• Tidak ada hasil yang ditemukan

D I S R I T M I A J A N T U N G

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "D I S R I T M I A J A N T U N G"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

D I S R I T M I A J A N T U N G

Insidens disritmia jantung intraoperatif tergantung dari definisi, surveilans kontinu vs observasi intermiten, karakter pasien, dan jenis operasi. Misal, insiden ini dapat >90% pada pasien operasi bedah jantung dg monitoriny kontinyu.

Pendekatan sitematis EKG memperbaiki akurasi diagnosis dan efektivitas terapi. Yang penting adalah rate dan regularitas ritme jantung, adanya gelombang P, hubungan P dengan QRS, dan menentukan sebab pelebaran atau keanehan QRS. Mekanisme

Disritmia jantung perioperatif biasanya terjadi pada pasien dg penyakit jantung sebelumnya (PJK, penyakit katup jantung, kardiomipati) di saat adanya imbalans fisiologik sementara (sikemia, katekolamin, abnormalitas elektrotlit, laringoskopi, dan intubasi trakheal). Disrtimia jatung dapat disebbkan perubahan automatisitas sel pacu jantung, perubahan eksitabilitas sel miokard, dan perubahan konduksi impuls jantung melalu sistem konduksi teretntu di jantung. Wujud perubahan ini dapat berupa pacu jantung ektopik, blok jantung, atau reentry circuit. Automatisitas

Automatisitas menggambarkan kemampuan sel pacu jantung menjalani fase 4 depol spontan. Pada kondisi normal, automatisitas ditunjukkan oleh sel di SA node, AV node, dan seratkonduksi khusus di atrium dan ventrikel.

Aktivasi simpatis oleh keadan seperti hipoksemia rterial, asidosis, atau pelepasan katekolamin adalah penyebab tersering peningkatan automatisitas. Sebagai tambahan, peningkatan automatisitas terjadi saat ambang potensial menjadi lebih negatif sehingga perbedaan antara ambang potensial dan potensial transmembran istirahat hilang.

Penurunan automatisitas yang dihasilkan peningkatan aktivitas parasimpatis, yn menurunkan reaksi SA dan AV node dg meningkatkan aliran keluar ion K. ini meningkatkan pergerkan keluar ion K yang diinduksi asetilkolin menghiperpolarisasi membran sel jantung dan mencegah depol. Rangsang vagal dapat menurunkan kerentanan jantung terhadap ventrikel fibrilasi, terutama dengan adanya rangsang

(2)

simpatis. Sinus karotis jika dirangsang akan menurunkan frekuensi VES dan menghilangkan ventrikel takikardia.

Pacu jantung ektopik.

Pacu jantung ektopik berwujud kontraksi permatur jantung yang terjadi antara denyut normal. Gelombang depol menyebar keluar dari pacu jantun gektopik dan meulai kontraksi pematur. Penyebab biasa dari pacu jantung ektopik adalah area iritabel dari otot jantung yang dihasilkan dari area lokal iskemia mikard atau pemakain perngsang semacam kafein atau nikotin. Terkadang pacu jantung ektopik menetap dan mengambil peran pacu jantung SA node. Titik pacu jantung ektopik paling sering yakni di AV node an AV bundle.

Eksitabilitas

Kemampuan sel jantung merespon rangsang dengan melaukan depol. Pengukuran eksitabilitas adalah perbedaan antara potensial transmebran istirahat dan potensial ambang membran sel jantung. Makin kecil perbedaan potensial ini, makin mudah dirangsang atau iritabel sebuah sel. Meski epinefrin meningkatkan eksitabilitas, ini diimbangi oleh peningkatan kecil terus menerus negativitas potensial transmembran istirahat. Sekali suatu sel terdepol, dia tidak lagi dapat dirangsang, menjadi refrakter terhadap rangsang apapun. Setelah masa refrakter abolut ini, sel jantung masuk masa refrakter relatif dimana rangsang supranormal dapat mendepol membran sel jantung.

Konduksi

Konduksi impul sjantung berlangsung melalui sistem konduksi khusus sehingga kontraksi yg terkoordinir terjadi. Abnormalitas konduksi impuls jantung berwujud blokade jantung, reentry circuit, atau sindrom preeksitasi

Blok jantung

Tempat blok jantung paling sering di AV bundle atau salah satu dari bundle branches. Penyebabnya meliputi (a) rangsang parasimpatis berlebih, (b) induksi obat (digitalis, beta-adrenergik antagonis seperti propranolol) yg menyebabkan depresi konduksi impuls jantung, (c) infark miokard, (d) tekanan pada sistem konduksi oleh plak aterosklerosis, dan (e) degenerasi sistem konduksi yg dipengaruhi umur.

(3)

Reentry

Artinya reeksitasi jaringan jantung oleh kembalinya impuls jantung yang sama melalui jalur yang sirkuler. Ini berlawanan dengan automatisitas, dimana impuls baru digerakkan tiap waktu untuk merangsang jantung. Sirkuit reentry dapat berkembang di manapun dlm jantung selama ada imbalans antara konduksi dan kerefrakteran. Penyebab imbalans ini adala (a)elongasi jalur konduksi misal pada pembesaran jantung (terutama LA dilatasi akibat MS), (b) penurunan kecepatan konduksi impuls jantung seperti pada iskemia miokard atau hiperkalemia, (c) pemendekan periode refrakter otot jantung seprti dihasilkan epinfrin atau kejutan listrik dari arus bolakbalik. Masing2 kondisi menghasilkan situasi dimana impuls jantun gyang dkonduksi serabut Purkinje normal, yg tidak dalam masa refrakter (reentry circuit). Reentry circuit adalah mekanisme paling mungkin untuk SVT, atrial flutter, AF, VES, VT, dan VF. Reentry circuit dapat dihilangkan dengan mempercaepat konduksi melaui jaringanb normal sehingga impuls jantung mencapai organ awalnya saat serat masih refrakter, atau dg memperpanjang masa refraktersel normal sehingga impuls yg kembali tidak dapat masuk kembali.

Sindrome preeksitasi

Muncul bila impuls atrium melewati AV node untuk menghasilkan eksitasi dini ventrikel. jalur konduksi aksesoris palin gsering yg menghasilkan hubungan langsung (anatomic loop) dari atrium ke ventrikel disebut kent's bundle (biasanya LA ke LV). Konduksi via jalur aksesoris ini menghasilkan WPW sindrom (PR interval <0,12detik, gelombang delta), paling sering berwujud SVT intermiten. Normanya, ventrikel dilindungi dari ritme atrium yg cepat oleh masa refrakter AV node. Propranolol tidak punya efek khusus di jalur aksesoris, sedang digitalis dan verapamil dpt meningkatkan kontraksi melalui jalur ini

Anestesia

Kemampuan anestetik berhalogen untuk menmunculkan AV junctional (ritme nodal) dan atau meningkatkan automatisitas mgkn berhubungan dengan perubahan translokasi ion K dan Ca di membran sel. Halotan, enfluran, dan isofluran memperlambat pelepasan denyut SA node dan memperpanjang wkt konduksi His-Purkinje dan vnetrikel. Peningkatan perioperatif interval QTc dapat memicu org

(4)

tertentu untuk menjadi ventrikular takidisritmia, terutama TdP. Propofol memiliki efek minimal pada durasi QTc. Namun, obat inhalasi yg poten, terutama sevo, meningkatkan durasi repol miokard shg memperpanjang durasi QTc. Perubahan PaCO2 lgs megubah efek sistem syaraf otonom pada depol SA dan AV node, sekaligus reentry. Imbalans sistem syaraf otonom akibat obat (antikolinergik, antiokolinesterase, katekolamin eksogen, beta-adrenergik antagonis) atau konsentrasi minmal obat anestetiik padarangsang bedah yg intens, mgkn bertanggung jawab terhadap inisiasi disritmia jantung selam anestesi dan pembedahan.

Tipe disritmia jantung

Tata laksana awal disritmia jantung periooperatif tidak berbeda dr hal lain. Jika ada ancaman nyawa, intervensi dnpacu jantun gbuatan atau kardioversi direkomendasikan. Imbalans fisiologi yg ditekahui harus dikoreksi.obat antidisritmik spesifik dipakai untuk menekan disritmia jantung dan mencegah kekambuhan.

Sinus takikardia

Jika denyut jantung >100x/menit. Sebab umun yaitu rangsang simpatis seperti rangsang nyeri pad anestesi yg kurang dalam.peningkatan suhu tubuh meningkatkan denyut jantungsekitar 18x/menit untuk setiap derajat Celcius.demam menyebabkantakikardia karena peningkatan suhu mempercepat angka metabolisme SA node. Rangsang refleks yg diperantarai sinus karotis pada denyut nadi menemani penurunan tek darah sistemik seperti dihasilkan obat vasodilator atau hemoragik akut. Sinus bradikardia

Jika denyut nadi <60xc/menit. Akibat rangsang parasimpatis di jantung. Pada atlet mencerminkan kemampuan jantun guntuk mengejeksikan volume sekuncup leibh besar pd tiap kontraksi dibandingakn orang lain.

Sinus disritmia

Muncul pada nafas normal dengan R-R interval bervariasi kira2 5% selama berbagai fase siklus nafas tenang. Dg nafas dalam dpt meningkat smp 30%.variasi pd denyut jantung dg pernafasan mencerminkan refleks baroreseptor dan perubahan tekanan negatif intrapleura yng menarikreflex Bainbridge naik turun. Variasi pd denyut jantung yg tidak berhubungan dg pernafasan abnormal sbg akibat dari

(5)

disfungsi SA node, penuaan, atau intoksikasi digitalis.tiadanya perubahan fasik menegaskan disfungsi otonom seperti pada DM. pada seting erioperatif, sinus disritmia biasanya sementara dan akibat imbalan otonom dari intervensi (spinal, epidural, laringoskopi) atau efek obat pada SA node.

AV blok

AV blok 1º yitu jika PR interval < 0,2detik pada denyut jatung normal. 2º AV blok dibagi menjadi fenomena Wenckebach (tipe1) atau Mobitz (tipe 2). Wenckebach ditandai pemanjangan progresif PR interval sampai konduksi impuls jantun g benar2 terinterupsidan gelombang P terkam tanpa QRS. Setelah denyut ini, silus kembali berulang. Mobitz adalah munculnya impuls atrium non-konduksi tanpa perubahan P-R interval

AV blok º3 terjadi saat blok komplit transmisi impuls jantung dari atrium ke ventrikel. gelombang P terputus dari QRS dan denyut jantung tergantung pada angka pelepasan intrinsik pacu jantung ektpik di kuar tempat blok konduksi. Jika pacu jantung ektopik dekat AV node, QRS tampak normal dengan denyut nadi 40-60x/menit/. Jika letak blok infranodal, escape ventricular pacemaker sering memiliki angka peleapasan <40x/menit dan kompleks QRS melebar, menyerupai BBB. Pasien dapat mengeluh sinkope (sindrome Stokes-Adams) pada awitan blok jantung º3, mencerminkan masa 5-10 detik masa asistolik yg dpt mendahului ventricular escape dan kemunculan pacu jantung ektopik ventrikular. Terkadang, interval ventrikel teletak di awitan º3 blok jantung, begitu panjang sehingga kematian terjadi. Perawatan pasien dg º3 blk jantung dengan pemasangan pacu jantung buatan permanen. TPM dapat dipasang dgiv infus isoproterenol (pacu jantung kimia) atau acu jantung buatan transvena. Manajemen peroeratif yg aman pada ps dengan lat kontrol ritme jantung memerlukan pemahamandsr ttg klasifikasi, fungsi, dan tata laksana emergensi alat ini Kontraksi atrium prematur

Dikenali dg glombang P abnormal dan PR interval memendek. QRS dari kontraksi atrium prematur normal. Juga interval antara kontraksi atrium prematur dan kontraksi berikutnya biasanya tdk memanjang. Biasanya jinak dan sering muncul pada org tnp penyakit jantung

(6)

Ditandai dengan tiadanya gelombang P yg mendahului QRS. Gelombang P tidak terlihat karena impuls jantung kembali ke atrium pd waktu yg sama dg perjalanan ke ventrikel.

Kontraksi ventrikular prematur (KVP)

Dihasilkan dari pacu jantung ektopik di ventrikel. Kompleks QRS EKG biasanya memanjang karena impuls jantung.

Voltase QRS kompleks pada kontraksi ventrikular prematur meningkat. Menggambarkan ketiadaan netralisasi pada umumnya ketika impuls kardiak yang normal melewati kedua ventrikel secara simultan. Setelah hampir seluruh KVP gelombang T mempunyai potensial listrik yang berlawanan dengan komplek QRS. Jeda kompensasi setelah KVP terjadi akibat impuls pertama dari SA node mencapaiu ventrikel selama periode refraktori. Ketika KVP terjadi ventrikel tidak terisi secara optimal dengan darah dan stroke volume gagal untuk menghasilkan nadi yang teraba. Stroke volume kemudian dapat meningkat akibat penambahan pengisian ventrikel yang terjadi selama jeda kompensasi yang biasanya mengikuti KVP.

KVP seringkali menggambarkan adanya penyakit jantung sebagai contoh, iskemia miokard bertanggung jawab atas terjadinya KVP yang berasal dari otot ventrikel dengan oksigenasi yang sangat rendah. Penatalaksanaan KVP termasuk terapi suplemental oksigen dan lidokain intravena.

Atrial paroksismal takikardi (APT)

Seringkali didapatkan pada usia muda akibat dari pelepasan impuls secara cepat dan ritmis dari ektopik atrial peace maker. Irama pada EKG sempurna regular dan gelombang P abnormal, kadang sering inverted menandakan asal impuls selain SA node. Pelepasan cepat dari fokus-fokus ektopik menjebabkannya menjadi beberapa peace maker. Biasanya onset APT timbul tiba-tiba dan menghilang seketika dengan kembalinya peace maker ke SA node. APT dapat dihiulangkan dengan memproduksi stimulasi sistem saraf parasimpatis pada jantung dengan obat-obatan atau penekanan luar secara unilateral pada sinus karotikus. Obat yang dapat meningkatkan refrakteritas AV node (adenosin, kalsium channel bloker, esmolol) merupakan terapi awal yang dianjurkan untuk komplek QRS yang sempit apapun pada paroksismal supraventrikular takikardi.

(7)

Nodal parosismal takikardi

Menyerupai atrial parksismal takikardi kecuali pada gelombang P tidak teridentifikasi pada EKG. Gelombang P ditutupi oleh QRS komplek karena impuls atrial berjalan kebelakang dan nodus AV bersamaan dengan perjalanan impuls ventrikel melalui ventrikel.

Ventrikular takikardi (VT)

VT pada EKG menyerupai serial ventrikular prematur kontraksi yang terjadi secara cepat dan regular tanpa adanya denyut supraventrikular yang menyelinginya. Stroke volume sering kali terdepresi kuat selama VT karena ventrikel tidak mempunyai cukup waktu untuk pengisian jantung. VT yang berlangsung lama membutuhkan penghentian dengan kardioversi karena kelainan irama ini akan menyebabkan ventrikular fibrilasi.

Atrial flutter (AF)

Pada EKG ditandai dengan konduksi 2:1, 3:1, atau 4:1 dari impuls atrial ke ventrikular. Hal tersebut terjadi akibat pada periode rfakter serat purkinye dan otot ventrikel tidak lebih dari 200 impuls per menit yang dapat melewati ventrikel. Gelombang P khas berbentuk gigi gergaji terutama pada sadapan II, III, AVF, dan V 1. AF umumnya ditemukan pada pasien penyakit paru kronis, kardiomiopati dilatasi, miokarditis, intoksikasi etanol, dan tirotoksikosis. Kalian irama ini dapat bertahan dalam hitungan menit bahkan jam baru kemudian berubah menjadi irama sinus atau atrial fibrilasi.

Atrial Fibrilasi (AF)

Ditandai dengan komlpeks QRS normal disertai ketiadaan gelompang P secara cepat dan ireguler. Respon ventrikel yang ireguler menggambarkan kedatangan impuls atrial pada AV node ketika masa refraksi nodus stelah pelepasan sebelumnya. Stroke volume nemurun ketika AF karena ventrikel tidak mempunyai cukup waktu ketika pengisian optimal diantara siklus kardial. Pulsus defisit menggambarkan ketidakmampuan masing-masing kontraksi ventrikel untuk mengejeksikan stroke volume yang cukup untuk memproduksi denyut perifer yang terdeteksi. Penatalaksanaan AF biasanya dengan digitalis yang memperpanjang periode refraktori AV node. Perpanjangan ini menurunkan kecepatan respon ventrikel yang

(8)

dapat mememperbaiki stroke volume dengan menambah waktu pengisian ventrikel diantara siklus. Diperkirakan setiap tahunnya terdapat 5% resiko terjadi tromboemboli pada pasien AF yang tidak diterapi dengan anti koagulan.

Ventrikular Fibrilasi (VF)

Ditandai dengan garis berombak yang iregular dengan voltase berkisar 0,25 – 0,5mV. Total koordinasi dengan hilangnya aktivitas pompa efektif dan tidak terdeteksinya tekanan darah. Flutter dan fibrilasi biasanya terjadi secara terpisah dan kedua massa dari otot secara elektrik terisolasi antara satu dengan lainya melalui cincin jaringan fibrosaa disekitar katup. Kebanyakan penyebab atrial maupun ventrikular fibrilasi melalui mekanisme reentery. Satu-satunya terapi efektif untuk VF adalah direct current shock pada ventrikel (defebrilasi) yang secara simultan mendepolarisasikan semua otot ventrikel. Depolarisasi tersebut menyebabkan peace maker kembali ke satu tempat dan mematikan semua fokus-fokus ektopik lain yang menyebabkan VF.

(9)

A N T I A R I T M I A

Seperti halnya pada vasopressor, bukti bahwa obat-obat anti-aritmia bermanfaat pada henti jantung (cardiac arrest) masih terbatas. Tidak ada obat anti-aritmia yang diberikan pada henti jantung yang terbukti meningkatkan harapan hidup setelah keluar dari rumah sakit, walaupun amiodarone telah terbukti meningkatkan harapan hidup saat perawatan di rumah sakit. Walaupun tidak ada data tentang outcome jangka panjang pada manusia, bukti terakhir mendukung penggunaan obat-obat anti-aritmia untuk penatalaksanaan aritmia pada henti jantung.

Amiodarone

Amiodarone adalah obat anti-aritmia penstabil membran yang meningkatkan durasi potensial aksi dan periode refrakter pada miokard atrium dan ventrikel. Konduksi atrioventrikuler diperlambat, dan efek yang serupa terlihat pada jalur tambahan. Amiodarone memiliki kerja inotropik negatif ringan dan menyebabkan vasodilatasi perifer melalui efek penghambat alfa non-kompetitif. Hipotensi yang terjadi dengan pemberian amiodarone intravena berhubungan dengan kecepatan pemberian dan lebih diakibatkan oleh pelarut (Polysorbate 80), yang menyebabkan pelepasan histamin, bukan obat itu sendiri. Penggunaan preparat amiodarone cair yang relatif bebas dari efek samping ini cukup menjanjikan tetapi belum tersedia secara luas.

Setelah tiga syok awal, amiodarone pada VF yang refrakter terhadap kejutan memperbaiki outcome harapan hidup jangka pendek di rumah sakit dibandingkan dengan plasebo atau lignokain. Amiodarone juga memperbaiki respon terhadap defibrilasi saat diberikan pada manusia atau hewan dengan VF atau takikardi ventrikel yang tidak stabil secara hemodinamik. Tidak ada bukti yang menunjukkan kapan amiodarone sebaiknya diberikan saat menggunakan strategi kejut tunggal. Dalam penelitian klinis sampai sekarang, amiodarone diberikan jika VF/VT menetap setelah sedikitnya tiga kejutan (shock). Untuk alasan ini, dan karena tidak ada data lain, amiodarone 300 mg direkomendasikan jika VF/VT menetap setelah tiga kali kejutan. Indikasi: amiodarone diindikasikan pada

(10)

- Takikardi ventrikel (VT) hemodinamik stabil dan takiaritmia resisten lain (Bagian 4f)

Dosis : pertimbangkan dosis awal intravena 300 mg amiodarone, diencerkan dalam 5% dekstrosa sampai volume 20 ml (atau dari spuit yang belum diisi), jika VF/VT menetap setelah tiga kali kejutan. Amiodarone dapat menyebabkan trombofeblitis saat diinjeksikan ke dalam vena perifer; gunakan kateter vena sentral jika in situ, jika tidak, gunakan vena perifer yang besar dan guyur yang banyak. Keterangan rinci tentang penggunaan amiodarone untuk terapi atirmia lain diberikan di bagian 4f. Aspek Klinis Penggunaan:

Amiodarone secara berlawanan dapat bersifat aritmogenik, khususnya jika diberikan bersamaan dengan obat-obat yang memperpanjang interval QT. Tetapi, amiodarone memiliki angka kejadian efek pro-aritmia yang lebih rendah daripada obat-obat anti-aritmia lain dibawah kondisi yang sama. Efek samping akut utama dari amiodarone adalah hipotensi dan bradikardia, yang dapat dicegah dengan cairan dan/atau obat-obat inotropik. Efek samping yang berhubungan dengan penggunaan oral yang lama (kelainan fungsi tiroid, mikrodeposit kornea, neuropati perifer, dan infiltrat paru/hepar) tidak relevan pada keadaan akut.

Lidocaine

Sampai publikasi pedoman ILCOR 2000, lidokain merupakan obat antiaritmia pilihan. Penelitian perbandingan dengan amiodarone telah mengganti lidokain dari posisi ini, dan lidokain sekarang hanya direkomendasikan jika amiodarone tidak tersedia. Amiodarone sebaiknya tersedia pada semua henti jantung di rumah sakit atau di luar rumah sakit yang didampingi oleh petugas ambulans.

Lidokain adalah obat anti-aritmia penstabil membran yang bekerja dengan cara meningkatkan periode refrakter miosit. Lidokain menurunkan otomatisasi ventrikel, dan kerja anestesi lokalnya menekan aktivitas ektopik ventrikel. Lidokain menekan aktivitas jaringan aritmogenik, depolarisasi, sementara itu sedikit mengganggu aktivitas listrik jaringan normal. Oleh karena itu, lidokain efektif dalam menekan aritmia yang berhubungan dengan depolarisasi (contohnya iskemia, toksikasi digitalis) tetapi relatif tidak efektif melawan aritmia yang terjadi pada sel-sel yang

(11)

mengalami polarisasi secara normal (misalnya fibrilasi/flutter atrium). Lidokain meningkatkan nilai ambang fibrilasi ventrikel.

Toksisitas lidokain menyebabkan paraestesia, rasa mengantuk, bingung, dan kejang otot yang berlanjut sampai konvulsi. Secara umum dianggap bahwa dosis aman lidokain tidak boleh melebihi 3 mg/kg selama satu jam pertama. Jika ada tanda-tanda toksisitas, segera hentikan infus; atasi kejang jika terjadi. Lidokain menekan fungsi miokardium, tetapi jauh lebih sedikit daripada amiodarone. Depresi miokard biasanya bersifat sementara dan dapat ditangani dengan cairan intravena atau vasopressor. Indikasi:

Lidokain diindikasikan pada VF/VT refrakter (jika amiodarone tidak tersedia). Dosis:

Saat amiodarone tidak tersedia, pertimbangkan dosis awal 100 mg (1-1.5 mg/kg) lidokain untuk VF/VT refrakter tanpa nadi sampai tiga kali kejutan. Dosis total tidak boleh melebihi 3 mg/kg selama satu jam pertama.

Aspek Klinis Penggunaan:

Lidokain dimetabolisme oleh hati, dan waktu paruhnya diperpanjang jika aliran darah hepatik menurun, contohnya jika ada penurunan curah jantung (cardiac output), penyakit hati, atau pada orang tua. Pada saat henti jantung mekanisme clearance normal tidak berfungsi, jadi konsentrasi plasma yang tinggi dapat tercapai setelah satu dosis tunggal. Setelah 24 jam infus kontiyu, waktu paruh plasma meningkat secara signifikan. Turunkan dosis pada keadaan ini, dan secara teratur tinjau indikasi untuk melanjutkan terapi. Lidokain kurang efektif jika terdapat hipokalemia dan hipomagnesemia, yang harus segera dikoreksi.

Magnesium Sulfat

Magnesium adalah sutau zat yang penting pada banyak sistem enzim, khususnya yang terlibat dengan pembentukan ATP di dalam otot. Magnesium memainkan peranan besar dalam transmisi neurokimia, dimana magnesium menurunkan pelepasan asetilkolin dan mengurangi sensitivitas motor endplate. Magnesium juga meningkatkan respon kontraktil pada miokardium, dan membatasi ukuran infark

(12)

melalui suatu mekanisme yang masih belum dipahami sepenuhnya. Rentang magnesium normal dalam plasma adalah 0.8-1.0 mmol/l.

Hipomagnesia sering berhubungan dengan hipokalemia, dan dapat berperan pada aritmia dan henti jantung. Hipomagnesia meningkatkan ambilan digoksin miokardium dan menurunkan aktivitas Na+/K+-ATP-ase. Pasien-pasien dengan hipomagnesia,

hipokalemia, atau keduanya dapat menjadi kardiotoksik sekalipun dengan kadar digitalis terapeutik. Defisiensi magnesium tidak jarang pada pasien-pasien yang dirawat di rumah sakit dan sering terjadi bersamaan dengan gangguan elektrolit lain, terutama hipokalemia, hipofosfatemia, hiponatremia, dan hipokalsemia.

Walaupun manfaat dari pemberian magnesium pada keadaan hipomagnesemia diketahui, manfaat dari pemberian magnesium secara rutin selama henti jantung tidak terbukti. Penelitian pada orang dewasa di dalam dan di luar rumah sakit gagal menunjukkan adanya peningkatan angka ROSC saat magnesium diberikan diberikan secara rutin pada saat CPR. Ada beberapa bukti bahwa magnesium dapat bermanfaat pada VF refrakter.

Indikasi: Magnesium sulfat diindikasikan pada

- VF yang refrakter terhadap kejutan pada adanya kemungkinan hipomagnesia - Takiaritmia ventrikel pada adanya kemungkinan hipomagensia

- Torsades des pointes - Toksisitas digoksin

Dosis: pada VF yang refrakter terhadap kejutan, berikan dosis awal intravena sebesar 2g (4 ml (8mmol)) magnesium sulfat 50% secara perifer selama 1-2 menit; dapat diulang setelah 10-15 menit. Preparat larutan magnesium sulfat berbeda-beda antara negara-negara Eropa.

Aspek Klinis Penggunaan:

Pasien-pasien hipokalemia sering mengalami hipomagnesemia. Jika takiaritmia ventrikel terjadi, magnesium intravena merupakan terapi yang efektif dan aman. Peran magnesium pada infark miokard akut masih diragukan. Magnesium diekskresi oleh ginjal, tetapi efek samping yang berhubungan dengan hipermagnesemia jarang terjadi, bahkan pada gagal ginjal. Magnesium menghambat kontraksi otot polos,

(13)

menyebabkan vasodilatasi dan hipotensi yang berkaitan dengan dosis, yang biasanya sementara dan berespon terhadap cairan intravena dan vasopressor.

Obat-obat Lain

Bukti adanya manfaat dari obat lain, termasuk atropin, aminofilin, dan kalsium, yang diberikan secara rutin pada saat henti jantung manusia, masih terbatas. Rekomendasi penggunaan obat-obat ini berdasarkan pada pemahaman kita tentang sifat farmakodinamik dan patofisiologi henti jantung.

Atropine

Atropin antagonis kerja dari neurotransmitter parasimpatis asetilkolin pada reseptor muskarinik. Oleh karena itu, atropin menghambat efek nervus vagus pada nodus sinoatrial (SA) dan atrioventrikular (AV), meningkatkan otomatisasi sinus dan memfasilitasi konduksi nodus AV.

Efek samping atropin berhubungan dengan dosis (pandangan kabur, mulut kering dan retensi urin); dan tidak relevan pada saat henti jantung. Keadaan kebingungan (confusional) akut dapat terjadi setelah injeksi intravena, terutama pada pasien-pasien tua. Setelah henti jantung, dilatasi pupil sebaiknya tidak hanya dihubungkan dengan atropin.

Atropin diindikasikan pada: - Asistole

- Pulseless electrical activity (PEA) dengan kecepatan <60/menit

- Bradikardia sinus, atrium, atau nodus saat kondisi hemodinamik pasien tidak stabil.

Dosis atropin untuk dewasa yang direkomendasikan untuk asistol atau PEA dengan kecepatan <60/menit adalah 3 mg secara intravena dalam bolus tunggal. Penggunaannya pada terapi bradikardi dibahas di bagian 4f. Beberapa penelitian terbaru gagal menunjukkan adanya manfaat dari atropine pada gagal jantung di dalam atau di luar rumah sakit; tetapi, asistol memberi prognosis yang buruk dan jumlah keberhasilan setelah pemberian atropin bersifat anekdot. Tidak mungkin berbahaya pada situasi ini.

(14)

Teofilin (Aminofilin)

Teofiliin adalah suatu penghambat fosfodiesterase yang meningkatkan konsentrasi cAMP dalam jaringan dan melepaskan adrenalin dari medula sentralis. Penelitian yang terbatas tentang aminofilin pada henti jantung bradiasistolik gagal menunjukkan peningkatan ROSC atau harapan hidup setelah keluar dari rimah sakit; penelitian yang sama tidak menunjukkan bahaya yang disebabkan oleh aminofilin.

Aminofilin diindikasikan pada: - Henti jantung asistolik

- Bradikardia peri-arrest yang refrakter terhadap atropin

Teofilin diberikan sebagai aminofilin, gabungan teofilin dengan etilendiamin, yang 20 kali lebih larut daripada teofilin saja. Dosis dewasa yang dianjurkan adalah 250-500 mg (5 mg/kg) yang diberikan melalui injeksi intravena lambat.

Teofilin memiliki jendela terapeutik yang sempit dengan konsentrasi palsma yang optimal sebesar 10-20 mg/l (55-110 mmol/l). Diatas konsentrasi ini, efek samping seperti aritmia dan konvulsi dapat terjadi, khususnya saat diberikan secara cepat melalui injeksi intravena.

Kalsium

Kalsium memerankan peranan penting dalam mekanisme seluler yang mendasari infark miokard. Ada beberapa data yang mendukung kerja kalsium yang bermanfaat setelah sebagian besar kasus henti jantung. Konsentrasi plasma yang tinggi yang dicapai setelah injeksi dapat berbahaya bagi miokardium yang iskemik dab\n dapat menganggu pemulihan serebral. Berikan kalsium pada saat resusitasi hanya jika diindikasikan secara spesifik, yaitu aktivitas elektrik tanpa nadi yang disebabkan oleh:

- Hiperkalemia - Hipokalsemia

(15)

Dosis awal 10 ml 10% kalsium klorida (6.8 mmol Ca2+) dapat diulangi jika

diperlukan. Kalsium dapat memperlambat denyut jantung dan menimbulkan aritmia. Pada henti jantung, kalsium dapat diberikan melalui injeksi intravena cepat. Pada adanya sirkulasi spontan berikan secara perlahan. Jangan berikan larutan kalsium dan natirum bikarbonat secara berurutan melalui jalur yang sama.

Penyangga (Buffer)

Henti jantung menyebabkan kombinasi asidosis metabolik dan respiratori yang disebabkan oleh penghentian pertukaran gas di paru dan terjadinya metabolisme seluler anaerob. Terapi yang paling baik untuk asidemia pada henting jantung adalah kompresi dada; manfaat tambahan yang sama diperoleh dnegan ventilasi. Jika pH darah arteri kurang dari 7.1 (atau base excess lebih negatif daripada -10 mmol/l) selama atau setelah resusitasi henti jantung, pertimbangkan pemberian dosis kecil natrium bikarbonat (50 ml lautan 8.4%). Pada saat henti jantung, nilai gas arteri dapat menyesatkan dan sedikit berhubungan dengan keadaan asam-basa jaringan. Bikarbonat menyebabkan pembentukan karbon dioksida, yang berdifusi secara cepat ke dalam sel. Hal ini memiliki efek sebagai berikut:

- Menimbulkan eksaserbasi asidosis intraseluler

- Menimbulkan efek inotropik negatif pada iskemik miokardium

- Menimbulkan aliran natrium yang banyak dan aktif secara osmotik pada sirkulasi dan otak yang sudah terganggu.

Asidemia ringan menyebabkan vasodilatasi dan dapat meningkatkan aliran darah serebral. Oleh karena itu, koreksi penuh pH darah arteri secara teoritis dapat menurunkan aliran darah serebral khususnya pada waktu-waktu yang kritis. Saat ion bikarbonat diekskresikan sebagai karbon dioksida melalui paru, asidosis metabolik harus berat untuk membenarkan pemberian natrium bikarbonat.

Beberapa penelitian klinis dan penelitian pada hewan telah meneliti penggunaan penyangga selama henti jantung. Penelitian klinis yang menggunakan Tribonate atau natrium bikarbonat sebagai penyangga gagal menunjukkan keuntungan/manfaat. Hanya satu penelitian yang menemukan manfaat klinis, menunjukkan bahwa sistem EMS yang menggunakan natrium bikarbonat lebih awal

(16)

dan lebih sering memiliki ROSC yang secara signifikan lebih tinggi dan angka keluar dari rumah sakit dan outcome neurologis jangka panjang yang lebih baik. Penelitian pada hewan umumnya tidak bersifat konklusif, tetapi beberapa menunjukkan manfaat pemberian natrium bikarbonat untuk mengatasi toksisitas kardiovaskuler (hipotensi, aritmia jantung) yang disebabkan oleh antidepresan trisiklik dan penghambat saluran natrium kerja cepat lainnya (bagian 7b). Pemberian natrium bikarbonat secara rutin pada saat henti jantung dan CPR (khususnya pada henti jantung di luar rumah sakit) atau setelah kembalinya sirkulasi spontan tidak dianjurkan. Pertimbangkan natrium bikarbonat untuk hiperkalemia yang mengancam jiwa dan henti jantung yang berhubungan dengan hiperkalemia. Berikan 50 mmol (50 ml larutan 8.4%) natrium bikarbonat secara intravena. Ulangi dosis ini jika diperlukan, tapi gunakan analisis asam/basa (baik arteri atau vena sentral) untuk memandu terapi. Kerusakan jaringan yang berat dapat disebabkan oleh ekstravasasi subkutan natrium bikarbonat yang pekat. Larutan ini tidak cocok dengan garam kalsium karena menyebabkan endapan kalsium karbonat.

Trombolisis pada saat CPR

Henti jantung pada dewasa biasanya disebabkan oleh iskemia miokard akut setelah oklusi arteri koroner oleh trombus. Ada beberapa laporan tentang keberhasilan penggunaan trombolitik pada saat henti jantung, terutama jika henti jantung disebabkan oleh emboli paru. Penggunaan obat-obat trombolitik untuk menghancurkan trombus arteri koroner dan arteri pulmoner telah menjadi subyek pada beberapa penelitian. Trombolitik juga telah didemonstrasikan pada penelitian hewan dan menunjukkan efek yang bermanfaat pada aliran darah serebral selama resusitasi kardiopulmoner dan penelitian klinis melaporkan lebih sedikit ensefalopati anoksik setelah terapi trombolitik pada saat CPR.

Beberapa penelitian telah meneliti penggunaan terapi trombolitik yang diberikan pada henti jantung non-traumatik yang refrakter terhadap terapi standard. Dua penelitian menunjukkan peningkatan ROSC tanpa perbaikan yang signifikan pada harapan hidup, dan penelitian lebih lanjut menunjukkan harapan hidup di ICU yang lebih besar. Serangkaian laporan kasus juga telah melaporkan harapan hidup untuk keluar dari rumah sakit pada tiga kasus yang refrakter terhadap terapi standard dengan VF

(17)

atau PEA yang diterapi dengan trombolitik; sebaliknya, satu penelitian klinis besar gagal menunjukkan adanya manfaat yang signifikan dari trombolitik pada kasus-kasus henti jantung di luar rumah sakit PEA undifferentiated yang tidak berespon terhadap tindakan awal.

Saat diberikan pada pasien-pasien henti jantung dengan suspek atau emboli paru yang telah terbukti, dua penelitian menunjukkan manfaat yang mungkin, satu menunjukkan perbaikan dalam harapan hidup 24 jam. Beberapa penelitian klinis dan laporan kasus tidak menunjukkan peningkatan komplikasi perdarahan dengan trombolitik selama PCR pada henti jantung non-traumatik.

Tidak ada data klinis yang cukup untuk merekomendasikan penggunaan trombolisis rutin selama henti jantung non-traumatik. Pertimbangkan terapi trombolitik saat henti jantung diduga akibat emboli paru akut yang sudah terbukti atau yang dicurigai. Trombolisis dapat dipertimbangkan pada henti jantung dewasa berdasarkan kasus demi kasus setelah gagal dengan resusitasi standard awal pada pasien-pasien dimana dicurigai trombotik akut sebagia etiologi henti jantung. CPR yang sedang berlangsung bukan kontraindikasi intuk trombolitik.

Setelah trombolisis selama CPR untuk emboli paru akut, harapan hidup dan outcome neurologis yang baik dilaporkan pada kasus-kasus yang memerlukan CPR lebih dari 60 menit. Jika obat trombolitik diberikan pada keadaan ini, pertimbangkan dilakukannya CPR selama sedikitnya 60-90 menit sebelum dicoba menghentikan resusitasi.

Referensi

Dokumen terkait

Melalui penerapan sistem data warehouse dapat memberikan dampak positif bagi perusahaan, diantaranya proses analisis ataupun pengelolaan informasi berdasarkan data

Diantara pemikirannya adalah mengenai konsep falah, hayyah thayyibah, dan tantangan ekonomi umat Islam, kebijakan moneter, lembaga keuangan syariah yang lebih ditekankan kepada

Dari pendapat para ahli diatas dapat disimpulkan bahwa keterampilan proses sains untuk anak usia dini yang dimaksud dalam penulisan ini merupakan keterampilan anak dalam

Dengan kata lain lagi,pencirian Indonesia hanya dipakai untuk menyelamatkan diri bila terbukti melanggar atau tidak memenuhi standar internasional dalam penegakan

Keamanan, keindahan dan peningkatan perekonomian masyarakat serta memudahkan mengakses desa lain P1 B Kondisi Jalan Desa Dsn.Rejosari menuju Kedawung Desa Sraten Makadam yang akan

Melalui temuan dan analisis data di atas dapat dilihat bahwa adanya pembongkaran representasi kulit hitam dalam aspek kepemimpinan dan heroisme. Namun pembongkaran itu

[r]

Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa didapatkan nilai kuat tekan optimum pada penambahan modulus alkali 2 dikarenakan pada prosentase tersebut terjadi