PERTUMBUHAN EKONOMI REGIONAL
DAN KETIMPANGAN PENDAPATAN
ANTAR KECAMATAN
Studi Kasus Kotamadya Yogyakarta,
Daerah Istimewa Yogyakarta
2004-2007
Latar Belakang
1. Pembangunan dalam lingkup negara secara spasial tidak selalu berlangsung secara
seimbang dan merata.
2. Kecenderungan peranan modal (investor) lebih memilih daerah perkotaan atau daerah yang telah memiliki fasilitas yang lengkap
lanjutan
Rumusan Masalah
1.
Bagaimana pola dan struktur
pertumbuhan ekonomi kecamatan di
Kotamadya Yogyakarta berdasarkan
pertumbuhan ekonomi dan PDRB per
kapita.
2. Apakah terdapat ketimpangan
Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui pola dan struktur
pertumbuhan ekonomi kecamatan
berdasarkan pertumbuhan ekonomi dan
PDRB per kapita
2. Untuk menganalisis ketimpangan
Landasan Teori
1. Menurut Teori Neo-klasik pertumbuhan ekonomi suatu daerah akan sangat
ditentukan oleh kemampuan daerah
tersebut untuk meningkatkan kegiatan produksinya.
2. Keynesian yang menekankan pada sisi permintaan. Aliran ini menempatkan isu sentral pada ekspor regional sebagai
Lanjutan
3. Teori penyebab kumulatif (cumulatif causation theory). Teori ini pada awalnya dikemukakan oleh ahli-ahli teori pusat pertumbuhan seperti Perroux (1950), Myrdal (1957) dan Hirschman (1958) dalam Armstrong and Taylor (2007).
Apabila suatu industri mempunyai skala
ekonomi internal (internal economies of scale) yang signifikan, perusahaan yang tumbuh
Studi Empiris
1. Akita (2001) melakukan penelitian ketimpangan
pendapatan daerah di China pada periode 1995-1998. Permasalahan ekonomi yang dihadapi oleh Pemerintah China adalah masalah pemerataan pendapatan dan
pemerataan pertumbuhan ekonomi antar provinsi.
2. Sjafrizal (2002) untuk periode 1993-2000. Disamping
Lanjutan
3. Studi Akita dan Alisyahbana (2002) dengan menggunakan Theil Index sebagai alat ukur
ketimpangan pembangunan antar wilayah dan dalam wilayah Masalah ketimpangan distribusi pendapatan tidak hanya tampak pada wajah ketimpangan antara pulau Jawa dan luar Jawa saja melainkan juga antara wilayah di dalam Pulau Jawa itu sendiri. Bahkan
ketimpangan juga sering terjadi secara nyata antara daerah kabupaten/ kota di dalam wilayah propinsi itu sendiri. Lebih lanjut dikatakan bahwa kesenjangan antar daerah terjadi sebagai konsekuensi dari
Lanjutan
4. Sutarno dan Kuncoro (2003) mengidentifikasi pola dan struktur pertumbuhan ekonomi dan mengetahui ketimpangan antar Kabupaten di Kabupaten Banyumas. Melalui pendekatan analisis ketimpangan Williamson dan indeks entropi Theil, diperoleh kesimpulan bahwa tingkat ketimpangan PDRB per kapita antar Kabupaten di Kabupaten Banyumas yaitu rata-rata 0,426 untuk Indeks ketimpangan
Lanjutan
4. Etharina (2005) menganalisis disparitas pendapatan antar daerah di Indonesia dan melihat pengaruh suatu
wilayah atau grup propinsi terhadap disparitas yang terjadi. Penelitian dilakukan dengan menggunakan Theil Entropy Index untuk melihat dimensi spasial dan disparitas regional. Hasil penelitian menemukan bahwa disparitas pendapatan per kapita yang terjadi antara (between) wilayah Jawa dan luar Jawa, serta antara Kawasan Barat dan Kawasan Timur Indonesia relative kecil. Disparitas pendapatan perkapita yang lebih besar terjadi antara DKI Jakarta dan daerah
lainnya, serta antara grup propinsi kaya dan grup propinsi miskin. Selain itu penelitian juga menemukan bahwa
Metode Penelitian
Alat Analisis1. Tipologi Klassen dapat digunakan untuk mengetahui gambaran tentang pola dan struktur pertumbuhan ekonomi daerah. Menurut tipologi Klassen, masing-masing
daerah dapat diklasifikasikan sebagai daerah yang tumbuh cepat (Rapid Growth Regioan), daerah yang tertekan (Retarded Region),
Lanjutan
(I) Jika ri > rn dan Yi > Yn = Daerah Maju dan Tumbuh Cepat
(MT)
(II) Jika ri > rn dan Yi < Yn = Daerah Berkembang Cepat (B)
(III) Jika ri < rn dan Yi > Yn = Daerah Maju tapi Tertekan (M)
(IV) Jika ri < rn dan Yi < Y n = Daerah Kurang Berkembang (KB)
Dimana :
ri = laju pertumbuhan PDRB daerah ke-i (Kecamatan ke-I) rn = laju pertumbuhan PDRB rata-rata
Kotamadya/Kabupaten
Yi = Pendapatan perkapita daerah ke-I (Kecamatan ke-i)
Lanjutan
2. INDEKS ENTROPHY THEIL
Digunakan untuk mengukur kesenjangan
atau ketimpangan (ketimpangan regional,
ketimpangan industri/derajat aglomerasi
industri, ketimpangan kemiskinan dll)
P
P
Lanjutan…
Keterangan:
T = indeks entropi Theil
Yi = PDRB per kapita Kecamatan i
Y = Rata-rata PDRB per kapita
Kotamadya/Kabupaten i
Pi = Jumlah penduduk Kecamatan i P = Jumlah penduduk
Lanjutan
3. INDEKS WILLIAMSON
Digunakan untuk mengukur
kesenjangan/ketimpangan regional
Yt
n
f
Yt
Yi
2 1 12
(
/
)}
)
(
Hasil Analisis
(I) Maju & Tumbuh Cepat :
Gondokusuman Gondomanan
Jetis
(II) Berkembang
Cepat :
Kraton Pakualaman
Wirobrajan Gedongtengan
Lanjutan
TAHUN INDEKS Entropi Theil
2004 1.32
2005 1.24
2006 1.22
2007 1.24
Lanjutan
2. Indeks kesenjangan Entropy Theil
menunjukkan kecenderungan peningkatan kesenjangan/ketimpangan dari tahun 2006 sampai tahun 2007. Pada tahun 2004 nilai indeks Entropy Theil sebesar 1,32 pada
periode tahun 2005 nilai indeks Entropy Theil 1,24 pada tahun 2006 mengalami penurunan menjadi 1,22, dan pada tahun 2007
Lanjutan
TAHUN INDEKS WILLIAMSON
2004 0.99
2005 1.47
2006 1.12
2007 1.14
Lanjutan
3. Indeks Williamson menunjukkan kecenderungan peningkatan
kesenjangan/ketimpangan dari tahun 2006 sampai tahun 2007. Pada tahun 2004 nilai
indeks Williamson sebesar 0,99 pada periode tahun 2005 nilai indeks Williamson naik
menjadi 1,47 pada tahun 2006 mengalami penurunan menjadi 1,22, dan pada tahun
Hipotesis Kuznet
Hipotesis Kuznet dapat dibuktikan dengan
membuat grafik antara pertumbuhan PDRB dan indeks ketimpangan. Grafik tersebut merupakan hubungan antara pertumbuhan PDRB dengan
Indeks ketimpangan Williamson maupun
pertumbuhan PDRB dengan indeks ketimpangan Entropi Theil pada periode pengamatan. Tetapi karena periode pengamatan pada penelitian ini hanya 4 tahun maka pembuktian hipotesis
Kuznet tidak bisa sempurna. Hal ini disebabkan karena data PDRB perkapita kecamatan di
Hasil Hipotesis Kuznet
Dari tabel diatas terlihat bahwa pertumbuhan
ekonomi yang meningkat akan diikuti oleh Indeks Enthropy yang menaik juga. Hal ini sesuai dengan hipotesis Kuznet bahwa pada saat awal
[image:36.720.11.713.46.524.2]pertumbuhan ekonomi ketimpangan juga akan meningkat tetapi lama kelamaan akan turun atau semakin merata. Hanya didalam periode penelitian ini belum tergambar jelas karena periodenya baru empat tahun. Hal yang sama juga terjadi pada
tabel 4.6. terlihat bahwa apabila pertumbuhan ekonomi meningkat maka akan diikuti oleh
Kesimpulan dan Saran
Kesimpulan
1. Berdasarkan tipologi daerah menurut
pertumbuhan dan pendapatan per kapita,
daerah/kecamatan di Kotamadya Yogyakarta dapat diklasifikasikan menjadi empat
Lanjutan
2. Indeks kesenjangan Entropy Theil
menunjukkan kecenderungan peningkatan kesenjangan/ketimpangan dari tahun 2006 sampai tahun 2007. Nilai Indeks Entropy
Theil yang semakin membesar menunjukkan kesenjangan/ketimpangan yang semakin
membesar pula. Demikian pula sebaliknya, bila indeksnya semakin kecil, maka
kesenjangan/ketimpangan akan semkin
Lanjutan
3. Indeks Williamson menunjukkan kecenderungan peningkatan
kesenjangan/ketimpangan dari tahun 2006 sampai tahun 2007. Nilai Indeks Williamson yang semakin membesar menunjukkan
kesenjangan/ketimpangan yang semakin membesar pula. Demikian pula sebaliknya, bila indeksnya semakin kecil, maka
kesenjangan/ketimpangan akan semkin
Lanjutan
Saran
Dalam mengambil kebijakan pembangunan, pemerintah
kotamadya Yogyakarta dan propinsi harus memperhatikan dimensi spasial, tidak seperti pada waku sebelumnya yang menggunakan pendekatan non spasial. Dalam prakteknya, selalu terjadi trade-off, tarik menarik, antara strategi
percepatan pertumbuhan ekonomi dengan pemerataan
pendapatan antar daerah. Salah satu kebijakan yang dapat ditempuh oleh Pemerintah Kotamadya Yogyakarta adalah perencanaan pembangunan diarahkan/diprioritaskan pada : 1. Daerah-daerah yang relative tertinggal, khususnya dengan strategi meningkatkan pertumbuhan dan penanggulangan kemiskinan.
Hipotesis “U” terbalik
Kecenderungan penurunan disparitas pendapatan yang ditunjukkan dengan indeks Williamson dan indeks Entropi Theil belum menunjukkan
berlakunya Hipotesis “U” terbalik dari Kuznets di kabupaten/kota di Propinsi Jawa Tengah.
Hipotesis Kuznets dapat dibuktikan dengan