• Tidak ada hasil yang ditemukan

KAJIAN PENYEBARAN LIMBAH CAIR BAWAH PERMUKAAN BERDASARKAN SIFAT KELISTRIKAN BATUAN DI LOKASI PEMBUANGAN AKHIR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "KAJIAN PENYEBARAN LIMBAH CAIR BAWAH PERMUKAAN BERDASARKAN SIFAT KELISTRIKAN BATUAN DI LOKASI PEMBUANGAN AKHIR"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

KAJIAN PENYEBARAN LIMBAH CAIR BAWAH PERMUKAAN BERDASARKAN SIFAT KELISTRIKAN BATUAN DI LOKASI

PEMBUANGAN AKHIR (LPA) BENOWO SURABAYA

Suparmanto, Agus M.U., Rahmadana A. Laboratorium Geofisika, Jurusan Fisika, Fakultas MIPA Institut

Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya

ABSTRAK

Sebagai lokasi pembuangan akhir (LPA) sampah, LPA Benowo merupakan satu- satunya depo akhir sampah kota Surabaya. Timbunan sampah merupakan sumber polutan, di antaranya polutan cair hasil pembusukan sampah yang biasa disebut lindi (leachate). Lindi dapat mencemari lingkungan sehingga dapat berdampak pada penurunan mutu pada lingkungan hidup sekitarnya. Sementara itu, Kecamatan Benowo dan sekitarnya pada khususnya dan daerah Surabaya Barat pada umumnya saat ini sedang mengalami perkembangan sosial ekonomi secara pesat. Dengan demikian, perlu dilakukan penelitian pola penyebaran lindi dari LPA ke daerah sekitarnya, khususnya potensi pencemaran lingkungan melalui bawah permukaan tanah yang bersifat laten dan sulit dipantau. Pada penelitian ini telah dilakukan pengamatan sifat kelistrikan di daerah LPA Benowo dan sekitarnya dengan menggunakan Metode Geolistrik Resistivitas untuk mengetahui pola penyebaran polutan cair (lindi) pada daerah LPA Benowo. Hasil korelasi antara pengukuran resistivitas dan analisa data bor menunjukkan adanya pola penyebaran lindi pada daerah LPA Benowo dan sekitarnya. Pola penyebaran limbah cair di LPA Benowo adalah ke arah timur pada kedalaman 1 meter, 2 meter, serta pada kedalaman 6 meter.

Kata kunci : lindi, resistivitas, LPA Benowo

PENDAHULUAN

Sampah merupakan masalah bagi hampir semua orang, terutama bila menyangkut jenis sampah yang tidak bisa dilebur oleh alam misalnya sampah rumah tangga atau sampah industri. Bila dalam skala kecil semisal pada rumah tangga atau lingkungan sekitar sampah sudah menjadi sumber pencemaran yang meresahkan baik secara langsung maupun tidak, maka dapat dibayangkan apabila skala itu adalah untuk daerah Lokasi Pembuangan Akhir (LPA). LPA Benowo merupakan satu-satunya lokasi tempat pembuangan akhir sampah di Surabaya, sehingga seluruh sampah di daerah Kotamadya Surabaya dan sekitarnya berakhir di sana. Secara geografis, LPA Benowo Surabaya berada di antara 112°37’58 BT - 112°38’01 BT dan 7°13’02 LS - 7°13’19 LS. Secara geologi, LPA Benowo berada di daerah Benowo yang termasuk lembar Surabaya (Sukardi, 1992).

(2)

mengenai pola penyebaran limbah cair bawah permukaan sangat diperlukan untuk menghindarkan masyarakat dari bahaya pencemaran limbah cair bawah permukaan tersebut.

Untuk menyikapi masalah tersebut dilakukanlah penelitian sifat kelistrikan daerah LPA Benowo dan sekitarnya dengan menggunakan metoda geolistrik. Metode geolistrik merupakan metode yang digunakan untuk mempelajari sifat aliran listrik di dalam bumi dengan cara mendeteksinya di permukaan bumi (Hendrajaya,1990). Salah satu metode geolistrik yang sering digunakan dalam pengukuran aliran listrik dan untuk mempelajari keadaan geologi bawah permukaan adalah dengan metode resistivitas (Telford dkk, 1990). Metode geolistrik resistivitas dapat dibagi menjadi dua kelompok besar yaitu metode resistivitas Mapping dan metode resistivitas Sounding atau VES - Vertical Electrical Sounding (Koefoed, 1979) dan (Bhattacharya dan Patra, 1986).

Tujuan yang ingin dicapai dari PKMP ini adalah penggunaan metode resistivitas Sounding untuk mengkaji penyebaran limbah cair bawah permukaan di LPA Benowo Surabaya dan penggunaan analisa sampel di laboratorium untuk dikorelasikan dengan data pengukuran di lapangan sehingga diperoleh pola penyebaran limbah cair bawah permukaan yang lebih akurat.

Luaran PKMP akan berupa sebuah laporan yang berisi informasi akurat mengenai penyebaran limbah cair bawah permukaan di LPA Benowo Surabaya, selanjutnya dapat digunakan untuk memberikan informasi kepada pihak terkait, dalam hal ini Dinas Kebersihan, Dinas Lingkungan hidup dan Pemkot Surabaya. Dengan informasi ini, diharapkan pihak-pihak di atas dapat melakukan tindakan preventif untuk mengurangi dampak negatif akibat kontaminasi limbah cair LPA Benowo Surabaya.

Kegunaan yang lain adalah memberikan informasi kepada masyarakat mengenai daerah-daerah yang sudah tercemar limbah cair LPA Benowo Surabaya. Informasi ini dapat dimanfaatkan untuk menumbuhkan simpati dan empati terhadap permasalahan lingkungan hidup, khususnya pencemaran lingkungan akibat limbah cair dari sampah.

METODE PENDEKATAN

PKMP ini dilaksanakan selama 5 (lima) bulan pada bulan Februari-Juni 2006.

Bahan dan peralatan yang digunakan untuk mendukung kegiatan PKMP ini adalah sebagai berikut:

1. GPS (Global Positioning System) 1 set

2. Resistivity-Meter merek “Tigre Campus” 1 set 3. Piranti lunak IP2WIN Resistivity Sounding Interpretation 1 set

4. Piranti lunak SURFER versi 7.0 1 set

5. Peralatan Bor Dangkal 1 set

6. Automatic LCR Meter 1 set

7. Aquades secukupnya

8. Larutan NaCl 99% secukupnya

(3)
[image:3.596.193.430.111.352.2]

6 (enam) titik pengambilan data bor. Lokasi pengambilan data disajikan pada Gambar 1.

U

Gambar 1. Lokasi Titik VES dan Titik Bor

Pengambilan data resistivitas (VES) dilakukan pada 9 titik ukur dan lintasan yang telah ditentukan pada Gambar 1. Data VES yang diperoleh kemudian diolah dengan menggunakan piranti lunak IP2WIN Resistivity Sounding Interpretation 3.0.1.a dari Moscow State University yang menghasilkan kurva lapangan dan resistivity cross-section. Langkah selanjutnya adalah membuat kontur sebaran resistivitas berdasarkan kedalamannya yang didapatkan dari hasil pengolahan data VES dengan menggunakan piranti lunak Surfer versi 7.0 dari Golden Software Inc. Kontur sebaran resistivitas digambarkan dalam setiap kedalaman dengan spasi 1 meter hingga kedalaman 6 meter.

Pengambilan data bor dilakukan dengan menggunakan bor dangkal bekerjasama dengan Laboratorium Geofisika ITS. Pengeboran dilakukan sebanyak 6 titik dan pengambilan sampel dilakukan pada tiap kedalaman 1 meter hingga kedalaman 6 meter. Total sampel tanah hasil pengeboran yang didapatkan adalah sebanyak 36 sampel.

(4)

Hasil pengolahan data VES dan hasil analisa laboratorium dikorelasikan dan dianalisa untuk mendapatkan nilai resistivitas tanah yang sesuai. Nilai resistivitas tanah tersebut kemudian diinterpretasikan dalam bentuk pola penyebaran limbah cair bawah permukaan di LPA Benowo Surabaya.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Metode resistivitas VES dilakukan untuk memperoleh distribusi tahanan jenis secara vertikal. Hasil pengolahan data VES dengan menggunakan piranti lunak IPI2Win – Resistivity Sounding Interpretation Versi 3.0.1.a dari Moscow State University dari ke 9 titik pengukuran diperlihatkan pada Gambar 2 hingga Gambar 4 di bawah ini.

[image:4.596.136.488.234.630.2]

Titik 1 Titik 2 Titik 3

Gambar 2. Hasil pengolahan data VES pada titik 1, titik 2, dan titik 3

Titik 4 Titik 5 Titik 6

Gambar 3. Hasil pengolahan data VES pada titik 4, titik 5, dan titik 6

Titik 7 Titik 8 Titik 9

Gambar 4. Hasil pengolahan data VES pada titik 7, titik 8, dan titik 9

(5)

12490150 U 12490100 12490050 12489950 12489900 12489850 12489800 12489750 32 30 30 28 28 26

24 24

22 22

20 20

18 18

16 16

14 14

12

12 10 8

6 8

4 6

2 4

0 2

-2 0

12489700

12490 150

12490 100

792500 792550 792600 792650

Gambar 5. Distribusi tahanan jenis pada kedalaman 1 meter

U 12490 050 12490 000 12489 950 12489 900 12489 850 12489 800 12489 750

11 10

10 9

9 8.5

8

8 7.5

7 7

6.5

6 6

5

5

4 4.5

3

3.5

2 3

1

2

0 1.5

-1 0.5

0 12489 700

124 901 50

792500 792550 792600 792650

Gambar 6. Distibusi tahanan jenis pada kedalaman 2 meter

U

124 901 00

124 900 50

124 900 00

124 899 50

124 899 00

124 898 00

124 897 50

2.6 2.4 2 1.8 1.6 1.4 1.2 1 0.8 0.6 0.4 0.2 0 -0.2 2.4 2.2 2 1.8 1.6 1.4 1.2 1 0.8 0.6 0.4 0.2 0

124 897 00

[image:5.596.141.488.74.655.2]

792 50 0 7 925 50 7 926 00 7 92 650

(6)

12490150 U 12490100 12490050 12489950 12489900 12489850 12489800 12489750 3.4 3.2 3 2.8 2.6 2.2 2 1.8 1.6 1.4 1.2 1 0.8 0.6 0.4 0 -0.2 3.4 3.2 3 2.8 2.6 2.4 2.2 2 1.8 1.6 1.4 1.2 1 0.8 0.6 0.4 0.2 0 12489700

[image:6.596.138.484.82.288.2]

792500 792550 792600 792650

Gambar 8. Distribusi tahanan jenis pada kedalaman 4 meter

12490150 U 12490100 12490050 12490000 12489950 12489900 12489850 12489800 12489750 3.4 3.2 3 2.8 2.6 2.4 2.2 2 1.8 1.6 1.4 1.2 1 0.8 0.6 0.4 0.2 0 3.4 3.2 3 2.8 2.6 2.4 2.2 2 1.6 1.4 1.2 1 0.8 0.6 0.4 0.2 12489700

[image:6.596.144.482.533.736.2]

792 500 792550 792600 792650

Gambar 9. Distribusi tahanan jenis pada kedalaman 5 meter

12490150 U 12490100 12490050 12490000 12489950 12489850 12489800 12489750 12489700 7.5 7 6.5 6 5.5 5 4.5 4 3.5 3 2.5 2 1.5 1 0 -0.5 7 6.5 6 5.5 5 4.5 4 3.5 3 2.5 2 1.5 1 0.5 0

792500 792550 792600 792650

(7)
[image:7.596.127.498.174.311.2]

Sampel tanah yang didapatkan dari hasil pengeboran dilakukan analisa yang meliputi penentuan jenis batuan/tanah, dan resistivitas yang berasosiasi dengan konduktivitas tanah. Berikut merupakan contoh hasil analisa data bor 1 yang berkaitan dengan penentuan jenis tanah di sekitar LPA Benowo yang ditunjukkan pada Tabel 1.

Tabel 1. Hasil analisa sampel tanah pada data bor 1

Lokasi : Benowo

Bore Hole : B-1

Kedalaman (m) Diskripsi Tanah/Batuan Warna

0 – 1 Lempung Coklat muda

1 – 2 Lempung Coklat muda

2 – 3 Lempung Coklat muda

3 – 4 Lempung sedikit lanau Abu – abu 4 – 5 Lempung sedikit lanau Abu – abu 5 – 6 Lempung sedikit lanau Abu – abu

Berdasarkan hasil dari data bor pada 6 titik, diketahui bahwa pada kedalaman 0 sampai 3 meter rata – rata berjenis tanah sama yaitu lempung dan pada kedalaman 3 meter sampai dengan 6 meter berjenis tanah lempung dengan sedikit lanau.

Uji konduktivitas dilakukan terhadap sampel tanah pada kedalaman 2 meter dan 5 meter dan dianggap sudah mewakili 2 jenis tanah tersebut. Uji konduktivitas dilakukan dengan menggunakan lima jenis larutan NaCl seperti diperlihatkan pada Tabel 2.

Berdasarkan hasil uji konduktivitas batuan maka dapat ditentukan konduktivitas batuan yang tercemar yaitu dengan mencari persamaan garis dari hasil perhitungan konduktivitas batuan tersebut kemudian disubstitusi dengan nilai konduktivitas limbah cair. Pendekatan atas nilai konduktivitas limbah cair hasil pengukuran laboratorium diambil dari Reinhart et. al. (1998) yaitu sebesar 0,005 S/m. Perhitungan nilai resistivitas tanah menghasilkan nilai 1,126 Ω/m ± 0.1 untuk kedalaman 0 – 3 meter dan 1,659 Ω/m ± 0.1 untuk kedalaman 3 – 6 meter.

Tabel 2. Konduktivitas Larutan NaCl. (Mardianawati, 2004) Sampel Massa dalam 1 liter

Aquades (gram)

Suhu (°C)

Konduktivitas Larutan (S/m)

Hambatan Jenis (Ω/m)

1 0 27 0.00226 442.4779

2 3 25 0.63 1.587302

3 20 25.5 3.81 0.262467

4 50 25.9 8.28 0.120773

5 100 25.9 13.44 0.074405

Pembahasan

(8)

Hal tersebut diperkirakan dengan nilai resistivitas yang rendah pada area tersebut. Nilai resistivitas rendah berdampak pada nilai konduktivitas yang tinggi. Pola dan nilai resistivitas yang rendah seperti ini dapat diartikan bahwa pada daerah kedalaman tersebut memiliki medium yang berpori sehingga dimungkinkan terdapat akumulasi fluida di dalamnya. Selain itu, pola distribusi fluida tersebut dapat terbentuk dan mampu menyebar apabila terdapat sistem pelapisan tanah yang memiliki porositas dan permeabilitas yang tinggi.

Gambar 11 berikut menunjukkan hubungan antara data hasil pengeboran dan data pengukuran metode resistivitas VES. Posisi kedua data pengukuran tersebut ditunjukkan pada denah (Gambar 1). Selanjutnya dilakukan korelasi antara hasil pengukuran dan hasil pengeboran. Gambar 7 menunjukkan bahwa korelasi antara data bor yang menunjukkan jenis batuan/tanah terhadap kedalaman relatif sama dengan data pengukuran metode resistivitas VES.

Kedalaman (m)

Diskripsi Tanah/Batuan

0 – 1 Lempung 1 – 2 Lempung 2 – 3 Lempung

[image:8.596.121.488.278.396.2]

3 – 4 Lempung sedikit lanau 4 – 5 Lempung sedikit lanau 5 – 6 Lempung sedikit lanau

Gambar 11. Korelasi data bor di titik bor 3 terhadap data VES.

Hasil perbandingan antara data bor dan data hasil pengukuran dengan menggunakan dengan metode resistivitas VES relatif menunjukkan kedekatan yang baik. Dengan kata lain, bahwa data hasil pengukuran dengan menggunakan metoda resistivitas VES dapat dijadikan acuan untuk mengetahui struktur dan pola pelapisan tanah/batuan terhadap kedalaman. Namun demikian masih diperlukan pengambilan data bor sebagai perbandingan data yang didapatkan dari pengukuran. Dalam skala pengukuran yang lebih luas hal tersebut dapat menjadikan pekerjaan penelitian menjadi efisien dan validitasnya dapat dipertanggungjawabkan.

(9)

U lindi berada di tengah area LPA, sedangkan pada kedalaman 6 meter terlihat lagi persebarannya yang juga menuju ke timur area LPA. Pola penyebaran selengkapnya disajikan pada Gambar 12 dan Gambar 13 berikut:

12490150 12490150 12490150 U

12490100 12490100 12490100

12490050 12490000 12489950 12489900 12489850 32 12490050 28 26 12490000 24 22 20 12489950 16 14 12489900 12 8 12489850 6

11 12490050 10 9 12490000 8 7 12489950 6 5 12489900 4 3 12489850 2 2.6 2.4 2.2 2 1.8 1.6 1.4 1.2 1 0.6 12489750

2 12489800 0 -2

12489750

12489800 0 -1 12489750

0.2 0 -0.2

12489700 12489700 12489700

792500 792550 792600 792650

[image:9.596.113.515.131.329.2]

792500 792550 792600 792650 792500 792550 792600 792650

Gambar 12. Pola persebaran lindi pada kedalaman 1 meter, 2 meter, dan 3 meter

12490150 12490150 12490150

12490100 12490100 12490100

12490050 12490000 12489950 12489900 12489850 12489800 12489750 12489700

792500 792550 792600 792650 3.4 3.2 2.8 2.6 2.2 2 1.8 1.6 1.4 1.2 1 0.8 0.6 0.4 0.2 -0.2 12490050 12490000 12489950 12489900 12489850 12489800 12489750 12489700

792500 792550 792600 792650 3.4 3.2 2.8 2.6 2.4 2.2 2 1.8 1.6 1.4 1.2 1 0.8 0.6 0.4 0 12490050 12490000 12489950 12489900 12489850 12489800 12489750 12489700

792500 792550 792600 792650

7.5 7 6.5 5.5 5 4.5 4 3.5 3 2.5 2 1.5 0.5 0 -0.5

Gambar 13. Pola persebaran lindi pada kedalaman 4 meter, 5 meter, dan 6 meter

KESIMPULAN

Dari pembahasan yang telah dilakukan dapat diperoleh kesimpulan sebagai berikut:

[image:9.596.114.529.368.574.2]
(10)

2. Arah penyebaran limbah cair di LPA Benowo adalah ke arah timur pada kedalaman 1 meter, 2 meter, serta pada kedalaman 6 meter.

DAFTAR PUSTAKA

1. Bahri, AS., 2001. Interpretasi Data Resistivitas di Tempat Pembuangan Sampah Akhir Sukolilo. Surabaya, Jurnal Purifikasi.

2. Bhattacharya P.K dan Patra H.P, 1986. Direct Current Geoelectric Sounding, Elsevier Publishing, India.

3. Hendrajaya, dan Arif I., 1990, Geolistrik Tahanan Jenis, Laboratorium Fisika Bumi, Jurusan Fisika, FMIPA, ITB.

4. Koefoed, O., 1979, Geosounding Principles, 1., Resistivity Sounding Measurements, Elsevier Scientific Publishing Company, Netherlands.

5. Mardianawati, S., 2004 Pengukuran Resistivitas Untuk Menentukan Faktor Formasi dan Konduktivitas Permukaan Pada Tanah Pasir, Tugas Akhir, Jurusan Fisika FMIPA-ITS Surabaya

6. Reinhart, 1998, Landfill Bioreactor Design & Operation: Lewis Publisher, New York.

7. Sukardi, 1992, Geologi Lembar Surabaya dan Sapulu, Jawa, Edisi Pertama, Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi, Bandung , Indonesia.

Gambar

Gambar 1. Lokasi Titik VES dan Titik Bor
Gambar 2. Hasil pengolahan data VES pada titik 1, titik 2, dan titik 3
Gambar 7. Distribusi tahanan jenis pada kedalaman 3 meter
Gambar 8. Distribusi tahanan jenis pada kedalaman 4 meter
+4

Referensi

Dokumen terkait

Layanan referensi sebagai bagian dari layanan perpustakaan akan menjadi layanan yang diminati oleh pemustaka ketika layanan yang diberikan pustakawan referensi dapat

Bab V merupakan bab penutup yang berisikan simpulan dan saran, simpulan yang dapat ditarik adalah : pertama, pengaturan perlakuan terhadap tenaga kerja penyandang

Yang kemudian diimplemtasikan dalam sebuah penelitian yang berjudul “ APLIKASI PEMBELAJARAN KAMUS BAHASA SUNDA BERBASIS ANDROID ” Media pembelajaran ini bertujuan

Paus biru betina lebih besar badannya daripada paus biru jantan. Beim Blauwal-Weib größer ist ihr Körper als

Fluktuasi harga pertanian yang berpengaruh pada nilai komoditas pertanian serta besarnya korbanan atau biaya yang dikeluarkan untuk bisa mendapatkan produksi yang

Arang aktif dari sabut kelapa dapat digunakan untuk mengadsorbsi minyak bekas, sehingga diperoleh kualitas minyak bekas yang lebih baik.. Sedangkan hubungan antara

Sehingga yang dimaksud manaje- men siaran adalah upaya pengelolaan siaran suatu acara yang didukung oleh sumber daya manusia dan peralatan siaran yang saling ter- gantung

Urick (1983) menjelaskan bahwa pada dasarnya tidak terdapat hubungan yang kuat antara frekuensi yang digunakan dengan nilai backscattering strength yang dihasilkan dari dasar