• Tidak ada hasil yang ditemukan

MODE DAN GAYA JILBAB SANTRI PONDOK PESANTREN KARANGASEM PACIRAN LAMONGAN.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "MODE DAN GAYA JILBAB SANTRI PONDOK PESANTREN KARANGASEM PACIRAN LAMONGAN."

Copied!
97
0
0

Teks penuh

(1)

MODE DAN GAYA JILBAB SANTRI PONDOK PESANTREN KARANGASEM PACIRAN LAMONGAN

SKRIPSI

Dijadikan untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Gelar Sarjana dalam Program Strata Satu (S-1) Pada Jurusan Sejarah dan Kebudayaan Islam (SKI)

Oleh:

Mahera Alfa Husna NIM: A8.22.12.147

FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA

(2)
(3)
(4)
(5)

ABSTRAK

Skripsi ini membahas tentang “Perilaku dan Pemahaman Santri Pondok Pesantren Karangasem Paciran Lamongan Terhadap Busana Muslim (Tinjauan Etnografi)”. Permasalahan yang dibahas dalam skripsi ini meliputi, (1) bagaimana mode dan gaya busan (jilbab) santri Pondok Prsantren Karangasem Paciran Lamongan? (2) bagaimana pemahaman santri Pondok Pesantren Karangasem terhadap busna muslim (jilbab)?

Penelitian ini menggunakan pendekatan antropologi budaya untuk meneliti ke lapangan untuk mengetahui perilaku dan pemahaman santri terhadap perkembangan jilbab pada saat ini dan wawancara dengan para santri Pondok Karangasem Paciran. Untuk mengumpulkan data peneliti juga menggunkan dokumentasi, analisis data dan terakhir laporan penelitian. Sedangkan teori yang digunakan oleh penulis adalah teori posmodernisme yang di cetuskan oleh Jean Baudrillard.

(6)

ABSTRACT

This thesis discusses “Hijab Fashion and Style Borarding School Students Karangasem Paciran Lamongan”. The problems discussed in this paper include, (1) how the mode and style of dress (hijab) santriwati cottage Boarding Karangasem Paciran Lamongan? (2) how understanding santriwati boerding busana Karangasem against Muslims (veil)?

In this study using cultur antropologi methods to examine into the field to study the behavior and understanding of the female students to the development of the veil at the moment and interviews with female students Karangasem Paciran cottage. To collect the data the researchers are also using the documentation, data analysis and final study report. While the theory used by the authors is the theory of postmodernism that were exacerbated by Jean Baudrillard.

(7)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

PERNYATAAN KEASLIAN ... ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

PENGESAHAN TIM PENGUJI ... iv

MOTTO ... v

PERSEMBAHAN ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

ABSTRAK ... x

DAFTAR ISI ... xiii

TRANSLITERASI ... xvi

BAB I : PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 6

C. Tujuan Penelitian ... 6

D. Kegunaan Penelitian... 7

E. Pendekatan dan Kerangka Teoritik ... 7

F. Penelitian Terdahulu ... 11

G. Metode Penelitian... 13

H. Sistematika Pembahasan ... 21

BAB II: GAMBARAN UMUM PONDOK PESANTREN KARANGASEM PACIRAN LAMONGAN ... 23

A. Letak Geografis ... 23

B. Sejarah Singkat Berdirinya Pondok Pesantren Karangasem Paciran Lamongan………...34

C. Perkembangan Pondok Karangasem ... 40

1. Aktifitas Pondok Pesantren………...…40

(8)

BAB III: MODE DAN GAYA BUSANA SANTRIWATI PONDOK

PESANTREN KARANGASEM PACIRAN LAMONGAN .... 47

A.Pengertian Jilbab…………. ... 47

B. Perkembangan Jilbab di Indonesia ... 49

C.Mode dan Gaya Jilbab Santriwati Antara Tradisi dan Trend Fashion ... 52

D.Mode Busana (jilbab) Yang Dipilih Santriwati Pondok Pesantren Karangasem ... 55

BAB IV: PEMAHAMAN SANTRIWATI PONDOK PESANTREN KARANGASEM TERHADAP MODE DAN GAYA JILBAB ... 65

A. Pemahaman Santriwati Terhadap Perkembangan Mode dan Gaya jilbab ... 65

B. Makna Jilbab Bagi Santriwati Pondok Pesantren Karangasem... ... 72

BAB V : PENUTUP ... 86

A. Kesimpulan ... 86

B. Saran ... 87 DAFTAR PUSTAKA

(9)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Akhir-akhir ini pemakaian jilbab di Indonesia semakin meningkat terutama di kalangan muslimah. Dalam Islam perempuan muslim diwajibkan untuk menutup aurat, salah satunya adalah kepala dengan menggunakan jilbab. Rasulullah memerintahkan kepada istri-istrinya, anak-anak perempuan, dan perempuan-perempuan yang beriman untuk mengulurkan jilbabnya agar dapat membedakan antara perempuan jahiliyah dengan perempuan muslimah.1

Seiring dengan kemajuan zaman dan teknologi telah membawa perubahan dalam berbagai aspek kehidupan salah satunya adalah perubahan gaya hidup terutama pada jilbab. Jilbab mengalami perkembangan dari tahun ke tahun dengan menghadirkan dengan berbagai model, pola, corak, dan warna. Saat ini jilbab tersedia dengan berbagai model yang dapat dipilih oleh kaum perempuan. Kini jilbab pun terlihat fashionable karena untuk menampilkan keindahannya. Sehingga jilbab menjadi trend busana perempuan muslim di Indonesia menjadi salah satu ikon gaya hidup. Tersedia berbagai model yang dapat dipilih oleh para kaum perempuan secara bebas untuk mengekspresikan diri mereka.

1

(10)

2

Merambaknya penggunaan jilbab dikalangan perempuan muslim juga tidak terlepas dari pasang surutnya perkembangan mode jilbab di Indonesia. Di Indonesia telah menghasilkan mode jilbab yang bermacam-macam gaya jilbab dengan munculnya mode jilbab yang bermacam-macam dipengaruhi oleh para disainer ternama yang telah menciptakan beragam rancangan mode jilbab. Dalam penentuan nama dan istilah untuk jilbab ditentukan berdasarkan modenya.

Dengan menentukan mode jilbab ada ciri khasnya sendiri-sendiri yang telah melahirkan istilah yang unik, seperti mode jilbab Rumana yang diperankan oleh Citra Kirana, yang namanya diambil dari salah satu peran utama dalam sinetron TBNH (Tukang Bubur Naik Haji) menjadi salah satu

icon sebuah merk jilbab muslimah di Indonesia “el-Zatta”. Modenya persegi

empat dengan motif bunga-bunga. Berbeda dengan jilbab Nazwa yang diperankan oleh Nabilla Syakib di sinetron Cinta Di Langit Tazmahal ini lebih polos dan berbentuk langsung pakai dan ada juga yang berbentuk segi empat polos. Jilbab Nazwa ini lebih simple sehingga cara pemakaiannya pun tidak sulit. Selain itu jilbab Zaskia Sungkar yang menjadi icon merk butiknya sendiri berbentuk jilbab persegi panjang dan polos, cara pemakaiannya bisa dibentuk sesuai selera. Masih banyak lagi model jilbab yang mengunakan nama-nama artis Indonesia, seperti jilbab Dian Pelangi, jilbab Zaskia Sungkar, jilbab Rabbani, jilbab Nisrinna dan jilbab Zoya.2

(11)

3

Di Indonesia jilbab mempunyai sejarah yang sanggat panjang dan berliku. Pada zaman dulu budaya berjilbab hanya digunakan para santri saja, kemudian berkembang di kalangan masyarakat awam, sehingga membudidaya dikalangan masyarakat pada masa kini. Hal ini kita sebagai orang muslim harus bersyukur karena berbagai variasi atau mode jilbab yang beraneka ragam dapat memberikan semangat pada kaum muslimah untuk senantiasa senang, bangga dan lebih percaya diri dengan berjilbab yang mereka kenakan baik dalam keseharian, berpergian dan acara-acara tertentu.

Pada awalnya yang mengunakan jilbab adalah kalangan santri, meskipun gayanya terlihat begitu jadul. Hal ini nampaknya mempunyai pengaruh besar di beberapa Pondok Pesantren di Indonesia, termasuk di daerah Paciran Lamongan. Pengaruh tersebut salah satunya adalah Pondok Pesantren Karangasem. Dengan begitu jilbab berkembang pesat tidak hanya di kalangan santri akan tetapi juga di kalangan masyarakat.

Pondok Pesantren adalah lembaga pendidikan keagamaan yang mempunyai ciri khas tersendiri, tidak mudah terpengaruh terhadap perubahan yang terjadi di luar Pesantren. Akibat dari kemajuan zaman, menimbulkan suatu perubahan gaya hidup kosmopolitan dan tumbuhnya kesadaran global bahwa dunia adalah sebuah lingkungan yang terbentuk secara berkesinambungan.3

Dengan perkembangan zaman, maka persoalan yang harus dihadapi dan dijawab oleh Pondok Pesantren Karangasem dihadapkan pada tantangan

3

(12)

4

yang ditimbulkan oleh kehidupan modern dan kemampuan untuk menjawab tantangan tersebut seberapa jauh Pesantren dapat mengikuti perkembangan zaman pada saat ini. Jika pesantren bisa menjawab tantangan tersebut, maka akan memperolah kualifikasi sebagai lebaga modern. Jika sebaliknya, maka kualifikasi yang diberikan adalah hal-hal yang menunjukan sifat ketingalan zaman.4 Maka pesantren tentu memiliki cara tersendiri dalam menghadapi perubahan yang terus berkembang akan tetapi tidak meninggalkan ciri khasnya. Setiap pesantren memiliki idiologi sebagai acuan untuk pengembangan lembaganya. Maka pesantren memiliki keunikan tersendiri dalam menghadapi tantangan budaya dari masyarakat lainnya.

Pondok Pesantren Karangasem merupakan salah satu lembaga pendidikan Islam dan dianggap sebagai produk budaya Indonesia. Sistem sosial yang ada di dalamnya tergolong unik. Sistem kepemimpinan yang terpusat pada salah satu figur utama, yaitu kiai sekaligus sebagai Pembina dan pengelola. Pondok Pesantren ini telah mengalami perkembangan akibat dari ilmu pengetahuan dan teknologi yang telah menimbulkan adanya sistem informasi dunia yaitu munculnya dunia maya yang bisa menguhungkan keseluruh dunia sehingga sangat mudah untuk memperoleh informasi dari berbagai dunia.

Dengan perkembangan zaman tidak disadari telah mempengaruhi dalam kehidupan pesantren, dengan produk-produk modernitas yang begitu beragam secara perlahan memasuki wilayah pesantren. Kemajuan teknologi

4

(13)

5

Barat inilah telah menimbulkan krisis kemanusiaan melalui beban biaya perubahan yang di luar “kapasitas kehidupan individu yang bisa diadaptasi”.

Di samping itu, perkembangan teknologi-teknologi baru yang begitu kuat memungkinkan kapasitas produksi yang meningkat secara dramatis dan membuat tingkat ketidakadilan sosial konsumen menjadi akut dan tidak bisa ditoleransi.5

Penampilan santri zaman sekarang berbeda dengan santri pada zaman dahulu. Terkadang anggapan stereotip yaitu sikap kolot dan menjauhkan diri dari dunia modern masih diberikan kepada santri.6 Memang dahulunya santri identik dengan orang-orang yang selalu mengenakan busan jubah dan mengenakan jilbab persegi empat sebagai ciri khasnya, berbeda dengan sekarang santri juga mengikuti mode dan gaya busana modern dengan berbagai macam model yang sedang trend pada saat ini.

Pondok Pesantren Karangasem yang terletak di desa Paciran merupakan daerah yang sangat terkenal karena adanya WBL (Wisata Bahari Lamongan) dan sekarang ini banyak pusat perbelanjaan yang menjadi sasaran untuk pengembangan modernisasi. Desa paciran ini semakin ramai dengan adanya toko-toko busana muslim. Dengan demikian, sudah pasti Pesantren Karangasem tidak dapat dihindari dari perkembangan modernisasi.

Oleh karena itu, penulis tertarik untuk meneliti lebih dalam tentang bagaimana perkembangan jilbab pada santri dari masa ke masa, bagaimana

5

Bryan Turner, Teori-teori Sosiolog: Modernitas Posmodernitas (Yogyakarta: Pustaka Pelaajar, 2008), 36.

6

Karel A. Steenbrink, Pesantren Madrash Sekolah Pendidikan Islam dalam Kurun Modern

(14)

6

presepsi santri dalam memaknai jilbab, dan bagaimana gambaran umum perkembangan jilbab pada masa kini di Indonesia. Penelitian ini juga penting untuk mengetahui bagaimana perilaku dan pemahaman santri terhadap perkembangan busana (jilbab) dengan mempertahankan ciri khasnya, dan juga untuk mengetahui mode dan gaya busna apa saja yang dipakai oleh santriwati pondok Pesantren Karangasem.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana mode dan gaya jilbab santri Pondok Pesantren Karangasem Paciran Lamongan?

2. Bagaimana pemahaman santri Pondok Pesantren Karangasem terhadap perkembangan jilbab?

C. Tujuan Penelitian

Dari rumusan masalah di atas, maka tujuan yang ingin dicapai penelitian adalah sebagai berikut:

1. Untuk menggambarkan bagaimana mode dan gaya yang dipilih oleh santri di Pondok Pesantren Karangasem.

(15)

7

D. Kegunaan Penelitian

Dengan memperhatikan hasil penelitian ini secara menyeluruh maka kita akan padat mengambil maanfaat sebagai berikut:

1. Untuk menjadi bahan rujukan bagi mahasiswa UIN Sunan Ampel Surabaya, yang khususnya di jurusan Sejarah Kebudayaan Islam.

2. Untuk menambah wawasan dan pengalaman baru, dan dapat memberikan gambaran dari masyarakat pesantren, khususnya dari santri putri Pondok Pesantren Karangasem dalam menyikapi perubahan mode dan gaya busana pada masa kini.

E. Pendekatan dan Kerangka Teoritik

(16)

8

akan tetapi justru kita hidup dengan mengikuti kebudayaan yang ditransmisikan diajarkan kepada masyarakat.7

Dalam hal ini penulis mengunakan teori posmodernisme oleh Jean Baudrillard. Modernisme merupakan konsep yang berhubungan dengan manusia dengan lingkungan sekitar pada zaman modern. Konsep modernisme ini meliputi bidang ilmu seni dan sastra. maka posmodernisme adalah perkembangan budaya yang muncul bersamaan dengan kapitalisme konsumen pada masa kini, berusaha untuk menentang seni dan budaya tinggi dari para pendahulunya. Dan posmodernisme sendiri adalah gerakan kebudayaan yang pada umumnya dicurikan oleh penentang terhadap totalitarianisme dan universalisme, serta cenderungannya kearah keanekaragaman, kearah limpahan ruah dan tumbang tindinya berbagai citraan dan gaya.

Gaya posmodernisme selain menghargai pop culture tetapi juga meniru dan memproduksi dalam budaya tinggi. Posmodernisme menjangkau kelas elit, dan dapat menjangkau masyarakat biasa yang mempunyai ciri khas terbiasa dengan keadaan masyarakat yang tetap menghargai budaya pop dan media massa.8

Dalam budaya massa, Jean Baudrillard menunjukan bagaimana pergeseran yang terjadi pada nilai-nilai dari media kedalam masyarakat massa

7

Dandang Supardan, Ilmu Sosia: Sebuah Kajian Pendekatan Struktural (Jakarta Bumi Aksara, 2009), 163.

8

(17)

9

yang telah memaksakan kesadaran agar mengikuti perkembangan zaman. Dapat dilihat dari pemakaian model busana.

Permasalahan tersebut, bisa dilihat dalam pemikiran Jean Baudrillard, dimana ia menerangkan terhadap semua ketakutan dan kegelisahan berbentuk dari masyarakat yang melihat gaya hidup tidak lebih dari sekedar pola-pola pengaturan dan munculnya, seperti terjadinya disriminasi budaya berdasarkan model jilbab. Jean Baudrillard sebagai seorang ahli budaya dan media menganggap ini merupakan fenomena budaya. Gaya hidup merupakan sebuah ciri perkembangan modernitas, gagasan tersebut tidak sampai berhenti pada sebuah gagasan yang menyatakan bahwa gaya hidup merupakan hasil interpretasi yang istimewa dalam pencarian jatidiri individual.9

Dalam meningkatnya mode dan gaya hidup yang berasal dari penilaian terhadap budaya-budaya materi yang dekat dengan nilai-nilai obyek, dekat dengan nilai tukar dan berhubungan dengan nilai-nilai agama, sosial dan kultural. Dengan begitu mode dan gaya hidup dapat disebut sebagai cara yang mengacu kepada tindakan yang sudah terbentuk dalam memanfaatkan barang-barang tertentu dalam melengkapi kebutuhan sehari-hari seperti agama, sandang, mangan dan papan yang dapat menjelaskan tentang nilai-nilai budaya dan simbolik. Gaya hidup dapat dijelaskan bagaimana cara masyarakat bermain dengan identitasnya.10

Adapun kata kunci untuk menjelaskan penelitian ini adalah sebagai berikut:

9

David Chaney, Life Style Sebuah Pengantar Komperhensif (Yogyakarta: Jalasutra, 2006), 107.

10

(18)

10

1. Dalam kehidupan masyarakat massa Jaen Baudrillard menjelaskan terkait dengan istilah simulasi. Simulasi dapat memperkuat tentang alasan umum bagi pemikiran antara imajinasi, antara yang asli dan antara yang ditiru. Dengan demikian dalam prakteknya simulasi penulis menggungkapkan dalam masalah munculnya perkembangan mode dan gaya jilbab yang dipilih oleh santri Pondok Pesanten Karangasem merupakan penggabungan antara realitas dan citra yang ingin tampil lebih cantik dan menarik. Sehingga kebutuhan santriwati terhadap jilbab adalah tealitas.

Perkembangan mode dan gaya jilbab yang muncul dari bermacam-macam jilbab yang dipakai oleh santriwati Pondok Pesantren Karangasem dalam pergaulan sehari-hari tidak secara keseluruhan diikuti oleh para santriwati yang ingin membentuk peniruan yang sama. Sebagaimana dalam konsep simulasi Jean Baudrillard bahwa dengan pesatnya perkembangan mode dan gaya jilbab yang di ikuti oleh para santriwati dapat dilihat dari majalah busana, internet dan sekitarnya.

(19)

11

munculnya pandangan santri mengenakan mode jilbab yang mengikuti arus perubahan jilbab di Indonesia. Akan tetapi santriwati bisa mengatasi atas perubahan mode dan gaya jilbab yang bermacam-macam motif dan warnanya. Meskipun santri menerima perubahan mode dan gaya jilbab tidak meninggalkan ciri khas kepesantrennannya.

F. Penelitian Terdahulu

Penelitian terdahulu dapat memudahkan penulis dalam melakukan penelitian. Berikut ini beberapa penelitian terdahulu yang relevan dengan penelitian ini. Pertama, skripsi Choirul Chamdiyatus Sholichah, yang berjudul “Fashion jilbab: antara religiusitus dan kapitalisme study kasus pada

hijabers Surabaya.”11 dalam skripsi tersebut mengangkat masalah tentang cara

“hijabers” Surabaya mengambarkan gaya hidup melalui simbol-simbol yang

di yakini sebagai artefak ketakwaan. Dengan sisi lain dari jilbab, dan tidak haya sebagai symbol agama yang memberikan makna religius bagi pemakaiannya, tetapi juga lahan bisnis bagi kapitalis untuk meraup keuntungan.

Kedua, skripsi Aryani Nurafifah, yang berjudul “Jilbab Sebagai Fenomena Agama dan Budaya (Interprestasi Terhadap Alasan Mahasiswi Fakultas Adab dan Ilmu Budaya UIN Yogyakarta dalam Memilih Jilbab.”12

11

Choirul Chamdiyatus Sholicha, “Fashion Jilbab: Antara Religiusitus dan Kapitalisme Study Kasus Pada Hijabers Surabaya”, (Skripsi, UIN Sunan Ampel Fakultas Ilmu Sosial dan Politik, Surabaya, 2014).

12

(20)

12

dalam skripsi tersebut mengangkat masalah tentang mode-mode jilbab yang berkembang di kalangan mahasiswi Fakultas Adab dan Ilmu Budaya UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Meskipun dalam peraturan institusi mewajibkan berjilbab sesuai dengan syar’i bagi mahasiswanya, namun dalam pandangan

Aryani tidak menghambat kreatifitas di kalangan mahasiswi dalam berjilbab. Skripsi tersebut haya membahas tentang pemilihan mode jilbab yang dikenakan mahasiswi Fakultas Adab dan Ilmu Budaya tanpa di sertai konsep pemahaman mahasiswi dalam memakai jilbab.

Ketiga, sekripsi Elizabeth Releigh, yang berjudul “Busana muslim dan Kebudayaan populer di Indonesia: pengaruh dan presepsi.”13 dalam skripsi ini mengangkat masalah tentang bagaimana mode dan agama digabungkan. Dalam mengenakan jilbab sudah jelas kaena mengapa wanita yang beragama Islam berjilbab akan tetapi busana muslim belum diteliti sebagai sebuah komoditas di antara kebudayaan populer. Skripsi ini bertujuan untuk menjelaskan bagaimana jilbab dan busana muslim menjadi populer dan dapat diterima di Indonesia menemukan pengalaman maupun alasan-alasan memakai jilbab. Penelitian ini juga menjelaskan sejarah perkembangan jilbab dan busana muslim di Indonesia serta bagaimana gaya jilbab di Indonesia cenderung berbeda dengan Negara Timur Tengah yang merupakan daerah penguna jilbab.

Dari beberapa skripsi di atas yang telah dijadikan penelitian terdahulu dapat dijadikan sebuah rujukan bagi penulis. Memang sudah banyak yang

13

(21)

13

membahas permaslahan tentang jilbab akan tetapi obyek penelitiannya dilakukan di lingkungan secara umum. Sedangkan skripsi ini lebih memfokuskan kajian busana yang terkait dengan peran santri putri dalam menghadapi perkembangan busana muslim di masyarakat yang sangat minim dilakukan. Dari bagian itulah penulis mencoba untuk menjelaskan bagaimana perilaku dan pemahaman tentang jilbab di kalangan santriwati di Pondok Pesantren dengan memaknai jilbab, dalam menghadapi perkembangan busana pada masa kini dengan mempertahankan ciri khasnya, perkembangan modernisasi busana (jilbab) di Pondok Pesantren Karangasem, serta bagaimana memilih mode dan gaya busana (jilbab) yang di kenakan oleh santri.

G. Metode Penelitian

Metode penelitian adalah cara-cara yang ditempuh dengan tujuan mendalami objek studi.14 Dalam penelitian ini mengunakan metode kualitatif. Dengan tujuan menggunakan metode kualitatif adalah mencari pengertian yang mendalam tentang suatu gejala, fakta atau realita.15

Penelitian ini dilakukan di Pondok Pesantren Karangasem Paciran Lamongan, namun untuk keperluan penelitian lokasi tidak ditentukan Karena melihat waktu luang santriwati. Sedangkan waktu penelitian ini berlangsung

14

Koentjararaningrat, Metode-metode Penelitian Masyarakat (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 1997), 8.

15

(22)

14

selama 3 bulan dimulai pada pertengahan Oktober-Desember 2015 dengan mengunakan tiga teknik pengumpulan data yaitu:

1. Metode pengumpulan data

Untuk mendapatkan sumber yang relevan dalam penelitian ini mengunakan beberapa tahap pengumpulan data:

a. Observasi

Observasi merupakan metode pengamatan dan pencatatan denagan sistematis terhadap gejala-gela atau fenomena yang diteliti. Teknik observasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik observasi partisipan maupun non partisipan. Dalam observasi partisipan, peneliti membaur serta ikut dalam kegiatan subjek yang diteliti. Sedangkan observasi non partisipan jika unsur partisipan tidak terdapat didalamnya. Maka hasil dari observasi tersebut dijadikan data tambahan dari sumber data primer.

(23)

15

Melalui metode observasi ini, peneliti dapat mengamati perilaku santri pondok Pesantren Karangasem Paciran tersebut dengan mengunakan beberapa tahap pertama, pra-lapangan, peneliti sudah membaca masalah yang menarik untuk diteliti dan peneliti telah memberikan pemahaman karena masalah itu pantas untuk diteliti. Kemudian peneliti melakukan pengamatan yang terkait dengan masalah yang diteliti. Untuk memperoleh gambaran tentang perilaku santriwati yang dapat memberikan informasi tentang keadaan santriwati, tindakan santriwati terhadap perkembangan busana (jilbab) melalui perubahan munculnya beragam mode dan gaya busana (jilbab) dan bagaimana pemahaman santriwati dalam memaknai jilbab. Maka peneliti mencari informasi melalui salah satu santri Pondok Pesantren Karangasem. Setelah itu peneliti memintak izin kepada pengasuh Pondok Pesantren Karangasem untuk melakukan penelitian di pesantren tersebut.

Setelah meminta izin untuk melakukan penelitian di Pondok Pesanten Karangasem, peneliti mulai mendapatkan akses untuk masuk kedalam pesantren tersebut. Selanjutnya, peneliti menyiapkan pedoman wawancara, serta alat-alat yang digunakan untuk observasi dan dokumentasi seperti buku, bulpen, camera dan alat perekam suara.

(24)

16

Pesantren Karangasem Paciran. Peneliti langsung mulai mencari data melalui observasi, wawancara mendalam dan dokumentasi. Dalam hal itu, peneliti juga melibatkan diri untuk mengikuti kegiatan yang dilakukan oleh pondok pesantren tersebut. Dimulai sejak bulan Oktober-Desember 2014.

Pada tahap ini peneliti mulai mengamati hal-hal yang berkaitan dengan fashion dan busana yang di gunakan santriwati. Peneliti mulai pengamati gaya berjilbab santriwati dan perilaku santriwati dalam memahami jilbab. Pada saat itu ada kegiatan memperingati hari jadinya Pondok Pesantren Karangasem, peneliti mulai mengamati santri dalam mengenakan busan (jilbab).

b. Wawancara

Wawancara adalah teknik tanya jawab secara lisan antara dua orang atau lebih secara langsung. Wawancara dalam metode kualitatif cenderung tidak formal, lebih bersifat mendalam dan segala sesuatunya dikembangkan oleh penelitinya sendiri.16 Metode penelitian yang meliputi pengumpulan data melalui interaksi variable langsung antara pewawancara dengan responden. Tujuan dari wawancara adalah untuk menemukan permasalahan secara lebih terbuka, di mana pihak yang diwawancarai dimintak berpendapat

16

(25)

17

mengenai perasaan informan dalam memandang dunia berdasarkan perspektifnya. Kemudian dianalisis oleh penulis sehingga melahirkan pandangan penulis mengenai data yang diperoleh. Data-data yang diperoleh dari hasil wawancara dijadikan data primer.

Dalam metode wawancara ini, peneliti melibatkan langsung dengan para santriwati pondok Pasantren Karangasem. Wawancara yang peneliti lakukan bertujuan untuk mendapatkan beragam penjelasan dengan cara mengajukan pertanyaan yang berhubungan dengan pemahaman santriwati dalam memaknai busana (jilbab) dan mode dan gaya busna (jilbab) apa saja yang dipilih oleh santri pondok Pesantren Karangasem.

Pada taggal 18 Oktober 2015 peneliti mengamati di Pesantren Karangasem. Pada tanggal 24 Oktober 2015 peneliti mulai mewawancarai santri untuk menjadi informan dalam penelitian ini. Di sini peneliti juga membangun kedekatan dengan informan, agar informan lebih terbuka dan peneliti dapat lebih leluasa mengeksplorasikan lebih mendalam.

(26)

18

(jilbab langsung pakai), seragam sekolah, busana santai (baju lengan panjang dan bawahan sarung) dengan mengunakan jilbab langsung pakai.

Ditahap ini pula peneliti melakukan pengumpulan data dari fakta di lapangan seperti mengumpulkan data melalui wawancara mendalam dengan para santri. Wawancara ini dilakukan agar mendapatkan suatu gambaran tentang perilaku santriwati yang dapat memberikan informasi tentang keadaan santri, tindakan santri terhadap perkembangan busana (jilbab) melalui perubahan munculnya beragam mode dan gaya busana (jilbab) dan bagaimana pemahaman santri dalam memaknai jilbab.

c. Dokumentasi

(27)

19

Teknik pengumpulan data yang di peroleh melalui dokumen-dokumen yang berupa catatan, transkrip, buku, surat kabar, majalah dan lain-lain.17 Metode ini peneliti mengunakan untuk memperoleh data atau informan tentang jilbab yang sesuai dengan keadaan di lapangan, peneliti mendapatkan catatan tentang tata tertip mengenai busana yang digunakan di pondok maupun di dalam asrama, dan foto-foto zaman dulu pada tahun 1994 sampai sekarang foto-foto tersebut mengenai santri pada saat kegiatan di Pondok Pesantren Karangasem. serta untuk mengungkapkan data yang telah ditentukan dalam wawancara untuk menghindari kemungkinan ketidaksesuaian informasi.

d. Teknik Analisa Data

Penelitian ini mengunakan pendekatan deskriptif kualitatif. Data dan informasi yang diperoleh dalam penelitian ini dianalisis secara deskriptif kualitatif. Analisis deskriptif tersebut memberikan pengertian atau suatu gambaran dari suatu gejalah atau keadaan tertentu dari objek penelitian. Dalam analisis data ini, data yang dikumpulkan baik melalui wawancara dan studi keputusan kemudian disusun dikelompokkan ke dalam katagori tertentu dengan mengacu pada pokok-pokok bahasan yang ditetapkan, selanjutnya dilakukan interpretasi yakni pemberian

17

(28)

20

makna, menjelaskan pola dan katagori juga mencari keterkaitan antara berbagai konsep. Dengan cara tersebut diharapkan suatu gejala sosial yang bersifat kompleks akan dapat mendiskripsikan dalam suatu kualitas yang mendekati kenyataan. Menganalisis data yang dilakukan penelitian, mulai pengumpulan data, pengorganisasikan data, terjadi suatu laporan penelitian, kemudian mengeditnya dan menganalisis sesuai dengan kerangka pikiran yang dipakai.18 Pada penelitian ini tentunya yang bekenaan dengan data mengenai perilaku dan pemahaman santriwati Pondok Pesantren Karangasem Paciran Lamongan terhadap Busana Muslim.

Sebelum peneliti menganalisis data yang dilakukan sepanjang berlangsungnya penelitian dengan kerangka pikiran atau mengkoralisasikan dengan teori yang digunakan, maka disini peneliti perlu menjelaskan tentang temuan-temuan yang di peroleh dari lapangan. e. Laporan Penelitian

Sebagai tahap terakhir dalam proses penelitian adalah penyusun laporan. Penyusun laporan ini langkah yang sangat penting karena dengan laporan ini syarat keterbukaan ilmu pengetahuan dan penelitian jadi terpenuhi. Di samping itu melalui lapoaran hasil penelitian ini dapat diperoleh gambaran tentang proses penelitian yang telah dilakukan.

18

(29)

21

H. Sestematika Pembahasan

Bab I adalah bab pendahuluan. Bab ini memuat tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, pendekatan dan kerangka teori, penelitian terdahulu, metode penelitian, dan sistematika pembahasan.

Bab II membahas tentang gambaran umum Pondok Pesantren Karangasem Paciran Lamongan. Disini, peneliti menjelaskan tentang sejarah singkat Pondok Pesantren Karangasem Paciran Lamongan serta aktifitas sehari-hari yang dilakukan oleh para santri Pondok Pesantren Karangasem Paciran Lamongan. Begitu juga meliputi pembahasan tentang sisi intern Pondok Pesantren Karangasem Paciran.

Bab III menjelaskan tentang gaya dan prilaku santri di Pondok Pesanrtren Karangasem Paciran Lamongan. Bab ini akan menjelaskan mengenai pengertian jilbab yang didalamnya ada beberapa referensi yang digunakan untuk menelaah objek penelitian, serta menjelaskan tentang perkembangan jilbab di Indonesia. Disini juga akan membahas mengenai perkembangan jilbab di Pondok Pesantren Karangasem dari masa ke masa, serta pemilihan mode dan gaya jilbab yang dipilih oleh santri Pondok Pesantren Karangasem Paciran.

(30)

22

terhadap jilbab dan makna jilbab bagi santri Pondok Pesantren Karangasem Paciran Lamongan.

Bab V adalah bab terakhir atau penutup. Dalam bab ini memuat tentang kesimpulan sebagai hasil dari penelitian dan dilanjutkan dengan saran-saran yang sekiranya dapat dijadikan bahan pemikiran bagi yang berkepentingan.

(31)

BAB II

GAMBARAN UMUM PONDOK PESANTREN KARANGASEM PACIRAN LAOMONGAN

A. Letak Geografis

1. Kondisi Geografis Desa Paciran

Kondisi Desa Paciran adalah merupakan daerah yang cukup kondusif dengan mayoritas penduduk beragama Islam. Seperti umumya masyarakat Indonesia, di desa Paciran kabupaten Lamongan, tipologi pekerjaan masyarakat pun terbagi dalam dua kelompok besar yaitu masyarakat petani dan masyarakat nelayan. Wilayah pertanian Desa Paciran adalah berupa tanah tegalan dan sawah, dengan tanda hujan yang setiap tahunnya dapat menghasilkan 1 kali panen padi dan 1 kali panen jagung atau palawija. Pembagian ini tidak lepas dari faktor lingkungan yang berada di daerah Paciran itu sendiri.

Paciran adalah salah satu kecamatan di pesisir pantai utara laut Jawa (masuk dalam wilayah Kabupaten Lamongan Jawa Timur).1 Dan ini peta Desa Paciran Lamongan.

1

(32)

24

Meskipun letaknya dipesisir pantai Utara laut Jawa, tidak berarti kebanyakan masyarakatnya bermata pencahrian sebagai nelayan. Sektor pertanian di Paciran pun mampu berkembang dengan baik. Walau tanahnya banyak yang mengatakan agak tandus, tetapi tanaman-tanaman seperti Jagung, Kacang, Lombok, dan sejenisnya dapat tumbuh dan dipanen setiap tahun dengan hasilnya yang cukup bagus.2

Bila dilihat dari klasifikasi bentuk desa, maka desa paciran termasuk desa swasembada. Ciri swasembada diantaranya adalah masyarakatnya telah maju, dengan sudah mengenal mekanisasi pertanian dan teknologi ilmiah mulai digunakan, selalu berubah-ubah sesuai perkembangan. Unsur partisipasi masyarakat sudah efektif, dan norma-norma penilaian sosial selalu dihubungkan dengan kemampuan dan ketrampilan seseorang.

Desa terdiri dari tiga dusun, yaitu dusun paciran, dusun jetak dan dusun penajan dengan mata pencaharian utama masyarakat adalah petani disamping itu ada sebagian masyarakat mata pencaharian sebagai nelayan dan bekerja disektor jasa. Jumlah penduduk desa Paciran adalah 5.026 jiwa yang terdiri dari 2.104 laki-laki dan perempuan 2.922 perempuan. Desa paciran ini terdiri dari 21RT dan 30RW. Dengan 371 kk. Penduduk desa ini rata-rata adalah penduduk asli Paaciran dan termasuk suku jawa bagian timur, desa Paciran termasuk desa yang paling padat penduduknya di-bandingkan dengan desa yang ada di sekitarny Adapun luas wilaya desa

2

(33)

25

Paciran adalah sebagai berikut: Luas Desa Paciran 647 Ha, yang dibagi menjadi Pemukiman 172,5 Ha, Sawah 15 Ha dan Tegal 380,6 Ha.

2. Kehidupan Sosial

Kehidupan sosial masyarakat di desa Paciran ini sangat terlihat, kebiasaan tolong menolong dan gotong royong sangat dominan dan mewarnai kehidupan masyarakat Paciran, interaksi sosial di bangun atas dasar sikap persaudaraan, kebersamaan dan penghargaan yang tinggi sebagai makhluk Tuhan. Sikap seperti ini dapat kita lihat pada cara bergaul dengan masyarakat, rendahnya tingkat pertentangan dan konflik. Sikap tersebut tidak akan timbul kalau tidak didorong oleh budaya kebersamaan yang merupakan pengamalan ajaran Islam.

Desa Paciran juga mempunyai muatan sejarah yang cukup monumental. Ada jalan raya yang membelah desa yang dibuat pada masa penjajahan Belanda, yaitu masa Daendles, yang terkenal sebagai “ Tuan Garang”. Jalan raya Daendles, ini memotong desa Paciran dan menjadi

(34)

26

sendi-sendi kehidupan masyarakatnya tersemangati oleh nilai-nilai dasar Islama hal ini dapat dilihat dari pengabdian dan amalan sholehnya untuk keselamatan umatnya dan tempat itu seringkali diziarahi oleh penziarah dari berbagai daerah di Jawa Sunan Drajat adalah termasuk Wali Songo (wali Sembilan).

Terlebih lagi wilayah Paciran sendiri terdapat dua makam Sunan yang terkenal yaitu Sunan Sedang Duwur (Raden Nur Rahmat) dan Sunan Drajat (Raden Qosim). Dengan demikian tradisi keislaman demikian mengakar dan terbentuk dalam sikap dan tradisi budaya islam.

Desa paciran ini semakin hari semakin ramai, hal ini disebabkan adanya beberapa faktor yang mendukung antara lain, desa ini sangat strategis karena dilalui jalan raya Deandles Jurusan Surabaya menuju Tuban yang menyusuri pantai utara pulau Jawa. Faktor berkutnya di desa ini memiliki dua tempat wisata yang terkenal dalam taraf nasional bahkan dikenal di mancanegara yaitu Tanjung Kodok yang sekarang terkenal dengan Taman Wisata Bahari Laongan (WBL) yang mempnyai legenda tersendiri dan banyak dikunjungi wisatawan, terutama tujuh hari setelah lebaran (ketupatan) dan tahun baru. Di Tanjung Kodok ini pula dibangun menara untuk melihat ru’ya (hilal) yang digunakan menentukan awal

(35)

27

dalamnya tersimpan keindahan alam yang luar biasa. Setiap hari banyak wisatawan dari berbagai daerah di Indonesia mengunjunginya.

Wajar bila Pemda jatim II Lamongan menjadikan Gua Maharani sebagai primadona wisata di daerah Lamongan pada saat itu, sehingga desa paciran ini banyak dikunjungi para wisatawan baik dari dalam maupun luar negeri. Faktor lain yang menunjang daerah paciran adalah sebagai daerah yang direncanakan untuk daerah industri di kabupaten Lamongan karena daerah ini menyimpan banyak bahan baku keperluan industri, dan selain itu juga desa paciran merupakan desa komplek pendidikan pondok pesantren.

Dengan adanya faktor-faktor pendukung di atas maka muncul berbagai fasilitas yang mendukung keramaian desa paciran seperti tersalurnya aliran listrik, sebuah kantor pos, sebuah puskesmas, dan sebuah balai pengobatan swasta, sebuah kantor BRI dan berbagai perkantoran di desa tersebut sehingga menjadikan paciran menjadi desa yang ramai.3

3. Keadaan Pendidikan

Sebagian besar masyarakat desa Paciran merupakan masyarakat yang terpelajar, sehingga pantas desa memiliki berbagai lembaga pendidikan sebagai tempat anak-anak mereka untuk menuntut ilmu pengetahuan. Mamun hal itu tidak sesuai dengan kenyataan yang ada dilapang bahwah pendidikan formal masyarakat desa Pacira masih ada

3

(36)

28

masyarakat yang tidak merasakan dunia pendidikan formal yang tinggi dikarenakan adaya faktor ekonomi dan dudaya yang ada di masyarakat. Lembaga pendidikan yang ada di desa Paciran pada umumnya di kelola oleh pihak swasta, utamanya dikelola oleh Pondok Pesantren tapi ada juga yang milik negri tetapi untuk haya beberapa Lembaga pendidikan formal saja. Ini dapat kita lihat pada tabel di bawah ini:

Jumlah Lembaga Pendidikan di Desa Paciran4

No Lembaga pendidikan Jumlah

1 Perguruan Tinggi 2 buah

2 SLTA 6 buah

3 SLTP 5 buah

4 SD/ MI 8 buah

5 TK 6 buah

Sebagian besar masyarakat desa Paciran adalah masyarat yang terpelajar menurut data statistic yang ada tingkat pendidikan masyarakat desa Paciran adalah sebagai berikut seperti tabel dibawah ini:

Jumlah Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan5

No. Tingkat Pendidikan Jumlah

1. Perguruan Tinggi 195 orang

2. SLTA 1498 orang

4

Ibid., 5. 5

(37)

29

3. SLTP 2056 orang

4. SD 4897 orang

Melihat data tersebut menunjukkan penduduk desa Paciran rata-rata merupakan masyarakat yang terpelajar, sehingga petutlah desa Paciran tersebut memiliki berbagai lembaga pendidikan sebagai tempat anak-anak mereka untuk menuntut ilmu pengetahuan. Lembaga pendidikan yang ada pada umumnya di kelola oleh pihak swasta, utamanya oleh pondok Pesantren.6

4. Kehidupan Keagamaan

Berdasarkan data yang ada penduduk desa Paciran seratus persen adalah beragama Islam, serta masyarakatnya termasuk masyarakat yang taat pada ajaran Islam. Desa Paciran secara geografis terletak diantara dua pusat penyebaran dan pengembagan agama Islam. Pada sisi barat kira-kira 30 kilometer akan kita temukan makam sunan Bonang di Tuban, sebelah timur kira-kira 50 kilometer berhadapan langsung dengan sunan Giri Gersik, kedua wali songo tersebut mempunyai pengaruh yang tidak kecil dalam konteks penyebaran agama Islam di Jawa, makan bukan merupakan hal yang mustahil jika masyarakat desa Paciran mempunyai kwalitas agama yang baik, dengan begitu kehidupan masyarakatnya tersemangati oleh nilai-nilai dasar Islam hal ini dapat di lihat dari pengabdian dan amal sholehnya untuk kemaslahatan umatnya.

6

(38)

30

Terlebih lagi wilayah paciran sendiri terdapat dua makam sunan yaitu Sunan Sendang duwur (Raden Nur Rahmat) dan Sunan Drajat (Raden Qosim). Dengan demikian tradisi keislaman sudah berkembang pesat dan terbentuk dalam sikap dan tradisi budaya Islam. Dapat dilihat pada sikap formal ubudyah (sholat, puasa, zakat, haji serta pelaksanakan hubungan kemanusiaan yang lain). Sedangkan di desa Paciran terdapat tiga Pondok Pesantren.7

Yang melatar belakangi berdirinya Pondok Pesantren ada beberapa hal antara lain:

a. Masih banyaknya ulama’ yang bertempat tinggal di desa paciran sehingga memungkinkan mengasuh keberadaan pondok

b. Kekhawatiran akan lenyapnya ilmu agama Islam bila kelak kemudian hari ditinggal oleh ulama-ulama tersebut

c. Masih rendahnya kwalitas ilmu agama Islam yang di miliki oleh masyarakat.

d. Dukungan dari masyarakat desa Paciran.

Kemudian factor umum yang melengkapi berdirinya Pondok Pesantren adalah sebagai berikut:

Faktor pertama, pemahaman keagamaan yang baik telah memberikan motifasi bagi kehidupan kiyai yang diwujidkan dalam sikap sederhana dan peneh dengan persaudaraan antar sesama. Karena itu

7

(39)

31

kehidupan kiyai di berikan untuk kepentingan umat, menyediakan diri untuk menolong dan menyebarkan ilmu keagamaannya.

Faktor kedua, secara geografis desa Paciran terletak dipersimpangan penyebaran agama Islam di pantai utara Jawa, terutama dengan keberadaan wali songo. Bahkan di daerah paciran sendiri dapat kita temukan pusat perkembangan Islam yaitu Sunan Drajat dan Sunan Sendang duwur. Dengan adaya hal tersebut maka kehidupan keagamaan sudah lama terintegrasi dalam akar budaya masyarakat sejak zaman wali songo dan tetap terpelihara.

Masjid dan musholla selalu penuh dengan umat Islam baik yang akan melakukan sholat berjama’ah atau mengkaji Al-Qur’an. Bagi orang

tua waktu setelah sholat mangrib merupakan waktu mengkaji ilmu-ilmu Islam.8

Disamping itu hubungan sosial kemasyarakatan di desa Paciran ini sangat terlihat, kebiasaan tolong menolong dan gotong royong sangat dominan dan mewarnai kehidupan masyarakat Paciaran. Interaksi sosial di bagun atas dasar sikap persaudaraan, kebersamaan dan penghargaan yang tinggi sebagai makhluk Tuhan. Sikap seperti ini dapat kita lihat pada cara bergaul masyarakat, rendahnya tingkat pertentangan dan konflik. Sikap tersebut tidak akan timbul kalau tidak di dorong oleh budaya kebersamaan yang merupakan pengejawantahan dari penghayatan dan pengalaman ajaran Islam. Selain itu hubungan antara pesantren dengan masyarakat

8

(40)

32

sekitar adalah sangat baik, karena pesantren sangat terbuka dengan masyarakat. Pondok Pesantren di desa Paciran bukan hanya milik pondok saja akan tetapi milik masyarakat hal tersebut dapat kita lihat aktivitas-aktivitas yang dilakukan kiyai sehari-hari selalu memperhatikan masyarakat sekitarnya.

Berangkat dari hal tersebut, untuk menjaga dan memelihara kepribadian umat dan bangsa di perlukan lembaga yang terus mengkaji dan mengembangkan nilai agama guna memelihara dan menciptakan pewaris Nabi baru dan sebagai alternatifnya sehinga didirikannlah pondok Pesantren. Demikianlah keadaan agama penduduk desa Paciran sebalum dan sesudah adanya pondok Pesantren tetap terpelihara baik sampai sekarang.

5. Sejarah Desa Paciran

Desa Paciran adalah sebuah desa yang terdiri dari 3 (Tiga) dusun yaitu Paciran, dusun Jetak, dan dusun Penanjan. Desa Paciran, sekitar pada adad 14 M ada seorang ulama’ yang berasal dari keturunan Timur Tengah

(41)

33

melainkan dengan membawa mushollah itu sendiri ke kediamannya tanpa bantuan siapapun dalam waktu semalam. Mendengar jawaban Nyai Ageng, Raden Rahmat kebingungan dan beliau kembali pulang.

Di tengah perjalanan, beliau teringat pada salah satu guru besar yang tinggal di Sedayu Lawas tepatnya di Puncak Gunung Menjulok. Dan beliau berfikir untuk berguru disana dengan maksud mendapatkan ilmu dari sang guru supaya beliau bisa membawa mushollah dari Rembang ke Sendang Agung seorang diri. Melihat niatnya Raden Rahmat, sang guru dengan baik hati bersedia mengajari Raden Rahmat sebuah ilmu dengan ketentuan beliau menghadap Nyai Ageng Tritayasa dan menegaskan kembali tawaran untuk memboyong mushollah. Apabilah Nyai Ageng tetap menyuruh mengangkat sendiri, maka wabab dengan tegas bahwa beliau siap smbil menghentakkan kaki kanan tiga kali ketanah. Isya’Allah

akan terlaksana. Denagn bukti musholla tersebut bisa dipindahkan ke Desa Paciran dalam waktu semalam dengan bantuan pasukan Katak mahkluk halus (pasukan dari Jin).

(42)

34

keciciran) dan pada akhirnya mushollah tersebut tidak jadi ditempatkan di Desa Paciran dan kemudian ditempakan di masjid Sendang Duwur, tenyata waktu itu masih menunjukan jam 2 (dua) malam.

Sehingga kata Paciran berasal dari kata PA yang artinya papan pintu musholla, Ciran artinya Keciciran atau kejatuhan pintu. Oleh karna itu para sesepuh desa Paciran, keciciran pintu tersebut membicarakan untuk memberikan sebuah nama desa yaitu Desa paciran yang bearti Keciciran Lawang.

Orang pertama yang merupakan cikal bakal desa Paciran adalah Ki Malang Syahdu adalah seorang pedagang dari Gujarat, beliau adalah murid kesayangan Sunan Ampel dari Surabaya. Beliau mempunyai murid Kyai Darsono bersal dari sedang termasuk mired Raden Nur Rahmat yang merupakan para Kyai-Kyai di Desa Paciran termasuk Kyai Simin, Kyai Zen, Kyai Abu Darrin, Kyai Samiun, Kyai Tamhit, Mbah Muso, Mbah Sarkawi, Mbah Matraji, Kyai Idris, Kyai Haji Ridwan Sarkowi, Kyai Husen Sarkowi, Kyai Asyhuri Sarkowi, Abdur Rohman Syamsuri, Kyai Abdul Karim Zen, Kyai Anwar Mu’rob, yang menyebarkan agama islam

di Paciran samapi sekarang.9

B. Sejarah Singkat Berdirinya Pondok Pesantren Karangasem

Pondok Pesantren Karangasem berdiri pada tanggal 18 Oktober 1948/ 1367H dan didirikan oleh KH. Abdurrahman Syamsuri yang biasanya

9

(43)

35

dipangil dengan Kyai Man. Awal mulanya hanya membangun asrama atau

gota’an yang pertama bernama Al-Hijrah dengan dukungan masyarakat

Paciran. Mereka bergotong royong membuat gota’an, sebuah bagunan rumah kayu berbentuk persegi panjang yang kemudian dibuat blok atau kotak-kotak untuk memisahkan kamar-kamar santri. Dan saat itulah ditandai sebagai toggak sejarah pondok yang disebut dengan nama Al-Ma’had Al-Islamy Pondok Pesantren Karangasem Paciran.10

Sebutan nama Pondok Pesantren Karangasem berasal dari sebuah pohon asem di perkarangan pondok yang dipakai untuk adzan di atas pohon itu setiap waktu sholat, pada saat itu masih belum ada pengeras suara. Pondok yang berada di pekarangan atau di halaman asrama, gota’an Al-Hijrah terdapat pohon asem tersebut ternyata menarik perhatian masyarakat Paciran. Sehingga lama kelamaan dan tanpa perdebatan yang rumut akhirnya Kyai Abdurrahman Syamsuri menyebut pondok yang baru didirikan tersebut dengan nama “Karangasem” sebagai sebuah rujukan dari dua kenyataan yaitu

adanya pekarangan yang luas sebagai tempat pendirian pondok dan pohon asem yang tumbuh di atasnya. Dari gambaran tersebut keluasan, kekokohan dan keteguhan Kyai Abdurrahman Syamsuri bersama masyarakat, ulama’, umara’, dan para santri untuk memperjuangkan wahyu Ilahi yang disemai dan

di wujudkan dengan ahlaq dan perilaku nilai-nilai ajaran agama Islam.

10Faris Ma’ani,

Sekokoh KARANG Seteduh Pohon ASEM (Lamongan: Karangasem Media, 2012),

(44)

36

Dengan rangkaian yang sederhana, mudah dipahami dan mengandung ide-ide besar bersama ahlaqul karimah.11

Pondok Pesantren Karangasem yang baru seumur jagung itu berkembang pesat seperti apa yang diharapkan oleh masyarakat dari berbagai daerah untuk belajar ilmu pengetahuan agama Islam. Santri-santri dari berbagai daerah mulai berdatangan. Abdul Masjid dan Abdullah yang biasa dipangil bang Daulah, santri pertama tersebut semakin banyak teman santri dari desa Paciran, Lamongan, hingga dari Gersik. Seperti H. Turmudzi, KH. Imam Nawawi, H. Khozin dan lainnya. Mereka bukan sekedar mengaji, belajar memahami agama Islam dengan deresan maupun sorogan. Lebih dari itu, mereka juga menghafalkan Al-Qur’an. Seperti Kyai Zaini, KH. Anwar Mu’rob, KH. Imam Nawawi, Abdurrahim dari Gumeno, Muhbib dari

Legundi Paciran dan santri-santri beliau lainnya.12

Setelah itu santri dari berbagai luar daerah Paciran dan Lamongan mulai berdatangan sehingga bertambah jumlah santrinya. Gota’an Al-Hijrah yang ada di samping barongan itu sampai penuh, sebutan dari kumpulan tanaman dari pohon pring. Kemudian dibangunkan lagi asrama Al-Furqan,

Al-Hudaibiyah dan Al-Anshar untuk menampung banyaknya santri yang

berdatangan. Begitu juga tanah yang dipinjam, dibeli oleh masyarakat dan diserahkan ke pondok. Pondok Pesantren Karangasem semakin berkembang dan masyarakat yang memiliki tanah disekitar pondok menjariahkan serta mewakafkan tanahnya kepada Kyai Man.

11Anwar Mu’rob,

Wawancara, Paciran Lamongan, 10 Oktober 2015.

12 Ma’ani,

(45)

37

Santri dari luar daerah semakin berdatangan lagi, antara lain yaitu dari Sembayat, Bunga, Baweyan, dan lain-lain. Mereka datang untuk belajar ilmu pengetahuan agama dan ilmu pengetahuan umum. Kemudian ada murid dari luar daerah Cerme yang dengan santri perempuan pertama yang bernama Mushaharah dan Ningsih. Setelah itu berdatangan murid perempuan dari daerah lain. Perkembangan tersebut membuat KH. Abdurrahman Syamsuri, untuk dijadikan tempat bagi para santriwati tersebut.13

Pondok Pesantren Karangasem semakin berkembang besar, dengan keteguhan hati dan sikap KH. Abdurrahman semakin kokoh sebagai pengasuh Pondok Pesantren. Setiap pagi hari sebelum shalat Subuh, pengasuh atau Yai Man yang kian besar ini berkeliling pondok. Beliau melihat langsung keadaan santrinya. Ada yang menanak nasi di kendil, sejenis kuali yang terbuat dari tanah liat. Dan ada juga yang berkeliling pondok untuk berjaga-jaga. Ketika adzan Subuh berkumandang, maka Yai Man berseru keras untuk membangunkan para santri-santrinya. Setelah Subuh para santri mengaji di hadapan KH. Abdurrahman untuk mengaji Tafsir Jalalain. KH. Abdurrahman menyimak bagaimana santrinya membaca dan memaknai teks bahasa Arab tersebut.

Perkembangan Pondok pesantren Karangasem yang di asuh oleh KH. Abdurrahman Syamsuri ini semakin berkembang pesat dan membesar, sebagaimana dalam gambaran singkat dari tiga dasa warsa awal sebagai berikut. Pada dasa warsa pertama pada tahun 1948-1958 pondok Karangasem

13

(46)

38

diduni tidak lebih dari 50 orang santri. Pendidikan di pondok Karangasem pun juga ikut berkembang. Yang semula kegiatannya hanya mungunakan metode sorogan14 dimana santri mengaji kitab untuk dikoreksi di hadapan Kyai kemudian menyimak penjelasannya dari Kyai. Kini kemajuan pondok Karangasem ditopang oleh adanya lembaga pendidikan yang dengan resmi telah diakui oleh pemerintah. Perkembangan yang mengikuti faktor intern dan extern terutama dari menejemen dan faktor keberadaan lembaga pendidikan sekolah yang menunjang pendidikan kepondokan. Sehingga di luar kegiatan kepondokan, para santri mengikuti kegiatan pendidikan formal, seperti belajar di lembaga pendidikan Madrasah Ibtidaiyah.15

Pada dasa warsa kedua pada tahun 1958-1968 setelah adanya PGA (Pendidikan Guru Agama) 4 tahun, santrinya bertambah banyak 140 orang, di periode ini lebih dekat dengan periode pemantapan internal. Sedangkan pada periode dasawarsa ke ketiga dari tahun 1969-1982 jumlah santri semakin meningkat menjadi 367 orang. Dan pada tahun 1976/ 1977 pemerintah melalui Departemen Agama melakukan restrukturisasi sistem pendidikan dengan dengan mengubah lembaga pendidikan PGA 4 tahun menjadi Madrasah Tsnawiyah (MTS), dan PGA 6 tahun menjadi Madrasah Aliyah (MA). Karena sudah ada PGA 6 tahun (MA). Penyempurnaan lembaga pendidikan tersebut, dan di sempurnakan lagi oleh pondok namanya menjadi

14

Metode sorogan yaitu seorang santri mendatangi seorang guru atau rumah kyai yang akan membacakan beberapa kitab berbahasa Arab dan menerjemahkannya kedalam bahasa Jawa dengan tulisan Arab pegon. Setelah itu, murid atau santri mengulang dan menerjemahkan kata demi kata persis seperti yang dilakukan Kyai: Amin Haedari, ed al. Masa Depan Pesantren

dalam Tantangan Modernitas dan Tantangan Komplesitas Global (Jakarta: IRD Press, 2004),

41.

15

(47)

39

Madrasa Tsanawiyah Muhammadiyah (MTs M) dan Madrasah Aliyah Muhammadiyah (MAM). Di periode yang lebih sering disebut periode “pengenalan eksternal” dan pondok ini sudah dikenal luas dan menjadi

lembaga pendidikan yang disegani. Pada periode ini santri dari luar Jawa mulai berdatangan, antara lain dari NTT/ NTB, Maluku, Sulawesi, Kalimantan dan Sumatera.

Setelah penyempurnaan lembaga pendidikan yang ada tersebut, dalam waktu yang hamper bersamaan pada tahun 1979 dibukalah Perguruan Tinggi, yaitu Fakultas Syari’ah. Pembukaan tersebut dimaksudkan untuk menampung

alumni di lembaga pendidikan Pondok Pesantren Karangasem Paciran dan sekitarnya yang tidak mampu melanjutkan pendidikan di kota. Perkembangan ini menjadi persiapan lahirnya babak baru dalam era pembangunan dan perkembangan Pondok Pesantren.

(48)

40

dan keteguhan dalam kehidupan keseharian menggerakkan pondok. Usha ini diharapkan dapat mencetak santri menjadi seorang Muslim yang cerdas, yaitu ulama’ yang memiliki intelektualitas yang luas dan intelektual yang memiliki

kepribadian ke-ulama’an yang dalam.16

C. Perkembangan Pondok Pesantren Krangasem 1. Aktifitas Pondok Pesantren Karangasem

Pondok Pesantren Karangasem dalam mengembangkan pesantren dan ajaran keagamaan Islam telah memberikan manfaat dan nilai hikmah Islam. Dengan beberapa pengembangan pesantren baik secara fisik maupun kegiatan yang bersifat secara Islami. Sehingga terlihat jelas nilai keislaman pada corak pesantren sehingga pesantren bisa menjadi tempat bagi seorang santri untuk mengespresikan diri melalui kegiatandi pondok Pesantren Karangasem. Dan tujuan adanya kegiatan di pondok Pesantren Karangasem agar para santri bisa belajar dalam mempraktekkan keilmuannya yang ada dalam kegiatan di pesantren sehingga apabilah santri sudah lulus belajarnya, maka dapat memberikan hal-hal yang baru untuk masyarakat.

Kegiatan yang ada di Pondok Pesantren Karangasem merupakan kegiatan sebagai penunjang dan kemandirian untuk para santri. Adapun kegiatan yang ada di Pondok Pesantren Karangasem yaitu Khotbah dalam kegiatan ini berbentuk ceramah yag mengunakan 3 (tiga) bahasa yakni

16

(49)

41

Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, dan Bahasa Arab. Kegiatan tersebut melibatkan santri dengan cara seperti itu maka santri dapat mengambil hikmah apa yang telah dibahas dalam ceramah tersebut. Dan kegiatan khotbah untuk santri dilakukan seminggu sekali pada hari minggu dengan kegiatan tersebut dapat melatih santri untuk belajar berceramah dan melatih keberanian diri untuk dengan kemampuan dakwah Islam. Selain itu ada juga kegiatan Minhajul dalam kegiatan ini yakni para santri membaca dan memaknai kitab Minhajul secara bersama-sama dengan di bimbing oleh pengasuh pondok.17 Dengan adanya kegiatan Minhajul tersebut agar para santri bisa membaca dan menafsirkan kitab tesebut. Kegiatan Minhajul ini dilakukan seminggu dua kali pada hari sabtu dan selasa.

Jadwal kegiatan santri Pondok Pesantren Karangasem Paciran Lamongan dam 24 jam sebagai berikut:

Waktu Aktifitas Ekstra

03.00-04.00 40.00-04.30 40.30-05.30 05.30-07.00 07.00-13.30 13.30-15.00 15.00-15.30 15.30-16.30 16.30-17.00 17.00-17.30 Shalat Tahajud Shalat Shubuh

Madrasah Diniyah Pagi Mandi / makan Pagi Sekolah formal

Istirahat / makan Siang Shalat Ashar

Madrasa Diniyah Sore Mandi Sore Tahsinul Qiro’ah Muhadloroh Tahfidzul Qur’an Bahasa Arab Bahasa Inggris Kepanduan HW Senam Bersama Bimbingan Organisasi 17

(50)

42

17.30-18.00 18.00-19.00 19.00-19.30 19.30-20.00 20.00-21.00 21.00-03.00

Shalat Magrib Halaqah / minhajul Shalat Isya’

Makan Malam Pemberian Mufrodat Belajar

Istirahat Malam (Tidur)

Sumber: Observasi dan wawancara terhadap Pembina Putri Pondok Pesantren Karangasem Paciran.18

2. Usaha-usaha Pondok Pesantren Karangasem Paciran Lamongan a. Bidang Pendidikan

Pondok Pesantren Karangasem adalah lembaga pendidikan yang merupakan salah satu sistem dari sistem pendidikan nasional yang bertugas sebagai Pembina dan pembentuk manusia Indonesia yang berdasarkan UUD 1945. Diatara pendidikan Islam dan pendidikan nasional Indonesia tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lain. Hal ini dapat dilihat dari dua segi, yang pertama dari konsep penyusunan suatu sistem pendidikan nasional itu sendiri, dan yang kedua dari pendidikan Islam dalam kehidupan beragama kaum muslim Indonesia. Penyusunan suatu sistem pendidikan harus mengutamakan dengan masalah-masalah eksistensi umat manusia pada umumnya dan eksistensi bangsa Indonesia khususnya dalam hubungan dengan masa

18

(51)

43

lampau dan masa kini dan kemungkinan bisa berkembang pada masa depan.19

Berbagai usaha telah dilakukan oleh pengasuh pondok Pesantren Karangasem demi meningkatkan kualitas pesantrennya. Sehingga diharapkan dengan kualitas semakin baik, maka nantinya yayasan juga akan semakin dikenal oleh masyarat luas. Pendidikan di pondok Pesantren Karangasem menerapkan pola terpadu antara pendidikan umum maupun pendidikan pesantren serta diberi bekal ke professional agar setelah lulus para santri siap melakukan pengabdian di masyarakat. Dan pendidikan non formal yang berdasarkan agama Islam merupakan pokok tujuan terjadi berdirinya pondok pesantren. Sistem di pondok Pesantren mengajarkan kitab kuning seperti sistem weton dan sistem sorogan.

b. Bidang Keagamaan

Berdirinya pondok Pesantren Karangasem ini besar sekali perana dalam pesantren terhadap masyarakat sekitarnya tentunya dalam bidang keagamaan. Peran yang dilakukan oleh pesantren ini dalam kehidupan dalam masyarakat adalah bimbingan seperitual dan ibdah ritual. Kegiatan tersebut maka dengan jelas hubungan antar keduanya secara tidak langsung aktifitas pondok Pesantren telah menanamkan kepada santrinya untuk meningkatkan aktifitas keagamaan dalam masyarakat dan kebiasaan yang positif nantinya

19

(52)

44

dapat dijadikan bekal untuk menghadapi kehidupan kelas dimasyarakat.

Sebaliknya dari pihak masyarakat, aktifitas dan pengaruh pondok banyak memberikan perubahan dalam kehidupan kerohaniaan, sehingga pengaruh kehidupan Islam yang luas terhadap masyarakat desa paciran bercorak Islamistis, disamping itu kehidupan keagamaan yang masih tingkat awam sekarang menjadi maju karena aktifitas pondok Pesantren sudah semakin berkembang. Hal itu bisa terjadi dikarenakan berbagai pengaruh seperti aktifitas pengajian umum secara rutin, adanya aktifitas pengajian oleh bapak yang mana para santri memberikan pengaruh kepada masyarakat, dan dengan adanya pondok Pesantren Krangasem ini maka masyarakat banyak yang memasukan anaknya kepesantren Karangasem. Hal ini dengan sendirinya menjadi luas karena keagamaannya.20

Keberhasilan dalam bidang keagamaan bukan datang dengan sendirinya akan melainkan dengan perjuaan, selalu ada rintangannya yang cukup banyak, disamping itu fasilitas yang tersedia rintangan dapat berupa kokohnya tradisi dan pola-pola yang lama dapat berupa usaha untuk mempertahankan faham-faham yang telah ada yang menampilakan diri dalam bentuk gangguan terhadap pertumbuhan pesantren yang baru. Dan akhirnya sedikit demi sedikit pondok

20

(53)

45

Pesantren Karangasem menjadi semakin besar dan pengaruhnya semakin terasa.

Dalam perkembangan agama Islam, ada dua faktor yang mempengaruhi yang pertama yaitu faktor intern pembawaan dari ajaran Islam itu sendiri, dan yang kedua yaitu faktor ekstern berupa rangsangan dan tantangan dari luar, tetapi sebenarnya pengaruh dari ekstern hanyalah sekedar berupa sebagai tantangan, agar potensi pembawaan ajaran agama Islam itu sendiri bisa tumbuh dan berkembang, dan yang paling penting adalah jiwa dan semagat kaum muslimin terutama para ahli dalam penghayatan dan pengunaan ajaran agama Islam sebagai mana dijelaskan didalam Al-Qur’an.21

c. Bidang Usaha

Dalam bidang usaha, Islam adalah agama yang tidak hanya memuat garis pemerintahan melainkan dengan adanya cita-cita sosial yang jelas, Al-Qur’an dan perjuangan Nabi Muhammad SAW. Menunjukan adanya benang merah tentang sebuah cita-cita sosial, yaitu suatu keharusan membentuk masyarakat yang berlandaskan wahyu. Dengan adanya pesantren seharusnya secara langsung menunjukan cita-cita Nabi Muhammad SAW. Pesantren dan aktivitas yang ada seharusnya mampu berkiprah dan mengarahkan, membangun dan menata kehidupan masyarakat yang lebih luas. Karena hak asasi ada pelapisan dalam masyarakat bukan karena

21

(54)

46

adanya perbedaan dengan menerapkan beberapa kriteria. Dalam perkembangan pondok Pesantren Karangasem dalam menerapkan dasar kehidupan bernegara sesuai dengan tata cara hidup dalam ajaran Islam pada warga di sekitar pondok pesantren.

Pondok Pesantren Karangasem dalam hubugan sosial. Menunjukan jalan menuju tercapainya kehidupan sosial dan harmonis seperti sholat berjamah di masjid adalah salah satu menunjukan dalam menanamkan rasa persaudaraan.22

Masyarakat Paciran dari sifat sosialnya dalam kehidupan sehari-hari seperti membangun masijid, mengdakan kerjabakti setiap hari jum’at, tampa adanya paksaan ataupun digaji masyarakat Paciran

datang bersama-sama ikut membantu kegiatan tersebut. Selain itu pondok Pesantren Krangasem mengadakan acara buka bersama setiap bulan romadhon dengan anak yatim dan masyarakat desa Paciran yang merupakan bukti bahwa agama Islam mengjarkan yang bagus untuk sesama manusia.

22

(55)

BAB III

MODE DAN GAYA BUSANA SANTRI PONDOK PESANTREN KARANGASEM PACIRAN LAMONGAN

A. Pengertian Jilbab

Jilbab sering kali disebut dengan istilah kerudung. Namun, kata jilbab sekarang lebih populer di telinga masyarakat. Jilbab berasal dari bahasa Arab yakni Jalaba yang artinya penghimpun atau membawa.1 Jilbab merupakan pakaian penutup aurat yang menutupi seluruh tubuh wanita kecuali wajah dan telapak tangan.2 Perintah yang wajib untuk menutup aurat bagi wanita, dijelaskan di dalam Al-Qur’an surat Al-Ahzab ayat 59 yang berbunyi:

“Hai Nabi katakanlah kepada istri-istrimu, anak perempuanmu dan istri-isri orang-orang beriman, hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka. Yang demikian itu supanya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (Surat Al-Ahzab: 59).”3

Dipertegas lagi dalam surat An-Nur ayat 30-31.4 Para ulama telah merumuskan batasan-batasan tentang makna jilbab. Sehingga muncul beraneka ragam mengenai pengertian jilbab. Untuk sekedar menggambarkan itu, penulis mengutip batasan-batasan yang mengenai tentang jilbab dari pandangan para Ulama, terjemahan dari kitab tafsir dan kamus.

1

Alfatri Adlin, Menggeledah Hasrat: Sebuah Pendekatan Multi perspektif (Yogyakarta: Jalassutra, 2006), 343.

2

Quraish Shihab, Jilbab Pakaian Wanita Muslim (Jakarta: Lentera Hati, 2004), Ix.

3 Al-Qur’an,59 (Al-Ahzab): 418. 4

(56)

48

Menurut Quraish Shihab, jilbab adalah pakaian yang menutup seluruh tubuh wanita kecuali wajah dan telapak tangannya.5 Dari pengertian kamus Bahasa Arab Lisanul ‘Arab, jilbab merupakan selendang, atau pakaian lebar yang dipakai untuk menutupi kepala, dada dan bagian belakang tubuh.6

Dalam pengertian jilbab menurut Imam Qurthubi menjelaskan bahwa dari kata Khimaar yang biasa diartikan dalam bahasa Indonesia sebagai kerudung (jilbab), memiliki arti yang lebih luas karena kerudung (jilbab) dapat diartikan sebagai busana muslimah yang menjadi satu corak, yaitu menutupi kepala hingga dada dan baik itu panjang atau lebarnya secara konkrit. Sedangkan jilbab menurut Al-Biqa’i menjelaskan bahwa jilbab adalah baju longgar atau kerudung untuk menutup kepala wanita atau pakaian yang menutupi baju dan kerudung yang dipakainya, atau semua pakaian yang menutupi badan wanita.7

Agama Islam yang telah tersebarluas pada masyarakat memiliki kondisi sosial yang berbeda-beda. Dalam perkembangan ilmu pengetahuan dapat mempengaruhi pandangan para ulama dalam menafsirkan jilbab. Oleh karna itu setiap Negara memiliki aturan dan model tersendiri dalam berjilbab,8 walaupun di dalam Al-Qur’an sudah ditulis perintah mengenakan untuk berjilbab. Tetapi pada kenyataannya keatifitas manusialah yang menghasilkan karya-karya model dan gaya berjilbab.

5

Quraish Shihab, Jilbab Pakaian Wanita Muslim (Jakarta: Lentera Hati, 2004), Ix.

6 Ibnu Mandzur, Lisamul ‘Arab (Bairut: Dar Sadir, tt), 272. 7 Al-Biqa’I,dkk,

Nazhm ad-Durar dalam Quraish Shihab, Jilbab Pakaian Wanita Muslimah

(Jakarta: Lentera Hati, 2004), 88.

8

(57)

49

B. Perkembangan Jilbab di Indonesia

Pada zaman dahulu, setiap perempuan yang mengenakan jilbab sering dikatakan jadul karena model jilbabnya kurang menarik di pandang mata dan terlihat begitu kuno. Namun dengan perkembangan zaman yang sudah modern, Fashion jilbab berubah sangat cepat dan pesat. Perempuan muslimah bisa memilih mode dan gaya jilbab yang sesuai dengan kebutuhan mereka. Perempuan berhijab akan terlihat modis dan dan cantik dengan menutup kepala karena mode dan gaya jilbab yang beraneka ragam, mulai dari gaya yang sederhana sampai gaya yang susahpun telah disuguhkan untuk perempuan muslimah.

Fungsi jilbab menurut Islam untuk menutup aurat bagi para wanita agar kaum hawa terlindung dari hal yang tidak diinginkan, seperti yang sudah dijelaskan didalam Al-Qur’an. Pada abad 9 M sampai 12 M, penggunaan jilbab jilbab dipengaruhi oleh kultur kebudayaan dari masing-masing wilayah atau negara. Misalnya di negara Timur Tengah perempuan yang mengenakan jilbab biasanya mengunakan tambahan cadar, masker dan burqa. Akan tetapi pada awal abad ke 19, saat agama Islam telah diterima oleh rakyat Nusantara, mulailah timbul pemahaman tentang penggunaan jilbab sedikit demi sedikit.

Banyaknya desainer jilbab yang bermunculan di Nusantara. Banyak sekali mode dan gaya jilbab yang sesuai dengan Trend dan dapat dikatakan

Trand Fashion pada zaman modern. Dari berbagai jenis jilbab yang sekarang

(58)

50

tiga, sampai jilbab praktis langsung pakai. Banyaknya pilihan mode dan gaya jilbab yang memudahkan untuk menentukan pilihan dalam berbusana.9

Dalam perkembangan mode jilbab perempuan muslim di Indonesia telah mengalami perubahan beriringan dengan munculnya komunitas jilbab yang membawa nama Islam. Jilbab telah menjadi busana yang dapat disesuaikan dengan perkembangan fashion yang terkandung dalam penciptaannya tidak luput dari aspek syari’at Islam. Barnard menyatakan

bahwa fashion adalah fenomena kultural yang digunakan untuk mengkontruksi dan mengkomunikasikan identitasnya. Dengan begitu jilbab dapat digunakan sebagai symbol untuk merepresentasikan gaya hidup kelompok sosial melalui fashion.

Di Indonesia hampir tak terhitung jumlah gerai busana muslim yang tersebar di kota-kota besar maupun kecil. Trend busana ini juga didukung dengan menunculannya majalah-majalah muslimah Fashion muslimah yang menampilkan perempuan-perempuan model jilbab. Namun dalam perkembangan zaman, pengaruh modernisasi tidak dapat dihindari dan mampu mempengaruhi pengunaan jilbab bagi perempuan muslim, khususnya mempengaruhi dalam hal cara berpakaian dan pengunaan jilbab bagi perempuan muslimah. Pada waktu dulu jilbab hanyalah sebuah kain polos yang berwarna gelap dan dinilai tidak dapat mengikuti perkembangan jaman, namun tampil cantik dan modis dengan gaya elegan dan feminim sekarang dapat dinikmati dengan balutan busana muslim. Sekarang jilbab telah menjadi

9

Diana Larasakti, “Perkembangan Jilbab di Indonesia,” dalam

(59)

Referensi

Dokumen terkait

1) diawal tahun memasuki pondok santri mengalami masalah adaptasi yaitu di pondok pesantren terlalu banyak aturan sedangkan di rumah santri lebih bebas, masalah

Hasil penelitian Yuniar dkk (2005) menunjukkan bahwa setiap tahunnya 5-10% dari santri baru di Pondok Pesantren Modern Islam (PPMI) Assalam Surakarta mengalami

kepatuhan santri terhadap kiai antara santri pesantren modern dan santri pesantren tradisional (salafi), baik santri santri pesantren modern dan santri pesantren

Wujud karakter wirausaha santri Pondok Pesantren Miftahul Huda Setelah koperasi pondok pesantren melakukan usaha untuk menumbuhkan jiwa kewirausahaan santri baik melaui

Proses Pembentukan Karakter Santri Pondok Pesantren Panggung ...114. Hasil Pembentukan Karakter Santri Pondok Pesantren Panggung

Pembelajaran bahasa arab di pondok pesantren sunan drajat diawal mulai berdiri sampai dengan tahun 2002 mengikuti pendekatan formal atau tradisional dimana para santri diarahkan

menjadi pesantren wahabiyah, selain itu juga tentang pengaruh perubahan struktur pesantren terhadap masyarakat sekitar. Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa pada

Mengenai latar belakang gaya hidup konsumtif pada santri pondok pesantren modern, dapat disimpulkan bahwa keluarga sudah memberikan peran yang penting dalam mengajarkan