• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penyelidikan Pemboran Potensi Bahan Galian Pada Wilayah Bekas Tambang Timah Siabu Kabupaten Kampar, Provisni Riau

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Penyelidikan Pemboran Potensi Bahan Galian Pada Wilayah Bekas Tambang Timah Siabu Kabupaten Kampar, Provisni Riau"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

PENYELIDIKAN PEMBORAN POTENSI BAHAN GALIAN PADA WILAYAH BEKAS

TAMBANG TIMAH SIABU

KABUPATEN KAMPAR, PROVISNI RIAU

Mangara P. Pohan1, Mulyana2, Tatik Handayani2, Asep Ahdiat1

1

Kelompok Program Peneliti Konservasi2Bidang Sarana Teknik, Pusat Sumber Daya Geologi

SARI

Penyelidikan dilakukan untuk mengetahui potensi bahan galian timah, mineral ikutan pada tailing, serta bahan galian tertinggal pada bekas tambang di daerah Siabu dan sekitarnya, Kabupaten Kampar, Provinsi Riau.

Endapan timah aluvial umumnya mengandung mineral ikutan seperti : ilmenit (TiO2), magnetit

(Fe2TiO4), zirkon (ZrSiO4), xenotim (Y PO4), monazit (Ce, La, Nd, Th) PO4, dan mineral lainnya.

Umumnya penambangan dan pengolahan suatu bahan galian tidak akan mencapai perolehan (recovery) 100%, sehingga bahan galian utama dan mineral ikutannya dapat tertinggal atau terbuang bersama tailing, hal ini dapat disebabkan oleh metoda penambangan dan teknik pengolahan yang digunakan.

Dengan semakin majunya teknologi modern, kebutuhan akan logam timah, mineral ilmenit, zirkon, xenotim, monazit dan mineral lainnya akan meningkat. Permintaan akan logam timah meningkat setiap tahun dan akan mencapai 385.000 Mton pada tahun 2013, Ti akan mencapai 300 milliar pounds pada tahun 2015 dan zirkon pada tahun 2010 akan mencapai 1400 ton. Untuk unsur Ce, La, dan Nd dipredikasi pada tahun 2010 kebutuhan dunia mencapai 53.272 ton oksida untuk Ce, 47.197 ton oksida untuk La, dan 28.331 ton oksida untuk Nd.

Untuk mengetahui potensi bahan galian timah, bahan galian lain dan mineral ikutan pada tailing, serta bahan galian tertinggal pada bekas tambang perlu dilakukan pengambilan conto dengan Bor Bangka 4” dan pengamatan geologi di daerah Siabu dan sekitarnya.

(2)

Komposisi mineral monazit pada conto konsentrat < 1%, xenotim tidak terditeksi, kekayaan ilmenit pada lobang bor umumnya < 0,1 kg/m3 dankekayan mineral zirkon pada lobang bor umumnya < 0.5 kg/m3 pada beberapa lobang bor kekayaan mencapai 1,0548 kg/m3 dan 1,927 kg/m3.

Unsur tanah jarang Ce (cerium), La (lanthanum), Nd (neodymium) dan Y (yttrium) menunjukan nilai yang sangat kecil.

Kualitas pasir kuarsa di daerah tidak layak untuk digunakan pada industri pembuat kaca, pengecoran dan bata tahan api.

(3)

PENDAHULUAN

Bahan galian umumnya mengandung lebih dari satu mineral berharga, selain mineral utama, mineral ikutannya juga dapat bernilai ekonomis untuk diusahakan.

Daerah Siabu dan sekitar nya, di

Kabupaten Kampar dikenal sejak dahulu sebagai daerah penghasil bahan galian terutama timah aluvial. Daerah ini termasuk Jalur 3 Timah Wilayah Indonesia Bagian Barat, yang terbentang dari Banda Aceh hingga Hulu Waisamang, dimana kegiatan magma terjadi di lingkungan tepi benua yang berlangsung pada Zaman Kapur Bawah – Kapur Atas (Sukirno Djaswadi, 1992).

Penambangan timah aluvial di daerah Siabu dan sekitarnya telah berlangsung lama, dimulai oleh Bangsa Cina, Belanda, selanjutnya dilakukan oleh perusahaan dan masyarakat setempat. Umumnya penambangan dan pengolahan suatu bahan galian tidak akan mencapai

perolehan (recovery) 100% sehingga

banyak kasiterit dan mineral ikutannya yang terbuang bersama tailing, hal ini dapat disebabkan oleh metode dan teknologi yang digunakan.

Dengan semakin meningkatnya nilai ekonomis dan kebutuhan timah, ilmenit, zirkon, xenotim dan monazit, serta untuk mewujudkan dan tercapainya pemanfaatan bahan galian secara optimal, Kelompok Program Penelitian Konservasi, Pusat Sumber Daya Geologi dengan biaya

Anggaran DIPA 2009 memandang perlu dilakukan evaluasi potensi bahan galian pada bekas tambang timah di daerah Siabu dan sekitarnya, Kabupaten Kampar, Provinsi Riau (Gambar 1) dengan ruang lingkup penyelidikan potensi bahan galian dan mineral ikutan.

GEOLOGI DAN PERTAMBANGAN

1. Geologi Umum

Geologi umum daerah penyelidikan mengacu kepada pemetaan yang dilakukan oleh penyelidik terdahulu Bambang Setiawan, dkk., 1983 (Gambar 2), dimana daerah ini sebagian besar ditutupi oleh batuan sedimen Tersier dengan urutan stratigrafi dari tua ke muda :

Formasi Bohorok berumur Pra Tersier yang dibentuk oleh satuan batupasir mengandung tufa dan batupasir wackes,

merupakan suatu endapan ”marine shelf

sediments” yang sebagian mengalami

malihan derajat rendah.

Formasi Pematang yang berumur antara Eosen-Oligosen dicirikan oleh satuan litologi breksi-konglomerat dengan sisipan batupasir, batulempung, batulanau dan batulumpur, formasi ini diendapkan dalam lingkungan air tawar (fluviatile- Iacrustine-paludal).

(4)

pengendapan formasi ini bervariasi mulai dari fluviatile, Iacrustine, deltaic hingga neritic.

Formasi Telisa yang berumur Miosen-Tengah menutupi Formasi Sihapas secara selaras. Formasi ini dibentuk oleh satuan batuan serpih, batulanau, batulempung, napal dan batupasir glaukonit, diendapkan dalam lingkungan marine yang dicirikan dengan adanya fosil foram dan plankton.

Formasi Petani berumur Pliosen diduga diendapkan tidak selaras di atas Formasi Telisa, dibentuk oleh satuan batuan serpih dengan sisipan batupasir dan batulanau. Formasi ini diendapkan dalam lingkungan yang bervariasi dari fluviatile hingga litoral. Batuan Kwarter umumnya adalah aluvial yang terdiri dari kerikil, pasir dan lempung, di daerah kegiatan batuan ini dapat dipisahkan menjadi dua satuan geologi yaitu Formasi Minas yang berumur Pleistosen dan Aluvium muda yang berumur Resen (Gambar 2)

2. Geologi daerah penyelidikan

Morfologi daerah penyelidikan terdiri dari morfologi perbukitan berlereng terjal sampai sedang dengan ketinggian dari permukaan laut 50 m – 150 m dan morfologi pedataran di sebelah timurnya. Pola aliran sungai umumnya membentuk pola dendritic.

Daerah penyelidikan di dominasi oleh endapan aluvial berumur Kwarter yang terdiri dari pasir, lanau, kerikil-kerakal berukuran 0,5 cm – 20 cm dan merupakan

endapan pembawa timah. Ketebalan endapan ini rata-rata 4 m dan dapat mencapai 10 meter, tersebar tidak merata pada lembah sungai. Penyebaran endapan ini umumnya terdapat pada lembah-lembah sungai dan yang terluas penyebarannya pada lembah S. Siabu dengan lebar antara 5 m – 2 000 m.

3. Pertambangan

Sejak dahulu daerah Siabu telah dikenal sebagai daerah penghasil timah aluvial, penambangan pernah dilakukan Bangsa China kemudian oleh Bangsa Belanda meliputi daerah yang cukup luas, bekas penambangan membentuk hamparan tailing dan lembah-lembah yang umumnya telah tertutup rumput dan semak belukar dengan luas ± 3 Ha dan kolong/kolam bekas galian yang cukup dalam dan terisi oleh air dengan luas ± 0,8 Ha salah satunya dikenal oleh penduduk setempat dinamakan Kolong Belanda.

(5)

pemisahannya menggunakan alat yang disebut palong. Saat ini daerah Siabu masuk Kuasa Pertambangan (KP) PT GKR yang memperoleh Kuasa Pertambangan Eksplorasi dari Bupati Kampar sejak tahun 2007 untuk bahan galian timah dan mineral pengikutnya dengan luas 3.279 Ha, dan Kuasa Pertambangan Eksploitasi dengan luas 197 Ha. Penambangan telah dilakukan di beberapa lokasi dengan menggunakan mesin semprot untuk menghancurkan endapan aluvial, kemudian dihisap oleh pompa untuk di alirkan ke ”palong”. Penghancuran atau pembongkaran endapan aluvial dihentikan apabila telah mencapai batuan dasar terdiri dari batulempung abu-abu kehijauan atau batupasir. Dari kegiatan penambangan ini, terbentuknya beberapa kolong dan

timbunan tailing, dengan total bukaan

tambang ± 10 Ha. Saat ini penambangan dihentikan sementara, dengan alasan yang tidak diketahui. Selain di daerah Siabu, penambangan timah juga telah dilakukan di daerah Bukit Melintang, Kecamatan Bangkinang Barat oleh PT Bamiko pada tahun 1979. Bekas tambang berupa kolong dan timbunan tailing masih dapat dilihat di daerah ini.

Pada tahun 2009, PT SIL memperoleh Izin Usaha Pertambangan (IUP) Eksplorasi disebelah selatan bekas tambang PT Bamiko, untuk bahan galian timah dan mineral pengikutnya dengan seluas 2547 Ha. Hasil pemboran Bangka diketahui kekayaan rata-rata Tdh (timah dihitung) 0,52 kg/m³.

Untuk mengetahui potensi endapan timah di daerah ini, telah dilakukan Bulk Sampling terutama dilakukan di daerah lembah S. Plajau. Tanah yang digali pada beberapa lokasi mencapai 55.000 m³, kemudian dicuci ke bak pencucian timah dan diperoleh kandungan timah 2.825 kg.

Kondisi tanah yang digali terdiri dari tanah penutup 65% dan lapisan lempung, pasir dan batuan 35% berukuran 3 cm – 25 cm. Dengan ukuran batuan seperti itu, merupakan suatu kendala bagi penambangan.

Daerah Siabu dan daerah Bukit Melintang pada Peta Struktur Ruang Dan Pola Pemanfaatan Ruang Provinsi Riau tahun 2000 – 2015 termasuk Kawasan Perkebunan/tanaman tahunan dan Kawasan Pertanian. Tanaman karet merupakan tanaman yang umum diusahakan oleh penduduk setempat disamping kelapa sawit. Dengan terbitnya Izin Usaha Pertambangan untuk penambangan timah aluvial, daerah ini menjadi wilayah usaha pertambangan. Penambangan telah dilakukan pada daerah yang diperkirakan mengandung endapan timah dengan seizin pemilik tanah melalui perjanjian yang diketahui oleh Camat setempat.

(6)

diatasnya tidak terdapat tanaman. Setelah pinjam pakai selesai, perusahaan akan mengembalikannya ke pemilik setelah lahan tersebut di reklamasi atau dapat diperpanjang sesuai dengan perjanjian.

Di daerah Bukit Melintang penggunaan tanah untuk pertambangan tidak seperti di daerah Siabu, tanah yang akan digunakan oleh kegiatan pertambangan dibeli oleh perusahaan dan apabila penambangan telah selesai dan direklamasi tanah diserahkan kepada pemerintah desa untuk digunakan sesuai dengan peruntukannya

4. Bahan Galian

Endapan timah aluvial umumnya mengandung mineral ikutan yang nilai ekonomis tinggi untuk kebutuhan industri seperti : Ilmenit (FeTiO3), zirkon (ZrSiO4),

xenotim (YPO4) dan monazit (Ce, La, Nd,

Th)PO4

Dengan semakin majunya teknologi saat ini, mineral tersebut semakin dibutuhkan.

a. Timah

Timah banyak digunakan oleh industri terutama untuk solder 52%, logam pelapis, kimia, gelas, cendera mata dan lain-lain. Dengan adanya ketentuan penggunaan timah bebas timbal (lead free tin) sehingga membuat kandungan timah dalam solder meningkat dari 30% menjadi hampir 97%, kandungan timbal pada tinplate 19% dan

pada tin chemical 12%, mengakibatkan

permintaan logam timah meningkat setiap tahun dan mencapai ± 360.00 Mton pada

tahun 2008. Konsumsi timah dunia menurun sampai 15% pada tahun 2009 diperkirakan akan naik kembali tahun 2010 dan akan mencapai 385.000 Mton pada akhir tahun 2013 (Liezel Hill, 2009). Harga timah mencapai harga US$ 25,500 – 25,800/ton pada pertengahan tahun 2008, dan merupakan harga tertinggi yang pernah dicapai (PT Timah, TBK, 2008). Akan tetapi pada bulan Oktober 2009 harga timah jatuh sampai ke harga US$14,675.00/ton (The London Metal Exchange Limited). Diprediksi tahun 2010 harga timah akan kembali membaik sampai US$25,000/ton, dan tahun 2011 US$30,000/ton.

b. Ilmenit

Kurang lebih 94% produksi ilmenit digunakan sebagai bahan mentah untuk pembuatan pigmen titanium dioksida dan sisanya untuk industri cat putih, kertas, plastik dan pelindung batang las (Mike Folwell, 2005). Ilmenit dengan kandungan 10 – 15% Ti dapat digunakan untuk industri logam titanium dan sisanya digunakan untuk penyaring air, pelapisan dan sebagainya. Tahun 2006 konsumsi pigmen TiO2 ± 4,8 Mton, dengan permintaan akan

TiO2 meningkat rata-rata 3% per tahun

diperkirakan kebutuhan TiO2 mencapai 7,3

Mton pada tahun 2015 (Titanium

Resources Group, 2009). Saat ini 80%

(7)

dan diperkirakan pada tahun 2015 akan mencapai 300 milliar pounds. Harga logam titanium pada tahun 2003 – 2005 sekitar US$ 6–7 per kg dan pada tahun 2005 – 2006 mencapai harga US$ 25–30 per kg. Tahun 2008 harga logam ini turun mencapai $12-13/lb dan bulan September 2009 US$ 4.2 per kg, hal ini disebabkan krisis ekonomi global yang menyebabkan industri pesawat terbang mengurangi kegiatan (Infomine.com).

c. Zirkon

Penggunaan zirkon saat ini terutama untuk industri keramik dan porselin (57%), pembuat TV gelas dan monitor komputer sebagai bahan yang dapat menyerap sinar ultra violet yang dihasilkan oleh cathode rays tube. Kebutuhan zirkon pada industri ini pada tahun 1997 adalah 70.000 ton, dan meningkat sampai 80.000 pada akhir tahun 2002, diperkirakan mencapai 100.000 ton pada tahun 2010. Harga zirkon sangat berfluktasi dan diperkirakan tahun 2010 turun sampai US$600/ton, harga tertinggi dicapai pada tahun 2007 sekitar US$800/ton.

d. Xenotim

Xenotim adalah mineral fospat tanah jarang, dan merupakan sumber utama dari unsur yttrium. Penggunaan yttrium terutama untuk monitor datar pada tv berwarna dan komputer, sensor temperatur, X-ray intesifing screen, superconductor, batterai isi ulang, bidang kedokteran dan lainnya. Permintaan akan yttrium terus meningkat dengan semakin tinggi teknologi industri. Harga yttrium pada

tahun 2007 US$ 8.20 8.40/kg dan pada bulan Februari 2009 US$12/kg. Harga unsur ini tergantung kepada kemurniannya, tahun 2007 yttrium oksida dengan kemurnian 99 – 00.99% US$ 15 -30/kg.

e. Monazit

Monazit adalah mineral fospat mengandung logam tanah jarang dan merupakan sumber utama unsur cerium, lanthanum, neodymium dan thorium. Cerium, lanthanum dan neodymium merupakan unsur tanah jarang ringan yang penggunaannya semakin dibutuhkan dalam industri berteknologi tinggi. Kebutuhan unsur tanah jarang ini dan beberapa unsur lainnya meningkat setiap tahunnya (Tabel 1)

ƒ Cerium : digunakan untuk bahan

penggosok monitor tv berwarna dan komputer, bahan elektronik, bahan campuran dengan besi untuk pematik api, pelindung radiasi dan lainnya;

ƒ Lanthanum : digunakan untuk gelas

keramik, kaca optik kualitas tinggi, lensa kamera, kristal microwave, kapasitor keramik dan lainnya;

ƒ Neodymium : bahan campuran dalam

(8)

ƒ Thorium : kandungan unsur ini di monazit dapat mencapai 20% - 30%, akan tetapi tidak semuanya mineral monazit mengandung thorium. Mineral monazit yang ekonomis untuk diusahakan thoriumnya, harus mempunyai kandungan 6% -12% thorium oksida. Saat ini para ahli nuklir mulai berpikir untuk memanfaatkan thorium sebagai bahan nuklir disamping uranium. Karena kalau thorium dijadikan bahan di dalam reaktor nuklir, seperti halnya untuk reflektor, maka thorium dapat dikonversi menjadi uranium-233 dan dapat dimanfaatkan menjadi bahan nuklir.

METODOLOGI

Kegiatan penyelidikan ini dilakukan beberapa tahap :

Pengumpulan Data Sekunder

Pengumpulan data sekunder dari berbagai sumber meliputi; sumberdaya dan cadangan, cut off grade, sisa cadangan

tertinggal, recovery penambangan,

pengolahan, penanganan tailing, mineral ikutan dan dampak terhadap masyarakat sekitar.

Pengumpulan Data Primer

a. Pengambilan conto dilakukan dengan menggunakan bor Banka 4” (Foto 1)

dengan pola pemboran secara grid dan

sebagian secara acak (scout drill). Pola

pemboran secara grid dibuat memotong

lebarnya lembah sungai dengan jarak antara titik bor 50 m dan jarak antara lintang 100 m untuk beberapa lobang bor, dimana endapan aluvial diperkirakan belum ditambang dan daerah tailing kemudian

dilanjutkan dengan secara acak (scout drill) karena pertimbang waktu.

Conto hasil pemboran diambil pada setiap interval kedalaman 1 m kemudian dihitung volumenya, didulang di atas lembar plastik sebagai alas sehingga material batuan, pasir dan lempung yang terbuang dari hasil pendulangan dapat tertampung. Hasil pendulangan dikeringkan untuk memperoleh konsentrat kering. Setelah pendulangan selesai untuk setiap 1 lobang bor, seluruh material yang tertampung di lembar plastik tersebut disaring dengan saringan 0,5 cm, hasil saringan diaduk sampai merata dan di kuartering. Conto ini disebut komposit dan merupakan conto yang dapat mewakili seluruh conto. Pada konsentrat hasil pendulangan dapat diamati secara megaskopis mineral-mineral kasiterit, zirkon, magnetit, ilmenit dengan

dominan mineral kuarsa.

(9)

dikelilingi oleh perkebunan karet dan sawit sehingga pemboran juga dilakukan pada daerah yang telah dibebaskan oleh perusahaan.

b. Pengambilan conto dilakukan juga terhadap endapan aluvial dan tailing di beberapa lokasi dengan cara didulang dan untuk bahan pembanding hasil pemboran dilakukan pengambilan conto dengan

membuat alur (channel sampling) pada

singkapan endapan aluvial. Jumlah conto yang diperoleh 16 conto.

c. Pengamatan geologi dan pengambilan conto batuan pada beberapa lokasi dengan jumlah conto 11 conto.

d. Mengukur luas, dan ketebalan endapan aluvial dan tailing;

e. Pengukuran topografi seluas ± 112 Ha, dibagi menjadi 2 blok : Blok Siabu, dan Blok Bukit Melintang.

HASIL PENYELIDIKAN

Penghitungan sumber daya timah dan mineral lainnya tidak dilakukan dengan metoda daerah pengaruh atau pengalian nilai kekayaan rata-rata seluruh lobang bor terhadap luas daerah penyelidikan. Hal ini dipertimbangkan karena jarak atau pola titik pemboran yang tidak teratur dan konsentrasi kekayaan timah tersebar tidak merata.

1. Timah

a. Daerah Siabu

Peta Penyebaran Kekayaan Lobang Bor Daerah Siabu dan sekitarnya memperlihatkan pengayaan timah di daerah ini tersebar tidak merata, data kekayaan lobang bor tertinggi berasal dari lobang bor BH/CL/29 dengan kadar timah

2,2822 kg/m3 dan terendah dari bor

BH/CL/26 dengan kadar timah 0,0004 kg/m3 (Gambar 3). Di daerah ini seperti telah dijelaskan, agak sulit menentukan daerah yang sudah ditambang atau belum ditambang, karena penambangan telah berlangsung lama dan berulang-ulang sehingga banyak daerah yang telah ditutupi oleh tailing dan ditutupi oleh semak-semak, kecuali pada daerah yang belum lama dilakukan penambangan.

(10)

1,6 Ha; 0,3 kg/m3 – 0,4 kg/m3 dengan luas 0,96 Ha dan > 0,4 kg/m3 dengan luas 2,08 Ha, maka sumber daya tereka timah diperoleh :

Sumber daya timah tereka 0,2 kg/m3 – 0,3 kg/m3 = 14,790 ton timah

Sumber daya timah tereka 0.3 kg/m3 – 0,4 kg/m3 = 13,668 ton timah

Sumber daya timah tereka > 0,4 kg/m3 = 100,562 ton timah

Jumlah total sumber daya tereka pada lokasi-lokasi tertentu daerah Siabu hasil perhitungan data bor BH/CL/01 s/d BH/CL/55 yang meliputi daerah Kolong PT GKR sampai daerah Kolong Belanda sebesar ± 129 ton timah pada luas 4,64 Ha dan daerah pemboran mencakup luas ± 25,05 Ha.

Sumber daya timah untuk daerah Kolong PT Rena Deli umumnya > 0.1 kg/m3, 2 titik bor mempunyai nilai di atas cut off grade yaitu : BH/CL/62 dengan kekayaan bor

0,5653 kg/m3 dan BH/CL/61 dengan

kekayaan bor 0,2003 kg/m3. Luas daerah yang telah ditambang ± 2,5 Ha, tidak diketahui sumber daya atau cadangan maupun jumlah timah yang telah diusahatan, dikarenakan tidak tersedianya data mengenai kegiatan perusahaan selama ini.

Sumber daya di kedua lokasi ini diperkirakan dapat meningkat apabila

pemboran dilakukan dengan grid dan

dengan jarak setiap titik bor 20 m.

b. Daerah Bukit Melintang I

Luas daerah penyelidikan 1,6 Ha, pemboran dilakukan secara acak pada daerah yang belum digali dan daerah tailing dengan jumlah 9 titik bor.

Kekayaan timah cukup baik diperoleh dari daerah yang belum digali dengan kekayaan timah 0,2648 kg/m3 dan 0,2388 kg/m3 dan 3 bor dengan kekayaan timah 1,0546 kg/m3, 1,2568 kg/m3 dan 0,5391 kg/m3. Pemboran yang dilakukan pada daerah tailing 3 bor mempunyai kekayaan < 0,01 kg/m3 timah (Gambar 5).

Sumber daya dihitung berdasarkan tingkatan kekayaan timah pada lobang bor dimulai pada kisaran 0,2 kg/m3 – 0,3 kg/m3

dan > 0,4 kg/m3, dengan perkiraan

penyebaran timah pada daerah (radius) 20 m dari titik bor (Gambar 6).

Sumber daya tereka diperoleh dari kekayaan timah pada lobang bor dengan kisaran 0,2 kg/m3 – 0,3 kg/m3 dengan luas 0,32 Ha sebesar 2,83 ton timah, dan untuk kekayaan lobang bor > 0,4 kg/m3 dengan luas 0,48 Ha sebesar 18,53 ton timah. Sumber daya tereka di daerah ini 21,36 ton pada daerah seluas 0,8 Ha, sumber daya ini dapat bertambah apabila pemboran dilakukan secara grid dengan jarak tiap bor 20 m.

(11)

kedalaman rata bor 4,43 m, rata-rata

kekayaan timah 0,80 kg/m3, diperoleh

cadangan terhitung 177,55 ton timah (PT SIL).

c. Daerah Bukit Melintang II

Daerah ini merupakan bekas tambang PT Bamiko yang melakukan kegiatan pada tahun 1979, ± 80% daerah ini telah ditutupi tailing hasil penambangan dan sebagian kecil lahan telah diperuntukan Kantor Desa dan perumahan.

Pemboran dilakukan secara acak dengan jumlah titik bor 8 buah pada daerah yang belum ditambang dan daerah tailing (Gambar 7). Pemboran pada daerah yang belum ditambang dekat aliran S. Singgalan bor : BH 78 SG dan BH 79 SG mempunyai kekayaan < 0,01 kg/m3 timah, BH 80 SG mempunyai kekayaan 0,7958 kg/m3 timah dan bor yang terletak dipinggir bekas tambang BH 84 SG mempunyai kekayaan 0,3749 kg/m3 timah. Kandungan timah pada bor di daerah tailing, mempunyai kekayaan bor < 0,1 kg/m3 (Gambar 8).

Walaupun di daerah ini masih ada kekayaan yang cukup ekonomis pada lobang bor tertentu, penambangan tidak dimungkinkan untuk kelas perusahaan karena daerah yang mempunyai kadar cukup tinggi sangat terbatas dan telah menjadi pemukiman serta prasarana masyarakat setempat.

Conto-conto yang diambil dengan cara channel sampling pada dinding bantaran sungai berupa endapan aluvial jenis pasir

lempungan, hasil analisis menunjukan kadar timah pada ALV 01 (S. Robo Besar) hanya sebagai jejak dan pada ALV 02 (S. Lipai) dan ALV 03 (S. Plajau) < 0, 1 kg/m3. Endapan ini diperkirakan endapan aluvial muda berumur Resen hasil pengendapan kembali formasi yang lebih tua.

Pengambilan conto dari endapan sungai aktif di S. Plajau, S. Singgalan dan S. Lipai dengan cara digali sampai kedalaman ± 20 cm, hasil analisis konsentrat dulang menunjukan kandungan timah mencapai > 75%. Beberapa contoh endapan sungai aktif yang diambil dari material permukaan dasar sungai tidak menunjukan kadar yang berarti dengan kandungan timah < 5%.

Ditemukannya 5 butir emas ukuran fine color berbentuk pipih hasil pendulangan di S. Lipai, diperkirakan berasal dari endapan emas primer di hulu S. Lipai yang berasosiasi dengan komplek urat-urat kuarsa yang banyak terdapat di daerah tersebut. Hasil penyelidikan terdahulu di daerah ini hanya diperoleh 1 sampai 3 butir, sehingga emas di daerah ini tidak meyakinkan untuk diusahakan (Bambang Setiawan dan E. Suwargi, 1983).

(12)

2. Mineral Ikutan

Mineral ikutan ekonomis yang terdapat

dalam endapan tailing maupun endapan

aluvial yang belum terganggu seperti monazit, zirkon, ilmenit jumlahnya relatif sedikit dan xenotim tidak ditemukan.

a. Monazit

Monazit ditemukan hanya pada sebagian kecil lobang bor dengan komposisi mineral pada konsentrat umumnya < 1%, pada lobang bor lainnya monazit hanya sebagai jejak atau tidak terditeksi. Komposisi mineral tertinggi untuk monazit terdapat pada lobang bor BH/CL/26 pada kedalaman 2 m - 3 m dengan nilai 18,10% dari berat konsentrat (kekayaan 0.0231 kg/m3) dan BH/CL/03 pada kedalaman 0 m – 1 m dengan nilai 11,35% dari berat konsentrat (kekayaan 0.1528 kg/m3). Hasil analisis besar butir/analisis ayak untuk 15 conto komposit, monazit juga tidak ditemukan.

Disimpulkan, monazit di daerah ini tidak layak untuk diusahakan.

b. Xenotim

Hasil analisis mineralogi butir dan analisis besar butir/analisis ayak xenotim tidak ditemukan pada setiap conto lobang bor.

c. Zirkon

Zirkon sebagai mineral ikutan dari endapan timah aluvial, tidak menunjukan sebagai suatu mineral yang layak untuk diusahakan walaupun hadir di hampir setiap lobang bor. Hasil analisis mineralogi butir menunjukan komposisi mineral ini umumnya < 10%

pada setiap berat konsentrat dan pada analisis besar butir/analisis ayak zirkon tidak ditemukan. Kekayan mineral ini pada sebagian besar lobang bor < 0.5 kg/m3, kekayaan tertinggi terdapat pada bor

BH/CL/05 dengan kekayaan 1,0548 kg/m3

dan BH/CL/13 dengan kekayaan 1,927 kg/m3. Apabila dilihat dari hasil analisis dan perhitungan kekayaan lobang bor, zirkon tidak ekonomis untuk diusahakan dan zirkon ekonomis untuk diusahakan saat ini apabila kekayaannya 2 kg/m3.

d. Ilmenit

Ilmenit hadir pada setiap lobang bor dengan persentase pada berat konsentrat umumnya < 5%, sebagian < 10 % dan beberapa mencapai ± 30%. Kekayaan mineral ini pada Bor BH/CL/34 mencapai 1,205 kg/m3 merupakan satu-satunya bor dengan kekayaan > 1 kg/m3 dan bor lainnya umumnya mempunyai kekayaan <

0,1 kg/m3. Tidak ada data mengenai

mineral ilmenit yang ekonomis untuk diusahakan sebagai mineral ikutan pada endapan timah aluvial. Pada endapan titanium aluvial di daerah Kokpektinskaya, Republik Kazakhstan cut-off grade ilmenit 100 kg/m3 pada endapan (Inoue Toshio, dkk, 2003) dan pada endapan phosfor dan titanium di daerah Lac á Paul, Saguenay-Lac-St-Jean, Quebec, Canada, kandungan titanium rata-rata ditambang sebesar 7,81% dari total sumber daya tereka 304 MT (Bernard Lapointe, 2009).

3. Unsur Tanah Jarang

(13)

(neodymium) dan Y (yttrium) menunjukan nilai yang tidak berarti. Nilai untuk Ce < 1 ppm, La < 0,5 ppm, Nd < 2 ppm dan Y < 0,5 ppm, kecilnya nilai unsur-unsur tersebut mungkin dapat dihubungkan dengan hadirnya monazit pada setiap conto yang umumnya hanya berupa jejak dan juga ketidak hadirannya mineral xenotim.

Nb (neobium) dan Ta (tantalum) dari 4 contoh yang dianalisis hanya 1 conto memberikan nilai yang signifikan, Nb 88 ppm dan Ta 10 ppm. Nilai ini lebih tinggi dari pada nilai rata-rata unsur ini di batuan granit, batuan sedimen dan tanah.

4. Kandungan Radioaktif

Monazit merupakan mineral yang memiliki kandungan thorium yang tinggi, sehingga mineral tersebut memiliki sifat radioaktif, untuk mengetahui kandungan radioaktif pada monazit 4 conto dianalisis dengan menggunakan Spektrometer Gamma untuk Radium-226 (226Ra), Thorium-232 (232Th), Thorium-228 (228Th) dan Kalium-40 (40K).

Radionuklida tersebut berpotensi menjadi bahan pencemar apabila konsentrasinya > 1 Bq/gr untuk Radium-226, Thorium-232 dan Thorium-228 dan untuk Kalium-40 > 10 Bq/gr (Peraturan Kepala Badan Pengawas Tenaga Nuklir No. 9 Tahun 2009).

Hasil analisis untuk keempat Radionuklida tersebut mempunyai tingkat kontaminasi dan/atau konsentrasi dibawah 1 Bq/gr untuk Radium-226, Thorium-232 dan Thorium-228 serta Kalium-40 di bawah 10 Bq/gr, dapat dikatakan tidak ada

unsur-unsur yang berpotensi menyebabkan timbulnya pencemaran radiasi di daerah ini. 5. Pasir Kuarsa

Pasir kuarsa merupakan hasil pelapukan batuan yang mengandung mineral utama, seperti kuarsa dan felspar kemudian ditransport oleh aliran air ke daerah yang lebih rendah. Kemurnian pasir kuarsa bervariasi bergantung pada proses pembentukannya dan mineral pengotornya. Persyaratan pasir kuarsa untuk industri tidak dapat ditetapkan secara pasti, yang paling utama adalah kemurniannya dan pembatasan pada oksida pengotornya.

Dari hasil analisis terhadap 2 conto pasir kuarsa, kualitas pasir kuarsa ini apabila mengacu pada persyaratan pada industri pembuat kaca, pengecoran dan bata tahan api (refraktori) dan bahan pembentuk rangka keramik (Supriatna Sahala dan M. Arifin, 1997) tidak masuk persyaratan untuk industri tersebut.

6. Analisis Batuan

Analisis dilakukan pada 3 conto batuan SB-01 R (batupasir terbreksikan), SB-02 R (urat kuarsa) dan SG-09 F (batu hanyutan/urat kuarsa).

(14)

Kandungan Sn cukup tinggi dengan nilai unsur Sn 140 ppm diperoleh dari conto urat (SB-02 R), conto ini berasal dari daerah S. Siabu.

Conto yang diambil termasuk bagian dari mineralisasi jenis oksida dan diperkirakan termasuk kelompok urat kuarsa yang mengisi rekahan-rekahan batupasir tufaan dari Formasi Bohorok. Kelompok urat kuarsa ini biasanya diisi oleh butiran-butiran halus kasiterit seperti yang ditemukan di daerah Bukit Panggang (Bambang Setiawan, dkk., 1983). Gejala ubahan yang teramati pada daerah sekitar kontak urat-urat tersebut di antaranya greisenisasi, pengersikan dan kaolinisasi.

7. Mineragrafi

Pengamatan di bawah mikroskop untuk 2 conto batuan hanyutan SB 05 F (batu teroksidasi) dari S. Siabu dan SG 09F (urat kuarsa) dari S. Plajau, teramati mineral hematit yang telah terubah menjadi hidrous iron oxide dan tidak ditemukan mineral kasiterit maupun mineral lainnya.

8. Petrografi

Conto SG 01/R diambil dari singkapan batupasir di S. Singgalan, batuan ini menunjukan tekstur klastik, berbutir halus hingga berukuan 1 mm. Hasil pengamatan dalam sayatan tipis, batupasir ini disusun oleh fragmen-fragmen kuarsa, glaukonit dengan sedikit feldspar di dalam masa dasar karbonat-oksida besi-klorit-kuarsa. Disimpulkan batupasir ini merupakan batupasir glaukonit dari Formasi Telisa yang diendapkan dalam lingkungan marine.

Hasil analisis 5 conto lainnya, batuan merupakan batupasir yang telah termetamorfkan dan terbreksikan, dimana mineral kuarsa di dalam masa dasar butiran halus serisit-klorit-mikorgranular kuarsa dan mineral opak menunjukan foliasi/liniasi. Batuan-batuan ini telah mengalami deformasi akibat pengaruh struktur disekitarnya yang mengakibatkan terbentuknya perlipatan atau gerakan sesar di daerah ini.

9. Penambangan

Penambangan timah aluvial di daerah Siabu sudah dilakukan sejak lama diantaranya oleh Bangsa Cina, Bangsa Belanda, PT Rena Deli dan oleh rakyat. Dari kegiatan tersebut, tidak ada informasi mengenai sumber daya dan cadangan, dan cadangan timah yang telah diperoleh.

Semenjak tahun 2007 PT GKR memperoleh Kuasa Pertambangan (KP) Eksplorasi Tahap II seluas 3279 Ha di daerah Siabu dan Kuasa Pertambangan Eksploitasi seluas 197 Ha, saat penyelidikan kegiatan penambangan sedang dihentikan. Terlihat lobang-lobang bekas galian yang tidak teratur dan tidak terlalu luas, serta 2 buah kolam terisi oleh air (kolong) dengan luas masing-masing ± 0,2 Ha dan 0,3 Ha. Informasi yang diperoleh secara lisan dari penduduk setempat, perusahaan juga menggali pada

beberapa lokasi menggunakan back hoe

(15)

penyebaran timah yang ekonomis untuk diusahakan sangat tidak teratur.

Di daerah Bukit Melintang 1, penambangan (uji coba tambang ?) atau bulk sampling yang dilakukan oleh PT SIL juga sedang berhenti pada saat kegiatan penyelidikan yang dilakukan Tim Pemboran Pusat Sumber Daya Geologi. Bekas uji coba tambang terlihat setempat-setempat, tidak terlalu luas dengan beberapa bukaan mempunyai luas ± 1m2 s/d 150 m2 mencakup luas ± 5, 05 Ha. Kegiatan bulk sampling yang telah dilakukan diperoleh timah sebanyak 2.825 kg dari 55.000 m3 tanah yang digali. Dilihat dari data tersebut perolehan kekayaan timah sangat kecil dengan kekayaan 0,051 kg/m3 , hal ini disebabkan banyaknya material batuan berdiameter 3 cm s/d 25 cm dalam

penggalian bulk sampling ini yang

mengakibatkan mengurangi ruang tempat pengendapan (akumulasi) biji timah yang mempengaruhi jumlah biji timah yang didapat.

Berhentinya penambangan yang pernah dilakukan di daerah ini tidak diketahui dengan pasti, diperkirakan kurangnya data eksplorasi untuk mengetahui penyebaran atau konsentrasi timah yang ekonomis untuk ditambang dan kendala dalam pencucian timah disebabkan material batuan yang berukuran besar.

KESIMPULAN

a. Batuan-batuan di daerah ini telah mengalami deformasi akibat pengaruh

struktur disekitarnya yang mengakibatkan terbentuknya perlipatan atau gerakan sesar di daerah ini, hal ini mempengaruhi pengendapan atau konsentrasi kekayaan timah;

b. Penghitungan sumber daya timah dan mineral lainnya tidak dilakukan dengan metoda daerah pengaruh atau pengalian nilai kekayaan rata-rata seluruh lobang bor terhadap luas daerah penyelidikan. Hal ini dipertimbangkan karena jarak atau pola titik pemboran yang tidak teratur dan konsentrasi kekayaan timah tersebar tidak merata;

c. Untuk memperoleh sumber daya terukur atau cadangan diperlukan pemboran sisipan dengan jarak 20 m; d. Sumber daya tereka timah di daerah

Siabu sebesar ± 129 ton timah pada daerah seluas 4,64 Ha, dari luas daerah pemboran ± 25,05 Ha, sumber daya tereka timah pada daerah Bukit Melintang 1 sebesar 21,36 ton pada daerah seluas 0,8 Ha dan daerah Bukit Melintang 2 tidak disarankan untuk ditambang;

e. Terhentinya penambangan timah

aluvial di daerah ini diperkirakan kurangnya data eksplorasi dan terkendala oleh material batuan berukuran 3 cm s/d 25 cm yang menyulitkan dalam pencucian timah; f. Komposisi mineral monazit pada conto

konsentrat < 1%, xenotim tidak terditeksi dan kekayaan ilmenit pada lobang bor umumnya < 0,1 kg/m3 ; g. Kekayan mineral zirkon pada lobang

(16)

kekayaan pada beberapa lobang bor

mencapai 1,0548 kg/m3 dan 1,927

kg/m3. Mineral ini ekonomis untuk

diusahakan saat ini apabila kekayaannya 2 kg/m3;

h. Kualitas pasir kuarsa tidak memadai untuk digunakan pada industri pembuat kaca, pengecoran dan bata tahan api (refraktori) dan bahan pembentuk rangka keramik;

i. Hasil analisis conto untuk unsur tanah jarang Ce (cerium), La (lanthanum), Nd (neodymium) dan Y (yttrium) menunjukan nilai yang sangat kecil ; j. Dengan adanya ketentuan penggunaan

timah bebas timbal (lead free tin) permintaan akan logam timah meningkat setiap tahun dan akan mencapai 385.000 Mton pada tahun 2013;

k. Kebutuhan akan logam titanium, zirkon dan unsur tanah jarang seperti Ce, La, dan Nd akan meningkat dengan semakin tinggi teknologi dalam bidang industri. Tahun 2015 kebutuhan akan Ti akan mencapai 300 milliar pounds dan zirkon pada tahun 2010 akan mencapai 1400 ton. Untuk unsur Ce, La, dan Nd dipredikasi pada tahun 2010 kebutuhan dunia mencapai 53.272 ton oksida untuk Ce, 47.197 ton oksida untuk La, 28.331 ton oksida untuk Nd;

l. Tingkat kontaminasi dan/atau

konsentrasi Radium-226, Thorium-232 dan Thorium-228 dibawah 1 Bq/gr dan untuk Kalium-40 di bawah 10 Bq/gr, dapat dikatakan tidak ada unsur-unsur yang berpotensi menyebabkan

timbulnya pencemaran radiasi di daerah ini.

DAFTAR PUSTAKA

Asia Metal Ltd, 2008, Annual Report on Zirkon Sand Market.

Bambang Setiawan, dkk, 1996, Potensi Sumberdaya Rare-Earth Di Indonsesia, - makalah.

Bambang Setiawan, Endang Suwargi, 1983, Prospek Timah dan Mineral Logam Lainnya di Daerah Lipat Kain – Muara Mahat, Kabupaten Kampar Provinsi Riau.

Bernard Lapointe, 2009, Press Release, Arienne Announces A 43-101 Inferred Resources Estimate of 304 Mt of Phosphorus and Titanium from Lac A Paul Deposit, Ressources D’Arianne Inc, Chicoutimi, Quebec.

Carnegie Minerals Plc, Market Overview, Heavy Mineral Sands, Copyright Carnegie Minerals Plc © 2006.

Inoue Toshio, dkk, 2003, Exploration and its results of placer type titanium deposits in Kokpektinskaya area, the Republic of Kazakhstan, Journal

Shigen Chishitsu, Vol.53;No.1;Page.29-38(2003).

Liezel Hill, 2009, Tin consumption may fall 10%-15% this year – ITRI, Mining Weekly. Com.

Mike Folwell, 2005, Melbourne Mining Club Luncheon, Iluka Resources Limited, Perth.

(17)

Kecamatan Bangkinang Barat, Kabupaten Kampar – Propinsi Riau.

PT Timah (Persero) TBK, 2008, Investor Summit 2008, Presentasi, The Ritz-Carlton, Pacific Place, Jakarta.

Rohmana, dkk, 2006, Inventarisasi Bahan Galian Pada Wilayah Peti Daerah Kampar Provinsi Riau, Laporan Kegiatan DPA 2006, Pusat Sumber Daya Geologi.

Sukirno Djaswadi, 1992, Beberapa Aspek Batuan Granit Terhadap Mineralisasi Timah Dalam Kaitan Dengan Usaha-usaha Untuk Mendapatkan Endapan Bijih Timah Diluar Daerah Jalur Belitung-Bangka-Singkep, Publikasi Khusus, No. 45, ISSN 0216-0765, Direktorat Sumberdaya Mineral.

Supriatna Suhala dan M. Arifin, 1997, Bahan Galian Industri, ISBN : 979-8641-04-03, Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Mineral, Bandung.

Steelonthenet.com, 2009, Metal Prices, Titanium, http//www.steelonthenet.com.

The London Metal Exchange Limited 2003 - 2009, All rights reserved. 56 Leadenhall Street, London, EC3A 2DX, UK, http//www.metalprice.com.

Titanium Resources Group , 2009,

Titanium Dioxide – Market Overview,

http//www.titaniumresources.com.

(18)

Tabel 1. Kebutuhan Dunia Akan Unsur Tanah Jarang

Unsur Tanah Jarang 2005 (ton oksida)

2010 (ton oksida)

Cerium 37.736 53.272

Lanthanum 28.041 47.197

Neodymium 15.915 28.331

Praseodymium 5.705 11.972

Dysprosium 1.715 3.110

Terbium 256 547

Other 5.891 9.883

T O T A L 95.262 154.312

(19)
(20)
(21)

Foto 1. Pemboran dengan Bor Bangka 4”

(22)
(23)
(24)
(25)

Gambar

Tabel 1. Kebutuhan Dunia Akan Unsur Tanah Jarang
Gambar 1. Lokasi Daerah Penyelidikan
Gambar 22. Peta Geoloogi Region

Referensi

Dokumen terkait

Pengadaan barang ini dilaksanakan secara elektronik dengan mengakses aplikasi Sistem Pengadaan Secara Elektronik (aplikasi SPSE) pada alamat website LPSE

Telah dilakukan penelitian tentang penetapan kadar, pencirian dan uji daya insektisida dengan bioindikator kutu beru (Calandra oryzae) dari minyak atsiri rimpang kering temu

Pemerintah Kota Batu pada dasarnya telah melakukan langkah -langkah perubahan untuk mewujudkan pemerintahan daerah yang bersih dan bebas KKN, Pelayanan yang berkualitas,

Metode yang digunakan untuk memprediksi yaitu metode Adaptive Neuro Fuzzy Inference System (ANFIS).. Pada penelitian ini metode ANFIS diimplementasikan dengan struktur

• Array adalah suatu struktur yang terdiri dari sejumlah elemen yang memiliki tipe data yang sama.. Elemen-elemen array tersusun secara sekuensial dalam

Akhirnya, dapatan juga menunjukkan bahawa terdapat perbezaan yang signifikan bagi tahap kesediaan guru terhadap pengetahuan kandungan pedagogi berdasarkan

Lampiran: Gambar 4 Penari perempuan dan penari laki – laki beserta pimpinan sanggar Dapur Seni Fitria Kota Cimahi

Penetapan kadar analit, baik unsur, senyawa, maupun bentuk spesi lain, dalam sampel atau contoh dapat dilakukan dengan menggunakan metode analisis kimia kuantitatif secara