax reporting, tax counseling, supervision and service tax is still less than optimal tax so it does not give a significant impact on taxpayers.

Keywords: Perception, Taxpayers, counseling, supervision, service.

PENDAHULUAN

Sebagai makhluk sosial dalam bersosialisasi di lingkungannya manusia tidak boleh melakukan perbuatan semaunya sendiri dan/ atau menonjolkan kepentingan sendiri, melainkan harus menjunjung tinggi nilai kepentingan bersama, agar harmonisasi hidup dapat terwujud berdasarkan norma-norma dalam kehidupan. UUD 1945 sebagai aturan dasar yang mengatur agar warga masyarakat dapat hidup sejahtera untuk mencapai citacita. Untuk mewujudkan tujuan tersebut, negara membutuhkan dana yang besar guna membiayai berbagai keperluan pembangunan dalam arti luas. Jika dilihat berdasarkan APBN, pemasukan yang diterima negara diperoleh dari dua sumber yaitu penerimaan dari dalam negeri dan bantuan luar negeri. Penerimaan dari dalam negeri diperoleh dari penerimaan minyak dan gas, penerimaan pajak dan bukan pajak, sedangkan untuk bantuan dari luar negeri adalah bantuan program dan bantuan proyek.

Pajak merupakan pemasukan dana yang paling potensial bagi negara, karena besarnya pajak seiring dengan laju pertumbuhan penduduk, perekonomian dan stabilitas politik. Keberhasilan negara dalam mengumpulkan pajak dari warga negaranya akan menimbulkan stabilitas ekonomi bagi negara tersebut. Agar negara dapat mengenakan pajak kepada warganya tentu harus ada ketentuan- ketentuan yang mengaturnya. Sebagai contoh di Indonesia secara tegas dalam Pasal 23A UUD 1945 perubahan ketiga menyatakan “Pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dengan undang-undang”. Pungutan pajak mengurangi penghasilan /kekayaan individu tetapi sebaliknya merupakan penghasilan masyarakat yang kemudian dikembalikan lagi kepada masyarakat, melalui pengeluaran-pengeluaran rutin dan

pengeluaran-pengeluaran pembangunan yang bermanfaat bagi rakyat. Pajak adalah suatu kewajiban kenegaraan dan pengabdian serta peran aktif negara dan anggota masyarakat lainnya untuk membiayai berbagai keperluan negara berupa pembangunan nasional yang pelaksanaannya diatur dalam Undang-undang dan peraturan-peraturan untuk kesejahteraan bangsa dan negara (Mardiasmo, 2003).

Sebagai turunan dari UUD 1945, Undang-undang perpajakan dalam prosesnya disusun dengan memperhatikan masalah teori dan asas yang bersifat universal dan unik, khususnya yang berkaitan dengan masalah keadilan pemungutannya. Tidak seperti retribusi yaitu suatu bentuk di mana pembayaran yang dilakukan oleh perorangan dapat langsung menerima prestasi balik secara langsung, pemungutan pajak dalam pelaksanaannya tidak memberikan prestasi balik (kontraprestasi) langsung, sehingga dibutuhkan suatu tinjauan khusus untuk memberikan argumen kepada masyarakat tentang kenapa negara memiliki wewenang dan atau keadilan dalam pemungutan pajak dan kenapa masyarakat wajib membayar pajak.

Perkembangan di bidang perpajakan sangat dipengaruhi oleh kegiatan dunia bisnis, karena pengenaan pajak dilakukan terhadap kegiatan-kegiatan dalam dunia bisnis tersebut. Oleh karena itu, setiap perkembangan di bidang bisnis akan selalu diikuti dengan pembaharuan hukum pajak yang ada. Hal ini dipengaruhi oleh adanya prinsip dasar yang menentukan bahwa pemungutan pajak harus didasarkan atas hukum pajak yang berlaku. Untuk itu evaluasi terhadap perkembangan pelaksanaan undang-undang perpajakan terus dilakukan. Sebagai contoh perubahan tersebut adalah Undang-undang Nomor 7 tahun 1983 tentang pajak penghasilan, sebagaimana telah diubah untuk keempat kalinya

(2)

18

dengan Undang-undang nomor 36 tahun 2008. Dipandang perlu untuk melakukan beberapa perubahan substansi untuk peningkatan fungsi dan peranannya dalam rangka mendukung kebijakan pembangunan nasional, khususnya di bidang ekonomi sehingga tetap berpegang pada prinsip perpajakan yang dianut secara universal yaitu keadilan, kemudahan/ efisiensi administrasi dan produktivitas penerimaan negara dan tetap mempertahankan sistem self assessment. Perbaikan terutama dimaksudkan pada system dan tata cara pembayaran pajak dalam tahun berjalan agar tidak menganggu likuiditas wajib pajak dalam menjalankan usaha. Oleh karena itu, arah dan tujuan penyempurnaan Undang-undang Pajak Penghasilan ini adalah 1) lebih meningkatkan keadilan pengenaan pajak, 2) lebih memberikan kemudahan kepada Wajib pajak, 3) menunjang kebijakan pemerintah dalam rangka meningkatkan investasi langsung di Indonesia baik penanaman modal asing maupun penanaman modal dalam negeri di bidang-bidang usaha tertentu dan daerah-daerah tertentu yang mendapat prioritas.

Dalam tatanan hukum di Indonesia, hukum pajak di Indonesia dikenal lembaga sandera atau girling yaitu wajib pajak yang pada dasarnya mampu membayar pajak namun selalu menghindari pembayaran pajak dengan berbagai dalih, maka fiskus dapat menyandera Wajib Pajak dengan memasukkannya kedalam penjara. Pajak tidak menerima kontra prestasi, adapun ciri kas pajak dibanding dengan jenis pungutan lainnya adalah wajib pajak (tax payer) tidak menerima jasa timbal yang dapat ditunjuk secara langsung dari pemerintah namun perlu dipahami bahwa sebenarnya subjek pajak ada menerima jasa timbal tetapi diterima secara kolektif bersama dengan masyarakat lainnya.

Pemungutan pajak diperuntukkan bagi keperluan pembiayaan umum pemerintah dalam rangka menjalankan fungsi pemerintahan, baik pembiayaan rutin maupun pembangunan. Dipandang dari segi hukum maka pajak akan terutang apabila memenuhi syarat subjektif dan syarat objektif. Syarat objektif yang berhubungan dengan objek pajak misalnya adanya penghasilan atau penyerahan barang kena pajak. Syarat subjektif adalah syarat yang berhubungan dengan subjek pajak, apakah orang pribadi atau badan. Adapun Struktur pajak di Indonesia sebagai berikut:

1. pajak penghasilan (PPh)

2. pajak pertambahan nilai barang dan jasa dan penjualan atas barang mewah

3. pajak bumi dan bangunan

4. pajak daerah dan retribbusi daerah

5. Bea perolehan hak atas tanah dan bangunan (BPHTB)

6. Bea materai

Perwujudan pajak-pajak tersebut, diatur dengan hukum pajak formal yaitu Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 yang telah diubah untuk ketiga kalinya dengan Undang-undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata cara Perpajakan.

KAJIAN TEORITIS Pengertian Pajak

Sebelum membahas lebih lanjut, maka perlu dijelaskan tentang beberapa pengertian pajak. Pajak adalah penerimaan pemerintah dari pembebanan pada pendapatan seseorang atau perusahaan, pengeluaran kekayaan dan keuntungan, modal serta pada hak milik tak bergerak. Dan ada pendapat mengenai pengertian pajak jika ditinjau dari segi hukum adalah perikatan yang timbul karena undang-undang yang diwajibkan seseorang yang memenuhi syarat-syarat yang ditentukan oleh undang-undang untuk membayar sejumlah uang (kas) kepada negara yang dapat dipaksakan tanpa mendapatkan suatu imbalan yang secara langsung dapat ditunjuk, yang digunakan untuk membiayai pengeluaran pengeluaran negara (rutin dan pembangunan) dan yang digunakan sebagai alat (pendorong dan penghambat) untuk mencapai tujuan di luar bidang keuangan (Soemitro, 2007).

Pajak pada dasarnya merupakan salah satu sumber utama untuk membiayai pengeluaran negara, oleh karena itu salah satu fungsi pajak adalah sebagai fungsi budgeter yaitu fungsi yang letaknya di sektor publik dan pajak-pajak di sini merupakan suatu alat (suatu sumber) untuk memasukkan uang sebanyak-banyaknya di dalam kas negara yang pada waktunya akan digunakan untuk membiayai pengeluaran negara (Brotodiharjo, 2011).

Sejak tahun 1983 Indonesia telah melakukan reformasi perpajakan di mana sebelumnya menganut official self assessment system yaitu suatu system pemungutan yang memberi wewenang kepada pemerintah (fiscus) untuk menentukan besarnya pajak yang diterima oleh wajib pajak menjadi self assessment system yaitu sistem pemungutan yang memberi wewenang kepada wajib pajak untuk menentukan sendiri besarnya pajak yang terutang. Fungsi pajak

Fungsi pemerintah (aparat perpajakan) lebih banyak melaksanakan tugas pembinaan, bimbingan, pelayanan dan pengawasan. Keberadaan pajak dalam pengertian di atas seakan-akan hanya merupakan sumber keuangan negara yang digunakan untuk

(3)

18

public investment, seperti yang sudah diuraikan di atas fungsi pajak untuk mengendalikan kebijaksanaan negara, karena secara otomatis kalau pembangunan dibiayai dari pajak, masyarakat yang membayar pajak punya peran untuk turut serta dalam melakukan kontrol dalam berbagai kebijaksanaan Negara melalui wakil-wakilnya di Dewan Perwakilan Rakyat. Kedua fungsi di atas lebih umum dikenal dengan sebutan fungsi budgetir dan fungsi regulerend. Fungsi budgetir/ financial yaitu memasukkan uang sebanyak-banyaknya ke kas negara, dengan tujuan untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran negara, sedangkan fungsi regulerend/ fungsi mengatur yaitu pajak digunakan untuk mengatur masyarakat baik di bidang ekonomi, sosial maupun politik dengan tujuan tertentu (Zain, 2003).

Subyek Pajak

Secara garis besar subjek pajak adalah pihak-pihak (orang maupun badan) yang akan dikenakan pajak, sedangkan objek adalah segala sesuatu yang akan dikenakan pajak. Wajib Pajak adalah subjek pajak yang telah memenuhi syarat- syarat objektif sehingga kepadanya diwajibkan pajak. Dengan kata lain setiap wajib pajak adalah subjek pajak. Pajak penghasilan dalam kategori sebagai pajak subjektif, artinya pajak dikenakan karena ada subjeknya yakni yang telah memenuhi kriteria yang telah ditetapkan dalam peraturan perpajakan. Sehingga terdapat ketegasan bahwa apabila tidak ada subjek pajaknya, maka jelas tidak dapat dikenakan PPh. Secara umum pengertian subjek pajak adalah siapa yang dikenakan pajak.

Kepatuhan Wajib Pajak

Pajak menurut Pasal 1 Undang-undang No. 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan adalah kontribusi wajib kepada Negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapat timbal balik secara langsung dan digunakan untuk keperluan Negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Berdasarkan definisinya, ciri-ciri pajak antara lain: (1) pajak dipungut berdasarkan undang-undang, (2) Tidak mendapatkan jasa timbal balik (kontraprestasi perseorangan) yang dapat ditunjukkan secara langsung, (3) Pemungutan pajak diperuntukkan bagi keperluan pembiayaan umum pemerintah dalam rangka menjalankan fungsi pemerintahan, baik rutin maupun pembangunan, (4) Pemungutan pajak dapat dipaksakan, (5) Berfungsi mengisi anggaran (budgeter) dan sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan Negara dalam bidang ekonomi dan social (regulasi).

Berdasarkan Undang-undang Nomor 28 Tahun 2007 Tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan, Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

Sistem Pemungutan Pajak

Penghasilan adalah setiap tambahan kemampuan ekonomi yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun di luar Indonesia yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun (Undang-undang nomor 7 tahun 1983 tentang pajak penghasilan, sebagaimana telah diubah untuk keempat kalinya dan terakhir dengan Undang-undang nomor 36 tahun 2008). Dengan pengertian penghasilan yang sangat luas tersebut, maka segala sesuatu yang diterima atau diperoleh wajib pajak, baik berupa uang, berupa barang atau berupa nikmat pada prinsipnya merupakan penghasilan yang kena pajak (Soemitro, 2007).

Berdasarkan sejarah sistem pemungutan pajak yang pernah digunakan di Indonesia adalah sistem official assessment, dilaksanakan sampai tahun 1967. Sistem semi self assessment dan withholding dilaksanakan pada periode 1968-1983. Sistem self assessment, dilaksanakan secara efektif pada tahun 1984 atas dasar perombakan undang-undang perpajakan pada tahun 1983, yang merupakan awal dari kebijakan perpajakan di Indonesia, yaitu melakukan perombakan total mengenai ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan dan memberi kepercayaan kepada wajib pajak yang seharusnya berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan (self assesment system).

Penerapan Semi Self Assessment System dan Withholding System

Semi self assessment adalah suatu sistem pemungutan pajak di mana wewenang untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh seseorang berada pada kedua belah pihak, yaitu wajib dan fiskus. Mekanisme pelaksanaan dalam sistem ini berdasarkan suatu anggapan bahwa Wajib Pajak pada awal tahun menaksir sendiri besarnya utang pajak yang harus dibayarkan dan pada akhir tahun pajak besarnya pajak terutang yang sesungguhnya ditetapkan oleh fiskus.

Di Indonesia sistem semi self assessment diterapkan bersama-sama dengan sistem withholding, yang pada waktu itu dikenal dengan sebutan tata cara

(4)

18

Membayar Pajak Sendiri (MPS) dan Membayar Pajak Orang Lain (MPO). Withholding adalah suatu sistem pemungutan pajak di mana wewenang untuk menentukan besarnya pajak yang terutama oleh seseorang berada pada pihak ketiga dan bukan oleh fiskus maupun oleh Wajib Pajak itu sendiri. Pada masa tersebut besarnya angsuran pajak ditentukan oleh Wajib Pajak yang bersangkutan dan oleh pihak ketiga berdasarkan suatu anggapan, sedangkan besarnya pajak terutang sesungguhnya akan ditetapkan kemudian oleh fiskus (Judisseno, 2005).

Penerapan ini pada hakikatnya sudah jauh lebih baik daripada system pemungutan yang sebelumnya, namun di sana-sini masih ditemukan penyelewenangan oleh oknum pajak, seperti pembayaran pajak atas dasar kompromi dengan pengertian “tahu sama tahu” di mana fiskus sering menawarkan jasa penghitungan dengan pembayaran pajak asal pihak yang dibantu tahu sama tahu. Yang dimaksud dengan tata cara MPS dan MPO adalah Menghitung Pajak Sendiri dan Menghitung Pajak Orang. Seperti dijelaskan di atas, perhitungan pajak dapat dilakukan oleh wajib pajak itu sendiri dan oleh pihak ketiga berdasarkan suatu anggapan atau perkiraan mengenai besarnya utang pajak yang terutang.

Penerapan Self Assesment System

Sistem pemungutan pajak yang berlaku saat ini di Indonesia dilandasi oleh system pemungutan di mana Wajib Pajak boleh menghitung dan melaporkan sendiri besarnya pajak yang harus disetorkan. Sistem ini dikenal dengan sebutan self assesment system yang diterapkan sejak tax reform tahun 1983. Penekanannya adalah Wajib Pajak harus aktif menghitung dan melaporkan jumlah pajak terutangnya tanpa campur tangan fiskus. Sistem ini diberlakukan untuk memberikan kepercayaan yang sebesar-besarnya bagi masyarakat guna meningkatkan kesadaran dan peran serta masyarakat dalam menyetorkan pajaknya. Dalam sistem ini Wajib Pajak diberi kepercayaan dan tanggung jawab penuh untuk melaksankan kewajibannya, yaitu:

- Menghitung sendiri pajak terhutang - Membayar sendiri pajak terhutang - melaporkan sendiri jumlah pajak yang

terhutang, dan

- mempertanggungjawabkan pajak terhutang sesuai dengan ketentuan perpajakan yang berlaku.

Berlakunya sistem self assesment mendorong besarnya peranan Wajib Pajak dalam menentukan besarnya penerimaan negara dari sektor pajak yang didukung oleh kepatuhan pajak (tax compliance). Kepatuhan pajak merupakan ketaatan

atau perilaku yang taat hukum dalam menjalankan semua peraturan perpajakan. Kepatuhan yang diharapkan dalam sistem ini adalah kepatuhan sukarela bukan kepatuhan yang dipaksakan.

Pemungutan Pajak Penghasilan (PPh) dengan menggunakan sistem self assessment merupakan rangkaian kegiatan mulai dari pendaftaran Wajib Pajak, pengambilan dan pengisian SPT, perhitungan dan pembayaran ke Kas Negara. Untuk menyukseskan sistem self assessment ini dibutuhkan beberapa prasyarat dari wajib pajak, antara lain : a. Kesadaran Wajib Pajak (Tax consciousness) b. Kejujuran Wajib Pajak

c. Kemauan membayar Pajak dari Wajib Pajak (Tax mindedness)

d. Kedisiplinan Wajib Pajak (Tax disciplin) Persepsi

Persepsi merupakan proses awal dari interaksi manusia dengan lingkungan sekitarnya. Melalui persepsi manusia menerima informasi dari dunia luar untuk kemudian dimasukkan dan diolah dalam sistem pengolahan informasi dalam otak. Pada hakikatnya, persepsi adalah proses yang dialami seseorang dalam memahami informasi tentang lingkungan baik melalui penglihatan, pendengaran, penerimaan dan penghayatan perasaan. Secara umum persepsi diartikan sebagai proses pemberian arti terhadap rangsangan yang datang dari luar. Menurut Robbins (2003), persepsi adalah suatu proses dimana individu mengorganisasikan dan menafsirkan kesan-kesan indera mereka untuk memberikan makna terhadap lingkungannya.

Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa apa yang dipersepsikan oleh seseorang dengan orang lain dapat berbeda dalam pemaknaannya. Individu menangkap informasi (realitas) yang ada disekitar dengan menggunakan inderanya, kemudian dengan persepsinya diolah dan diberi arti. Berdasarkan itulah maka individu tersebut bersikap terhadap suatu hal. Apapun yang ada di lingkungan sekitar dan ditangkap oleh indera tidak diartikan sama dengan realitasnya. Pengertian tersebut tergantung pada orang yang mempersepsikan, objek yang dipersepsikan, serta sekelilingnya.

Penelitian Sebelumnya

Penelitian ini merupakan pengembangan penelitian sebelumnya terutama penelitian yang dilakukan oleh Novianti (1997) berkesimpulan bahwa pelaksanaan self assessment belum bisa diterapkan oleh Wajib pajak Orang Pribadi terutama pemilik koskosan, karena mereka sering kali tidak melaporkan atau mencantumkan Pajak

(5)

18

Penghasilannya di SPT. Hal ini karena rendahnya tingkat kejujuran Wajib Pajak dan kurangnya pengetahuan Wajib Pajak terhadap ketentuan perpajakan.

Penelitian Indra dan Tarjo (2006) berkesimpulan bahwa self assessement system di Bangkalan belum terlaksana dengan baik. Karena Wajib Pajak masih banyak yang tidak menghitung sendiri pajak terutangnya meskipun dalam fungsi membayar sudah baik karena Wajib Pajak telah menyetorkan pajak terutangnya sebelum jatuh tempo, tetapi ada Wajib Pajak yang membayar pajak terutang tidak sesuai dengan penghitungannya. Kemudian Sadhani (2004), berkesimpulan bahwa guna melakukan penilaian tingkat efisiensi suatu sistem perpajakan, terdapat dua elemen dasar yang selalu menjadi acuan, yaitu (1) biaya administrasi perpajakan; dan (2) biaya kepatuhan perpajakan (compliance of taxation). Sistem perpajakan dikatakan efisien apabila biaya kedua elemen tersebut rendah.

Metode Penelitian

Populasi penelitian ini adalah Wajib Pajak yang berada di wilayah kota Banda Aceh. Teknik

pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah menggunakan non probability sampling yaitu sampling aksidental. Menurut Sugiyono (2009) sampling aksidental adalah teknik penentuan sampel berdasarkan kebetulan, yaitu siapa saja yang secara kebetulan bertemu dengan peneliti dapat digunakan sebagai sampel, bila dipandang orang yang ditemui itu cocok dan sesuai yang dibutuhkan sebagai sumber data. Prosedur pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan cara langsung menyampaikan pertanyaan yang berupa kuisioner dan wawancara langsung dengan Wajib Pajak orang pribadi di Banda Aceh. Kuisioner dengan cara mendatangi Wajib Pajak orang pribadi ke tempat usahanya atau ke rumah. Dari 120 kuisioner yang dibagikan ternyata yang bersedia mengisi kuisioner dan telah memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) sebanyak 80 responden. Selanjutnya data dianalisis dengan menggunakan analisis data statistik deskriptif dengan persentase. Hasil yang diharapkan adalah untuk melihat bagaimana pengaruh self assessment system terhadap prilaku Wajib Pajak Orang Pribadi yang menjadi responden penelitian ini.

Gambar 1 Model Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN

Dalam penelitian ini Wajib Pajak yang menjadi responden memiliki identitas sebagaimana disajikan pada Tabel 1. Data responden dalam penelitian ini melibatkan beberapa responden, yang

paling dominan dalam penelitian ini adalah pertokoan yaitu sebanyak 37,5 persen kemudian rumah makan sebanyak 25 persen, dokter 15 persen, swalayan 10 persen selanjutnya adalah konsultan bangunan dan notaris masing-masing 6,25 persen.

Tabel.1 Responden

NO Identitas responden Jumlah responden Persentase

1 Konsultan bangunan 5 6,25 2 Dokter 12 15 3. Pertokoan 30 37,5 4. Notaris 5 6,25 5. Swalayan 8 10 6. Rumah makan 20 25 Total 80 100 PEMBAHASAN

Sistem pemungutan pajak Self assessment system merupakan suatu pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada Wajib pajak untuk menentukan pajak terutang. Dalam hal ini Wajib

Pajak diberi tanggung jawab untuk melaksanakan kewajibannya dibidang perpajakan. Berikut ini pembahasan pemenuhan kewajiban masing-masing pihak yaitu Wajib Pajak Orang Pribadi dan aparat

(6)

18

pajak (fiskus) menurut persepsi Wajib Pajak dilihat dari:

Fungsi Menghitung Pajak

Fungsi penghitungan pajak merupakan fungsi yang harus dilakukan Wajib Pajak untuk menentukan berapa besarnya pajak terutang. Untuk melaksanakan fungsi ini Wajib Pajak harus

mengetahui mengenai peraturan perpajakan yang berlaku, karena dasar untuk menentukan besarnya PKP (Penghasilan Kena Pajak) adalah peraturan perpajakan. Berdasarkan penelitian yang sudah dilakukan menunjukkan bahwa Wajib Pajak Orang Pribadi yang berada di Banda Aceh belum melaksanakan sistem ini dengan baik. Hal ini bisa dilihat dalam Tabel 2 dibawah.

Tabel 2

Partisipasi WP dalam menghitung Pajak terutang

N Persentase

Pengetahuan mengenai tarif pajak

Mengetahui 20 25

Tidak 60 75

Pengetahuan perubahan peraturan pajak

Mengetahui 21 26

Tidak 59 74

Kemampuan menghitung Pajak

Mampu 30 37,5

Tidak 50 62,5

Pembuatan cacatan keuangan

Ya 35 44

Tidak 45 56

Perhitungan pajak terhutang

Sendiri 20 25

Fiskus 40 50

Konsultan 20 25

Kesalahan pernah dilakukan WP dalam menghitung PPh

Pernah 49 61

Tidak 31 39

Fungsi Membayar Pajak

Fungsi membayar pajak merupakan fungsi untuk melakukan pelunasan pajak terutang, karena setelah Wajib Pajak menentukan besarnya pajak terutang maka Wajib Pajak berkewajiban membayar

pajaknya sesuai dengan besarnya perhitungan pajak yang terhutang. Kemampuan mengisi SSP, tempat pembayaran, waktu pembayaran, dan partisipasi WP dalam membayar pajak dapat ditunjukkan pada tabel 3 di bawah ini:

Tabel 3

Peran WP dalam membayar pajak

N Persentase Kemampuan mengisi SSP Mampu 46 57,5 Tidak 34 42,5 Tempat pembayaran Kantor pos 23 28,7 KPP 20 25 Bank 37 46,3 Waktu Pembayaran Di bawah tanggal 15 45 56,2 Di atas tanggal 15 35 43,8

Partisipasi dalam membayar

WP sendiri 30 37,5

(7)

18

Fungsi Melapor Pajak

Fungsi melapor pajak merupakan fungsi melaporkan mengenai berapa pajak terutang dan pajak yang telah dibayarkan ini merupakan fungsi terakhir dari Wajib Pajak hal ini sesuai dengan trilogi pajak (hitung,

setor, dan lapor). Peran Wajib Pajak Orang Pribadi dalam melaporkan pajak terutang di wilayah Banda Aceh dapat dilihat pada tabel 4 dibawah ini.

Tabel 4

Peran WP dalam Melapor Pajak

N Persentase Kemampuan mengisi SPT Mampu 50 62,5 Tidak 30 37,5 Media pelaporan Kantor Pos 50 62,5 KPP 30 37,5 Waktu pembayaran Tanggal 1-20 35 43,8 Diatas tanggal 20 45 56,2 Kesadaran Pelaporan Denda 10 12,5 Tidak 60 87,5

Fungsi penyuluhan Pajak

Penyuluhan pajak merupakan kegiatan untuk lebih memberdayakan Wajib Pajak supaya Wajib Pajak lebih memahami peraturan perpajakan yang berlaku. Penyuluhan dilaksanakan dengan

maksud supaya Wajib Pajak lebih mudah untuk melaksanakan fungsi-fungsinya. Berikut ini pada tabel 5 menunjukan keikutsertaan WP dalam informasi Penyuluhan.

Tabel 5

Persepsi WP tentang penyuluhan pajak

N Persentase

Keikut sertaan dalam peyuluhan pajak

Pernah 35 43,5

Tidak 45 56,5

Informasi tentang penyuluhan

Mengerti 45 56,5

Tidak mengerti 35 43,5

Fungsi Pengawasan Pajak

Pengawasan merupakan hal yang perlu dilakukan oleh Fiskus. Pengawasan yang dilakukan oleh Fiskus dimaksudkan agar Wajib Pajak dapat melaksanakan tanggung jawab yang telah diberikan kepadanya sesuai dengan peraturan perundang undangan yang berlaku. Pengawasan dapat dilakukan dengan membandingkan antara pajak terutang yang dihitung oleh Wajib Pajak dengan pajak terutang menurut peraturan perpajakan. Jika terjadi perbedaan penghitungan Wajib Pajak dan Undang undang, maka aparat pajak berhak untuk menerbitkan Surat

Ketetapan Pajak (SKP). Kebanyakan Wajib Pajak di wilayah Banda Aceh menggunakan bantuan aparat pajak (Fiskus) untuk menghitung pajak terutang, sehingga Wajib Pajak jarang sekali yang mendapatkan surat teguran maupun surat tagihan dari aparat pajak. Berikut ini perbedaan penghitungan pajak terutang yang dihitung oleh Wajib Pajak dengan aparat pajak. Pembahasan mengenai pengawasan pajak dapat di lihat pada tabel 6 dan tabel 7 dibawah ini:

(8)

18

Tabel 6

Perbedaan penghitungan Fiskus dan WP

N Persentase

Sama 30 37,5

Tidak 50 62,5

Tabel 7

Keterkaitan Antara Penghitungan pajak dan kesamaannya Penghitungan Kesamaan Penghitungan Antara Fiskus dan WP

Sama Tidak

N % N %

WP 20 25 20 25

Fiskus 15 18,75 15 18,75

Konsultan 2 2,5 8 10

Fungsi Pelayanan Pajak

Pelayanan prima yang diberikan oleh Fiskus kepada Wajib Pajak diharapkan dapat menciptakan kenyamanan dan kemudahan bagi Wajib Pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya. Pelayanan ini menyangkut dengan mengembangkan sistem administrasi perpajakan modern dan teknologi

informasi di berbagai aspek kegiatan, mulai dari pendaftaran diri sebagai Wajib Pajak melalui e-registrasion, pembayaran pajak (e-payment), pelaporan pajak (e-reporting, e-SPT), pemberkasan dokumen pajak filing), maupun konsultasi (e-consulting), dan sebagainya dijelaskan dalam tabel 8 berikut ini:

Tabel 8

Persepsi WP terhadap Pelayanan pajak

N Persentase Kenyaman Nyaman 10 12,5 Tidak 70 87,5 Kunjungan Sering 50 62,5 Tidak 30 37,5 Permintaan petunjuk Pernah 47 58,75 Tidak 33 41,25

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

Bahwa pemungutan pajak dengan self assessement system di Banda Aceh belum memberi pengaruh yang besar terhadap persepsi wajib pajak ini dilihat dari prilaku Wajib Pajak, masih banyak wajib pajak yang tidak menghitung sendiri pajak terutangnya meskipun dalam fungsi pembayar sudah baik karena Wajib Pajak telah menyetorkan pajak terutangnya sebelum jatuh tempo, tetapi ada Wajib Pajak yang membayar pajak terutang tidak sesuai dengan penghitungannya. Untuk fungsi melapor Wajib Pajak sudah melaksanakan fungsinya, namun mereka melapor bukan karena kesadaran mereka sendiri tetapi karena adanya denda. Dilihat dari

fungsi Fiskus, ternyata self assessment system di Banda Aceh juga belum terlaksana dengan baik. Hal ini dibuktikan dengan informasi tentang penyuluhan yang tidak merata. Selain itu fungsi pengawasan yang dilakukan oleh Fiskus sulit diukur dari persepsi Wajib Pajak, karena dalam melakukan pengawasan, Fiskus melakukan fungsinya secara berlebihan. Sedangkan pada fungsi pelayanan, ternyata mereka yang sering datang ke KPP adalah Wajib Pajak yang fungsi penghitungannya dilakukan oleh Fiskus. Implementasi temuan penelitian ini sesuai dengan penelitian Damayanti (2004) menunjukkan bahwa self assessment system untuk Wajib Pajak Badan di Salatiga belum berjalan dengan baik.

(9)

18

Saran

Kantor Pelayanan Pajak sebagai pelaksana terus dilakukannya reformasi sistem administrasi perpajakan dengan melibatkan para akademisi yang peduli di bidang perpajakan. self assessment system yang sehat diharapkan akan terjadi praktek perpajakan yang sehat pula sehingga out put yang dihasilkan akan lebih optimal. diharakan penelitian ini bermanfaat bagi Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dalam mengembangkan sistem administrasi perpajakan yang efisien. Informasi tentang rumitnya penghitungan pajak terutang akan membantu DJP untuk membuat Undang-undang yang menyederhanakan cara penghitungan pajak terutang. Dengan keterbatasan penelitian misalnya Sampel yang masih terbatas, ruang lingkup penelitian yang masih sempit dapat di jadikan bahan penelitian selanjutnya dengan hasil yang lebih dapat di generalisasi dengan tepat

DAFTAR PUSTAKA

Brotodihardjo, Santoso, (2011). Pengantar Ilmu Hukum Pajak, Refika Aditama, Bandung. Damayanti, T. W. (2004). “Pelaksanaan Self

Assesment System menurut Persepsi Wajib Pajak (Studi pada Wajib Pajak Badan Salatiga)”. Jurnal Ekonomi dan Bisnis (Dian Ekonomi) Vol. X No. 1, Maret, pp.109-128.

Indra, Kusumawati & Tarjo, (2006). Analisis perilaku Wajib Pajak Orang Pribadi Terhadap Pelaksanaan Self Assesment System: Suatu Studi di Bangkalan, JAAI VOL 10 No. 1, JUNI 2006: 101 – 120

Judisseno, Rimsky K., (2005). Pajak dan Strategis Bisnis: Suatu Tinjauan Tentang Kepastian Hukum dan Penerapan Akuntansi di Indonesia, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Mardiasmo, 2003, Perpajakan, Edisi Revisi, Andi Offset, Yogyakarta.

Novianti, L. (1997). Penerapan System Self Assessment Terhadap Pemungutan PPh Orang Pribadi, Suatu Tinjauan Pelaksanaan Pemungutan PPh Orang Pribadi Pada Pemilik Rumah Kost. Skripsi Fakultas Hukum UNAIR Surabaya. Republik Indonesia. Undang-Undang Dasar 1945;

Undang-Undang Dasar Republik Indonesia yang Sudah Diamandemenkan serta Penjelasannya.

---Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 yang telah diubah keempat kalinya dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 Tentang Pajak Penghasilan.

---Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 yang telah diubah ketiga kalinya dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.

Robbins, Stephen, (2003). Perilaku Organisasi, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Sadhani, D. (2004). “Peran serta Akuntan dalam meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak”. Makalah disampaikan pada Konggres Nasional Ikatan Akuntan Indonesia V. Yogyakarta, 12-13 Desember 2004. Soemitro, Rochmat, (2007), Dasar-dasar Hukum

Pajak dan Pajak Pendapatan, Eresco, Bandung.

Sugiyono,(2009). Metode Penelitian Bisnis Alfabeta, Bandung.

Zain, M. (2003). Manajemen Perpajakan. Jakarta: Penerbit PT. Salemba Empat.

Gambar

Gambar 1  Model Penelitian

Referensi

Dokumen terkait

Hal ini terjadi karena dalam penerapan BMC (Business Model Canvas) yang dimiliki oleh Kedai Kopi Neal belum berjalan secara efektif.Penelitian ini bertujuan untuk memetakan

Berdasarkan dari hasil penelitian yang diperoleh, maka kombinasi kadar protease biduri 2,5 % dengan lama hidrolisis 2 jam menghasilkan kadar air dan

Hal diatas sejalan dengan yang diungkapkan oleh Pramudia (2006) dalam jurnal yang menyatakan bahwa, tujuan dari kegiatan orientasi peserta didik baru antara lain agar

Tidak seperti pada proses yang digunakan untuk melahirkan Dolly, tanpa in vitro atau di luar dari tubuh hewan, kultur dilakukan justru pada sel-sel tersebut.. Setelah satu jam

 Bila  anda  merasakan   beberapa  dari  penderitaan  ini,  atau  berpikir   bahwa  anda  mungkin  dapat  menjadi  sasaran   penderitaan,  bukankah  bijaksana  untuk

Dengan tunduk pada hak-hak Pembeli yang diatur dalam klausul 11.2, apabila Pembeli tidak memberitahukan secara tertulis kepada BlueScope dalam jangka waktu 2 Hari Kerja sejak

Hasil analisis data menunjukkan hasil belajar siswa dengan penerapan model quantum teaching pada materi pembelajaran persamaan kuadrat di kelas VIII SMPN 9 Banda Aceh melebihi

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam kegiatan belajar mengajar di kelas siswa mengetahui dan merumuskan masalah secara jelas; siswa menggunakan pengetahuan