• Tidak ada hasil yang ditemukan

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Studi Perbandingan Terhadap Model Pembelajaran Sekolah Minggu di GPIB Tamansari dengan GSJA Bukit Horeb Salatiga T1 712007020 BAB II

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Studi Perbandingan Terhadap Model Pembelajaran Sekolah Minggu di GPIB Tamansari dengan GSJA Bukit Horeb Salatiga T1 712007020 BAB II"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

11

BAB II

MODEL DAN PARADIGMA PEMBELAJARAN

2.1 Pendahuluan

Gereja adalah persekutuan orang-orang yang mengaku tubuh Kristus. Konsep ini

menekankan suatu keterkaitan atau hubungan orang percaya satu dengan yang lainnya

bagaikan hubungan antara anggota tubuh dengan anggota tubuh lainnya (band. I Kor 12).1

Tuhan Yesus memberikan suatu misi kepada Gereja : kabarkanlah Injil dan gembalakanlah

domba-dombaNya. Misi ini merupakan pekerjaan kelanjutan dari pelayanan Yesus Kristus di

dunia. Amanat agung yang diberikan Tuhan Yesus kepada murid-muridnya sebelum Ia

terangkat ke Surga ”Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah

mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus, dan ajarlah mereka melakukan segala

sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu (Matius 28:19-20). Misi ini bukanlah misi

individual yang diberikan kepada hanya murid-murid tetapi menjadi misi untuk orang-orang

percaya secara bersama-sama sebagai tubuh Kristus termasuk didalamnya ank-anak.

Doktrin Alkitab GSJA (Gereja Sidang Jemaat Allah) menyebutkan bahwa

pengertian “Gereja” yang sesuai dengan Alkitab salah satunya adalah Gereja setempat

(perhimpunan). Yang dimaksudkan bukanlah gedung atau bangunan, tetapi perhimpunan

orang-orang kudus yang beribadah bersama-sama dalam tempat tertentu. Dalam arti yang

nyata, semua sifat dari seluruh gereja diharapkan akan menandai orang-orang setempat yang

berkumpul itu; inilah tubuh Kristus yang dilokalisasi. Gereja berdasarkan konteks yang

mengacu kepada semua orang suci, sepanjang sejarah dan juga diseluruh dunia. Maka

denominasi-denominasi dapat disebut sebagai bagian dari Gereja universal yang megah itu.2

1

Daniel Nuhamara,Pembimbing PAK,(Bandung:Jurnal Info Media,2007),68.

2

(2)

12

Menurut pemahaman GPIB (Gereja Protestan di Indonesia bagian Barat), bahwa

Allah Bapa telah memanggil dan menghimpun dari antara bangsa-bangsa suatu umat bagi

diriNya untuk menjadi berkat. Dan panggilan itu dilanjutkan melalui AnakNya, yaitu Yesus

Kristus yang adalah Tuhan. Dialah yang memanggil dan menjadi dasar terbentuknya umat

yang baru, yaitu Gereja. Tuhan yang memanggil dan menetapkan para pelayanNya sebagai

Presbiter yang berjalan bersama-sama untuk memperlengkapi warga GPIB yang misioner

sebagai manusia yang utuh.3

Beranjak dari defenisi mengenai Gereja, agar gereja dapat bertumbuh dan

berkembang di muka bumi ini, maka Gereja tentunya harus menjalankan misinya untuk

menggembalakan dan memberitakan kabar baik. Untuk itu salah satu fungsi Gereja

sebagaimana di kutip oleh Boehlke (hal 692) adalah persekutuan belajar mengajar. Gereja

menyediakan kesempatan belajar bagi orang dari segala kategorial usia.4

2.2 Sejarah Sekolah Minggu dan Pembinaan Anak Sekolah Minggu

2.2.1 Sejarah Sekolah Minggu

Sejak dahulu, anak-anak merupakan bagian atau golongan penting dalam Gereja

Kristen. Sekolah minggu merupakan sarana untuk anak-anak memperoleh PAK

(Pendidikan Agama Kristen). Gerakan Sekolah Minggu dimulai pada tahun 1780 di

Gloucester – Inggris oleh Robert Raikes. Sekolah Minggu adalah sekolah untuk anak-anak

telantar(“Ragged School”) dimana mereka diajar membaca, menulis dan berhitung.5

Awalnya Raikes prihatin dengan anak-anak yang bekerja sebagai buruh. Mereka bekerja

untuk menghasilkan uang sendiri, dan uang tersebut dipakai untuk bersenang-senang dan

tidak sedikit dari mereka yang melakukan kejahatan sehingga meresahkan warga.

3

http://www.gpib.org/pemahaman-iman, Jumat 16 September 2011 pukul 22:15

4

Dien Sumiyatiningsih, Mengajar dengan Kreatif & Menarik,70-71.

5

(3)

13

Raikes menyakini bahwa dengan pendidikan akan mengubah keadaan tersebut.

Groome yang mengacu kepada Lawrence Cremin mendefenisikan pendidikan sebagai:

”Usaha sadar, sistematis, dan berkesinambungan untuk mewariskan, membangkitkan atau

memperoleh baik pengetahuan, sikap-sikap, nilai- nilai, keterampilan-keterampilan, atau

kepekaan-kepekaan, maupun hasil apa pun dari usaha tersebut.”6 Dengan demikian,

pendidikan mengarah kepada manusia seutuhnya, dimana seseorang tidak hanya

memperoleh pengetahuan saja tetapi juga memperoleh apa yang mereka butuhkan dalam

menjalani kehidupannya, seperti bagaimana seharusnya berperilaku dan bersikap dalam

masyarakat. Tidak tertutup kemungkinan bahwa pendidikan dapat juga mengarahkan

manusia untuk memahami dan mengimani yang transenden. Pada dasarnya manusia

mencari yang transenden, yang kita pahami sebagai sesuatu yang religius dalam

kepercayaan atau agama. Hal ini disebabkan karena pada hakikatnya manusia adalah

makhluk ciptaan Tuhan.

Usaha Raikes dalam memberikan pendidikan mendapat hasil yang cukup baik

karena di zaman sekarang ini, Sekolah Minggu telah mengalami perkembangan. Sekolah

Minggu hadir tidak hanya sebagai sarana untuk membaca dan menulis tetapi juga untuk

menanamkan nilai-nilai Kristiani dalam diri anak-anak.7

2.2.2 Pembinaan Anak Sekolah Minggu

Gereja menyadari bahwa salah satu tugas Gereja adalah persekutuan belajar

mengajar, sehingga PAK anak di Sekolah Minggu hadir sebagai sarana untuk mendidik

anak-anak menjadi anak-anak Kristen yang memiliki visi yang benar dan bertumbuh

sehingga mereka dapat menjadi penerus Gereja yang mencerminkan teladan dari Yesus

Kristus. Untuk mencapai tujuan tersebut maka kehadiran Sekolah Minggu

6

Daniel Nuhamara.PembimbingPAK,(Bandung:Jurnal Info Media,2007),16.

7

(4)

14

tengah pelayanan Gereja bukan sekedar aktivitas untuk anak-anak pada hari minggu,

tetapi kehadiran Sekolah Minggu adalah sebagai wadah pembinaan iman dan pendidikan

rohani yang bersifat melaksanakan misi yang telah ditetapkan oleh Yesus Kristus kepada

GerejaNya, dimana Gereja membawa anak-anak kepada iman yang dewasa di dalam

Tuhan. Oleh karena itu, pengajar Sekolah Minggu seharusnya menjadi orang tua kedua

bagi anak-anak itu. Mereka tidak boleh menganak maskan yang satu dan mengabaikan

yang lain melainkan mereka harus menunjukkan perhatian dan cinta sepenuhnya kepada

masing-masing anak.8

Seiring dengan perkembangan zaman setiap Gereja memiliki pembinaan untuk

anak. Sebagian Gereja masih menggunakan istilah Sekolah Minggu dan sebagian lagi

menyebutnya Kebaktian/Ibadah Anak. Kebaktian anak karena gereja memahami bahwa

pembinaan anak merupakan suatu kebaktian yang hampir sama dengan kebaktian pada

umumnya namun pesertanya anak-anak. Oleh karena itu gereja perlu memperhatikan

suasana kebaktian yang sesuai dengan anak-anak. Suasana kebaktian yang didalamnya

anak beribadah dan berbakti.9 Beribadah berarti didalamnya anak memuji Tuhan,

bersyukur, memberikan persembahan, berdoa, membaca Alkitab. Semuanya itu

dilakukan untuk mengajak anak merayakan perdamaian antara manusia dengan Allah

dan manusia dengan manusia. Karena itu, kebaktian anak juga semestinya menampakkan

persekutuan satu sama lain.

Berbeda dengan gereja yang masih memakai istilah Sekolah Minggu. Hal ini

berkaitan dengan kegiatan Sekolah Minggu yang diadakan oleh Raikes yang didalamnya

anak diajar untuk baca tulis dan etika. Sebagai “sekolah” suasana yang ditimbulkan

dalam proses belajar mengajar sebaiknya adalah suasana bebas, bukan menekan, dalam

8

I. H. Enklaar dan E.G. Homrighausen, Pendidikan Agama Kristen,(Jakarta:BPK GM,1984),141.

9Lihat Tabita Kartika Christia i, ”Pe didika A ak: Pe ti g tetapi Disepeleka ? Dala

(5)

15

arti setiap anak dapat menjadi dirinya sendiri, menjadi pribadi yang utuh dan tidak ada

persaingan, perbedaan, penilaian dan pembandingan dengan anak lain. Hal ini sejalan

dengan sikap Tuhan yang menerima setiap orang apa adanya. Komunikasi yang dijalin

antara pengajar dan anak adalah komunikasi dua arah, sehingga pengajar tidak berfungsi

sekedar menyampaikan kebenaran-kebenaran ajaran gereja melainkan bersama anak

memikirkan dan menghayati iman Kristen dalam konteks masa kini.10

Baik GPIB maupun GSJA dalam menjalankan misinya, memberikan pengajaran

iman kepada anak, baik dari segi afektif, kognitif maupun psikomotorik dengan cara-cara

yang disesuaikan dengan tumbuh kembang anak. Pembelajaran yang hendak

disampaikan bukanlah gagasan-gagasan teologis yang abstrak dan mengawang-awang

sehingga anak tidak dapat memahaminya. Yang disampaikan adalah hal-hal yang amat

sederhana, sesuai dengan daya tangkap anak. Kepada anak-anak berikanlah susu, dan

jangan makanan keras, begitu jika kita mau mengikuti nasihat Paulus (bdk. I Kor.3).11

Pada umumnya, Sekolah Minggu diadakan pada hari minggu setelah kebaktian

minggu, bersamaan kebaktian minggu tetapi di tempat yang berbeda, atau adapula yang

mengadakannya di sore hari. Anak-anak di Sekolah Minggu diajar untuk menyanyi,

mendengarkan cerita dan membuat prakarya. Melalui nyanyian dan cerita yang

sederhana anak belajar akan nilai-nilai Kristiani. Selain itu, melalui prakarya yang

diajarkan oleh pendidik yang pada dasarnya disesuaikan dengan tema pembelajaran

membantu anak-anak untuk lebih mengingat lagi makna dari pembelajaran yang

dilakukan.

10

Ibid,135.

11

(6)

16

2.3 Model Pembelajaran

Pada hakikatnya dalam proses pembelajaran dilakukan oleh dua subjek, pendidik

dan naradidik. Pendidik mengajar sedangkan naradidik belajar. Bahan pembelajaran dapat

berwujud pengetahuan, nilai-nilai, sikap, keterampilan, dan agama. Berbicara mengenai

proses pembelajaran, tentunya tidak lepas dari model pembelajaran. Dua ahli pendidikan dari

Amerika yang dikenal secara Internasional sekaligus meneliti tentang model pembelajaran

adalah Bruce Joyce dan Marsha Weil. Joyce dan Weil mendefenisikan model pembelajaran

sebagai kerangka konseptual yang digunakan sebagai pedoman dalam melakukan

pembelajaran. Mereka menyusun berbagai model pembelajaran. Beberapa pertimbangan

Joyce dan Weil dalam menyusun model-model pembelajaran tersebut antara lain :12

1. Model dapat memberikan tekanan yang seimbang dari sisi pendidik dan nara

didik. Artinya, keduanya harus sama-sama aktif, pendidik mengajar dan naradidik

belajar.

2. Model dapat didemonstrasikan dan dipelajari dalam waktu yang relatif singkat.

3. Model dapat dijadikan pedoman untuk mengembangkan model pembelajaran

sendiri.

Pendapat yang sama dikemukakan oleh Trianto yang menyebutkan model

pembelajaran sebagai suatu pola atau acuan dalam merencanakan pembelajaran dikelas.13

Sedangkan Ahmad Sudrajat mengemukakan bahwa model pembelajaran merupakan bentuk

pembelajaran yang tergambar dari awal sampai akhir yang disajikan secara khas oleh

pengajar.14 Ketiga pengertian ini membawa kepada satu pemahaman bahwa model

pembelajaran merupakan pola pembelajaran.

12

Dien Sumiyatiningsih, Mengajar dengan Kreatif & Menarik,70-71.

13

Trianto, Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstuktivistik. (Surabay; Prestasi pustaka, 2007),5.

14

(7)

17

2.3.1 Karakteristik Model Pembelajaran

Penyusunan suatu model pembelajaran didasari oleh asumsi untuk mencapai tujuan

pendidikan yang sudah ditentukan. Susunan model pengajaran tersebut cukup banyak

variasinya. Walaupun demikian, model-model pembelajaran tersebut biasanya memiliki

karakteristik, yaitu : 15

a. Disusun menurut teori pendidikan dan teori proses belajar dari pendekatan

tertentu. Misalnya, model latihan inquiry disusun oleh Richard Suchman yang

berguna untuk mengembangkan penalaran menurut pendekatan penelitian ilmiah.

b. Mempunyai tujuan atau misi pendidikan tertentu, misalnya model berfikir induktif

didesain untuk mengembangkan proses berfikir induktif. Sementara model berfikir

deduktif didesain untuk proses berfikir deduktif.

c. Dapat dijadikan acuan untuk memperbaiki kegiatan belajar mengajar di dalam

kelas.

d. Memiliki seperangkat elemen model yaitu : 1) urutan tahap – tahap pengajaran, 2)

prinsip reaksi, 3) sistem sosial, dan 4) sistem pendukung.

e. Memiliki dampak sebagai akibat dari penerapan suatu model pengajaran.

2.3.2 Komponen dan Rumpun Model Pembelajaran

Model pembelajaran seharusnya dilihat sebagai perangsang aktivitas agar

naradidik dapat belajar dengan baik. Model pembelajaran merupakan satu kesatuan yang

terangkai dari pendekatan, strategi dan metode pembelajaran.

2.3.2.1 Pendekataan Pembelajaran

Menurut Achmad Sudrajad, pendekatan dapat diartikan sebagai titik tolak atau

sudut pandang tentang terjadinya suatu proses yang sifatnya masih sangat umum,

(8)

18

didalamnya mewadahi, menginspirasi, menguatkan dan melatari metode pembelajaran

dengan cangkupan tertentu.16 Roy Killen berpendapat bahwa terdapat dua jenis

pendekatan, yaitu: pendekatan pembelajaran yang berorientasi atau berpusat pada anak

(student centered approach) dan pendekatan pembelajaran yang berorientasi atau

berpusat pada pengajar (teacher centered approach).17 Coughlin (2002;6) berpendapat

bahwa pendekatan yang berpusat pada pengajar berarti konsep-konsep tidak berasal

dari diri anak serta tidak berkembang secara spontan, melainkan harus ditanamkan pada

anak dan diserap oleh anak. Berbeda dengan pendekatan yang berpusat pada anak

merupakan sebuah program tahap demi tahap yang didasarkan pada keyakinan bahwa

anak akan bertumbuh dengan baik jika mereka dilibatkan secara alamiah.

Selain itu ada pula pendekatan yang berorientasi pada kehidupan masyarakat.

Pendekatan ini bertujuan mengintegrasi sekolah dan masyarakat. Prosedur yang

dilakukan adalah dengan mengundang masyarakat ke sekolah atau pesertadidik

berkunjung ke masyarakat.18

2.3.2.2Strategi Pembelajaran

Dari pendekatan pembelajaran yang ditetapkan selanjutnya diturunkan

kedalam strategi pembelajaran. Wina Senjaya (2008) menyebutkan bahwa dalam

strategi pembelajaran terkandung makna perencanaan. Artinya, strategi pada dasarnya

mengandung makna perencanaan yang masih bersifat konseptual tentang

keputusan-keputusan yang akan diambil dalam suatu pelaksanaan pembelajaran.19 Para tenaga

kependidikan terutama pengajar diharapkan mampu mengembangkan strategi

pembelajaran yang sesuai dengan paradigma pendidikan.20

16

http//:www.wordpress.com (senin 24 Oktober 2011 pukul 15:45)

17

Tim Pengembangan Pendidikan FIP-UPI, Ilmu dan Aplikasi Pendidikan,(Jakarta:Grasindo,2007) ,168.

18

Oemar Hamalik, Kurikulum dan Pembelajaran,(Jakarta: Bumi Aksara,2008),27.

19

H. Wina Sanjaya, Perencanaan dan Desain Sistem Pembelajaran, (Jakarta: Kencana, 2010),27.

20

(9)

19

Menurut I. H. Enklaar, tiap-tiap rencana memerlukan persiapan yang baik.

Pekerjaan menyusun dan mengarang rencana itu tidak gampang, sehingga dibutuhkan

kerja sama dari beberapa orang yang ahli dibidangnya, misalnya dalam hal ini pendeta

atau majelis.21 Pada hakekatnya persiapan mengajar merupakan perencanaan jangka

pendek dari apa yang akan dikerjakan.

Menurut Dien Sumiyatiningsih, strategi pembelajaran berisi perencanaan

tentang rangkaian kegiatan yang didesain atau dirancang oleh pengajar untuk mencapai

tujuan pembelajaran. Oleh karena itu, setidaknya ada lima tahap dalam rencana

(strategi) pembelajaran yaitu memulai pembelajaran, presentasi materi, pendalaman

materi, tanggapan kreatif (respon kreatif) dan penutup.22

1. Memulai Pembelajaran

Memulai pembelajaran atau pembukaan merupakan aktivitas yang pertama yang

sangat penting dilakukan. Pada bagian pembukaan setidaknya dilakukan selama satu

sampai sepuluh menit. Beberapa kegiatan yang dapat dilakukan diantaranya adalah

pengajar dapat menyapa para peserta didik, berdoa, bernyanyi atau mengisi lembar

aktivitas.

2. Presentasi Materi

Presentasi Materi dapat dilakukan dengan menanyakan kembali kepada anak/peserta

didik, materi diminggu lalu. Hal-hal yang dapat dilakukan oleh pengajar dalam

menyampaikan materi adalah presentasi singkat, memilih bagian-bagian penting,

pengajar menggunakan model pembelajaran yang sesuai dengan cerita yang

dibawakan.

21

I. H. Enklaar,Pendidikan Agama Kristen,92-93.

22

(10)

20

3. Pendalaman Materi

Anak atau peserta didik akan lebih termotifasi jika mereka bekerja secara mandiri

atau membentuk kelompok kecil dalam mendalami materi yang disampaikan. Dalam

hal ini pengajar dapat mengaktifkan peran serta anak misalnya dengan anak atau

peserta didik dapat mendiskusikan materi, peserta didik dapat membuat pengalaman

diluar kelas dan didalam kelas.

4. Tanggapan Kreatif

Pada tahap ini, diharapkan anak atau peserta didik dapat benar-benar memahami

materi yang disampaikan. Tujuan dari tanggapan kreatif adalah untuk mengetahui

sejauh mana anak memahami materi yang disampaikan. Beberapa cara yang dapat

dilakukan dalam memberikan tanggapan kreatif adalah pengajar memberikan umpan

balik bagi perkembangan selanjutnya, pengajar memberikan saran-saran, kritik yang

membangun, memberikan pengayaan kepada peserta didik yang kurang memahami

materi, ungkapkan respon kreatif dengan suatu cara.

5. Penutup

Setiap pertemuan harus dibawa kepada kesimpulan yang tepat. Dalam hal ini

pengajar dapat memberikan kesimpulan terhadap sampai pada pemahaman yang

utuh dalam melewati tahapan yang dilalui. Selain itu, pengajar juga dapat

memberikan kesempatan kepada anak untuk sharing atau memberikan aktivitas

kreatif.

Melalui sistem perencanaan yang sistematis, setiap pengajar dapat

menggambarkan berbagai strategi pembelajaran yang dapat dilakukan untuk mencapai

tujuan yang diharapkan. Melalui sistem perencanaan, pengajar dapat menentukan

berbagai langkah dalam memanfaatkan berbagai sumber dan fasilitas yang ada untuk

(11)

21

2.3.2.3Metode pembelajaran

Metode pembelajaran dapat diartikan sebagai cara yang digunakan untuk

mengimplementasikan rencana yang sudah disusun dalam bentuk kegiatan nyata dan

praktis untuk mencapai tujuan pembelajaran.23 K.O Gangel memahami metode

mengajar dari jenis dan bentuk komunikasi interaksi guru dengan peserta didiknya.

1. Metode yang hanya menekakan komunikasi satu arah, yaitu dari pihak guru

kepada peserta didiknya. Metode yang termasuk ke dalamnya ialah ceramah,

kuliah, cerita, demonstrasi, dan metode audio visual (video, poster,dll).

2. Metode yang menekankan komunikasi dua arah, yaitu terjadinya relasi dan

interaksi dialog antara pengajar dan anak serta anak dan teman-temannya.

Metode yang termasuk dapat menciptakan relasi dan interaksi dialog itu

diantaranya kelompok kecil, diskusi panel, drama, permainan, bermain

peran,dll.24

Robert J. Choun berpendapat bahwa pemilihan metode mengajar yang “tepat”

itu salah satunya ditentukan oleh tingkat perkembangan dan kebutuhan peserta didik.

Berapakah usia peserta didik yang diajar pengajar? Bagaimana perkembangan kognitif

dan spritual mereka? Dalam segi apakah guru mengharapkan peserta didik mengalami

perubahan?25

Berkaitan dengan Pendidikan Kristen, Gangel memperkenalkan 23 jenis

metode yang dapat diterapkan guru dalam mengelola kegiatan belajar: kuliah, ceramah,

bermain peran, penelitian Alkitab, diskusi dan tanya jawab, diskusi kelompok kecil,

diskusi panel, debat, simposium, penemuan, proyek, permainan, studi lapangan,

23

Trianto,Mengembangkan Model Pembelajaran Tematik,(Jakarta:PT Prestasi Pustakaraya,2009),132- 133.

24

Gangel, K.O & H.G Hendrik, The Chritian Educator Handbook on Teaching, (San Fransisco: Viktor Book, 1988), 25.

25

(12)

22

menghafalkan, riset dan laporan, musik, pekerjaan tangan, wawancara, studi kasus,

drama, tulisan kecil, tugas, Ujian.26 Sehubungan dengan metode pembelajaran, ada

sekitar enam belas model mengajar yang diselidiki, dipelajari dan diusulkan oleh Bruce

Joyce dan Marsha Weil dalam sebuah karya tulis mereka yang terkenal ”Models of

Teaching”. Akan tetapi ke enam belas model tersebut dikelompokkan dalam empat

rumpun saja, yaitu :

i. InformationModels (Model Pemprosesan Informasi)

Fokus perhatian rumpun ini adalah aktivitas pengembangan keterampilan dan

isi pembelajaran yang akan disampaikan kepada naradidik. 27 Pengajar yang memilih

model ini setidak-tidaknya mengharapkan peningkatan pengetahuan pemahaman akan

materi yang disampaikan. Metode-metode yang dapat digunakan :

a) Metode ceramah28

Model ini yang seringkali dipakai di SM (Sekolah Minggu) dalam proses

pembelajaran. Pendidik yang berbicara, sedangkan naradidik diam, dan

mendengarkan saja. Metode ini dapat diterapkan pada sekumpulan orang dalam

jumlah yang besar. Metode ini sangat efektif, jikalau pengajar mempunyai bakat

membawakan pokok pengajaran dengan suara nyaring dan dengan bahasa yang

menarik.

b) Metode penggunaan gambar, lambang-lambang, audio visual29

Alat bantu ini dibutuhkan untuk membentuk anak mengerti dan menghayati

(masuk) ke dalam kisah yang dibawakan oleh pengajar. Tidak hanya

pemahaman kognitif melainkan afektif dapat dijangkau oleh alat bantu ini.

c) Mendogeng dengan Memesona30

26 B. Suryobroto, Metode pengajaran di Sekolah, (Yogyakarta: Amarta, 1986), 52-52.

27

Dien Sumiyatiningsih, Mengajar dengan Kreatif & Menarik, 76.

28

I. H. Enklaar , Pendidikan Agama Kristen,96.

29

(13)

23

Mendongeng sebetulnya merupakan model yang tidak kalah pentingnya

dibanding model-model lain karena model tersebut dapat diterapkan untuk

semua kategori umur. Model bercerita/mendongeng sudah merupakan bagian

dari kebudayaan kita di Indonesia. Kakek, nenek, dan orang tua pada masa lalu

sering memakai dongeng untuk mengajar dengan berbagai tujuan. Metode yang

amat sering digunakan dalam rangka pembinaan iman dalam Sekolah Minggu.

ii. Personal Models (Model Pribadi)

Model ini mengutamakan pengembangan kepribadian dan hubungan antar

pribadi yang dihasilkan melalui aktivitas mengajar. Metode yang sesuai dengan model

ini adalah :

a) Metode drama31

Nara didik dapat dipersiapkan untuk melakukan beberapa peran sesuai dengan

cerita yang akan dibawakan untuk dimainkan bersama-sama. Sehingga baik

penonton maupun nara didik yang memerankan peranannya dapat menghayati

cerita yang dibawakan.

d) Metode menghafal32

Metode ini akan membuat naradidik mengulang apa saja yang disuruh pengajar.

Cara ini tidak masuk ke dalam kepala dan akal mereka melainkan melekat saja

pada otaknya disebelah luar. Cara ini akan berfaedah untuk hal-hal yang

menyangkut doa-doa, nats-nats penting dalam Alkitab, daftar kitab suci,

nyanyian Gereja, dan lain sebagainya.

30

Dien Sumiyatiningsih, Mengajar dengan Kreatif & Menarik,(Yogyakarta:ANDI,2006), 106-107.

31

Ruth S. Kadarmanto,Tuntunlah ke Jalan yang Benar,(Jakarta: BPK GM,2003) ,92.

32

(14)

24

b) Metode bermain33

Masa kanak-kanak adalah masa yang penuh dengan keceriaan. Kecerian

tersebut sangat nampak ketika mereka bermain. Permainan digunakan untuk

menciptakan suasana belajar dari pasif ke aktif, dari kaku menjadi gerak, dan

dari jenuh menjadi riang. Metode ini diarahkan agar tujuan belajar dapat

dicapai secara efisien dan efektif dalam suasana gembiri meskipun membahas

hal-hal yang sulit atau berat. Sebaiknya permainan digunakan bukan hanya

untuk mengisi waktu kosong atau sekedar permainan. Permainan sebaiknya

dirancang menjadi suatu ”aksi” atau kejadian yang dialami sendiri oleh

perserta didik, kemudian diambil refleksi dalam kegiatan yang dilakukan.

iii. Interactive Models (Model Interaksi)

Titik berat model ini adalah penggunaan energi kelompok dan proses interaksi

yang terjadi dalam kelompok. Individu dihadapkan kepada situasi yang cukup

demokratis dan dapat bekerja lebih produktif dalam masyarakat.34

a) Metode percakapan atau diskusi35

Cara ini cukup efektif. Pemimpin harus menjaga jangan sampai seorang saja yang

berbicara, atau diskusi meruncing menjadi perdebatan yang sengit. Begitu pula para

naradidik jangan hanya merasa senang karena pertukaran pikiran, melainkan

sungguh-sungguh mencoba mencapai kesimpulan bersama mengenai pokok yang

dirundingkan. Suasana percakapan seharusnya selaras dengan pertalian rohani yang

menghubungkan anggota kelompok tersebut. Maksudnya bukan untuk mengalahkan

lawan dalam perdebatan melainkan supaya membina rohani masing-masing pribadi.

33

http//:muhfida.com/pemilihan-dan-penentuan-strategi-pembelajaran (kamis 27 Oktober 2011 pukul 23:15)

34

M. D. Dahlan, Model – Model Mengajar,25.

35

(15)

25

b) Metode tanya jawab36

Metode mengajar yang memungkinkan terjadinya komunikasi langsung dengan

peserta didik. Anak bertanya dan pengajar menjawab, dan sebaliknya sehingga ada

hubungan timbal balik secara langsung terjadi dikelas. Misalnya, mengenai tokoh

Daud. Kita dapat bertanya siapakah Daud? Hikayatnya terdapat dimana? Bagaimana

keadaan Israel pada zaman itu? Dan seterusnya tentang riwayat hidup dan perjuangan

Daud.

iv. Behavioral Models (Model Perilaku)

Model ini dibangun atas dasar teori yang umum, yaitu kerangka teori perilaku.

Belajar tidak dipandang sebagai sesuatu menyeluruh, akan tetapi diuraikan dalam

langkah-langkah yang konkrit dan dapat diamati. Model ini mengutamakan perubahan

perilaku yang spesifik, misalnya sikap-sikap dari tokoh-tokoh dalam Alkitab.37 Model

pembelajaran langsung (Direct Instruction) merupakan salah satu dari rumpun ini.

Gambar.2.1 Model Pembelajaran

36

Ibid,133.

37

(16)

26

2.4Kecerdasan Majemuk

Kecerdasan merupakan salah satu faktor yang menentukan kesuksesan atau

kegagalan peserta didik dalam pembelajaran. Gardner (1993:17) menyatakan bahwa

kecerdasan merupakan kemampuan untuk menciptakan produk yang berharga dalam satu

atau beberapa lingkungan budaya masyarakat. Menurut Bandler dan Grinder dalam De

Potter (1999:39) kecerdasan merupakan ungkapan dari cara berfikir seseorang yang

dapat dijadikan modalitas belajar.38 Kecerdasan bagi seseorang memiliki manfaat yang

sangat besar bagi dirinya sendiri karena akan menentukan posisinya dalam masyarakat.

Howard Gardner menemukan bahwa kecerdasan tidak hanya terbatas pada satu

kecerdasan yang bisa dinilai dari instrumen psikologi standar. Dari hasil penelitiannya,

Gardner menemukan ada delapan macam kecerdasan antara lain, kecerdasan liguistik,

kecerdasan logis/matematis, kecerdasan kinestetika, kecerdasan visual/spansial,

kecerdasan musikal, kecerdasan naturalis, kecerdasan interpersonal, dan kecerdasan

intrapersonal.39 Kedelapan kecerdasan tersebut dapat saja dimiliki oleh individu, hanya

saja dalam taraf yang berbeda. Kecerdasan tersebut dapat dikembangkan melalui

berbagai cara, salah satunya lewat metode pembelajaran. Dimana dalam menyusun dan

menerapkan metode pembelajaran, para pengajar hendak memperhatikan setiap

kecerdasan anak yang beraneka ragam yang ada dalam kelas-kelas tertentu.

2.4.1 Kecerdasan Linguistik

Kecerdasan dalam mengolah kata. Orang yang menonjol dalam kecerdasan ini

memiliki kecakapan yang tinggi dalam belajar dengan menggunakan indra

pendengarannya, dan pada umumnya orang yang bertipe ini merupakan orang yang ahli

38

Yuliani Nurani Sujiono, Konsep Dasar Pendidikan Anak Usia Dini,(Jakarta:PT Indeks,2009),176-177.

39

(17)

27

berbicara di depan publik.40 Hal-hal penting yang perlu dilakukan dalam

mengembangkan kecerdasan linguistik pada anak-anak antara lain :41

 Mengajak anak berbicara.

 Membacakan cerita. Perkenalkan anak dengan buku-buku bacaan yang

sesuai dengan tumbuh kembang anak.

 Memperdengarkan lagu anak-anak. Ajak mereka untuk menyanyikan

lagu-lagu yang bernuansa anak-anak agar mereka dapat meniru dan melatih

pendengaran mereka.

2.4.2 Kecerdasan Logika/Matematika

Kecerdasan ini melibatkan keterampilan dalam mengolah angka atau kemahiran

dalam menggunakan logika/akal sehat. Hal-hal penting yang perlu diketahui untuk

mengembangkan kecerdasan logika matematis pada anak antara lain :42

 Bermain puzzle. Akan sangat membantu anak dalam mengasah kemampuan

memecahkan masalah dengan menggunakan logikanya.

 Mengenalkan bilangan melalui sajak berirama dan lagu.

 Eksperimen di alam. Membawa anak-anak berjalan-jalan atau bermain

dialam yang luas.

2.4.3 Kecerdasan Kinestetika/Tubuh

Kecerdasan kinestetik lebih menekankan pada kemampuan orang dalam

menangkap informasi dan mengolahnya sedemikian cepat, lalu dikonkritkan dalam

wujud gerak, yakni dengan menggunakan badan, kaki, dan tangan.43 Kegiatan yang dapat

40

Radno Harsanto,Pengelolaan Kelas yang Dinamis,(Yogyakarta:Kanisius,2007),25.

41

Yuliani Nurani Sujiono, Konsep Dasar Pendidikan Anak Usia Dini,185-188.

42

Ibid, 187-188.

43

(18)

28

dilakukan untuk membantu mengembangkan kecerdasan kinestetika pada anak antara

lain:44

 Menari. Menari menuntut keseimbangan, keselarasan, kekuatan dan

kelenturan otot.

 Drama. Kegiatan ini hampir sama dengan bermain peran, namun sebelum

melakonkan drama, biasanya dilakukan latihan peran. Hal ini diperuntukkan

melenturkan otot-otot sehingga tidak kaku bila emainkan peran.

2.4.4 Kecerdasan Visual/Spansial

Kecerdasan dalam mengvisualisasikan gambar dalam pikiran anak. Biasanya

anak yang memiliki kecerdasan ini lebih menyukai kegiatan presentasi, gambar,

performance dan video. Hal-hal yang dapat dilakukan dalam upaya membantu

mengembangkan kecerdasan ini antara lain:45

 Mengambar dan melukis. Sejak kecil anak senang mencoret-coret. Coretan

yang merupakan tahap awal dalam menggambar dapat membantu

mengembangkan imajinasi dan kreativitas anak.

 Mengunjungi berbagai tempat. Mengajak anak ketempat-tempat wisata akan

membantu anak untuk memberi pengalaman dari apa yang dilihatnya.

2.4.5 Kecerdasan Musikal

Kecerdasan musikal merupakan kecerdasan yang mampu menikmati,

mengamati, mengarang membentuk dan mengekspresikan bentuk musik. Kecerdasan ini

meliputi kepekaan terhadap ritme, melodi dari musik yang didengarnya. Gaya belajar

kecerdasan musikal :46

 Mudah mengikuti melodi

44

Yuliani Nurani Sujiono, Konsep Dasar Pendidikan Anak Usia Dini,(Jakarta:PT Indeks,2009), 188-189.

45

Ibid,189-190.

46

(19)

29

 Menyukai pelajaran musik dan menyanyi

 Cepat merspon jenis musik

 Peka terhadap beragam suara, irama, dan nada.

2.4.6 Kecerdasan Naturalistik

Kecerdasan yang mampu mengenali dan membedakan segala spesies yang ada

dialam, baik itu tumbuhan maupun hewan. Orang ini mempunyai kemampuan mengenal

sifat dan tingkah laku binatang, biasanya mencintai lingkungan dan tidak suka merusak

lingkungan hidup.

2.4.7 Kecerdasan Interpersonal

Kecerdasan ini memampukan seseorang untuk dapat berinteraksi atau

berkomunikasi dengan orang lain. Kecerdasan ini juga dapat membentuk dan

mempertahankan hubungan. Mengembangkan kecerdasan ini dengan: 47

 Melatih kemampuan berkomunikasi efektif secara verbal dan nonverbal.

 Mempelajari, mengerti serta peka terhadap motivasi dan perasaan orang

lain.

 Bekerja sama dalam kelompok

 Belajar untuk melihat sesuatu dari sudut pandang orang lain.

2.4.8 Kecerdasan Intrapersonal

Kecerdasan intrapersonal merupakan kecerdasan yang dapat mengenali

pribadinya sendiri baik kekuatan maupun kelemahannya sehingga kelebihan dan

kelemahannya tersebut dapat ia pakai untuk menghadapi kehidupannya dalam

bermasyarakat.48

47

Adi W. Gunawan,Born to be a Genius,(Jakarta:PT Gramedia Pustaka Utama,2003)118-119.

48

(20)
[image:20.595.76.519.72.296.2]

30

Gambar 2.2 Kecerdasan Majemuk (Howard Gardner)

2.5Paradigma Pembelajaran

Paradigma adalah suatu kumpulan keyakinan dan nilai-nilai dari suatu komunitas

tertentu. Paradigma merupakan model penafsiran yang digunakan orang untuk memberikan

makna kepada hidup mereka. Orang kristen, yang menciptakan suatu komunitas iman yang

khas, di setiap waktu dan tempat perlu menjelaskan siapa mereka dan akan jadi apa mereka,

dalam hubungan mereka dengan Allah dan rencana Allah atas hidup mereka serta

orang-orang diluar iman.49 Selain itu Paradigma juga diartikan sebagai seperangkat peraturan yang

menetapkan batasan-batasan dan menolong kita agar berperilaku sehingga bisa meraih

sukses.50

Berdasarkan pengertian tersebut paradigma sesungguhnya adalah kumpulan

keyakinan atau peraturan yang lahir dari pergumulan iman tertentu untuk memberikan

gambaran tentang keberadaannya dalam komunitas dimana terdapat proses pembelajaran.

49

Norman. E. Thomas. Teks Teks Klasik tentang Misi Dan Kekristenan Sedunia(Jakarta:BPK Gunung

Mulia, 2001), 3.

50

(21)

31

Penelitian dalam pendidikan menemukan dua paradigma pembelajaran yaitu paradigma

mengajar (Instructional paradigm) dan paradigma belajar (Learning paradigm). Penelitian

tersebut mengharapkan, terjadinya pergeseran paradigma dari paradigma mengajar ke

paradigma belajar, karena paradigma belajar adalah suatu paradigma yang sangat membantu

anak mencapai tujuan pembelajaran.51 Perubahan paradigma dalam proses pembelajaran

diharapkan dapat mendorong anak untuk terlibat secara aktif dalam membangun

pengetahuan, sikap dan perilaku. Melalui proses pembelajaran dengan keterlibatan aktif anak

ini berarti pengajar tidak mengambil hak-hak anak untuk belajar dalam arti sesungguhnya.

Pergeseran paradigma mengajar ke paradigma belajar, tidak hanya terjadi dalam

dunia pendidikan formal, Sekolah Minggu atau Kebaktian Anak juga perlu mengalami

perubahan agar terjadi pertumbuhan secara kualitas maupun kuantitas. Perubahan yang

terjadi tidak serta merta menghilangkan bentuk sebelumnya tetapi mengembangkan apa yang

sudah ada.

Paradigma mengajar sebagai proses pembelajaran berpusat pada pengajar atau

disebut dengan Teacher Centered. Di sini proses pembelajaran dilakukan secara aktif oleh

pengajar. Mulai dari memimpin pujian, doa, Firman serta aktivitas. Anak hanya sebagai

“objek” yang diperintah untuk bernyanyi, berdoa dan mendengarkan Firman. Sedangkan pada

paradigma belajar atau yang disebut Student Centered, anak diajak untuk lebih aktif. Inisiator

dari Sekolah Minggu atau Kebaktian Anak adalah anak-anak itu sendiri. Oleh karena itu

anak-anak harus mendapat lebih banyak kesempatan untuk mengekpresikan atau

menyalurkan kemampuannya dalam suatu kebaktian. Inilah saatnya anak diberi kesempatan

menjadi seorang pemimpin, misalnya dengan mengajak anak untuk memimpin pujian, singer,

membawa kantong persembahan dan lain sebagainya. Lewat keterlibatan langsung dari anak,

51

(22)

32

akan akan memperoleh suatu pengalaman. Westerhoff menamakan iman anak kecil sebagai

“iman karena pengalaman” (will our children have faith)52.

Menurut Pdt. Paulis Lie, Sekolah Minggu yang berpusat pada anak (student

centered) merupakan pembinaan anak yang dimulai dari pemahaman yang mendalam tentang

siapa anak yang diajar dan apa kebutuhannya, kemudian di desain suatu model pembinaan

yang secara khusus tepat untuk sekelompok anak di sebuah kelas tertentu.53 Jadi, model

pembelajaran atau pembinaan anak untuk sekelompok anak di sebuah tempat tidak bisa

disamakan begitu saja dengan pembinaan anak-anak ditempat umum. Setiap tempat dan

keberadaan anak memiliki kekhasan tersendiri.

Berbicara mengenai paradigma belajar, maka hal ini tidak terlepas dari penggunaan

metode yang beragam atau bervariasi. Pada paradigma mengajar, metode yang dipakai adalah

metode komunikasi satu arah (one way traffic comunication) ceramah, adalah metode

keterandalan yang masih diterapkan sebagian besar pengajar pada proses pembelajaran.

Kegiatan pembelajaran seperti ini, pengajar lebih berperan atau bertindak sebagai pemberi

ilmu pengetahuan, sedangkan anak dianggap sebagai penerima pengetahuan yang pasif. Anak

masih diperlakukan sebagai objek semata dan dipandang sebagai manusia bodoh. Cara

konvensional ini sudah menjadi tradisi sehingga dalam prakteknya anak cepat bosan,

monoton, dan kurang memberikan stimulus dalam pengembangan dan pembentukan

kreativitas.54

Pada paradigma belajar, pengajar memakai metode yang bervariasi atau metode

komunikasi dua arah, yang dapat memacu kreativitas pada anak dimana anak diharapkan

mampu berpendapat, berdiskusi, mengeluarkan pikiran dan gagasannya atau pengalamannya,

52

Anne Neufeld Rupp, Tumbuh Kembang Bersama Anak,(Jakarta:BPK GM, 2009), 71-72.

53

Paulis Lie, Mereformasi Sekolah Minggu,(Yogyakarta:ANDI,2003),2-7.

54

(23)

33

dan menemukan “pesan firman Tuhan” yang dibicarakan dalam kelas.55 Perubahan yang

terjadi pada paradigma belajar adalah mengutamakan kerjasama.

Kesimpulan

Ada berbagai macam model pembelajaran yang ditawarkan oleh para pakar

pendidikan. Oleh karena itu, tidak ada alasan bagi seorang pengajar untuk bersikap fanatik

terhadap satu model pembelajaran saja. Masing-masing model pembelajaran memiliki

keunggulan dan kelemahan, sehingga tidak menutup kemungkinan para guru/pengajar

mengkombinasikan atau menggabungkan dua model sekaligus dan menciptakan model

pembelajaran baru yang sesuai dengan konteks Sekolah Minggu.

Usaha yang perlu dilakukan oleh para pengajar Sekolah Minggu guna mendukung

penerapan model pembelajaran yang bervariasi adalah perubahan paradigma pembelajaran.

Salah satu perubahan paradigma pembelajaran tersebut adalah orientasi pembelajaran yang

semula berpusat pada pengajar/pendidik (teacher centered) beralih berpusat pada anak

(student centered). Paradigma pembelajaran dari paradigma mengajar ke paradigma belajar

tentunya menuntut anak agar mampu secara mandiri mencari makna dari pengalaman yang

mereka temui. Hal ini menunjuk kepada keaktifan anak dalam belajar. Sekolah Minggu yang

berpusat pada anak tentunya diharapkan mampu mengarah kepada pembinaan anak yang

holistik dengan memperhatikan kecerdasan yang dimiliki oleh anak agar mereka mampu

mengembangkan kecerdasan yang mereka miliki secara optimal. Dimana anak-anak memiliki

kecerdasan yang berbeda-beda sehingga pengajar dalam hal ini dituntut untuk dapat lebih

kreatif dalam memilih dan menentukan model pembelajaran untuk anak-anak Sekolah

Minggu.

55

Gambar

Gambar 2.2 Kecerdasan Majemuk (Howard Gardner)

Referensi

Dokumen terkait

Disemprotkan ( Jet Application of Fluid ), pada proses pendinginan dengan cara ini cairan pendingin disemprotkan langsung ke daerah pemotongan (pertemuan antara

Kesimpulan dari penelitian ini bahwa remaja putri merokok terjadi pada usia 15 tahun dan 18 tahun, dikarenakan diri sendiri dengan keinginan mencoba-coba atau iseng-iseng merokok dan

Berdasarkan angka 1 s.d 7 diatas, Pokja Jasa Konsultansi dan Jasa Lainnya pada ULP Kabupaten Bengkulu Utara mengumumkan pemenang seleksi umum paket pekerjaan

Berdasarkan angka 1 s.d 7 diatas, Pokja Jasa Konsultansi dan Jasa Lainnya pada ULP Kabupaten Bengkulu Utara mengumumkan pemenang seleksi umum paket pekerjaan

− Prototipe sistem SDR skala lab dengan frekuensi maksimal RF 50 MHz dengan daya RF kurang dari 1 mW menggunakan daughterboard Basic Tx-Rx dapat dikembangkan untuk sebuah

26 Pembangunan Balai Pembibitan Pertanian (Screen

Penelitian ini menggunakan mesin CNC drilling Agma A-8 untuk proses gurdi pada papan komposit serat batang pisang abaca, dengan memvariasikan parameter proses pemesinan yaitu,

[r]